Askep Glomerlonefritis Miriam Wenda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAKNOSA GLOMERULONEFRITIS

Dosen Mata Kuliah KMB II


Bapak Rolly Rondonuwu, Mkep.Ns.Sp.KMB
Bapak Jon W Tangka,M.Kep.Sp.KMB

Disusun Oleh :
Miriam Ana K. Wenda
711430121044

POLTEKKES KEMENKES MANADO


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

Glomerulonefritis

A. Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya inflamasi pada
glomerulus yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus tertentu.
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post streptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai
akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit,
dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun.
Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit dengan berbagai
kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi
keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses
kronik. (Lucman and sorensens, 1993, page.1496)
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya
masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita glomerulonefritis
kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang
berlangsung dalam beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan
menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997)
Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai
oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah
berlangsung lama.
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat dan
ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal ginjal. Biasanya
penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang biasanya bersifat
ireversibel.
B. Patofisiologi
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun dimana
antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam darah dan
komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun yang beredar dalam
darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler
glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi
peradangan dan mikrokoagulasi.
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan
unsur membran plasma streptokokal spesifik.Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria.Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III.Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus.Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator
utama pada cedera.Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar
dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel.Baik antigen atau antibodi
dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus.Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-
komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-
endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat
diidentifika.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi
plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade
dari sistem komplemen.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.
Sebagian pasien glomerulonephritis akut (5-10%) memperlihatkan tipe perjalanan
penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat meninggal dalam
waktu 2 – 3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly Progressive
Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama mengenai pasien-
pasien dewasa.Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul sementara, tidak selalu
menunjukan prognosis yang buruk.Pada umumnya prognosis dapat diramalkan hanya
berdasarkan kelainan-kelainan histopatologis berupa proliferasi ekstra kapiler yang
ekstensif meliputi lebih dari 75% glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan
perjalanan penyakit yang progresif seperti kenaikan circulating " brinogen dan atau
FDP urin, disamping oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa
minggu.

C. Kasifikasi
1. Congenital (herediter)
a. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari
3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi
hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas
atas.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
b. Sindrom Nefrotik Kongenitif
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir.Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala
baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering
dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom
nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab
dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
2. Glomerulonefritis Primer
a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus
sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan
insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan
awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan
jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom
nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
c. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis
akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik.Nefropati IgA
juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau
kelainan sendi.Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain
atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
3. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan
keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab
anasarka dan hipertensi.

D. Etiologi
Berbagai penyakit dapat menyebabkan GNA mulai dari infeksi hingga penyakit yang
mempengaruhi seluruh tubuh, terkadang penyebabnya tidak diketahui. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan GNA adalah :
1. Infeksi
Glomerulonefritis akut post streptococcus. GNA dapat muncul beberapa satu
atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi tenggorokan atau infeksi kulit.
Kelebihan antibody yang dirangsang oleh infeksi akhirnya menetap di glomerulus
dan menyebabkan peradangan.
Gejalanya meliputi pembengkakan,pengeluaran, urin sedikit dan masuknya darah
dalam urin. Anak-anak lebih mungkin terserang GNA post streptococcus daripada
orang dewasa.
Bakteri endokarditis. Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan
menetap dihati, penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki cacat jantung.
Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan yang
jelas antara keduanya masih belum ditemukan
Infeksi virus. Infeksi virus yang dapat menyebabkan GNA adalah infeksi HIV
dan virus penyebab hepatitis B dan hepatitis C.
2. Penyakit system kekebalan tubuh
a. Lupus
Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak bagian
tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung dan paru-paru.
b. Sindrom Goodpastur
Adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang jarang dijumpai. Sindrom
Goodpastur menyebabkan perdarahan pada paru-paru dan glomerulus.
c. Vaskulitis
Adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah karena
peradangan, pembuluh darah arteri dan vena. Jenis-jenis vaskulitis yang
menyebabkan glomerulonefritis antara lain:
 Polyarteritis : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan
menengah yang menyerang dibeberapa bagian tubuih seperti ginjal,
hati dan usus.
 Grabulomatosis Wegener : vaskulitis yang menyerang pembuluh
darah kecil dan menengah pada pru-paru, saluran udara pada bagian
atas dan ginjal.
3. Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus
a. Tekanan darah tinggi
Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal
dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya Glomerulonefritis
juga menyebabkan tekanan darah tinggi karena mengurangi fungsi ginjal.
b. Penyakit diabetes ginjal
Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes.
Nefropati diabetes biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa
muncul. Pengaturan kadar gula darah dan tekan darah dapat mencegah atau
memperlambat tekanan ginjal.
Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang
berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun,
dan induksi pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan
kerusakan glomerular. Pada umumnya kerusakan glomerular (glomerular
injury) tidak diakibatkan secara langsung oleh endapan kompleks imun di
glomerulus, akan tetapi hasil interaksi dari sistem komplemen, mediator
humoral dan selular. Tiga mekanisme imunologik yang menjelaskan
terjadinya GN adalah ikatan langsung antara antibodi (Ab) dengan Ag
glomerulus (fixed antigen), terjebaknya kompleks imun yang beredar dalam
sirkulasi (circulating immune complexes) dan endapan kompleks imun insitu
(planted antigen). Menurut kejadiannya GN dibedakan atas GN primer dan
GN sekunder. Dikatakan GN primer jika penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri dan GN sekunder jika kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti penyakit autoimun tertentu, infeksi, keganasan atau
penyakit metabolik.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang
tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah
infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut
paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun
1907 dengan alasan bahwa:
a) Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
b) Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
c) Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi
yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
a) Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus,
Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma
Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
b) Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dll.
c) Parasit : malaria dan toksoplasma
4. Streptokokus
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya.Merupakan
golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia
disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi
spesies nama S. pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua
hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif
bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa
hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan
dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada
manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan
sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.
fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya
kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
b. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni
sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin
S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik
yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada
pengalaman masa lalu dengan sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia
di tenggorokan dan juga kulit.Penyakit yang sering disebabkan diantaranya
adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.

E. Pathway

(Streptococus þ hemoliticus group A)

Masuk melalui peredaran darah kapiler sampai ke ginjal

Reaksi antigen-antibodi ginjal

Polifersi sel dan kerusakan glomerulus GFR Menurun

Kebocoran kapiler glomerulus Retensi Na + Ntrium

Kelelahan Anemia Hematuria Edema


(fatique)

Gangguan Eliminasi Urin Hipervolemia

Protein ria
Diet rendah protein Hipoalbuminemia

Difusi cairan ke ekstra sel

Retensi cairan di rongga perut

Anoreksia Mual mntah Menekan isi perut

F. Manifestasi Klinis
1. Hematuria
2. Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
3. Oliguria
4. Tanda-tanda payah jantung
5. Hypertensi
6. Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare
Gambaran klinis dapat bermacam-macam.Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat.Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria,
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.Urine mungkin tampak kemerah-merahan
atau seperti kopi.Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata
atau di seluruh tubuh.Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal
jantung.Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR
biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi
air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling
nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang.Derajat edema biasanya
tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung
kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan
ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi,
tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada,
walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal
seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai
penderita GNA.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratoriun
a. Pemeriksaan urine
Adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin
(+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
b. Pemeriksaan darah
 kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
 jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
 analisa gas darah ; adanya asidosis.
 Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan
C3 rendah.
 kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit)adanya anemia
c. Pemeriksaan Kultur tenggorok
Menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
d. Pemeriksaan serologis
Antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase
e. Pemeriksaan imunologi
IgG, IgM dan C3.kompleks imun
2. Pemeriksaan radiologi
Foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung
3. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%
penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak
adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar
properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen.

H. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

I. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A
DENGAN DIAKNOSA GLOMERULONEFRITIS

A. Identitas klien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Alamat : Manado
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS
Tgl/Jam MRS : 11/03/2022
Tgl. Pengkajian : 12/03/2022, pukul 09 : 00
No. Register : 76892
Diagnosa Medis : Glomerulonefritis

B. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama: Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kencing darah
2. Riwayat Kesehatan Sekarang: Sejak ± 30 jam sebelum MRS pasien mengalami
kencing darah yang disertai menggigil, mual dan muntah, anoreksia dan sakit
kepala. Pasien tampak edema pada wajah dan periorbital.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pasien menderita penyakit hipertensi sejak 10 tahun
yang lalu. Pasien tidak mengalami infeksi di saluran cerna, kulit dan telinga
sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien mengatakan ayahnya meninggal karena
menderita hipertensi

C. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pada saat pasien mengalami hematuria pasien langsung mengambil tindakan untuk
memeriksakan dirinya ke rumah sakit
2. Pola Nutrisi – Metabolisme
Pasien mengatakan suka mengonsumsi ikan asin. Pasien mengatakan merasa mual
dan muntah sehingga pasien mengalami anoreksia. TB: 170 cm, BB: 80kg. IMT:
27,68kg/m².
3. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan saat buang air kecil berwarna merah pekat.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien mengatakan merasa kelelahan. Pasien mengatakan mengalami keterbatasan
dalam melakukan perawatan diri, seperti mandi, toileting, berpakaian, bergerak di
tempat tidur dan berpindah.

Aktivitas latihan selama sakit


Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Pakaian √
Eliminasi √
Mobilitasi ditempat tidur √
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
5. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan atau masalah saat tidur
5. Pola Kognitif – Perseptual
Tingkat kesadaran pasien baik, pasien merasakan sensasi nyeri pada bagian kepala
dengan intensitas ringan. Suhu tubuh pasien 37,8⁰C.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien tidak mengalami gangguan konsep diri.
7. Pola Peran – Hubungan
Pasien mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.
Hubungan pasien dengan keluarga, tenaga medis dan orang disekitarnya terjalin
dengan baik.
8. Pola Seksual – Reproduksi
Pasien tidak mengalami gangguan seksual/reproduksi.
9. Pola Koping –Toleransi Stress
Keluarga selalu mendukung dan menjaga pasien agar cepat sembuh.
10. Pola Nilai – Keyakinan
Pasien meyakini bahwa penyakitnya adalah takdir dan kehendak Tuhan. Pasien
masih bisa menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinannya.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Lemah dan lemas.
2. Kesadaran: Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran dan tingkat kesadaran
kompos mentis.
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 140/90 mmHg, Nadi: 84x/m, Suhu badan: 37,8⁰C, dan Respirasi:
20x/m.
4. Kepala
Bentuk kepala simetris. Tidak ada kelainan pada bagian kepala.
5. Wajah
Terdapat udema pada bagian wajah.
6. Mata
Terdapat pembengkakan di daerah atau sekitar mata, sklera tidak ikterik tidak
kuning, konjungtiva anemis, gerakan bola mata normal
7. Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan. Hidung tampak simetris dan tidak adanya nyeri tekan.
8. Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan.
9. Thorax
Bentuk dada simetris.
10. Abdomen
Tidak ada pembengkakan di abdomen.
11. Genetalia dan Anus
Tidak ditemukan kelainan pada organ genetalia dan anus.
12. Ekstremitas
13. Pada ekstremitas tidak terdapat kelainan/normal.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis: Protein Urin: 90mg/dL
b. Pemeriksaan Darah: WBC: 11.200mcL

F. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Hipervolemia Hipervolemia
1. Pasien mengatakan saat buang berhubungan dengan
air kecil urine berwarna merah Edema gangguan mekanisme
pekat regulasi cairan tubuh
Retensi Na + Natrium

DO: GFR menurun


Tampak adanya udem pada
wajah dan periorbital Polifersi sel dan kerusukan
IMT : 27,68 glomerulus

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui peredaran


darah kapiler sampai ke
ginjal

Streptpcocus b hemoliticus
group

Infeksi/penyakit
DS: Gangguan Eliminasi Urin Gangguan eliminasi
2. Pasien mengatakan saat buang urin berhubungan
air kecil urine berwarna merah Hematuria dengan kebocoran
pekat kapiler glomerolus
Kebocoran kapiler
DO : glomelurus
Protein urine : 90mg/dL
Polifersi sel dan kerusakan
glomerulus

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui peredaran


darah kapiler sampai ke
ginjal

Streptococcus b hemoliticus
group

Infeksi/penyakit

G. Diagnosa Keperawatan

1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan tubuh di


tandai dengan pasien mengatakan saat buang air kecil urine berwarna merah pekat
dan tampak adanya edema pada wajah dan periorbital, IMT : 27,68
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kebocoran kapiler glomerolus di
tandai dengan pasien mengatakan saat buang air kecil urine berwarna merah pekat
dan protein urine : 90mg/dL

H. Intervensi
No Diaknosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawtan

Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia :


1. dengan gangguan intervensi keperawatan Observasi
mekanisme regulasi cairan selama 24 jam maka  Periksa tanda dan gejala
tubuh di tandai dengan keseimbangan cairan hipervolemia (mis.
DS : Pasien mengatakan meningkat dengan Ortopnea, dispnea, edema,
saat buang air kecil urine kriteria hasil : JVP/CVP meningkat, reflex
berwarna merah pekat. 1. Edema menurun hepatojugular positif, suara
DO: nafas tambahan)
Tampak adanya udem  Identifikasi penyebab
pada wajah dan periorbital, hipervolemia
IMT : 27,68  Monitor status
hemodinamik (mis.
Frekuensi jantung, tekanan
darah, MAP, CVP, PAP,
PCWP, CO,CI), jika
tersedia
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis.
Kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urin)
 Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
(mis. Kadar protein dan
albumin meningkat)
 Monitor kecepatan infuse
secara ketat
 Monitor efek samping
diuretic (mis. Hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
 Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Tinggikan kepala tempat
tidur 30-400
Edukasi
 Anjurkan melapor jika
haluaran urine
<0,5ml/Kg/Jam dalam 6
jam
 Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1Kg dalam
sehari
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretic
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
 Kolaborasi pemberian
continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
2 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urin
berhubungan dengan tindakan keperawata 24 Observasi
kebocoran kapiler jam maka eliminasi  Identifikasi tanda dan gejala
glomerolus di tandai urin membaik dengan retensi atau inkontinensia
dengan kriteria hasil : urine
DS: 1. Karakteristik  Identifikasi factor yang
Pasien mengatakan saat urine membaik menyebabkan retensi atau
buang air kecil urine inkontinensia urine
berwarna merah pekat  Monitor eliminasi urine
DO : (mis. Frekuensi,
Protein urine : 90mg/dL konsistensi, aroma, volume
dan warna)
Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika
perlu
 Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur
Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluan urine
 Ajarkan mengambil
specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
 Ajarkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu
PENUTUP

A. Simpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut
paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan
remaja dapat juga terserang, perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. Tidak semua infeksi streptokokus akan
menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh
infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus
beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan
25 lebih bersifat nefritogen dibanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari
pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering
ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi
ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut,
diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau
perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca
infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak
begitu baik.

Anda mungkin juga menyukai