Menguak Misteri Ibunda Raja Bone Ke-22 La Temmassonge

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 2

Menguak misteri Ibunda Raja Bone ke-22 La Temmassonge Sultan

Abdul Razak Jalaluddin (1749-1775) 


Syahdan, Raja Bone ini pada awalnya dianggap anak cera' ri
mannessae – sengngengngi ri mallinrunge karena tidak
dilahirkan dari rahim sang permaisuri atau petta arung
makkunrai yaitu We Ummung Datu Larompong, putri Raja
Luwu dan We Mariama Karaeng Pattukangang putri
Raja Gowa. Tetapi raja Bone sebelumnya yaitu We Bataritoja
Daeng Talaga Matinroe ri Tippulunna berpesan
bahwa yang akan menggantikannya kelak adalah
La Temmassonge. Bataritoja menganggap bahwa La
Temmassonge’ adalah saudaranya yang paling dekat,
dan merawat Bataritoja hingga pada saat-saat akhir menjelang
wafat. Status cera' inilah yang banyak dipersoalkan oleh
para bangsawan Bone terutama keluarga Arung Kaju
yang pernah berselisih yang berujung kematian, sehingga
akkarungeng La Temmassonge’ di Bone
terkatung-katung sejak tahun 1749 dan baru tiga tahun kemudian baru dilantik sebagai Raja Bone.
Namun setelah desakan Arung Berru dan Addatuang Sidenreng serta pembesar Kompeni Belanda ,
maka akhirnya para anggota dewan Adat Bone dapat menerima La Temmassonge sebagai
Mangkau’ di Bone, dan dikukuhkan pada tahun 1752. Sebaliknya dalam banyak naskah, La
Temmasonge' justru dicatat sebagai anak dari We Ummung Datu Larompong padahal jika ini benar
maka tentu tidak akan menjadi permasalahan dalam hak dan kedudukannya sebagai anaq pattola
atau putra mahkota kerajaan Bone. Jadi sesungguhnya siapa ibu kandung dari Arumpone ke-22 ini.

Dalam buku harian ayahanda beliau, La


Patau Matanna Tikka , Raja Bone ke-
16 mencatat kelahiran putranya sebagai
berikut: 
26 Jumadil Awwal, Sabtu :
Nalleppekeng inangna La
Mappasore orowanE riasengE
Jalaluddin, La Temmassonge To
Appaweling pattellarenna.
Syukur Alhamdulillah.
Jadi jelas bahwa La Temmassonge
bersaudara dengan La Mappasore yang
dilahirkan dari kandungan Sitti
Maemuna, Dala Marusu (Maros). dalam catatan lain sebelumnya ditulis: 6 Jumadil Awwal, malam
Kamis : Nalleppereng I Muna orowane anaqna, riaseng Muhammad Said La Mappasore, Syukur
Alhamdulillah. La Mapassore atau Muhammad Said bersaudara kandung dengan La Temmassonge.
Saudara kandung lainnya yang sudah banyak dicatat dengan benar adalah La Magumette Arung
Sinring. Kembali ke ibunda beliau, We Maemuna. Dala Marusu ini adalah putri dari Raja Maros
yaitu I Lolo Karaeng Kaluku Karaeng Marusu VI (1596-164l) yang bergelar  Karaeng Assakayai
Binanga Marusu  yang juga merupakan keturunan langsung patrilineal dari To Manurunga ri
Pasandang dan Manurunga ri Asaang. Dari jalur ibu, Sitti Maemuna adalah cucu dari Raja Maros
sebelumnya yaitu I Yunynyi Daeng Mangemba, Karaeng Tunikakasang, Karaeng Marusu V (1572-
1591) yang juga adalah putra dari I Mappasomba Daeng Nguraga, Karaeng Patanna Langkana
Tumatinroa ri Buluqduaya, Karaeng Marusu IV.
Dalam buku lainnya dari Perpustakaan Universitas
Leiden Belanda, "Het Leenvorstendom Boni"
(Milo,1866) terbit seratus tahun lebih pasca wafatnya puatta La
Temmassonge, pada halaman 163, dicatat istri-istri dan anak-
anak Raja Bone ke-16 La Patau Matanna Tikka, terutama
yaitu 1. We Ummung (Luwu) , 2. We Maryam (Gowa) dan 3.
Dala Marusu yg disebut sebagai salah satu dari
beberapa istri lainnya Arumpone tersebut. Batari Toja
dicatat sebagai anak dari We Ummung, dan We Annebana,
La Padassajati, La Pareppa', & La Panaongi sebagai anak dari
We Maryama. Sedangkan anak-anak lainnya dari ustri-istri
lainnya termasuk La Mappasore, La Maddi, La
Mappasossong Jalaluddin, La Tongeng & La Watta. Dari sini
jelas bahwa La Mappasossong, nama kecil dari
La Temmassonge bukan merupakan anak dari We
Ummung ataupun We Maryam. La Temmassonge’ memang
juga dikenal sebagai Raja Bone yang memiliki banyak
anak dan istri. Dalam suatu catatan ada kurang lebih 80
orang anak dengan jumlah isteri. Arung Makkunrai
(permaisuri) yang dicatat resmi adalah We Mommo Sitti Aisyah, cucu dari Syekh Yusuf Al-
Makassari, Tuanta Salamaka ri Gowa. Karena beliau meninggal di Malimongeng dalam usia 80
tahun, maka digelari nama anumerta Petta MatinroE ri Malimongeng. Untuk uraian keturunan La
Temmassonge dan hubungannya dengan kerajan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan bisa dibaca di
situs web Teluk Bone. Salah satu yang menarik perhatian penulis terkait Arumpone ini adalah
beberapa catatan terkait kiprahnya di luar Sulawesi Selatan, terutama di Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah.  

Artikel ini telah ditayang di blog Sapri Pamulu

Anda mungkin juga menyukai