SKPRIPSI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 105

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN BURNOUT

CAREGIVER DI PANTI WHERDA PANGESTI DAN GRIYA


ASIH LAWANG KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Oleh:
MARSELINUS NANI
2015610063

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019
i
ii
iii
RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Koro kangali pada tanggal

24 Maret 1993. Peneliti merupakan anak ke-4

dari 8 bersaudara dan merupakan anak dari Ibu

Lusia Gheda Karere dan Bapak Hendrikus

Ngongo Rode. Peneliti memulai pendidikan

SDK Bali Loura pada tahun 2002 dan lulus pada

tahun 2008. Peneliti pada tahun 2008, Peneliti melanjutkan pendidikan di

Sekolah Menengah Pertama Rangga Rame hingga lulus pada tahun 2011. Tahun

2011 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Loura dan lulus pada tahun 2014,

dan pada tahun 2015 peneliti melanjutkan studi Universitas Tribhuwana

Tunggadewi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Sarjana Keperawatan di

Malang.

iv
MOTTO

“Melihat, Berpikir, Mengerjakan”

Segala Sesuatu Yang di Kerjakan dengan Perencanaan

Matang dan terstruktur pasti Akan Mendapatkan Hasil

Yang Maksimal Asalkan Tekun dan Bekerja Keras Serta

Mengandalkan Sang Pencipta dalam Segala Hal.

(Ly-Nuklir)

PERSEMBAHAN

v
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan Berkat dan RahmatNya, sehingga saya diberikan
kesehatan dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
lancar.
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:
1. Bapak Bapak Hendrikus Ngongo Rode, Ibu Lusia Gheda
Karere, terima kasih atas dukungan Doa dan dukungan
moril selama ini
2. Kakak Okta, Nona,Melki, adi Yote, St. Yuli,Roni, Oni, Isto,
Goris, Dete, Lois, Alfan dan ine tayi yang selalu
memberikan dukungan dan membuat saya selalu
tersenyum sehingga mampu mengatasi rintangan dan
membuat membuat hari-hari dirantauan lebih berwarna
3. Keluarga besar Lukas Nani dan Erminolda terima kasih
atas segala dukungan dan motivasinya sehingga
membuat saya kuat dan tegar serta ingin
membahagiakan kalian.
4. Family Squad Gg-1 Malang ,tempat saya belajar artinya
persaudaraan dan kebersamaan serta melalui semua
persoalan karena dukungan dan Motivasinya
5. Teman teman yang selalu bersama-sama dan saling
mendukung dalam melewati susah& senang. Terima kasih
untuk waktu yang kalian berikan dan kesempatan untuk
kita saling berbagi.
6. Family S.Kep 2015 terimakasih atas kerjasama dan
dukungannya.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini yaitu

“Hubungan Mekanisme Koping Caregiver dengan Bournout dalam Merawat

Lansia di Panti Werdha Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang.”.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Rektor Universitas Tribhuwana

Tunggadewi Malang, yang telah mengizinkan penulis untuk belajar di

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

2. Drs. Sugeng Rusmiwari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Tribhuwana Tunggadewi Malang, yang telah mengizinkan penulis untuk

belajar di Fakultas Ilmu Kesehatan.

3. Wahyu Dini Metrikayanto, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Progran Studi

Ilmu Keperawatan, yang telah mengizinkan penulis untuk belajar di Program

Studi Ilmu Keperawatan.

vii
4. Yanti Rosdiana, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi dengan baik.

5. Bapak Ragil Catur Adiwibowo, S.Kep., Ns., M.AP selaku Dosen

Pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

6. Kedua orang tua yang selalu mendukung dalam doa dan finansial sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

7. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2015, yang selalu

saling mengingatkan, membantu dan memotivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan, baik dari segi pengetahuan maupun tulisan. Oleh sebab itu

penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Malang, September 2019

Marselinus Nani

viii
ABSTRAK

Nani. M. 2019. Hubungan Mekanisme Coping dengan bournout caregiver dalam


Merawat Lansia di Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang
Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Tribhuwana Tunggadewi, Pembimbing I: Yanti Rosdiana, S.Kep., Ns.,
M.Kep, Pembimbing II: Ragil Catur Adiwibowo, S.Kep., Ns., M.AP

Mekanisme Koping merupakan suatu proses bagi individu mencoba


mengatur suatu keadaan yang penuh tekanan, dengan melakukan suatu tindakan
mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi
burnout. Koping yang efektif dapat membantu individu beradaptasi terhadap
kejenuhan dan stres yang berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan mekanisme coping dengan bournout caregiver dalam
merawat lansia di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten
Malang. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Teknik Sampling
menggunakan Total Sampling dengan sampel sebanyak 48 responden.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan uji
Chi Square.dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa
lebih dari separuh (72,9%) responden memiliki mekanisme koping maladaptif.
Lebih dari separuh (56.2%) responden memiliki bournout pada kategori tinggi.
Hasil uji Chi Square didapatkan (p= 0,001) yang artinya terdapat hubungan
mekanisme coping dengan bournout caregiver dalam merawat lansia di Panti
Wherda pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang. Caregiver perlu
memotivasi diri sendiri dengan penggunaan koping yang positif dalam bekerja
sehingga dapat menurunkan terjadinya bournout yang bearkibat stressor.

Kata kunci : Burnout; Caregiver; Mekanisme Koping

ix
ABSTRACT

Nani. M. 2019. Relationship between coping Mechanism with Burnout


Caregiver in Caring for the Elderly in the Nursing Home of Wherda
Pangesti and Griya Asih Lawang Malang Regency. Script. Faculty of
Health Sciences, Tribhuwana Tunggadewi University. Councelor I:
Script. Faculty of Health Sciences, Tribhuwana Tunggadewi
University. Councelor I: Ronasari Mahaji Putri, S.KM.,M.Kes.,
Councelor II: Rachmat Chusnul Choeron, S.Kep.,Ns.,M.Kep..,
Councelor II: Ragil Catur Adiwibowo, S.Kep., Ns., M.AP

Koping mechanism is a process for individuals trying to manage a


stressful state, by doing an act of constant cognitive change and behavioral
efforts to overcome burnout. Effective coping can help individuals adapt to
prolonged boredom and stress. This study aims to determine the relationship of
coping mechanisms with burnout caregiver in caring for the elderly in Panti
Wherda Nursing Home and Griya Asih Lawang Malang Regency. The study
design uses cross sectional. Sampling technique uses total sampling with a
sample of 48 respondents. Data collection using a questionnaire. Data were
analyzed using Chi Square test with a significant level of 0.05. The results
showed that more than half of the (72.9%) respondents had a maladaptive
coping mechanism. More than half of (56.2%) respondents had bournouts in the
high category. Chi Square.test results obtained (p = 0.001), which means there
is a relationship between the coping mechanism with bournout caregiver in
caring for the elderly at the Pheresti Wherda Nursing Home and Griya Asih
Lawang Malang Regency. Caregivers need to motivate themselves by using
positive coping at work so as to reduce the occurrence of bournouts that result
in stressors.

x
Keywords: Burnout; Caregiver; coping Mechanism

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii
LEMBAR KEASLIAN PENULISAN..................................................................iii
LEMBAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................iv
MOTTO...................................................................................................................v
PERSEMBAHAN...................................................................................................vi
KATA PENGANTAR............................................................................................vii
ABSTRAK...............................................................................................................ix
ABSTRACT..............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................7
1.3.1. Tujuan Umum......................................................................................7
1.3.2. Tujuan Kusus.......................................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian...........................................................................................8
1.4.1. Manfaat Teoritis...................................................................................8
1.4.2. Manfaat Praktis....................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengetahuan Mekanisme Koping....................................................................10
2.1.1 Pengertian Pengetahuan Mekanisme Koping......................................10
2.1.2 Jenis Mekanisme Koping....................................................................11
2.1.3 Hasil Koping.......................................................................................17
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Mekanisme koping......................18
2.2 Burnout...........................................................................................................20

xi
2.2.1 Pengertian Burnout..............................................................................20
2.2.2 Dimensi Burnout.................................................................................22
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Bournout................................................23
2.3 Caregiver.........................................................................................................23
2.3.1 Pengertian Caregiver..........................................................................23
2.3.2 Jenis Caregiver....................................................................................24
2.3.3 Tugas Dan Peran Caregiver................................................................25
2.3.4 Beban pada Caregiver.........................................................................26
2.3.5 Dukungan dan Kebutuhan Caregiver..................................................28
2.4 Lanjut usia (Lansia)........................................................................................30
2.4.1 Definisi Lanjut usia (Lansia)...............................................................30
2.4.2 Batasan-batasan usia lanjut.................................................................31
2.4.3 Cara Hidup Sehat Pada Lansia............................................................32
2.4.4 Klasifikasi Lansia................................................................................39
2.4.5 Karakteristik Lansia............................................................................39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENETIAN


3.1 Kerangka Konsep............................................................................................41
3.2 Hipotesis Penelitian.........................................................................................42

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian.............................................................................................43
4.2 Kerangka Kerja................................................................................................43
4.3 Populasi, sampel dan Sampling.......................................................................44
4.3.1 Populasi............................................................................................44
4.3.2 Sampel..............................................................................................45
4.3.3 Teknik Sampling..............................................................................45
4.3.4 Kriteria Sampling.............................................................................45
4.4 Lokasi Dan Waktu Penelitian..........................................................................46
4.5 Variabel Penelitian..........................................................................................46
4.6 Defenisi Operasional.......................................................................................47
4.7 Instrument Penelitian.......................................................................................47
4.8 Teknik Pengumpulan data...............................................................................48
4.9 Teknik Pengolahan Data.................................................................................49
4.10 Teknik Analisa Data.....................................................................................51
4.10.1 Analisis Univariat............................................................................51
4.10.2 Analisis Bivariat..............................................................................51
4.11 Etika Penelitian.............................................................................................51

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................................54
5.2. Data Umum Penelitian...................................................................................55
5.3. Data Khusus...................................................................................................56
5.3.1. Mekanisme koping caregiver.........................................................56
5.3.2. Bournout caregiver.........................................................................56
5.3.3. Hubungan mekanisme coping dengan burnout caregiver..............56

xii
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Mekanisme koping Caregiver dalam merawat lansia
di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih kabupaten malang.....................58
6.2.......................................................................................................................... Burnout Caregive
.........................................................................................................................60
6.3.......................................................................................................................... Hubungan mekan
dalam merawat lansia di Panti Wherda Lawang dan Griya Asih................63
6.4. Keterbatasan penelitian................................................................................65

BAB VII PENUTUP


7.1. Kesimpulan.................................................................................................66
7.2. Saran............................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Mekanisme Koping...................................................................20


Tabel 2.2 Indikator Burnout ....................................................................................23
Tabel 4.1 Defenisi Operasional................................................................................47
Tabel 5.1 Distriusi data responden berdasarkan jenis kelamin................................55
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi mekanisme koping caregiver
dalam merawat lansia di Panti Wherda pengesti dan Griya Asih..............56
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi bournout caregiver dalam merawat lansia
di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih..................................................56
Tabel 5.4 Tabulasi silang dan Analisis hubungan mekanisme coping dengan
bournout caregiver dalam merawat lansia di Panti Wherda pangesti
dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang..............................................56

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep.......................................................................41


Gambar 4.1 Kerangka Kerja..........................................................................44

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 permohonan menjadi responden...........................................................71


Lampiran 2 Informed Concent.................................................................................72
Lampiran 3 Kisi-Kisi Kuesioner...................................................................................73
Lampiran 4 Kuesioner................................................................................................74
Lampiran 5 Tabulasi data dan analisis data..............................................................76
Lampiran 6 Surat ijin penelitian...............................................................................82
Lampiran 7 Surat jalan penelitian............................................................................83
Lampiran 8 surat balasan penelitian.........................................................................84
Lampiran 9 Lembar konsultasi.................................................................................86
Lampiran 10 Dokumentasi penelitian.....................................................................88

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami.

Menua bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. memang harus diakui bahwa ada

berbagai penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia (lansia). Menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 dalam

Kemenkes RI (2017) mengungkapkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan karakteristik sosial dari

masyarakat, dimana orang yang sudah lanjut usia memiliki ciri-ciri rambut

beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi (Azizah dalam Kusumawardani,

2018). Perubahan yang terjadi pada lansia tidak hanya pada kondisi fisik, tetapi

juga terdapat perubahan psikologis.

Menurut Kemenkes RI (2018) mengungkapkan bahwa hasil Susenas

tahun 2016, didapatkan jumlah lansia di Indonesia mencapai 22,4 juta jiwa atau

8,69% dari jumlah penduduk sementara pada tahun 2018 jumlah mencapai 9,3%

atau 24,7 juta jiwa. Jumlah lansia yang semakin besar, menjadi tantangan untuk

dapat mempersiapkan lansia yang sehat dan mandiri sehingga nantinya tidak

menjadi beban bagi masyarakat maupun negara, dan justru menjadi aset sumber

daya manusia yang potensial. Lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental

dan sosial, salah satu keberadaan lansia seringkali dipersepsikan secara negatif,

dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini

mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua identik

1
2

dengan semakin banyaknya masalah yang dialami oleh lansia. Lansia cenderung

dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang ketergantungan

dan sakit-sakitan, sehingga untuk mencegah adanya kesakitan tersebut lansia

membutuhkan pelayanan kesehatan (BKKBN, 2014). Kemunduran fisik pada

lansia merupakan rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit

degeneratif (Nugroho, 2012). perubahan fisik yang terjadi terjadin pada lansia

akan menyebabkan tingkat kemandiriannya.

Perubahan fisik lansia akan mempengaruhi tingkat kemandirian,

kemandirian merupakan kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung pada

orang lain, tidak terpengaruh pada orang lain dan bebas mengatur diri sendiri

atau aktivitas seseorang baik individu maupun kelompok dari berbagai kesehatan

atau penyakit. Menurut Rohaedi, (2016) mengungkapkan bahwa lansia

menggambarkan sebagai suatu unit yang juga menghendaki kemandirian dalam

mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraannya. Faktor yang

mempengaruhi kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari, seperti usia, imobilitas dan mudah jatuh (Nugroho, 2012). Terjadinya

perubahan pada lansia menyebabkan tekanan secara psikologis

Perubahan psikologis pada lansia terjadi karena adanya perubahan peran

dan kemampuan fisik lansia dalam melakukan kegiatan, baik kegiatan untuk diri

sendiri maupun di kegiatan sosial masyarakat. Aktifitas lansia sehari-hari akan

berdampak pada kondisi kesehatannya dan rentan terkena penyakit. Sehingga

kesehatan lansia perlu ditingkatkan untuk tercapainya lansia yang sehat dan

bahagia (Tamher dalam Kusumawardani, 2018). Oleh karena itu peran orang-
3

orang di sekitar lansia berperan dalam upaya meningkatkan status kesehatannya,

salah satunya adalah perawat caregiver.

Menurut Merriam-Webster (2012) caregiver merupakan orang yang

memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang menderita

penyakit kronis. Menurut Elsevier (2012) menyatakan bahwa caregiver sebagai

seseorang yang memberikan bantuan medis, sosial, ekonomi, atau sumber daya

lingkungan kepada seseorang individu yang mengalami ketergantungan baik

sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut.

Dalam menanggulangi masalah ini caregiver harus mempunyai strategi koping

yang efektif mencakup penanggulangan sebagai proses aktif untuk mengatur

situasi penuh. Kemampuan yang dapat dimiliki dalam mengatasi masalah

(Coping) dengan baik, kemampuan keluarga beradaptasi terhadap stressor yang

muncul dalam keluarga dengan berupaya untuk melawan stressor. Mekanisme

Koping yang disfungsional cenderung lebih bertahan serta tidak menghapuskan

atau menghilangkan dan melemahkan stressor (Friedman, 2010).

Perilaku koping yang digunakan oleh caregiver dalam menghadapi

masalah merupakan hasil dari ketahanan diri (resiliensi) dalam menyelesaikan

masalah dan memecahkan masalah (Hidayah, 2012). Jika keluarga atau orang

yang membantu dapat mengidentifikasi stressor yang akan datang, bimbingan

antisipasi serta strategi koping dalam pencegahan diberikan untuk memperlemah

atau mengurangi dampak stressor. Caregiver yang memiliki strategi koping yang

baik akan dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi secara bijak

(Friedman, 2010). Mekanisme koping yang adaptif sangat dibutuhkan dalam

menghadapi beban kerja yang dirasakan oleh perawat. Apabila perawat memiliki
4

mekanisme koping yang adaptif, maka tidak akan menimbulkan stres yang

berakibat kesakitan (disease), tetapi menjadi stimulant yang mendatangkan

wellness dan prestasi sehingga proses asuhan keperawatan diterapkan secara

maksimal (Ardi, 2016). Mekanisme Koping merupakan suatu proses bagi

seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan

dan pendapatan yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan, dengan

melakukan suatu tindakan mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah

laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani

atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Nasir & Muhith, 2011).

Menurut Kozier, dkk (2010) menyatakan bahwa koping merupakan keberhasilan

dalam menghadapi atau menangani suatu masalah dan situasi. Mekanisme

koping yang efektif dapat membantu individu beradaptasi terhadap stres yang

berkepanjangan. Koping yang tidak efektif terhadap ketidakmampuan tersebut,

berduka yang tidak terselesaikan dan depresi dapat mengarah pada keletihan

(Bare, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarastya (2018) di

Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau menunjukkan bahwa mekanisme

koping perawat di 4 ruangan rawat yaitu ruang Indragiri, Kuantan, Siak dan

Rokan menggunakan mekanisme koping adaptif yaitu sebanyak 25 responden

(52,1%) seperti melakukan hobi untuk meringankan pekerjaan, bertanya

mengenai pengalaman pekerjaan kepada atasan, berdoa, mengelola watu dengan

baik, meminta bantuan kepada orang lain ketika melakukan pekerjaan yang sulit

dilakukan sendiri, seperti pemasangan restrain pada pasien dan yang

menggunakan mekanisme koping maladaptif yaitu sebanyak 23 responden


5

(47,9%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ozkan (2012) menyatakan bahwa

mekanisme koping dan dukungan sosial berdampak pada tekanan yang dialami

oleh pasien. Keputus asaan akan menyebabkan dampak yang negatif terhadap

situasi baru dan mekanisme koping yang digunakan menjadi kurang efektif.

Respon adaptasi yang efektif memungkinkan pasien untuk mampu menggunakan

sumber daya yang dimilikinya. Respon adaptasi pasien dapat ditingkatkan

dengan cara mengurangi stressor dan meningkatkan mekanisme koping terhadap

stressor (Tomay, 2016).

Burnout merupakan respon individu terhadap stres yang dialaminya

dalam situasikerja, ditandai dengan adanya kelelahan fisik dan psikis, perasaan

tidak berdaya serta berkembangnya konsep diri negatif terhadap pekerjaan dan

kehidupannya (Nevi dkk, 2015). Sementara menurut Kristensen (2015)

mendefinisikan burnout sebagai suatu sindrom kelelahan emosi (emotional

exhaustion), sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan positif

terhadap orang lain (depersonalization) dan penurunan pencapaian prestasi diri

(reduced personal accomplishment) yang ditandai dengan menurunnya

kemampuan dalam menjalankan tugas-tugasrutin sebagai akibat dari adanya stres

berkepanjangan (Kristensen 2015). Menurut Sutjipto (2014) mengungkapkan

bahwa Burnout disebabkan oleh faktor karakteristik individu (faktor demografik

dan kepribadian), lingkungan kerja dan keterlibatan emosional dengan penerima

layanan. Salah satu faktor kepribadian yang diduga memicu munculnya burnout

adalah kemampuan mengelola emosi (Sutjipto, 2014). Seseorang mampu

mengelola emosi, dapat terlihat ketika orang tersebut mampu mengendalikan

perubahan-perubahan pada fisiknya ketika emosi itu muncul. Sehingga dapat


6

dinyatakan, emosi baik adalah emosi yang mampu mengendalikan perubahan-

perubahan fisik, sedangkan kematangan sebagai suatu bentuk kesiapan (Sunarto,

2012).

Kematangan emosi mampu mengontrol emosi, hingga seseorang dapat

berpikir secara tenang dalam kondisi stres dan pada akhirnya mampu

menyelesaikan konflik yang terjadi dan memperlakukan individu lain secara

lebih baik (Fudyartanto, 2012). Orang yang memiliki kematangan emosi, dapat

menempatkan diri sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapi dalam

situasi baru. Menurut Walgito (2012) mengungkapkan bahwa ada beberapa ciri

kematangan emosi seseorang, antara lain mampu menerima baik keadaan dirinya

maupun keadaan orang lain seperti adanya sesuai dengan keadaan objektifnya.

Hal ini disebabkan seseorang yang memiliki kematangan emosi, dapat berpikir

secara lebih baik dan obyektif. Orang itu tidak akan bersifat impulsif, mampu

merespon stimulus dengan cara berpikir baik serta sanggup mengatur pikirannya

untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. Seseorang

dengan kematangan emosi, mampu mengontrol emosi dan mengekspresikan

emosinya secara baik pula. Orang tersebut biasanya bersifat sabar, penuh

pengertian dan umumnya memiliki toleransi cukup baik, bertanggung jawab,

mandiri, tidak mudah mengalami frustrasi serta menghadapi masalah dengan

penuh pengertian. Kematangan emosi seorang perawat dapat memfokuskan

perhatian pada fakta-fakta penting dari masalah yang dihadapi. Hal tersebut akan

membentuk kemampuan baik dalam memecahkan masalah, meminimalisir dan

menghindarkan diri dari kemungkinan mengalami perasaan cemas, tertekan serta

ketidaknyamanan emosional yang berujung burnout. Sehingga apa bila seorang


7

perawat memiliki tingkat kematangan emosi yang semakin tinggi, maka

diasumsikan bournout akan semakin rendah.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 05 Januari

2019 di Panti Werdha Pangesti Lawang melalui wawancara dengan 5 orang

cargiver dimana 3 cargiver mengatakan bahwa mereka merasa bosan dan jenuh

rutinitas perawatan lansia yang dijalankan, sedangkan 2 orang cargiver

mengatakan bahwa meskipun sering mengalami kebosan, stres dan malas, dan

beban kerja serta tuntutan yang dialami selama melakukan perawatan tapi tetap

mengatasi hal itu dengan menggunakan koping adaptif untuk mengatasi beban

kerja yang dijalani dengan selalu berpikir positif dan melakukan tugas dengan

semangat. Berdasarkan latar belakang di atas maka peniliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul Hubungan Mekanisme Koping dengan Bournout

caregiver di Panti Werdha Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Mekanisme

Koping dengan Bournout caregiver di Panti Werdha Pangesti dan Griya

Asih Lawang Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

Mekanisme Koping dengan Bournout caregiver di Panti Werdha Pangesti

dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang


8

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi mekanisme koping cargiver di Panti Werdha Pangesti

dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang.

2. Mengidentifikasi bournout caregiver di Panti Werdha Pangesti dan

Griya Asih Lawang Kabupaten Malang.

3. Menganalisis hubungan mekanisme koping dengan burnout cargiver di

Panti Werdha Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Praktis
a. Cargiver

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi cargiver

untuk mengetahui hubungan mekanisme koping cargiver dengan

burnout dalam merawat lansia.

b. Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana

hubungan mekanisme koping cargiver terhadap burnout dalam merawat

Lansia.

c. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk

melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan mekanisme

koping cargiver terhadap burnout dalam merawat lansia.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan tentang

burnout dan mekanisme koping, serta menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan dan dapat digunakan sebagai kajian bersama tentang


9

bagaimana hubungan mekanisme koping cargiver terhadap burnout

dalam merawat lansia sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang

bermanfaat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Mekanisme Koping

2.1.1 Pengertian Pengetahuan Mekanisme Koping

Mekanisme Koping adalah suatu proses bagi seseorang mencoba untuk

mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan dan pendapatan yang dinilai

dalam suatu keadaan yang penuh tekanan, dengan melakukan suatu tindakan

mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan

internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang

dimiliki individu (Nasir & Muhith, 2011). Menurut Kozier, dkk (2010) menyatakan

bahwa koping merupakan keberhasilan dalam menghadapi atau menangani suatu

masalah dan situasi. Koping juga dapat dipandang sebagai upaya kognitif dan

perilaku yang dilakukan oleh seorang individu untuk mengatasi tekanan secara

internal maupun eksternal yang dianggap melewati sumber daya yang dimiliki oleh

individu tersebut. Selain koping dikenal juga istilah mekanisme koping (Folkman dan

Lazarus, 2010)

Mekanisme koping merupakan cara yang digunakan oleh individu untuk dapat

beradaptasi terhadap suatu perubahan yang diperoleh melalui proses belajar dan

mengingat (Nursalam, 2012). Bila individu dapat menggunakan mekanisme koping

secara efektif dalam menghadapi suatu stressor maka stresor tersebut akan menjadi

stimulant yang dapat meningkatkan kesehatan dan mendatangkan prestasi (Nursalam,

2012). Mekanisme koping merupakan cara individu berespon terhadap stimulus

sehingga akan menghasilkan fungsi adaptasi (Tomay dan Alligood, 2010).

10
11

Mekanisme ini membantu melindungi individu dari ancaman, ketidakmampuan dan

perasaan atau pikiran yang tidak dapat diterima. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

kecemasan dengan beberapa cara seperti memodifikasi, distorsi dan menolak

kenyataan. Individu akan belajar menggunakan koping untuk pemecahan masalah,

baik koping secara adaptif maupun maladaptif terhadap kecemasan yang dialami

sehingga menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Mekanisme koping merupakan

metode sadar yang digunakan individu untuk mengatasi masalah atau stres serta dapat

digunakan individu untuk memecahkan masalah (Gorman & Sultan, 2010).

Mekanisme koping adalah metode secara sadar yang digunakan oleh individu

untuk mengatasi suatu masalah atau stres dengan belajar berespon secara adaptif atau

maladaptif berdasarkan pemecahan masalah yang dapat menyebabkan perubahan

perilaku (Gorman & Sultan, 2010). Mekanisme koping merupakan cara berespons

berdasarkan sifat bawaan atau dapatan terhadap perubahan lingkungan atau masalah

atau situasi tertentu (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010).

2.1.2 Jenis Mekanisme Koping

Mekanisme koping terbagi atas coping style dan coping strategy, coping style

merupakan mekanisme adaptasi yang dilakukan oleh individu dengan menggunakan

mekanisme psikologi, kognitif dan reparasi. Coping style mengarahkan individu

untuk mengurangi makna dengan melakukan penolakan terhadap suatu keadaan

secara tidak realistis sampai pada tingkatan paling ringan. Coping strategy merupakan

mekanisme koping yang digunakan secara sadar dan terarah oleh individu dalam
12

menghadapi suatu stressor (Lipowski dalam Nursalam & Kurniawati, 2007). Menurut

(Nasir & Muhith 2011) terdapat dua mekanisme koping, yaitu:

1. Problem focused coping

Merupakan usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah

masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya

tekanan. Problem focused coping bertujuan mengurangi keinginan dari situasi

yang penuh stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Metode ini

biasanya digunakan apabila individu percaya sumber atau demand (keinginan),

dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping

yaitu:

a. confrontative coping merupakan usaha mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan

pengambilan risiko,

b. seeking social support adalah usaha untuk mendapatkan kenyamanan

emosional dan bantuan informasi dari orang lain,

c. planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara hati-hati, bertahap dan analitis.

2. Emotional focused coping

Merupakan usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respons emosional dalam

rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan karena suatu

kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Hal ini bertujuan mengontrol

respon emosional terhadap situasi stres yang dapat dilakukan melalui pendekatan

perilaku dan kognitif. Strategi yang dipakai dalam emotional focused coping yaitu:
13

a. Self control merupakan usaha yang dilakukan untuk mengatur perasaan ketika

menghadapi situasi yang menekan.

b. Distancing merupakan usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan seperti

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan

padnangan-pandangan yang positif seperti menganggap masalah sebagai

sebuah lelucon.

c. Positive reappraisal merupakan strategi dengan cara mencari makna positif

dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya

melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

d. Accepting responsibility adalah strategi dengan menyadari tanggung jawab diri

sendiri dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba menerimanya untuk

membuat semuanya menjadi lebih baik.

e. Escape atau avoidance strategi mengatasi situasi yang menekan dengan cara

lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain

seperti merokok, minum, makan atau menggunakan obat-obatan.

Selain itu mekanisme koping juga dipandang sebagai koping jangka pendek

dan koping jangka panjang. Koping jangka pendek dapat mengurangi stres hingga

batas yang dapat ditoleransiuntuk sementara waktu, namun cara ini tidak efektif

dalam menghadapi realitas. Bentuk koping jangka pendek seperti mengkonsumsi

obat-obatan, minum minuman beralkohol, tunduk pada orang lain untuk menghindari

kemarahan. Sementara itu koping jangka panjang dapat bersifat konstruktif dan

realistis seperti berbicara dengan orang lain mengenai suatu masalah dan berusaha
14

mencari solusi untuk menyelesaikannya. Koping adaptif membantu individu

menghadapi situasi yang menimbulkan stres dan meminimalkan distress secara

efektif, sedangkan koping maladaptif dapat mengakibatkan distress yang seharusnya

tidak terjadi pada individu atau orang lain yang terlibat dalam situasi tersebut (Kozier

dkk, 2010).

Konsep mekanisme koping lainnya dikembangkan oleh Carver (1997)

berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984). Menurut konsep ini, membagi

mekanisme koping dalam 14 sub skala mekanisme koping. Dari 14 sub skala tersebut

dikelompokkan menjadi kategori koping yaitu : problem focused coping terdiri dari

sub skala active coping, planning, use instrumental support, emotional focused

coping meliputi sub skala religion, reframing positif, use emotional support, denial

dan acceptence, dysfunctional coping meliputi sub sakala humor, self distraction,

venting, behavioural disengagement, self blame, dan substance use (Carver, dkk

1989). Namun Cooper et al (2015) menyatakan bahwa sub skala mekanisme koping

humor termasuk dalam emotion focused coping dan sub skala denial termasuk dalam

dysfunctional coping. Penjelasan mengenai sub skala koping tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Active coping (Penyelesaian masalah secara aktif)

Jenis koping ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh individu dalam

mengambil suatu tindakan untuk mengatasi atau mengurangi dampak dari stresor.

Tindakan yang dilakukan individu secara langsung dengan meningkatkan usaha

serta mencoba untuk melakukan upaya penyelesaian masalah secara bertahap


15

2. Planning (Perencanaan)

Meliputi perencanaan strategi dengan memikirkan, menyusun rencana tindakan,

dan langkah-langkah yang harus diambil, kemungkinan keberhasilan strategi yang

digunakan serta cara yang paling baik dalam menyelesaikan suatu masalah yang

terjadi.

3. Positive reframing (Mengkaji kejadian masa lalu kearah yang positif)

Hal ini dilakukan dengan menilai kembali strategi koping yang telah digunakan

secara positif yang berfokus untuk mengatasi perasaan tertekan dan tidak hanya

berfokus pada stresor itu sendiri.

4. Using emotional support (Menggunakan dukungan emosional)

Mencari dukungan baik secara moral, simpati, atau pengertian untuk mengurangi

atau menghilangkan ketidaknyamanan emosional akibat masalah yang dihadapi.

Hal ini biasanya tidak selalu adaptif karena hanya dilakukan untuk menenangkan

diri atau mengeluarkan isi perasaan saja.

5. Acceptence (Penerimaan)

Penerimaan terjadi dimana saat individu yang mengalami masalah menerima

kenyataan bahwa hal tersebut pasti terjadi. Hal ini mengandung arti sebagai sikap

menerima kenyataan atau menerima karena belum adanya strategi yang efektif

dalam menghadapi suatu masalah.

6. Humor

Merupakan jenis koping yang digunakan oleh individu dengan membuat lelucon

terhadap masalah yang dihadapi


16

7. Religion (Agama)

Merupakan cara individu menyelesaikan suatu masalah dengan mencari pegangan

pada agama dengan cara memperbanyak beribadah dan berdoa meminta bantuan

kepada Tuhan.

8. Using instrumental support

Usaha yang dilakukan individu untuk mencari dukungan berupa saran, nasehat,

informasi atau bantuan yang dibutuhkan agar dapat membantu individu tersebut

untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

9. Self-distraction (Pengendalian diri)

Hal ini dilakukan dengan melakukan tindakan pelarian terhadap masalah yang

dihadapi, tindakan yang biasanya dilakukan adalah dengan melamun, melarikan

diri dengan tidur, menyembunyikan diri.

10. Denial (Menolak atau mengingkari)

Individu menolak untuk percaya terhadap adanya suatu stresor dengan

menganggap bahwa stresor tersebut tidak nyata. Hal ini terkadang memicu

masalah baru bila tekanan diabaikan dan sulit untuk mencari pemecahan masalah

yang dihadapi.

11. Venting (Pelampiasan emosi)

Hal ini dilakukan dengan melampiaskan emosi yang dirasakan terhadap suatu

masalah yang dihadapi.

12. Substance Use (Penggunaan zat atau obat-obatan)

Individu mencari cara lain untuk melupakan stresor yang dialami dengan

menggunakan alcohol ataupun obat-obatan lainnya


17

13. Behavioural disengagement (Pelepasan perilaku)

Individu yang mengalami stresor mengurangi usahanya dalam menghadapi stresor

tersebut, menghentikan usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi stresor dan

biasanya digambarkan dengan munculnya gejala perilaku ketidakberdayaan.

14. Self-blame

Individu cenderung untuk menyalahkan diri sendiri secara berlebihan terhadap

setiap masalah atau kegagalan yang dahadapi. Individu biasanya berfokus pada

upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menjauhkan pikiran dari pemicu yang

menimbulkan stresor.

2.1.3 Hasil Koping

Mekanisme koping pada individu bervariasi bergantung pada persepsi

individu terhadap kejadian yang menimbulkan stress. Mekanisme koping pada

individu dapat berubah dengan penilaian kembali terhadap situasi yang menimbulkan

stress. Biasanya individu akan mengubah stressor, beradaptasi terhadap stressor atau

menghindari stressor. Menurut Taylor dalam (Nasir & Muhith, 2011) keberhasilan

seseorang dalam memenuhi coping task akan menentukan efektifitas koping yang

digunakan. Coping task merupakan tugas yang harus digunakan individu untuk

mencapai koping yang efektif meliputi :

1. mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya,

2. menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negative,

3. mempertahankan gambaran diri yang positif,

4. mempertahankan keseimbangan emosional,

5. melanjutkan kepuasan terhadap hubungan dengan orang lain.


18

Bila seseorang telah dapat memenuhi sebagian dari coping task maka akan

terlihat coping outcome yang dialami oleh individu yang merupakan kriteria

keberhasilan koping. Kriteria coping outcome tersebut antara lain:

1. Koping dinyatakan berhasil dengan melihat ukuran fungsi fisiologis tubuh. Hal

ini dapat dilihat dengan mengurangi indikator seperti terjadinya penurunan

tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan frekuensi pernapasan yang

merupakan tanda bila terjadinya stress.

2. Bila seseorang individu dapat kembali seperti keadaan sebelumnya individu

tersebut mengalami stress maka koping yang digunakan dinyatakan berhasil.

3. Efektivitas koping baik bila psychological stress seperti rasa cemas dan depresi

pada individu berkurang.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan usaha individu untuk mengatasi stres

psikologis. Efektifitas mekanisme koping yang digunakan tergantung pada kebutuhan

individu tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu dalam

menggunakan mekanisme koping adalah:

1. Usia (maturasional)

Stressor bervariasi dalam setiap tahap perkembangan kehidupan. Hal ini akan

mempengaruhi respon individu berespon terhadap situasi tersebut. Selain itu,

dalam rentang usia tertentu, individu mempunyai tugas pekembangan yang

berbeda sehingga mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan beradaptasi

dengan situasi disekitarnya. Mekanisme koping yang digunakan akan berubah


19

sesuai dengan tingkat usia dan menghasilkan reaksi yang berbeda dalam

menghadapi situasi yang penuh tekanan.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kuat dalam berespon terhadap penyakit,

stres dan penggunaan koping. Secara umum laki-laki dan perempuan memiliki

cara yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Wanita lebih

memperlihatkan reaksi emosional dibandingkan pria dalam menghadapi situasi

yang penuh tekanan. Secara biologis tubuh perempuan mempunyai ketahanan

yang lebih baik dalam menghadapi stressor dibandingkan laki-laki (Siswanto,

2007).

3. Pendidikan

Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai perkembangan

kognitif yang lebih baik dibandingkan individu dengan pendidikan rendah. Hal ini

akan mempengaruhi individu tersebut melakukan penilaian yang lebih realistis

terhadap masalah atau stressor yang mereka hadapai, sehingga mekanisme koping

yang digunakan dapat lebih adaptif. Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan

merupakan faktor yang mempengaruhi individu untuk menerima pengetahuan

yang akan terlihat dari perilaku individu tersebut. Perilaku kesehatan akan tumbuh

dari keinginan individu untuk menghindari penyakit dan adanya motivasi dari

individu tersebut bahwa tindakan kesehatan yang tersedia mampu mencegah

terjadinya penyakit.
20

4. Kesehatan

Saat individu sakit dan mengalami kondisi tubuh yang lemah, maka individu

tersebut tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan mekanisme koping

secara efektif terhadap situasi yang penuh tekanan. Lazarus dan Folkman (2010),

menyatakan semakin baik kesehatan seseorang maka individu tersebut memiliki

kecendrungan memilih menggunakan problem focused coping dalam menghadapi

masalah. Adapun indikator dari mekanisme koping ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Mekanisme Koping


No Indikator
1 Mengikuti prosedur mekanisme koping
2 Melakukan planning dalam mekanisme koping
3 Memahami mekanisme koping

2.2 Burnout

2.2.1 Pengertian Burnout

Burnout merupakan keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem

sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk

bekerja. Burnout dapat merupakan akibat dari stress kerja yang kronis (King, 2010).

Menurut Rizka, (2013) mengungkapkan bahwa burnout merupakan reaksi emosi

negatif yang terjadi dilingkungan kerja, ketika individu tersebut mengalami stress

yang berkepanjangan. Burnout merupakan sindrom psikologis yang meliputi

kelelahan, depersonalisasi dan menurunnya kemampuan dalam melakukan tugas-

tugas rutin seperti mengakibatkan timbulnya rasa cemas, depresi, atau bahkan dapat

mengalami gangguan tidur.


21

Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan

kronis, kebosanan, depresi dan menarik diri dari pekerjaan. Pekerja yang terkena

burnout lebih gampang mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas

marah, dan menjadi sinis tentang karir mereka (Davis & Jhon, 1985). Reaksi stres

yang terutama sering terjadi pada orang dengan standar yang tinggi adalah burnout.

Burnout adalah keadaan kelelahan emosional dan fisik, produktifitas yang rendah,

dan perasaan terisolasi, sering disebabkan oleh tekanan yang berhubungan dengan

pekerjaan. Orang-orang yang menghadapi kondisi tekanan tinggi setiap hari sering

merasa lemah, putus asa, dan emosional terkuras dan akhirnya dapat berhenti

mencoba (Lefton, 1997). Burnout adalah keadaan tekanan psikologis seorang

karyawan setelah berada dipekerjaan itu untuk jangka waktu tertentu. Seseorang yang

menderita burnout secara emosional kelelahan dan memiliki motivasi kerja yang

rendah (Spector, 1996).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Burnout

merupakan tekanan psikologis akibat kelelahan emosional yang dialami oleh

karyawan sehingga mereka sering lemas, lelah, putus asa dan motivasi kerja rendah.

2.2.2 Dimensi Burnout

Menurut Maslach, dkk dalam Rizka, (2013) mengungkapkan bahwa burnout

mempunyai tiga dimensi yaitu:

a. Kelelahan Emosional (Emotional exhaustion)

Kelelahan emosional adalah perasaan lelah dan letih di tempat kerja (Spector,

1996). Ketika seseorang mengalami exhaustion maka mereka akan merasakan


22

energinya seperti terkuras habis dan ada perasaan “kosong” yang tidak dapat

teratasi lagi (Rizka, 2013).

b. Depersonalisasi (Depersonalization)

Depersonalisasi adalah pengembangan perasaan sinis dan tak berperasaan terhadap

orang lain (Spector, 1996). Proses penyeimbangan antara tuntutan pekerjaan dan

kemampuan individu. Hal ini berupa sikap sinis terhadap orang-orang yang berada

dalam lingkup pekerjaan dan kecenderungan untuk menarik diri serta mengurangi

keterlibatan dalam bekerja. Perilaku tersebut diperlihatkan sebagai upaya

melindungi diri dari perasaan kecewa, karena penderita menganggap bahwa

dengan berperilaku seperti itu, maka mereka akan aman dan terhindar dari

ketidakpastian dalam pekerjaan.

c. Penurunan Pencapaian Prestasi Pribadi

Biasanya ditandai dengan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan

bahkan terhadap kehidupan. Maslach (dalam Diaz, 2007) menyatakan bahwa

penurunan pencapaian prestasi pribadi disebabkan oleh perasaan bersalah telah

melakukan orang lain disekitarnya secara negatif.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Bournout

Burnout muncul dari adanya stress yang berkepanjangan, sehingga banyak

faktor yang mempengaruhi burnout sering dikaitkan dengan munculnya stress

(Widiastuti dan Kamsih, 2008). Ada dua faktor yang dipandang mempengaruhi

munculnya burnout, yaitu (Sihotang, 2004):


23

1. Faktor eksternal meliputi lingkungan kerja psikologis yang kurang baik, kurangnya

kesempatan untuk promosi, imbalan yang diberikan tidak mencukupi, kurangnya

dukungan sosial dari atasan, tuntutan pekerjaan, pekerjaan yang monoton.

2. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, harga diri, dan karakteristik

kepribadian.

Tabel 2.2. Indikator Burnout


No Indikator
1 Depresi saat bekerja
2 Stres saat bekerja
3 Tertekan saat bekerja
4 Kurangnya dukungan dalam lingkungan kerja
5 tuntutan berlebihan dalam pekerjaan

2.3 Caregiver

2.3.1 Pengertian Caregiver

Definisi caregiver dalam Merriam-Webster Dictionary (2012) adalah orang

yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang menderita

penyakit kronis. Elsevier (2009) menyatakan caregiver sebagai seseorang yang

memberikan bantuan medis, sosial, ekonomi, atau sumber daya lingkungan kepada

seseorang individu yang mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya

karena kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut.

Definisi caregiver dari literatur bahasa Indonesia, dikemukakan oleh Subroto

(2012) sebagai: seseorang yang bertugas untuk membantu orang-orang yang ada

hambatan untuk melakukan kegiatan fisik sehari-hari baik yang bersifat kegiatan

harian personal (personal activity daily living) seperti makan, minum, berjalan, atau

kegiatan harian yang bersifat instrumental (instrumental daily living) seperti memakai
24

pakaian, mandi, menelpon atau belanja. Menurut Mifflin (2007) menyatakan

caregiver sebagai seseorang dalam keluarga, baik itu orang tua angkat, atau anggota

keluarga lain yang membantu memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang

mengalami ketergantungan.

Caregiving merupakan suatu istilah yang berarti memberikan perawatan

kepada seseorang dengan kondisi medis yang kronis. Informal atau lay caregiving

adalah aktivitas membantu individu yang memiliki hubungan personal dengan

caregiver (Tantono, 2006).

2.3.2. Jenis Caregiver

Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal.Caregiver

informal adalah seseorang individu (anggota keluarga, teman, atau tetangga) yang

memberikan perawatan tanpa di bayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal

bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan Caregiver formal

adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan, baik di bayar

maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009). Menurut Timonen (2009) menyebutkan

terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal dan informal. Caregiver formal atau disebut

juga penyedia layanan kesehatan adalah anggota suatu organisasi yang dibayar dan

dapat menjelaskan norma praktik, profesional, perawat atau relawan. Sementara

informal caregiver bukanlah anggota organisasi, tidak memiliki pelatihan formal dan

tidak bertanggung jawab terhadap standar praktik, dapat berupa anggota keluarga

ataupun teman. Dengan demikian caregiver keluarga merupakan bagian dari informal

caregiver.
25

Family caregiver atau caregiver keluarga menurut Wenberg (2011) adalah

pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki hubungan

pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan yang tidak dibayar untuk

orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis atau lemah. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa caregiver keluarga adalah anggota keluarga pasien, yang

bersedia dan bertanggung jawab dalam merawat, memberikan dukungan secara fisik,

sosial, emosional serta menyediakan waktunya untuk pasien yang menderita stroke

hingga pulih atau bahkan hingga akhir hayatnya.

2.3.3. Tugas dan Peran Caregiver

Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makanan, membawa pasien ke

dokter, merawat dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang dan perhatian

(Tantono, 2006). Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Arksey, et al (2005)

tentang tugas-tugas yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain

termasuk:

a. Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting.

Bantuan dalam mobilitas seperti: berjalan, naik atau turun dari tempat tidur.

b. Melakukan tugas keperawata seperti: memberikan obat dan mengganti balutan

luka.

c. Memberikan dukungan emosional.

d. Menjadi pendamping

e. Melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti: memasak, belanja, pekerjaan

kebersihan rumah, dan

f. Bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor.


26

Menurut Milligan (2004) dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap

fakta tugas caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya

terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori,

sebagai berikut:

a. Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu: memberi makan, mengganti pakaian,

memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

b. Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat hiburan,

menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar

perawatan di rumah.

c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada

pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan namun ditunjukkan

melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.

d. Quality care, yaitu: memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan

indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.

2.3.4. Beban pada Caregiver

Beban caregiver (caregiver burden) didefinisikan sebagai tekanan-tekanan

mental atau beban yang muncul pada orang yang merawat lansia, penyakit kronis,

anggota keluarga atau orang lain yang cacat. Beban caregiver merupakan stress

multidimensi yang tampak pada diri seorang caregiver. Pengalaman caregiving

berhubungan dengan respon yang multidimensi terhadap tekanan-tekanan fisik,

psikologis, emosi, sosial dan financial (Tantono, 2006). Beban caregiver dibagi atas

dua yaitu beban subjektif dan beban objektif.


27

a. Beban subjektif caregiver adalah respon psikologis yang di alami caregiver

sebagai akibat perannya dalam merawat pasien. Sedangkan

b. Beban objektif caregiver yaitu masalah praktis yang di alami oleh caregiver,

seperti masalah keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam

pekerjaan, dan aktivitas sosial (Sukmarini, 2009).

Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan sosial

caregiver, beban psikologis dan perasaan bersalah. Caregiver harus memberikan

sejumlah waktu energi dan uang. Tugas ini dirasakan tidak menyenangkan,

menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Beban psikologis yang

dirasakan oleh caregiver antara lain rasa malu, marah, tegang, tertekan, lelah dan

tidak pasti. Faktor terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya

dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik dan sebagainya

(Anneke, 2009).

Perawatan yang dilakukan caregiver tergantung pada level ketidakmampuan

pasien (progress penyakit). Lefley (1996, dalam Sales, 2003), menjabarkan beban

caregiver dengan penyakit kronis secara rinci antara lain:

a. Ketergantungan ekonomi pasien,

b. Gangguan rutinitas harian,

c. Manajemen perilaku,

d. Permintaan waktu dan energi,

e. Interaksi yang membingungkan atau memalukan dengan penyedia layanan

kesehatan,

f. Biaya pengobatan dan perawatan,


28

g. Penyimpangan kebutuhan anggota keluarga lain,

h. Gangguan bersosialisasi,

i. Ketidakmampuan menemukan setting perawatan yang memuaskan.

Penelitian yang dilakukan Aoun (2004), menemukan dampak caregiving pada

caregiver dengan pasien paliatif di Australia, yaitu:

a. Pendapatan sering tidak cukup karena biaya yang dikeluarkan selama

perawatan.

b. Dampak kesehatan yang umum pada caregiver, akan tetapi caregiver sering

mengabaikannya atau mengurangi pentingnya menjaga kesehatan.

c. Gangguan tidur menyebabkan kelelahan caregiver.

d. Berkurangnya kegiatan sosial dan aktivitas fisik caregiver sehingga

mengakibatkan isolasi sosial.

e. Perawatan pada pasien dengan paliative care secara emosional menuntut

caregiver sehingga mengalami rasa bersalah, kecemasan, kemarahan, frustasi,

takut, depresi, kehilangan kendali, dan perasaan tidak mampu.

2.3.5. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver

Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu

kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan dari rencana

pendidikan kesehatan juga berbeda antara pasien dan caregiver. Caregiver mungkin

membutuhkan bantuan dalam mempelajari perawatan fisik dan teknik penggunaan

alat bantu perawatan, menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah untuk

mengakomodasi kesembuhan pasien (Lewis, et al, 2011).


29

Pasien dan caregiver mungkin memiliki kebutuhan akan pengajaran yang

berbeda. Misalnya, prioritas utama untuk pasien lansia yang menderita diabetes

dengan luka ynag luas di telapak kaki perlu pengajaran tentang bagaimana berpindah

dari kursi dengan cara yang benar. Di lain pihak, caregiver harus lebih fokus

mengetahui teknik mengganti balutan luka. Pemberian rencana pengajaran yang

sukses disarankan untuk melihat dari kebutuhan pasien dan kebutuhan caregiver yang

merawat pasien (Lewis, et al, 2011).

Penelitian Yedidia dan Tiedemann, (2008) berdasarkan tugas caregiver,

menyimpulkan kebutuhan caregiver yaitu:

a. Kebutuhan akan informasi tentang pelayanan yang tersedia,

b. Manajemen stress dan strategi koping,

c. Masalah keuangan dan asuransi,

d. Masalah komunikasi dengan profesional kesehatan,

e. Informasi tentang penyakit,

f. Menggunakan bantuan yang kompeten,

g. Bantuan tentang tugas-tugas perawatan,

h. Bantuan berkomunikasi dengan pasien,

i. Nasihat hukum,

j. Informasi tentang obat,

k. Bantuan mengatasi masalah akhir kehidupan,

l. Panduan memindahkan pasien ke fasilitas yang mendukung,

m. Bantuan berurusan dengan keluarga.


30

Kebutuhan-kebutuhan caregiver tersebut hendaknya dapat dikaji oleh perawat

agar beban yang dirasakan caregiver stroke dapat berkurang. WGBH (Western Great

Blue Hill) Educational Foundation (2008) menyatakan bahwa dalam memenuhi

kebutuhannya dan mencapai tujuan caring, caregiver diharapkan memiliki keahlian

dalam:

a. Berkomunikasi

Mengekspresikan kebutuhan dan perasaan serta mampu mendengar kebutuhan

dan perasaan orang lain merupakan keterampilan penting dalam menangani

pasien stroke. Saat perasaan pasien dan caregiver mampu diutarakan, hal

tersebut dapat mendukung satu sama lain, dan mengurangi stres yang diikuti

oleh kemarahan atau kesedihan. Dengan melepaskan masalah, perawatan pasien

stroek dapat ditata sedemikian rupa sehingga pengobatan dapat lebih efektif.

b. Menemukan informasi

Kebutuhan akan informasi stroke sangat diperlukan untuk membuat keputusan,

memecahkan masalah, dan mencari pertolongan. Dengan mencari informasi,

caregiver akan lebih mampu memahami penyakit dan pengobatan, seperti

halnya dengan menentukan sumber dan dukungan caring.

2.4 Lanjut usia (Lansia)

2.4.1 Definisi Lanjut usia (Lansia)

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
31

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau

proses penuaan.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,

serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran

kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan

sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living

(Fatmah, 2010).

2.4.2 Batasan-batasan usia lanjut

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World

Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)

pengelompokkan lansia menjadi :

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan

kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)


32

b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia

lanjut dini (usia 60-64 tahun)

c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65

tahun)

2.4.3 Cara Hidup Sehat Pada Lansia

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang

yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia

lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu

berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia

lanjut.

Jadi walaupun usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan. Ada satu

pendapat yang mengatakan “Kesehatan tidak berarti Segala-Galanya, tetapi tanpa

Kesehatan segalanya tidak Berarti”, yang maksudnya orang yang sehat belum tentu

hidupnya makmur, segala keinginannya terpenuhi, bisa saja hidupnya sederhana atau

biasa saja. Akan tetapi kesehatan itu milik kita yang paling berharga, karena bila sakit

kita tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menikmati dengan baik apa yang

dimiliki. Oleh karena itu kita harus selalu menjaga, merawat, memelihara dan

menyayangi kesehatan.

Setiap orang pasti berkeinginan untuk terus dapat hidup sehat dan kuat sampai

tua, untuk mencapainya ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satu caranya

adalah berperilaku hidup sehat. Sebelum membahas tentang cara hidup sehat

sebaiknya terlebih dahulu diketahui apa itu sehat. Karena banyak masyarakat yang

beranggapan bahwa sehat adalah tidak sakit secara fisik saja. Sehat adalah suatu
33

keadaan sejahtera jiwa dan raga juga sosialnya. Sehat adalah suatu hadiah dari

menjalankan hidup sehat. Oleh karena itu jika ingin terus menerus meningkatkan

kesehatan harus menjalankan cara-cara hidup sehat.

Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga,

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut

adalah:

1. Makan makanan yang bergizi dan seimbang

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang,

kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi

bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut

usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan

fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh

dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan

sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan

kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 1991):

a. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan

makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.

b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang

yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang-

kacangan, biji – bijian).

c. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.


34

d. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang

bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan

jumlah bertahap.

e. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat,

yoghurt, ikan.

f. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang –

kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.

g. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.

h. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.

i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang

segar dan mudah dicerna.

j. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.

k. Makan disesuaikan dengan kebutuhan

2. Minum air putih 1.5 – 2 liter

Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah

melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per

hari.Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan

fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti

kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi

tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan

dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan.

Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas.

Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah
35

makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang

cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.Dan air mineral

atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman

beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik

untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai

penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.

3. Olah raga teratur dan sesuai

Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan

akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan

akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga

harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya

penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara

lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau

kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Beberapa contoh olahraga yang

sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan

yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam

dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat

diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan

degeneratif.

4. Istirahat, tidur yang cukup

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini

bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan

penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan


36

imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat

tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang

akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup

sangat penting untuk kesehatan.

5. Menjaga kebersihan

Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh

saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana

orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2

kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu

dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi

setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga,

hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan

pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari

sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan

kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet,

seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.

Namun perlu diingat dan disadari bahwa kondisi fisik perlu medapat bantuan dari

orang lain, tetapi bila lansia tersebut masih mampu diusahakan untuk mandiri dan

hanya diberi pengarahan.

6. Minum suplemen gizi yang diperlukan

Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga

metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan

kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara
37

adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi

suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi

tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.

7. Memeriksa kesehatan secara teratur

Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci

keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang

sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan

pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga

pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko

menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun

petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap

sehat.

8. Rekreasi

Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka

dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi

dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat

rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga

dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan

otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.

Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau

kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi

paling tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan,

makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak
38

mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air

putih.

Berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum, seseorang dikatakan lanjut

usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas (Effendi dan Makhfudli, 2009). Menurut

organisasi kesehatan dunia, WHO seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur

60-74 tahun. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Guru Besar

Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran usia 65 tahun keatas disebut masa

lanjut usia atau senium.

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

(Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai

usia lebih dari 60 tahun. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikologi dari Universitas

Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa antara usia 65 tahun hingga

tutup usia. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan

menjadi tiga yaitu usia 70-75 tahun (young old); usia 75-80 tahun (old); usia lebih

dari 80 tahun (very old). Kesimpulan dari pembagiaan umur menurut beberapa ahli,

bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas

(Nugroho, 2008). Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,

yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di

ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi

dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas

dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi

manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
39

setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya

(Darmojo, 2004).

2.4.4 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes

RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu

seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia

potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak

berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.4.5 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun

(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah

yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai

spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat

tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000

dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.


40

a. Tipe arif bijaksana

Dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari

pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan

acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius,

tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),

serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Faktor yaang mempengaruhi


Mekanisme Koping Cargiver Aspek Burnout :
1. Usia 1.Kelelahanemosional
2. Jenis kelamin 2.Kelelahanfisik
3.Kelelahankognitif
3. Pendidikan
4. Kesehatan 4. Kehilangan motivasi

Kategori Burnout:
Cargiver Mekanisme Koping Bornout caregiver 1. Rendah
2. Tinggi

Adaptif Faktor yang mempengaruhi Burnout


Maladaptif 1. Eksternal (lingkungan kerja,tuntutan
pekerjaan,kurang dukungan sosial,
imbalan yang tidak mencukupi)
2. Internal (depresi saat bekerja, Stres saat
bekerja, Tertekan saat bekerja,
Kurangnya dukungan dalam lingkungan
kerja dan tuntutan berlebihan dalam
pekerjaan)

Keterangan :

: Di teliti
: Tidak di teliti
: Garis hubungan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Mekanisme Koping dengan Burnout


Caregiver di Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang
Kabupaten Malang

41
42

Berdasarkan gambar 3.1. Diketahui bahwa dalam melakukan perawatan

terhadap lansia perawat caregiver menggunakan mekanisme koping, yaitu

koping adaptif dan maladaptif.. Mekanisme koping Cregiver dipengaruhi oleh

usia, jenis kelamin, pendidikan dan status kesehatan. caregiver yang tidak

menggunakan koping adaptif akan menggunakan kopinng maladaptif sehingga

dapat menyebabkan terjadinya burnout dan berdampak pada aspek kelelahan

emosional, kelelahan fisik, kelelahan kognitif, kehilangan motivasi yang

tergolong tinggi dan sedang. Terjadinya burnout dipengaruhi oleh faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi lingkungan kerja, tuntutan

pekerjaan, kurang dukungan sosial, imbalan yang tidak mencukupi sedangkan

faktor internal meliputi depresi saat bekerja, stres saat bekerja, tertekan saat

bekerja, kurangnya dukungan dalam lingkungan kerja dan tuntutan berlebihan

dalam pekerjaan.

3.2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan mekanisme koping

caregiver terhadap burnout dalam merawat lansia.

H1 : Ada hubungan Mekanisme Koping terhadap Burnout Caregiver di

Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang


BAB IV
METEODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian menjadi acuan dalam melakukan proses penelitian

sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan. Menurut Sugiyono

(2013), mengungkapkan bahwa desain penelitian adalah model atau metode

yang bertujuan untuk menentukan arah penelitian. Penelitian ini menggunakan

desain deskriptif korelatif untuk mengetahui hubungan antar variabel kategorik

dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain melalui data yang berupa angka-angka dan

analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2014).

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan di lakukan, meliputi subjek yang akan di teliti (subyek

penelitian), variabel yang akan di teliti dan variabel yang akan mempengaruhi

dalam penelitian ( Arikunto, 2015)

43
44

Populasi:
Seluruh perawat yang bertugas di Panti Werdha Pangesti dan Griya Asih
sebanyak 48 orang

Teknik Sampling:
Total sampling

Sampel:
Perawat lansia yang bertugas di panti menagalami sebanyak 48 orang

Desai penelitian
Deskriptif Korelatif dengan pendekatan cross sectional

Variabel independen : Varibel dependen :


Mekanisme coping Bournout caregiver

Pengumpulan data
Kuesioner

Pengolahan data
Editing,Coding,Scoring,Tabulating

Analisi data
Chi Square

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan mekanisme coping dengan burnout


caregiver di Panti Wherda dan Griya Asih Lawang
Kabupaten Malang

4.3 Populasi, sampel dan Teknik sampling

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan bagian yang akan diteliti atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang
45

dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau

objek tersebut (Hidayat, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah

mekanisme koping caregiver dengan burnout dalam merawat lansia. sebanyak

48 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan karakteristik yang digunakan untuk dijadikan

responden penelitian (Sugiyono, 2013). Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 48 orang perawat lansia di Panti Wherda Pangesti dan

Griya Asih

4.3.3 Teknik Sampling

Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang sifatnya

menyeluruh, yaitu mencakup seluruh objek penelitian (populasi) atau

keseluruhan dari populasi. Sugiyono (2013) , menyatakan bahwa teknik

sampling merupakan teknik pengambilan sampel.Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah total sampling dimana keseluruhan dari populasi

dapat dijadikan sampel.

4.3.4 Kriteria Sampling

a. Kriteria Inklusi

Kriteria insklusi adalah criteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syara sebagai sampel (Nursalam, 2013).

1) Perawat lansia di Panti Werdha Pangesti Lawang dan Griya Asih.

2) Berusia > 25 tahun

3) Bekerja > 1 tahun

4) Perawat laki-laki dan perempuan


46

5) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan criteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Memiliki kendala kesehatan seperti keadaan sakit dan tidak hadir

saat penelitian

4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Menurut Bungin (2010), menjelaskan lokasi penelitian merupakan tempat

untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di panti Werdha Pangesti

dan Griya Asih pada bulan Juni 2019.

4.6. Variabel Penelitian

Variabel yaitu merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah

dari suatu subjek ke subjek yang lainnya (Hidayat, 2014). Menurut Setiawan

2010, variabel juga dapat diartikan sebagai atribut subjek atau objek yang akan

diteliti dan bervariasi antara satu subjek atau objek lainnya. Variabel-variabel

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (variabel independent) merupakan variabel yang menjadi

sebab terjadinya mekanisme koping variabel dependen (terikat). Dinamakan

variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi. Variabel ini juga dikenal

dengan sebutan variabel prediktor, resiko atau kausal (Hidayat, 2014). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel independent (bebas) yaitu Mekanisme

Koping.
47

2. Variabel terikat (variabel dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi

atau menjadi akibat karena variabel bebas. Perubahan pada variabel ini

tergantung pada variabel bebas. Variabel ini sering juga disebut sebagai

variabel efek, hasil, outcome, atau even. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel dependen adalah burnout caregiver.

4.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan krakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang

dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2014).

Tabel.4.1.Variabel Penelitian, Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Parameter Skala Skoring
Operasional
1 Variabel cara caregiver ways of coping 1.Problem Nominal Skor 0 jika tidak
Independen merespon terhadap quisionare focused Skor 1 jika ya
Mekanisme stimulus sehingga (WCQ) coping
Koping akan menghasilkan folkman dan 2.Emotional Kategori skor:
fungsi adaptasi lazaorus focused Adaptif 1-74%
(1985) coping Maladaptif 75-100%
2 Variabel Emosional Masclach 1. Kelelahan ordinal 1. Sangat setuju=4
dependen seseorang yang burnout emosional 2. Setuju=3
Burnout telah mengalami Inventory 2. Kelelahan 3. Tidak setuju=2
jenuh secara mental (MBI) fisik
maupun fisik modifikasi 4. Sangat tidak
3. Kelelahan setuju=1
sebagai tuntutan
kognitif
dari rutinitas
pekerjaan yang 4. Kehilanga Kategori:
dijalani.. n motivasi Rendah=1-50%
Tinggi =51-100%

4.8. Instrument Penelitian

Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data

(Hidayat, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:


48

1. Variabel mekanisme coping

Instrumen penelitian untuk variabel mekanisme koping menggunakan

lembar kuesioner yang sudah baku yaitu kuesioner ways of coping

quisionare (WCQ) folkman dan lazaorus (1985) hanya yang berisi

pertanyaan tentang mekanisme koping.

2. Variabel burnout caregiver

Instrumen penelitian untuk variabel burnout menggunakan lembar

kuesioner yang baku yaitu kuesioner Masclach burnout Inventory

(MBI) Maslach (2001) yang dimodifikasi berisi pertanyaan tentang

burnout yang dialami perawat caregiver

4.9. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data sebagaiberikut:

1) Peneliti mengurus surat permohonan ijin penelitian kepada pihak

kampus Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

2) Peneliti mempersiapkan materi dan konsep yang mendukung

penelitian.

3) Peneliti menyerahkan surat pengantar ke pihak Panti Wherda Pangesti

Lawang dan Griya Asih.

4) Peneliti mendatangi perawat yang menjadi responden.

5) Peneliti memberikan lembar persetujuan dan lembar kuesioner bila

responden setuju maka peneliti memberikan lembar persetujaun dan

kuesioner.

6) Responden mengisi lembar kuesioner sesuai dengan instruksi,


49

sementara itu peneliti melakukan observasi/pengamatan terhadap

responden.

7) Peneliti mengumpulkan data dan mengolah sesuai dengan langkah-

langkah uji hipotesis dimana diberi interpretasi data, dan diberikan

pembahasn sesuai hasil analisa data yang didapatkan peneliti.

4.10 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah

dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang

diperlukan (Sugiyono,2011). proses pengolahan data dalam penelitian ini

melalui tahapan sebagai berikut :

1) Editing

Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan responden sudah cukup

benar untuk diproses lebih lanjut, editing dilakukan pengumpulan data

dilapangan sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat

segera dilakukan

2) Coding

Pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk

dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk

angka atau huruf yang memberikan pentunjuk atau identitas pada suatu

informasi atau data yang di analisis.Hal ini di maksudkan untuk

mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kode yang

digunakan :

Kode responden
50

R1 : responden pertama

R2 : responden kedua

R3 : responden ketiga,dst

3) Scoring

Scoring adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini

menggunakan skala ordinal.kriteria pemberian skor yaitu:

a. Variabel mekanisme koping

Kriteria skor:
1. Ya=1
2. Tidak =0
Kategori skor:
1. Adaptif 1-74%
2. Maldaptif 75-100%
b. Variabel burnout
Kriteria skor:
1. Sangat setuju=4

2. Setuju=3

3. Tidak setuju=2

4. Sangat tidak setuju=1

Kategori skor
1. Rendah=1-50%
2. Tinggi =51-100%
4) Tabulating

Pekerjaan menyusun tabel-tabel, mulai dari penyusunan tabel utama

yang bersisi seluruh data informasi yang berhasil di kumpulkan dengan

daftar pertanyaan sampai tabel khusus yang telah benar-benar

ditentukan setelah berbentuk tabel maka tabel tersebut siap dianalisa

dan dinyatakan dalam bentuk tulisan.


51

4.10. Analisa Data

4.10.1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap

variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisa univariat berfungsi

untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga

kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna, peringkasan

tersebut dapat berupa tabel, grafik atau bagan. Analisis univariat digunakan

untuk menganalisis hubungan antara variabel mekanisme koping dengan

variabel burnout caregiver.

4.10.2. Analisis Bivariat

Analisis yang digunakan peneliti adalah analisis bivariat digunakan

untuk mengetahui keeratan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.

Penelitian ini dilakukan uji statistik dengan uji Chi Square dengan

menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows untuk menentukan

hubungan antara variabel mekanisme koping dengan variabel burnout yang

dimana variabel mekanisme koping menggunakan skala nominal dan variabel

burnout menggunkan skala ordinal. Taraf signifikan yaitu nilai α = 0,05 dengan

interpretasi apabila α < 0,05 artinya H 0 ditolak dan H1diterima yaitu ada

hubungan antara mekanisme koping dengan burnout caregiver di panti Griya

Asih dan Wherda Pangesti Lawang Kabupaten Malang.

4.10.3. Etika penelitian

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip


52

etika penelitian. Meskipun interensi yang dilakukan dalam penelitian tidak

memiliki resiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian,

namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosial etika dan menjunjung

tinggi harkat dan martabat manusia. Menurut Arikunto (2013) terdapat 4 prinsip

utama dalam etika penelitian yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan

informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki

kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi

dalam kegiatan penelitian (autonomy). Misalnya mempersiapkan formulir

persetujuan (informed consent).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy

and confidentiality).

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama

maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk

menjaga anonimitas serta kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat

menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti

responden.

a) Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Keadilan dan inklusivitas untuk memenuhi prinsip keterbukaan,

penelitian dilakukan secara hati-hati, jujur, profesional, berperilaku

kemanusiaan dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan,

kecermatan serta perasaan religius subyek penelitian.


53

b) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek

penelitian. peneliti juga meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

subyek.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN

1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

Penelitian yang berjudul “hubungan mekanisme koping dengan

bournout caregiver dilaksanakan pada tanggal 21 Juli–03 Agustus 2019 di

Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih. Panti Wherda pangesti berada

dilingkungan yang tenang karena jauh dari keramaian atau jalan raya dan

berada di lingkungan hijau. Adapun batasan wilayah Panti Wherda Pangesti

Lawang yaitu:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Masjid Walisongo

2. Sebelah barat berbatasan dengan SMK Mutiara Harapan Lawang

3. Sebelah selatan berbatasan dengan UPT Balai Penyuluhan Kecamatan

Lawang

4. Sebelah timur berbatasan dengan SMK Kartika IV-2 Lawang.

Panti Wherda ini memiliki kapasitas : Ruangan panti terdiri dari 16

kamar tidur, 1 ICU, ruangan dapur, 1 ruangan perawat dan 1 ruangan tamu,

dalam setiap kamar diisi dua sampai tiga lansia. Jadwal kunjungan masyarakat

dari jam 08:00 sampai jam 17:00. Dan saat ini jumlah lansia yang tinggal di

Panti Wherda Lawang sebanyak 59 orang. Panti Wherda Lawang memiliki

fasilitas alat bantu aktifitas lansia seperti kursi roda, dan memiliki sarana

prasarana seperti mobil ambulance. Di Panti Wherda ini terdapat 26 orang

perawat dimana, terdapat 19 orang perempuan dan 7 orang perawat laki-laki.

sementara Panti jompo Griya Asih terletak di Jl, Pramuka RT 06/RW 07 Dusun

Nyamarto Lawang Kabupaten, Malang. Panti jompo Griya Asih memiliki

54
55

kapasitas ruagan 12 kamar tidur,1 ruangan perawat,1 ruangan tamu,1 ruang

dapur 1 ruangan makan lansia dan 1 ruang aula, setiap kamar tidur ini ditempati

2 samapai 3 orang lansia dan saat ini di Panti jompo Griya Asih terdapat 43

orang lansia. Panti jompo Griya Asih ini memiliki fasilitas berupa kursi roda

dan alat bantu lainnya. Panti jompo Griya Asih memiliki 22 orang tenaga kerja

19 orang perempuan 3 oranglaki-laki.

2 Data Umum Penelitian

Data umum pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan lama

bekerja yang disjikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.1 Distriusi data responden berdasarkan jenis kelamin


Karakteristik responden f (%)
Jenis kelamin
Perempuan 38 79,2
Laki-laki 10 20,8
Total 48 100,0
Usia
25-35 tahun 12 25,0
36-45 tahun 32 66,7
46-55 tahun 4 8,3
Total 48 100,0
Lama bekerja
< 5 tahun 7 14,6
> 5 tahun 41 85,4
Total 48 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya

(79,2%) responden di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih berjenis

kelamin laki-laki. Sebagian besar (66,7%) responden berusia antara 36-45

tahun dan hampir seluruhnya (85,4%) responden di Panti Werdha Pangesti

dan Griya Asih memiliki lama kerja > 5 tahun.


56

3 Data Khusus

3.1 Mekanisme koping caregiver di Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi mekanisme koping caregiver dalam merawat


lansia di Panti Wherda Pengesti dan Griya Asih
Variabel Mekanisme koping f (%)
Adaptif 13 27,1
Maladaptif 35 72,9
Total 48 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh

(72,9%) responden di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih memiliki

mekanisme koping maladaptif

3.2 Bournout caregiver di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi bournout caregiver dalam merawat


lansia di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih
Variabel Burnout f (%)
Rendah 21 43,8
Tinggi 27 56,2
Total 48 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh

(56,2%) responden di Panti Werdha Pangesti dan Giya Asih memiliki

bournout pada kategori tinggi.

3.3 Hubungan mekanisme coping dengan burnout caregiver dalam


merawat lansia di Panti Wherda pangesti dan Griya Asih

Tabel 5.4 Tabulasi silang dan Analisis hubungan mekanisme coping dengan
bournout caregiver dalam merawat lansia di Panti Wherda pangesti dan
Griya Asih
Variabel Burnout
Rendah Tinggi Total r p value
Mekanisme koping
Adaptif 11(22.9%) 2(4.2%) 13(27.1%
)
Maladaptif 10(20.8%) 25(52.1%) 35 (72.9%) 0,502 0,001
Total 21 (43.8%) 27 (56.3%) 48 (100%)
57

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa lebih dari separuh

(72,9%) responden memiliki mekanisme koping maladaptif dengan

burnout kategori tinggi. Hasil uji Chi Square didapatkan nilai a=

0,001(p=0,05) yang berarti terdapat hubungan mekanisme coping dengan

bournout caregiver dalam merawat lansia di Panti Wherda pangesti dan

Griya Asih Lawang Kabupaten Malang. Nilai r= 0,502 atau sebesar

50,2% yang menunjukkan terdapat hubungan yang cukup kuat antara

mekanisme koping dan burnout. Semakin sering responden menggunakan

koping maladaptife maka semakin tinggi kejenuhan yang dialami

sebaliknya semakin sering responden nmenggunakan koping adaptif maka

semakin rendah kejenuhan yang dialami.


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Mekanisme koping Caregiver di Panti Wherda pangesti dan Griya


Asih

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa lebih dari separuh responden

di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih memiliki mekanisme koping

maladaptif. Hal ini terjadi karena Caregiver sulit untuk mengendalikan

emosinya, mengalami kesulitan untuk fokus pada pekerjaan yang dilakukan.

Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

Mundung, dkk (2019) mendapatkan hasil bahwa sebanyak 34 responden

menggunakan mekanisme koping Adaptif dan sebanyak 19 menggunakan

mekanisme koping Maladaptif. Menurut Munthe (2014) mengungkapkan bahwa

mekanisme koping merupakan suatu cara pemecahan masalah dimana bila

didalam tubuh mengalami ketegangan dalam kehidupan, mengakibatkan

mekanisme koping dalam tubuh berfungsi untuk meredakan ketegangan

tersebut. Hasil penelitian lain juga didapatkan oleh Nugraha (2017) yang

meneliti kecerdasan emosional dan koping caregiver pada pasien stroke

hemorrhagic di RSUD Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, dimana hasilnya

menunjukkan hampir seluruh caregiver memiliki mekanisme koping yang baik.

Demikian dengan penelitian yang dilakukan oleh Mundung (2019) yang

meneliti hubungan mekanisme koping dengan stress kerja perawat di RSU

GMIM Bethesda Tomohon, dimana hasilnya didapatkan sebagian besar perawat

memiliki mekanisme koping adaptif. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Mulyani (2017) yang meneliti hubungan mekanisme koping dengan stress kerja

58
59

perawat IGD dan ICU di RSUD Ulin Banjarmasin, dimana hasilnya didapatkan

hampir seluruh perawat IGD dan ICU memiliki mekanisme koping adaptif.

Caregiver merupakan seseorang yang memberikan bantuan medis,

sosial, ekonomi, atau sumber daya lingkungan kepada seseorang individu yang

mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit

yang dihadapi individu tersebut (Elsevier, 2009). Sehingga caregiver seringkali

dihadapkan pada tuntutan-tuntutan yang berat oleh karena kondisi klien yang

mengalami ketergantungan tersebut, terlebih jika ditunjang oleh pendapatan

yang tidak sebanding dengan beban kerjanya. Kondisi ini memicu terjadinya

stress pada caregiver jika tidak diimbangi dengan mekanisme koping yang baik.

Mekanisme koping merupakan suatu proses bagi seseorang mencoba untuk

mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan dan pendapatan yang

dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan dengan melakukan suatu

tindakan mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk

mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau

melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Nasir & Muhith, 2011).

Caregiver di Panti Werdha dan griya Asih memiliki tanggung jawab dan

tugas memberikan pelayanan kesehatan kepada lansia. Kondisi yang sudah

lanjut usia menyebabkan banyak penurunan kemampuan dan kemandirian

dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga tugas dan tanggung jawab

semakin berat. Masalah muncul dan semakin berat oleh karena tugas dan

tanggung jawab yang berat tersebut tidak disertai kompensasi pendapatan yang

tinggi. Mekanisme koping yang rendah akan tampak dari ketidakmampuan

seseorang dalam menyelesaikan masalah, tidak bisa fokus dengan pekerjaan


60

yang sedang dikerjakan, mudah tersinggung dan marah, tidak bisa berpikir

jernih, dan cenderung bertindak dan bersikap yang kurang konstruktif. Oleh

sebab itu, perlu diperhatikan beban kerja dan kesejahteraan caregiver agar dapat

membantu meningkatkan mekanisme kopingnya.

6.2. Burnout Caregiver di Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari separuh

caregiver di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih memiliki bournout pada

kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena merasa jenuh dengan seharian penuh

di rumah sakit dan merasa emosi dengan situasi yang dihadapi dalam

melakukan tindakan dan kureangnya motivasi diri dalam bekerja sehingga

mengakibatkan, merasa kelelahan. Hasil penelitian Maharani (2012)

mendapatkan hasil bahwa tidak ada responden yang mengalami kejenuhan kerja

berat dan kejenuhan kerja sedang, sedangkan sebanyak 45 responden (85 %)

mengalami kejenuhan kerja ringan dan tidak merasa jenuh sebanyak 8

responden (15%). Dari hasil tersebut bahwa kejenuhan yang dialami aspek yang

paling menonjol adalah kelelahan emosional, kemudian penurunan prestasi

pribadi, dan depersonalisasi. Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Tinambunan (2018) yang meneliti burnout syndrome pada

perawat di ruang rawat inap RS Santa Elisabeth Medan, menunjukkan sebagian

besar perawat di ruang rawat inap RS Santa Elisabeth Medan, mengalami

burnout pada kategori rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sari

(2015) yang meneliti hubungan beban kerja, faktor demografi, locus of control

dan harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP
61

Sanglah, juga menunjukkan sebagian besar perawat mengalami burnout

syndrome pada kategori ringan.

Burnout merupakan keadaan stress secara psikologis yang sangat

ekstrim sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang

rendah untuk bekerja. Burnout dapat terjadi sebagai akibat dari stress kerja yang

kronis (King, 2010). Burnout merupakan reaksi emosi negatif yang terjadi di

lingkungan kerja, ketika individu tersebut mengalami stress yang

berkepanjangan. Bournout merupakan sindrom psikologis yang meliputi

kelelahan, depersonalisasi dan menurunnya kemampuan dalam melakukan

tugas-tugas rutin seperti mengakibatkan timbulnya rasa cemas, depresi, atau

bahkan dapat mengalami gangguan tidur (Rizka, 2013). Bournout pada

caregiver dapat terjadi oleh karena rutinitas pekerjaan yang sangat melelahkan

dan membosankan. Rutinitas pekerjaan tersebut meliputi memberikan bantuan

dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting, memberikan

bantuan dalam mobilitas seperti berjalan, naik atau turun dari tempat tidur,

memberikan dukungan emosional dan lain sebagainya (Arksey, et al, 2005).

Di Panti Werdha banyak lansia yang mengalami ketergantungan total,

sehingga sangat membutuhkan bantuan dari caregiver. Kebutuhan untuk

makan, mandi, berpakaian dan bahkan kebutuhan eliminasi harus dibantu oleh

caregiver. Rutinitas pekerjaan tersebut memiliki risiko yang melelahkan dan

membosankan, terlebih jika menyangkut kebutuhan eliminasi. Faktor-faktor

tersebut memicu terjadinya stress psikologis yang berkepanjangan pada

caregiver. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk menghindari atau mengurangi

stress psikologis yang muncul. Beberapa upaya yang bisa dilakukan diantaranya
62

dengan memberikan refreshing secara berkala bagi para caregiver, dan

memberikan motivasi kepada caregiver melalui peningkatan kesejahteran atau

cara lainnya yang bisa diterima. Dengan demikian para caregiver merasa jerih

payahnya selama melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat

tergantikan, sehingga burnout dapat diminimalkan.

6.3. Hubungan mekanisme koping dengan bournout caregiver di Panti


Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang

Berdasarkan hasil didapatkan hasil bahwa lebih dari separuh responden

memiliki mekanisme koping maladaptife dengan burnout kategori tinggi dan

terdapat hubungan mekanisme koping dengan bournout caregiver di Panti

Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang. Caregiver Responden yang

mengalami kejenuhan tinggi karena menggunakan koping maladaptif maka

semakin sering responden menggunakan koping maladaptif maka semakin

tinggi kejenuhan yang dialami. Caregiver merupakan seseorang yang bertugas

untuk membantu orang-orang yang mengalami hambatan untuk melakukan

kegiatan fisik sehari-hari baik yang bersifat kegiatan harian personal (personal

activity daily living) seperti makan, minum, berjalan, atau kegiatan harian yang

bersifat instrumental (instrumental daily living) seperti memakai pakaian,

mandi, menelpon atau belanja (Subroto, 2012). Caregiver memiliki potensi

yang sangat tinggi mengalami stress karena beban kerja yang berat. Ada tiga

faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan sosial caregiver,

beban psikologis dan perasaan bersalah. Caregiver harus memberikan sejumlah

waktu energi dan uang. Tugas ini dirasakan tidak menyenangkan, menyebabkan

stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Beban psikologis yang dirasakan

oleh caregiver antara lain rasa malu, marah, tegang, tertekan, lelah dan tidak
63

pasti. Faktor terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya

dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik dan

sebagainya (Anneke, 2009). Faktor-faktor tersebut kemudian berakhir pada

kejadian bournout, yaitu caregiver mengalami kecemasan dan bahkan depresi

(Rizka, 2013).

Hasil uji Chi Square didapatkan nilai a= 0,000 yang berarti terdapat

hubungan mekanisme coping dengan bournout caregiver di Panti Wherda

Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang. Semakin sering responden

menggunakan koping maladaptif maka semakin tinggi kejenuhan yang dialami

sebaliknya semakin sering responden nmenggunakan koping adaptif maka

semakin rendah kejenuhan yang dialami. Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mundung (2019) yang meneliti

hubungan mekanisme koping dengan stress kerja perawat di RSU GMIM

Bethesda Tomohon, dimana hasilnya didapatkan ada hubungan yang signifikan

mekanisme koping dengan stress kerja perawat. Demikian dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2017) yang meneliti hubungan

mekanisme koping dengan stress kerja perawat IGD dan ICU di RSUD Ulin

Banjarmasin, dimana hasilnya didapatkan ada hubungan yang signifikan

mekanisme koping dengan stress kerja perawat IGD dan ICU.

Pekerjaan caregiver membutuhkan tenaga ekstra, pekerjaan yang

membosankan, pekerjaan yang penuh dengan risiko kecelakaan kerja, dan

pekerjaan yang penuh dengan tuntutan tetapi tidak diimbangi dengan jaminan

kesejahteraan, maka akan berisiko tinggi memicu stress psikologis bagi

pekerjanya. Apabila tidak segera ditangani, maka pekerjaan tersebut akan sering
64

mengalami pergantian pekerja. Pekerja yang tidak kuat dengan kondisi tersebut

akan berhenti dan mencari pekerjaan lain yang lebih baik, lebih menyenangkan,

dan lebih menjanjikan. Akibatnya jumlah pekerja yang bekerja pada pekerjaan

yang tidak nyaman tersebut semakin sedikit, dan dampak langsung yang bisa

dirasakan oleh pekerja yang masih bertahan ialah beban kerja yang semakin

berat. Kondisi ini semakin menekan mekanisme koping individu yang

bersangkutan. Apabila individu tersebut sudah tidak sanggup lagi

mempertahankan mekanisme kopingnya, sementara tidak ada pilihan pekerjaan

lain, maka akan memicu terjadinya burnout. Burnout yang berat dan terjadi

dalam waktu yang lama bisa berkembang menjadi masalah yang lebih serius,

yaitu gangguan jiwa seperti depresi.

6.4. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan peneltian ini ada beberapa kendala dan keterbatasan

yang dihadapi oleh peneliti. Adapun yang menjadi keterbatasan yang

didapatkan peneliti selama melakukan penelitian ini yaitu peneliti tidak

memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhi Burnout dan mekasisme

Koping sebagai indikator ditakutkan dapat mempengaruhi hasil penelitian


BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini adapun kesimpulan yang dapat diambil

yaitu:

1. Lebih dari separuh caregiver di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih

memiliki mekanisme koping maladaptif

2. Lebih dari separuh caregiver di Panti Werdha pangesti dan Giya Asih

mengalami bournout pada kategori tinggi.

3. Terdapat hubungan mekanisme koping dengan burnout caregiver di

Panti Wherda Pangesti dan Griya Asih Lawang Kabupaten Malang

7.2. Saran

1. Bagi responden

Caregiver perlu memotivasi dirinya sendiri melalui manajemen diri

agar dapat meningkatkan mekanisme kopingnya melalui penerimaan

terhadap pekerjaan yang harus dikerjakan setiap harinya, sehingga

dapat menurunkan kemungkinan terjadinya bournout.

2. Bagi Panti Werdha Pangesti dan Griya Asih

Pihak panti perlu memperhatikan tingkat stres psikologis pada

caregiver dengan mengupayakan program-program yang dapat

membantu caregiver dalam mengatasi burnout yang timbul dalam

bekerja

65
66

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya perlu menggali lebih dalam apa saja faktor-faktor

yang memicu terjadinya burnout pada caregiver di Panti Werdha

Pangesti dan Griya Asih.


67

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. dan Tomey, A.M. 2010. Nursing theorists and their work. seven.,
United States of America: Elsevier.
Anneke, L., Endarwati, R. 2009. Penentuan Validitas dan Reli abilitas The Zarit
Burden Interview untuk Menilai Beban Caregiver dalam Merawat Usia
Lanjut dengan Disabiltas. Thesis. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Apriani, Riska. 2013. Peningkatan Pembelajaran Perubahan Lingkungan melalui
Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Negeri Randugunting 3 Kota Tegal. Semarang: Skripsi S1 PGSD FKIP
Unnes.
Arguelles, J., Diaz, J., Malaga, I., Perillan, S., Costales, M., Vijande. 2007.
Sodium taste threshold in children and its relationship to blood
pressure. Brazillian Journal of Medical and Biological Research (2007)
40: 721-726
Arikunto, S. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Bare BG., Smeltzer SC. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC. Hal : 45-47.
Bimo, Walgito. 2010. Pengantar Psikolog Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offset
BKKBN. 2014. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BKKBN.
Bungin, Burhan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers
Carver, C. S., & Scheier, M. F. 2001. Optimism, Pessimism, and Self Regulation.
In E. C. Chang,Optimism & pessimis: Implications for theory,
research, and practice. (pp. 31-51). Washington, DC: American
Psychological Association.
Davis, K. dan Newstrom, J. 1985. Human Behavior at Work. Organization
Behavior 9th Edition. Singapore. Mc. Graw-Hill. International Spector,
P.E. 1996. Industrial and Organizational Psychology. Canada: Jhon
Wiley & Sons, Inc
Depkes RI. 2006. Pedoman Pembinaan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi
Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga.
Dorland. 2012. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 32nd ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2012. p. 252-254, 403-407.
Englin Moria K. Tinambunan. 2018. Burnout Syndrome Pada Perawat di Ruangan
Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Jurnal Keperawatan
Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018 .
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga
Friedman. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Fudyartanto, R. B. S. 2012. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Gorman, M. L., & Sultan, F.D. 2008. Psykologikal Nursing for General Patient
Care. Philadelphia: F.A Davis Company.
68

Grace Jinny Mundung. 2019. Hubungan Mekanisme Koping dengan Stres Kerja
Perawat di RSU GMIM Bethesda Tomohon .e -journal Keperawatan
(e-Kp) Volume 7 Nomor 1,2019
Hanahan, D. and Weinberg, R.A., 2011. Hallmarks of Cancer: The Next
Generation, Cell, 144: 646-674.
Hidayah, D. N. 2012. Persepsi Mahasiswa tentang Harapan Orang Tua terhadap
Pendidikan dan Ketakutan akan Kegagalan. Educational Psychology
Journal Tahun 2012. (http:// journal. unnes. ac.id/sju/index.php/ epj
diakses 12 april 2019)
Hidayat, A. Alimul Aziz. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A.A. 2012. Metode Penelitian Kesehatan : Pradigma Kuantitatif.
Surabaya: Kelapa Pariwara.
Jagannathan, Thirthalli, et al. 2014. Predictors family caregiver burden in
schizophrenia: study from an inpatent tertiary care hospital in india.
Asian Journal of psychiatry 94-98.
King, A, Laura. 2010. Psikologi Umum (Sebuah Pandangan Apresiatif. buku 2.
Jakarta: Salemba Humanika
King, Laura. 2010. Psikologi Umum. Jakarta : Salemba Humanika.
Kozier, B., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni,
dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktik. edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC.
Kristensen, T.S., Borritz, M., Villadsen, E. & Christensen. 2015. The Copenhagen
Burnout Inventory: a New Tool for the Assessment of Burnout. Work &
Stress. Journal. Vol 19, no. 3: 192-207.
Kristna Adi Nugraha, 2017. Kecerdasan Emosional dan Coping Caregiver Pada
Pasien Stroke Hemoragik Di Rsud Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.. Jurnal Keperawatan Global, Volume 2, No 2. 2017
Lazarus, S. & Folkman, R.S. 2010. Stress, appraisal, and coping. Springer
Publishing: New York.
Lefton, L. A. 1997. Psychology. sixty edition. America: Allyn & Bacon.
Lewis, et al. 2011. Medical Surgical Nursing Assesment and Management of
Clinical Problems. Volume 2. Mosby: ELSEVIER.
Maryam, R. Siti & dkk 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. 2001. Job burnout. Annual Review
of Psychology, 52(1), 397-422.
Merriam-Webster. 2012. Webster’s New Collegiate Dictionary.London: Merriam
Webster, Inc
Mifflin, Mark D., St. Jeor, Sachiko., A. Hill, Lisa., Barbara J.Scott, Sandra A.
Daugherty, dan Young O Koh. 1990. A New Predictive Equation for
Resting Energy Expenditure in Healthy Individuals. American Journal
Clinical Nutrition, 51, pp 241-247.
Munthe, Y. M. 2014. Mekanisme Koping Perawat Terkait Konflik Yang Terjadi di
Tempat Kerja Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Djasamen Saragih Pematang Siantar.
Nasir, Abdul dan, Abdul Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa.
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika
69

Nevi, Seniati, L., Nurdjajadi, R.D. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Burnout pada Tenaga Penjual. Jurnal Phronesis. Vol. 7, No. 2. Diunduh
pada 10 Januari 2019.
Newton, C., Stephen T.T. Teo, David Pick, Marcus Ho, Drew Thomas. (2016).
Emotional intelligence as a buffer of occupational stress. Personnel
Review, Vol. 45 Issue: 5, pp.1010-1028, https://doi.org/10.1108/PR-11-
2014-0271
Ni Luh Putu Dian Yunita Sari. 2015. Hubungan beban kerja terhadap burnout
syndrome pada perawat pelaksana ruang intermediet RSUP Sanglah.
Jurnal Dunia Kesehatan, volume 5(2)
Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho. 2000. Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Nugroho. 2012. Keperawatan gerontik & geriatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2012. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam. 2013. Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Ozkan, S., Ogce F. 2008.. Importance Of Social Support For Functional Status In
Breast Cancer Patients. Asian Pacific Journal Of Cancer Prevention.
Puspa Ayu Maharani Akde Triyoga. 2012. Kejenuhan Kerja (Burnout) Dengan
Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan. Jurnal
STIKES Volume 5, No. 2, Desember 2012
Reggiana Sarastya. 2018. Hubungan Beban Kerja terhadap Mekanisme Koping
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau. JOM FKp, Vol. 5 No. 2. 2018
Rizka, Z. 2013. Sikap Terhadap Pengembangan Karir dengan Burnout
padaKaryawan.Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan.Vol. 01, No. 02
Sales, E. 2003. Family burden and quality of life. Quality of Life. Research,
12(Suppl. 1), S33-S41.
Sihotang, I. N. 2004. Burnout pada Karyawan Ditinjau dari Persepsi terhadap
Lingkungan Kerja Psikologis dan Jenis Kelamin. Jurnal Psyche. Vol. 1.
No.1.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep Cakupan dan Perkembangannya.
Yogyakarta: penerbit CV ANDI OFFSET
Slamet Rohaedi, Suci Tuty Putri, Aniq Dini Karimah. 2016. Tingkat Kemandirian
Lansia Dalam Activities Daily Living Di Panti Sosial Tresna Werdha
Senja Rawi.
Stuart, G. W., Laraia, M. T. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.
Philadelphia: Mosby.
Subroto, K.W.E. 2009. Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Kepmenkes RI
No.1204/Menkes/SK/10/2004 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit di RSUD Jayapura. Tesis S2, IKM-UGM. Yogyakarta
70

Subroto, K.W.E., 2009. Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Kepmenkes RI


No.1204/Menkes/SK/10/2004 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit di RSUD Jayapura. Tesis S2, IKM-UGM. Yogyakarta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.CV
Sukmarini.N. 2009. Optimalisasi Peran Caregiver dalam Penatalaksanaan
Skizofrenia. Bandung, Majalah Psikiatri XLII(1): 58-61.
Sunarto. 2012. Pengertian prestasi belajar. Fasilitator idola Diakses dari laman
Web tanggal 15 Maret 2019 dari: http: //sunartombs. wordpress. com/
2015 / 03/ 05/ pengertian -prestas-belajar.
Sutjipto. 2014. Apakah Anda Mengalami Burnout. Jakarta: http://www.
depdiknas. go.id/jurnal.htm.
Tantono, Siregar H., Siregar IMP, Hassan Z. 2006. Beban Caregiver Lanjut Usia
Suatu Survey Terhadap Caregiver Lanjut Usia Di Beberapa Tempat
Sekitar Kota Bandung. Bandung: Majalah Psikiatri XL(4): 32-33.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia
Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Fitramaya
World Health Organization. 2007. WHO Global Report on Falls Prevention in
Older Age. Perancis: WHO.
Yedidia, M. J., & Tiedemann, A. 2008. How do family caregivers describe their
needs for professional help?. AJN The American Journal of Nursing,
108 (9), 35–37
Yeni Mulyani . 2017. Hubungan Mekanisme Koping dengan Stres Kerja Perawat
IGD dan ICU di RSUD Ulin Banjarmasin . Al-Ulum : Jurnal Ilmu
Sosial Dan Humaniora Volume 3 Nomor 2, Oktober 2017
71

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada:
Yth. Calon Responden Penelitian
di
Tempat

Dengan Hormat,

Saya Mahasiswa dari Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Tribhuwana


Tunggadewi Malang, bermaksud melaksanakan penelitian dengan judul
“Hubungan Mekanisme Koping Caregiver dengan Bournout dalam Merawat
Lansia di Panti Werdha Pangesti Lawang dan Griya Asih.”.

Saya berharap partisipasi dan kerjasamnya dalam penelitian yang akan saya
lakukan, saya menjamin kerahasiaan dan identitas anda. Informasi yang anda
berikan hanya digunakan untuk keperluan dalam penelitian saja. Responden yang
bersedia silahkan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden ini. Jika responden mengundurkan diri pada saat penelitian
berlangsung, tidak akan diberikan sanksi apapun. Atas perhatian dan kerja
samanya saya ucapkan limpah terima kasih.

Malang, Juni 2019

Peneliti

Marselinus Nani
Nim: 2015610063
72

Lampiran 2

INFORMED CONCENT

Yang bertanda tangan dibawah :

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat serta kemungkinan


resiko penelitian yang berjudul “Hubungan Mekanisme Koping Caregiver dengan
Bournout dalam Merawat Lansia di Panti Werdha Pangesti Lawang dan Griya
Asih.”, menyatakan: (Setuju/ tidak setuju) menjadi responden penelitian dengan
catatan apabila sewaktu-waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak
membatalkan persetujuan ini.

Peneliti : Malang, Juni 2019


Responden

Marselinus Nani
Nim. 2015610063 (…………………………………….)
Nama terang dan tanda tangan
*) coret yang tidak dipilih

Lampiran 3
73

KISI-KISI KUESIONER

No Variabel Parameter Nomor soal Kategori


1 Mekanisme Problem focused 1(+),2(+),5(+),6(+),7 Ya = skor 1
koping coping (+),10(-),12, (-) Tidak =skor 0
15(+)
Emotional focused 3(+),4(+),8(+),9(+),
coping 11(-),13(-),14, (-)
2 Bournout Kelelahan 1(-),8(-),11(-),12(-), Pertanyaan positif:
emosional 19(+) Sangat setuju= skor 4
Kelelahan fisik 2(-),18(-) Setuju= skor 3
Tidak setuju= skor 2
Kelelahan kognitif 4(+),7(+),13(- ), Sangat tidak
17(+),21(+) setuju= skor 1
Kehilangan 3(-),5(-),6(-), Pertanyaan negatif:
Sangat setuju= skor 1
motivasi 9(+),10(+),14(-),
Setuju= skor 2
15(+),16(+),20(-), Tidak setuju= skor 3
22(+) Sangat tidak setuju=
skor 4

Lampiran 4
74

KUESIONER

A. Identitas Responden
Nama (Inisial) :
Umur :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Lama bekerja : < 5 tahun .> 10 Tahun
Alamat :

B. Kuesioner Mekanisme Coping

Petunjuk pengisian: Berilah tanda checklist(√) pada setiap pernyataan yang


dianggapbenar
N Pernyataan Y Tidak
o a
1. Saya selalu bercerita pada teman-teman dekat saya tentang masalah
dan konflik yang terjadi di tempat saya bekerja untuk mendapatkan
solusinya.
2. Saya selalu mengontrol emosi pada diri saya saat mengalami konflik
yang terjadi.
3. Saya selalu memiliki kewaspadaan yang tinggi dan lebih perhatian
terhadap masalah dan konflik yang terjadi ketika bekerja
4. Saya selalu memiliki persepsi yang luas tentang konflik yang terjadi
5. Saya selalu dapat menerima dukungan dari keluarga dan rekan kerja
atas masalah dan konflik yang terjadi.
6. Saya selalu memecahkan masalah dan konflik yang terjadi secara
efektif
7. Saya selalu menganalisa dan menyelesaikan setiap ada masalah dan
konflik yang terjadi.
8. Saya selalu melakukan teknik relaksasi dalam menghadapi masalah
dan konflik yang terjadi sehingga membuat saya tenang
9. Saya selalu melakukan aktivitas-aktivitas konstruktif yang bermanfaat
jika saya mendapatkan dan menghadapi konflik yang terjadi
10. Saya tidak mampu berfikir apa-apa dan disorientasi terhadap masalah
dan konflik yang terjadi
11. Saya tidak mampu menyelesaikan masalah dan konflik yang terjadi
12. Saya selalu lari dan menghindari masalah dan konflik yang terjadi
13. Saya selalu berperilaku negative terhadap rekan kerja di tempat saya
bekerja
14. Saya selalu berperilaku cenderung merusak lingkungan jika terjadi
konflik di tempat kerja saya
15. Saya dapat menyelesaikan konflik dan tekanan yang terjadi saat
bekerja.
75

C. Kuesioner Burnout
Petunjuk pengisian : Berilah tanda checklist (√) pada setiap pernyataan yang
dianggap benar
Keterangan :
Sangatsetuju (SS), Setuju (S), Tidaksetuju (TS) dan Sangat tidak setuju (STS)
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya mulai emosi ketika memulai pekerjaan
2. Saya merasa kelelahan ketika seharian penuh di
lingkungan kerja
3. Saya merasa malas bangun pagi kerumah sakit
untuk mulai bekerja
4. Saya memahami bahwa menjadi perawat dapat
mengerti banyak hal khususnya dalam merawat
pasien
5. Saya merasa di kucilkan oleh perawat lain
6. Saya kesulitan dalam bekerja sama dalam
melakukan tindakan keperawatan
7. Saya dapat menyelesaikan tugas saya sebagai
perawat
8. Saya merasa jenuh dengan banyaknya pekerjaan
di rumah sakit
9. Lingkungan rumah sakit membuat saya nyaman
dalam melakukan tindakan keperawatan
10 Saya acuh tak acuh dalam bekerja
11. Melakukan tindakan keperawatan membuat saya
emosi
12. Saya merasa frustasi dengan aktivitas dirumah
sakit
13. Saya merasa kesulitan dalam membagi waktu
dalam bekerja
14. Saya tidak peduli dengan apa yang dialami oleh
perawat lain
15. Saya dapat membuat lingkungan kerja menjadi
nyaman
16. Saya merasa senang dalam melakukan tindakan
bersama rekan kerja
17. Saya mendapatkan banyak manfaat dari
melakukan tindakan keperawatan
18. Saya merasa tidak sanggup menjadi perawat
19. Saya dapat mengendalikan emosi saya saat
melakukan tindakan keperawatan
20. Saya merasa rekan kerja selalu menyalahkan saya
saat melakukan kesalahan tindakan
21. Ssaya merasa tidak terganggu dengan persoalan
yang di alami oleh perawat lain
22. Saya berusaha menghindarkan diri dari persoalan
yang di alami oleh perawat lain
76

Lampiran 5

Analisis Data dan Tabulasi Data

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
mekanisme koping * burnout 48 100.0% 0 0.0% 48 100.0%

mekanisme koping * burnout Crosstabulation


burnout
Rendah Tinggi Total
mekanisme koping Adaptif Count 11 2 13
% within mekanisme koping 84.6% 15.4% 100.0%
% of Total 22.9% 4.2% 27.1%
Maladaptive Count 10 25 35
% within mekanisme koping 28.6% 71.4% 100.0%
% of Total 20.8% 52.1% 72.9%
Total Count 21 27 48
% within mekanisme koping 43.8% 56.3% 100.0%
% of Total 43.8% 56.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 12.098a 1 .001 .001 .001
Continuity Correctionb 9.928 1 .002
Likelihood Ratio 12.749 1 .000 .001 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
N of Valid Cases 48
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.69.
b. Computed only for a 2x2 table

mekanisme koping
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid adaptif 13 27.1 27.1 27.1
maladaptif 35 72.9 72.9 100.0
Total 48 100.0 100.0

Burnout
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rendah 21 43.8 43.8 43.8
tinggi 27 56.2 56.3 100.0
Total 48 100.0 100.0
77

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 10 20.8 20.8 20.8
PEREMPUAN 38 79.2 79.2 100.0
Total 48 100.0 100.0

USIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 25-35 tahun 12 25.0 25.0 25.0
36-45 tahun 32 66.7 66.7 91.7
46-55 tahun 4 8.3 8.3 100.0
Total 48 100.0 100.0

LAMA KERJA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 5 Tahun 7 14.6 14.6 14.6
> 5 Tahun 41 85.4 85.4 100.0
Total 48 100.0 100.0
TABULASI DATA MEKANISME KOPING

Kode Lama 1 1 1
. Res JK Us Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12 3 14 5 total Kategori
R1 Laki-laki 44 3 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif
R2 Perempuan 35 4 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 11 Adaptif
R3 Perempuan 37 5 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R4 Perempuan 40 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Maladaptif
R5 Perempuan 45 8 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 10 Adaptif
R6 Perempuan 37 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 11 Adaptif
R7 Perempuan 45 5 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R8 Perempuan 38 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R9 Laki-laki 54 12 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif
R10 Perempuan 34 3 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 11 Adaptif
R11 Perempuan 42 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R12 Perempuan 44 4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Maladaptif
R13 Laki-laki 35 10 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 10 Adaptif
R14 Perempuan 45 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R15 Laki-laki 39 9 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R16 Perempuan 37 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R17 Perempuan 40 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R18 Perempuan 47 3 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Maladaptif
R19 Perempuan 42 4 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R20 Perempuan 40 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 maladaptif
R21 Laki-laki 37 5 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif
R22 Perempuan 33 4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Maladaptif
R23 Perempuan 32 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R24 Perempuan 47 11 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Maladaptif
R25 Laki-laki 44 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Maladaptif
R26 Perempuan 45 3 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif

78
R27 Laki-laki 35 4 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif
R28 Perempuan 32 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R29 Perempuan 29 4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Maladaptif
R30 Perempuan 44 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Maladaptif
R31 Perempuan 37 5 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R32 Perempuan 37 4 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R33 Laki-laki 38 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R34 Perempuan 40 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 maladaptif
R35 Perempuan 42 5 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R36 Perempuan 34 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R37 Perempuan 37 3 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R38 Laki-laki 39 4 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 Adaptif
R39 Perempuan 28 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R40 Perempuan 35 4 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R41 Perempuan 37 3 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 maladaptif
R42 Perempuan 42 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Maladaptif
R43 Perempuan 45 5 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 11 Adaptif
R44 Perempuan 53 10 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R45 Perempuan 37 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 Maladaptif
R46 Laki-laki 35 4 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 11 Adaptif
R47 Perempuan 44 5 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Maladaptif
R48 Perempuan 43 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 maladaptif

TABULASI DATA BURNOUT

79
1 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Total kategori
3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 3 43 rendah
3 1 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 40 rendah
3 4 2 4 2 4 4 3 3 3 4 3 4 3 2 4 4 2 3 2 3 4 70 tinggi
3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 83 tinggi
2 2 3 2 3 2 2 1 3 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 43 rendah
1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 3 1 3 1 1 2 3 2 2 3 3 44 rendah
2 2 1 3 2 2 3 2 2 1 3 2 3 2 2 2 1 3 2 2 2 2 46 tinggi
2 2 2 1 2 2 1 1 3 2 3 2 4 2 3 2 2 2 4 3 2 2 49 tinggi
3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 2 4 4 4 4 3 3 2 78 tinggi
2 1 2 1 2 1 1 2 2 3 2 1 2 2 1 2 1 2 3 3 2 3 41 rendah
3 1 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 3 1 36 tinggi
3 1 1 3 1 3 1 4 3 2 4 2 2 2 2 4 2 1 4 2 2 3 52 tinggi
3 3 4 2 3 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 44 rendah
3 3 4 2 4 3 3 4 4 4 4 3 2 4 3 3 4 4 3 4 3 3 74 tinggi
4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 75 tinggi
2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 3 2 3 2 2 2 2 2 42 rendah
4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 2 2 2 1 2 3 4 3 2 2 4 4 61 tinggi
2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 43 rendah
4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 75 tinggi
2 2 1 2 2 3 4 3 1 2 3 4 3 1 2 4 2 3 4 3 4 3 58 tinggi
4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 2 3 76 tinggi
2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 3 2 1 2 2 2 2 1 2 1 37 rendah
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 77 tinggi
2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 3 2 1 3 3 3 42 rendah
2 2 1 1 2 3 2 2 3 3 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 44 rendah
3 2 2 1 1 2 1 2 2 2 3 2 2 1 1 2 2 2 2 3 2 3 43 rendah
2 2 3 2 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 44 rendah
2 2 2 4 2 2 4 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 4 2 54 tinggi

80
2 3 1 2 2 3 2 3 2 2 4 2 2 1 2 4 2 2 2 4 2 2 51 tinggi
4 2 4 3 4 4 2 4 4 4 2 1 2 3 4 2 4 4 2 4 2 2 67 tinggi
4 4 3 4 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 3 1 2 3 59 tinggi
3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 76 tinggi
2 4 3 2 3 3 3 3 4 4 2 4 2 4 3 2 3 4 4 2 4 2 67 tinggi
4 4 3 2 2 3 3 2 4 3 2 4 2 4 2 4 2 2 2 2 3 4 63 tinggi
1 1 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 3 4 1 4 2 4 2 4 55 tinggi
3 4 4 4 3 4 3 4 2 3 4 4 4 2 4 3 3 3 3 4 4 4 76 tinggi
3 2 1 2 3 2 1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 43 rendah
2 2 3 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 1 2 44 rendah
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 43 rendah
4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 2 77 tinggi
2 3 1 2 3 2 3 2 2 1 2 3 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 42 rendah
3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 75 tinggi
1 2 3 2 3 2 3 2 3 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 43 rendah
3 1 2 3 4 2 2 3 4 3 2 2 3 1 4 2 1 2 4 2 3 3 56 tinggi
2 3 1 2 3 2 1 2 1 2 1 2 1 2 3 2 1 2 3 2 2 3 43 rendah
1 2 3 1 1 2 1 2 3 2 1 1 2 1 2 1 2 3 2 1 2 2 38 rendah
2 2 3 2 3 1 1 3 3 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 43 rendah
3 2 3 3 2 3 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 49 tinggi

81
82

Lampiran 6

Surat Ijin Penelitian


83

Lampiran 7

Surat Jalan Penelitian


84

Lampiran 8

Surat Balasan Penelitian


85
86

Lampiran 9

Lembar Konsultasi
87
88

Lampiran 10

Dokumentasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai