Proposal Kelancaran Produksi Asi
Proposal Kelancaran Produksi Asi
Proposal Kelancaran Produksi Asi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Elfrida (2020), Masa nifas adalah jangka waktu antara
lahirnya bayi dan plasenta lepas dari rahim sampai kembalinya organ-organ
reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum melahirkan. Masa nifas
berlangsung selama enam minggu. Pada masa nifas, ibu akan mengalami
beberapa perubahan, salah satunya perubahan pada payudara. Payudara
pada ibu nifas akan menjadi lebih besar, keras dan menghitam disekitar
puting, ini menandakan dimulainya proses menyusui.
Menurut Pambudi (2019), Menyusui merupakan hal yang sangat
penting bagi seorang ibu untuk buah hatinya, karena ASI mempunyai banyak
nutrisi yang berguna untuk kecerdasan bayi. Semua zat yang terkandung
dalam ASI seperti zat putih, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, zat
kekebalan, hormon, enzim dan sel darah putih sangat dibutuhkan oleh bayi
untuk tumbuh dan berkembang, selain itu, ASI juga berrmanfaat membantu
melindungi bayi dari penyakit-penyakit seperti diare, demam, kematian
mendadak dan melindungi terhadap alergi makanan dan masalah yang
sering terjadi pada ibu nifas yaitu ketidaklancaran produksi ASI yang
menyebabkan ASI tidak keluar dan sering terjadi pada saat hari pertama
setelah kelahiran.
Menurut Fikawati dkk, (2015) ASI tidak keluar adalah kondisi tidak
diproduksinya ASI atau sedikitnya produksi ASI. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon oksitosin yang kurang bekerja sebab kurangnya
rangsangan isapan bayi yang mengaktifkan kerja hormon oksitosin. Hormon
oksitosin akan keluar melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan
mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi, dengan
dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks,
meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan
begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat.
Menurut Fikawati, dkk (2015) menyebutkan bahwa salah satu tindakan
yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas ASI, yaitu
pemijatan punggung. Pemijatan punggung ini berguna untuk
2
ibu nifas di Klinik PMB Nurhaidah SST pada Bulan Desember tahun 2020
dalam memperlancar produksi ASI pada ibu masa nifas.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di PMB Nurhaidah, SST
Kota Samarinda pada bulan Desember tahun 2020 masalah yang ditemukan
yaitu Ibu nifas dengan ketidaklancaran produksi ASI yang kurang.
Penanganan kurangnya produksi asi dapat dilakukan dengan asuhan
komplementer yaitu pijat oksitosin. Berdasarkan masalah tersebut identifikasi
masalah penelitian yaitu Bagaimana penerapan pijat oksitosin pada Ibu Nifas
di PMB Nurhaidah pada bulan Desember 2020.
C. Tujuan Penyusunan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan secara komperhensif dan secara
Case Study Research pada ibu nifas dengan asuhan komplementer pijat
oksitosin pada Ibu nifas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah pada ibu nifas
b. Merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas Evaluasi asuhan
kebidanan pada ibu nifas
d. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu nifas
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukkan bagi mahasiswa dan menambah kajian ilmu pengetahuan
untuk mengetahui adanya pengaruh dan manfaat pijat oksitosin untuk
meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi pendidikan
Hasil dari Asuhan Komplementer ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukkan bagi mahasiswa dan menambah kajian ilmu
pengetahuan, untuk mengetahui adanya pengaruh dan manfaat pijat
oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas.
3
b. Bagi lahan praktik
Dapat di aplikasikan untuk meningkat mutu pelayanan asuhan
kebidanan komprehensif dengan asuhan komplementer pijat oksitosin
untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas
c. Bagi klien
Hasil penelitian ini diharapkan jadi bahan informasi bagi pasien
pasca persalinan.
4
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
minggu post partum.
4) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi.
Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua
organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva
dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali.
5) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak
maju. Pada post partum hari ke-5, perinium sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal
ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,
kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas
tubuh.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan
sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari
keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher
kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.
Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus,
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus
akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-
ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
8
9
a. Refleks Prolaktin
9
Pada putting susu berisi banyak saraf sensoris. Bila saraf tersebut
dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus, yaitu selanjutnya
ke kelenjar hipofisis depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan
hormon prolaktin. Hormon tersebut berperan dalam produksi ASI
ditingkat alveoli.
b. Refleks Aliran (Let Down Refleks)
Rangsangan putting susu tidak hanya diteruskan sampai kelenjar
hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin.
Hormon itu berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar.
Hormon oksitosin bekerja sebelum atau setelah menyusui untuk
menghasilkan aliran susu dan menyebabkan kontraksi uterus.
Semakin sering menyusui, semakin baik pengosongan alveolus dan
saluran sehingga semakin kecil kemungkinan terjadi bendungan susu
sehingga proses menyusui semakin lancar.
10
11
11
b. Sebelum disusukan payudara terasa tegang;
c. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali menyusui;
d. Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam;
e. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi
mulai menyusui;
f. Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi
menelan ASI;
g. Berat badan bayi naik dengan memuaskan sesuai umur :
1) 1-3 bulan (kenaikan berat badan 700 gr)
2) 4-6 bulan (kenaikan berat badan 600 gr)
3) 7-9 bulan (kenaikan berat badan 400 gr)
4) 10-12 bulan (kenaikan berat badan 300 gr)
Dalam keadaan normal usia 0-5 hari biasanya berat badan
bayi akan menurun. Setelah usia 10 hari berat badan bayi akan
kembali seperti lahir;
h. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur /tenang selama
3-4 jam.
Bayi yang mendapatkan ASI memadai umumnya lebih
tenang, tidak rewel dan dapat tidur pulas (Wulandari, 2011).
Secara alamiah ASI diproduksi dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan bayi;
i. Bayi sekurang-kurangnya buang air kecil 6-8 kali dalam sehari;
j. Bayi mengeluarkan urine berwarna kuning pucat;
k. Bayi BAB satu kali dalam 24 jam. Tinja bayi lunak berwarna kuning.
12
13
13
b. Kontak langsung ibu dan bayi
Ikatan kasih sayang ibu dan bayi terjadi oleh berbagai
rangsangan, seperti sentuhan kulit dan mencium bau yang khas
antara ibu dan bayi. Kontak langsung ini sangat dibutuhkan untuk
menciptakan kepuasan bagi ibu dan juga bayi. Bayi merasa aman
dan puas karena dia mendapatkan kehangatan dari dekapan
ibunya. Ibu yang merasa rileks dan nyaman maka pengeluaran
ASI akan berlangsung baik (Wulandari, 2011).
Kontak kulit ini saat IMD bermanfaat untuk melindungi bayi
dari kehilangan panas tubuhnya dan menimbulkan perasaan
emosional antara ibu dan bayi. Ibu yang dilakukan IMD saat bayi
diletakkan di atas perut, ibu akan memegang, membelai dan
memeluk bayinya. Perilaku seperti ini mempengaruhi psikis ibu
yang juga mempengaruhi pengeluaran hormon produksi ASI
(Tantina, 2015).
c. Frekuensi penyusuan
Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan
stimulasi hormon dan kelenjar payudara. Studi yang dilakukan
pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi
penyusuan 10 kali dalam sehari selama dua minggu pertama
setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang
cukup.
d. Psikologis ibu
Ibu yang cemas dan stress menggangu laktasi sehingga
mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran
ASI. Ibu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri, dan
berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume
ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Keberhasilan proses
menyusui sangat tergantung pada adanya rasa percaya diri ibu
bahwa ia mampu menyusui atau memproduksi ASI yang cukup
untuk bayinya (Sulistyoningsih, 2011). Semua hal itu dapat
dihindari dengan cara ibu cukup istirahat dan menghindari rasa
khawatir berlebihan.
15
Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu sisi dapat
membuat ibu merasa rileks sehingga membantu proses
pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat
produksi oksitosin.
j. Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI.
Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana
adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin.
5. Tanda Bayi Kurang ASI
Menurut Kemenkes RI, (2019) bayi yang belum mendapatkan
cukup ASI memiliki tanda sebagai berikut :
a. Fases bayi berwarna gelap setelah berusia lima hari
b. Mulut dan mata bayi nampak kering
c. Popok bayi diganti kurang dari 6 kali per hari dan cenderung kering
setiap kali diganti
d. Urine bayi berwarna kuning tua
e. Bayi rewel dan nampak tidak puas meski sudah menyusu lebih dari
satu jam
f. Bayi tidak terlihat meneguk ASI.
6. Tanda-tanda Bayi Cukup ASI
Menurut Maritalia, (2017) bayi yang berusia 0-6 bulan dapat dinilai
mendapat kecukupan ASI bila menunjukkan tanda - tanda sebagai
berikut:
a. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan
ASI 8-10 kali
b. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering, dan warna menjadi
lebih muda pada hari ketiga sampai hari kelima
c. Bayi akan Buang Air Kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali/hari
d. Ibu dapat mendengar pada saat bayi menelan ASI
e. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
f. Warna kulit bayi tidak kuning dan kulit terasa kenyal
g. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan
rentang usianya)
16
17
17
serta mengurangi cemas. Sehingga membantu merangsang pengeluaran
hormon oksitosin.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu yang pertama ibu melepas
pakaian bagian atas dan bra, pasang handuk di pangkuan ibu, kemudian
posisi ibu duduk dikursi (gunakan kursi tanpa sandaran untuk mem
udahakan penolong atau pemijat), kemudian lengan dilipat diatas meja
didepannya dan kepala diletakkan diatas lengannya, payudara tergantung
lepas tanpa baju. Melumuri kedua telapak tangan menggunakan minyak
atau baby oil Selanjutnya penolong atau pemijat memijat sepanjang
tulang belakang ibu dengan menggunakan dua kepal tangan, dengan ibu
jari menunjuk ke depan dan menekan kuat-kuat kedua sisi tulang
belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil dengan
kedua ibu jari. Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi
tulang belakang, dari leher kearah tulang belikat. Evaluasi pada pemijatan
oksitosin dilakukan (Depkes RI dalam Trijayati, 2017).
18
19
NO. TINDAKAN
19
20
D. Manajemen Asuhan Kebidanan 7 Varney
Menurut Muslihatun dalam jurnal Watson, (2012) Manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari bidan ke
kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang
diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui
tahapan dan langkah – langkah yang disusun secara sistematis untuk
mendapatkan data, memberikanpelayanan yang benar sesuai dengan
keputusan klinik yang dilakukan dengan tepat.
Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut varney :
1. Langkah pertama : Pengumpulan data dasar, Melakukan pengkajian
dengan pengumpulan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan klien meliputi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, meninjau
catata terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data laboratorium
dan membandingkannya dengan hasil study.
2. Langkah kedua : Intepretasi data dasar, menetapkan disgnosis atau
masalah berdasarkan penafsiran data dasar yang telah dikumpulkan.
3. Langkah ketiga : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial,
berdasarkan diagnosa mengantisipasi penanganannya atau masalah
yang telah ditetapkan.
4. Langkah keempat : Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera, untuk
melakukan konsultasi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi lain.
5. Langkah kelima : Perencanaan tindakan yang dilakukan, merupakan
kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah
diidentifikasi dan diantisipasi.
6. Langkah keenam : Pelaksanaan, melaksanakan rencana asuhan
komprehensif. Pelaksanaan yang efisien akan berhubungan dengan
waktu dan biaya dapat meningkatkan mutu dan asuhan klien.
7. Laporan ketujuh : Evaluasi, keefektifkan dan asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan.
E. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Komplementer
Menurut Kemenkes RI, dalam Jurnal Kostania, (2015)
penyelenggaraan pengobatan komplementer secara umum telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
pengobatan komplementer-alternatif, tentang pengobatan komplementer-
alternatif. Pelayanan kebidanan komplementer merupakan bagian dari
penerapan pengobatan komplementer dan alternatif dalam tatanan
pelayanan kebidanan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi
pengobatan komplementer dan alternatif adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan
kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi (Kemenkes RI,
No.1109/Menkes/Per/IX/2007).
F. Konsep Dasar Dokumentasi Kebidanan
Pada asuhan kebidanan ini penulisan menggunakan
pendokumentasian 4 langkah yang menggunakan SOAP. Metode ini
merupakan inti sari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan 7 langkah
Pendokumentasian manajemen kebidanan dengan metode SOAP itu :
1. Data Subyektif
Data subyektif (S) merupakan pengdokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data)
terutama data yang diperoleh anamesis. Data subyektif ini berhubungan
dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhan nya yang dicatat sebagai kutipan langsung
dengan diagnosis. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan
diagnosis yang akan disusun.
2. Data Obyektif
Data obyektif (O) merupakan pengdokumentasian manajemen
menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama data yang
diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan pasien,
pemeriksaan laboratorium atau diagnostic lain. Catatan medis dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan melalui data
obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta
yang berhubungan dengan diagnosis
3. Assessment
Analisis atau assasment (A) merupakan pengdokumentasian hasil
analisis dan intrepetasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan karena keadaan pasien
yang setiap saat bias mengalami perubahan dan akan ditemukan
22
23
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
Analisis atau assessment (A) merupakan pengdokumentasian
menajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah ke2, ke3 dan ke4
sehingga mencakup hal-hal berikut ini : diagnosis atau masalah
kebidanan, diagmosis atau masalah potensial serta perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis
atau masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera harus
diindetifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri,
tindakan kolaborasi dan tindakan menujuk klien.
4. Planning
Planning atau perencanaan (P) adalah membuat rencana asuhan
saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan
hasil analisi dan intrepretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahakan kesejahteraan. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai
kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas tertentu. Tindakan yang
akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan
dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain antara
lain dokter.
Meskipun secara istilah P adalah planning atau perencanaan saja,
namun dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran
pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dalam SOAP meliputi
manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah ke-5, ke-6 dan ke-
7, dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluasi atau evaluation
yaitu tafsiran efek tindakan yang telah diambil untuk menili keefektifan
asuhan atau hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analis hasil yang
telah dicapai dan merupakan focus ketepatan nilai tindakan atau asuhan
(Muslihatun, 2010).
SOAP merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis
dan tertulis. Adapaun SOAP digunakan untuk pengdokumentasian
karena:
a. Pendokumentasian metode SOAP merupakan kemajuan informasi
yang sistematis yang mengorganisir penemuan dan kesimpulan
menjadi suatu rencana asuhan
b. Metode ini merupakan penyaringan dan intisari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyeediaan dan
pendokumentasian asuhan
c. SOAP merupakan urut-urutan yang membantu dalam mengorganisir
pikiran dan memberikan asuhan yang menyeluruh (Pusiknas,2011).
G. Kerangka Teori
Sistem
Payudara Oksitosin
Reproduksi
Prolaktin
Sistem
Pencernaan
Sistem
Perubahan
Perkemihan
Fisiologis
Masa Nifas
Sistem
Terapi Non Pijat
Muskuloskeletal
Farmakologis Oksitosin
Sistem
Kardiovaskuler
Hormonal
24
25
BAB III
METODE STUDI KASUS
A. Kerangka Konsep
D. Objek Penelitian/Partisipan
Objek penelitian adalah ibu nifas di PMB Nurhaidah SST pada bulan
Desember 2020.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yang ditanyakan saat anamnesa antara lain identitas
pasien, keluhan saat datang, riwayat menstruasi, riwayat perkawinan,
riwayat obstetri, riwayat KB, riwayat penyakit dan riwayat sosial budaya.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu:
a. Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang
menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Metode ini
memerlukan adanya kontak atau hubungan antara peneliti dan
subjek (responden) penelitian untuk mendapatkan data yang
diperlukan.
b. Wawancara, yaitu dilakukan langsung kepada pasien dan ke
suami pasien oleh bidan di Praktik Mandiri Bidan Nurhaidah SST
Samarinda dengan menggunakan format asuhan kebidanan ibu
bersalin. Data yang ditanyakan yaitu antara lain :
1) Identitas pasien,
2) keluhan utama pasien,
3) riwayat menstruasi,
4) riwayat perkawinan,
5) riwayat menyusui,
6) riwayat kontrasepsi dan
7) riwayat penyakit.
2. Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan secara tidak langsung, dapat
melalui rekam medis, hasil USG, hasil pemeriksaan laboratorium yang
berisi tentang hasil pemeriksaan pasien.
F. Etika Penelitian
Dalam sub bab ini diuraikan bahwa penulis telah melakukan langkah
- langkah atau prosedur yang berkaitan dengan etika penelitian. Masalah
etika dalam penelitian kebidanan sangat diperlukan mengingat bahwa
manusia sebagai objek penelitian. Beberapa etika kebidanan yang harus
diperhatikan dalam studi kasus antara lain :
1. Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan subjek peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.
Tujuannya adalah supaya subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian. Jika subjek bersedia, maka subjek harus mendatangani
lembar persetujuan , jika subjek tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak klien.
26
27
Mengumpulkan Data
Inform Consent
Alternatif Pemecahan
Kesimpulan
Masalah
Dokumentasi SOAP
28