Laporan Pendahuluan Mioma Uteri

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

N DENGAN

DIAGNOSA MEDIS UTERUS MIOMATOSUS

DI RUANG NUSA INDAH II RSUD SLEMAN

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Selama

Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas

STIKES Wira Husada Yogyakarta

Disusun Oleh :

ALFONSA KAKA

PN.200880

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA YOGYAKARTA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny. N DENGAN

DIAGNOSA MEDIS UTERUS MIOMATOSUS

DI RUANG NUSA INDAH II RSUD SLEMAN

Laporan Pendahuluan ini telah dibaca, diperiksa pada

Hari/tanggal :

Pembimbing Klinik Mahasiswa Praktikan

( …………………………………….) (Alfonsa Kaka)

Mengetahui

Pembimbing Akademik

(Nur Yetti Syarifah, S.Kep., Ns.,M.Med.Ed)


LAPORAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
dinding uterus. Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma,
miofibroma, laiomioma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma
merupakan tumor uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas umur 35
tahun (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).
Mioma adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit
kanker, mioma tidak mempunyai kemampuan menyebar ke seluruh tubuh.
Konsistensinya padat dan sering mengalami degerasi dalam kehamilan dan
sering kali ditemui pada wanita berumur 35-45 tahun. Tumor ini mebutuhkan
waktu 4-5 tahun dan untuk mencapai ukuran sebesar buah jeruk. Tumor ini
sering pula ditemukan pada wanita yang belum pernah melahirkan atau wanita
yang sulit hamil (inferentil) (Setiati, 2009).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah
suatu pertumbuhan jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai
jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis
tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai
ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia
reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

2. Penyebab / Faktor Predisposisi


Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti,
namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma
uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest”
yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh hormone estrogen.
Namun demikian, beberapa factor yang dapat menjadi factor pendukung
terjadinya mioma adalah : wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda,
genetic, zat-zat karsinogensik, sedangkan yang menjadi factor pencetus dari
terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifactorial. Dipercayai, bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatic dari
sebuah sel neoplastic tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, disamping factor predisposisi genetic,
adalah estrogen, progesterone dan human growth hormone.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hyperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat)menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada myometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu :
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormone pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormone yang mempunyai struktur dan aktivitas biologic serupa yaitu
HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari leiomyoma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari
aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa factor yang


diduga kuat sebagai factor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini
paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relative
infertile, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
c. Factor ras dan Genetik
Menurut Manuaba, pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari factor ras,
kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang
menderita mioma.
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel-sel
otot yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan
penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada
seorang wanita estrogen pada nuli para, factor keturunan juga berperan
mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde diliputi pseudakapsul.
Menurut Mansjoer, perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian
besar bersifat degenerative karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi
kistik, degenerasi membantu, marah, lemak.
3. Pathway

Herediter, pola Mioma Uteri


hidup, hormonal

Mioma intramural (dinding Mioma submukosum Mioma subserosum


antara miometrium (tumbuh menjadi polip, (diantara ligamentmluteum)
dilahirkan melalui serviks)

Penurunan imun tubuh Resiko Infeksi Tanda / Gejala

Perdarahan pervaginam Tindakan Pembedahan Pembesaran uterus


(histerektomi)

Hb menurun Resiko kekurangan Penekanan organ


volume cairan sekitar

Tak tertangani Resiko syok


dengan cepat

Perlukaan Kurang informasi mengenai


prognosis penyakit dan
Kerusakan terapi
integritas jaringan Ansietas

Hilangnya uterus ovarium

Estrogen berkurang
Menekan vesika Penekanan Saraf
urinaria dan rektum
Progesteron
kewanitaan menurun

Libido seksual Pola eliminasi Nyeri


menurun

Disfungsi seksual Retensi Urin Konstipasi


4. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena.
a. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh kea rah vagina menyebkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan
gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling
lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

Gambar 1. Mioma Uteri


1) Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan
dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat
berada di dalam ligamentumlatum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus,
omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan system
peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitic.
2) Mioma Uteri Intramural
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di
dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak
(jaringan otot rahim dominan).
3) Mioma Uteri Submukosa
Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai
maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis
servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi.

4. Manifestasi Klinis
Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala.
Umumnya gejala yang temukan bergantung pada lokasi, ukuran, dan
perubahan pada mioma tersebut seperti :
a. Perdarahan abnormal: hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
 Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma di antara serabut myometrium sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
b. Nyeri: dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan
setempat dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga
menimbulkan dismenore.
c. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan
poliuri, oada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
d. Disfungsia reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu
dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan
embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan
mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri :
 Gangguan transportasi gamet dan embrio
 Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
 Perubahan aliran darah vaskuler
 Perubahan histologi endometrium
(Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)

5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan
oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematocrit menunjukkan adanya kehilangan darah
yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan
kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostic.
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

6. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam, yaitu penanganan
secara konservatif dan penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap
3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
3) Pemberian zat besi
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submukosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
 Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan
masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan
bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarcoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang
dengan mudak dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan section caesaria.
 Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan
pada penderita yang memiliki leiomyoma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala.
 Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelag dilakukan miomektomi harus dilanjutkan
histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi/miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnose keperawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi
c. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-
akhir ini kontrak indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi
hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
3) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan
perdarahan.
Obat-obatan yang biasa kepada penderita mioma yang mengalami
perdarahan melalui vagina yang tidak normal, antara lain :
 Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti
Infamation=NSAID)
 Vitamin
 Dikerok (kuretase)
 Obat-obatan hormonal (misalnya, pil KB)
 Operasi penyayatan jaringan mioma ataupun mengangkat rahim
keseluruhan
 Pemberian hormone steroid sintetik seperti progestin, malah
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri daerah panggul yang
bertambah. Hormon GnRH agoins (Gonadotropin Releasing
Hormon) bias mengurangi besar ukuran mioma. Akan tetapi,
mioma kembali membesar setelah 6 bulan obat GnRH dihentikan.
 Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan,
tidak memerlukan pengobatan khusus.

7. Komplikasi
a. Perdarahan sampai terjadi anemia
b. Torsi tangkai mioma dari :
 Mioma uteri subserosa
 Mioma uteri submukosa
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
 Infertilitas
 Abortus
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak
 Inersia uteri
 Gangguan jalan persalinan
 Perdarahan post partum
 Retensi plasenta
2) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Dalam hal pemeriksaan, menurut Setiati(2009: 95-96) adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis
Timbul benjolan di perut bagian bawah pada waktu yang relatif lama.
kadang- kadang Gangguan haid. Buang air kecil atau air besarpun
terjadi. Nyeri perut terjadi apabila mioma terinfeksi , terpuntir atau
pecah.
b. Pemeriksaan  fisik
Palpasi Abdomen digunakan untuk mendapatkan tumor diabdomen
bagian bawah.
c. Pemeriksaan Ginetologi
Dengan pemeriksaan bimanual. Tumor tersebut didpatkan menyatu
dengan rahim atau mengisi dengan kavum Douglasi. Konsistennya
padat , kenyal, bergerak dan permukaan tumor umumnya rata.  Gejala
klinisnya adalah adanya rasa penuh pada bagian bawah, tanda massa
yang  padat kenyal, terjadi perdarahan abnormal, dan muncul rasa
nyeri, terutama saat menstruasi.
d. Pemeriksaan Luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan
tumor dapat terbatas atau bebas.

Selain itu, fokus pengkajian mioma uteri terdiri dari :


a. Pengumpulan Data
Merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien sebagai
berikut:
 Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering
ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
 Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang.
 Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi
pada dirinya akibat tindakan THA_BSO (Total Abdominal
Hyterektomi And Bilateral Salphingo Oopphorectomy).
b. Keluhan utama
Keluhan yang timbul hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehan tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah
bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada
rasa nyeri tersebut adalah pengkajian nyeri P, Q, R, S, T.
c. Riwayat reproduksi
1) Haid
 Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atropi pada masa menopause.
2) Hamil dan Persalinan
 Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.
 Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi
psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya organ
kewanitaan.
d. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap
emosional klien dandiperlukan waktu untuk memulai perubahan yang
terjadi. Oragan reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita
melihat fungsi menstruasi sebagai lambing feminitas sehingga
berhentinya menstruasi biasanya dirasakan sebagai hilangnya perasaan
kewanitaan. Perasaaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu
ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas
terhalangi atau hilangan kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak
yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
e. Status Respiratori
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang cepat dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau terdapat sekret. Suara paru yang kasar merupakan
gejala terdapat sekret pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas
dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anestesi general.
f. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang
harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah.
Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus
diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syock.
g. Status Urinari
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedah genekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah
pembedahan. Jumlah output urin yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
h. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan dalam usus

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan otot (uterus berkontraksi)
b. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
(perdarahan)
c. Resiko syok b.d ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh
(perdarahan pervaginam berulang)
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasive
e. Retensi urine b.d penekanan oleh masa jaringan neoplasma pada organ
sekitarnya
f. Kerusakan integritas jaringan
g. Disfungsi seksual
h. Konstipasi b.d penekanan pada rectum (prolaps rectum)
i. Ansietas b.d perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatanm konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
No : Diagnosa Keperawatan Intervensi

1. Nyeri akut b.d kerusakan  Pain Level Pain management


jaringan otot (uterus  Pain Control  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
berkontraksi)  Comfort Level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kriteria Hasil:  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
 Mampu mengontrol nyeri nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
berkurang dengan menggunakan ruangan, pencahayaan, kebisingan
manajemen nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,
 Mampu mengenali nyeri (skala, dan inter personal)
intensitas, frekuensi dan tanda  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyeri)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Menyatakan rasa nyaman setelah  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri berkurang  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dam tindakan nyeri
tidak berhasil

Analgesic administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, Im untuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali
 Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
2. Resiko kekurangan volume  Fluid balance Fluid management
cairan b.d kehilangan cairan  Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
aktif (perdarahan)  Nutritional status: food and  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
fluid intake  Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
Kriteria Hasil:  Monitor vital sign
 Mempertahankan urine output  Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
sesuai dengan usia dan BB, BJ  Kolaborasikan pemberian cairan IV
urine normal, HT normal
 Monitor status nutrisi
 Tekanan darah, nadi, suhu
 Berikan cairan IV
tubuh dalam batas normal
 Dorong masukan oral
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
elastisitas turgor baik,
 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
membrane mukosa lembab,
 Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
tidak ada rasa haus yag
berlebihan  Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan transfusi
 Persiapan untuk transfuse

Hypovolemia management
 Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematocrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal ginjal
3. Resiko syok b.d  Syok prevention Syok prevention
ketidakcukupan aliran darah  Syok management  Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
ke jaringan tubuh HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill
Kriteria Hasil:
(perdarahan pervaginam  Monitor tanda inadekuat oksigenasi
 Nadi dalam batas yang
berulang)  Monitor suhu dan pernapasan
diharapkan
 Monitor input dan output
 Irama jantung dalam batas
yang diharapkan  Pantau nilai labor : HB, HT, AGD, dan elektrolit

 Frekuensi nafas dalam batas  Monitor hemodinamik invasi yang sesuai

yang diharapkan  Monitor tanda dan gejala asites

 Irama pernapasan dalam  Monitor tanda awal syok


batas yang diharapkan  Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan
 Natrium serum dbn preload dengan tepat
 Kalium serum dbn  Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Klorida serum dbn  Berikan cairan iv dan atau oral yang tepat
 Kalsium serum dbn  Berikan vasodilator yang tepat
 Magnesium serum dbn  Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
 PH darah serum dbn  Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
 Monitor fungsi neurologis
 Monitor fungsi renal
 Monitor tekanan nadi
 Monitor status cairan, input output
 Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan
 Monitor EKG
 Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
 Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan/atau tonometry
lambung
 Monitor adanya gejala gagal pernapasan
 Monitor nilai laboratorium
 Masukkan dan memelihara besarnya kebosanan akses IV
4. Resiko infeksi b.d prosedur  Imunne Status Infection Control
invasive  Knowledge: Infection  Bersihkan dlingkungan setelah dipakai pasien lain
control  Pertahankan teknik isolasi
 Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
Kriteria Hasil: dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Mendeskripsikan proses  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penularan penyakit, faktor yang
 Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
mempengaruhi penularan serta
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
pelaksanaannya
petinjuk umum
 Menunjukkan kemampuan untuk
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
mencegah timbulnya infeksi
kencing
 Jumlah leukosit dalam batas
 Tingkatkan intake nutrisi
normal
 Berikan terapi antibiotic bila perlu
 Menunjukkan perilaku hidup
 Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
sehat
 Monitor perhitungan granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
5. Retensi urine b.d penekanan  Urinary elimination
oleh masa jaringan  Urinary continence Urinary retention care
neoplasma pada organ  Monitor intake dan output
sekitarnya Kriteria Hasil:  Monitor penggunaan obat antikolionergik
 Kandung kemih kosong secara  Monitor derajat distensi bladder
penuh  Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine
 Tidak ada residu urin > 100-200  Sediakan privacy untuk eliminasi
cc  Stimulus refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomen
 Bebas dari ISK  Kateterisasi jika perlu
 Tidak ada spasme bladder  Monitor tanda dan gejala ISK
 Balance cairan seimbang
6. Kerusakan integritas  Tissue integrity : skin and Pressure ulcer prevention wound care
jaringan mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Wound healing : primary  Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
and secondary intention  Mobilisasi pasien setiap du jam sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
Kriteria Hasil:  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Perfusi jaringan normal  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Tidak ada tanda-tanda infeksi  Monitor status nutrisi pasien
 Ketebalan dan tekstur jaringan  Memandikan pasien dnegan sabun dan air hangat
normal
 Observasi luka : lokasi, dimesi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,
 Menunjukkan pemahaman
tanda-tanda infeksi local, formasi traktur
dalam proses perbaikan kulit
 Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
dan mencegah terjadinya cidera
 Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
berulang
Protein)
 Menunjukkan terjadinya proses
 Cegah kontaminasi feses dan urin
penyembuhan luka
 Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
 Hindari kerutan pada tempat tidur

8. Konstipasi b.d penekanan  Bowel elimination Constipation/impaction Management


pada rectum (prolaps  Hydration  Monitor tanda dan hejala konstipasi
rectum) Kriteria Hasil:  Monitor bising usus
 Mempertahankan bentuk feses  Monitor feses : frekuensi, konsistensi dan volume
lunak setiap 1-3 hari  Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising
 Bebas dari ketidak nyamanan usus
dan konstipasi  Monitor tanda dan gejala rupture usus/peritonitis
 Mengidentifikasi indicator  Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
untuk mencegah konstipasi  Identifikasi factor penyebab dan kontribusi konstipasi
 Feses lunak dan berbentuk  Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif
 Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
 Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
 Memantau bising usus
 Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan / kenaikan frekuensi
bising usus
 Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
 Anjurkan pasien / keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
 Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat

9. Ansietas b.d perubahan  Anxiety self-control Anxiety Reduction


 Anxiety level
dalam status peran,  Coping  Lakukan pendekatan yang menenangkan
ancaman pada status Kriteria Hasil:  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
kesehatanm konsep diri  Klien mampu mengidentifikasi  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
dan mengungkapkan gejala  Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
(kurangnya sumber
cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
informasi terkait penyakit)
 Mengidentifikasi,  Dorong keluarga untuk menemani pasien
mengungkapkan dan
 Lakukan back/neck rub
menujukkan teknik untuk
 Dengarkan dengan penuh perhatian
mengontrol cemas
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Vital sign dalam batas normal
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Postur tubuh, ekspresi wajah,
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
bahasa tubuh, dan tingkat
persepsi
aktivitas menunjukkan
 Instruksikan pasien melakukan teknik relaksasi
berkurangnya kecemasan
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Daftar Pustaka
Bulechek, Gloria M dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keenam. Yogyakarta: Moco Media

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi


Kelima. Yogyakarta: Moco Media

Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi revisi Jilid 3.
Jakarta : Mediaction4
Setiati, Eni. 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta:
Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai