23 DM Dengan Masalah Khusus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DM

DENGAN MASALAH KHUSUS

N NAMA NIM
O
1 MARSELINA B MOLINA PO.530320917160
2 MAGDALENA ADE IRMA
3 NADIA MANU TIDAK AKTIF

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI PPN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN

2019/2020
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat, taufik, dan
hidayahnya sehingga kita masih dapat diberikan kesehatan. Sehingga dalam kesempatan
ini kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah dengan topic Asuhan keperawatan pada
pasien DM dengan masalah Khusus dan dengan harapan semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih memahami masalah khusus
pada pasien DM.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami, dan bermanfaat bagi teman-
teman dan pembaca makalah ini serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Dan
kami selalu menantikan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai
upaya penyempurnaan makalah ini
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakansg

Diabetes Melitusadalah gangguan metabolism yang ditandai dengan


hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism kabohidrat,lemak
dan protein yang sisebapkan oleh penurunan sensitivitas insulin atau kedunya dan
menyebapkan komplikasi kronis mikrovaskuler,makrovaskuler,dan neuropati.
Diabetes Melitus dengan kondisi khusus seperti Tuberkolosis pada diabetes Melitus,
infeksi saluran kemih (ISK),infeksi saluran nafas,infeksi saluran cerna,infeksi
jaringan lunak dan kulit,infeksi rongga mulut,infeksi telinga,infeksi human
immunodeficiency virus (HIV)

Pada penelitian Raghuraman (2014) tentang DM dengan kondisi khusus


infeksi seperti pasien TB, di populasi Urbam Puducherry wilayah Indonesia bahwa
prevalensi diabetes pada pasien TB ditemukan 29% (kasus DM yang sudah lama
20,7%, kasus DM baru 8,3%). Prevalensi diabetes pada pasien TB dalam
penelitiannya jauh lebih tinggi daripada prevalensi yang terlihat pada populasi umum.
Pada penelitian dari Tamil Nadu memperkirakan justru prevalensi diabetes di antara
pasien TB 25% lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi diabetes pada
populasi umum yang hanya 10%. Sama halnya dengan penelitian Manoj (2015)
bahwa pada penelitiannya ditemukan prevalensi diabetes yang lebih tinggi pada
pasien tuberkulosis yaitu 19,6%daripada pada populasi umum. Pada pasien dengan
diabetes mellitus kondisi khusus jika tidak ditangani dengan baik dan benar, maka
kondisi kesehatan bisa terus memburuk serta akan menimbulkan komplikasi yang
lebih buruk seperti penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, kebutaan, dan kerusakan
saraf di kaki.

Pentingnya perawat sebagai edukator dalam memberikan pendidikan diabetes


kepada pasien dapat memperbaiki kesalahpahaman terkait penyakit mereka.
Edukasi yang didapatkan oleh pasien DM dapat meningkatkan kemampuan untuk
mencapai dan memperoleh pemahaman tentang pengetahuan kesehatan dan
memahami kondisi mereka. Pemberian edukasi yang dilakukan oleh perawat dapat
memunculkan persepsi yang dapat menentukan perilaku kesehatan seseorang
terhadap penyakitnya Pentingnya asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus
dengan kondisi khusus ialah untuk membantu proses penyebuhan dan membantu
individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu berpikir kritis berbasis EBP pada pasien diabetes mellitus
dengan kondisi khusus
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi saluran kemih
(ISK)
2. Mahasiswa mampu menejlaskan tentang DM dengan Tuberkulosis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi saluran nafas
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi Saluran Cerna
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi jaringan lunak
dan kulit
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi rongga mulut
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi telinga
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang DM dengan Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Diabetes Melitus dengan masalah khusus

2.1.1 Masalah-Masalah Khusus dengan DM (Infeksi)

Infeksi pada pasien DM sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa


darah.infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah,dan kadar glukosa sdarah yang cukup
tinggi menyebapkan kerentangan atau memperburuk infeksi.kadar glukosa yang tidak terkendali
perlu segera diturunkan,anatar lain dengan menggunakan insulin dan setelah infeksi teratasi dapat
diberikan kembali pengobatan seperti semula.

Kejadian infeksi akan sering terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus akibat
munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatan virulensi patoogen,menurunkan produksi
interleukin,menyebapkan terjadinya disfungsi kemotaksis dan aktifitasfagositik,serta kerusakan
fungsi neutrifil,glukosuria,dan dismotitilitas gastrointestinal dan saluran kemih.

 DM dengan Infeksi saluran kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada pasien diabetes dan diasosiasikan dengan
peningkatan komplikasi dan pemburukan penyakit.faktor resik yang meningkatkan terjadinya
ISK pada diabetes anatar lain : control glikemi yang inadekuat,durasi terjadinya DM yang
lama,vaginitis berulang atau pun abnormalitas anatomi saluran kemih.pielonefritis akut lebih
sering terjadi 4-5 kali lipat lebih tinggi pada pasien DM dibandikan pasien non-DM yang
manifestasi klinis yang umunya sama kecuali keterlibatan ginjal bilateral pada pasien DM.
 DM dengan infeksi Tuberkulosis
Diabetes diasosiasikan dengan peningkatan resiko tuberculosis (TB) aktif pada studi control
dan studi kohort,penyakit diabetes dapat mempersulit diagnosis dan manajemen TB karena
terdapat perubahan gambaran klinis penyakit TB dan perlambat periode konversi kultur
sputum.DM juga dapat memperngaruhi hasil pengobatan TB akibat perlambatan reaksi
mikrobiologis terhadap obat, percepatan perkembangan infeksi,serta peningkatan resiko
kematian dan resiko TB berulang (Relapse). Obat-obat untuk diabetes dan tuberkolusis dapat
berinteraksi sehingga menghambat aktifitas satu sama lain.penyandang diabetes mellitus yang
juga menderita tuberkolusis juga sering mengalami resiko untuk terjadinya hepatitis ibas obat
(drug induced hepatitis) akibat obat-obatan antituberkolusis.rekomendasi yang dianjurkan
untuk DM dengan tuberkolusis adalah:
 Pada pasien DM dengna tuberkolusis perlu dilakukan scrining untuk onfeksi TB,dan
sebaliknya pada psaien dengan tuberkolusis perlu dilakukan scrining diabetes
 Skrining tuberkolusis yang direkomendasikan adalah penilaian gejala-gejala tuberculosis
seperti batuk lebih dari 2 minggu pada setian pasien DM.scrining lengkap dengan
pemeriksaan penunjang belum disarankan karena belum ada bukti yang mendukung
 Pasien DM yang menunjukan gejala tuberkolusis perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan
berupa pemeriksaan foto dada dan pemeriksana sputum tuberkolusis sebanyak tiga kali
untuk menegakan diagnosis.
 DM dengan infeksi saluran pernapasan

Infeksi Streptococcus Pneunomis dan virus Influenza merupakan infeksi tersering yang
diasosiasikan dengan diabetes. Rekomendasikan dari ADA adalah pemberian imunisasi
influenza setiap tahun pada semua pasien diabetes yang berusia diatas 60 Thn

 DM dengan infeksi saluran perncernaan

Diabetes seriang diasosiasikan dengan peningkatan terjadinya gastritis akibat infeksi H.


Pylori. Meski demikian,belum ada studi yang membuktikan hal tersebut. Infeksi hepatitis
lebih sering terjadi pada

 DM dengan infeksi jaringa lunak dan kulit

Infeksi jaringan lunak dan kulit yang sering dialami penyandang diabetes mellitus adalah
furunkel,abses dan gangren.infeksi kulit yang akut seperti selulitis dan abses umumnya
disebapkan oleh kuman aerob kokus gram positif,tetapi untuk infeksi yang sudah lama kuman
penyabap biasanya bersifat polimikrobial,yang terdiri dari kokus gram negative,basil gram
positif, dan bakteri anaerob.

 DM dengan infeksi rongga mulut

Infeksi pada gigi dan gusi (periodontal) merupakan infeksi tersering penyandang DM, ada
banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya
akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum.
Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak,
dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat
cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab
utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus,
Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit
dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir
sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara
lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit
jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar
gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas.

 DM dengan infeksi telinga

Otitis eksterna maligna umunya menyerang penyandang DM berusia lanjut dan sering
disebapkan oleh bakteri pseudomonas aeruglinosa

 DM dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Pasien HIV seharunya dilakukan pemeriksaan glukosa plasma puasa untuk mengetahui sudah
terjadi prediabetes atau DM tipe 2 sebelum memulai terapi antiretroviral (ARV), pada saat
terjadi perubahan terapi ARV dan setelah 3-6 bulan setelah terapi ARV diberikan. Bila pada
pemeriksaan glukosa puasa normal,maka dilakukan pemeriksaan glukosa puasa ulang setiap
tahun. Diabetes sering terjadi pada pasien dengan HIV,resiko diabetes dapat meningkat akibat
pengunaan obat ARV golongan protease inhibitor (P1) dan nukleosida reverse transciptase
inhibitor (NRTI). Obat golongan P1 ini diduga dapat menimbulkan resistensi insulin akibat
tingginya kadar sitokin antiinflamasi dan penyebap apoptosis sel-sel beta pankeas,pada pasien
dengan HIV dengan prediabetes,asupan nutrisi yang sehan dan aktfitas fisik yang baik,sangat
dianjurkan karena dapat menurunkan resiko untuk terjadinya diabetes.

2.1.2 Diabetes Melitus dengan disfungsi ereksi

Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan
merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan problem psikis.DE sering menjadi
sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan kepada dokter oleh karena itu
perlu ditanyakan pada saat konsultasi. Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada
Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi.DE bisa juga dapat didiagnosis dengan menggunakan instrumen
sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index of Erectile Function 5). upaya pengobatan
utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko
DE lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi.
 Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh mterhadap
timbulnya atau memberatnya DE.
 Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil dan
vardenafil.

2.1.3 Diabetes Melitus dengan ibadah puasa

Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati adanya perubahan
jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan. Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai
kecenderungan dehidrasi bila berpuasa, oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu
peningkatan kewaspadaan pasien terhadap gejala-gejala hipoglikemia. Untuk menghindarkan
terjadinya hipoglikemia pada siang hari, dianjurkan jadwal makan sahur mendekati waktu
imsak/subuh, kurangi aktivitas fisik pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore
hari. Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak mengalami
kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati terhadap terjadinya
hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis maksimal.

Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.Untuk
penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja menengah yang
diberikan saat berbuka saja. Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya
hipoglikemia pada penyandang diabetes pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat
disertai penyesuaian dosis dan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi gejala hipoglikemia, puasa
dihentikan. Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan. Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa
Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat bagi
penyandang diabetes.

2.1.4 Diabetes Melitus dengan pengelolaan perioperatif

Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu
terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada penyandang diabetes
harus dipersiapkan seoptimal mungkin ,Persiapan operasi elektif maupun non-elektif dapat dilihat
pada pedoman terapi insulin di rumah sakit.

2.2 Manifestasi Klinis DM dengan kondisi khusus

1. Kadar gula tidak normal


2. Malaise
3. Berat badan menurun
4. Terdapat luka yang sulit untuk sembuh
Lingkungan,ifeksi virus Sel-sel pancreas memiliki kesamaan
gondong,rubella,sitomegalovirus,pajan antigen dengan mikroorganisme atau
an terhadap obat-obatan , DM 1 obat-obatan tertentu
()toksik

Memicu perubahan secara antigenic Obesitas,autoantibadi reseptor insulin,mutasi reseptor


sel-sel pankreas insulin,hemakromatosis,genetic DMT2

Sel beta langerhans rusak Insensivitas reseptor insulin

Kegagalan produksi insulin Peningkatan kadar glukosa


Glukosa terjebak dalam vaskuler
dalam darah

Reseptor insulin tidak berikatan


dengan insulin
Penebalan membran Peningkatan Peningkatan
basal pengeluaran glukosa tekanan osmotic
dalam urin ekstrasel
Glukosa tidak dapat masuk ke sel.
Pelebaran Glumerolus
Reasorbsi cairan di Perpindahan air
Sel kekurangan glukosa (bahan baku tubulus ginjal terganggu secara osmosis
keletihan Lesi skelerotik nodular
metabolisme) keluar daris sel

Dieresis osmotik
Menghambat aliran Dehidrasi intra sel
Kelaparan sel-sel tubuh Intolerasi aktifitas
darah
poliuri
(polifagia) Stimulus
Menghambat aliran pengeluaran ADH
darah Dehidrasi ekstra sel
Hati merespon dengan Haus polidipsi
melakukan glukonegenesis Merusak nefron
Resiko kekurangan
(asam amino, asam volume cairan
lemak,glikogen) Gagal ginjal

Pemecahan glikogen otot Gangguan metabolisme protein


secara terus menerus

Pertumbuhan jaringan
Masa otot menurun terhambat

Penurunan berat badan Luka sukar untuk sembuh

Resiko Infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
2.4 Pemeriksaan Penunjang dwrjnjb

Tabel Kadar Gula Darah

No Pemeriksaan Nilai Normal Belum pasti DM, butuh DM


pemeriksaan lanjutan
1 Gula Darah Puasa (8 70-100 mg/dL 100-125 mg/dL >126 mg/dL
jam)
2 Gula Darah 2 jam Post <140 mg/dL 140-199 mg/dL >200 mg/dL
Prandial (2jam PP)
3 Gula Darah <140 mg/dL 140-199 mg/dL >200 mg/dL
sesaat/sewaktu

1. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring,tesdiagnostik,tes pemantauan terapi dan tes
untuk pemantauan komplikasi.
2.5 Penatalaksanaan Medis
a. Obat Hipoglikemik
1) Oral Golongaan Sulfonilurea / sulfonyl ureas Obat ini paling banyak digunakan dan
dapat dikombinasikan dengan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa
glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita DM tipe 2 dengan berat badan berlebihan.
2) Golongan Biguanad /metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa
hati, memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan
sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase Mempunyai efek utama menghambat penyerapan
gula di saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin Pada DM tipe 1 yang Human Monocommponent Insulin (40 UI dan
100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat diberikan
kepada penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak
berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau
mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat
wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet
b. Penurunan berat badan
c. Penyuluhan/pendidikan kesehatan
d. Perencanaan makan
e. Latihan/olahraga
2.6 Pendidikan Kesehatan
 Edukasi.
Pasien DM terutama yang DM tipe 2 salah satu faktor penyebabnya adalah pola gaya
hidup dan perilaku yang tidak sehat. Untuk mengubahnya dibutuhkan edukasi yang terus-
menerus, Tujuan perubahan perilaku adalah agar para diabetisi dapat menjalani pola hidup
sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:
a. Berpola makan sehat
b. Melakukan aktifitas fisik yang cukup
c. Meminum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan
tepat
g. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

INSPEKSI :

 pembesaran perut Kulit perut menjadi kuning, Adanya pelebaran vena pada permukaan
abdomen, Kulit dinding perut tampak tebal

 Bentuk perut Normal Simetris


as

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A.Pengkajian Diabetes Melitus dengan ISK

 Identitas pasien

Data biografi (bioadata lengkap pasien)

Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, Dalam mengkaji
identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien,umur, pekerjaan orang tua,
pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita
prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes
mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.
 Keluhan utama
 Nyeri saat berkemih
 Kencing yang menetes
 Disuria
 Urgensi
 Terkadang frekuensi berkemih juga meningkat
 Rasa tidan nyaman pada perut bagian bawah
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Riwayat infeksi saluran kencing
 Riwayat pernah menderita batu ginjal
 Riwayat penyakit Diabetes Melitus dan Jantung
 Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluarga ada yang pernah
mengalami sakit yang sama dengan pasien.
Pola Aktivitas
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudahlelah.
Keadaan tersebut dapat  mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metaboli
sme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Kaji juga adanya nyeri saat BAK nyeri saat berkemih, kencing yang
menetes disuria,urgensi
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita Pola
Aktivitas Adanya kelemahan otot  –   otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
4) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan  penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
5) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
6) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi,
serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
7) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain  –   lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.

Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan


dan tanda –  tanda vital.
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata
keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji
pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis,
kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada  penderita DM mudah
terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin,
f) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran masa
otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis  pasien
sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
Pengkajian fokus :
 Tanda-tanda vital (demam)
 Inspeksi : adanya pembekakan serta fistula pada daera penis,skrotum, perineum dan
suprapublik,
Palpasi : idurasi dari area striktur rechal toucher
 Ada tindaknya nyeri ketok pada sudut konsto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis
 Teraba adanya masa pada abdomen atau ginjal teraba membesar.
 Pemeriksaan genitalia eksterna yaitu inspeksi pada orifisium uretra (fimosis, sinekia
vulva,hipospsdia),anomaly pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada
saluran kemih.
C. Diagnosa Keperawatan ISK dengan DM
1. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis (Infeksiuretra,kandung
kemih )
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih
D. Intervensi Keperawatan
DX 1
1. Pemberian Analgetik
2. Manajemen Nyeri
3. Teknik relaksasi Napas dalam
DX 2
1. Manajemen cairan
2. Monitoring cairan
3. Pantau hasil laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
4. Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8
jam dan pantau hasil urinalisis ulang
5. Kolaborasi pemberian obat
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksananakan sesuai intervensi dan sesuai dari kebutuhan pasien
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien diabetes mellitus dengan infeksi adalah :

1. Nyeri pada pasien terkontrol dan Tidak nyeri waktu berkemih, tidak
nyeri pada perkusi panggu

2. Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih


(urgensi, oliguri, disuria)
3.2 Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus

A. Identitas

B. Riwayat Kesehatan

 Keluhan utama : Keluhan yang sering muncul biasanya, sesak atau nyeri dada.
 Riwayat kesehatan sekarang : Penjabaran dari keluhan utama (PQRST)
 Riwayat kesehatan dahulu : Dikaji terutama riwayat merokok, kontak dengan
penderita Tb paru, riwayat penyakit saluran pernafasan lain, riwayat pekerjaan yang
berkaitan dengan zat polutan.
 Riwayat kesehatan keluarga : Dikaji riwayat Tb paru di keluarga dan pengobatannya.

 Kondisi tempat tinggal dan lingkungan : Dikaji kondisi rumah dan lingkungan
meliputi sumber polutan, pemaparan sinar matahari, kelembaban ruangan, ventilasi

 Aktivitas sehari-hari : Dikaji pola nutrisi, eliminasi, aktivitas, personal higiene dan
pola tidur.

 Pemeriksaan Fisik (dilakukan persistem):

 Sistem persarafan, biasanya ditemukan pasien sadar, gelisah, hingga


penurunan kesadaran.
 Sistem pernafasan, klien biasanya terlihat sesak, nyeri dada, respirasi
meningkat, mungkin batuk produktif atau darah (haemaptoe), suara nafas
ronchii/gargling, terdapat perubahan perbandingan diameter anteroposterior
dada, deviasi trakea, vocal premitus menurun.
 Sistem kardiovaskuler, biasanya heart rate meningkat lemah, penurunan
tekanan darah, mungkin peningkatan JPV, sianosis perifer, konjungtiva pucat.
 Sistem gastrointestinal, mungkin terjadi penurunan bising usus, nafsu makan
berkurang, keluhan mual muntah akibat obat Tb paru.
 Sistem perkemihan, biasanya ditemukan urine kemerahan sebagai efek
samping obat Tb paru.
 Sistem endokrin, biasanya ditemukan hipermetabolisme akibat infeksi,
pembesaran KGB, gula darah meningkat.
 Sistem reproduksi, biasanya ditemukan gangguan menstruasi pada wanita,
penurunan hasrat sexual.
 Sistem integument, biasanya ditemukan peningkatan diaforesis, kulit pucat
dengan turgor jelek, kehilangan lemak sub kutan.
 Sistem musculoskeletal, biasanya ditemukan penampilan kurus, bentuk tulang
dada berubah, penurunan kekuatan otot, penurunan tonus otot.

 Aspek psikososial dan spiritual : Biasanya terdapat gangguan konsep diri pada
penderita, merasa dikucilkan akibat pandangan negative masyarakat.

 Aspek pengetahuan : Perlu dikaji pemahaman penderita TB paru dan keluarganya


berkenaan dengan kemampuan dalam perawatan dan pengobatan Tb paru.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peribahan membrane alveolar-kapiler
2. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme
D. Intervensi Keperawatan
Dx 1
1. Berikan posisi yang nyaman
2. Monitoring pernapasan
3. Manajemen jalan napas
4. Terapi oksigen
5. Kolaaborasi pemberian antibiotic
6. Pemantauan hasil laboratorium
7. Monitoring tanda-tanda vital
8. Manajemen batuk
Dx 2
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkanventilasi
2. Auskultasi suara napas
3. Monitoring status pernapasan dan oksigenasi,sebagimanan mestinya
4. Posisikan untuk meringankan sesak napas
5. Kolaborasi pemberian antibiotic
6. Pemantauan hasil laboratorium.
D.Implementasi
   Implementasi disesauikan dengan kebutuhan pasien

3.3 Diabetes Melitus dengan HIV


A. Identitas pasien (biodata pasien)

 Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn
utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS,
yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida
albikans,pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster
berulang dan bercak-0bercak gatal diesluruh tubuh.
 Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah: pasien
akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi
respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan
diare serta penurunan berat badan drastis.
 Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
 Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga
yang menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial).

Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan
TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b. Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri
tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah, warna,dan
karakteristik urine.
e. Makanan Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema.
f. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan status indera,
kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal, tremor,
kejang, hemiparesis, kejang.
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak, pincang.
i. Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan,luka, transfuse darah, penyakit defisiensi imun,
demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k. Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil
pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma
AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
m. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-
obatan IV, merokok, alkoholik

C. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologis
2. Intoleransia aktifitas ketidakseimbangan anatara suplay darah dan oksigen

D. Intervensi Keperawatan
Dx. 1
1. Manajemen gangguan makan
2. Manajemen cairan
3. Tentuakan status gizi dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
4. Identifikasi alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki oleh pasien
5. Tentukan apa yang menjadi preferensi bagi pasien
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
7. Tentukan jenis kalori bagi pasien
8. Monitoring tanda-tanda vital
Dx 2
1. Manajemen lingkungan
2. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
3. Bantu klien untuk memilih aktfitas yang mampu untuk dilakukan
4. Anjurkan untuk menggunakan alat bantu dalam beraktifitas
5. Bantu klien untuk membuat jadawal latihan yang sesuai
6. Monitoring respon fisik,sosail dan spiritual

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang sudah ditetapkan

3.4 DM dengan infeksi saluran pernapasan

A. Pengkajian

 Identitas pasien
 Keluhan Utama
Keluhan pada klien biasanya ditandai dengan gejala antar lain Demam dan pilek  akibat
infeksi pertama dan peradangan pada tenggorokan
 Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien. Salah satu anggota keluarganya menderita penyakit asma.
 Riwayat pengoabtan
Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi, catat adanya efek
samping yang terjadi dimasa lalu. Klien minum jeruk nipis dan kecap saat mengalami batuk
dan sakit tenggorokan

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a. Inspeksi

1. Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan


2. Tonsil tampak kemerahan dan edema
3. Tampak batuk tidak produktif
4. Tidak ada jaringan parut pada leher
5. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

1. Adanya demam
2. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
3. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

C Perkusi : Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi     paru

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan
2. Hipermi berhubungan dengan penyakit
C. Intervensi
Dx 1
1. Pengisapan jalan napas
2. Monitoring tanda-tanda vital
3. Auskultasi suara napas
4. Terapi oksigen
5. V isioterapi dada bila perlu
6. Kolaborasi pemberian obat
Dx 2
1. Monitoring tanda-tanda vital
2. Manajemen cairan
3. Kompres hangat
4. Kollaborasi pemberian obat
5. Manajemen lingkungan
6. Manajemen syok
D.Implementasi
Implementasi disesauikan dengan intervensi yang ditetapkan

3.5 DM dengan infeksi saluran cerna


A. Pengkajian
 Identitas pasien (Biodata)
 Keluhan Utama
Nyeri mulut, kerongkongan, perut atau rectum Kesulitan menelan Perubahan BAB, feses
Pemeriksaan Fisik
 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• P : Apa yang menyebabkan gejala ? Apa saja yang dapat mengurangi atau memperberat ?
• Q : Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar ?
• R : Di mana gejala terasa ? Apa menyebar ?
• S : Seberapakah keparahan dirasakan ?
• T : Kapan gejala mulai timbul ? Seberapa sering gejala terasa ? Apa tiba-tiba atau bertahap ?
INSPEKSI :
1. Permukaan perut/abdomen Tegang, pembesaran perut Kulit perut menjadi kuning, Adanya
pelebaran vena pada permukaan abdomen, Kulit dinding perut tampak tebal
2. Bentuk perut Normal Simetris :
 Penimbunan cairan dirongga perut
 Penimbunan udara dalam usus
 Terlalu gemuk
3. Gerakan dinding perut
PALPASI ABDOMEN
1. Tempat nyeri tekan Dimulai dari area yang tidak nyeri Nyeri menunjukkan peradangan
2. Bagian perut yang tegang Rigit (kaku)
Pada orang dengan tegang mental, dinding perut dapat tegang sekali dan dapat mengenai
seluruh perut Pada peritonitis seluruh perut tegang disertai nyeri menyeluruh, Gejala
kekakuan pada otot perut disebut defense muskulus.
3. Organ-organ di rongga perut
Palpasi lambung : Meliputi 3 hal yaitu :

 Nyeri tekan
 Karsinoma/tumor lambung
 Dilatasi lambung
Palpasi hati :
Normal : tidak teraba
Bila teraba bagaimana sifatnya ; tajam/tumpul (tepi hepar), permukaan ; rata/benjol,
konsistensi ; keras/kenyal.
Palpasi kandung empedu :
Normal : tidak teraba
Bila peradangan dijumpai tanda khas Murphy sign yaitu terhentinya pernafasan sejenak
pada puncak inspirasi karena terasa nyeri pada saat palpasi.
Palpasi limpa
Normal : tidak teraba
Pada infeksi akut limpa menjadi besar dengan konsistensi lunak.
Palpasi ginjal :
Bagian bawah ginjal kanan dapat teraba pada orang sehat dengan dinding perutnya lemas.
Peradangan ginjal dapat disangsikan dengan perabaan kandung empedu.
Palpasi colon
Pada umumnya tidak teraba, kecuali bila berisi udara/feses sehingga akan teraba suatu
benjolan berbentuk sosis.

4. Benjolan di dalam perut


Adanya benjolan didalam perut dipalpasi untuk menentukan ; posisi, ukuran, konsistensi,
bentuk dan motilitas.
5. Cairan bebas di rongga perut
Palpasi organ sukar dilakukan
Cara Dipping yaitu menekan dinding perut dengan cepat dan dalam menggunakan ujung-
ujung jari.
6. Palpasi lobang hernia
Adanya penonjolan di atas dinding perut, dapat ditentukan apakah karena tumor atau
sebagian isi rongga abdomen menonjol melalui lobang hernia.Hernia dapat ditimbulkan
karena adanya tempat-tempat yang mempunyai kelemahan local.
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cereda biologis (infeksi)
C. Intervensi
Dx 1
1. Monitoring tanda-tanda vital
2. Timbang beratbadan setiap hari dan monitor status pasien
3. Kolaborasi pemberian cairan iv
4. Berikan diuretic sesaui resep
5. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makanan dengan baik
6. Monitoring reaksi pasien terhadap pemberian terapi elektrolit yang direspkan
7. Monitoring hasil laboratorium
8. Monitoring status hidrasi

Dx 2
1. Kolaborasi pemberian analgesik
2. Monitoring tanda-tanda vital
3. Ajarkan penggunaan teknik relasasi nonfarmakologi
4. Melakukan pengkajian nyeri
5. Kendali factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
D. Implementasi
Implementasi disesauikan dengan intervensi
BAB IV

EVIDENCE BASED PRATICE NURSING

1.1 Evidence Based Pratice


1. Hubungan disfungsi ereksi pada penderita diabetes melitus tipe 2 terhadap kualitas  hidup di
poliklinik penyakit dalam RSU sanglah provinsi Bali,Tujuan penelitian diatas adalah
mengetahui prevalensi pria penderita diabetes mellitus yang mengalami disfungsi ereksi,

P : Populasi pasien atau disease of interest


  Disfungsi ereksi pada pasien DM
I : Intervensi atau Issues of Interest
Pemberian Apomorfin sublingual
C : Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
Komsumsi obat Apomorfin sublingual, Alprostadil dikombinasikan dengan
asam-lipoat
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
Adanya fungsi ereksi
T : Time frame (bataswaktu)
   3 -6 bulan
JURNAL

Penulis dan Kaleb D. S. Salossa Sonny J. R. Kalangi Ghazaly


Tahun Adam/2012

Judul Efek pada ereksi penis Ringkasan/Hasil

Metode 1. Jenis penelitian ini double blind dan  Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa apomorfin
Penelitian placebocontrolled sublingual secara bermakna lebih efektif daripada plasebo
2. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita dalam menghasilkan ereksi pada pasien-pasien disfungsi
Diabetes Melitus  ereksi ringan, sedang, dan berat. Derajat disfungsi ereksi
3. Sampel yang apomorfin sublingual digunakan berdasarkan International index of erectile function (IIEF)
dalam penelitian ini adalah sebanyak 4000 untuk yang ringan (P <0,001), sedang (P <0,001), dan berat
responden. (P = 0,001).
4. Analisa Data : International index of erectile  Kesimpulannya adalah Apomorfin sublingual terbukti
function (IIEF) efektif untuk mengatasi disfungsi ereksi, terutama yang
5. Intervensi : Penggunaan ampmorfin sublingual ringan dan sedang. Obat ini dapat digunakan oleh laki-laki
berbagai usia (antara 45-66 tahun) dengan disfungsi ereksi,
 Dari hasil penelitian yang lain ,oleh Virginia Guillén , José-
Ramón Rueda , Marta Lopez-Argumedo , Ivan Solà , Javier
Ballesteros  22 sepetember 2020 penelitian ini menggunakan
3 sampel,dengan lama pengobatan bervariasi dari 4 sampai
8 minggu dan dosis berkisar antara 2 sampai 6 mg. Semua
studi menemukan bahwa apomorphine lebih baik daripada
plasebo (6-27% lebih sukses upaya hubungan seksual
dibandingkan dengan plasebo), tetapi perbedaan tidak
signifikan secara statistik dalam satu studi yang dilakukan
pada pasien yang sebelumnya dirawat dengan prostatektomi
radikal. Mengenai skor fungsi ereksi, tiga penelitian
melaporkan peningkatan yang lebih tinggi pada skor fungsi
ereksi untuk apomorphine. Perbedaan dengan plasebo tidak
relevan secara klinis dalam dua penelitian lainnya, satu di
mana hanya pasien diabetes yang dimasukkan dan satu di
mana hanya pasien dengan prostatektomi radikal yang
terlibat.
 Kelebihan dalam artikel ini adalah isi abstrak singkat, padat
dan jelas yang didalamnya terdapat poin : latar belakang,
metode (menjelaskan jenis penelitian,pupulasi,ju lah
sampel,analisa,dan intervensi), hasil, pembahasan dan
kesimpulan kesimpulan.
 Kekurangan : tidak terdapat lokasi penelitian,tidak ada
keterangan waktu,instrument yang digunakan penelitian
dalam artikel ini.
2. DM dengan infeksi

P : Populasipasienataudisease of interest
  pada pasien DM
I : Intervensiatau Issues of Interest
terapi antiretroviral (ART)
C : Intervensi pembanding/ kelompokpembanding
-
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
Infeksi teratasi
T : Time frame (bataswaktu)
   3 -6 bulan
JURNAL

Penulis dan Samson E. Isa/2016


Tahun

Judul Human Immunodeficiency Virus dan Risiko Ringkasan/Hasil


Diabetes Tipe 2 pada Kelompok Dewasa Besar di
Jos, Nigeria

Metode 1. Jenis penelitian ini menggunakan Ini adalah  Hasil yang Pasien yang mengembangkan DMT2 setelah mulai
Penelitian survei cross-sectional terapi ART memiliki tingkat lebih tinggi dan lebih mungkin
2. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien memiliki antibodi HCV saat pendaftaran (12,1% dan 3,6%
dengan diabetes mellitus dengan HIV pasien dengan dan tanpa insiden DMT; P <0,001).Tidak ada
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini perbedaan dalam usia, jenis kelamin, konsentrasi kolesterol,
adalah sebanyak 234 respon jumlah CD4+ , viral load HIV,eGFR, atau penggunaan ART lini
4. Penelitian inidilakukan Klinik APIN negria pertama atau kedua di antara pasien dengan dan tanpa insiden
adalah pusat rujukan regional yang DMT2.
menyediakan layanan HIV / AIDS  Kesimpulannya diabetes adalah umum di antara pasien HIV /
5. Analisa Data : Analisis statistik dilakukan AIDS yang memakai ART. Faktor risiko tradisional penting, dan
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS BMI yang lebih tinggi tampaknya memberikan risiko terkuat.
6. Intervensi : terapi antiretroviral (ART) Berat badan dapat dimodifikasi, dan mendukung pasien untuk
mencapai pola makan yang sehat dan perilaku gaya hidup adalah
penting, karena ODHA dapat mengkompensasi penambahan
berat badan secara berlebihan untuk menghindari stigma yang
terkait dengan penuruna berat badan. Hubungan antara diabetes
dan ART membutuhkan eksplorasi jangka panjang lebih lanjut.
Pasien dengan HIV yang memulai ART perlu menyadari risiko
pengembangan tes diabe, dan layanan harus menyediakan
layanan terpadu untuk HIV / AIDS dan penyakit tidak menular
seperti diabetes,
 Dari hasil penelitian lainya dari Nanang Munif Yasin, Hesaji
Maranty, dan Wahyu Roossi Ningsih,2011 menngunakan 71
pasien didapatkan Ketahanan hidup pasien selama 6, 12 dan 24
bulan setelah mulai terapi ARV berturut-turut sebesar 100%
(n=71), 100% (n=55) dan 96,77% (n=31). Hasil tersebut
menunjukkan keberhasilan terapi ARV dalam memperpanjang
ketahanan hidup pasien sehingga dapat mengurangi angka
kematian terkait HIV/AIDS.
 Kelebihan dalam artikel ini adalah isi abstrak singkat, padat dan
jelas yang didalamnya terdapat poin : latar belakang, metode
(menjelaskan jenis penelitian,pupulasi,jumlah sampel,analisa,dan
intervensi), hasil, pembahasan dan kesimpulan kesimpulan.
 Kekurangan : tidak memiliki saran,metode dan alat ukur yang
digunakan
2. ‘’ Nilai klinis alprostadil dikombinasikan dengan asam-lipoat dalam pengobatan pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan disfungsi ereksi Tujuan Kami menyelidiki nilai klinis
alprostadil yang dikombinasikan dengan asam- lipoat dalam mengobati diabetes melitus tipe
2 dengan disfungsi ereksi (DMED).
PICOT

P : Populasi pasien atau disease of interest


Pasien Diabetes Melitus
I : Intervensi atauIssues of Interest
Alprostadil dikombinasikan dengan asam-lipoat
C : Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
Alprostadil dikombinasikan dengan asam-lipoat dan pemberian apomorfin
Sublingual
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
Adanya fungsi ereksi
T : Time frame (batas waktu)
2 minggu
JURNAL

Penulis dan L. ZHANG, H.-Y. ZHANG, F.-C. HUANG, Q.


Tahun HUANG, C. LIU, J.-R. LI /2016

Judul Nilai klinis alprostadil dikombinasikan dengan Ringkasan/Hasil


asam-lipoat dalam pengobatan pasien diabetes
melitus tipe 2 dengan disfungsi ereksi

Metode 7. Jenis penelitian ini menggunakan one group  Tingkat efektif pengobatan pada kelompok observasi secara
Penelitian pre test post test. signifikan lebih tinggi daripada pada kelompok kontrol (95,0% vs
8. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien 80,5%, p <0,05). Nilai IIEF-5, EHGS dan nilai FMD arteri
dengan diabetes mellitus dengan dusfungsi brakialis kelompok observasi setelah operasi secara signifikan
ereksi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,05).
9. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini Reaksi yang merugikan Tingkat pada kelompok observasi lebih
adalah sebanyak 76 respon rendah dibandingkan pada kelompok kontrol (7,5% vs 13,9%, p
10. Penelitian inidilakukan Rumah Sakit Pusat <0,05).
Cangzhou Provinsi Hebei, Kota Cangzhou,  Kesimpulannya adalah Semua hasil penelitian menunjukkan
Provinsi Hebei, Cina bahwa alprostadil dan asam - lipoat dapat membantu fungsi
11. Alat ukur (instrumen) menggunakan endotel dan kekerasan ereksi pasien DE dengan efek yang
International Index of Erectile Function (IIEF- signifikan. Di atas segalanya, alprostadil, agen va- soaktif yang
5), dikombinasikan dengan antioksidan asam lipoat, dapat secara
12. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan efektif membantu fungsi endotel dan kekerasan ereksi pasien
pengukuran pre-test dan post-test. DMED untuk mencapai tujuan untuk mengobati disfungsi ereksi
13. Analisa Data : Perangkat lunak statistik
SPSS19.0 dengan reaksi merugikan yang lebih rendah dan lebih aman. Oleh
14. Intervensi : Penggunaan Alprostadil karena itu, pilihan klinis lebih disukai
dikombinasikan dengan asam-lipoat  Dari penelitian lainya dari Kaleb D. S. Salossa Sonny J. R.
Kalangi Ghazaly Adam,November 2012Derajat disfungsi ereksi
berdasarkan International index of erectile function (IIEF) untuk
yang ringan (P<0.001),sedang (p<0,001),berat (p<0,001),
Demikian juga apomorfin sublingual lebih efektif pada pasien
dengan penyakit jantung koroner, BPH, hipertensi, dan diabetes
mellitus Studi double blind dan placebocontrolled yang
mengevaluasi khasiat apomorfin sublingual dosis 2 mg selama 10-
12 minggu pada 252 pasien dengan disfungsi ereksi, menunjukkan
bahwa lebih dari 10% pasien-pasien dalam kelompok yang
menerima apomorfin sublingual mencapai ereksi yang cukup kuat,
Apomorfin suatu molekul mirip dopamin yang bekerja pada
reseptor dopamin pada PVN di sistem saraf pusat untuk
meningkatkan rangsangan erektil saat stimulasi seksual (imajinasi
erotik, audio-visual, dan perabaan) terjadi. Apomorfin sublingual
terbukti efektif untuk mengatasi disfungsi ereksi, terutama yang
ringan dan sedang.
 Kelebihan dalam artikel ini adalah isi abstrak singkat, padat dan
jelas yang didalamnya terdapat poin : latar belakang, metode
(menjelaskan desain, lokasi penelitian, teknik sampling serta
instrumen yang digunakan), hasil, pembahasan, kesimpulan, dan
saran.
 Kekurangan : tidak ada teknik pengumpulan data, dan saran
3. ‘’ Clinical Outcomes Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Kaki Diabetik , Tujuan
untuk mengevaluasi clinical outcomes penggunaan antibiotik pada pasien IKD di bangsal
penyakit dalam rumah sakit X.
PICOT

P : Populasi pasien ata udisease of interest


Pasien Diabetes Melitus Infeksi Kaki Diabetik
I : Intervensiatau Issues of Interest
Penggunaan Antibiotik
C : Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
-
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
Infeksi teratasi dan tidak menyebar
T : Time frame (batas waktu)
3 bulan
JURNAL

Penulis dan Yusi Anggriani, Mita Restinia, Venessya Cikita


Tahun Mitakda, Rochsismandoko & Tri Kusumaeni /
2015

Judul Clinical Outcomes Penggunaan Antibiotik pada Ringkasan/Hasil


Pasien Infeksi Kaki Diabetik

Metode 1. Jenis penelitian ini studi observasi prospektif  Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Ampisilin-
Penelitian longitudinal selama 3 bulan sulbaktam. Berdasarkan clinical outcomes, 11 (36,7%) pasien
2. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien membaik, 15 (50%) memburuk dan 4 (13,35%) meninggal.
dengan diabetes mellitus dengan Infeksi Kaki Berdasarkan statistik, jenis kelamin, umur, Indeks masa tubuh dan
Diabetik lama menderita DM tidak mempengaruhi clinical outcomes
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini (P>0,05).
adalah sebanyak 30 respon  Kesimpulannya adalah Evaluasi clinical outcomes pada
4. Penelitian dilakukan di RSUP Persahabatan, penggunaan antibiotik pada pasien IKD dapat disimpulkan bahwa
Jakarta Timur clinical outcomes memburuk merupakan jumlah dan presentasi
5. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan   yang tertinggi dibandingkan membaik dan meninggal. Hal ini
dianalisa secara deskriptif dan statistic  nunjukkan bahwa antibiotik yang digunakan belum efektif untuk
Menggunakan SPSS mencapai tujuan terapi yang diinginkan.
6. Intervensi : Penggunaan Antibiotik  Dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nesa Agistia1,
Husni Muchtar , & Hansen Nasif, 30 November 2017 Pemberian
antibiotik untuk infeksi ulkus kaki diabetik pada penelitian ini
dilakukan secara empiris terhadap 42,10% dan secara definitif
terhadap 57,89%. Antibiotik efektif terhadap 78,94% subjek
penelitian yaitu dapat memberikan respon pada leukosit, tanda
infeksi dan parameter demam seteleh pemberian antibiotik 2-3
hari dan hasil terapi maksimal pada hari ke 7 sampai 21 setelah
pemberian antibiotik. Antibiotik tidak efektif terhadap 21,05%
orang subyek penelitian dengan bakteri resisten terhadap semua
jenis antibiotik
 Kelebihan dalam artikel ini adalah isi abstrak singkat, padat dan
jelas yang didalamnya terdapat poin : metode (menjelaskan desain,
lokasi penelitian, teknik sampling serta instrumen yang
digunakan), hasil, pembahasan, kesimpulan.
 Kekurangan : Analisis data dan saran
4. ‘’ Pengaruh puasa ramadhan terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II’’
PICOT

P : Populasi pasien ata udisease of interest


Pasien Diabetes Melitus Tipe ll
I : Intervensiatau Issues of Interest
Ibadah puasa
C : Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
-
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
Kadar gulah darah pasien dalam batasan yang normal selama ibadah puasa
ramadhan
T : Time frame (bataswaktu)
1 bulan
JURNAL

Penulis dan Riandi Alfin , Busjra, Rohman Azzam/2019


Tahun

Judul Pengaruh puasa ramadhan terhadap kadar gula


darah pada pasien diabetes mellitus Tipe ll
Ringkasan/Hasil

Metode 1. Jenis penelitian ini menggunakan  Hasil penelitian ini menggunakan uji T-Independen puasa
Penelitian Quasi Experiment desain rancangan Pretest- perbedaan kadar gula darah setelah puasa ramadhan pada
postest with control group design. kelompok kontrol dan kelompok intervensi didapatkan nilai p =
2. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien 0,039 < α = 0,05. Artinya adalah hasil penelitian ini menunjukan
dengan diabetes mellitus Tip ell dengan ibadah adanya pengaruh puasa ramadhan terhadap kadar gula darah pada
puasa pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kota Purwakarta.
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini  Kesimpulannya adalah Berdasarkan hasil penelitian dan
adalah sebanyak 18 respon pembahasan pada penelitian ini dapat beberapa hal, yaitu kadar
4. Penelitian ini dilakukan  Puskesmas Kota gula darah sebelum dan sesudah puasa ramadhan pada kelompok
Purwakarta Jawa Barat intervensi mengalami penurunan. Kadar gula darah pada
5. Alat ukur (instrumen) menggunakan alat tulis, kelompok kontrol yang tidak melakukan Puasa Ramadhan
lembar observasi dan glukometer. mengalami kenaikan namun ada beberapa responden mengalami
6. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penurunan kadar gula darah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengukuran uji T-Independen. Puasa Ramadhan dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar
7. Analisa Data :dalam bentuk bentuk univariat gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe II.
dan bivariat  Saran: Perawat dapat memberikan edukasi kepada pasien tentang
8. Intervensi : ibadah puasa manfaat puasa ramadhan pada pasien diabetes tipe II, berkerja
sama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan metode diet
untuk dapat mengontrol kadar gula darah. Perawat dapat
meningkatkan motivasi, dukungan dan pengetahuan tentang
manfaat puasa khususnya puasa ramadhan terhadap penderita
diabetes mellitus tipe II.
 Kelebihan dalam artikel ini adalah isi abstrak singkat, padat dan
jelas yang didalamnya terdapat poin : latar belakang, metode
(menjelaskan desain, lokasi penelitian, teknik sampling serta
instrumen yang digunakan), hasil, pembahasan, kesimpulan, dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Huda Amin .2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkandiagnosa medis NANDA


NIC-NOC Edisi Jilid 1. Jogjakarta: MediAction Publishing.

Anggrian,RestiniaY.2015. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Clinical Outcomes Penggunaan


Antibiotik pada Pasien Infeksi Kaki Diabetik, Vol. 01 No. 02.

Zhang, Huang L. 2016 European Review untuk Medical dan Pharmacological Sciences , Studi
nilai klinis alprostadil yang dikombinasikan dengan αasam-lipoic dalam pengobatan pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan disfungsi ereksi.

Salossa, Kaleb D. 2012, Jurnal Biomedik Efek apomorfin sublingual pada ereksi penis,Voleme
4,No 3.

Herdmam Heather. Kamitsuru.S.2015.Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi Edisi


10.Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai