LP Nok

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

A.

Pengertian

Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non neoplastik.

(Wiknjosastro, 2005)

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga

mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Ovarium terletak

antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari

propium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum.Fungsinya

sebagai tempat folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron.

Fungsi ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis. Salah satu penyakit

yang dapat terjadi adalah kista ovarium. (Tambayong, 2002)

Ovarektomi adalah tindakan operatif untuk dilakukan pengangkatan ovarium.

(Wiknjosastro, 2005). Jadi, dapat disimpulkan ovarektomi dextra atas indikasi kista

ovarium adalah suatu keadaan dimana pasien dilakukan operasi pengangkatan

ovarium bagian kanan karena adanya neoplasma jinak.

B. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan

Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ reproduksi

interna.

1. Organ genetalia eksterna

Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang mencakup

semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari mons pubis,

labia mayora, labia minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar bartholini dan

berbagai kelenjar serta pembuluh darah.


a. Mons veneris

Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup tulang

kemaluan. Setelah pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang

membentuk pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga.

b. Labia Mayora

Berasal dari monsveneris, bentuknya lonjong menjurus ke bawah dan bersatu

dibagian bawah. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar

lemak, dan kelenjar keringat, bagian didalamnya tidak berambut dan

mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung saraf

sehingga sensitive saat hubungan seks.

c. Labia minora

Merupakan lipatan kecil dibagian dalam labia mayora. Bagian depannya

mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah, sehingga

dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan

kulit skrotum pada pria.

d. Klitoris

Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria. Mengandung banyak

pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat hubungan seks.

e. Hymen

Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina luar. Pada umumnya

hymen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan

yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan

dalam rahim).

f. Vestibulum
Bagian kelamin yang dibasahi oleh kedua labia kanan – kiri dan bagian atas

oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian

vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar

Bartholini, dan kelenjar Skene.

g. Orifisium Uretra

Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1 sampai 1,5

cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra

terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding

anterior vagina.

h. Orifisium Vagina

Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis

bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.

i. Vagina

Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi membran

dari jenis epithelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan

serabut saraf. Panjang vagina dari vestibulum sampai uterus adalah 7,5 cm.

Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Pada

puncak vagina menonjol leher rahim yang disebut porsio. Bentuk vagina

sebelah dalam berlipat – lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi

yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui secret uterus dan aliran

menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita dan sebagai jalan lahir.

j. Perinium

Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih 4

cm. Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan

urogenital.
2. Alat Kelamin Dalam (Genetalian Interna)

Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam dan tidak dapat

dilihat kecuali dengan cara pembedahan. Organ genetalia terdiri dari :

a. Rahim (Uterus)

Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di panggul

kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak

kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligament yang kuat,

sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat kehamilan. Ruangan rahim

berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di atas. Dari bagian atas rahim

(fundus), terdapat ligament menuju lipatan paha (kanalis inguinalis), sehingga

kedudukan rahim menjadi kearah depan. Rahim juga merupakan jalan lahir

yang penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong jalan lahir.

Uterus terdiri dari :

1) Fundus uteri (dasar rahim)

Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan

kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan

2) Korpus uteri

Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai

tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut

kavum uteri atau rongga rahim.

3) Serviks uteri

Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara

kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.

Lapisan – lapisan uterus meliputi endometrium, myometrium, parametrium.


b. Tuba Fallopi

Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral,

dengan panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling

sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan

(infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu

menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum,

tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat

pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan

dalam rahim.

c. Indung Telur (Ovarium)

Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim

oleh ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh ligamentum

infundibulopelvicum.

Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga

mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur

mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri.

d. Parametrium (Penyangga Rahim)

Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang

menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya mengandung

tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian ini sensitif tehadap

infeksi sehingga mengganggu fungsinya.

Hampir keseluruhan alat reproduksi wanita berada di rongga panggul. Setiap

individu wanita mempunyai bentuk dan ukuran rongga panggul (pelvis) yang

berbeda satu sama lain. Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu

proses persalinan. (Tambayong, 2002)


C. Etiologi

Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non

neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Tetapi di samping itu

ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh karena itu kista ovarium

dibagi dalam 2 golongan:

1. Non-neoplastik (fungsional)

a. Kista folikel

Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses atresia foliculi.

Setiap bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati, disertai kematian ovum disusul

dengan degenerasi dari epitel folikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista

kecil. Tidak jarang ruangan folikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga

terbentuklah kista yang besar, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan klinis.

Tidak jarang terjadi perdarahan yang masuk ke dalam rongga kista, sehingga

terjadi suatu haematoma folikuler.

b. Kista lutein

Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein

yang sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum haematoma.

Perdarahan ke dalam ruang corpus selalu terjadi pada masa vascularisasi. Bila

perdarahan ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma,

yang berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Secara perlahan-lahan

terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggalah cairan yang

jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan

fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus lutein

yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut.


2. Neoplastik

a. Cystadenoma mucinosum

Jenis ini dapat mencapai ukuran yang besar. Ukuran yang terbesar yang pernah

dilaporkan adalah 328 pound. Tumor ini mempunyai bentuk bulat, ovoid atau

bentuk tidak teratur, dengan permukaan yang rata dan berwarna putih atau

putih kebiru-biruan.

b. Cystadenoma serosum.

Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan mucinosum, tetapi

ukurannya jarang sampai besar sekali. Dinding luarnya dapat menyerupai kista

mucinosum. Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium

(germinal ephitelium).

c. Kista dermoid

Tumor ini merupakan bagian dari teratoma ovary bedanya ialah bahwa tumor

ini bersifat kistik, jinak dan elemen yang menonjol ialah eksodermal. Sel-

selnya pada tumor ini sudah matang. Kista ini jarang mencapai ukuran yang

besar. Penyebabnya saat ini belum diketahui secara pasti. Namun ada salah satu

pencetusnya yaitu faktor hormonal, kemungkinan faktor resiko yaitu:

1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan

payudara.

2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)

3. Gaya hidup yang tidak sehat

4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat

penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing

tubuh yang bersifat diuretik.

5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina (Wiknjosastro, 2005)


D. Patofisiologi

Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang

kecil. Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan, aktivitas

endokrin dan komplikasi tumor.

1. Akibat pertumbuhan,

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembenjolan perut.

Tekanan terhadap alat – alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau

posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat

menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak

bebas di rongga perut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut

serta dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai.

2. Akibat aktivitas hormonal

Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri

mengeluarkan hormon.

3. Akibat Komplikasi

a. Perdarahan ke dalam kista

Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur menyebabkan

pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala – gejala klinik yang minimal.

Akan tetapi kalau perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan

menimbulkan nyeri di perut.

b. Putaran Tangkai

Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran

tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infundibulopelvikum

terhadap peritoneum parietal dan ini menimbulkan rasa sakit.


c. Infeksi pada tumor

Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista dermoid

cenderung mengalami peradangan disusul penanahan.

d. Robek dinding Kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti

jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat persetubuhan. Jika

robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas

berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri

terus menerus disertai tanda – tanda abdomen akut.

e. Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama

terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini

mencurigakan. (Wiknjosastro,2005)

Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum yang

normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri

atas sel – sel embrional yang tidak berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan

lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea

kental, berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista dermoid hanya

merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi

dan pengobatannya tergantung pada tipenya. (Smeltzer and Bare, 2001)

E. Manifestasi Klinis

Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun

kadang – kadang kista dapat menyebabkan beberapa masalah seperti :

1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit

2. Nyeri selama hubungan seksual


3. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh lainnya

sudah terkena.

4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi

5. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau diare,

obstruksi usus dan asietas.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal

dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.

2. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor

berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid,

dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan

yang tidak.

3. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada

kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.

4. Parasentesis

Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites. Perlu

diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari cavum peritonei dengan isi

kista bila dinding kista tertusuk (Wiknjosastro, 2005).

G. Penatalaksanaan

a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah,

misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.


b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan

menghilangkan kista.

c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium

adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu

pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh

pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang

berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai

penyangga.

d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan

pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti

kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan

tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi

luka operasi ( Lowdermilk.dkk. 2005).

H. Pengkajiaan fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

yang penting dilakukan baik saat klien pertama kali masuk rumah sakit maupun

selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku /

bangsa, pendidikan pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan.

b. Riwayat Kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya gangguan

ketidaknyamanan.
c. Riwayat Kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti yang

diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga: adakah anggota keluarga yang menderita tumor

atau kanker terutama pada organ reproduksi.

e. Riwayat obsetrikus, meliputi:

1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau.

2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan

3) Riwayat persalinan

4) Riwayat KB

3. Pengkajian post operasi

1. Kaji tingkat kesadaran

2. Ukur tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, Respiration Rate.

3. Auskultasi bunyi nafas

4. Kaji turgor kulit

5. Pengkajian Abdomen

a. Inspeksi ukuran dan kontur abdomen

b. Auskultasi bising usus

c. Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa

d. Tanyakan tentang perubahan pola defekasi

e. Kaji status balutan

f. Kaji terhadap nyeri atau mual

g. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan

menanyakan lamanya dibawah anestesi.


4. Data Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin,

hematokrit, lekosit)

2. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun peroral sesuai

program dari dokter.

5. Perubahan Pola Fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges (2000) adalah

sebagai berikut :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat dan jam

kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi tidur, misal:

ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.

2. Makanan / cairan

Gejala : mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat badan

3. Neurosensori

Gejala : pusing

4. Nyeri / kenyamanan

Gejala : tidak ada nyeri / derajat bervariasi, misalnya : ketidaknyamanan

ringan sampai berat (dihubungkaan dengan proses penyakit).

5. Eliminasi

Gejala : Perubahan pada pola defekasi. Perubahan eliminasi urinarius

misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria.

Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.

6. Pernapasan

Gejala : Merokok, pemajanan abses.


7. Integritas Ego

Gejala : Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan

dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa,

depresi, menarik diri.

8. Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah.

9. Keamanan

Gejala : pemadaman pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama,

berlebihan, demam, ruam kulit/ ulserasi.

10.Seksualitas

Gejala : perubahan pada tingkat kepuasan.

11.Interaksi Sosial

Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat perkawinan,

masalah tentang fungsi (Doenges, 1999).

Pathways Keperawatan

Penyebab

- Ketidakseimbangan esterogen dan progesterone

- Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol

- Degenerasi ovarium

- Gaya hidup tidak sehat (konsumsi alcohol,merokok,kurang olahraga,dll)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

Post Operasi

1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder akibat :

ansietas. (Carpenito, 2006)

Tujuan : aspirasi tidak terjadi


Kriteria hasil : individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan yang

untuk mencegah aspirasi.

Intervensi

a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke belakang,

menyumbat jalan napas.

Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas.

b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada kontraindikasi.

Rasional : mengoptimalkan pola napas jika tidak ada kontraindikasi.

c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi.

d. Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tisu atau penghisap

dengan perlahan-lahan.

Rasional : membersihkan jalan napas, pola napas tetap normal.

e. Anjurkan pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien belum sadar

penuh.

Rasional : menghindari terjadinya aspirasi.

2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran. (Carpenito, 2006)

Tujuan : individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera berkurang,

cedera tidak terjadi.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko cedera,

mengungkapkan maksud untuk melakukan tindakan pencegahan tertentu (misalnya

menggunakan kacamata untuk mengurangi silau), meningkatkan aktivitas harian

bila memungkinkan.

Intervensi :

a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk menjaga

keamanan.
Rasional : memantau aktivitas pasien.

b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat dan wolker.

Rasional : membantu dalam aktivitas. Meringankan beban.

c. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang.

Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan mencegah jatuh

saat mobilisasi yang tidak disadari.

d. Ciptakan lingkungan yang aman : lantai kering tidak basah.

Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh.

e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan pasien.

f. Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien untuk ke

kamar mandi.

3. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen. (Doenges,

1999)

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10).

Rasional : perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya masalah,

memerlukan evaluasi medik dan intervensi.

b. Pertahankan istirahat dengan posisi supinasi

Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi

telentang.

c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini.

Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan

ketidaknyamanan.
d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi). Misal

dengan latihan tarik napas dalam.

Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan partisipasi

pasien secara aktif.

e. Berikan analgetik sesuai indikasi.

Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan terapi lain.

4. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan.

(Carpenito, 2006)

Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri.

Kriteria Hasil : ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan kegiatan perawatan

diri sesuai kemampuan.

Intervensi

a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan.

Rasional : mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat.

b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai kemampuan

seperti gosok gigi.

Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien, klien dapat ikut

berpartisipasi dalam kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan.

c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti : makan, mandi, personal hygiene.

Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan.

(Doenges, 1999)

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,bebas tanda

infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema, dan demam.


Intervensi

a. Awasi tanda – tanda vital

Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses.

b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka aseptik.

Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri.

c. Lihat insisi dan balutan.

Ra sional : memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan /atau pengawasan

penyembuhan.

d. Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien dan orang terdekatnya.

Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi

,membantu menurunkan ansietas.

e. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah

organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan

penyebaran dan pertumbuhannya.

f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan.

Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir.

6. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. (Carpenito, 2006)

Tujuan : tidak terjadi konstipasi.

Kriteria hasil : menunjukan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus aktif,

mempertahankan pola eliminasi biasanya

Intervensi

a. Auskultasi bising usus

Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi.

b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal dan

mengembalikan peristaltik.

c. Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila pemasukan peroral

dimulai.

d. Berikan rendam duduk.

Rasional : meningkatkan relaksasi otot, minimalkan ketidaknyamanan.

e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.

Rasional : mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 1-2 hari)

f. Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai indikasi.

Rasional : meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses.

7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah,intake nutrisi.(Doenges, 1999)

Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan penambahan berat

badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium, tak ada tanda – tanda

malnutrisi.

Intervensi

a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk

mencerna / makan makanan, missal : status puasa, mual, ileus paralitik setelah

selang dilepaskan.

Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi

b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan pengeluaran.

Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan kebutuhan

metabolik.
c. Auskultasi bising usus

Rasional : menentukan kembalinya peristaltik.

d. Berikan cairan 1V, misalnya : albumin, lipid, elektrolit. Suplemen vitamin dengan

perhatian tertentu terhadap vitamin K,secara parental.

Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Menggunakan

katartik praoperasi ( persiapan usus) dapat mengurangi suplemen vitamin dan

atau masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin.

e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiematik,missal proklorpromazin.

Rasional : mencegah muntah.

8. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurang

informasi.

Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar.

Kriteria hasil : klien dapat berpratisipasi dalam program

pengobatan,mengungkapkan pemahaman informasi.

Intervensi

a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.

Rasional : memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan

belajar.

b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa yang jelas dan

mudah dimengerti.

Rasional : memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif dan

memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan.

c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan.

Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai