LP Mioma Uteri
LP Mioma Uteri
LP Mioma Uteri
DISUSUN OLEH:
NIKEN ROHDIYAH
131711133037
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
(Mansjoer, 2001). Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas, tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous, sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan,
dan dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya yang dominan. Mioma
uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan
reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif dapat
menyebabkan infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).
1.2 Etiologi
Menurut Aspiani (2017), ada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
1. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2
(dua) kali.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, di samping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidroxy
desidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi
estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih
banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL
(human placental lactogen), terlihat pada periode ini dan memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang
terkena :
1. Lokasi
Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2 %), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corpiral (91 %), merupakan lokasi paling sering, dan seringkali
tanpa gejala.
2. Lapisan uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi
menjadi tiga jenis yaitu :
1.5 Patofisiologi
Mioma uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan
pengaruh estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan
pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang
menyebabkan perdarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya
perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko kekurangan
volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya
nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A,
2005)
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit
dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut.
Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan
pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan
jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi
resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat
anestesi yang mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan
kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif. (Sarwono, 2005)
1.6 Web of Caution (WOC) Mioma Uteri
Faktor risiko; perempuan usia
produktif
Reseptor esterogen ↑
Mioma Uteri
Mual,muntah
Kurangnya
Penekanan organ sekitar
pengetahuan
Anoreksia
Gangguan
Eliminasi Urin
1.7 Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang
sudah bergejala
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50 %. Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan
histerektomi.
3. Penanganan radioterapi
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
a. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
b. Bukan jenis submukosa.
c. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
d. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat
menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
(Achadiat, 2004)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
2.3 Intervensi
Diagnosa Intervensi
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan Observasi
dengan trauma keperawatan selama 1) Identifikasi skala nyeri
jaringan akibat ... x 24 jam, 2) Identifikasi respon nyeri non
mioma uteri diharapkan tingkat verbal
nyeri menurun 3) Identifikasi faktor yang
dengan kriteria hasil: memperberat dan
1. Keluhan nyeri memperingan nyeri
menurun (5) 4) Monitor efek samping
2. Gelisah penggunaan analgesik
menurun (5) Terapeutik
3. Pola tidur 5) Berikan teknik non
membaik (5) farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6) Kontrol lingkungan yang
dapat memperberat rasa nyeri
7) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
8) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
9) Ajarkan penggunaan
analgesik secara tepat
Kolaborasi
10) Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen cairan:
eliminasi urin tindakan Observasi
berhubungan keperawatan ... x 24 1) Monitor status hidrasi
dengan jam diharapkan 2) Monitor hasil pemeriksaan
penekanan oleh eliminasi urin laboratorium
massa jaringan membaik dengan Terapeutik
neoplasma kriteria hasil: 3) Catat intake output balance
pada organ 1) Sensasi berkemih cairan selama 24 jam
sekitarnya, meningkat (5) 4) Berikan asupan cairan sesuai
gangguan 2) Frekuensi BAK kebutuhan
sensorik membaik (5) Kolaborasi
motorik. 3) Karakteristik urin 5) Kolaborasi pemberian diuretik
membaik (5) jika perlu
Kateterisasi Urin
Observasi
1) Periksa kondisi pasien
Terapeutik
2) Siapkan peralatan, bahan-
bahan dan ruang tindakan
3) Siapkan pasien: bebaskan
pakaian bawah dan
posisikan dorsal rekumben
4) Pasang sarung tangan
5) Bersihkan daerah perineal
atau proposium dengan
cairan NaCl atau aquadest
6) Lakukan insersi kateter
urin dengan menerapkan
prinsip aseptik
7) Sambungkan kateter urin
dengan urin bag
8) Isi balon dengan NaCl
sesuai anjuran pabrik
9) Fiksasi selang kateter di
atas simpisis atau paha
10) Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
11) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urin
12) Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5
Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.