Pengendalian Mutu Biji Kopi Pada Proses Sortasi Di Pt. Perkebunan Nusantara Ix (Persero), Kecamatan Jambu-Semarang
Pengendalian Mutu Biji Kopi Pada Proses Sortasi Di Pt. Perkebunan Nusantara Ix (Persero), Kecamatan Jambu-Semarang
Pengendalian Mutu Biji Kopi Pada Proses Sortasi Di Pt. Perkebunan Nusantara Ix (Persero), Kecamatan Jambu-Semarang
Disusun oleh:
Nama : Ayuna Diska Larasati
NIM : 14.I1.0181
2017
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugerah-Nya sehingga
penulis dapat melaksanakan kerja praktek periode Januari-Februari 2017yang bertempat
di PT. Perkebunan Nusantara IX dan menyelesaikan laporan kerja praktek dengan judul
“Pengendalian Mutu Biji Kopi Pada Proses Sortasi di PT. Perkebunan Nusantara IX”.
iii
iv
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kerja praktek ini masih ada kekurangan
dalam segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa yang penulis gunakan.Oleh sebab
itu, penulis menerima saran dan kritik dari pembaca supaya penulis dapat memperbaiki
diri menjadi lebih baik.Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kerja praktek ini
dapat bermanfaat dan memberikan sedikit pengetahuan bagi para pembaca. Terima
kasih.
Semarang, 12 Juni 2017
Penulis
DAFTAR ISI
v
vi
5. PEMBAHASAN............................................................................................... 37
5.1. Pengendalian Mutu Sortasi Kebun ............................................................... 40
5.2. Pengendalian Mutu Buah Kopi ..................................................................... 41
5.2.1. Analisa Warna .................................................................................. 44
5.2.2. Analisa Hama ................................................................................... 45
5.2.3. Analisa Jumlah Kopi Kambangan .................................................... 47
5.3. Pengendalian Mutu Sortasi Basah ................................................................ 48
5.4. Pengendalian Mutu Sortasi Kering ............................................................... 49
5.5. Kualitas Biji Kopi dan Pengaruh Terhadap Rasa dan Aroma Kopi Bubuk .. 57
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ................................................................................................... 59
6.2. Saran ............................................................................................................ 59
7. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
8. LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kopi Banaran Gold-Classic ...................................................................... 9
Gambar 2. Kopi Banaran Premium ............................................................................ 9
Gambar 3. Kopi Banaran Original .............................................................................. 9
Gambar 4. Kopi Banaran Ekonomi ............................................................................ 9
Gambar 5. Buah Kopi Merah, Tepat Masak ............................................................. 12
Gambar 6. Persiapan Pemetikan Buah ..................................................................... 12
Gambar 7. Sortasi Kebun ......................................................................................... 13
Gambar 8.Sortasi Basah Menggunakan Bak Syphon ............................................... 15
Gambar 9. Mesin Raung Pulper ............................................................................... 16
Gambar 10. Mesin Masson Dryer ............................................................................ 17
Gambar 11.Cera Tester ............................................................................................ 18
Gambar 12. Ruang Viss Dryer .................................................................................. 19
Gambar 13. Ruang Penampungan Biji Kopi Horn Skin ........................................... 20
Gambar 14. Mesin Huller ......................................................................................... 21
Gambar 15. Proses Quality Control Biji Kopi ......................................................... 22
Gambar 16. Ayakan Putar/ Tromol .......................................................................... 25
Gambar 17. Ayakan Guncang .................................................................................. 26
Gambar 18. Lantai Penjemuran Biji ......................................................................... 27
Gambar 19. Pengepakan Biji Kopi ........................................................................... 29
Gambar 20. Penyimpanan Biji Kopi......................................................................... 29
Gambar 21. Mesin Roaster ....................................................................................... 29
Gambar 22. Proses Pendinginan Biji Kopi Setelah Disangrai ................................. 30
Gambar 23. Mesin Grinder ...................................................................................... 31
Gambar 24. Ruang Penyimpanan Kopi Bubuk ........................................................ 32
Gambar 25. Mesin Continous Band Sealer .............................................................. 32
Gambar 26. Mesin Packing Press ............................................................................ 33
Gambar 27. Mesin Vaccum Sealer ........................................................................... 33
Gambar 28. Produk-Produk Kopi Bubuk PTPN ...................................................... 34
Gambar 29. Mutu RWP 1 ......................................................................................... 50
Gambar 30. Mutu RWP 4 ......................................................................................... 51
Gambar 31. Mutu RWP Lokal .................................................................................. 51
vii
viii
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. Alur Proses Produksi ............................................................................. 39
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1. PENDAHULUAN
Pada kerja praktek lapangan ini, penulis ditempatkan pada bagian produksi hulu ke hilir
serta pengawasan mutu yang ada di PT. Perkebunan Nusantara IX.Pada bagian produksi
penulis belajar mulai dari pemetikan buah kopi di kebun sampai dengan menjadi hasil
akhir yaitu kopi bubuk. Selain itu pada beberapa tahap dalam proses produksi terdapat
pula analisa yang dilakukan untuk mengetahui mutu dari produk yang akan dihasilkan
nanti. PT. Perkebunan Nusantara IX memilik pedoman mutu yang diterbitkan sebagai
dasar acuan bagi seluruh personil di pabrik tersebut.
Penerapan sistem manajemen mutu tersebut bertujuan untuk mencapai konsistensi mutu
yang diinginkan oleh konsumen dimana tanggung jawab utama terletak pada siapa yang
melaksanakan tugas dan tidak pada pemeriksa yang memeriksa apakah sasaran mutu
telah dicapai. Jaminan mutu merupakan aspek yang penting dan manajemen yang baik,
dengan manajemen yang baik nantinya akan menyumbangkan pencapaian sasaran mutu
yang sudah ditentukan. Pedoman mutu ini menjelaskan prinsip-prinsip di Pabrik Kopi
Banaran dan sasaran mutu yang akan dicapai melalui formulasi dan implementasi
1
2
pengarahan organisasi atas pelaksanaan pekerjaan. Dalam laporan ini akan di bahas
lebih detail mengenai pengawasan Mutu biji Kopi pada proses sortasi di PT.
Perkebunan Nusantara IX. Pengawasan utu yang dilakukan yaitu pengawasan bahan
baku, proses produksi, kopi beras, kopi bubuk dan bahan kemasan yang digunakan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya kerja praktek di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)
adalah untuk menerapkan dasar – dasar teori yang telah diperoleh pada perkuliahan,
dapat mengetahui dan merasakan situasi di dunia kerja, menambah pengetahuan
mengenai bidang pangan terutama pengetahuan tentang pengolahan kopi secara lengkap
dan pengawasan mutu yang diterapkan dalam pengolahan kopi, mengetahui masalah –
masalah yang berkaitan dengan bidang pangan yang muncul di lapangan serta belajar
menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
2. PROFIL PERUSAHAAN
Kebun Kopi Banaran didirikan sejak tahun 1898 yang dikelola oleh FA. HG. Th. Crone
berkedudukan di Amsterdam Negeri Belanda dengan nama CO. Kopi Banaran (Cultur
Onderneming Kopi Banaran) dan berkantor pusat di Semarang. Selain Kebun Kopi
Banaran, yang dikelola oleh FA. HG. Th. Crone : Kebun Ngobo, Kebun Jatirunggo,
Kebun Assinan, Kebun Batujamus. Sedangkan Kebun Banaran didirikan oleh NV.
Semadmij dengan nama CO. Banaran pada tahun 1905.Pabrik Kopi didirikan 6 tahun
kemudian tepatnya pada tahun 1911.sampai dengan saat ini, bangunan pabrik belum
pernah dibongkar ataupun direhab. Pada tahun 1950, Kebun Kopi Banaran digabung
dengan Kebun Assinan dengan nama Kebun Kopi Banaran / Assinan (CO. Kopi
Banaran/Assinan). Pada tahun 1957, tepatnya tanggal 10 Desember 1957 Kebun Kopi
Banaran / Assinan diambil alih oleh Pemerintah RI berdasar surat Nomor : Kpts - PM /
0073/12/ 1957 dari Panglima Teritorial & Teritorium IV Diponegoro, selaku Penguasa
Militer dibawah pimpinan Kolonel Soeharto, termasuk CO. Banaran.
Pada tahun 1959 diadakan reorganisasi, dimana Kebun – kebun didaerah Semarang
dibagi dalam beberapa Unit dan Kebun Kopi Banaran/ Assinan dan Banaran masuk
Unit C, dengan Direksi PPN Baru Unit C Semarang yang mengelola 15 Kebun yang
terletak didaerah Semarang, Pati dan Surakarta.
• Daerah Semarang: Kebun Gebugan, Kebun Ngobo, Kebun Kopi Banaran / Assinan,
Kebun Banaran dan Kebun Jatirunggo.
• Daerah Pati: Kebun Sukamangli, Kebun Gebangan, Kebun Bojongrejo, Kebun
Kopi Banaran Kecil, Kebun Rejowinangun, Kebun Bandarejo dan Kebun Jollong.
• Daerah Surakrta: Kebun Batujamus, Kebun Polokarto dan Kebun Tarikngarum.
4
Jarak antara kebun dengan pabrik sekitar 10 km. Transportasi untuk mengangkut
pekerja petik dan kopi glondong ke pabrik menggunakan truk. Truk juga digunakan
secara bergantian untuk menjemput pekerja petik pada pagi hari kemudian pada siang
dan sore hari mengembalikan pekerja serta membawa kopi glondong ke pabrik. Lokasi
pabrik memang berdekatan dengan penduduk karena mayoritas tenaga kerja yang
bekerja di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) pabrik kopi Banaran baik
5
karyawanpabrik, karyawan borong, dan staf kantor adalah penduduk setempat. Kebun
Assinan-Kempul terletak di Desa Assinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang
dengan luas area 401 hektar, ketinggian 400-600 meter di atas permukaan laut. Iklim di
daerah perkebunan termasuk iklim sedang dengan curah hujan yang cukup tinggi
sepanjang tahun. Suhu rata-rata berkisar antara 20-25ᵒC dan memiliki topografi
bergelombang. Kebun Assinan-Kempul memiliki kurang lebih 1600 pohon kopi tiap
hektarnya dengan jarak tanam 2,5×2,5 m. Lahan dibuat larik-larik untukmemudahkan
perawatan dan pemetikan. Wilayah Kebun Assinan-Kempul dibagi berdasarkan tahun
tanamnya, tanaman kopi tertua ditanam pada tahun 1974, dan yang termuda ditanam
pada tahun 1989. Di kebun AssinanKempul, ditanam kopi Robusta sebagai komoditas
utama. Ada beberapa klon kopi Robusta yang ditanam antara lain BP 234, BP 288, BP
42, BP 409, BP 354, BP 358, dan SA 237. BP adalah kependekan dari Balai Penelitian
Jember, sedangkan SA merupakan kependekan dari Sumber Asin, Jawa Timur.
Visi yang ingin diwujudkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IX Pabrik Kopi Banaran
adalah menjadi Perusahaan Agrobisnis yang berdaya saing tinggi dan tumbuh
berkembang bersama mitra.
SINDER TEHNIK
SUJOYO
KOORDINATOR
BUDI RAHAYU 1.b
pengeringan
Juru tulis pengolahan Analisa sortasi tehnik bangunan KEAMANAN
VISS / Masson
I. Sri Hadiyatun. 1.B Sumarman / Suyamto
suyadi. 1.b mustofa H 1.b mulyati 1.b barodin 1.a yasin 1.a SUALI 1.a
II. Sumiyatun. 1.a 1.b 1.b
Juru timbang /produksi Viss Nilai cacat Quality Qontrol Genset Tukang
1 Bastoni 1.a 1 Mudiyono 1.a Yuliatik Hll 1 Sri Masmuatun. 1a 1. Basori 1.b 1 Waluyo 1.a
Raung Pulper 2 Komedi. 1.a 2 Rosa Sri I 1.a 2. Suryono 1.a 2 Sero 1.a
1 Budiman 1.a 3 Jaenudin. 1.a 3 Tuminah. 1.a Air Pemel Halaman
2 Sudarno. 1.a 4 Paryono. 1.a 4 Ruwati 1.a 1. Muntato 1.a 1 Teguh Yuono 1.a
3 Bambang S. HLT 5 Muh Basori1. 1.a 5 Isroniyah Hlt 2. Udi W 1.a 2 Daryanto 1.a
4 Mahmudi. HLT Masson 6 Mundiyatun Hlt 3 Cobak Hll 3 lilik S Hlt
5 Yudi K. HLL 1 Slamet ikhsanto 1.a Ayakan Kendaraan 4 Rubiyah Hlt
2 Rudi Hartanto. Hlt 1 Junedi Hlt 1 Pawit 1.b
3 Darmawan Hlt 2 Zumroni Hlt 2 Gendro 1.b
4 Nano K. Hll 3 Suhatmoko 1.a
Huller/Packing 4 Eko B Hlt
1 Agus Wibowo Hll
2 Mafudin Hll
3 Wahyu Hll
4 Edi S Hll
5 Paijo Hll
3. SPESIFIKASI PRODUK
9
10
Berikut ini adalah table kapasitas produksi selama 4 tahun mulai dari tahun 2013 hingga
tahun 2016.
Proses pemasaran di PT. Perkebunan Nusantara IX ini langsung dilakukan oleh direksi
yang berada di Semarang.Pemasaran dilakukan di dalam dan luar negeri.Pemasaran di
dalam negeri dikirim ke pabrik-pabrik pengolahan kopi bubuk.Biasanya kopi yang di
kirim ke pabrik-pabrik dalam negeri adalah kopi dengan mutu lokal dengan kapasitas 80
kg/karung. Kemudian untuk kopi yang dikirim keluar negeri dengan mutu RWP 1 yang
memiliki kapasitas 60 kg/ karung biasanya di ekspor ke Italia, Jepang, Korea dan
Taiwan.
Kopi yang dikirim ke pabrik-pabrik di dalam negeri biasanya diolah kembali menjadi
produk yang bervariasi seperti produk permen kopi, minuman kopi, maupun kopi
bubuk. Pemesanan awal dilakukan di direksi PT. Perkebunan Nusantara IX di kota
Semarang, kemudian dilaporkan ke pabrik kopi Banaran untuk mengirim pesanan
tersebut. Sedangkan untuk kopi bubuk yang telah di buat sendiri oleh PT. Perkebunan
Nusantara IX hanya dijual di “Banaran Caffe” saja, namun ada pula beberapa hotel
yang memesan kopi bubukmaka dari pihak pabrik akan membuatkan pesanan tersebut.
Produk kopi bubuksachet tidak memiliki stock penyimpanan di Pabrik Kopi Banaran,
karena hanya dibuat saat ada pesanan.
4. PROSES PRODUKSI
12
Pada Gmabar 5., dapat dilihat penampakan buah kopi yang berwarna merah dan siap
dipanen yang telah berumur 14 hari setelah kemunculan bunga. Proses pemanenan
tersebut dilakukan satu kali dalam setahun yaitu pada bulan Juli hingga September,
dimana pada bulan tersebut merupakan masa dimana buah dinyatakan tepat masak dan
curah hujan tidak terlalu tinggi.
Pada Gambar 6., dapat dilihat bahwa sebelum proses pemanenan dimulai maka
persiapan yang perlu dilakukan oleh para pekerja borongan adalah membersihkan
13
kotoran/ daun – daun kering yang berada dibawah atau disekitar pohon kopi, kemudian
dibagian yang sudah dibersihkan tersebut diberi alas berupa karung atau terpal.
Perlakuan tersebut bertujuan untuk menampung buah kopi yang mungkin terjatuh saat
pemanenan dan agar buah kopi yang jatuh tidak kotor terkena tanah. Pada saat proses
pemanenan diusahakan untuk hanya memetik buah kopi yang berwarna merah, namun
terkadang masih ada buah hijau yang ikut terpetik.
Buah kopi merah yang telah dipetik kemudian dimasukkan kedalam senik (sejenis
kantong dari rotan) untuk penampungan sementara.Setelah penuh kemudian
dimasukkan kedalam karung dan dikumpulkan di tempat penampungan. Saat semua
proses pemetikan selesai dan seluruh karung berisi buah kopi sudah terkumpul maka
tahap selanjutnya adalah proses sortasi kebun.
Pada Gambar 7., dapat dilihat proses sortasi kebun dilakukan oleh pekerja borongan
yang memanen langsung setelah proses pemetikan selesai. Proses sortasi kebun ini
bertujuan untuk memisahkan buah masak dari buah yang berwarna hijau, serangga,
kotoran-kotoran yang ikut terambil pada saat proses pemanenan. Setelah proses sortasi
kebun selesai buah masak di masukkan kedalam karung, ditimbang, dan didata untuk
mempermudah pengangangkutan ke PT. Perkebunan Nusantara IX Pabrik Kopi
Banaran buah kopi diangkut menggunakan truck. Buah yang masih hijau yang telah ikut
terambil pada saat proses pemanenan akan di masukkan ke dalam karung yang berbeda
dan diberi tanda karena akan diproses dengan metode kering.Sesampainya di pabrik PT.
Perkebunan Nusantara IX maka buah kopi akan ditimbang kembali dan mengecek
apakah berat yang tercatat dikebun sama dengan berat yang terukur saat sampai di
pabrik. Apabila telah sesuai maka akan dilakukan beberapa analisa untuk memastikan
bahwa buah kopi yang dipanen sesuai dengan permintaan pabrik dan layak untuk proses
14
pengolahan. Analisa yang dilakukan adalah analisa hama, analisa warna, dan analisa
kambangan.
1. Sortasi Basah
Sortasi basah merupakan tahap pemisahan buah kopi yang memiliki kualitas baik
(Superior) dengan buah kopi yang memiliki kualitas kurang baik atau buruk
(Inferior).Sebelum memasuki proses pengolahan, buah kopi yang sebelumnya telah
ditimbang terlebih kemudian buah kopi masuk ke dalam bak penampung. Buah kopi
yang tertampung tersebut kemudian akan dialiri denga air mengalir bertekanan sehingga
akan masuk ke dalam lubang – lubang kecil dalam bak penampung yang nantinya akan
terhubung dengan bak Syphon. Buah kopi yang masuk ke dalam bak syphon kemudian
akan dipisahkan berdasarkan densitas atau berat buah kopi untuk mengetahui kualitas
15
buah yang baik dan yang kurang baik. Buah kopi yang memiliki kualitas baik akan
tenggelam di dasar bak Syphon karena memiliki densitas yang lebih tinggi maka disebut
kualitas Superior, sedangkan buah kopi yang memiliki kualitas kurang baik akan
mengapung dipermukaan bak Syphon karena densitasnya rendah maka disebut kualitas
Inferior.Buah kopi dengan kualitas Superior atau yang tenggelam tersebut nantinya
akan tersedot masuk ke dalam raung pulper dengan bantuan pompa, sedangkan buah
kopi dengan kualitas Inferior yang mengambang di permukaan bak Syphon akan
dialirkan menuju bak kambangan dengan bantuan pada pekerja yang mendorong
menggunakan alat dan sebagian akan langsung masuk ke dalam raung pulper khusus
kambangan dan akan diolah dengan metode pengolahan kering (Dry Process) bersama
dengan buah kopi yang berwarna hijau.
Pada gambar 8., dapat dilihat proses pemisahan buah kopi pada bak Syphonbahwa untuk
memisahkan buah kopi inferior atau yang mengapung selain dapat mengalir sendiri
kedalam bak kambangan namun juga perlu dibantu oleh tenaga manusia menggunakan
alat seperti plat kayu.
2. Pemlecetan (Pulping)
Pulping/ pemlecetan merupakan proses pengupasan atau pemisahan biji kopi dari
daging buahnya sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Selain proses
pemisahan biji kopi dengan daging buah di dalam raung pulper juga terjadi proses
pencucian biji kopi dengan bantuan air mengalir dalam raung pulper. PT. Perkebunan
Nusantara IX ini memiliki 4 mesin raung pulper dengan kapasitas masing-masing
16
sebesar 1,5 ton/jam dimana 3 buah mesin raung pulper untuk kopi kualitas Superior
dan 1 mesin raung pulper dikhususkan untuk kopi kualitas Inferior atau yang sering
disebut raung kambangan. Buah kopi yang telah masuk ke mesin raung pulper akan
terkupas kulitnya sehingga akan didapatkan biji kopi yang utuh dan masih memiliki
kulit tanduksering disebut dengan kopi HS (Horn Skin). Namun ada beberapa kopi hasil
dari pemlecetan ini yang rusak atau tidak utuh, hal ini disebabkan karena penyetelan
mesin yang kurang tepat.Kopi yang rusak tersebut nantinya akan masuk ke dalam
kelompok kopi dengan mutu lokal.
Pada Gambar 9., dapat dilihat 3 buah mesin raung pulper (dilihat dari bagiankiri) yang
pada bagian atasnya terhubung dengan pipa dari bak Syphon. Sedangkan untuk raung
pulper paling ujung kanan adalah raung kambangan, dapat dilihat bahwa pipa yang
terhubung ke raung kambangan berasal dari bak kambangan.
3. Pengeringan
Kopi yang telah telah dipisahkan dari daging dan kulitnya, kemudian dialirkan dengan
menggunakan pompa menuju ruang pengeringan (Viss Dryer) dan mesin pengeringan
(Masson Dryer). Proses pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi
dari 40-50% hingga mencapai 9-12%, karena kadar air yang tinggi akan menyebabkan
pertumbuhan jamur yang akan merusak kualitas dari biji kopi tersebut. Kopi dengan
kualitas Superior akan langsung dialirkan ke mesin pengering (Masson Dryer) yang
dapat dilihat pada gambar 10.
17
Pada Gambar 10., dapat dilihat bahwa Masson Dryer merupakan mesin pengering
dengan system rotary yang berbahan bakar kayu karet dan solar.
Pada PT. Perkebunan IX banaran ini memiliki 4 Masson Dryer dengan kapasitas yang
sama yaitu 15 ton, namun untuk Masson Dryer yang ke 4 tidak digunakan karena
menggunakan bahan bakar solar. Sebelum proses pengeringan dilakukan, biji yang
sudah masuk ke dalam mesin masson diputar terlebih dahulu untuk mengurangi kadar
air agar tidak merusak mesin akibat terlalu banyak air. Setelah mesin diputar, proses
pemanasan dilakukan dan blower dihidupkan untuk mengalirkan uap panas tersebut ke
dalam pipa-pipa yang terdapat pada masson. Proses pengeringan ini lebih efektif karena
panas yang diberikan lebih merata serta waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan
tidak terlalu lama yaitu sekitar 18-20 jam. Pengaturan suhu pemanas dikontrol dengan
menggunakan thermometer yang dipasang didepan mesin masson dryer. Pengaturan
pemanasan dilakukan secara bertahap yaitu:
- Pada pengeringan pertama dilakukan dengan suhu 120° C selama 10 jam.
- Pada pengeringan kedua suhu dinaikkan hingga 110° C selama 2 jam.
- Pada pengeringan ketiga dengan suhu 100° C selama 2 jam.
- Pada pengeringan keempat dengan suhu 90° C selama 2 jam.
- Pada pengeringan kelima dengan suhu 70° C selama 2 jam.
- Pada pengeringan keenam dengan suhu 40° C selama 2 jam.
Setelah proses pengeringan selesai kemudian dilakuan pengecekan kadar air dengan
menggunakan Cera Tester. Alat Cera Testerdapat dilihat pada gambar 11.
18
Pada Gambar 11., dapat dilihat alat pengukur kadar air biji kopi yang digunakan oleh
PT. Perkebunan Nusantara IX. Pengukuran kadar air menggunakan Cera Tester dengan
cara mengambil sampel sebanyak 100 gram dan ditimbang menggunakan timbangan
yang ada pada alat, kemudian diamati kadar air yang tertera pada alat. Batas maksimum
untuk kadar air pada biji kopi yang akan dijual adalah 12%.
Pada Gambar 12., dapat dilihat ruang Viss Dryer memiliki lantai yang berlubang –
lubang yang berfungsi untuk jalan masuknya udara panas dari bagian bawah lantai Viss
Dryer yang dihasilkan oleh pipa – pipa penyalur udara panas pada bagian bawah lantai.
Sebelum proses pengeringan dilakukan biji kopi yang dialirkan dari raung pulper
terlebih dahulu dituntaskan agar kandungan airnya tidak terlalu banyak, karena jika
kadar air yang berlebih akan menyebabkan kerusakan pada instalasi pengeringan.
Proses pembalikan pada proses pengeringan ini masih dilakukan secara manual oleh
tenaga kerja manusia, hal inilah yang menyebabkan hasil dari proses pengeringan kopi
tidak optimal karena pemnasan tidak merata. Lama pengeringan yang dilakukan adalah
selama 38-40 jam dengan pengaturan suhu secara bertahap yaitu:
- Suhu pengeringan awal : 40° C -80° C selama 8 jam,
- Suhu pengeringan kedua : 80° C -110° C selama 20 jam,
- Suhu pengeringan ketiga : 80° C -60° C selama 8 jam,
- Suhu pengeringan keempat : suhu diturunkan jadi 60° C -40° C selama 2 jam.
4. Pendinginan
20
Biji kopi HS yang telah mengalami proses pengeringan dengan menggunakan Viss
Dryer dan Masson Dryer kemudian di masukkan ke dalam karung yang bersifat food
grade dan dipindahkan ke ruang penampung. Pendinginan dilakukan selama 24 jam,
kemudian dilanjutkan ke proses penggerbusan. Selama proses pedinginan ini dilakukan
kontrol suhu serta kelembapan ruang penampung secara rutin, agar kondisi ruangan
tetap kering dan tidak terjadi pertumbuhan jamur pada biji kopi. Proses pendinginan ini
bertujuan untuk menyeragamkan kadar air dan suhu dari biji kopi hasil pengeringan,
supaya biji kopi yang akan di gerbus tidak mengalami kerusakan atau pecah. Ruang
penampung yang digunakan untuk mendinginkan kopi HS setelah dikeringkan berada di
dekat mesin Huller atau mesin penggerbusan, dapat dilihat pada gambar 13.
Pada Gambar 13., dapat dilihat bahwa kopi HS yang didinginkan dikemas dalam karung
dan disimpan pada ruang penampung sebelum kopi dapat digerbus atau dikupas.
5. Penggerbusan
Setelah melalui tahap pendinginan selama 24 jam, kemudian biji kopi dikupas
menggunakan mesin Huller.Pada tahap penggerbusan ini dilakukan pengupasan kulit ari
dan kulit tanduk dari kopi HS (horn skin) kering.Mesin huller memiliki corong yang
berfungsi untuk tempat masuknya kopi HS kering.Didalam mesin huller terdapat pisau
statis yang berfungsi sebagai penggiling dan juga menghancurkan kulit tanduk dan
mengupas kulit ari pada biji kopi tersebut, kemudian di dalam mesin huller terdapat fan
yang berfungsi untuk menghembuskan serpihan kulit ari yang terkelupas keluar dari
mesin .Serpihan kulit yang dihembuskan keluar dari mesin akan ditampung diluar ruang
huller dan ditempatkan pada suatu bak penampungan kulit ari yang nantinya akan dibeli
21
oleh pihak ketiga untuk dijadikan pakan ternak. Mesin Huller dapat dilihat pada gambar
14.
Pada Gambar 14., dapat dilihat bahwa biji kopi yang sudah terkupas (kopi whose)
langsung keluar melalui lubang pengeluaran dan ditampung di dalam karung 80 kg yang
ditandai dengan tampak biji kopi berwarna hijau kebiruan (Green coffee) akibat proses
pengeringan sebelumnya.
Pada proses penggerbusan (hulling) biji kopi kering diharapkan tidak banyak kulit
tanduk atau kulit ari yang masih membungkus biji kopi, tidak ada kopi yang masih
berupa kopi gelondong dan tidak banyak biji kopi yang pecah. Sehingga perlu dilakukan
penyetelan alat pengupas atau pisau pada huller, apabila terlalu rapat maka biji kopi
pecah dan jika terlalu renggang maka kulit tanduk dan kulit ari belum terkelupas.
dilakukan pengendalian dengan pengecekan ulang biji kopi hasil sortasi pekerja.
Pengecekan dilakukan secara samplingdi meja periksa oleh Quality Control (QS)
dengan memeriksa nilai cacat biji kopi yang telah dikelompokkan oleh buruh sortasi,
dapat dilihat pada gambar 15.
Pada Gambar 15., dapat dilihat proses quality control yang dilakukan di meja quality
control. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan apakah proses pemisahan dari
kotoran dan kulit yang dilakukan para pekerja borongan sudah sesuai atau belum
Setelah proses quality control pada meja quality control maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan nilai cacat ini kembali dilakukan pada biji kopi. Jumlah nilai cacat dihitung
dari contoh uji seberat 300 gram. Jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai
cacat, maka penentuan nilai cacat tersebut didasarkan pada bobot nilai cacat terbesar.
Penentuan besarnya nilai cacat pada biji kopi kering dan syarat pengelompokkan mutu
biji kopi Robustadilakukan berdasarkan SNI 01-2907-2008 yang dapat dilihat pada
Tabel 2 dan Tabel 3.
Adapun pengelompokan kualitas biji kopi kering hasil sortasi, yaitu: Mutu RWP 1,
Mutu RWP 4, Mutu Lokal, Mutu RDP.
24
a. Mutu RWP 1
Kopi yang memiliki kualitas RWP 1 ini yaitu kopi yang berasal dari buah kopi
merah, tidak memiliki cacat dan dari kenampakannya memiliki warna yang cerah.
Namun menurut SNI 01-2907-2008 kopi RWP ini memiliki nilai cacat antara 0%-
11%.
b. Mutu RWP 4
Kopi yang tergolong pada mutu RWP 4 merupakan kopi yang berbuah merah dan
hanya memiliki cacat dengan lubang satu.Namun jika mengacu pada SNI 01-2907-
2008 kopi RWP 4 ini memiliki nilai cacat antara 12%- 80%.
c. Mutu Lokal
Kopi yang masuk ke dalam mutu lokal merupakan biji kopi yang berasal dari buah
kopi merah dan merupakan biji pecah, berlubang lebih dari satu, tutul penuh dengan
sebagian diselimuti kulit ari, dan memiliki biji yang kisut.Menurut SNI 01-2907-
2008 kopi dengan mutu lokal ini memiliki nilai cacat antara > 80%.
d. Mutu RDP
Kopi yang termasuk kedalam mutu ini merupakan kopi yang berwarna hijau dan
diproses secara kering.
7. Pengayakan
Setelah biji kopi di sortir dan dilakukan pengecekan oleh QC lalu dilakukan pengayakan
yang bertujuan untuk mendapatkan biji kopi kering dengan ukuran yang seragam. Ada
empat jenis ukuran biji kopi kering yaitu L (large), M (medium), S (Small) dan kril.
Ukuran biji kopi di PTPerkebunan Nusantara IX Pabrik Kopi Banaran, Semarang
tersebut sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008 yang menyatakan bahwa ada 3
kelompok yaitu ukuran besar (large), ukuran sedang (medium) dan ukuran kecil (small).
Biji kopi yang berukuran L adalah biji kopi yang tidak lolos ayakan berdiameter 7,5
mm, biji kopi M adalah kopi yang lolos ayakan berdiameter 7,5 mm namun tidak lolos
ayakan berdiameter 6,5 mm, biji kopi S adalah biji kopi yang lolos ayakan berdiameter
6,5 mm namun tidak lolos ayakan berdiameter 5,5 mm dan kril adalah biji kopi yang
lolos ayakan 5,5 mm.
25
Pengayakan dilakukan secara terpisah untuk biji kopi kering kualitas 1 dan kualitas 4.
Pada biji kopi kering kualitas 1 digunakan ayakan guncang, sedangkan ayakan putar
(tromol) dipakai untuk mengayak biji kering kualitas 4 dan RDP. Pada ayakan putar
pemisahan dilakukan dalam silinder berputar dari plat besi yangberlubang dengan
ukuran berbeda – beda dari ukuran paling kecil (5,5 mm ke paling besar 7,5 mm).
Pengayakan dilakukan berdasarkan besarnya diameter biji kopi. Ayakan putar yang
digunakan ada dua. Ayakan putar berbentuk silinder yang diputar oleh motor listrik. Biji
kopi dari katador masuk kedalam silinder berputar, akibat putaran silinder kopi
bergerak. Biji kopi bergerak melewati ayakan terkecil (kril) menuju ayakan terbesar
(ukuran L), jika ukuran diameter biji kopi lebih kecil dari ukuran ayakan maka biji kopi
akan lolos dari ayakan keluar melewati lubang pengeluaran dan masuk ke karung.
Apabila diameter lebih besar biji kopi akan bergerak ke silinder denga ukuran ayakan
lebih besar.
Ayakan guncang berbentuk meja bertingkat tiga dimana tingkat pertama adalah ayakan
ukuran L, meja kedua adalah ayakan ukuran M dan meja paling bawah adalah ayakan
ukuran S. Biji kopi yang lolos ayakan akan turun ke meja dengan ayakan yang lebih
kecil untuk diproses sama seperti meja teratas. Kopi yang keluar dari lubang
pengeluaran ditampung dalam karung dan ditimbang 80 kg lalu disimpan.
26
1. Penjemuran
Kopi hijau yang ikut terpetik saat proses pemanenan diproses secara kering. Penjemuran
ini dilakukan dengan cara menghamparkan kopi ke lantai jemur supaya terkena
langsung dengan sinar matahari sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dengan
optimal. Penghamparan buah kopi di lantai harus memliki ketinggian maksimal 10 cm.
Apabila hamparan kopi terlalu tebal maka akan dapat mengakibatkan terjadinya
fermentasi yang akan menyebabkan kopi tersebut lembab.Proses penjemuran kopi ini
berlangsung sangat lama dan membutuhkan waktu hingga berhari-hari. Walaupun
begitu kadar air kopi belum tentu mencapai 9% maka untuk mengeringkan kopi hingga
kadar air 9% pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan viss dryer. Di PT.
Perkebunan Nusantara IX memiliki 4 lantai jemur dengan ukuran yang berbeda-beda,
yaitu :
- lantai I : 2530 cm x 2585 cm = 6540050 cm2 dengan kapasitas 4412,99 kg
- lantai II : 2988 cm x 490 cm = 1464120 cm2 dengan kapasitas 987,94 kg
- lantai III :1995 cm x 1989 cm= 3968055 cm2 dengan kapasitas 2677,5 kg
- lantai IV : 3794 cm x 924 cm = 3505656 cm2 dengan kapasitas 2365,49 kg
27
2. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan untuk menyeragamkan suhu dankadar air pada kopi yang
telah dikeringkan agar pada saat penggerbusan biji kopi tidak mudah pecah. Proses
pendinginan yang dilakukan sama seperti proses pendinginan pada pengoalahan basah.
3. Penggerbusan
Setelah suhu pada buah kopi kering seragam, kopi yang masih memiliki kulit buah
digerbus dengan menggunakan mesin Huller.Proses penggerbusan ini berbeda dengan
pengolehan kopi basah karena diperlukan setelan pisau yang digunakan untuk
mengupas buah kopi gijau yang kulitnya lebih keras daripada buah kopi merah.Alat
yang digunakan adalah Huller.
4. Sortasi kering
Setelah proses penggerbusan, biji kopi yang sudah bersih kemudian disortasi. Proses
penyortasian untuk kopi Inferior ini dilakukan setelah sortasi kopi superior selesai.
Kopi inferior ini diklasifikasikan berdasarkan mutu dan nilai cacatnya, yaitu :
28
a. RDP mutu 1
Kopi yang termasuk dalam mutu 1 ini memiliki nilai cacat antara 0%-11%, dan
berasal dari kopi inferior maupun kopi hijau.
b. RDP mutu 4
Kopi yang termasuk dalam mutu 4 ini memiliki nilai cacat antara 12%-80%, dan
berasal dari kopi inferior maupun kopi hijau.
c. RDP mutu lokal
Kopi yang termasuk dalam mutu 1 ini memiliki nilai cacat antara >80%, dan
berasal dari kopi inferior maupun kopi hijau.
5. Pengayakan
Proses selanjutnya setelah sortasi berdasarkan nilai cacat adalah pengayakan.
Pengayakan pada kopi Inferior ini menggunakan ayakan tromol. Klasifikasi pengayakan
kopi yang dihasilkan hanya dibagi menjadi 2, yaitu Large (L) dengan diameter 6,5 mm
dan Small (S) dengan diameter 3,5 mm.
Gambar 19. Pengepakan Biji Kopi Gambar 20. Penyimpanan Biji Kopi
(Dokumentasi Pribadi) (Amiq Jatek, 2012)
1. Penyangraian
Penyangraian atau roasting biji kopi dilakukan menggunakan mesin Roaster.Tujuan
penyangraian yaitu mengeluarkan aroma yang khas dari kopi serta untuk menghasilkan
warna kopi sesuai dengan yang diinginkan. Biji kopi yang berwarna hijau akan berubah
menjadi coklat akibat dipanaskan pada suhu tinggi. Semakin lama dipanaskan biji kopi
akan berubah menjadi coklat kehitaman.Mesin ini memiliki kapasitas sebanyak 12 kg
dalam sekali proses penyangraian dengan waktu kurang lebih 30-40 menit.Pada
awalnya Roaster dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu 150°C , setelah itu
kopi beras baru dapat mulai disangrai. Pada saat proses penyangraian berlangsung
mesin tidak boleh sering dibuka karena akan menyebabkan proses penyangraian tidak
optimal dan kopi tidak dapat matang secara sempurna.
2. Pendinginan
Kopi beras yang telah disangrai akan berubah warna menjadi coklat kehitaman, setelah
proses penyangraian selesai biji kopi dimasukkan kedalam wadah alumunium berbentuk
persegi kemudian didinginkan selama 6 jam. Pendinginan ini bertujuan untuk
menurunkan suhu dari kopi sangrai sebelum dilakukan penggilingan, karena bila biji
kopi sangrai masih dalam keadaan panas maka proses penggilingan tidak akan
maksimal karena ada uap panas yang masih dapat keluar ketika penggilingan. Selain itu
pendinginan bertujuan untuk menyeragamkan warna kopi, dan mencegah penguapan
sensyawa volatile pada saat digiling.
untuk pengolahan selanjutnya. Ukuran butiran Kopi Bubuk dapat diatur dengan
saringan yang ada di dalam grinder. Ukuran butiran Kopi Bubuk produk Banaran
Classic1,5 mm, Banaran Premium 1 mm dan Banaran Coffee0,8 mm. Pada proses ini
kopi sudah dapat dikomsumsi. Penerapan GMP yaitu baik dimana mesin grinder setelah
selesai langsung dibersihkan dan hasil dari proses grinder dipindahkan ke tong
alumunium dalam keadaan bersih tanpa ada air di sela – selanya. Karyawan
menggunakan jas lab dan masker saat bekerja.
yaitu 100 gram dan 250 gram. Ada juga yang dikemas secara primer seperti kopi
Premium danClassic. Produk yang dikemas dengan kemasan kardus ini juga dilaminasi
dengan tujuan agar melindungi kemasan kardus agar tidak lembab, tidak basah dan
tidak mengalami kerusakan pada label.Kopi bubuk yang paling banyak diproduksi
adalah kopi dengan kemasan kardus.Biasanya produk ini dikirim ke kampoeng kopi
banaran 32ank e direksi.
Berikut ini adalah beberapa jenis mesin pengemas kopi bubuk yang dimiliki PT.
Perkebunan Nusantara IX :
Berikut ini adalah beberapa jenis produk kopi bubuk yang dihasilkan oleh PT.
Perkebunan Nusantara IXyaitu kopi Banaran Classic, kopi Banaran Original, dan kopi
34
Gold:
Dalam uji citarasa dengan parameter fragrance diberi penilaian dengan skala 1 sampai
10.Dimana angka 1 merupakan penilaian untuk intensitas paling sedikit dan angka 10
merupakan penilaian untuk intensitas paling banyak.Apabila kopi bubuk mendapat nilai
dengan skala kurang dari 6 maka kopi tersebut memiliki cacat citarasa, sehingga perlu
direject atau tidak dikemas. Namun jika kopi bubuk tidak terdapat cacat citarasa atau
memperoleh nilai lebih atau sama dengan 6 dapat dilanjutkann uji aroma, flavor,
acidity, body, bitterness, winey, fruity, green, grassy, smokey, cereal, woody, papery,
baggy, chemical medicine, fermented, earthy, mouldy, dan musty. Pengujian tersebut
dilakukan dengan cara mengambil 15 gram kopi bubuk dan dilarutkan dengan 220 cc air
mendidih kemudian ditunggu sekitar 4 menit setelah itu dituangkan ke dalam mangkuk
dan diseruput menggunakan sendok untuk mengetahui citarasa yang dihasilkan kopi
bubuk.
Pengawasan mutu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dan menjamin kualitas
produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pengawasan mutu
meliputi seluruh rangkaian proses produksi mulai dari bahan baku hingga barang
setengah jadi atau barang jadi. Salah satu langkah pengawasan mutu biji kopi yang
dilakukan PT. Perkebunan Nusantara IX terhadap kualitas biji kopi yang dihasilkan
adalah dengan cara sortasi. Berikut ini adalah beberapa jenis sortasi yang dilakukan
untuk memperoleh biji kopi dengan mutu yang baik:
1. Sortasi kebun: adalah sortasi yang dilakukan pada saat panen untuk memisahkan
biji yang berwarna merah dan biji yang berwarna hijau. Kemudian diangkut
menggunakan truk dan dibawa ke pabrik, sampai di pabrik akan dilanjutkan
dengan analisa warna, analisa hama, dan analisa kambangan. Proses pemanenan
dikebun ini dilakukan menggunakan panduan ISO – 9000.Analisa hama dilakukan
dengan cara mengambil sampel buah kopi dari masing-masing kebun sebanyak
100 buah kopi merah secara acak. Kemudian di amati satu persatu, jika ada buah
kopi yang berlubang maka menandakan bahwa buah kopi tersebut terserang hama
dan untuk memastikan bahwa buah kopi tersebut terserang hama, dapat dilakukan
dengan cara menyayat kulit buah kopi dengan cutter.
2. Sortasibasah : adalahproses sortasi yang dilakukan dengan cara memasukkan buah
kopi ke dalam bak siphon yang berisi air. Kemudian dapat dipisahkan buah kopi
yang mengapung (kualitas inferior) dan kopi yang tenggelam (kualitas superior).
3. Sortasi kering : adalah proses sortasi yang dilakukan setelah buah kopi mengalami
proses pengeringan dan penggerbusan. Sortasi kering dilakukan dengan 2 metode
yaitu secara mekanik dan secara manual. Metode sortasi secara mekanik dilakukan
dengan menggunakan alat ayakan tromol dan ayakan getar untuk memperoleh
ukuran biji kopi yang berbeda – beda yaitu ukuran Large, Medium, Small, Krill.
Sedangkan metode ortasi secara manual atau sering disebut quality control
dilakukan oleh para ahli yang mengerti tentang kualitas biji kopi yang baik dengan
menghitung nilai cacat yang berpedoman pada SNI 01-2907-2008.
5. PEMBAHASAN
Mutu adalah gabungan menyeluruh dari karakteristik produk dan jasa terhadap bagian
pemasaran, engineering, manufacturing, dan maintenance agar produk dan jasa tersebut
sesuai dengan harapan dari konsumen (Mentari, 2011).Selain itu menurut Internasional
Organization of Standarization (ISO) 90001, mutu secara menyeluruh merupakan
keistimewaan dan karakteristik dari sebuah produk dan jasa yang berbeda dengan
kemampuanya untuk memuaskan keinginan yang tercatat atau akibatnya.
Pengendalian mutu adalah tindakan atau kegiatan operasional yang digunakan untuk
memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses,
melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab
timbulnya hasil yang tidak sesuai pada tahapan rangkaian mutu yang relevan agar
tercapai keefektivitasan dan ekonomis (Insani D.D. et al., 2011). Menurut Hubbeis &
Sonalia (2013) pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem
pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan dan hasil
akhir. Terdapat 2 macam pengendalian mutu, yaitu secara internal dan secara
eksternal.Pengendalian mutu secara internal atau citra mutu pangan dapat diniai
berdasarkan ciri fisik seperti penampilan, konsistensi, citarasa serta berdasarkan atribut
tersembunyi seperti nilai gizi dan jumlah cemaran mikroba.Sedangkan pengendalian
mutu secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai
konsistensi mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam
maupun di luar negeri.Pengendalian mutu bahan pangan juga dapat memberikan makna
upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau
produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen.
Kegiatan pengendalian mutu meliputi metode umum seperti memeriksa akurasi data dan
perhitungan serta penggunaan standar prosedur yang disetujui untuk perhitungan emisi,
pengukuran, estimasi ketidakpastian, pengarsipan informasi dan pelaporan (Insani D.D.
et al., 2011).Pengedalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, dan objektif dalam memantau dan menilai produk yang
dihasilkan perusahaan yang kemudian dibandingkan dengan standar yang ditetapkan
serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu
37
38
produk.Tujuann pengendalian mutu meliputi dua tahap, yaitu tujuan antara dan tujuan
akhir.Tujuan antara pengendalian mutu adalah untuk mengetahui mutu produk yang
dihasilkan produsen/ perusahaan.Sedangkan tujuan akhir yaitu untuk meningkatkan
mutu produk yang dihasilkan.Pengendalian mutu penting dilakkan karena dapat
meningkatkan indkes kepuasan mutu (quality satisfaction index), produktivias dan
efisiensi, keuntungan, pangsa pasar, serta kepuasan konsumen.
PT. Perkebunan Nusantara IX (persero) sebagai salah satu perusahaan milik Negara
selalu berusaha menghasilkan produk – produk yang memiliki mutu tinggi untuk
diekspor ke luar negeri maupun dipasarkan di dalam negeri. Setiap tahapan proses
pengolahan kopi di PT. Perkebunan Nusantara IX memiliki standar operasional yaitu
ISO-9001 : 2008 dan setiap produk yang dihasilkan juga memiliki standar mutu tertentu
demi mempertahankan kepuasan konsumen. Pengendalian mutu harus dilakukan sejak
persiapan dan penerimaan bahan baku, proses pengolahan, dan selama penyimpanan
demi menghasilkan produk yang sesuai standar. Pengendalian mutu biji kopi di PT.
Perkebunan Nusantara IX dilakukan salah satunya dengan proses yang disebut dengan
sortasi, yaitu pemisahan mutu biji kopi berdasarkan kualitasnya.
Pengendalian mutu buah kopi dan biji kopi dilakukan pada saat setelah buah kopi
dipanen atau yang sering disebut degan sortasi kebun, lalu sortasi mutu buah kopi yang
dilakukan saat buah kopi datang dan diterima oleh pihak pabrik, kemudian sortasi basah
atau saat kopi masuk kedalam bak syphon, dan sortasi kering atau saat biji kopi telah
dikupas. Pada setiap tahap sortasi inilah dilakukan pengambilan beberapa sampel untuk
mengecek mutu dari buah kopi dan biji kopi, dapat dilihat pada Diagram 1.mengenai
proses produksi kopi di PT. Perkebunan Nusantara IX.
39
Proses Pemanenan
Pengeringan di Lantai
Bak Penerimaan Sortasi Buah di Kebun
Penjemuran
Raung Pulper
Penggerbusan
Solid Pump
Penggerbusan
Keterangan :
Pengayakan : pengambilan sampel
Ukuran (L,M, S)
40
Berdasarkan diagram 1 dapat diketahui bahwa pada beberapa titik proses produksi
dilakukan pengambilan sampel buah kopi dan biji kopi untuk dilakukan pengendalian
mutu dengan cara sortasi.Pada saat sortasi di kebun dilakukan pengambilan beberapa
sampel untuk mengetahui apakah hasil sortasi kebun sudah maksimal atau belum.
Setelah proses penampungan buah kopi di bak penampung dilakukan pengambilan
sampel untuk analisa warna dan analisa hama, saat buah masuk ke dalam bak Syphon
dilakukan pengambilan sampel untuk analisa kambangan. Pada saat proses
penggerbusan selesai juga diambil beberapa sampel untuk dilakukan pengecekan
apakah kopi glondong sudah benar – benar terpisah dari kulitnya, pada proses sortasi
juga diambil beberapa sampel untuk dianalisa nilai cacatnya agar diketahui mutu dari
biji kopi tersebut, kemudian diambil beberapa sampel saat proses pengayakan untuk
memastikan apakah hasil sortasi berdasarka ukuran sudah berjalan dengan maksima.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengendalian mutu pada bagian
sortasi yang diterapkan PT. Perkebunan Nusantara IX dan standar atau kriteria yang
digunakan dalam pengendalian mutu buah kopi dan biji kopi.
Pada proses sortasi kebun ini pengendalian mutu buah kopi dilakukan oleh unit
pengolahan pabrik di kebun. Unit ini bertanggungjawab dalam menyediakan kuantitas
dan kualitas buah kopi yang baik. Pengendalian mutu pada proses sortasi kebun ini
dilakukan secara administratif dan operatif. Pengendalian mutu secara administratif
41
dilakukan dengan cara mencatat setiap hasil panen yang masuk pada saat itu pada buku
laporan mengenai berapa banyak hasil panen yang diperoleh, berapa banyak hasil panen
yang tidak lolos seleksi panen karena buah hitam ataupun buah rusak karena
kontaminasi serangga, serta berapa banyak buah hijau yang ikut terpanen. Sedangkan
pengendalian mutu secara operatif dilakukan dengan cara mengawasi para pekerja
panen borongan secara langsung pada saat proses pemanenan dan saat proses sortasi,
karena terkadang ada pekerja yang tidak dengan sungguh – sungguh memisahkan buah
merah dengan buah yang hijau dan hanya mengejar target maka perlu diawasi dengan
sungguh – sungguh dan juga memperhatikan sarana – prasarana yang dapat mendukung
kegiatan panen.
fisik buah dapat menurunkan mutu produk akhir sehingga kriteria mutu saat penerimaan
bahan baku perlu ditaati seluruh pihak. Pengedalian mutu buah kopi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai macam analisa yang dilakukan pada tahap penampungan
hal tersebut bertujuan agar tidak mengganggu proses penerimaan dan penimbangan kopi
dari kebun. Selain itu analisa yang dilakukan pada saat proses penampungan dapat
meningkatkan efektivitas kerja, baik itu proses peimbangan maupun proses analisa,
serta ditujukan agar sampel uji diambil secara rata dari seluruh sumberkebunyang telah
melakukan pengiriman. Berikut ini akan dijelaskan beberapa analisa yang dilakukan
untuk menjamin mutu bahan baku yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara IX
43
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa syarat mutu buah kopi sebagai bahan baku
harus matang sempurna dengan warna merah dan kondisinya segar. Buah hijau yng
banyak tercampur dalam buah merah akan sangat memperngaruhi mutu produk akhir.
Ciri fisik yang tidak sesuai dengan syarat mutu tersebut akan menyebabkan kecacatan
produk sehingga bernilai lebih rendah. Oleh karena itu, dilakukan pemisahan buah
merah dan buah hijau sejak panen dari kebun. Namun hal ini tidak dapat menjamin
secara penuh buah hijau tidak terikut sama sekali ke dalam buah merah, sehingga
dilakukan analisa warna pada buah kopi untuk menjaga presentase kopi hijau sesuai
dengan standar maksimumnya pada tahap penerimaan bahan baku. Berikut ini adalah
data analisa warna yang dilakukan pada tanggal 2 September oleh para pekerja di PT.
Perkebunan Nusantara IX:
45
Jumlah Warna
Perkebunan Tanggal Analisis Sampel Hijau Kuning Merah Hitam
(kg) (%) (%) (%) (%)
Kebun
2 September 2016 1 5 3 91 1
Sukamangli
Kebun Getas 2 September 2016 1 6 3 90 1
Kebun Ngobo 2 September 2016 1 4 2 93 1
Pada table5., dapat diketahui bahwa persentase buah hijau tertinggi saat pengiriman
bahan baku dari kebun Getas yaitu sebesar 6%. Presentase buah kuning tertinggi adalah
sampel dari kebun Sukamangli dan kebun Getas yaitu sebesar 3%. Presentase buah
hitam dari kebun Sukamangli, kebun Getas, dan kebun Ngobo masing – masing
memiliki presentase yang sama yaitu sebesar 1%. Presentase buah merah tertinggi dari
kebun Ngobo yaitu sebesar 93%.
Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui bahwa persentase buah hijau yang terikut saat
panen dan pengiriman ke pabrik masih diatas batas maksimal yaitu 2%, sehingga
diperlukan pengawasan yang lebih ketat dari pihak pabrik saat sortasi kebun maupun
saat penerimaan bahan baku. Setiap tahap penerimaan bahan baku pihak pabrik selalu
mengisi buku catatan bahan baku masu yang berisi jumlah buah kopi merah dan kopi
hijau yang dikirim dari kebun dan diterima pabrik sehingga ketidaksesuaian dengan
standar yang ditetapkan dapat dilaporan kepada pihak kebun. Dengan harapan setelah
pelaporan tersebut selanjutnya saat panen dan pengiriman bahan baku jumlah kopi hijau
yang terikut dan dikirim ke pabrik dapat diminimalkan sehingga mutu produk dapat
terjaga.
adalah data analisa hama yang dilakukan pada tanggal 2 September 2016 oleh para
pekerja di PT. Perkebunan Nusantara IX:
Dari hasil analisa hama tersebut dapat diketahui bahwa masih ditemukan kerusakan
yang disebabkan oleh serangan hama pada beberapa buah kopi dari kebun Sukamangli,
kebun Getas, dan kebun Ngobo yang diterima sebagai bahan baku. Hal tersebut tidak
dapat dihindari secara penuh karena kondisi kecacatan fisik buah sudah terjadi sejak
kopi ditanam sebagai akibat serangan hama dan penyakit pada tanaman kopi. Salah satu
jenis hama yaitu serangga Hypotheneus hampei yang dapat melubangi kulit buah dan
masuk kedalam biji kopi. Serangan hama pada buah kopi menyebabkan gugur buah,
serangan pada buah kopi yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang –
lubang dan bermutu rendah (Hulupi & Martini, 2013). Hal tersebut dapat diminimalkan
dengan cara pengendalian hama sejak penanaman di kebun untuk mengurangi
penyebaran penyakit sehingga buah kopi bermutu baik tetap dihasilkan dalam jumlah
banyak. Berdasarkan data analisa hama terjadi penurunan prosentase buah baik jika
dibandingkan dengan analisa warna, dapat dilihat pada kebun Ngobo presentase buah
merah adalah 93% sedangkan saat dilakukan analisa hama terjadi penurunan jumlah
prosentase buah baik menjadi 91%. Hal tersebut disebabkan karena hamaHypotheneus
hampei lebih menyukai buah yang berwarna merah sebagai makanannya, namun hama
juga mulai meletakkan telurnya pada saat buah kopi masih berwarna hijau dan telur
akan berkembang hingga buah berwarna merah (Vega et al., 2009).
47
Dari hasil analisa kambangan dapat diketahui bahwa buah kopi yang rusak masih
ditemukan padasampel dari kebun Sukamangli, kebun Getas, maupun kebun Ngobo.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kopi rusak dihasilkan akibat serangan hama
dan penyakit tanaman kopi. Kopi yang mengambang adalah kopi yang memiliki
densitas rendah, disebabkan karena adanya lubang-lubang akibat serangan hama atau
bisa juga karena biji kopi tidak tumbuh sempurna atau sering disebut “buah kopong”
akibat dari kecacatan saat proses pertumbuhan tanaman kopi.Hal tersebut menyebabkan
data analisa kambangan akan lebih rendah prosentase buah baiknya dibandingkan
dengan data analisa hama, karena tidak semua biji yang densitasnya rendah disebabkan
karena serangan hama. Biji yang tidak tumbuh sempurna akan mengakibatkan buah
kopi menjadi kosong atau kopong karena saat proses pertumbuhan buah kopi kurang
nutrisi yang mencukupi atau akibat perubahan iklim yang ekstrim. Kerusakan tersebut
48
dapat diminimalkan dengan langkah pengendalian saat penanaman buah kopi di kebun
dan perawatan yang rutin bagi buah kopi dan tanamankopi.
Setelah dilakukan analisa warna, hama, dan kambangan maka dapat diketahui standar
buah kopi yang diterima pabrik dari berbagai lokasi kebun, sehingga nantinya akan
dapat dilakukan pengolahan yang berbeda – beda pada tiap jenis buah kopi. Buah yang
memiliki warna merah akan masuk ke dalam proses pengolahan basah (wet process)
sedangkan buah kuning dan hijau akan masuk ke dalam proses pengolahan kering (dry
process), dan buah hitam akan dibuang bersama dengan limbah. Pengaruh dari jumlah
kopi yang terserang hama dan kopi yang mengambang akan tetap diproses namun
nantinya akan masuk ke dalam kopi dengan mutu local dan tidak dijual kepada
konsumen luar negeri.
kotoran atau benda asing dilakukan karena pada saat penerimaan buah kopi dapt
terkontaminasi oleh daun, ranting kecil, plastik, dan lain sebagainya. Sehingga
pembersihan kotoran – kotoran tersebut ditujukan agar tidak terjadi penyumbatan aliran
dan mengganggu proses pemisahan dalam bak Syphon. Selain itu debit dan arus listrik
pada saat air dialirkan harus selalu dikendalikan, apabila debit terlalu tinggi maka buah
kopi tidak akan terpisah secara sempurna. Tindakan pengendalian mutu tersebut apabila
telah terlaksana dengan baik maka akan dihasilkan buah kopi yang memiliki kriteria
mutu yang sesuai yaitu apabila buah kopi mengapung berarti buah tersebut memiliki
kualitas inferior dan apabila buah kopi ternggelam berarti buah kopi tersebut memiliki
kualitas superior. Buah kopi yang berkualitas superior inilah yang nantinya akan masuk
ke dalam proses pengolahan basah sehingga mutu biji kopi yang dihasilkan baik,
sedangkan buah inferior yang telah dipisahkan akan masuk ke dalam proses
pengolahann kering dan dihasilkan biji kopi dengan kualitas yang rendah dan mutu
lokal.
masih terbawa saat proses penggerbusan. Proses tersebut sesuai dengan pernyataan
Widyotomo, et al., (2006) bahwa proses sortasi manual harus dapat menghasilkan biji
yang disortasi sebanyak 100 kg/ hari/ orang. Tahap kedua adalah sortasi manual oleh
para petugas quality control di meja quality control, para petugas bertugas untuk
mengecek kembali biji kopi yang telah disortasi oleh pekerja borongan dan juga
melakukan analisa nilai cacat.Analisa nilai cacat ini hanya dapat dilakukan oleh para
petugas quality control yang sudah ahli dalam mengamati kecacatan fisik yang ada di
biji kopi. Analisa nilai cacat dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 300
gram, kemudian diamati secara keseluruhan apakah ada kecacatan pada sampel dan
dicocokkan dengan tabel nilai cacat SNI 01-2907-2008 dan dilakukan perhitungan
persentase nilai cacat. Berdasarkan perhitungan nilai cacat akan diperoleh standar mutu
nilai cacat biji kopi yang dipakai oleh PT. Perkebunan Nusantara IX ada 3 mutu (dapat
dilihat pada Gambar 30), yaitu:
- Mutu 1 : adalah biji kopi yang memiliki nilai cacat antara 0% - 11%
- Mutu 4 : adalah biji kopi yang memiliki nilai cacat antara 12% - 80%
- Mutu lokal : adalah biji kopi yang memiliki nilai cacat lebih dari 80%
Pemilihan mutu yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara IX sesuai dengan
penggolongan mutu yang diatur dalam SNI 01-2907-2008. Biji kopi dengan mutu 1
akan diekspor ke luar negeri, sedangkan biji kopi dengan mutu 4 dan mutu lokal akan
dipasarkan ke dalam negeri. Penggolongan mutu biji kopi ini dilakukan untuk
memenuhi permintaan dari pasar luar negeri yang menghendaki produk kopi yang
mereka hasilkan nantinya memiliki kualitas dan citarasa yang baik.Setelah dilakukan
penggolongan berdasarkan nilai cacat kemudian biji kopi masuk ke tahap sortasi
selanjutnya yaitu sortasi mekanik untuk memisahkan biji kopi berdasarkan ukuran agar
diperoleh keseragaman ukuran biji kopi.
biji kopi yang lebih efisien. Proses sortasi dengan menggunakan mesin ayakan akan
diperoleh beberapa ukuran biji kopi berdasarkan diameternya, yaitu:
- Large : adalah biji kopi yang memiliki diameter kurang lebih 7,5 mm.
- Medium : adalah biji kopi yang memiliki diameter kurang lebih 6,5 mm.
- Small : adalah biji kopi yang memiliki diameter kurang lebih 5,5 mm.
- Krill : adalah biji kopi yang memiliki diameter kurang dari 5,5 mm.
Penggolongan biji kopi berdasarkan ukuran ini dilakukan agar diperoleh keseragaman
ukuran biji kopi dan dapat disesuai dengan mutu biji kopi tersebut. Hal tersebut
dilakukan agar diperloleh biji kopi dengan mutu biji kopi robusta wet process dengan
mutu 1 dan mutu 4 berukuran Large, Medium, Small serta biji kopi robusta wet process
dengan mutu lokal. Pada biji kopi robusta dengan mutu lokal ini merupakan biji kopi
yang pecah, tidak utuh dan berukuran krill atau lebih kecil dari small.
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana cara melakukan analisa nilai cacat yaitu pertama
diambil sampel sebanyak 300 gram dari masing – masing golongan mutu, kemudian
diamati kondisi fisik biji kopi dan dicocokkan dengan tabel nilai cacat SNI 01-2907-
2008 setelah itu dilakukan perhitungan nilai cacat.
Hasil perhitungan dari pengamatan jenis kecacatan yang ada pada masing – masing
golongan mutu dapat dilihat pada Tabel 8.
Hasil perhitungan dari pengamatan jenis cacat kemudian dijumlah pada masing –
masing mutu, dan dimasukkan kedalam tabel hasil nilai cacat pada Tabel 9.
Nilai cacat
Tetapan
Jenis Cacat
Nilai Cacat 1L 1M 1S 4L 4M 4S
Biji hitam 1
Biji hitam sebagian ½ 0.5 1 1.5
Biji hitam pecah ½
Kopi gelondong 1
Biji cokelat ¼
Kulit kopi ukuran besar 1
Kuit kopi ukuran sedang ½
Kulit kopi ukuran kecil 1/5
Kopi berkulit tanduk ½
Kulit tanduk ukuran
½
besar
55
Kecacatan yang ditemukan pada kopi berasal dari beberapa hal, seperti biji keriput
berasal dari buah yang masih muda yang belum layak diolah, biji berlubang disebabkan
karena buah kopi terserang hama bubuk, biji pecah diakibatkan oleh penyetelan mesin
huller yang tidak tepat dan kopi tidak didinginkan terlebih dahulu sebelum masuk ke
dalam huller, biji pecah yang diikuti oleh perubahan warna disebabkan karena
penyetelan raung pulper yang salah, biji belang atau biji bertutul akibat dari proses
pengeringan yang tidak merata atau tidak dilakukan pembalikan kopi secara teratur
namun juga dapat disebabkan karena penyimpanan kopi yang terlalu lama sebelum
diolah sehingga mengakibatkan kopi ditumbuhi jamur, biji kopi hitam akibat
penggunaan suhu pengeringan yang terlalu tinggi dan tidak dilakukan pembalikan kopi.
56
Berikut ini adalah gambar kenampakan biji kopi yang memiliki kecacatan:
Gambar 33. Perbedaan Kopi Mulus dengan Kopi Belang (dokumentasi pribadi)
5.5.Kualitas Biji Kopi dan Pengaruh Terhadap Rasa dan Aroma Kopi Bubuk
Kualitas biji kopi yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara IX adalah kualitas yang
diukur dari nilai cacat dan ukuran dari biji kopi itu sendiri. Bagi perusahaan yang
memiliki produk yang nantinya akan diekspor ke luar negeri karakteristik kopi sangat
erat kaitannya dengan ukuran biji kopi, hal tersebut dikarenakan ukuran biji kopi yang
besar akan mendapatkan harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan biji kopi
yang berukuran kecil (Leroy et al., 2006). Selain untuk mendapatkan keuntungan yang
tinggi, penggolongan ukuran biji kopi ini juga berpengaruh terhadap kualitas rasa dan
aroma kopi saat diolah menjadi kopi bubuk. Keseragaman ukuran dari biji kopi akan
mempengaruhi hasil dari proses penyangraian (roasting) karena ukuran yang seragam
dapat menjadikan kualitas hasil biji kopi sangrai yang merata dan dapat menghindari
kegosongan biji saat disangrai (Subedi, 2011).
Ukuran biji kopi akan mempengaruhi rasa yang terdapat pada kopi, hal tersebut sesuai
dengan pernyataan (Rejo, Rahayu, & Panggabean, 2008) bahwa semakin kecil ukuran
biji kopi maka akan semakin menurun rasa pada biji kopi dikarenakan proses ekstraksi
senyawa – senyawa pembentuk rasa yang berlangsung dengan lebih cepat. Senyawa
tersebut adalah golongan fenol, golongan senyawa karbonil, golongan asam amino,
golongan senyawa karbonil asam, dan golongan asam (Yusdilai, 2013). Senyawa
pembentuk rasa dan aroma tersebut dapat timbul saat proses penyangraian biji kopi.
Penyangraian merupakan kunci utama dalam pembentukan flavor dari biji kopi, tingkat
58
proses penyangraian memiliki 3 tingkatan, yaitu ringan (light) dengan suhu 190o –
195oC untuk menghilangkan kadar air sebanyak 3 – 5%, medium dengan suhu di atas
200oC untuk menghilangkan kadar air sebanyak 5 – 8% dan gelap (dark) dengan suhu
205oC utnuk menghilangkan kadar air sebanyak 8 – 14%(Randriani, et al., 2014). Pada
proses penyangraian ini sangat dipengaruhi oleh kadar air dari biji kopi, apabila ukuran
dan mutu biji kopi besar namun nilai cacatnya tinggi akan mudah menyerap air, hal
tersebut dikarenakan kopi mempunyai jaringan sel yang tidak sempurna sehingga
volume kosong dalam kopi juga lebih banyak. Kopi yang memiliki jumlah sel yang
lebih rendah akan lebih mudah mengalami pengembangan volume biji kopi sehingga
kadar air akan lebih tinggi (Almada, 2009). Kadar air yang meningkat inilah yang akan
menyebabkan proses penyangraian akan semakin lama dan suhu yang digunakan juga
akan semakin tinggi karena air yang akan dihilangkan semakin banyak. Suhu yang
tinggi dan waktu penyangraian yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya
pirolisis atau dekomposisi termokimia bahan organik dan senyawa – senyawa
pembentuk rasa dan aroma akan menguap bersama dengan air (Yusdilai, 2013).
Mutu biji kopi merupakan factor yang menentukan aroma kopi yang akan dihasilkan.
Semakin baik mutu kopi beras, maka aroma kopi akan semakin baik (Towaha et al.,
2012). Aroma kopi yang telah melalui tahap penyangraian akan mengalami proses
penguapan senyawa volatile yang terdapat dalam biji kopi tersebut. Seperti yang
diketahui bahwa di dalam biji kopi terkandung senyawa volatile seperti aldehida,
furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat
mudah menguap (Yusdilai, 2013). Sehingga proses penyangraian yang terlalu lama dan
suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan senyawa volatile tersebut langsung
menguap dan saat biji kopi akan dilanjutkan ke tahap grinding (penggilingan) aroma
kopi akan menjadi tidak kuat atau sudah hilang karena penguapan.
59
6.1. Kesimpulan
• Pengawasan mutu yang dilakukan pada setiap tahap proses produksi sangat
mempengaruhi produk yang dihasilkan.
• Proses pengawasan mutu yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara IX pabrik
kopi Banaran ini dilakukan mulai dari penanaman bibit kopi, penyediaan bahan
baku hingga proses pengolahan dengan mengacu pada SNI 01-2907-2008.
• PT. Perkebunan Nusantara IX menggunakan acuan ISO 9001 : 2008 sebagai
tindakan pengendalian mutu dan perlindungan terhadap konsumen.
• Penggolongan mutu biji kopi yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara IX adalah
dengan cara sortasi.
• Proses sortasi dilakukan secara manual dengan menghitung nilai cacat dan secara
mekanik dengan pengayakan.
• Sortasi nilai cacat dilakukan agar diperoleh biji kopi dengan mutu 1, mutu 4, dan
mutu lokal.
• Sortasi secara mekanik dilakukan agar diperoleh biji kopi dengan ukuran large,
medium, small, dan krill.
• Pengendalian mutu pada saat proses sortasi dilakukan dengan tujuan agar diperoleh
mutu biji kopi terbaik
60
• Kualitas biji kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma dari kopi bubuk yang
akan dihasilkan.
6.2. Saran
• Perlunya peningkatan nasehat, teguran, maupun pengawasan mandor pengolahan
untuk meningkatan kualitas bahan baku yang diterima, diolah, dan dihasilkan.
• Perawatan mesin secara berkala harus rutin dilakukan agar pengolahan biji kopi
menjadi optimal dan penggantian mesin yang rusak atau inovasi mesin dengan
memanfaatkan mesin – mesin lama.
• Penambahan ruangan untuk melakukan analisa warna, hama, kambangan, bahkan
analisa nilai cacat serta pengujian kadar air agar diperoleh hasil yang akurat.
• Perbaikan dan pembersihan meja quality control agar proses quality control dapat
maksimal.
• Kebersihan dan kenyamanan tiap ruang produksi di PT. Perkebunan Nusantara IX
harus lebih diperhatikan agar tidak terjadi kontaminasi silang yang tidak diinginkan
pada produk.
• Perlu dilakukan koreksi manual mutu yang berbasis kinerja sertaa dilakukan revisi
sehingga seluruh aspek dalam perusahaan dapat berjalan dengan baik mengikuti
standar prosedur terbaru yang digunakan.
• Perlu dilakukan inovasi pengemasan produk agar lebih menarik, serta dilakukan
pengujian terhadap tanggal kadaluarsa kopi bubuk agar dapat dicantumkan pada
kemasan.
61
7. DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2907-2008 Standar Nasional Indonesia (SNI) Biji
Kopi : Penentuan Kopi Lolos Ayakan, NIlai Cacat, dan Kotoran.
Hubbeis, M., & Sonalia, D. (2013). Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Di Tiga
Usaha Kecil Menengah Tahu Kabupaten Bogor Musa Hubeis, IV(2), 112–127.
Hulupi, R., & Martini, E. (2013). Budidaya dan Pemeliharaan Tanaman Kopi di Kebun
Campur, 72.
Leroy, T., Ribeyre, F., Bertrand, B., Charmetant, P., Dufour, M., Montagnon, C., …
Pot, D. (2006). Genetics of coffee quality. Brazilian Journal of Plant Physiology,
18(1), 229–242. https://doi.org/10.1590/S1677-04202006000100016
Mentari, Dyhart Putri. (2011). Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Tuna Loin
(Thunnus sp.) Menggunakan Metode Six Sigma. Departemen Teknologi Hasil
Peraian Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
62
Randriani E., Dani, dan Edi Wardiana. (2014). Evaluasi Ukuran Biji Beras, Kadar
Kafein, dan Mutu Cita Rasa Lima Kultivar Kopi Arabika. Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi.
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rejo, A., Rahayu, S., & Panggabean, T. (2008). Karakteristik Mutu Biji Kopi Pada
Proses Dekafeinasi, (711), 1–15.
Subedi, R. N. (2011). 01. Comparative Analysis of Dry and Wet Processing of Coffee
: a Case of Panchkhal
With Respect To Quality and Cost in Kavre District , Nepal
Village. International Research Journal of Applied and Basic Sciences, 2(5), 181–
193.
Soeharto, Iman. (1999). Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional, Jilid
1. Jakarta: Erlangga.
Towaha Juniaty, Eko Heri Purwanto, dan Asif Aunillah. (2012). Peranan Pengolahan
Terhadap Pembentukan Citarasa Kopi. Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar, Sukabumi.
Widyotomo, S., Mulato, S., & Suharyanto, E. (2006). Optimasi Mesin Sortasi Biji Kopi
Tipe Meja Konveyor untuk Meningkatkan Kinerja Sortasi Manual, (1), 57–75.
Yusdilai, W. (2013). Pengaruh Suhu Dan Lama Penyaringan Terhadap Tingkat Kadar
Air Dan Keasaman Kopi Robusta, 1–28.
63
8. LAMPIRAN