LP Mioma Uteri
LP Mioma Uteri
LP Mioma Uteri
KEPERAWATAN MATERNITAS
(MIOMA UTERI)
Di susun oleh:
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim disertai jaringan ikatnya sehingga dapat
dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan lunak (Manuaba, 2011).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari
otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri
atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan
pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma
uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos Rahim.
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan usia produktif (Anwar, 2011).
2. Etiologi
Menurut Aspiani (2017) ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri:
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red meat),
dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - sel yang mati
diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari
orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika
seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya
akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik
harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker.
Secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%,
disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan,
radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditambahkan pada
makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang
ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara
memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati.
Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi
sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa
yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan
kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada
periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma
selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL
dan estrogen.
3. Manifestasi Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar
bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi:
1. Besarnya mioma uteri
2. Lokalisasi mioma uteri
3. Perubahan – perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena.
Adanya gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%).
Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan
hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe.
Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area
permukaan dari endomertium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot
rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah disekitarnya dan ulserasi
dari lapisan endometrium.
2. Penekanan rahim membesar:
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Gejala traktus urinarius: urine frekuensi, retensi urine, obstruksi ureter
dan hidronefrosis.
c. Gejala intertinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
3. Nyeri dapat disebabkan oleh:
a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai
c. Submukosa mioma terlahir
d. Infeksi pada mioma
4. Infertilitasi, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di
cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghilang implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran
prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema
ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
4. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat
laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani,
2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas
tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambarankumparan yang khas. Tumor
mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran
berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran
uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk
menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus
nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause
tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007) Mioma
uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat laun
membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani,
2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas
tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambarankumparan yang khas. Tumor
mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran
berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran
uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk
menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus
nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause
tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007)
5. Pathway
6. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
c) Pemberian zat besi.
d) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang
ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis
GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan
beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah.
Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan
osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)
2. Penanganan operatif, bila:
a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu
b) Pertumbuhan tumor cepat
c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e) Hipermenorea pada mioma submukosa.
f) Penekanan pada organ sekitarnya.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya timbul
benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang disertai
gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan pengkajian,
seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri
setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih
nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan
yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan,
tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat
persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi
sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah
dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma uteri
tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada masa
menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen,
pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap
orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien
mioma uteri dengan orang lain.
Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
4. Intervensi
NO Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
.
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dengan dilakukan tindakan 1) Lakukan
nekrosis atau trauma keperawatan selama 1 pengkajian nyeri
jaringan dan refleks x 24 jam, pasien komprehensip yang
spasme otot sekunder mioma uteri mampu meliputi lokasi,
akibat tumor mengontrol nyeri karakteristik,
dibuktikan dengan onset/durasi,
Definisi: kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensori dan intensitas atau
Mengontrol Nyeri
emosional tidak beratnya nyeri dan
1) Mengenali kapan
menyenangkan yang muncul nyeri terjadi faktor pencetus
akibat kerusakan jaringan 2) Menggambarkan 2) Observasi adanya
aktual atau potensial atau faktor penyebab pentunjuk nonverbal
yang digambarkan sebagai nyeri mengenai ketidak
kerusakan (International 3) Menggunakan nyamanan terutama
Association for the tindakan pada mereka yang
Study of pain) awitan yang pencegahan nyeri tidak dapat
tiba-tiba atau lambat dari berkomunikasi secara
intensitas ringan hingga 4) Menggunakan efektif
berat dengan akhir yang tindakan 3) Pastikan perawatan
dapat diantisipasi atau pengurangan analgesik bagi
diprediksi. nyeri (nyeri) pasien dilakukan
tanpa analgesik dengan pemantauan
Batasan karakteristik: yang ketat
a) Bukti nyeri 5) Menggunakan 4) Gunakan strategi
dengan menggunakan analgesik
komunikasi
standar daftar periksa yang
direkomendasika terapeutik
nyeri untuk pasien yang
n untuk
tidak dapat
mengetahui
mengungkapannya
b) Ekspresi wajah nyeri 6) Melaporkan pengalaman nyeri
(misal: mata kurang perubahan dan sampaikan
bercahaya, tampak kacau, terhadap gejala penerimaan pasien
gerakan mata berpencar nyeri pada terhadap nyeri
atau tetap pada satu profesional 5) Gali pengetahuan
fokus, meringis) kesehatan dan kepercayaan
c) Fokus menyempit misal: pasien mengenai
Persepsi waktu, proses 7) Melaporkan nyeri
berpikir, interaksi gejalah yang
6) Pertimbangkan
dengan orang dan tidak terkontrol
pada profesional pengaruh budaya
lingkungan)
kesehatan terhadap respon nyeri
d) Fokus pada diri sendiri
7) Tentukan akibat dari
e) Keluhan tentang
intensitas menggunakan 8) Menggunakan pengalaman nyeri
standars kala nyeri sumber daya terhadap kualitas
f) Keluhan tentang yang tersedia hidup pasien
karakteristik nyeri dengan untuk menangani (misalnya, tidur,
menggunakan standar nyeri nafsu makan,
instrumen nyeri pengertian, perasaan,
g) Laporan tentang perilaku 9) Mengenali apa performa kerja dan
nyeri/ perubahan aktivitas yang terkait tanggung jawab
h)Perubahan posisi dengan gejala peran)
untuk menghindari nyeri nyeri 8) Gali bersama pasien
i) Putus asa
faktor-faktor yang
j) Sikap melindungi area 10) Melaporkan nyeri
dapat menurunkan
nyeri yang terkontrol
atau memperberat
nyeri
Faktor yang berhubungan: 9) Evaluasi pengalaman
nyeri dimasa lalu
a) Agens cidera biologis
yang meliputi
b) Agens cidera fisik
Agens cidera kimiawi riwayat nyeri kronik
individu atau
keluarga atau nyeri
yang menyebabkan
disability/ ketidak
mampuan/kecatatan,
dengan tepat
10) Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas,
pengontrolan nyeri
yang pernah
digunakan
sebelumnya
11) Bantu keluarga
dalam mencari dan
menyediakan
dukungan
12) Gunakan metode
penelitian yang
sesuai dengan
tahapan
perkembangan yang
memungkinkan
untuk memonitor
perubahan nyeri dan
akan dapat
membantu
mengidentifikasi
faktor pencetus
aktual dan potensial
(misalnya, catatan
perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan
pengkajian ketidak
nyamanan pasien dan
mengimplementasika
n rencana monitor
14) Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidak nyamanan
akibat prosedur
15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasika
n tindakan penurunan
nyeri
nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur
yang menimbulkan
nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananber
sama pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi
tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil atau
keluhan pasien saat
ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan
pendekatan multi
disiplin untuk
menajemen nyeri,
jika sesuai
Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat
analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai
lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda
vital sebelum dan
setelah memberikan
analgesik pada
pemberian dosis
pertama kali atau
jika ditemukan
tanda-tanda yang
tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penuruna nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat, dosis,
rute, pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus
bedasarkan prinsip
analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dengan dilakukan perawatan 1) Monitor adanya respon
selama 1x24 jam konpensasi terhadap
perdarahan diharapkan tidak syok (misalnya, tekanan
Definisi: beresiko terhadap terjadi syok darah normal, tekanan
hipovolemik dengan nadi melemah,
ketidakcukupan aliran darah kriteria: perlambatan pengisian
kejaringan tubuh, yang dapat 1) Tanda vital dalam kapiler, pucat/ dingin
batas normal. pada kulit atau kulit
mengakibatkan disfungsi
2) Tugor kulit baik. kemerahan, takipnea
seluler yang mengancam 3) Tidak ada sianosis. ringan, mual dan munta,
jiwa. 4) Suhu kulit hangat. peningkatan rasa haus,
5) Tidak ada dan kelemahan)
Faktor resiko diaporesis. 2) Monitor adanya tanda-
1) Hipotensi. 6) Membran mukosa tanda respon sindroma
kemerahan. inflamasi sistemik
2) Hipovolemi
(misalnya, peningkatan
3) Hipoksemia
suhu, takikardi,
4) Hipoksia takipnea, hipokarbia,
5) Infeksi leukositosis,
leukopenia)
6) Sepsis 3) Monitor terhadap
7) Sindrom respon adanya tanda awal
reaksi alergi (misalnya,
inflamasi sestemik
rinitis, mengi, stridor,
dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan,
gangguan saluran
pencernaan, nyeri
abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Monitor terhadap
adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi
oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
oliguria dan akral
teraba dingin dan
warna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan status
respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan
protein sesuai
kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8) Lakukan skin-test
untuk mengetahui agen
yang menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan
pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala syok
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dengan dilakukan tindakan terapi per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien kontraindikasih
gangguan hematologis mioma uteri pemasangan alat
(perdarahan) menunjukkan pervaginam pada
pasien mampu pasien (misalnya,
Definisi: melakukan infeksi pelvis,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi laserasi, atau adanya
resiko terserang secara mandiri, massa sekitar
organisme patogenik ditandai dengan vagina)
kriteria hasil: 2) Diskusikan
Faktor yang 1) Kemerahan mengenai
berhubungan: tidak ditemukan aktivitas- aktivitas
a. Penyakit kronis pada tubuh seksual yang sesuai
1) Diabetes melitus b. 2) Vesikel yang sebelum memilih
Obesitas tidak mengeras alat yang dimasukan
b. Pengetahuan yang permukaannya 3) Lakukan
tidak cukup untuk 3) Cairan tidak pemeriksaan pelvis
menghindari berbauk busuk 4) Intruksikan pasien
pemanjanan patogen untuk melaporkan
c. Pertahanan tubuh 4) ketidaknyamanan,
primer yang tidak Piuria/nanah disuria, perubahan
tidak ada
adekuat warna, konsistensi,
dalam urin
1) Gangguan dan frekuensi
5) Demam
peritalsis cairan vagina
berkurang
2) Kerusakan 5) Berikan obat-obat
integritas kulit berdasarkan resep
(pemasangankatete 6) Nyeri dokter untuk
r intravena, berkurang mengurangi iritasi
prosedur invasif) 6) Kaji kemampuan
3) Perubahan sekresi 7) Nafsu makan pasien untuk
PH meningkat melakukan
4) Penurunan kerja perawatan secara
siliaris mandiri
5) Pecah ketuban dini 7) Observasi ada
6) Pecah ketuban tidaknya cairan
lama vagina yang tidak
7) Merokok normal dan berbau
8) Stasis cairan tubuh 8) Infeksi adanya
9) Trauma lubang, laserasi,
jaringan (misalnya, ulserasi pada vagina
trauma destruksi Kontrol Infeksi
jaringan) 1) Bersihkan
d. Ketidak adekuatan lingkungan dengan
jaringan sekunder baik setelah
1) Penurunan digunakan untuk
hemoglobin setiap pasien
2) Supresi respon 2) Isolasi orang yang
inflamasi terkena penyakit
e. Vaksinasi tidak menular
adekuat 3) Batasi jumlah
f. pemajanan terhadap pengunjung
patogen lingkungan 4) Anjurkan pasien
meningkat untuk mencuci
g. prosedur invasif tangan yang benar
h. malnutrisi 5) Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan pada
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan
siapkan untuk
daerah persiapan
prosedur invasif atau
opersai sesuai
indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake
cairan yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen eliminasi
berhubungan dengan dilakukan tindakan urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1)Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi, konsistensi,
gangguan sensorik kembali normal bau, volume dan
motorik. dengan kriteria hasil: warna urin sesuai
1)Pola eliminasi kebutuhan.
Definisi: pengosongan kembali normal 2)Monitor tanda dan
kantung kemih tidak 2)Bau urin tidak ada gejala retensio urin.
komplit 3)Jumlah urin dalam 3)Ajarkan pasien tanda
Batasan karakteristik: batas normal dan gejala infeksi
1)Tidak ada keluaran urin 4)Warna urin normal saluran kemih.
2)Distensi kandung kemih 5)Intake cairan 4)Anjurkan pasien atau
3)Menetes dalam batas keluarga untuk
4)Disuria normal melaporkan urin
5)Sering berkemih 6)Nyeri saat kencing uotput sesuai
6)Inkontinensia aliran tidak ditemukan kebutuhan.
berlebih 5)Anjurkan pasien
7)Residu urin untuk banyak minum
8)Sensasi kandung saat makan dan waktu
kemih penuh pagi hari.
9)Berkemih sedikit 6)Bantu pasien dalam
mengembangkan
Faktor yang rutinitas toileting
berhubungan sesuai kebutuhan.
7)Anjurkan pasien
untuk memonitor
1) Sumbatan
tanda dan gejalah
2) Tekanan ureter tinggi
infeksi saluran
3) Inhibishi arkus reflex kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan terlentang
dengan kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6)Anjurkan pasien
untuk banyak minum
saat makan dan waktu
pagi hari.
7)Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting
sesuai kebutuhan.
8)Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi balon
6)Isi balon kateter
untuk menetapkan
kateter, berdasarkan
usia dan ukuran tubuh
sesuai rekomendasi
pabrik (misalnya,
dewasa 10 cc, anak 5
cc)
7)Amankan kateter pada
kulit dengan plester
yang sesuai.
8)Monitor intake dan
output.
9)Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah Manajemen saluran
dengan penekanan pada dilakukan perawatan cerna
rectum (prolaps rectum) selama 1 x 24 jam 1) Monitor bising usus
Definisi: penurunan pada pasien diharapkan 2) Lapor peningkatan
frekuensi normal defekasi konstipasi tidak frekuensi dan bising
yang disertai oleh ada dengan kriteria usus bernada tinggi
kesulitan atau pengeluaran hasil: 3) Lapor berkurangnya
tidak lengkap feses atau 1) Tidak ada irita bising usus
pengeluaran feses yang bilitas 4) Monitor adanya
kering, keras, dan banyak. 2) Mual tidak ada tanda dan gejalah
Batasan karakteristik 3) Tekanan darah diare, konstipasi dan
1) Nyeri abdomen dalam batas normal impaksi
2) Nyeri tekan abdomen 4) Berkeringat 5) Catat masalah BAB
dengan teraba resistensi yang sudah ada
otot sebelumnya, BAB
3) Nyeri tekan abdomen rutin, dan penggunaan
tanpa teraba resistensi otot Keparahan Gejala laksatif
4) Anoraksia 6) Masukan supositorial
5) Penampilan tidak khas 1) Intensitas gejala rektal, sesuai dengan
pada lansia 2) Frekuensi gejala kebutuhan
6) Darah merah pada feses 3) Terkait ketidak 7) Intruksikan pasien
7) Perubahan pola defekasi nyamanan mengenai makanan
8) Penurunan frekuensi 4) Gangguan tinggi serat, dengan
9) Penurunan volume feses mobilitas fisik cara yang tepat
10) Distensia abdomen 5) Tidur yang 8) Evaluasi profil
11) Rasa rektal penuh kurang cukup medikasi terkait
12) Rasa tekanan rektal 6) Kehilangan nafsu dengan efek samping
13) Keletihan umum makan gastrointestinal
14) Feses keras dan
berbentuk Manajemen
15) Sakit kepala konstipasi/inpaksi
16) Bising usus
hiperaktif 1) Monitor tanda dan
17) Bising usus gejala konstipasi
hipoaktif 2) Monitor tanda dan
18) Peningkatan gejala impaksi
tekanan abdomen 3) Monitor bising usus
19) Tidak dapat makan, 4) Jelaskan penyebab
mual dari masalah dan
20) Rembesan feses cair rasionalisasi
21) Nyeri pada saat tindakan pada pasien
defekasi 5) Dukung
22) Massa abdomen peningkatan asupan
yang dapat diraba cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Faktor yang berhubungan 6) Evaluasi
1) Funfsional pengobatan yang
a) Kelemahan otot memiliki efek
abdomen samping pada
b) Ketidak gastrointestinal
adekuatan toileting 7) Intruksikan pada
c) Kurang aktifitas pasien dan atau
fisik keluarga untuk
d) Kebiasaan defekasi mencatat warna,
tidak teratur volume, frekuensi
2) Psikologis dan konsistensi dari
a) Defresi, stres, emosi feses
b) Konfusi mental 8) Intruksikan pasien
3) Farmakologi atau keluarga
4) Mekanis mengenai hubungan
5) fiologis antara diet latihan
dan asupan cairan
terhadap kejadian
konstipasi atau
impaksi
9) Evaluasi catatan
asupan untuk apa
saja nutrisi yang
telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk
kepada pasien untuk
dapat berkonsultasi
dengan dokter jika
konstipasi atau
impaksi masih tetap
terjadi
11) Informasukan
kepada pasien
mengenai prosedur
untuk mengeluarkan
feses secara manual
jika di perlukan
12) ajarkan pasien atau
keluarga mengenai
proses pencernaan
normal
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Mioma
Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2 No. 5
Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with Diagnosis of
Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study. Environmental Health
Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-
Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap menjadi
Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustaka.
NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi (Budi Anna
Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri
Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta: Andi