Ebnp - Dewi Rohmana H U - P1337420920178

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 49

EVIDENCE BASED PRACTICE KEPERAWATAN MATERNITAS

STUDI KASUS : PENERAPAN PIJAT OKSITOSIN IBU MENYUSUI PADA MASA


POST PARTUM DI IMPLEMENTASI PIJAT OKSITOSIN DI RSUP DR KARIADI

NAMA : DEWI ROHMANA HANIN UTAMI


NIM : P1337420920178

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi Air Susu Ibu (ASI) yang kurang pada hari-hari pertama masa nifas
selalu menjadi pemicu bayi baru lahir diberikan susu formula yang akhirnya
mengakibatkan tidak tercapainya ASI eksklusif, yang mana ASI eksklusif sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Pollard, 2016).

ASI adalah nutrisi utama yang harus diberikan pada bayi. Pemberian ASI akan
mempererat hubungan antara ibu dan bayi, peningkatan kualitas bayi dan ibu serta
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Isu tentang gangguan tumbuh
kembang salah satunya adalah stunting. Anak yang mengalami stunting akan memiliki
tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap
penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas
(Maritalia, 2014).

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menyebutkan bahwa


secara luas stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan (TNP2K, 2018). Hasil Riset Kesehatan
Dasar menunjukkan bahwa angka kejadian stunting di Indonesia sebesar 30,8%
(Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data Kemenkes tahun 2017, jumlah bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif mencapai 46.7% dan mengalami penurunan 37,3% pada tahun 2018.
Cakupan ASI ekslusif di Provinsi Riau tahun 2017 yaitu 32,7% meningkat 37% pada
tahun 2018 namun masih jauh dari target yang ditetapakan yaitu 90% (Kemenkes,
2018).

Faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI diantaranya


kesalahpahaman mengenai kolostrum (gold liquid) yang dapat menyebabkan bayi
diare dan persepsi bahwa ASI tidak cukup atau belum keluar pada hari-hari pertama
dan faktor lain yaitu payudara yang berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan
ASI Pollard (2016). Fitria (2012) dalam Sinaga (2015) menyatakan bahwa nutrisi
dan cairan ibu turut mempengaruhi produksi ASI. Produksi ASI yang sedikit atau
tidak lancar dapat membuat bayi mendapatkan nutrisi yang kurang optimal. Faktor
tersebut dapat mengakibatkan penurunan rangsangan hormon laktasi dan menghambat
produksi ASI.

Pengeluaran ASI dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi dan
pengeluaran yang diperoleh dari hisapan bayi. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon
prolaktin, hormon ini muncul setelah menyusui dan menghasilkan susu untuk proses
menyusui berikutnya sedangkan pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin yang
berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding
saluran, sehingga ASI di pompa keluar (Roito dkk, 2013).

Banyak upaya untuk meningkatkan produksi ASI salah satunya adalah pijat
oksitosin yang kegunaanya untuk mempercepat syaraf parasimpatis menyampaikan
sinyal ke otak bagian belakang untuk merangsang kerja hormon oksitosin setelah
melahirkan dalam mengalirkan ASI agar keluar, tindakan ini dapat mempengaruhi

hormon prolaktin yang berfungsi sebagai stimulus produksi ASI pada ibu selama
menyusui, selain itu juga dapat meningkatkan kenyamanan ibu (Wulandari, 2019).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Delima (2016) didapatkan hasil bahwa
pijat oksitosin mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan produksi ASI.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah melalui metode komplementer. Komplementer
merupakan metode yang banyak digunakan karena bersifat alami dan tidak
mengandung bahan kimia. Salah satu metode komplementer adalah akupresur
(Ayuningtyas, 2019). Berdasarkan penelitian Seema (2019), hasil dalam penelitiannya
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Esfahani et al (2015) dimana 60 ibu
nifas mengalami peningkatan volume ASI setelah dilakukan metode akupresur dengan
rentang waktu 2 minggu dan 4 minggu.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang “Pengaruh Kombinasi Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Pada
Ibu Nifas di ruang flamboyant RSUD Ungaran”.
B. Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk memberikan gagasan penerapan pijat
oksitosi pada ibu post partum yang menyusui untuk meningkatkan produksi ASI
sehingga asupan ASI pada bayi dapat terpenuhi.

C. Manfaat
1. Bagi Klien
Diharapkan sebagai terapi komplementer atau pendamping bagi klien untuk
meningkatkan produksi ASI

2. Pelayanan Keperawatan
Sebagai bahan kajian dan meningkatkan wawasan untuk memberi asuhan keperawatan
klien post partum menyusui dengan produksi ASI yang tidak keluar atau sedikit.

3. Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu bacaan ilmiah penerapan evidence based nursing pada klien post
partum menyusui dengan produksi ASI yang tidak keluar atau sedikit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Partum

1. Pengertian post partum


Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat reproduksi kembali seperti sebelum hamil.
Nifas disebutjuga peurperium. Peurperium berasal dari bahasa latin. Peur
berarti bayi dan parous berarti melahirkan. Jadi dapat disimpulkan
peurperium atau masa nifas merupakan masa setelah melahirkan. Masa
nifas juga dapat diartikan sebagai masa post partum normal atau masa
sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam
minggu berikutnya disertai pemulihnya organ- organ yang berkaitan
dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya yang berkaitan (Sari, 2015).
2. Fase – fase Nifas
Masa nifas menurut Sari (2015), dibagi menjadi tiga periode sebagai
berikut :
a. Periode pasca persalinan segera (immediate post partum) 0-24 jam
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya
perdarahan karena atonio uteri

b. Periode pasca persalinan awal (early post partum) 24jam -


1minggu Pada periode ini tenanga kesehatan memastikan involusi uteri
dalam keadan normal, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan serta ibu menyusui bayi dengan baik.

c. Periode pasca salin lanjut (late post partum) 1 minggu – 6 minggu


Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaaan sehari-hari serta konseling KB (Saleha, 2009 dalam
Sari, 2015)
3. Menyusui
a. Proses pembentukan ASI
Proses pembentukan ASI menurut Lowdermilk (2013), adalah sebagai
berikut :
1) Laktogenesis tahap 1

Laktogenesis tahap 1, dimulai dari minggu ke-16 sampai 18


kehamilan, payudara akan mempersiapkan diri untuk produksi ASI
susu dengan memproduksi kolostrum. Kolostrum adalah cairan
jernih berwarna kekuning, lebih pekat daripada ASI dan sangat
kaya imunoglobulin. Kolostrum mempunyai kadar protein dan
mineral yang tinggi, namun kadar lemaknya lebih rendah. Kadar
protein yang tinggi akan memfasilitasi terkaitnya bilirubin dan efek
laktasif dari kolostrum akan meningkatkan keluarnya mekonium.

2) Laktogenesis tahap II

Pada tahap ini kolostrum perlahan berubah menjadi ASI matur.


Tahap ini terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-5 setelah
melahirkan, sebagian wanita sudah menyekresi ASI dalam jumlah
banyak.

3) Laktogenesis tahap III

Komposisi ASI akan terus berubah selama sekitar 10 hari, namun


pada tahap ini ASI matur sudah menetap dan produksi ASI mulai
stabil.

b. Proses Pengeluaran ASI


Menyusui atau laktasi adalah keseluruhan proses dari ASI di
produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. (Sari,
2015). Ada dua mekanisme uatama yang terlibat dalam laktasi yaitu
sekresi ASI dan refleks pengeluaran ASI (Reeder, 2012).

Sekresi ASI merupakan persyaratan keberhasilan menyusui.


Sejak trimester kedua, sekresi dengan komposisi yang cukup stabil
(prokolostrum) telah dapat ditemukan pada payudara. Ketika bayi
lahir dan plasenta dikeluarkan maka sekresi akan mengalami perubahan.
Prokolostrum akan berubah menjadi kolostrum, perubahan tersebut akan
terjadi selama 10 hari berikutnya sampai satu bulan untuk mencapai
susu yang matang. Perubahan dalam sekresi kelenjar mamae setelah
persalinan diyakini merupakan akibat penurunan

hormon estrogen dan progesteron serta kadar hormon prolaktin yang


relatif meningkat (Worthingtom-Roberts, 1993 dalam Reeder, 2012).

Pada tahap awal laktasi, sekresi ASI dapat distimulus oleh


pengisapan bayi pada kedua payudara setiap meyusu dan dapat
meningkatkan frekuensi menyusui. Produksi ASI akan dimulai secara
perlahan pada beberapa ibu, tetapi hal ini dapat distimulasi dengan
menyusui bayi di kedua payudara setiap dua sampai tiga jam. Walaupun
prolaktin dapan menstimulasi sintesis dan sekresi ASI kedalam ruang
alveolar, tetapi diperkirakan bahwa jumlah produksi susu diatur oleh
jumlah susu yang tersisa dalam ruang alveolar setelah menyusu. Oleh
karena itu, pengosongan payudara merupakan tindakan yang penting
terutama pada tahap awal laktasi (Lawrence,1994 dalam Reeder, 2012).

Mekanisme kedua yang terlibat laktasi adalah pengeluaran ASI


atau refleks down. Oksitosin adalah hormon yang berperan dalam hal
ini. Okisitosin yang dilepaskan hipofisis posterior sebagai respon
terhadap isapan, menstimulasi kelenjar epitel dalam alveoli untuk
berkontraksi dan mengeluarkan susu melewati saluran duktus
laktiferus. Refleks ini mempengaruhi jumlah ASI yang mampu
diperoleh bayi, karena ASI harus berada dalam sinus sebelum dapat
dikeluarkan oleh isapan bayi.
Gambar 1. Proses
menyusui

(Sumber:
http://brooksidepress.org)

a. Manfaat Pemberian Asi

1) Bagi bayi : ASI mengandung lebih dari 200 unsur pokok, antara lain
zat putih, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, zat kekebalan,
hormone, enzim dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara
proposional dan seimbang. ASI juga membantu melindungi bayi
dari penyakit-penyakit seperti diare, demam, kematian mendadak
dan melindungi terhadap alergi makanan ( Khasanah, 2014).

2) Bagi ibu : mengurangi perdarahan post partum, involusi uteri lebih


cepat, mengurangi resiko kanker payudara dan kanker ovarium,
mengurangi resiko osteoporosis (Lowdermilk, 2013).

3) Bagi Masyarakat : Mengurangi pencemaran lingkungan karena


limbah kaleng susu, mengurangi biaya perawatan kesehatan
tahunan, berkurangnya angka ketidakhadiaran orang tua dalam
pekerjaannya dikarenakan bayi sakit (Lowdermilk, 2013).
b. Faktor yang mempengaruhi produksi ASI

1) Makanan

Makanan yang tepat untuk ibu menyusui adalah makanan seimbang


padat nutrisi, asupan kalsium dan vitamin larut lemk harus adekuat.
Apabila ibu makan makanan dengan gizi yang cukup dan makan
teratur maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar
(Lowdermilk, 2013).

2) Psikologi

Memproduksi ASI yang baik memerlukan kondisi jiwa dan pikiran


yang tenang. Ibu dengan keadaan psikologi yang tertekan, sedih
dan tegang akan menurunkan volume ASI (Khasanah, 2017).

3) Kesehatan

Kesehatan memegang peran penting terhadap pdoduksi ASI. Ibu


yang sakit, asupan makan yang tidak adekuat, kekuarangan darah
untuk membawa nutrien yang akan di olah sel – sel
dipayudara, menyebabkan produksi ASI menurun
(Bahiyatun,2009). Ibu dengan infeksi tuberkulosis aktif dan ibu
yang sedang menerima kemoterapi atau isotop radioaktif
tidak direkomandasikan untuk menyusui (Breastfeeding, 2005 &
Lowrence, 2005 dalam Lowdermilk 2013).

4) Alat kontrasepsi

Kontraspsi hormonal meliputi, inplan, injeksi, pil dapat


menyebabkan penurunan produksi ASI. Kontrasepsi ini harus
dihindari selama 6 minggu pertama post partum suplay ASI rendah,
riwayat kegagalan laktasi (Lowdermilk, 2013).
5) Perawatan Payudara

Perawatan payudara dapat bermanfaat untuk mempengaruhi


kelanjar hipofise untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin
(Khasanah, 2017).

6) Anatomi Payudara

Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi


ASI. Selain itu, perlu diperhatikan juga bentuk papila dan puting
susu ibu (Khasanah, 2017).

7) Pola Istirahat

Ibu yang menyusui memelukan istirahat sebanyak mungkin,


terutama pada satu atau dua minggu pertama setelah lahir.
Kelelahan, stres, dan kecemasan dapat memberikan efek negatif
pada produksi ASI dan refleks let down (Lowdermilk, 2013).

8) Faktor isapan dan Frekuensi Penyusuan

Semakin bayi sering menyusu pada payudara ibu maka


produksi dan pengeluaran ASI akan semakin banyak, akan tetapi
frekuensi menyusui pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda
dikarenakan bayi prematur belum dapan menyusu. Studi
mengatakan bayi prematur akan optimal dengan pemompaan ASI
lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah lahir
(Khasanah, 2017).

c. Tanda-tanda Bayi Cukup ASI

Bayi usia nol sampai enam bulan dapa dinilai mendapatkan kecukupan
ASI apabila bayi menyusu tiap dua sampai tiga jam atau dalam 24 jam
minimal mendapatkan ASI delapan sampai 10 kali pada dua sampai tiga
minggu pertama, kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan
warna menjadi lebih muda pada hari kelima setalah lahir, bayi akan
buang air kecil minimal enam sampai 8 kali sehari, payudara
terasa lebih lembek setelah menyusui, menandakan ASI telah habis,
tidur dengan nyenyak proses menelan terdengar selama menyusu
(Khasanah, 2017 & Reeder, 2012).

d. Masalah pemberian ASI

Masalah yang sering muncul saat menyusui adalah :

1) Pembengkakan Payudara

Pembengkaan merupakan respons yang umum pada payudara


terhadap peubahan mandadak dalam hormon dan onset
meningkatnya volume ASI secara bermakna. Hal ini biasanya
terjadi dalam tiga sampai lima hari setelah lahir ketika ASI
meningkat dan berlangsung selama 24 jam. Aliran darah pada
payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan jaringan
diskitar duktus susu sehingga ASI tidak dapat mengalir keluar
payudara (Lowdermilk, 2013).

2) Nyeri Pada Puting

Nyeri berat, mengelupas, pecah-pecah atau berdarah pada puting


susu tidak normal sering terjadi kali terjadi akibat posisi yang salah,
penempelan bayi pada puting salah, isapan yang salah atau infeksi
monila (Lowdermilk, 2013).

3) Mastitis

Mastitis ditandai dengan gejala seperti influenza dengan onset


mendadak, meliputi demam, menggigil, badan pegal-pegal, serta
sakit kepala. Nyeri payudara terlokalisasi dan area kemerahan.
Mastitis sering terjadi pada kuadran atas luar payudara. Mayoritas
kasus terjadi dalam enam minggu pertama menyusui, namun
mastitis bisa terjadi kapan saja (Lowdermilk,

2013)
4) Infeksi Monilia

Nyeri pada puting setelah periode bayi baru lahir sering kali
merupakan akibat dari infeksi monili ( jamur). Ibu biasanya
mengeluh nyeri mendadaak pada puting susuyang berat, seperti
terbakar atau menyengat. Bayi yang terinfeksi biasanya sangat
gelisaah dan kembung. Ketika disusui bayi cenderung melepas
payudara segera setelah menyusu, menangus dan tampak kesakitan
(Lowderlik, 2013)

5) Duktus yang tersumbat

Duktus susu yang tersumbat menyebabkan pembengkakan dan


nyeri pada payudara. Duktus paling sering terjadi karena
pengosongan payudara yang tidak adekuat, yang dapat disebabkan
oleh pemakaian pakaian yang terlalu ketat, bra yang berukuran
tidak sesuai atau berkawat, atau menggunakan posisi yang sama
untuk menyusui. Duktus susu yang tersumbat dapat meningkatkan
kerentanan payudara terhadaap infeksi (Lowdermilk, 2013).

6) Puting yang masuk kedalam

Ketika puting tidak menonjol keluar melebihi areola atau


retraksi ringan, banyak wanita yang takut mereka mengalami inversi
puting. Jika diberikan penekan lembut pada pada area dibelakang
puting, puting normal yang datar akan keluar tatapi pada puting
yang inversi akan mengalami retraksi lebiih jauh sehingga bayi
kesulitan meraih puting ibu (Reeder, 2012).

B. Pijat Oksitosin

1. Pengertian Pijat Oksitosin

Menurut Ummah (2014), pijat oksitosin adalah pijat relaksasi


untuk merangsang hormon oksitosin. Pijat yang lakukan disepanjang
tulang vertebre sampai tulang costae kelima atau keenam. pijat oksitosin
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi
ASI. Menurut Depkes RI (2007 dalam Setiowatii, 2017), pijat okitosin
dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung sepanjang kedua
sisi tulang belakang sehingga diharapkan ibu akan merasakan rileks
dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang.

2. Mekanisme Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah pijat yang dilakukan disepanjang tulang


belakang (vertebre) sampai costae ke lima atau keenam (Ummah,

2014). Melalui pemijatan pada tulang belakang, neurotransmitter akan


merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hipotalamus
untuk mengeluarkan oksitosin. Dengan pijat oksitosin ini juga akan
merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress serta meningkatkan rasa
nyaman (Perinasia, 2007 dalam Wulandari, 2014).

Saat ibu merasa nyaman atau rileks, tubuh akan mudah melepaskan
hormon oksitosin. Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisi
posterior. Setelah diproduksi oksitosin akan memasuki darah kemudian
merangsang sel-sel meopitel yang mengelilingi alveolus mammae dan
duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel meopitel mendorong ASI keluar dari
alveolus mammae melalui duktus laktiferus menuju ke sinus laktiferus dan
disana ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap puting susu, ASI
yang tersimpan di sinus laktiferus akan tertekan keluar kemulut bayi
(Widyasih, 2013).

Hasil penelitian Setiowati pada tahun 2017, tentang tentang hubungan


pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI pada ibu post partum
fisiologis hari ke 2 dan ke 3, menyatakan ibu post partum setelah
diberikan pijat oksitosin mempunyai prosduksi ASI yang lancar. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Ummah (2014), tentang pijat
oksitosin untuk mempercepat pengeluaran ASI pada pasca salin normal
di dusun Sono, didapatkan hasil rata-rata ASI pada ibu post partum
yang diberikan pijat oksitosin lebih cepat dibandingkan ibu post
partum yang tidak diberi pijat oksitosin.
3. Manfaat Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin mempunyai beberapa manfaat yang sangat


membantu bagi ibu setelah persalinan. Seperti yang dilajelaskan oleh
Mulyani (2009, dalam Wulandari, 2014), pijat oksitosin dapat mengurangi
ketidak nyamanan fisik serta memperbaiki mood. Pijat yang
dilakukan disepanjang tulang belakang ini juga dapat merileksasikan
ketegangan pada punggung dan menghilangkan stres sehingga dapat
memperlancar pengeluaran ASI. Sedangkan menurut Depkes RI
(2007, dalam Wijayanti, 2014), pijat oksitosin dapat mengurangi bengkak,
mengurangi sumbatan ASI dan mempertahankan produksi ASI ketika ibu
dan bayi sakit.

4. Indikasi Pijat Oksitosin

Indikasi pijat oksitosin dalah ibu post partum dengan gangguan produksi
ASI

5. Pelaksanaan Tindakan Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin dilakukan dua kali sehari, setiap pagi dan sore. Pijat ini
dilakukan selama 15 sampai 20 menit (Sari, 2015). Pijat ini tidak harus
selalu dilakukan oleh petugas kesehatan. Pijat oksitosin dapat dilakukan
oleh suami atau keluarga yang sudah dilatih. Keberadaan suami atau
keluarga selain membantu memijat pada ibu, juga memberikan suport atau
dukungan secara psikologis, membangkitkan rasa percaya diri ibu serta
mengurangi cemas. Sehingga membantu merangsang pengeluaran hormon
oksitosin

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu yang pertama ibu melepas


pakian bagian atas dan bra, pasang handuk di pangkuan ibu,
kemudian posisi ibu duduk dikursi (gunakan kursi tanpa sandaran
untuk mem udahakan penolong atau pemijat), kemudian lengan dilipat
diatas meja didepannya dan kepala diletakkan diatas lengannya, payudara
tergantung lepas tanpa baju. Melumuri kedua telapak tangan
menggunakan minyak atau baby oil Selanjutnya penolong atau
pemijat memijat sepanjang tulang belakang ibu dengan menggunakan dua
kepal tangan, dengan ibujari menunjuk ke depan dan menekan kuat-kuat
kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-
kecil dengan kedua ibujari. Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah
pada kedua sisi tulang belakang, dari leher kearah tulang belikat.
Evaluasi pada pemijatan oksitosin dilakukan (Depkes RI, 2007 dalam
Trijayati, 2017).

Gambar 2. Pijat oksitosin (Sumber : Vaikoh, 2017)

C. Asuhan Keperawatan Post Partum

1. Pengkajian

Langkah awal yang dapat dilakukan sebelum memberikan asuhan


keperawatan adalah melakukan pengkajian. Data yang dikaji
meliputi data subjektif dan objektif. Data subjektif adalah data
yang diperoleh langsung dari pasien maupun keluarga. Data
objektif adalah data yang diperoleh melalui penngkajian fisik, baik
pemeriksaan khusus, pemeriksaan umum maupun pemeriksaan
penunjang (Widyasih, 2013). Metode yang dilakukan dalam
pengkajian terdiri dari pemeriksaan fisik, observasi, wawancara dan
studi dokumen. Sumber pengkajian adalah pasien, keluarga pasien dan
petugas kesehatan lain.
Pengkajian fisiologis post partum difokuskaan pada involusi proses
organ reproduksi, perubahan biofisik sistem lainnya, dan mulainya
atau hambatan proses laktasi. Pengkajian psikologis difokuskan pada
interaksi dan adaptasi ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Status
emosional dan respon ibu terhadap pengalaman kelahiran, interaksi
dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru lahir, penyesuaian
terhadap peran, hubungan baru dalam keluarganya juga dikaji
(Reeder, 2012). Pengkajian data dalam asuhan masa nifas normal
meliputi :

a. Pengkajian Data Dasar Klien Bobak, (2005)

1) Identitas klien meliputi : nama, usia, perkawinan, pekerjaan,


agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya,
tanggal masuk rumah sakit, alamat, tanggal penggakian.

2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, usia pekerjaan,


agama, hubungan dengan klien, pendidikan.

b. Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan yang dikaji menurut Bobak (2005),


meliputi:

1) Riwayat kesehatan

Data yang perlu dikaji antara lain : keluhan saat masuk rumah
sakit, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi.

2) Riwayat kehamilan

Informasi yang dibutuhkan adalah pra dan gravida, kehamilan


yang direncanakan, masalah kehamilan saat hamil atau Ante Natal
Care (ANC) dan imunisasi yang diberikan ibu selama hamil.

3) Riwayat melahirkan
Data yag harus dikaji meliputi : tanggal melahirkan, lamanya
persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah
selama melahirkan jahhitan perinium dan perdarahan

4) Data bayi

Data yang harus dikaji meliputi : jenis kelamin, berat badan bayi,
kesulitan dalam melahirkan, apgar score dan kelainan kongenital
yang tampak saat dilakukan pengkajian.

c. Pengkajian Fisiologis

Pengkajian fisiologis setelah persalinan meliputi, keadaan uterus,


jumlah perdarahan, kandung kemih dan berkemih, tanda-tanda
vital dan perinium (Reeder, 2012).

1) Tanda-tanda Vital

Suhu tubuh diukur setiap empat sampai 8 jam selama


beberapa hari karena demam biasanya merupakan gejala awal
0
infeksi. Suhu tubuh 38 C mungkin disebabkan dehidrasi pada 24
jam pertama setelah persalinan. Demam yang menetap

lebih dari 4 hari setelah melahirkan dapat menandakan adanya


infeksi. Bradikardi merupakan fisiologi normal selama enam
sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40-70 kali per
menit. Frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit dapat
menunjukan adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan.
Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi
dapat menunjukan hemoragi, syok, atau emboli. Peningkatan
tekanan darah pada pascapartum akan menunjukan hipertensi
akibat kehamilan, yang muncul pertama kali pada masa
pascapartum. Nadi dan tekanan darah diukur setiap empat sampai
8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal, sehingga
perlu diukur atau dipantau lebih sering (Reeder, 2012).

2) Involusi Uteri

Kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali keposisi dan


kondisi semula seperti sebelum masa kehamilan. Involusi
uteri diukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus
uterus. Fundus uterus setelah persalinan akan turun 1cm atau satu
jari perhari. Segera setalah persalinan puncak fundus kira-kira
dua pertiga hingga tiga perempat diantara simfisis pubis dan
umbilicus. Kemudian secara bengangsur-angsur turun ke pelvis
yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi setelah sepuluh hari
( Sukarni, 2013 dan Reeder, 2012).

Gambar 3. Perubahan tinggi fundus uteri setelah persalinan


3) Lokia

Karakter dan jumlah lokia secara tidak langsung menggambarkan


kemajuan penyembuhan endometrium. Pada proses penyembuhan
normal, jumlah lokia dan perubahan warna khas menjukan
komponen darah dalam aliran lokia. Lokia berwarna merah gelap
(lokia rubra) pada satu sampai 3 hari setelah persalinan biasanya
jumlahnya sedang. Sekitar hari keempat pascapartum lokia akan
berwarna merah muda (lokia serosa) dengan aliran yang lebih
sedikit atau sering. Setelah satu minggu sampai 10 hari, lokia
akan berwarna putih kekuningan (lokia alba) dengan jumlah
aliran sangat sedkit. Munculnya kembali perdarahan merah segar
setelah lokia alba menunjukan adanya infeksi atau hemoragi yang
lambat. Bau lokia sama dengan bau menstruasi normal. Lokia
rubra yang banyak, lama dan bau, khususnya disertai demam
menandakan adanya kemungkinan infeksi atau bagian
plasenta masih tertinggal (Reeder, 2012)

4) Eliminasi Urine

Wanita pascapartum dianjurkan untuk segera berkemih


setelah melahirkan guna menghindari distensi kandung
kemih. Pengkajian kondisi kandung kemih dilakukan dengan
palpasi, perkusi, dan pengamatan terhadap abdomen. Distensi
kandung kemih berat menyebabkan atonia otot-otot kandung
kemih yang menyebabkan pengosongan kandung kemih tidak
adekuatdan terjaadi retensi urin. Retensi urin merupakan
faktor presdisposisi infeksi saluran kemih (Reeder, 2012).

5) Perineum

Pengkajian pada daerah perineum untuk mengidentifikasi


karakteristik normal atau deviasi dari normal, seperti hematom,
edema, eritema, dan nyeri tekan. Jika ada jahitan luka kai
keutuhan, perdarahan, dan tanda-tanda infeksi (Reeder, 2012).

6) Eliminasi Feses

Konsitipasi sering terjadi karena penurunan tonus usus akibat


relaksasi otot abdomen dan pengaruh hormon progesteron pada
otot polos. Kurangnya asupan makanan dan dehidrasi saat
melahirkan berperan terhadap terjadinya konstipasi. Pengkajian
melipusi palpasi, auskultasi, inspeksi apa ada distensi abdomen.
Nyeri perineum yang signifikan sering mengakibatkan rasa
nyeri saat defekasi, sehingga defekasi terhambat (Reeder,
2012).

7) Ekstremitas Bawah

Ekstremitas dikaji untuk mengetahui adanya tromboflebitis.


Pengkajian dilakukan dengan inspeksi ukuran bentuk,
kesimetrisam, edema dan varises. Suhu dan pembengkakan
dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda tromboflebitis adalah
bengkak uniseluler, kemerahan, panas dan nyeri (Reeder,

2012).

8) Payudara

Pengkajian payudara dilakukan dengan inspeksi, ukuran


bentuk warna dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan
adakah nyeri tekan untuk menentukan status laktasi. Pada saat ASI
mulai diproduksi payudara akan terasa besar, keras, dan hangat
serta mungkin terasa berbenjol-benjol. Ketika menyusui
dimulai dapat diamati puting dan areola adakah kemerahan dan
pecah-pecah serta menanyakan pada ibu apakah ada nyeri tekan
(Reeder, 2012).

d. Pengkajian Psikologis
Pengkajian emosional, perilaku dan sosial pada masa pascapartum
dapat memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan
keluarga terhadap dukungan, penyuluhan, dan perawatan
pascapartum. Perawat juga mengkaji tingkat pengetahuan dan
kemampuan ibu merawat diri dan bayi bari lahir (Reeder, 2012).

e. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah


lengkap hematokrit atau hemoglobin untuk mengetahu adakah anemia
setelah melahirkan. Sel darah putih yang melebihi nilai normal
merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi (Reeder,2012).

BAB III

RANCANGAN SOLUSI

A. Merumuskan PICOT
P: Ibu post partum yang produksi ASInya masih belum keluar/ sedikit
I: pijat oksitosin
C: -
O: produksi asi meningkat
T:2 kali sehari Dilakukan selama 15 menit.
B. Mencari dan Mengumpulkan Bukti Penelitian
Setelah dilakukan pencari dan bukti penelitian didapatkan lima jurnal tentang teknik
genggam jari terhadap nyeri post SC. Lima jurnal tersebut terdiri dari tiga jurnal berbahasa
Indonesia dan dua jurnal berbahasa inggris.
C. Target dan Luaran
Klien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu;ibu post partum
yang produksi asinya belum keluar/ sedikit, mampu berkomunikasi dengan baik, dan
bersedia menjadi responden. Klien akan diberikan intervensi pijat okistosin, kemudian
dilakukan analisa.
D. Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Pra Interaksi
a. Mengucapkan salam
b. Menjelaskan tujuan
c. Menjelaskan prosedur
d. Melakukan kontrak waktu
e. Memberikan kesempatan bertanya

2. Tahap Intervensi

a. Posisikan tubuh senyaman mungkin, lebih baik jika klien duduk bersandar ke depan
sambil memeluk bantal. Jika tidak ada, klien juga bisa bersandar pada meja
b. Berikan pijatan pada kedua sisi tulang belakang dengan menggunakan kepalan
tangan. Tempatkan ibu jari menunjuk ke depan
c. Pijat kuat dengan gerakan melingkar
d. Pijat kembali sisi tulang belakang ke arah bawah sampai sebatas dada, mulai dari
leher sampai ke tulang belikat
e. Lakukan pijatan ini berulang-ulang selama sekitar 5 menit atau sampai ibu merasa
benar-benar nyaman

3. Tahap Post Interaksi


a. Menanyakan perasaan klien setelah dilakukan intervensi.
b. Menjelaskan hasil intervensi pijat oksitosin
c. Melakukan kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya.
BAB IV
LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 5 Juni 2021


Jam : 08.00 WIB

A. BIODATA
Biodata Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 22 tahun
Alamat : Ungaran
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 3 Juni 2021 pukul 09.30 WIB
Diagnosa Medis : G1P0A0, dengan Pre Eklampsia Berat dan Obesitas

Biodata Penanggung Jawab


Nama : Tn.M
Umur : 29 th
Alamat : Ungaran
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hubungan dg klien : Suami

B. KELUHAN UTAMA
Klien Mengeluh terasa sedikit keras di daerah payudarah terasa hangat. Klien
mengatakan ASInya sangat sedikit yang keluar setelah melahirkan

C. RIWAYAT KESEHATAN

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada tanggal 3 Juni 2021 pukul 07.00 WIB klien memeriksakan kandungannya
di klinik RB. Rahayu dengan G1P0G0 dekat rumah, dengan kondisi tekanan darah
tinggi (TD : 180/100 mmHg), terasa pusing, dan adanya bengkak pada bagian kaki dan
mengalami obesitas. Setelah itu, klien dirujuk ke Rumah Sakit dr. Gondo Suwarno
Ungaran. Klien di RSUD dr. Gondo Suwarno Ungaran untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut. Klien masuk di ICU pada pukul 12.00 untuk menjali proses pemantauan
preeklamsi berat dan penstabilan tekanan darah. Klien mengeluhkan kenceng-kenceng
dan diperiksa dalam masih dalam pembukaan 2, TFU: 34 cm, TBJ: 2566 gr, Janin 1
intrauterine, Presentasi Kepala, Punggung Kanan, Panggul ginekoid tak sempit. Setelah
stabil pada pukul 16.00 WIB klien di bawa keruangan observasi di ruangan flamboyan..
Pada pukul 22.00 dilakukan pemeriksaan dalam dengan pembukaan 6 cm dan di
lakukan persiapan untuk operasi SC pukul 23.00.Klien mendapatkan tindakan
persalinan SC dikarenakan klien terdapat indikasi pre eklampsi berat dan obesitas. Di
ruang operasi dilakukan pemeriksaan dalam kembali dengan pembukaan 8 cm. Klien
dilakukan operasi SC pada pukul 23.00 WIB s.d pukul 00.25 WIB. Bayi lahir berjenis
kelamin laki-laki, BB: 2500 gr, PB: 46 cm, LD: 31 cm, LK: 33 cm, dengan apgar score
9-9-10.
Saat ini klien post SC H-0, dengan keluhan nyeri pada perut post operasi dengan skala
5. Nyeri memberat saat bergerak serta hilang timbul dengan durasi ±2 menit. Klien
mengatakan belum mengerti cara mengontrol nyeri dan perawatan luka pada post
operasi. Klien Mengeluh merasa nyerih skala 4, nyerih hilang timbul seperti tertusuk-
tusuk,hangat dan terasa keras di daerah payudar serta memberat saat ada tekanan pada
payudarahnya dan saat latihan menyusui rasanya. Klien mengatakan ASInya sangat
sedikit yang keluar. Klien juga belum mengetahui cara perawatan payudarah.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit atau menjalani oprasi
dan klien mempunyai penyakit hipertensi.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga klien ayah klien memiliki penyakit hipertensi. Dalam keluarga
klien klien tidak ada yang mempunyai penyakit menular seperti TBC, Hepatitis ataupun
penyakit yang diturunkan lainnya, seperti DM dan jantung maupun asma.

4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Reproduksi Wanita
- Awal menstruasi : 14 tahun
- Lama Haid : ± 7 hari
- Siklus : 28 hari

b. Riwayat Kehamilan (G1P0A0)


- Kunjungan ke dokter spesialis kandung 3 x dan bidan >4x
- Rencana Kontrasepsi: Sebelumnya klien tidak menggunakan kontrasepsi dan rencana
selanjutnya klien berencana mengunakan kontasepsi KB implant 3 tahun
- TFU: 34 cm, DJJ: 158x/menit, Presentasi Kepala, Punggung Kanan, PPV lendir
darah, Panggul ginekoid tak sempit.
- Tanggal 3 Juni 2021:
Di IGD , Pembukaan 2 cm
Di ICU, Pembukaan 2 cm
Di Bangsal Obstetri 08.30, Pembukaan 3 cm Pada pukul 22.00, Pembukaan 6 cm
23.00 WIB s.d pukul 00.25 WIB operasi

c. Riwayat Persalinan
Persalinan ke Tahun Tempat Jenis Penyulit BB dan jenis Kondisi Bayi
Persalinan kelamin
bayi

Pertama 2021 RSUD SC Pre Bayi laki Sehat


(Sekarang) Ungaran eklampsi laki dengan
dan BB 2500
Obesitas gram

d. Kondisi Bayi
Jenis Kelamin: Laki-laki, Lahir Hidup, BB: 2500 gr, PB: 46 cm, Lingkar dada: 31 cm,
Lingkar Kepala: 33 cm Apgar Score: 9-9-10
e. Nifas
TD: 150/100 mmHg, N: 84x/mnt, Suhu, 36,5oC, TFU: 2 jari dibawah pusat, Kontraksi
Kuat, Lochea Rubra ±150 cc, Klien antusias menerima bayi pertamaya. Klien
mengatakan masih butuh pendampingan mengenai Perawatan luka,managemen laktasi,
ASI eksklusif dan belum mengetahui mengenai perawatan payudarah
D. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON
1. Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga klien mengatakan saat ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan terdekat seperti puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
a. Sebelum sakit : Klien dapat mengkonsumsi 3x sehari dengan sayur,daging/ikan,
tempe dan buah-buahan.
b. Saat sakit : Setelah sakit nafsu makan klien baik, makan 3x sehari dengan sayur,
ikan, tempe dan buah-buahan. Klien tidak memiliki pantangan
seperti makanan berprotein tinggi.

Antropometri
BB : 100 kg TB : 159 cm
IMT = 100kg/ (1.59x1.59)m2=39,68 (Obesitas)
Biochemical
Hb: 10 g/dl, Hematokrit: 30,5%
Clinical Sign
Klien lemas, konjungtiva tidak anemis
Dietary
Klien makan 3x sehari dengan tinggi kalori dan protein, rendah lemak dan Na

3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : Klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna kuning
kecoklatan dengan bau khas. Pasien BAK 6-10 x/ hari. Warna jernih,
Tidak ada keluhan dalam buang air kecil, tidak ada perdarahan.
b. Saat sakit : Klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna kuning
kecoklatan dengan bau khas. Pasien BAK 6-10 x/ hari, Warna urin
keruh.
4. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : kebutuhan tidur klien tercukupi yaitu 6-8 jam/hari.
b. Saat sakit : klien mengatakan saat nyeri timbul, klien merasa terganggu dan
sering terbangun. Namun, setelah nyeri mereda klien dapat tidur
kembali. Setelah sakit kebutuhan tidur klien 5-7 jam/hari dan klien
terkadang bangun pada malam hari karena bayi menangis ingin di
berikan ASI.
5. Pola aktivitas dan latihan
a.Sebelum sakit : klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri saat bekerja maupun di
rumah.
b. Saat sakit : klien memerlukan bantuan minimal karena belum boleh turun dari
tempat tidur selama 24 jam. Klien sudah dapat miring kanan-kiri dan duduk

Pengkajian ADL

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan / minum
Mandi
Toiletting
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM

Keterangan:
1. : Mampu merawat diri sendiri secara penuh
2. : Memerlukan penggunaan alat
3. : Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. : Memerlukan bantuan, pengawasan, dan peralatan
5. : Sangat tergantung dan tidak dapat berpartisipasi dalam perawatan

6. Pola peran dan hubungan


Setelah melahirkan klien menerima dengan baik anak pertamanya, sudah siap menjadi ibu
dan sangat antusias untuk merawat anaknya di rumah.

7. Pola persepsi kognitif dan sensori


Kemampuan kognitif dan sensori klien masih berfungsi dengan baik. Klien mengingat
orang-orang di sekitarnya. Saat bergerak, klien terlihat meringis menahan nyeri yang
dirasakannya dengan deskripsi sebagai berikut:
P : Saat bergerak
Q : Tertusuk-tusuk
R : Perut bagian bawah luka post operasi SC H0
S : 5 (Nyeri Sedang)
T : Hilang timbul
Nyeri hilang timbul dan saat nyeri datang klien berfokus pada nyeri yang dirasakannya.

8. Pola persepsi diri dan konsep diri


a. Body Image : klien selalu bersyukur dengan apa yang diberikan oleh sang pencipta.
b. Identitas Diri : Klien adalah seorang perempuan dan seorang ibu
c. Harga Diri : Klien ingin luka operasi SC segera sembuh dan dapat beraktifitas
kembali.
d. Peran Diri : Ny. L merupakan seorang ibu dan istri.
e. Ideal Diri : Klien akan memberikan perawatan terbaik bagi anaknya.

9. Pola seksualitas dan reproduksi


Klien dengan G1P0A0, melahirkan pada tanggal 7 Maret 2021 jam 00.00 dengan SC.
PPV yaitu darah berwarna merah, kontraksi kuat ±150cc/12 jam.

10. Pola mekanisme koping


Klien mengatakan sudah siap menjadi ibu bagi pertama anaknya tapi klien masih
membutuhkan bantuan memahami cara perawatan payudarah,pemberian ASI, dan
perawatan bayi dan luka post SC. Karena klien masih belum mengetahui banyak
mengenai perawatan bayi dan perawatan post partum maka klien berencana meminta
bantuan Ibu dan suaminya untuk merawat anaknya.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Klien selalu berdoa untuk kesehatannya.

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran : E4V5M6 composmentis
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 20x/ menit dengan irama reguler
Suhu tubuh : 36,40 C
Tekanan darah : 140/100 mmHg

3. Kulit : Turgor kulit baik (kembali dengan cepat) kecuali bagian ektremitas
bawah, ada pitting edema pada ekstremitas bawah kembali dalam 4-
5 detik, warna kulit tidak pucat.
4. Kepala : Ukuran kepala mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa/benjolan, kulit kepala bersih, tidak pusing / nyeri kepala.
5. Leher : Tidak terdapat pembesaran pada leher.
6. Mata : Sklera tidak ikterik, mata simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor
dan reflek cahaya baik.
7. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak terdapat lesi pada
hidung.
8. Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret.
9. Mulut : mukosa bibir tidak kering

10. Dada :
a. Jantung :
I : ictus cordis tampak di IC 5,6
P : ictus cordis teraba di IC 5,6
P : redup
A : tidak terdapat bunyi jantung tambahan, Suara jantung I,II regular
b. Paru-paru :
I : expansi dada simetris, tidak ada bekas luka/luka di area dada, RR: 20x/mnt
P : pergerakan dinding dada sama, tactil fremitus teraba
P : sonor
A : vesikuler

11. Abdomen:
a. Inspeksi : simetris, datar, terdapat luka post SC melintang ±10 cm, Tidak
ada tanda perdarahan.
b. Auskultasi : bising usus 10x/menit
c. Perkusi : Involusi uterus baik
d. TFU : 2 jari di bawah pusat
e. Kontraksi Uterus : baik dan keras
f. Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada segmen perut bagian bawah pada luka
post SC dan kandung kemih kosong

12. Ekstremitas :
Atas : turgor kulit baik.
Bawah :adanya udem pada kaki kiri dan kanan (kembali dalam 4-5 detik), kekuatan otot

5 5

5 5
13. Payudara
Bentuk payudara simetris kiri dan kanan, warna sekitar areola hitam kecoklatan,
putting susu tidak tampak menonjol, payudara terasa sedikit keras, produksi ASI yang
dihasilkan masih terlalu sedikit, dan saat ditekan ada keluar colostrum.
14. Genetalia :
Tidak ada benjolan, vulva hygiene bersih, klien tidak memakai pembalut hanya
menggunakan underpath, terdapat PPV merah segar sekitar 150 cc
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Hasil laboratorium 4 Juni 2021 Pukul: 13.00 WIB

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


HEMATOLOGI
Hematologi Paket 9,8 g/dL 11.00 – 15.00
Hemoglobin Hematokrit 30,5 % 35-47
Eritrosit 3,8 10^6/uL pg fL 4.4 -5.9
MCH MCV MCHC 28,1 g/dL 10^3/ul 27.00-32.00
Leukosit Trombosit RDW 87,8 10^3/ul 76-96
NPV 32 % 29.00-36.00
13,6 fL 3.6 – 11
234 150-400
15,5 11.60-14.80
10 4.00 – 11.00

Hasil Pemeriksaan Urin 6 Maret 2021 Pukul 13.00 Protein Urin : +3


TERAPI RUTE FUNGSI
Infus Ringer Lactate Intravena Mengganti elektrolit dan cairan yang hilang
20tpm di intravaskuler dan menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit
MgSO4 dosis 4 gram Intravena Untuk mencegah terjadinya kejang pada pre
selama 5-10 menit, eklampsi dan menurunkan tekanan darah
dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan
1g/jam selama 24 jam
post partum
Ceftriaxone 2 gr/12 jam Intravena Antibiotik yang disebabkan karena infeksi
bakteri
Ketorolac 30g/8jam Intravena Obat Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)
untuk mengobat nyeri sedang hingga berat
Inf. Paracetamol 10 g/ Peroral Obat analgesik ringan hingga sedang dan
6jam antipiretik
Captopril 12,5 mg/ 12 Peroral Mengatasi Hipertensi dengan memperlancar
aliran darah menuju jantung dan
mengurangi tekanan darah
PROGRAM TERAPI
ANALISA DATA

No. Tanggal Data Fokus Etilogi Masalah Ttd


/ jam Keperawatan
1. 4 Juni DS : Kurang Defisit pengetahuan Dewi
2021 - Pasien mengatakan ASI belum terpapar
Pukul keluar. informasi
09.30 - Pasien mengatakan belum tau cara
WIB perawatan payudara.
- Klien mengatakan ini adalah anak
pertama
- Klien mengatakan belum mengerti
mengenai makanan tepat yang
dapat mempercepat penyembuhan
luka dan diet yang tepat untuk
obesitas

DO :
- Puting susu tidak menonjol
- Areola mamae hiperpigmentasi
- ASI belum keluar
- Payudara teraba sedikit keras dan
hangat
- Klien tidak bisa mempraktekkan
cara perawatan payudara
- Klien tampak bingung saat di beri
pertanyaan mengenai makanan
yang dapat mempercepat
penyembuhan luka dan diet tepat
untuk obesitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)
RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi TTD


Keperawatan
1 Defisit Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan dan pengetahuan klien Dewi
Pengetahuan tindakan keperawatan 2. Motivasi dan anjurkan klien untuk
berhubungan 1x24 jam masalah perawatan payudarah dan pijat payudarah
dengan kurang keperawatan defisit dan pijat oksitosin, memenuhi kebutuhan
terpapar pengetahuan nutrisi yang dapat menunjang proses
informasi berhubungan dengan penyembuhan luka operasi. Motivasi
kurang terpapar diet yang tepat untuk obesitas yang bisa
informasi, dengan di terapkan setelah pulang dari rumah
kriteria hasil : sakit setelah rawat inap
1. Klien mampu 3. Berikan Informasi mengenai jenis gizi
melakukan perawatan seimbang yang baik untuk ibu nifas
payudara sendiri, dengan Sectio Caesarea, diet yang tepat
dengan kriteria hasil : bagi obesitas dan Perawatan payudarah
ASI keluar Pasien dan pijat payudarah, pijat oksitosin
mampu melakukan 4. Edukasi mengenai manfaat dalam
perawatan payudara. memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
2. Klien mengetahui gizi seimbang dan diet yang tepat bagi
nutrisi yang baik obesitas
dikonsumsi untuk 5. Edukasi mengenai efek buruk dari
mempercepat proses kekurangan nutrisi, diet yang tepat bagi
penyembuhan luka obesitas, Perawatan payudarah dan pijat
post operasi. payudarah, pijat oksitosin
3. Klien dapat 6. Edukasi mengenai cara pengaturan dan
menyebutkan jenis pengolahan makanan yang baik pada
gizi seimbang yang ibu nifas dengan Sectio Caesarea.
baik untuk ibu nifas Perawatan payudarah dan pijat
dengan sectio payudarah, pijat oksitosin
Caesarea 7. Edukasi mengenai diet yang tepat bagi
4. Klien mampu obesitas sebagai rencana tindak lanjut
menyebutkan sebelum pasien pulang.
bagaimana diet yang
tepat pada obesitas
5. Klien dapat
menyebutkan
manfaat dalam
memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan
gizi seimbang
6. Klien dapat
menyebutkan apa saja
efek buruk dari
kekurangan nutrisi
7. Klien dapat
menyebutkan cara
pengaturan dan
pengolahan makanan
yang baik pada ibu
nifas dengan Sectio
Caesarea

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1. Implementasi hari pertama


Tanggal / Kode Tindakan Keperawatan Respon TTD
jam Dx.
5 Juni 2021. 1 1. Mengkaji kemampuan dan S: Klien mengatakan sudah paham Dewi
Pukul 10.00 pengetahuan klien mengenai edukasi yang diberikan,
2. Memberikan informasi yaitu nutrissi yang baik untuk
cara mencegah infeksi mempercepat proses penyembuhan
dengan melakukan luka operasi, serta menjadi paham
personal hygiene yaitu bagaimana cara pengaturan dan
cuci tangan dan mandi, pengolahan makan yang baik bagi
tidak memegangin daerah ibu nifas dengan operasi caesar
luka baik itu menekan atau
menggaruk. O:
3. Memberikan informasi 1. Klien mengetahui nutrisi yang
setelah 3 hari pulang dari baik dikonsumsi untuk
rs klien datang ke poli mempercepat proses
untuk kontrol memantau penyembuhan luka post operasi
luka dan menganti balutan 2. Klien dapat menyebutkan jenis
4. Memotivasi dan gizi seimbang yang baik untuk
menganjurkan klien untuk ibu nifas
memenuhi kebutuhan 3. dengan SC Klien dapat
nutrisi yang dapat menyebutkan manfaat dalam
menunjang proses memenuhi kebutuhan nutrisi
penyembuhan luka dengan gizi seimbang
operasi, perawatan 4. Klien dapat menyebutkan cara
payudarah dan pijat pengaturan dan pengolahan
payudarah dan oksitosin makanan yang baik pada ibu
5. Memberikan informasi nifas
mengenai jenis gizi 5. dengan SC, perawatan
seimbang yang baik untuk payudarah dan diet yang tepat
ibu nifas dengan Sectio untuk obesitas
Caesarea, pentingnya asi
bagi bayi, perawatan
payudarah dan pijat
payudarah dan oksitosin
6. Mengedukasi mengenai
cara pengaturan dan
7. pengolahan makanan yang
baik pada ibu nifas dengan
Sectio Caesarea,
perawatan payudarah dan
pijat payudarah dan
oksitosin
8. Edukasi pasien mengenai
diet yang tepat untuk
obesitas setelah bayi bisa
mendapatkan mpasi/
maknan pendamping

EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal / Kode Subjektif, Objektif, Assasment, Planning, SOAP TTD
jam DX.
5 Juni 2021. 1 S: Dewi
Pukul - Klien mengatakan sudah paham mengenai edukasi yang
08.00 WIB diberikan, yaitu nutrisi yang baik untuk mempercepat proses
penyembuhan luka operasi, perawatan payudarah dan pijat
payudarah, dan diet yang tepat bagi obesitas
- Klien sudah paham mengenai cara mencegah infeksi dengan
melakukan personal hygiene yaitu cuci tangan dan mandi, tidak
memegangin daerah luka baik itu menekan atau menggaruk.
- Klien mengatakan akan rutin mempraktekan perawatan
payudarah dan pijat payudarah
- Klien antusias saat menerima edukasi perawatan payudarah dan
pijat payudarah.
- Klien memahami dan akan datang setelah 3 hari setelah pulang
dari rumah sakit unyuk konrol ke poli dan ganti balut
- Klien mengatakan akan mulai menerapkan diet untuk obesitas
setelah bayinya mendapat mpasi

O:
- Klien mengetahui nutrisi yang baik dikonsumsi untuk
mempercepat proses penyembuhan luka post operasi
- Klien mengetahui bagaimana cara merawat payudarah dan pijat
payudarah
- Klien mengetahui diet yang tepat untuk obesitas
- Klien dapat menyebutkan makana yang dapat membantu
penyembuhan luka
- Klien dapat menyebutkan cara perawatan payudarah dan pijat
payudarah
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai aplikasi pijat oksitosin untuk
meningkatkan produksi ASI pada ibu post sectio caesarea pada kasus Ny L.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Juni 2021 dan didapatkan hasil bahwa klien
mengeluh ASI tidak keluar, bayi rewel dan tidak mau menetek, suhu bayi 37,6oC,
payudara keras , kolostrum keluar sedikit, tidak ada nyeri tekan, asi sangat sedikit
keluar. ASI yang tidak keluar akan menyebabkan pemberian ASI tidak efektif, sering
terjadinya kasus tidak keluarnya ASI pada ibu post sectio caesarea karena klien
kesulitan dalam menyusui sehingga intensitas klien untuk menyusui pun berkurang,
padahal makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise,
makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar, sehingga makin sering
isapan bayi, makin banyak produksi ASI, sebaliknya berkurang isapan bayi
menyebabkan produksi ASI kurang .
Penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada ibu post sectio caesarea pada
hari pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan
hormone prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi
ASI, karena penggunaan obat-obatan yang digunakan saat operasi maupun sesudah
operasi serta terbatasnya mobilitas ibu untuk menyusui. Hasil pengkajian tersebut
menunjukan keadaan yang terjadi pada klien yaitu tidak keluarnya ASI sesuai dengan
teori yang ada. Selain itu status gizi, nutrisi maternal dan masukan cairan merupakan
faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas ASI, ibu yang menyusui
membutuhkan 300-500 kalori tambahan selama masa menyusui (Lowdermilk, 2010).
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan masalah keperawatan yaitu “
Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplay air susu ibu tidak
adekuat” yang ditandai dengan klien mengeluh ASI tidak keluar, bayi rewel dan tidak
mau menetek, serta payudara keras, putting tidak menonjol keluar, kurang bersih,
areola hitam besar, kolostrum keluar sedikit, tidak ada nyeri tekan asi sangat sedikit
keluar. Pada hari pertama ASI belum keluar tetapi pada umumnya kolostrum secara
bertahap berubah menjadi ASI antara hari ketiga dan kelima masa nifas yang ditandai
dengan payudara mulai membesar, bayi mau menyusu, tidak menangis/rewel
(Bobak,2004). Pernyataan ini mendukung masalah yang diangkat karena keadaan
klien menunjukkan yang seharusnya hari ketiga ASI sudah keluar dan payudara mulai
membesar namun hal itu belum terjadi. Dari permasalahan keperawatan yang ada,
penulis lebih memfokuskan untuk mengatasi agar pemberian ASI menjadi efektif
sehingga perumusan perencanaan tindakan keperawatan hanya difokuskan untuk
meningkatkan produksi dan pengeluaran ASI.
Perencanaan tindakan keperawatan disusun dengan menyesuaikan teori
dengan keadaan nyata pada klien. Tujuan dari pemberian tindakan keperawatan ini
adalah diharapkan menyusui atau pemberian ASI menjadi efektif dengan kriteria hasil
tidak terjadi pembengkakan payudara, ASI keluar, payudara tidak bengkak dan tidak
nyeri saat ditekan, bayi mau menetek, ibu memahami cara memberikan ASI, proses
menyusui berjalan lancar, bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan
dengan penurunan berat badan awal dibawah batas normal, tumbuh kembang dalam
batas normal, atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel. Rencana tindakan
keperawatan meliputi kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya, beri
informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, dan faktor-faktor yang
memudahkan atau menggangu keberhasilan menyusui,ajarkan teknik untuk
mendapatkan reflex letdown : Shower air hangat, massage (pijat oksitosin),
pengisapan bayi, mendekatkan dengan payudara, demonstrasikan tentang teknik-
teknik menyusui, anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan
sesering mungkin, anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan bra yang terlalu
kencang.
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan usaha untuk
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Pijat oksitosin ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau let down reflex. Selain untuk
merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan
pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,
merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu
dan bayi sakit.
Pemberian pijat oksitosin disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Eko Mardiyaningsih, Setyowati, dan Luknis Sabri di Rumah Sakit Wilayah Jawa
Tengah mengemukakan bahwa pelaksanaan pijat oksitosin dan teknik marmet sangat
efektif dalam meningkatkan produksi ASI pada ibu post sectio caesarea. Tindakan ini
dapat memberikan sensasi relaks pada ibu karena massase dapat merangsang
pengeluaran hormone endorphine serta dapat menstimulasi reflek oksitosin. Setelah di
lakukan evaluasi tindakan Ny. L sudah mulai ada produksi ASI namun belum keluar
banyak. Setelah diberikan tindakan keperawatan pijat oksitosin dari tanggal 03-06
Mei 2014, hasil evaluasi yang didapat adalah Ny.S mengatakan sudah tenang tidak
cemas lagi karena bayi sudah mau menetek serta ASI keluar banyak, payudara klien
bersih, payudara tidak bengkak dan tidak nyeri, produksi ASI lancar, ASI keluar, bayi
mau menetek dengan kuat, bayi tidak rewel, suhu bayi 36,8oC, berat badan 2500
gram, putting susu menonjol sehingga bayi mudah menyusu, masalah ketidakefektifan
pemberian ASI dapat terpenuhi karena ASI sudah keluar banyak, bayi tidak rewel dan
mau menetek, rencana tindak lanjut anjurkan klien untuk merangsang produksi ASI
dan pengeluaran ASI misal dengan perawatan payudara, dan pijat oksitosin setiap
hari. B. Simpulan Dari hasil pemberian Asuhan Keperawatan yang dilakukan secara
langsung mengaplikasikan pijat oksitosin pada Ny.L dengan post sectio caesarea hari
ke-2 yang meliputi pengkajian, perumusan masalah, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi, maka penulis dapat merumuskan kesimpulan sebagai berikut : Hasil
identifikasi keadaan payudara dan status menyusui pada Ny.L menunjukkan belum
terjadinya produksi ASI pada hari ke-2 post sectio caesarea, Ny.S mengatakan ASI
belum keluar dan belum ada pembesaran payudara. Kemudian untuk mengatasi hal
tersebut penulis mengaplikasikan pijat oksitosin sesuai dengan penelitian yang ada.
Setelah dilakukan tindakan mulai ada peningkatan produksi dan pengeluaran ASI
pada hari kedua dilakukan tindakan karena payudara membesar, ASI sudah mulai
keluar, yang kemudian disusukan pada bayi. ASI semakin lancar dan berat badan bayi
dalam batas normal karena memperoleh ASI yang cukup setelah dilakukan pijat
oksitosin sampai hari keempat. Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang telah
penulis berikan pada Ny.L dapat disimpulkan bahwa aplikasi pijat oksitosin dapat
meningkatkan produksi ASI pada ibu post sectio caesarea
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan dari pembahasan atau EBNP yang telah dilakukan di Ruang Obstetri
RSUP Dr Kariadi adalah bahwa pijat oksitosin dapat digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan produsi asi pada ibu post partum menyusui

B. Saran
a. Institusi pendidikan
Penerapan evidence based nursing dapat memperbaruhi kurikulum
pembelajaran utamanya terkait efek pijat oksitosin yang berpedoman pada kaidah
ilmiah berdasar bukti dengan jangka waktu terupdate dan dapat diaplikasikan.
b. Pelayanan keperawatan
Penerapan evidence based nursing dapat dijadikan acuan dalam melakukan
pijat oksitosin
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PIJAT OKSITOSIN

No. Prosedur Tetap

1 Tindakan Pijat Oksitosin


2 Tujuan 1. Menjaga atau memperlancar ASI

2. Mencegah terjadinya infeksi


3 Persiapan Alat 1. Kursi

2. Meja

3. Minyak kelapa atau baby oil


4 Prosedur Kerja a. Tahap Pra Interaksi

1. Siapkan alat dan dekatkan keklien

2. Cek status klien

b. Tahap Orientasi

1. Berikan salam

2. Jelaskan tujuan, prosedur dan


lamanya tindakan pada klien

3. Berikan kesempatan klien untuk


bertanya sebelum tindakan
dilakukan

4. Jaga privasi klien

c. Tahap Kerja

1. Cuci tangan

2. Membantu melepaskan pakaian


bagian atas dan BH ibu
kepalan tinju kedua tangan dan ibu

jari menghadap kearah atas atau


depan

7. Tekan dengan kuat membentuk


gerakan lingkaran kecil, dengan
kedua ibujari mengggosok kearah
bawah dikedua sisi tulang belakang
pada saat yang sama dari leher
kearah tulang belikat. Dilakukan
selama 15 sampai 20 menit.
Lakukan pemijatan selama dua kali
sehari

Tahap Terminasi 1. Evaluasi perasaan ibu

2. Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya

3. Sampaikan salam
Sumber : Depkes RI (2007) dalam Trijayati (2017)

Gambar 3 Pijat oksitosin (Sumber : Vaikoh, 2017)


Daftar Pustaka

Anik Maryuni, 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Ekslusif dan Manajemen Laktasi, Jakarta:
TIM

Ari Indra S, Lina R, dkk, 2015. Asuhan Kebidanan Nifas & Menyusui, Jakarta: Erlangga
Astutik, Y, R. (2015). Asuhan kebidanan ibu nifas dan menyusui. TIM.Jakarta. , (2016).

Payudara dan Laktasi. Jakarta : Salemba Medika. Azizah&Yulinda (2016). Pengaruh Pijat
Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI pada Ibu Postpartum di BPM Pipin Heriyanti
Yogyakarta Tahun 2016. Media Ilmu Kesehatan Vol. 6, No. 1, April 2017 Cox , (2006).
ASI Eksklusif. Jakarta : Trans info Media

Darul Azhar Vol 3, No. 1, 2017. Hubungan pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI
pada ibu post partum. Journal

Damai Yanti, 2014. Asuhan Kebidanan masa Nifas. Jakarta : Refika Aditama Depkes RI.
2007. Manajemen Laktasi. Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. , 2016. Data dan
Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Mardianingsih, Eko. (2010). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat Oksitosin
terhadap produksi ASI.

Roesli. (2013). Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Agriwidya

Rukiyah, Ai.Y. dkk 2012.Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta : Trans Info media Widya
Juliarti, Een Husana, 2017. Hubungan Pijat Oksitosin dengan pengeluaran ASI pada ibu
nifas BPM Yuni Fatimah, Amd.Keb Pekanbaru tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai