Skripsi Gabung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 162

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 2-5 TAHUN DI


KELURAHAN TLOGOMAS

SKRIPSI

Oleh :
PURWATI
NIM. 201510420311004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

i
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 2-5 TAHUN DI
KELURAHAN TLOGOMAS

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan
(S.Kep)
Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang

Oleh :
PURWATI
NIM. 201510420311004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

bimbinganNya saya dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Analisis

Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Pada Anak Balita Usia 2-5 Tahun

Di Kelurahan Tlogomas”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Bersamaan ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Bapak Faqih Ruhyanuddinn, M.Kep, Sp.KMB selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang. Terima kasih atas saran dan

kritikan yang membangun untuk peneliti.

2. Ibu Nurlailatul Masruroh, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Terima kasih atas masukan dan semua ilmu yang telah diberikan dan juga

dedikasinya terhadap ilmu keperawatan

3. Ibu Aini Alifatin, M.kep selaku Pembimbing 1. Terima kasih atas masukan,

arahan, bimbingan, waktu, kesabaran dan semua ilmu yang telah diberikan

kepada saya selama proses bimbingan.

vii
4. Ibu Juwitasari, M.S selaku Pembiming 2. Terima kasih atas masukan, arahan,

bimbingan, waktu, kesabaran dan semua ilmu yang telah diberikan kepada

saya selama proses bimbingan.

5. Ibu Nurul Aini S.kep. Ns. M.Kep selaku dosen penguji 1. Terima kasih telah

memberikan masukan dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Anis Ika Nur Rohmah, M.kep.,Sp.Kep.MB. selaku dosen penguji 2.

Terima kasih telah memberikan masukan dan saran dalam proses penyusunan

skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

8. Kepala Pukesmas Dinoyo Kota Malang beserta Staff-nya. Terima kasih atas

ijin, sehingga saya dapat melakukan penelitian di Pukesmas Dinoyo.

9. Kedua Orang Tua dan Keluarga. Terima kasih atas dukungan dan doa tanpa

henti untuk peneliti.

10. Dito, Minyu dan Team A. Terima kasih telah menjadi support system untuk

peneliti.

Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Mohon maaf

atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga

Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan

dan selalu menganugerahkan kasih saying-Nya untuk kita semua. Amin.

Malang, 28 Juni 2019

viii
Penulis

ix
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Pada
Anak Balita Usia 2-5 Tahun Di Kelurahan Tlogomas

ABSTRAK
Purwati , Aini Alifatin2, Juwitasari2
1

Latar Belakang:Kejadian stunting masih menjadi permasalahan dunia, di Indonesia


setiap tahun prevelensi stunting masih mengalami kenaikan, pada tahun 2018 angka
kejadian stunting mencapai 30,8% yang masih berada diatas target nasional (28%).
Stunting bisa disebabkan oleh berbagai faktor multi dimensi yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita.

Metode:Dalam penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan


pendekatan retrospectif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang
mempunyai anak balita usia 2-5 tahun di posyandu kelurahan Tlogomas (n=429)
dengan menggunakan teknik sampling probability sampling : proportional cluster
random sampling didapatkan jumlah sampel sebanyak 206. Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan uji regresi logistic ganda.

Hasil:Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa faktor pemberian ASI eksklusif


memiliki pengaruh terhadap kejadin stunting (p=0,027), sedangkan faktor penyakit
infeksi (p=0,201), berat badan lahir (BBL) (p=0,757), faktor genetik (p=0,587), dan
pola asupan gizi anak (p=0,142) tidak memiliki pengaruh dengan kejaian stunting
dengan anak balita. Hasil analisa regresi logistic faktor yang paling dominan adalah
pemberian ASI eksklusif (OR 2,355).

Diskusi:Faktor dominan yang mempengaruhi kejadian stunting adalah pemerian ASI


eksklusif. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan nutrien yang terdapat didalam ASI
yang dapat membangun dan menyediakan energy untuk memenuhi kebutuhan tubuh
bayi. Diharapkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan
khususnya untuk pencegahan stunting lebih menguatkan faktor pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan kepada anak.

Kata Kunci:Stunting, ASI eksklusif, penyakit infeksi, faktor genetik, berat badan
lahir (BBL), dan pola asupan gizi
1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang.

x
xi
Analysis on Affecting Factors of Stunting Occurrence on Toddlers
Aged 2-5 Years in Tlogomas Village
ABSTRAK
Purwati1, Aini Alifatin2, Juwitasari2

Background:Stunting is still a world problem, the prevalence of stunting in


Indonesia is still increasing, on 2018 the stunting rate reached 30,8% which is still
above from the national target (28%). Stunting can be caused by various multi-
dimensional factors that are interconnected with one another. The purpose of this
study is to identify the most dominant factors that influence stunting in children under
five.

Methods:This study used an observational design with retrospective approach. The


population in this study were all mother who had toddlers aged 2-5 years in Posyandu
of Tlogomas sub-district (n=429), technique samples using probability sampling:
proportional cluster random sampling obtained 206 samples. Data obtained were
analyzed using a multiple logistic regression test.

Result:Bivariate analysis result showed that the factor of exclusive breastfeeding had
an influence on stunting (p=0.027), infectious disease factors (p=0.201), birth weight
(p=0.757), genetic factors (p=0.587) and pattern of nutritional intake of children
(p=0.142) have no effect on the performance of stunting with children. Results from
logistic regression analysis showed the most dominant factor were exclusive
breastfeeding factors (OR 2.355).

Discussion:Exclusive breastfeeding factor is the most dominant factor to influence


stunting. This is influenced by the content of nutrients contained in breast milk which
can build and provide energy to meet the baby’s body needs. It is expected that health
workers in providing health service, especially for the prevention of stunting, will
further strengthen the factor of exclusive breastfeeding for 6 months to children.

Keywords :Stunting, exclusice breastfeeding, Infectious disease, Genetic factors,


birth weight, Nutritional intake pattern
1. Student in Nursing Study Program, Faculty of Health Science, University of
Muhammadiyah Malang
2. Lecturer in Nursing Study Program, Faculty of Health Science, University of
Muhammadiyah Malang

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.............................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................................vi
ABSTRAK..........................................................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................x
DAFTAR TABLE...............................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................xv
BAB I``..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Tujuan penellitian.......................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................................6
1.4.1 Manfaat Akademis.........................................................................................................6
1.5 Keaslian Penelitian......................................................................................................6
BAB II....................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................9
2.1 Konsep Stunting Pada Balita.......................................................................................9
2.1.1 Pengertian Stunting.........................................................................................................9
2.1.2 Faktor Yang Menyebabkan Stunting.............................................................................9
2.1.3 Penilaian Status Gizi....................................................................................................23
2.1.4 Dampak Stunting..........................................................................................................26
2.1.5 Pencegahan stunting.....................................................................................................27
2.2 Konsep Anak Balita..................................................................................................30
2.2.1 Pengertian Anak Balita.................................................................................................30
2.2.2 Konsep Tahap Tumbuh Kembang Anak.......................................................................30
2.2.3 Nutrisi untuk balita.......................................................................................................36
BAB III.................................................................................................................................47

xiii
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS.........................................................................47
3.1 Kerangka Konsep......................................................................................................47
3.2 Hipotesis Penelitian...................................................................................................50
BAB IV................................................................................................................................51
METODOLOGI PENELITIAN...........................................................................................51
4.1 Desain Penelitian.......................................................................................................51
4.2 Kerangka Penelitian..................................................................................................51
4.3 Populasi, Sampel Dan Sampling...............................................................................54
4.3.1 Populasi.....................................................................................................................54
4.3.2 Sampling..........................................................................................................................
54
4.3.3 Sampel .......................................................................................................................55
4.4 Variabel Penelitian....................................................................................................56
4.4.1 Variabel Dependen.......................................................................................................56
4.4.2 Variabel Independen.....................................................................................................57
4.5 Definisi Operasional..................................................................................................57
4.6 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian...................................................................59
4.7 Instrument Penelitian................................................................................................59
4.7.1 Kuisoner.......................................................................................................................59
4.7.2 Kisi-Kisi Kuisoner........................................................................................................62
4.8 Uji validitas dan uji reliabilitas.................................................................................63
4.8.1 Uji validitas..................................................................................................................63
4.8.2 Uji Reliabilitas..............................................................................................................63
4.9 Prosedur Pengumpulan Data.....................................................................................64
4.9.1 Tahap Persiapan...........................................................................................................64
4.9.2 Tahap Pelaksanaan.......................................................................................................65
4.9.3 Tahap pengelolaan data................................................................................................65
4.10 Analisa data...............................................................................................................66
4.11 Etika Penelitian.........................................................................................................69
BAB V......................................................................................................................................
71
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA..................................................................71
5.1 Analisis Univariat......................................................................................................71
5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden..........................................................71
5.1.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting........................................................................75
5.1.3 Distribusi Frekuensi Faktor Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kejadian Stunting. 76

xiv
5.2 Analisis Multivariat...................................................................................................83
5.2.1 Hasil Analisis Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita.....................................................................................................................
83
5.2.2 Hasil Analisis Pengaruh Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita 84
5.2.3 Hasil Analisis Pengaruh Berat Badan Lahir (BBL) Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita.....................................................................................................................
85
5.2.4 Hasil Analisis Pengaruh Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita85
5.2.5 Hasil Analisis Pengaruh Pola Asupan Gizi Anak Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita .......................................................................................................................86
5.2.6 Hasil Analisis Faktor Paling Dominan Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada
Anak Balita.....................................................................................................................
87
BAB VI................................................................................................................................89
PEMBAHASAN..................................................................................................................89
6.1 Interprestasi Dan Hasil Diskusi.................................................................................89
6.1.1 Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita.......89
6.1.2 Pengaruh Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita.....................91
6.1.3 Pengaruh Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita..................92
6.1.4 Pengaruh Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita.......................92
6.1.5 Pengaruh Pola Asupan Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita...................93
6.1.6 Faktor Paling Dominan Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita....95
6.2 Keterbatasan Penelitian.............................................................................................96
6.3 Implikasi Keperawatan..............................................................................................96
BAB VII...............................................................................................................................98
PENUTUP............................................................................................................................98
7.1 Kesimpulan...............................................................................................................98
7.2 Saran.........................................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................101

xv
DAFTAR TABLE

Tabel 2. 1 Asupan Makanan Perhari Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan11
Tabel 2. 2 Tekstur, Frekuenzi, Porsi, dan Jenis MP-ASI........................................................14
Tabel 2. 3Indeks Antropometri Anak Umur 0 – 60 Bulan......................................................26
Tabel 2. 4 Ketrampilan Motoric Kasar Dan Motoric Halus Berdasarkan Usia.......................33
Tabel 2. 5Ketrampilan Bahasa...............................................................................................36
Y
Tabel 4. 1 Perhitungan Jumlah Sampel Di Setiap Posyandu..................................................56
Tabel 4. 2 Definisi Operasional..............................................................................................57
Tabel 4. 3 Kisi-Kisi Kuisoner................................................................................................62
Tabel 5. 1 Faktor Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kejadian Stunting..............................76
Tabel 5. 2 Berat Badan Lahir dan Usia Kehamilan...............................................................80
Tabel 5. 3 Genetik orang tua..................................................................................................80
Tabel 5. 4 Tabulasi Silang Antara Faktor Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019..........83
Tabel 5. 5 Tabulasi Silang Antara Faktor Penyakit Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019.................................84
Tabel 5. 6 Tabulasi Silang Antara Faktor BBL (Berat Badan Lahir) Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019............85
Tabel 5. 7 Tabulasi Silang Antara Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019............................................86
Tabel 5. 8 Tabulasi Silang Antara Asupan Gizi Anak Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019............................................87
Tabel 5. 9 Uji Regresi Logistik Ganda Dengan Metode Backward........................................88

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pengaruh Gizi Ibu Terhadap Tumbuh Kembang Anak......................................19


Gambar 2. 2 Tumpeng gizi seimbang.....................................................................................45
Gambar 2. 3 Panduan Piring Makananku...............................................................................45
Y
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep..............................................................................................49
Gambar 4. 1 Kerangka Penelitian...........................................................................................52

Y
Gambar 5. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak.............................................72
Gambar 5. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak.............................72
Gam bar 5. 3 karakteristik pendidikan responden..................................................................73
Gambar 5. 4 karakteristik pendidikan suami responden.........................................................73
Gambar 5. 5 karakteristik pekerjaan responden.....................................................................74
Gambar 5. 6 karakteristik pekerjaan suami responden...........................................................74
Gambar 5. 7 karakteristik responden berdasarkan pendapatan per bulan...............................75
Gambar 5. 8 distribusi frekuensi kejadian stunting................................................................75
Gambar 5. 9 pemberian ASI Eksklusif...................................................................................77
Gambar 5. 10 Penyakit Infeksi...............................................................................................78
Gambar 5. 11 Macam macam penyakit infeksi......................................................................79
Gambar 5. 12 Imunisasi.........................................................................................................79
Gambar 5. 13 Asupan gizi karbohidrat...................................................................................81
Gambar 5. 14 asupan gizi protein hewani..............................................................................81
Gambar 5. 15 asupan gizi protein nabati................................................................................82
Gambar 5. 16 Asupan Gizi Buah Buahan...............................................................................82

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian..........................................................................................107


Lampiran 2 Surat Pengantar.................................................................................................108
Lampiran 3 Surat Selesai Penelitian.....................................................................................109
Lampiran 4 Keterangan Layak Etik.....................................................................................110
Lampiran 5 Hasil Uji Chi Square.........................................................................................111
Lampiran 6 Hasil Crostabsbulation......................................................................................116
Lampiran 7 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda.....................................................................117
Lampiran 8 informed consent..............................................................................................118
Lampiran 9 Kuisoner...........................................................................................................119
Lampiran 10 Uji Validitas....................................................................................................126
Lampiran 11 Uji Reliabilitas................................................................................................130
Lampiran 12 Master Tabel...................................................................................................131
Lampiran 13 Dokumentasi...................................................................................................156

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak pendek (Stunting) merupakan permasalahan yang tengah dihadapi oleh

dunia khususnya di Negara miskin dan berkembang (Unicef, 2013 dalam Mitra,

2015). Prevelensi stunting di dunia masih tergolong tinggi. Ini dapat dilihat dari

persentase kejadian stunting di dunia pada tahun 2017 yang masih mencapai 22,2%,

Setengah dari jumlah anak dengan stunting berada di Asia (55%) dan sepertiga

berada di Afrika (39%) (Unicef, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa presentasinya

masih diatas standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu 20 % (Kemenkes, 2016).

Pada tahun 2017 jumlah balita stunting di Indonesia meduduki peringkat ke 4 terbesar

di dunia setalah Nigeria, Pakistan, dan India (Unicef, 2017 dalam TNP2K, 2017).

Di Indonesia sendiri kejadian stunting masih memprihatinkan, setiap tahun

prevalensi stunting mengalami penuruan dan juga kenaikan. Ini terbukti dari hasil

data Riskesdas tahun 2007 (36%), 2010 (35%), 2013 (37,2%), 2015 (29%)

(Kemenkes, 2016). Sedangkan tahun 2018 prevelensi stunting mengalami kenaikan

kembali yaitu 30,8 % data ini menunjukkan bahwa prevelensi stunting masih diatas

target yang ingin dicapai oleh nasional (Riskesdas, 2018). Menurut riset kemenkes

tahun 2017 stunting di Jawa Timur menunjukkan prevelensi sebesar 26,7%. Kota

Batu merupakan daerah yang memunjukkan kejadian stunting tertinggi ke dua

(35,1%) setelah Bondowoso (38,3 %), sedangkan kota Malang mempunyai prevelensi

yang tidak begitu tinggi dibandingkan

1
2

dengan kedua daerah tersebut, sebanyak 27,4 % prevelensi yang berada di daerah

kota Malang (PSG, 2017).

Prevalensi anak stunting (pendek) di Indonesia masih menjadi permasalahan

kesehatan dan harus segera ditanggulangi. Menteri kesehatan RI pada sebuah berita

tanggal 18 April 2018 mengungkapkan bahwa indonesia tengah fokus dalam

menangani tiga prioritas masalah kesehatan salah satunya adalah permasalahan

stunting yang masih tinggi dan diperlukan kerjasama dengan semua lintas sektor

untuk menangani masalah ini (Rihano, 2018). Indonesia menargetkan dalam pokok

rancangan pembangunan jangka menengah tahun 2015-2019 untuk menurunkan

prevelensi stunting menjadi 28 %, meskipun presentase ini masih jauh dengan standar

yang telah di tetapkan oleh WHO yaitu 20 % (Kemenkes, 2016).

Stunting yang terjadi pada anak balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor

multi dimensi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Faktor

kejadian stunting dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor langsung dan faktor tidak

langsung. Faktor langsung diantaranya adalah asupan gizi, faktor genetik (tinggi

badan orang tua yang pendek), BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), penyakit infeksi,

tingkat pemberian ASI ekslutif, dan ketidakseterdiaan makanan dirumah, sedangkan

faktor tidak langsung adalah tingkat kebersihan dan pola asuh orang tua yang tidak

optimal, rendahnya pendidikan orang tua, ibu dengan gizi buruk saat kehamilan, dan

sosial ekonomi yang rendah (Hall et al., 2018; Olsa, Sulastri, & Anas, 2018).

Stunting akan menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak jangka pendeknya adalah terdapatnya gangguan dalam perkembangan otak,


3

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme tubuh.

Sedangkan dampak jangka panjangnya adalah penurunan fungsi kognitif dan prestasi

belajar, penurunan kekebalan tubuh, resiko tinggi terkena penyakit, dan kualitas kerja

yang tidak maksimal sehingga dapat berakibat pada rendahya produktivitas ekonomi

individu dan negara (Kemenkes, 2016). Karena stunting terjadi akibat kekurangan

gizi kronis selama 1000 hari pertama kehidupan anak, kerusakan yang terjadi juga

akan mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah) dan

anak tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa,

sehingga jika anak yang pendek tidak segera ditangani dengan tepat maka akan

menjadi prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas,

yang selanjutnya akan menurunkan produktif bangsa dimasa yang akan datang

(Trihono, 2015).

Dalam upaya penurunan kejadian stunting pemerintahan Indonesia juga

melakukan pengalokasian dana tersendiri untuk mangatasi permasalahan ini.

Pengalokasian dana yang dilakukan pemerintah digunakan untuk memperbaiki faktor

yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Seperti memberikan intervensi paket

gizi lengkap untuk ibu hamil dan anak, pemanfaatan pelayaan kesehatan yang ada,

pelatihan pengasuhan anak, menyediakan makanan tambahan bagi ibu hamil dengan

KEK (Kekurangan Energi Kronik) dan balita kekurangan gizi, pembinaan sanitasi

yang baik dan penyediaan air bersih, sehingga diharapkan angka kejadian stunting

dapat menurun (Kemenkeu, 2018).


4

Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kejadian stunting

nyatanya tidaklah mudah untuk dilakukan. Masih terdapat beberapa hambatan dalam

melakukannya diantaranya adalah permasalah anak pendek dan gizi ibu hamil tidak

mudah untuk dilihat dan ketahui. Banyak pihak yang masih berpendapat bahwa status

gizi dengan kurangnya bahan makanan akibat dari kemiskinan, tetapi faktanya

stunting sekarang banyak terjadi pada kelompok menengah keatas. Perempuan tidak

menyadari akan pentingnya gizi saat kehamilan, sebanyak 81% perempuan hamil

menerima tablet gizi tapi hanya 18% yang mengonsumsi selama 90 hari pada masa

kahamilan. Keluarga yang tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku

kesehatan. Selain itu, banyak juga ibu hamil masih mempercayai mitos yang beredar

di masyarakat dan tidak terbukti kebenarannya (Trihono Dkk, 2015)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinkes Kota Malang terdapat

3 pukesmas yang mempunyai prevelensi stunting tertinggi pada tahun 2017

diantaranya adalah pukesmas Dinoyo (7,1%), Cisadea (5,5 %), dan Bareng (3,8%).

Pukesmas Dinoyo memiliki jumlah anak yang menderita severely stunted (sangat

pendek) tertinggi, dari jumlah anak 2870 yang ditimbang ada 204 anak yang berada

pukesmas Dinoyo. Sedangkan pada bulan timbang Agustus 2018 di pukesmas

Dinoyo, dalam 5 kelurahan yang menjadi area kerja pukesmas (kelurahan Dinoyo,

Ketawanggede, Sumbersari, Merjosari, dan Tlogomas) kelurahan Tlogomas

mempunyai jumlah anak menderita severely stunted (sangat pendek) terbanyak

diantara kelurahan yang lain yaitu sebanyak 59 anak, dan stunted sebanyak 93 anak.
5

Setelah melihat penjabaran fenomena, masalah dan data di atas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian terkait dengan “analisis faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun di kelurahan tlogomas”. Dengan harapan

penelitian ini dapat bermanfaat untuk tenaga pelayanan kesehatan setempat atau

sekitarnya untuk mengetahui lebih dalam terkait faktor penyebab yang paling

dominan mempengaruhi kejadian stunting, sehingga dapat membantu mengatasi

faktor – faktor penyebab stunting.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah “Faktor

apakah yang dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita?”

1.3 Tujuan penellitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada

balita.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting

pada anak balita.

2. Mengidentifikasi pengaruh penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada

anak balita

3. Mengidentifikasi pengaruh berat badan lahir dengan kejadian stunting pada

anak balita.
6

4. Mengidentifikasi pengaruh faktor genetic dengan kejadian stunting pada anak

balita.

5. Mengidentifikasi pengaruh pola asupan gizi dengan kejadian stunting pada

anak balita.

6. Mengidentifikasi faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian

stunting pada anak balita.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan untuk mahasiswa

dalam mengetahui faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting

(pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi, BBL, genetik, dan asupan gizi anak) pada

anak balita sehingga dapat menjadi bekal ilmu ataupun referensi di kemudian hari.

1.4.2 Manfaat Klinis

1. Sebagai bahan masukan pelayanan kesehatan yang ada di kelurahan

Tlogomas agar dapat mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting pada anak balita usia 2 - 5 tahun.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan untuk

pelayanan kesehatan agar dapat memberikan pelayanan yang optimal

dalam pencegahan dan penanganan stunting kepada anak balita ataupun

keluarganya.
7

1.4.3 Manfaat Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui faktor–

faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting dan masyarakat dapat

mengantisipasi atau mencegah agar terhindar dari masalah stunting tersebut.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian yang berhubungan dengan yang akan dilakukan peneliti adalah:

1. Penelitian yang dilakukan Novita Siahaah, Zulhaida Lubis & Fitri Ardiani

(2014) meneliti tentang “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kajadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Pukesmas Tanjung Tiram

Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2013”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada anak balita dengan usia 6-59 bulan. Jumlah sampel 93

orang, menggunakan uji Chi-square dan didapatkan hasil statistic dengan (P <

0,05). Dapat disimpulan bahwa pekerjaan orang tua, praktek menyusui,

pendidikan orang tua, dan status ekonomi merupakan faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting, sedangkan besar keluarga dan berat

badan lahir juga berpengaruh dengan kejadian stunting tetapi tidak begitu

bermakna.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh (Siahaah, N., Lubis, Z., &

Ardiani, 2014) dengan yang akan dilakuan oleh peneliti adalah dapat dilihat

pada bagian populasi dan tujuan utama penelitian, populasi yang akan di

ambil dalam penelitian diatas adalah anak dengan usia 2 - 5 tahun dan tujuan
8

utama dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang

paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita, dengan

variabel independen asupan gizi pada anak, pemberian ASI eksklusif,

penyakit infeksi pada anak, BBL (berat badan lahir), dan faktor genetik.

2. Dalam penelitian yang berjudul “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita” oleh Khoirun Ni’mah dan Siti Rahayu Nadhiroh (2015).

Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada balita. Dengan variabel yang berhubungan diantaranya

adalah panjang badan lahir, riwayat pemberian ASI eksklusif, pendapatan

keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi pada ibu. Penelitian ini

merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kasus control,

teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dan

analisis data menggunakan uji chi-square dan fisher exact. Perbedaan antara

penelitian yang dilakukan oleh (K. Ni’mah & Nadhiroh, 2015) dengan

penelitian yang aakan dilakukan adalah terletak pada pengambilan sampel dan

analisis data, pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

probability sampling : proportional cluster random sampling dengan analisa

data menggunakan uji regresi logostik ganda.

3. Penelitian yang dilakukan oleh (El Kishawi et al ,2017), yang berjudul

“Prevalence And Associated Factors Influencing Stunting In Children Aged

2-5 Years In The Gaza Strip-Palestine: A Cross-Sectional Study”. Penelitian

ini dilakukan pada anak usia 2-5 tahun dan juga ibunya yang berusia 18-50

tahun untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang terkait dan dapat
9

menyebabkan stunting. Didapatkan hasil bahwa prevalensi sebesar 22,6%

berada di kamp pengungsian Jabalia, sedangakan anak yang lahir dari ibu

yang tingginya 1,55 – 1,60 M dan parental congsanguinity (pernikahan antara

kerabat) dapat meningkatkan kejadian stunting pada anak balita.

Sedangkan penelitian yang akan sekarang hanyalah mengidentifikasi

hubungan antara faktor genetik seperti ibu atau ayah yang mempunyai tubuh

pendek dengan kejadian stunting, tanpa adanya penelitian yang terkait dengan

parental congsangunity (pernikahan antara kerabat).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stunting Pada Balita

2.1.1 Pengertian Stunting

Stunting (pendek) merupakan suatu bentuk kegagalan pertumbuhan (growth

faltering) yang terjadi pada anak akibat dari kekurangan gizi jangka panjang sehingga

anak menjadi lebih pendek dari usianya. Kekurangan gizi pada anak tidak terjadi

secara langsung dan cepat. Kekurangan gizi ini bisa terjadi mulai dari masa

kehamilan ibu sampai dengan anak dilahirkan, dan akan mulai terlihat dari anak

berusia 2 tahun (Djauhari, 2017).

Stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) didasarkan pada indeks

tinggi badan atau panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) yang didapatkan

hasil rendah. Anak yang dikatakan stunting adalah dalam pengukuran status gizi yang

berdasarkan pada umur dan kemudian dibandingkan dengan standar baku dari WHO,

didapatkan hasil z-score dibawah normal. Z-score kurang dari -2 SD (standar

deviasi), anak dikategorikan dalam stunted (pendek) sedangkan jika nilai z-score

maka anak dikategorikan dalam severely stunted (sangat pendek) (Kemenkes, 2016).

2.1.2 Faktor Yang Menyebabkan Stunting

Faktor kejadian stunting dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor langsung

dan faktor tidak langsung. Faktor langsung diantaranya adalah pola asupan gizi anak,

BBLR

9
(Berat Badan Lahir Rendah), pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi, dan faktor

genetik. Sedangkan faktor tidak langsung adalah status gizi pada ibu hamil, pola

asuh yang tidak optimal dan karakteristik keluarga (pendidikan dan status ekonomi)

(Hall et al., 2018; Olsa et al., 2018).

2.1.2.1 Pola Asupan Gizi Anak

Anak yang berusia dibawah lima tahun merupakan kelompok anak yang

menunjukan tumbuh kembang yang sangat pesat, tetapi sering juga menderita

kekurangan gizi. Pemenuhan intake nutrisi yang tidak adekuat akan berpengaruh pada

kehidupan anak selanjutnya, karena gizi pada masa anak – anak berperan untuk

pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Kekurangan gizi pada anak, bisa karena

dampak dari malnutrisi ibu pada masa kehamilannya, atau pemenuhan intake nutrisi

yang tidak adekuat saat masa kanak - kanak. Pada anak usia tiga sampai lima tahun,

anak akan memilih makanan yang mereka inginkan, tidak jarang juga anak pada

rentang usia ini akan menolak makanan yang diberikan kepadanya (Maryam, 2016).

Asupan gizi yang tidak adekuat pada masa kanak – kanak akan berdampak

pada pertumbuhan dan perkembangan. Tidak adekuatnya zat gizi yang masuk

kedalam tubuh akan menyebabkan system kekabalan tubuh menurun, dan membuat

anak mudah tertular penyakit baik dari anak – anak atau pun tertular dari orang

dewasa, penularan penyakit in akan semakin parah jika lingkungan dan sanitasi yang

ada buruk. System kekebalan tubuh yang lemah pada anak dan intake gizi yang tidak

adekuat bisa sering menyebabkan anak mengalami infeksi pada saluran pencernaan

yang berulang. Hal dapat meningkatkan resiko terjadinya kekurangan gizi pada anak,
11

yang membuat tubuh tidak dapat menyerap nutrisi yang masuk dengan baik. Anak

yang mengalami kekurangan gizi dan ditambah dengan kejadian infeksi yang

berulang akan mengakibatkan anak mengalami pertumbuhan yang melambat

(Septikasari, 2018).

Kekurangan zat gizi satu akan mempengaruh pemenuhan zat gizi lainnya.

Seperti contohnya kekurangan zat gizi magnesium akan menyebabkan anak

menderita anoreksia dan memmpengaruhi pemenuhan protein yang dapat

menyebabkan pada tumbuh kembang anak yang dapat berdampak pada jangka

panjang. Selain itu kekurangan gizi juga derdampak pada perkembangan otak, yang

dapat menurunkan kecerdasan anak. Selain itu kekurangan gizi yang tidak segera

ditangani akan menyebabkan kematian (Septikasari, 2018).

Tabel 2. 1 Asupan Makanan Perhari Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

Golongan umur (tahun) 1-3 4-6

Berat badan (kg) ±12,0 ±17,0

Tinggi (cm) 90 110

Angka kecukupan gizi energi (kkal) 1000 1550

Bahan Berat (gr)/URT Porsi pemberian Porsi pemberian


makanan

Nasi 100 gr (3/4 gelas) 2 kali 4 kali


Lauk hewani 50 gr ikan (1 potong) 2 kali 2 kali

Lauk nabati 50 gr tempe (1 potong) 1 kali 2 kali

Sayur 100 gr (1 gelas) 1 kali 1 kali

Buah 100 gr papaya 1 kali 2 kali

(1 potong)

Susu 200 ml (1 gelas) 1 kali 1 kali


Sumber : (Febri & Marendra, 2008).

2.1.2.2 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang setalah 1 jam bayi

lahir. Normal berat badan bayi lahir berkisar anatar 2.500 – 4.000 gram. Bayi yang

lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 disebut dengan bayi lahir dengan berat

badan rendah (BBLR) (Septikasari, 2018).

Bayi yang lahir dengan BBLR erat kaitan nya dengan angka kematian,

kesakitan dan kejadian kekurangan gizi dikemudian hari. Hal ini dikarenakan system

daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir normal.

Selain itu pada bayi juga didapatkan keadaan seperti, ketidaksetabilan keadaan umum

bayi, kesulitan dalam menjalani masa transisi, henti napas, inkoordinasi refelek

menghisap, menelan, atau bernafas, serta kurangnya control fungsi oral motor bayi.

Sehingga bayi yang lahir dengan BBLR akan mudah terserang dengan penyakit

penyakit infeksius, jika tidak segera di tangani dan didukung dengan pemberian
13

nutrisi yang adekuat akan beresiko lebih besar mengalami gizi buruk. Kekurangan

gizi pada bayi bisa disebabkan karena meningkatnya kecepatan pertumbuhan,

tingginya kebutuhan untuk melakukan metabolisme, cadangan gizi yang rendah

didalam tubuh, keadaan fisiologis anak yang belum sempurna atau anak dalam

keadaan sakit (Septikasari, 2018).

Berat badan lahir rendah pada anak merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan stunting. BBLR bisa disebabkan karena asupan gizi yang rendah pada

ibu pada masa kehamilan atau bisa karena bayi yang lahir kurang bulan dan akan

berdampak pada linier pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang lahir

dengan BBLR lebih besar beresiko mengalami kejadian kekurangan gizi berupa

stunting dibandingkan dengan anak yang lahir normal dan cukup bulan (Fitri, 2018).

2.1.2.3 Pemberian Asi Ekslusif

Keberhasilan pemberian ASI ekslusif sangat berpengaruh dengan proses

terjadinya kekurangan gizi. Pemenuhan nutrisi pada bayi yang baru lahir adalah

dengan cara memberikan ASI eklusif. Hal ini dapat dilakukan mulai dari bayi lahir

dan sampai anak berusia 6 bulan bisa terpenuhi hanya dengan memberikan ASI. Anak

yang tidak berhasil dalam melakukan ASI ekslusif mempunyai resiko 2,6 kali lebih

besar mengalami kekurangan gizi dibandingkan dengan anak normal yang lain

(Septikasari, 2018).

Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi yang baru lahir sangatlah

dianjurkan karena terdapat banyak manfaat didalam kandungan ASI. ASI merupakan

makanan yang ideal untuk bayi yang baru lahir, karena mengandung nutrien untuk
membangun dan menyediakan energy yang dibutuhkan oleh bayi, ASI tidak

memberatkan kerja dari system pencernaan dan ginjal serta menghasilkan

pertumbuhan fisik yang optimal (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Bayi yang diberikan

ASI eksklutif selama 6 bulan dapat menurunkan angka kejadian stunting, ASI juga

bisa menurunkan angka kematian pada bayi, karena bayi mebutuhkan asupan gizi

untuk bertahan hidup dan tumbuh, karena ASI mengandung protein yang baik dan

terdapat antibody untuk melawan bakteri E. Coli dalam konsentrasi tinggi sehingga

dapat menurunkan resiko bayi terkena penyakit infeksi (Fitri, 2018).

Pemberian ASI yang lebih dari 6 bulan juga meningkatkan resiko anak

mengalami stunting. Kebutuhan nutrisi pada anak semakin lama akan semakin

meningkat dan membutuhkan banyak asupan nutrisi. Pemberian ASI yang lebih dari

6 bulan akan menunda pemberian MP-ASI pada anak. Akibatnya intake nutrisi yang

diberikan kepada anak tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangannya. Anak yang sudah berusia 6 bulan, pemberian ASI sudahlah tidak

bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya, sehingga perlu diberikan MP-ASI untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi sampai anak berusia 59 bulan (Paramashanti, Hadi, &

Gunawan, 2016).

Tabel 2. 2 Tekstur, Frekuenzi, Porsi, dan Jenis MP-ASI

Tekstur Frekuenzi Porsi Jenis makanan

6 bulan – 6 Makanan lumat 2 kali 2-3 sendik Menu tunggal (


bulan lebih (disaring atau dalam makan, tambah 1 jenis
2 minggu diulek) sehari secara bertahap makanan dalam
15

sekali makan)

6-9 bulan Makanan lumat 2-3 kali 2-3 sendok Menu lengkap
(disaring atau dalam makan, ( karbohidrat,
diulek dan sehari tambahkan protein hewani,
secara bertahap secara bertahap kacang-
semakin padat) hingga ½ gelas kacangan,
(125 ml) sayur atau
buah, dan
Makanan lemak
selingan 1-2 kali tambahan)
dalam
sehari

9-12 bulan Makanan 3-4 kali ½ gelas, dan Menu lengkap


lembek (cincang dalam tambahkan ( karbohidrat,
halus dan secara sehari secara bertahap protein hewani,
bertahap sampai ¾ gelas kacang-
menjadi kacangan,
cincangan sayur atau
kasar) buah, dan
Makanan 1-2 kali lemak
selingan (mulai dalam tambahan)
kenalkan sehari
dengan finger
food)

12 – 24 Makanan 3-4 kali ¾ gelas, Menu lengkap


bulan keluarga (sudah dalam tambahkan ( karbohidrat,
bisa diberikan sehari secara bertahap protein hewani,
gula dan garam sampai dengan kacang-
dengan jumlah 1 gelas (250 kacangan,
sedikit) ml) sayur atau
Makanan buah, dan
selingan 2 kali lemak
dalam tambahan)
sehari
Sumber : (Tompanu, 2015)
2.1.2.4 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang diderita oleh anak akan menghambat proses reasksi

imunolgis dan menghabiskan energy yang dimiliki oleh tubuh. Infeksi bisa

disebabkan oleh beberapa gangguan penyakit seperti, diare, ISPA, campak, cacingan,

cacar air dan rendahnya asupan gizi yang masuk kedalam tubuh akibat dari kuangnya

ketersediaan pangan di rumah atau karena pola asuh orang tua yang salah. Penyakit

infeksi akan sangat berbahaya jika terjadi pada anak yang menderita kekurangan gizi.

Karena infeksi akan menghancurkan jaringan tubuh, baik bibit penyakit atau

pengahancuran untuk memperoleh protein yang diperlukan untuk mempertahakan

tubuh. Kejadian infeksi jika disertai dengan muntah dan diare akan membuat

penurunan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Adriani & Wirjatmadi,

2014).

Penyakit infeksi pada anak akan berdampak negatif pada status gizi anak.

penyakit infeksi akan mempengaruhi nafsu makan anak menjadi menurun,

penyerapan zat gizi yang terjadi didalam usus, dan terjadi katabolisme sehingga

cadangan gizi yang berada didalam tubuh tidak mencukupi untuk membentuk

jaringan baru dan pertumbuhan anak. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak

adalah diare dan ISPA. Berdasarkan penelitian pada tahun 2014 ditemukan bahwa

pada anak usia 6-24 bulan kejadian diare dan ISPA yang terjadi dalam 2 bulan

terakhir memiliki resiko terjadi stunting sebesar 5,04 kali (Lestari dkk, 2014).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa anak dengan

ISPA dan diare pada usia 24 bulan awal akan meningkatkan resiko terjadinya
17

stunting sebesar 7,46 kali dibandingkan anak yang tidak mengalami infeksi (Paudel et

al, 2012).

Penyakit infeksi dan kekurangan gizi akan saling memberikan dampak satu

dengan yang lain. Kekurangan gizi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan tubuh

tidak mampu dalam mengatasi penyakit yang berada didalam tubuh. Pada anak

normal kuman yang tidak berbahaya masuk kedalam tubuh tidak akan menimbulkan

masalah, tetapi pada anak yang kekurangan gizi hal itu akan menjadikan kematian.

Penyakit infeksi yang terjadi juga akan menyebabkan tubuh mengalami kekurangan

gizi dan dapat memperburuk keadaan anak yang menderita kekurangan gizi (Adriani

& Wirjatmadi, 2014).

Pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyakit infeksi adalah

dengan mempertahankan kekebalan tubuh anak yang dimulai dari anak lahir.

Kekebalan tubuh ini bisa ditingkatkan secara pasif dan aktif. Kekebalan secara pasif

didapatkan bukan dari individu itu sendiri, sebagai contoh adalah kekebalan yang

didapatkan janin berasal dari ibu atau prnyuntikan imunoglobin, kekebalan ini tidak

bertaha lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan tubuh aktif adalah

kekebalan tubuh yang diperoleh oleh individu sendiri akibat paparan dari antigen.

Menyuntikan antigen kedalam tubuh adalah salah satu cara untuk meningkatkan

kekebalan tubuh pada anak atau hal ini sering disebut dengan nama imunisasi

(Handayani, 2011).

Imunisasi merupakan usaha untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada anak

dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah
anak penyakit tertentu sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas,

serta menurunkan kecacatan akibat dari penyakit. Sedanngkan vaksin adalah bahan

yang dipakai untuk merangsang antigen didalam tubuh (vaksisn BCG, DPT, Campak,

Polio). Imunisasi yang harus diberikan kepada anak diantaranya adalah imunisasi

BCG, hepatitis B, polio, DPT (diphtheria, pertussis, tetanus), campak,

MMR(measles, mumps, rubella), typhus abdominalis, varicella, hepatitis A,

HiB(hemophihus influenza tipe b) (Hidayat, 2008).

2.1.2.5 Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal awal untuk mencapai hasil akhir

pertumbuhan dan perkembangan anak. Genetik yang diturunkan oleh orang tua

kepada anak akan tersimpan dalam deocsiribose mucleis acid (DNA) ini

menampilkan bentuk fisik dan potensi dari anak (Toliu, Malonda, & Kapantow,

2018). Tinggi badan yang dimiliki orang tua merupakan faktor genetik yang biasanya

diturunkan kepada anak. orang tua yang mempunyai tubuh pendek, kemungkinan

besar akan diturunkan kepada anaknya sehingga bisa dikatakan bahwa anak tersebut

stunting karena gen kromosom yang dibawanya dari orang tua. Tubuh pendek yang

dimiliki orang tua bukan karena gen, melainkan karena gangguan gizi atau patologis

tubuh, maka hal tersebut tidak akan menurunkan kepada anak. Kategori tinggi badan

orang dewasa dengan usia >18 tahun dikatakan pendek jika tinggi <150 cm

(perempuan) dan <161 cm (laki-laki) (Lelemboto dkk, 2018 dalam Kusuma &

Nuryanto, 2013).
19

2.1.2.6 Status Gizi Pada Ibu Hamil

Status gizi ibu prahamil merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi status gizi anak. Status gizi pada prahamil merefleksikan potensi

cadangan gizi untuk tumbuh kembang janin. Status gizi ini dapat diukur dengan

menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan juga lingkar lengan atas (LILA). Di

Indonesia biasanya pengukuruan gizi pada ibu prahamil lebih banyak menggunkan

pengukuran LILA hal ini dikarenakan nilai LILA lebih relative stabil sehingga dapat

disimpulkan tidak akan ada perbedaan yang signifikan antara nilai LILA sebelum

hamil dan saat kehamilan. Ambang batas LILA yang digunakan untuk menentukan

kehamilan dengan kekurangan energy kronik (KEK) adalhah 23,5 cm (Septikasari,

2018).

Ibu hamil dengan KEK akan menyebabkan terjadinya gangguan pada system

plasenta, yang menunjukkan berat dan ukuran plasenta menjadi lebih kecil dari

ukuran normal. KEK pada ibu bisa mengurangi ekspansi volume darah yang

berakibat pada cardiac output tidak tercukupi. Sehingga aliran darah ke plasenta

menjadi berkurang dan membuat ukuran plasenta tidak optimal dan terjadi

pengurangan distribusi zat gizi ke janin yang menyebabkan pertumbuhan janin

menjadi terhambat. KEK yang di alami oleh ibu hamil jika tidak segera ditangani

akan menyebabkan anak terlahir dengan BBLR dan akan menghambat tumbuh

kembang anak selanjutnya, sehingga anak yang lahir dengan riwayat ibu KEK akan

mengalami masalah gangguan gizi setelah dilahirkan (Septikasari, 2018).


Ibu hamil yang mempunyai status gizi rendah akan berpotensi untuk

mempunyai anak yang lebih pendek. Hal ini dikarenakan kebutuhan gizi pada ibu

hamil mengalami peningkatan, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk janin

yang sedang dikandung. Sehingga pada ibu hamil memerlukan protein yang

mengandung asam amino dengan jumlah yang cukup dan komplit. Zat gizi dalam

vitamin A yang sering terikat pada protein sebagai retinol blinding protein yang

sering dijumpai dalam hati, serta abumin serum yang juga mengandung protein.

Selain komponen penting dari beberapa zat gizi protein juga sangat diperlukan untuk

perkembangan fisik anak. Ibu hamil yang mengonsumsi protein di bawah rata – rata

akan beresiko 1,6 kali lebih besar mempunyai anak dengan tinggi badan rendah

dibandingkan dengan ibu hamil yang cukup mengonsumsi protein. Sehingga ibu

hamil perlu mengnsumsi zat gizi mikro dan makro yang cukup, karena status gizi

pada saat lahir akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap petumbuhan bayi

selanjutnya, terutama pada usia 2 tahun pertema kelahiran (Ernawati, Rosamalina, &

Permanasari, 2013).

Kehamilan diusia dini merupakan salah satu penyebab dari stunting yang akan

terjadi pada anak. Kehamilan pada usia ini akan membuat anak lahir dengan BBLR,

karena terjadi persaingan untuk mendapatkan nutrisi pada janin dan tubuh ibu. Tubuh

ibu yang masih dalam tahap pertumbuhan membutuhkan banyak asupan nutrisi dalam

prosesnya, begitu pun dengan janin yang tengah dikandung. Hal ini akan

menyebabkan kekurangan gizi pada ibu dan janinnya dan berdampak pada kehidupan

selanjutnya yang dapat terjadi stunting secara turun menurun dan dapat disebut

Wanita Nutrisi
dewasa yang buruk
yang saat
stunting kehamilan
Pertumbuhan BBLR
anak terganggu (kurang
dari
Penurunan 2.500
intelektual anak Infeksi gram) 21
perinatal
Nutrisi
buruk
dengan lingkaran setan jika tidak memutus rantai lingkaran tersebut seperti pada

gambar 2.1 (Soetjiningsih & Ranuh, 2016).

Gambar 2. 1 Pengaruh Gizi Ibu Terhadap Tumbuh Kembang Anak

(Ebrahim GJ, 1985 dalam Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).

2.1.2.7 Pola Asuh Yang Tidak Optimal

Pola asuh orang tua dikategorikan menjadi tiga aktivitas yaitu praktik sanitasi,

praktik pemenuhan nutrisi, dan perawatan kesehatan anak (Niga & Purnomo, 2017).

1. Faktor Sanitasi

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah keadaan lingkungan optimal

yang berpengaruh positif terhadap peningkatan status kesehatan. Lingkup

kesehatan lingkungan meliputi, perumahan, pembuangan tinja, pembuangan air

limbah, pembuangan sampah, kandang ternak, penyediaan air bersih dan lain

sebagainya. Keadaan lingkungan yang bersih dan sehat maka akan meningkatkan

status kesehatan masyarakatnya. Tetapi jika sebaliknya, kesehatan lingungan kotor

dan kurang baik maka akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare ataupun

infeksi saluran pernafasan atau pencernaan (Apriluana & Fikawati, 2018).


Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh dengan kesehatan ibu

hamil dan tumbuh kembang anak, anak usia dibawah 2 tahun sangat rentan

terhadap infeksi dan penyakit, hal ini dikarenakan sanitrasi lingkungan yang buruk

sehingga berdampak pada asupan gizi yang sulit diserap oleh tubuh karena gizi

yang masuk kedalam tubuh bekerja untuk memerangi penyakit atau infeksi yang

terjadi. Penyakit infeksi pada anak yang dapat berhubungan dengan kejadian

stunting bisa dicegah dengan perawatan kesehatan anak dengan melakukan

imunisasi secara teratur (Niga & Purnomo, 2017).

2. Praktik Pemenuhan Nutrisi

Dalam pengasuhan anak ibu mempunyai pengaruh yang sangat tinggi

dibandingkan dengan ayah. Sebagai pengasuh ibu yang akan mengatur bagaimana

masukan gizi seimbang untuk diberikan kepada anak, sehingga ibu dituntut untuk

mempunyai pengetahuan terkait dengan pemenuhan gizi pada anak. Ibu dengan

pengetahuan yang baik kemungkinan besar akan menerapkan pengetahuannya

untuk menyeimbangkan dan memenuhi status gizi yang dibutuhkan oleh anaknya,

memilih bahan makan yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi untuk

anak maupun keluarganya, sebaliknya jika ibu yang tingkat pengetahuannya

kurang kemungkinan akan mengalami kesusahan dalam memilih bahan makanan

yang berkualitas dan menyeimbangkan kebutuhan gizi, sehingga kebutuhan nutrisi

anak dan keluarga tidak terpenuhi (Apriluana & Fikawati, 2018; C. Ni’mah &

Muniroh, 2016).

3. Perawatan Kesehatan Anak


23

Perawatan kesehatan masyarakat haruslah bisa memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang berada disekitar tempat tinggal untuk memantau kesehatannya.

Pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, yang dapat memfasilitasi pemulihan kesehatan, perawatan,

pengobatan, dan pencegahan penyakit didalam masyarakat atau kelompok yang

memerlukan layanan kesehatan. Selain itu, pelayanan kesehatan sangat

dipengaruhi oleh lokasi tempat pelayanan, informasi, tenaga kesehatan yang

melayani, serta motivasi masyarakat untuk datang ke pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan mereka tanpa adanya paksaan. Hal ini juga berlaku untuk ibu

yang mempunyai anak, untuk sering datang ke pelayanan kesehatan jika dicurigai

anak mengalami tanda – tanda terkena penyakit (Aramico, Sudargo, & Susilo,

2016).

Kegiatan posyandu yang ada dilingkungan masyarakat merupakan salah satu

cara untuk mencegah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan upnormal pada

anak. Posyandu berfungsi sebagai media promosi kesehatan gizi untuk masyarakat,

pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan ibu hamil, sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan. Posyandu akan memperdayakan

masyarakat untuk sadar tentang kesehatan, dan memperoleh kemudahan dalam

pelayanan kesehatan dasar, pemantauan perkembangan dan pertumbuhan pada

anak serta menurunkan angka kematian pada ibu hamil dan bayi (Kusumawati,

Rahardjo, & Sari, 2015).


2.1.2.8 Karakteristik Keluarga (Pendidikan Dan Status Ekonomi)

Karakteristik keluarga erat kaitannya dengan pendidikan dan status sosial

seseorang. Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup, melalui

pendidikan akan menjadikan seseorang untuk lebih cepat mengerti dan lebih siap

untuk menghadapi suatu masalah, selain itu pendidikan juga sangatlah dibutuhkan

untuk mencari pekerjaan yang layak dan dapat meningkatkan keadaan

perekonomiannya. Orang tua dengan pekerjaan yang baik dan layak akan berdampak

pada kebiasaan kesehariannya dan secara tidak langsung mendorong juga dalam

peningkatan status gizi anak dan keluarga (Koro dkk, 2018).

Meskipun tingkat pengetahuan ibu atau kedua orang tua baik tentang gizi,

tetapi jika status ekonomi keluarga rendah akan susah juga untuk memenuhi

kebutuhan gizi pada anak. Dalam hal ini pendidikan pada ayah juga sangatlah penting

dan akan berpengaruh untuk mengurangi resiko terjadinya gizi buruk pada anak.

Pendidikan ayah akan mendapatkan pekerjaan yang layak dan secara tidak langsung

akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sector pangan dan

penyediaan lingkungan tempat tinggal dengan sanitasi yang baik dan anak akan

tumbuh dengan baik (Septikasari, 2018).

Status ekonomi yang rendah berkaitan dengan daya beli untuk memenuhi

kebutuhan gizi keluarga. Keluarga yang mempunyai perekonomian yang tinggi akan

mampu untuk membeli dan mencukupi kebutuhan keluarga yang diperlukan,

terutama bahan makanan untuk pertumbuhan anak. Pada keluarga yang mempunyai

penghasilan tinggi, tetapi tingkat pendidikan dikelurga rendah maka kebutuhan nutrisi
25

untuk anak dan anggota keluarga juga tidak akan terpenuhi. Hal ini dikarenakan

status pendidikan berpengaruh dengan pemilihan kualitas dan kuantitas bahan makan

dalam pemenuhan gizi anak, anak usia dibawah 2 tahun sangat rentan terhadap

infeksi dan penyakit, hal ini dikarenakan sanitrasi lingkungan yang buruk sehingga

berdampak pada asupan gizi yang sulit diserap oleh tubuh karena gizi yang masuk

kedalam tubuh bekerja untuk memerangi penyakit atau infeksi yang terjadi. Penyakit

infeksi pada anak yang dapat berhubungan dengan kejadian stunting bisa dicegah

dengan perawatan kesehatan anak dengan melakukan imunisasi secara teratur (Niga

& Purnomo, 2017).

2.1.3 Penilaian Status Gizi

2.1.3.1 Pengertian Antropometri

Antopometri berasal dari kata “anthropos” yang atrinya tubuh dan “metros”

yang artinya ukuran. Jadi arti dari antropometri adalah ukuran dari tubuh seseorang

manusia. Jika ditinjau dari segi gizi antropometri adalah segala macam pengukuran

dimensi tubuh, komposisi tubuh dari segi umur dan tingkat gizi seseorang. Dari

pengukuran ini dapat diketahui apakah gizi anak ini baik atau tidak (Adriani &

Wirjatmadi, 2012).

2.1.3.2 Ukuran Antropometri

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menilai status gizi seorang

anak diantaranya adalah:

1. Umur
Faktor umur merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan status

gizi pada anak. Pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat menjadi

tidak berpengaruh jika penentuan umur mengalami kesalahan. Karena penentuan

umur yang salah akan membuat interprestasi dalam status gizi juga salah

(Adriani & Wirjatmadi, 2014).

2. Berat Badan

Berat badan merupakan parameter pengukuran status gizi yang paling baik dan

mudah dilihat. Perubahan ini bisa dilihat dengan cepat karena melalui pola

makan anak akan dapat diketahui apakah berat badan anak mengalami kenaikan

atau penurunan. Berat badan anak merupakan indicator untuk melihat laju

pertumbuhan fisik dan status gizi anak dimana didalamnya mengandung jumlah

protein, karbohidrat, lemak, air dan mineral didalam tulang (Adriani &

Wirjatmadi, 2012).

3. Tinggi Badan

Tinggi badan (TB) adalah parameter yang dapat digunakan untuk melihat

riyawat gizi pada masa lampau. Nilai tinggi badan akan terus miningkat,

mespikun pertumbuhan yang sangat pesat terjadi pada masa bayi dan melambat

dan akan pesat lagi pada masa remaja. Pengukuran tinggi merupakan indicator

yang dapat digunakkan untuk melihat gangguan pertumbuhan fisik yang lalu

seperti stunting. Selain itu, pengukuran tinggi badan juga objektif dan dapat

diulang (Adriani & Wirjatmadi, 2014).


27

2.1.3.3 Indeks Antropometri

Indeks antropometri merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa

paramenter gizi untuk melakukan penilaian gizi pada anak (Supriasa, 2002 dalam

Adriani & Wirjatmadi, 2014). Ada tiga parameter yang sering digunakan untuk

dijadikan dasar penilaian diantaranya adalah berat badan terhadap umur (BB/U),

tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB).

Parameter antropometri yang sering digunakan untuk melihat anak mengalami

stunting adalah tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) dengan menghitung

menggunankan rumus Z-Score, jika didapatkan <-3 SD maka dapat dikatakan anak

sangat pendek dan hasil -3 SD sampai dengan <-2 SD anak dikatakan pendek, seperti

tabel 2.3. Tinggi badan adalah pengukuran antropometri yang akan menggambarkan

keadaan pertumbuhan tulang. Pada keadaan normal, pertumbuhan anak akan terus

meningkat dan mengikuti umur. Defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan tidak akan

tampak dalam jangka waktu dekat seperti berat badan, defisiensi ini relative akan

tampak dalam jangka waktu yang lama dan merupakan penggambaran dari status gizi

masa lampau (Adriani & Wirjatmadi, 2014). Dalam menilai status gizi pada anak –

anak nilai dari tinggi badan dan berat badan akan dikonversikan dalam bentuk nilai

standar (Z-Score) dengan menggunakan standar baku dari WHO (Septikasari, 2018).

Z-Score dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

NIS−NMBR
Z−Score=
NSBR

Keterangan:

NIS : Nilai Inidividu Subyek


NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 2. 3Indeks Antropometri Anak Umur 0 – 60 Bulan

Indeks Kategori status Z-Score


gizi

Panjang badan menurut umu Gizi buruk <-3 SD


(BB/U)

Gizi kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD

Gizi normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi lebih >2 SD

Tinggi badan menurut umur Sangat pendek <-3 SD


(TB/U) atau panjang badan
menurut umur (PB/U)
Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD

Berat badan menurut panjang Sangat kurus <-3 SD


badan (BB/PB) atau berat badan
menurut tinggi badan (TB/U)
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk >2 SD

Indeks massa tubuh menurut Sangat kurus <-3 SD


29

umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk >2 SD

Sumber : (Kemenkes, 2011)

2.1.4 Dampak Stunting

Kekurangan gizi pada awal kehidupan anak yang menimbulkan stunting akan

berdampak untuk jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya

adalah terdapatnya gangguan dalam perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme tubuh. Sedangkan dampak jangka

panjangnya adalah penurunan fungsi kognitif dan prestasi belajar, penurunan

kekebalan tubuh, dan kualitas kerja yang tidak maksimal sehingga dapat berakibat

pada rendahya produktivitas individu (Kemenkes, 2016).

Stunting yang terjadi pada anak juga dapat mengkibatkan mudah terkena

penyakit tidak menular di masa dewasanya. Penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya menyebutkan bahwa, stunting merupakan faktor yang dapat

menyebabkan penyakit diabetes mellitus, mereka yang mempunyai badan pendek dan

gemuk beresiko 3,4 kali untuk terkena penyakit tersebut. Stunting juga dapat

menyebabkan orang terkena penyakit hipertensi, penyakit ini lebih udah terjai pada

orang yang tergolong gemuk dan pendek dibandingkan dengan orang yang kurus dan

pendek maupun orang normal (Trihono, 2015).


Stunting jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menjadi prediktor

buruknya kualitas sumber daya manusia. Karena stunting terjadi akibat kekurangan

gizi kronis selama 1000 hari pertama kehidupan anak, kerusakan yang terjadi juga

akan mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah) dan

anak tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa. Anak

yang menderita stunting pada masa sekarang kemungkin yang lebih besar akan

tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih

rentan terhadap penyakit tidak menular dan selanjutnya akan menurunkan produktif

bangsa dimasa yang akan datang(Trihono, 2015).

2.1.5 Pencegahan stunting

Stunting (pendek) merupakan dampak dari kekurangan gizi yang terjadi dalam

jangka panjang dan perlu melibatkan semua sector untuk mengatasi masalah ini.

Karena stunting tidak terjadi secara cepat dan dapat terjadi selama siklus kehidupan,

dimulai dari dalam kandungan, bayi lahir, masa kanak – kanak, masa remaja, masa

dewasa, dan masa lanjut. Maka penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasiny

adalah dengan memutus rantai siklus tersebut, dan dapat memperbaiki generasi

selanjutnya. Dalam penanganan ini diperlukan komitmen dari pemerintah yang kuat,

dan pelaksanaan program multisector yang terintegrasi dan berkisanmbungan, serta

memerlukan waktu yang lama dalam penanganannya (Trihono dkk, 2015).

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kejadian stunting difokuskan pada

1000 hari pertama kehidupan (HPK). 1000 HPK ini meliputi 230 masa kehamilan

dan 730 hari awal kehidupan anak, yang dimana masa ini merupakan masa yang
31

sering disebut dengn golden age atau masa penentuan kualitas hidup anak. upaya

intervesi yang dilakukan ini ditujukan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0

– 23 bulan, selain itu juga intervensi ini mencakup kebersihan rumah tangga

(Kemenkes, 2016).

1. Ibu Hamil

a. Memperbaiki gizi serta kesehatan ibu hamil. Pada ibu hamil yang sangat

kurus atau mengalami kurang energy kronik (KEK) maka diberikan

makanan tambahan untuk ibu hamil tersebut. Karena ibu hamil perlu

mendapatkan gizi yang baik untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu

sendiri.

b. Setiap ibu hamil akan mendapatkan minimal 90 tablet untuk tambah

darah, untuk mencegah terjadinya anemia.

c. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar tidak mundah terserang penyakit.

2. Bayi Baru Lahir

a. Proses persalinan perlu ditolong oleh bidan atau dokter yang sudah

terlatih, sehingga begiti bayi lahir ibu diarahkan untuk melakukan inisiasi

menyusui dini (IMD).

b. Dari lahir sampai dengan usia 6 bulan, bayi hanya diberikan ASI

eksklusif.

3. Anak Usia 6 Bulan Sampai 24 Bulan


a. Pada usia 6 bulan, anak sudah bisa diberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) tetapi juga masih diberikan ASI sampai anak berumur 24

bulan.

b. Anak harus diberikan kapsul vitamin A, dan melakukan imunisasi secara

lengkap.

4. Melakukan pemantauan tumbuh kembang balita, bisa dilakukan di posyandu

sehingga dapat diketahui jika terjadi gangguan tumbuh kembang dan daopat

segera diatasi.

5. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu juga diterapkan di dalam setiap

rumah tangga untuk mencegah dan menurunkan kejadian infeksi penyakit

pada anak maupun ibu hamil, dengan terus meningkatkan akses air bersih dan

fasilitas sanitasi, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Untuk menangani stunting selain berfokus pada 1000 HPK, juga difokuskan

pada pengurangan angka kejadian jangka panjang. Intervensi yang diberikan

haruslah dapat memperbaiki faktor – faktor yang dapat memengaruhi status

gizi. Seperti kemiskinan, karena kejadian stunting sering berkaitan dengan

kemiskinan maka untuk mengatasinya diperlukan juga menangani kemiskinan

yang ada. Dan peningkatan pengetahuan orang tua serta pengurangan beban

penyakit (Mitra, 2015).


33

2.2 Konsep Anak Balita

2.2.1 Pengertian Anak Balita

Balita adalah istilah yang umum digunakan untuk menyebutkan anak dengan

rentang usia 2 sampai 5 tahun. Pada masa ini anak masuk dalam masa pra sekolah,

dimana semua kebutuhan anak sangat tergantung dengan orang tua. Periode ini

merupakan periode yang sangat penting dan tidak dapat terulang atau disebut dengan

the golden ege. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat

menentukan bagaimana anak pada periode selanjutnya (Gunawan & shofar, 2018).

2.2.2 Konsep Tahap Tumbuh Kembang Anak

2.2.2.1 Tahap Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan ukuran tubuh yang terjadi pada

manusia dari kecil menjadi besar dengan bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada

tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan yang terjadi pada anak mempunyai

sifat kuantitatif dan merujuk pada perubahan struktur dan fungsi organ yang lebih

optimal, pertumbuhan fisik anak dapat dinilai dengan ukuran panjang (cm, meter),

berat (gram, kilogram), umur tulang, dan tanda – tanda sek sekunder, tidak hanya

petumbuhan fisik anak yang mengalami perubahan tetapi juga struktur organ dan otak

anak. Pertumbuhan otak tercepat terjadi pada trimester ketiga kehamilan sampai 2

tahun pertama kelahiran, pembelahan sel otak sangatlah pesat pada masa ini, setelah

itu pembelahan sel melambat dan menjadi pembelahan sel otak biasa, sehingga pada

bayi baru lahir berat otaknya ¼ dari berat otak orang dewasa dan jumlah sel otaknya

sudah mencapai 2/3 dari jumlah sel otak orang dewasa. Pada anak usia 2 tahun
ukuran otak sudah menacapai 80% dari ukuran orang dewasa (Soetjiningsih &

Ranuh, 2016).

2.2.2.2 Perkembangan Anak

2.2.2.2.1 Pengertian Perkembangan Pada Anak

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil

dar proses pematangan. Perkembangan merupakan proses deferensiasi sel tubuh,

jaringan tubuh, organ dan system organ yang berkembang secara optimal dan dapat

memenuhi fungsinya masing-masing, termasuk dalam perkembangan emosi,

intelektual, dan tingkah laku anak yang merupakan hasil dari interaksi dengan

lingkungan sekitarnya (Ardiana, 2011). Perkembangan berbeda dengan

pertumbuhan, perkembangan merupakan perubahan bersifat kualitatif dimana

perubahan ini ditekankan pada segi fungsional, perubahan juga bersifat progresif,

terarah dan terpadu atau koheren, hal ini berarti perkembangan anak mempunyai arah

tertentu dan cenderung terus maju, sedangakan terarah dan terpadu menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang pasti antara yang terjadi pada saat ini, sebelumnya

dan selanjutnya (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).

2.2.2.2.2 Aspek Perkembangan Pada Anak

Perkembangan pada anak dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Aspek Perkembangan Fisik


35

Fisik atau tubuh manusia merupakan organ yang sangat komplek dan

mengagumkan. Semua organ manusia mulai tumbuh sejak berada didalam

kandungan. Kuhlen dan Thomshon (1956) mengemukakan bahwa

perkembangan fisik pada manusia meliputi 4 aspek yaitu, system syaraf yang

mempengaruhi kecerdasan dan emosi individu, otot yang mempengaruhi

kemampuan motorik, kelenjar endokrin yang menyebabkan munculnya

tingkah laku yang baru, struktur fisik atau tubuh yang meliputi tinggi dan

berat badan. Perkembangan fisik juga erat kaitannya dengan ketrampilan

motorik kasar dan motorik halus. (Suryana, 2016).

Perkembangan fisik manusia minimal mencakup aspek perkembangan

anatomis dan fisiologis. Perkembangan anatomis berkaitan dengan perubahan

yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur seperti struktur tulang, pada masa

bayi struktur tulang berjulah sebanyak 270 yang masih lentur berpori dan

sendi – sendi masih longgar, tinggi badan dan berat badan pada saat bayi

kisaran tinggi dan berat badan adalah 50 – 60 cm dan 2 – 4 kg sedangkan pada

masa kanak – kanak tinggi badan dan berat badan berkisar antara 90-120 cm

dan 12-15 kg, proposi tinggi kepada dan badan mempunyai perbandingan

sebesar 1:4. Perkembangan fisiologis berkaitan dengan perubahan yang

bersifat kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari system kerja organ tubuh,

seperti kontraksi otot, peredaran darah, system pernafasan, system persarafan,

dan system pencernaan (Jahja, 2011).


Tabel 2. 4 Ketrampilan Motoric Kasar Dan Motoric Halus Berdasarkan Usia

Umur Motoric kasar Motoric halus

24 – 36 bulan  Bisa jalan menaiki  Dapat mencoret – coret


tangga dengan menggunakan
 Dapat bermain dan pensil atau bolpoin
memendang bola kecil

36 – 48 bulan  Dapat berdiri dengan  Dapat menggambar garis


menggunakan satu kaki lurus
selama 2 detik  Dapat menumpak 8 buah
 Dapat melompat dengan balok
kedua kaki diangkat
 Dapat mengayuh sepeda
roda 2

48 – 60 bulan Berdiri dengan satu kaki  Dapat menggambar


selama 5 detik tanda silang
Dapat melompat dengan  Dapat menggambar
menggunakan 1 kaki tanda silang
Dapat menari  Dapat menggambar
orang dengan 3 bagian
tubuh (kepala, badan dan
tangan)
37

Sumber : (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016)


2. Aspek Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kempampuan anak

untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan. Perkembangan

kognitif erat kaitannya dengan intelektual anak dalam berfikir dan mengambil

keputusan untuk menculkan ide-ide dalam belajar dan menyelesaikan masalah

yang ada (Susanto, 2011). Perkembangan kognitif pada anak mencakup

perkembangan tentang pengetahuan baik umum, sains, konsep bentuk,

bilangan, huruf, maupun lambang. Perkembangan kognitif ini sangatlah

diperlukan untuk mendukung aspek perkembngan yang lainnya (Suryana,

2016). Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh piaget dalam berfikir anak

– anak memiki cara yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Piaget

juga mengelompokkan perkembangan kognitif menjadi 4 tahap perkembangan

yaitu, tahap sensomotorik (0-24 bulan), pra operasional (2-7 tahun),

operasional konret(7-11 tahun), dan operasional formal (dimulai usia 11

tahun) (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).

a) Tahap Sensorimotor (0-24 Bulan)

Pada tahap ini, anak akan memahami dunia dengan melalui gerakan,

panca inderanya dan mempelajari permanensi objek. Anak usia ini tidak

dapat mempertimbangkan keinginan, kebutuhan ataupun kepentingan

orang lain, sehingga ia sering dianggap egosentris. Selama proses

sensorimotor anak juga akan mengembangkan ide yang sederhana tentang

ruang dan waktu seperti:


 Lahir – 1 bulan : gerakan reflek

 1– 4 bulan : gerakan aktif pada tubuh untuk menciptakan kebiasan

baru

 4–10 bulan: tubuh anak akan bereaksi terhadap objek tertentu dan

mulai memahami konsep bahwa tubuh dan lingkungan merupakan hal

yang tidak terpisahkan

 10 – 12 bulan: berkembangnya kemampuan anak untuk melihat objek

sebagai sesuatu yang permanen (permanesi objek)

 12- 18 bulan: menciptakan stategi baru dan dapat memanipulasi

lingkungan di luar objek

 18 – 24 bulan: menggunakan objek dan kata – kata untuk mencapai

keinginan yang di inginkan.

b) Tahap Praoperasional (2-7 Tahun)

Pada tahap ini anak mempunyai kemampuan motorik, proses berfikir

merka sudah banyak bekembang meskipun masih juah dari kata logis.

Proses berfikir menjadi lebih internalisasi, tidak sestematis dan dapat

memahami sesuatu tanpa melalui penalaran yang rasional. Pada usia ini

kemampuan dalam berbicara juga meningkat karena mereka berubah dari

bayi menjadi manusia kecil. Tetapi pada tahap ini anak anak masih

memiliki sifat egosentris yang berarti bahwa mereka hanya

mempertimbangkan sesuatu berdasarkan segi pandang mereka sendiri, dan

tidak mengerti kenapa orang lain mempunyai pandangan yang berbeda


39

dengan dia. Serta mereka memiliki ciri khas yaitu animisme, yang sering

mengasumsikan bahwa orang lain mempunyai pemikiran yang sama

dengan dirinya.

3. Aspek Perkembangan Bahasa

Banyak orang yang masih keliru dengan penggunaan istilah berbicara

(speech) dengan bahasa (language). Bahasa merupakan suatu sistem yang

digunakan untuk berkomunikasi, dengan menggunakan simbol – simbol

tertentu untuk menyampaikan pesan dari individu ke individu lain. Simbol

yang digunakan untuk komunikasi bisa berupa tulisan, berbicara, bahasa

symbol, ekspresi muka, isyarat, pantonim, dan seni (Soetjiningsih, & Ranuh,

2016).

Pengelompokan perkembangan bahasa menjadi 3 kelompok besar

yaitu, aspek biologis, aspek psikologis dan kultur. Aspek biologis, otot dan

syaraf pada alat – alat berbicara sudah berkembang secara baik sejak anak

lahir. Anak yang baru lahir sudah bisa mengeluarkan suara seperti “a”, “e”.

Aspek psikologis, pada awalnya anak anak berbicara dengan bereaksi dengan

suaranya sendiri, dan diulang – ulang oleh orang lain, kemudian anak akan

mempelajari suara baru dan meniru orang lain berbicara. Aspek kultur, untuk

membuka cakrawala sosial anak dikehidupan bermasyarakat adalah solusinya.

anak akan lebih mengerti jika bahasa merupakan hal yang sangat penting

untuk berinteraksi dan mendapatkan teman didalam suatu kelompok. Hal ini

menuntut anak untuk bisa lebih banyak belajar dan mencerna setiap bahasa
yang di keluarkan di dalam masyarakat tersebut untuk berinteraksi satu

dengan yang lain (Susanto, 2015).

Tabel 2. 5Ketrampilan Bahasa

Umur Ketrampilan Bahasa

18-24 bulan  Dapat memahami kalimat sederhana


 Perbendaharaan kata meningkat pesat
 Dapat menguapkan kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih

24-36 bulan  Dapat mengerti percakapan-percakapan yang familiar didalam


keluarga

30-36 bulan  Anak sudah bisa percakapan tanya jawab

30-42 bulan  Anak mampu bercerita pendek, atau mampu bertanya


“mengapa”

36-48 bulan  Anak dapat memahami tentang percakapan dengan kata – kata
yang familiar
 Mampu membuat kalimat yang sempurna

5 tahun  Mampu memproduksi konsonan dasar dengan benar


Sumber : (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016)
2.2.3 Nutrisi untuk balita

2.2.3.1 Kebutuhan nutrisi untuk balita

Asupan nutrisi yang tidak seimbang dan kurang merupakan salah satu yang

dapat melatarbelakangi masalah stunting. Asupan protein memiliki efek yang besar

untuk pertumbuhan anak terutama pada pertumbuhan tulang. Selain itu untuk

mencegah kajadian stunting ada beberapa zat gizi yang bisa diberikan kepada anak
41

diantaranya adalah zinc, zat besi, vitamin A, kalsium dan fosfor yang berperan

penting dalam pertumbuhan linier anak (SARI, et al 2016). Berikut ini asupan gizi

yang orang tua berikan kepada anak:

a. Karbohidrat

Karbohidrat dibagi menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat

kompleks. Karbohidrat sederhana adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa

yang banyak terkandung didalam buah-buahan, susu, dan madu. Sedangkan

karbhidrat kompleks adalah glikogen yang merupakan cadangan energy

didalam tubuh yang disimpan didalam otot dan hati, selulosa, serat dan pati

yang banyak terkandung didalam nasi, mie, bihun, roti, jagung, kentang dan

ubi-ubian. Karbohidrat bermanfaat untuk menghasilkan energy untuk

pertumbuhan tubuh dan otak, selain itu juga berfungsi untuk membantu dalam

metabolisme lemak dalam tubuh. Sumber energi yang terkandung didalam

karbohidrat mudah untuk ditemui karena terkandung didalam makanan pokok.

1 gram karbohidrat menghasilkan energi sebesar 4 kalori (Sutomo &

Anggraini, 2010).

b. Lemak

Lemak adalah sumber energi lain selain karbohidrat. Sumber lemak dapat

diperoleh dari lemak nabati dan hewani. Lemak nabati didapatkan dari lemak

dari tumbuhan, contohnya adalah margarin, minyak sawit, kacang tanah,

santan, dan kelapa. Sedangkan lemak hewani dapat diperoleh pada daging,

minyak ikan, kuning telur, dan mentega. Energy yang didapatkan dari lemak
lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, 1 gram lemak

menghasilkan 9,3 kalori, yang berfungsi sebagai pelarut viamin A,D, E, dan

K, melindungi, menghangatkan tubuh. Asam lemak esensial dapat befugsi

untuk pertumbuhan dan perkembangan otak anak(Sutomo & Anggraini,

2010).

c. Protein

Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh.

Protein akan mengganti sel – sel yang telah rusak di dalam tubuh, membantu

pembentuhan serum, hemoglobin, enzim, hormone dan antibody. Selain itu

protein juga akan memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan

menjaga keseimbangan sumber energy (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Asam

amino esensial yang terkandung dalam protein diperlukan tubuh untuk

mebangun matriks dan mempengaruhi pertumbuhan tulang. Hal ini karena

protein berfungsi untu memodifikasi sekresi serta aksi osteotropic hormone

IGF-1 (insulin growth factor-1), hormone ini merupakan hormone yang

berpengaruh pada pertumbuhan. Sehingga jika asupan protein rendah pada

anak maka akan dapat merusak produksi dan efek dari hormone IDF-1, yang

merusak akuisasi mineral massa tulang (SARI et al., 2016).

Selain sumber asam amino esensial protein juga merupakan sumber energi

bagi tubuh. Energi sangat dibutuhkan oleh tubuh, salah satu berasal dari

protein sebesar (10-15%), dan energi yang lain berasal dari karbohidrat (50 –

60%) dan lemak (25 – 35%). Pada tahun pertama kelahiran energi yang
43

dibutuhkan setiap hari adalah 100-200 kkal/kgBB. Tetapi setiap pertambahan

usia 3 tahun kebutuhan energy yang dibutuhkan setiap hari menurun 10

kkal/kgBB. Penggunaan energy didalam tubuh dibagi menjadi, 50% energy

digunakan untuk metabolism tubuh, 12% untuk pertumbuhan, 25% untuk

aktivitas fisik, 5-10% untuk specific dynamic action, dan 10% terbuang

melalui feses (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Asupan protein bisa didapatkan melalui makanan nabati maupun hewani.

Makanan nabati yang banyak mengandung protein diantaranya adalah kacang

– kacangan, biji – bijian, dan produk - produk gandum. Sedangkan makanan

hewani yang mengandung banyak protein adalah daging, ikan, telur, makanan

laut, unggas, dan susu (Lau, 2009).

d. Zinc

Zink mempunyai banyak peran biokemis didalam metabolisme didalam tubuh.

Fungsi tersebut dikelompokkan menjadi beberapa diantaranya adalah sebagai

metalloenzim, pembentukan polisoma, stabilisasi membran, dan sebagai ion

bebas didalam sel. Zink juga berperan dalam sintesis protein da metabolism

asam nukleat (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Zink mempunyai berbagai macam fungsi untuk tubuh. Diantaranya adalah

berfungsi untuk pertumbuhan dan replikasi sel, pengelihatan, pematangan

system reproduksi,pengecapan serta dalam pengaturan nafsu makan. Didalam

pertumbuhan sel, zink berkaitan dengan sintesis protein dan melibabtkan

enzim RNA polymerase. Pada bayi yang baru lahir asupan zink untuk tubuh
akan terpenuhi hanya dengan ASI dan simpanan zink didalam hati (Adriani &

Wirjatmadi, 2012).

Zink bisa didapatkan melalui bahan bahan makanan. Bahan makanan ini

diantaranya adalah daging, ungas, telur, ikan, susu, keju, hati, makanan yang

berbahan dasar gandum, ragi, selada, roti serta kacang-kacangan. Tetapi

ketika teradi defisiensi zink maka akan menyebabkan gangguan pertumbuhan

dan akan menyebabkan penyembuhan luka yang lama. Hal ini sesuai dengan

fungsi dari zink yaitu mengakifkan enzim dan meningatkannya dan

meningkatkan pertumbuhan (Maryam, 2016).

c. Zat Besi

Zat besi (Fe) merupakan unsur penting diperlukan untuk pembentukan darah

merah atau hemoglobin, dan komponen enzim yang penting dalam system

pernafasan. Zat besi dalam pembentukan hemoglobin akan berfungsi sebagai

penghantar oksigen ke seluruh jaringan dan organ – organ tubh manusia.

Sedangkan komponen enzim yang berada didalam system pernafasan

diantaranya adalah enzim sitokrom-oksidase, katalase, dan peroksidase yang

akan berperan dalam mekanisme oksidasi seluler (Maryam, 2016). Selain itu

zat besi juga berfungsi sebagai pembentuk myoglobin yaitu protein pembawa

oksigen kedalam otot, kolagen (protein yang berada didalam tulang, dan

jaringan penyambung), enzim dan juga berfungsi untuk mempertahankan

kekebalan tubuh (Sudargo, dkk 2018).


45

Kebutuhan zat besi pada anak dan orang dewasa sangatlah bervariasi.

Kebutuhan zat besi setiap hari pada bayi usia 0-11 bulan adalah 0,5-7 mg,

anak usia 1-9 tahun adalah 8-10 mg, laki – laki usia 10-12 tahun adalah 13

mg, laki – laki usia 13-15 tahun adalah 19 mg, laki-laki usia 16-18 tahun

adalah 15 mg, laki-laki usia 19-65 keatas keutuhan zat besinya adalah 13 mg.

sedangkan pada perempuan usia 10-12 tahun adalah 20 mg, perempuan usia

13-49 tahun adalah 26 mg, perempuan usia 50-65 tahun adalah 12 mg, pada

wanita hamil kebutuhan normal zat besi ditambah dengan 9-13 mg, dan

perempuan yang menyusui kebutuhan normal zat besinya ditambah dengan 6

mg ( Kertosono & Soekarti ,2004 dalam Sudargo dkk, 2018).

Kebutuhan zat besi yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh akan memerikan

dampak pada tubuh. Dampak yang bisa ditimbulkan bisa berupa anemia

karena hemoglobin didalam tubuh yang berkurang secara terus menerus, dapat

menurunkan kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan individu mudah

terserang penyakit. Untuk mengatasi dampak itu maka kebutuhan zat besi

didalam tubuh harus terpenuhi dengan baik. Dengan ara mengonsumsi

makanan-makanan yang dipercaya kaya dengan zat besi (Maryam, 2016).

d. Vitamin A

Terdapat dua jenis vitamin yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan

vitamin yang dapat laut dalam lemak. Vitamin yang dapat larut dalam air

diantarana adalah tiamin, riboflavin, niasin, piridoksin, asam pentotenat, asam

folat, blotin, sianokobalin, kolin dan vitamin C. sedangkan vitamin yang dapat
larut dalam lemak adalah vitamin A, vitamin D, vitamin C, dan vitamin K

(Maryam, 2016).

Vitamin A merupakan vitamin yang diperlukan oleh tubuh dalam

pengelihatan, sistem imun, dalan pertumbuhan. Vitamin A dapat mebantu

dalam pertumbuhan tulang (Cosman, 2009). Vitamin A banyak ditemukan

pada bahan makan yang berlemak, dan di bahan makanan yang berwarna

kuning atau hijau seperti, wortel, ubi alae dan waluh yang banyak

mengandung karoten. Bahan makan vitamin A biasanya stabil dengan panas,

asam alkali dan mudah teroksidasi oleh udara, serta akan mudah rusak jika

dipanaskan dengan suhu yang tinggi besama dengan udara, sinar, dan lemak

yang telah rusak. Kelebihan vitamin A juga akan menyebabkan dampak

seperti sakit kepala, dan dapat menghambat pertumbuhan tulang (Maryam,

2016).

e. Kalsium

Kalsium didalam tubuh memegang peranan yang sangatlah penting. Tidak

hanya dalam pembentukan tulang dan gigi, tetapi kalsium didalam tubuh juga

berperan untuk proses fisiologis dan biokimia. Seperti dalam proses

pembekuan darah, sebagai perangsang saraf dan otot, meningkatkan dan

menjaga keseimbangan fungsi membrane sel, dan mengaktifkan sekresi enzim

dan hormone. Kandungan kalsium didalam tubuh adalah seita 22 gr per berat

badan. 90% kalsium didalam tubuh terdapat pada gigi dan tulang (Maryam,

2016).
47

Kalsium juga sangatlah penting dalam masa pertumbuhan anak. karena jika

kekurangan kalsium pada tubuh akan menyebabkan gangguan pertumbuhan,

tulang menjadi tidak kuat, rapuh dan mudah bengkok. Hal ini dapat dicegah

mulai dari dini yaitu dengan mengonsumsi makanan yang megandung

kalsium didalam nya (Maryam, 2016).

f. Fosfor

Fosfor adalah bagian senyawa tertinggi dari energy dalam ATP untuk

digunakan sebagai suplai energi dalam aktivitas seluler. Fosfor sangat

berpengaruh didalam metabolisme pada jaringan, dan hampir sebagaian bahan

makanan mengandung fosfor didalamnya. Bahan makanan yang banyak

mengandung fosfor diantaranya adalah makanan yang kaya akan protein

seperti daging, ayam, telur, serealia, susu dan segala olahannya, kacang-

kacngan dan segala olahannya. Selain itu fosfor juga bisa terdapat pada bahan

makanan , kacang hiau, kelapa, tahu, jagung, beras setengah giling, tepung

terigu, roti putih, biskuit, kentang, ketela pohon, gula merah, bayam, daun

singkong, wortel, pisang ambon, dan mie kering (Maryam, 2016).

Kekurangan fosfor pada individu jarang terjadi, karena forfor terkandung di

hampir semua bahan makanan. Sesorang individu yang mengalami

kekurangan fosfor akan berdampak pada kerusakan tulang. Gejala yang akan

muncul akibat dari kekurangan forsof ini adalah rasa lelah, nafsu makan yang

menurun, serta penurunan kekuatan tulang. Pada bayi yang lahir dengan

keadaan premature akan membutuhkan fosfor yang lebih banyak

dibandingkan dengan bayi yang normal karena cepatnya pertumuhan tulang,


sehingga tidak jarang bayi yang lahir dengan premature mengalami

kekurangan gizi dan tidak cukup hanya dengan pemberian ASI (Maryam,

2016).

2.2.3.2 Gizi seimbang untuk anak balita

Gizi seimbang adalah pemenuhan gizi dalam setiap harinya.

Pemenuhan gizi yang seimbang ini disesuaikan dengan kebutuhan tubuh, dan

memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku

hidup sehat dan mempertahankan berat badan normal dan dapat mencegah

terjadinya masalah gizi. Kebutuhan gizi seimbang untuk anak 2-5 tahun akan

meningkat karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan yang cepat dan

aktivias fisik yang tinggi. Pada usia ini juga anak sudah mempunyai pilihan

tersendiri untuk masalah makanan yang disukai. Oleh karena itu orang tua

atau pengasuh haruslah selalu memperhatikan jumlah dan variasi makanan

yang diberikan kepada anak, dan untuk memenuhi kebutuhan gizi, anak

dianjurkan makan secara teratur 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan

malam. Hal ini menghindarkan atau mengurangi anak mengonsumsi makanan

yang tidak sehat dan bergizi. Disamping itu pada usia ini anak juga sudah

sering bermain diluar rumah yang dapat membuat anak mudah terkena

penyakit infeksi atau cacingan, sehingga anak juga perlu untuk diajarkan

perilaku hidup sehat (Kemenkes, 2014).

Ada dua panduan pangan (food guide) yang digunakan sebagai

pedoman dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang yaitu:


49

1. Tumpeng gizi seimbang (TGS) merupakan panduan dengan bentuk piramida

yang memiliki empat lapisan berurutan dari bawah dan semakin keatas

semakin kecil. Empat lapisan ini artinya adalah gizi seimbang yang

didasarkan pada empat prinsip pilar yaitu beragam pangan, aktivitas fisik,

kebersihan diri dan lingkungan, dan berat badan. Semakin keatas ukuran

tumpeng semakin kecil yang berarti makanan yang paling atas diperlukan

sedikit atau dibatasi. Digambar tumpeng gizi seimbang juga sudah di

cantumkan porsinya, selain itu juga dicantumka aktivitas fisik yang minimal

dilakukan 3 kali seminggu, memantau berat badan dan mencuci tangan

menggunakan air mengalir (Kemenkes, 2014).


Gambar 2. 2 Tumpeng gizi seimbang

Sumber : (Kemenkes, 2014)

2) Piring makananku: sajian sekali makan, ini merupakan panduan yang


menunjukkan sajian makan dan minum dalam sekali makan. Panduan ini
mengacu pada anjuran untuk makan sehat, dimana 50% atau setengah
makanan terdiri makanan pokok dan lauk, dan 50% terdiri dari sayuran dan
buah. Dan setiap makan dianjurkan untuk minum air putih baik sebelum, saat
atau sesudah makan sesuai dengan kebutuhan (Kemenkes, 2014).
51

Gambar 2. 3 Panduan Piring Makananku

Sumber: (Kemenkes, 2014)


2.2.3.3 Kekurangan Gizi Untuk Balita

Kekurangan gizi pada anak sering diabaikan oleh orang tua maupun oleh

pengasuh. Karena gejala awal dari kekurangan gizi pada anak adalah penurunan nafsu

makan dan anak sulit makan, tetapi hal ini tidaklah dianggap masalah yang besar oleh

orang tua maupun pengasuh. Padahal jika hal ini terus menerus berlanjut maka akan

menyebabkan penurunan berat badan anak. Karena pada anak idealnya setiap bulan

mengalami kenaikan berat badan sebesar 500 gram, tetapi pada anak yang mengalami

sulit makan dan berlanjut berat badan anak akan meningkat sebesar 200 gram per

bulan (Ratufelan, Zainuddin, & Junaid, 2018).

Kekurangan gizi pada balita dapat menyebabkan pada kerusakan ireversibel

(tidak dapat dipulihkan). Salah satu dampak kekurangan gizi yang berkepanjangan

pada balita adalah terjadinya ukuran tubuh yang pendek (stunting). Dan akan

menyebabkan hal yang lebih fatal lagi karena dapat berakibat pada perkembangan
otak anak, karena perkembangan otak anak mengalami pertumbuhan yang pesat pada

umur 30 minggu sampai 18 bulan (Maryam, 2016). Selain itu juga akan

menyebabkan anak tampak apatis, gangguan berbicara, menurunkan kemampuan

kognitif, penuruan nilai IQ, gangguan pemusatan perhatian, dan rasa kepercayaan diri

menurun (Ratufelan et al., 2018).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi suatu realitas yang dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori. Konsep ini akan menjelaskan antara variabel satu dengan

yang lainnya, baik variabel yang diteliti maupun tidak. Kerangka konsep bertujuan

untuk membantu peneliti menghubungkan hasil penelitian dengan teori (Nursalam,

2014).

47
Faktor Penyebab Stunting

Langsung Tidak Langsung

Status Gizi Pada Ibu Hamil Pola Asuh Tidak Optimal Karakteristik Keluarga

Intake Nutrisi
Tidak Hamil Sanitasi Pemenuhan Kesehatan Status Pendidika
Adekuat Kurang Umur Buruk Gizi Kurang Anak Ekonomi n Rendah
Rendah

KEK Meningkatnya Tertular Penyakit


Kebutuhan Keluarga
Tidak Terpenuhi

Gizi dan Anak


Faktor Pemberian Pola Asupan BBLR Buruk
Penyakit
Genetik ASI Gizi Anak Infeksi
Eksklusif
System
Asupan Gizi Diare, Kekebalan Tubuh
Pemberian ASI
Kurang Gangguan Rendah
Kelainan yang tidak ISPA,
optimal Perinatal
gen Campak, dll
didalam Kekebalan
kromosom Tubuh Menurun

Kekurangan Gizi

Gangguan Perkembangan Otak STUNTING Penuruan Fungsi Kognitif dan Prestasi


Kecerdasan Otak Menurun Belajar
Gangguan Pertumbuhan Fisik Dampak Jangka Dampak Jangka Penurunan Kekebalan Tubuh
Gangguan Metabolisme Tubuh Pendek Panjang Resiko Tinggi Terkena Penyakit
Rendahnya Produktivitas Individu

48
49

Keterangan Gambar:
: Variabel
Diteliti
: Variabel Tidak Diteliti

: Pengaruh
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep

Dari gambar kerangka konsep diatas dapat diketahui bahwa stunting memiliki

berbagai faktor yang menjadi penyebab. Faktor penyebab secara langsung dibagi

menjadi lima penyebab diantaranya adalah faktor genetik, pemberian ASI eksklusif,

pola asupan giizi anak, penyakit infeksi, dan BBLR. Pemberian ASI yang tidak

optimal dan asupan gizi pada anak yang tidak adekuat akan menyebabkan system

kekebalan tubuh anak menurun dan dapat menyebabkan kekurangan gizi.

Kekurangan gizi pada anak saling berpengaruh dengan kejadian penyakit infeksi,

seperti terjadinya penyakit diare, ISPA, atau campak yang jika tidak segera ditangani

akan menyebabkan kekurangan gizi, infeksi bisa juga terjadi pada masa perinatal,

akan mejadi gangguan perinatal dan menyebabkan bayi lahir dengan BBLR, bayi

yang lair dengan BBLR akan memiliki kekebalan tubuh yang rendah disbanding anak

normal lainnya, sehingga meningkatkan resiko bayi menderita kekurangan gizi.

Faktor penyebab secara tidak langsung adalah faktor status gizi pada ibu

hamil, pola asuh yang tidak efektif, dan karakteristik keluarga. Status gizi pada ibu

hamil yang dapat menyebabkan ibu menderita KEK yaitu intake nutrisi yang tidak

adekuat dan ibu yang hamil kurang umur, KEK pada ibu dapat melahirkan anak

dengan BBLR. Pola Asuh yang tidak efektif mempunyai tiga praktik keperawatan

diantaranya yaitu, santitai yang buruk, pemenuhan gizi yang kurang, dan kesehatan

anak sehingga menyebabkan meningkatnya tertular penyakit dan menyebabkan


50

kekebalan tubuh anak menurun. Karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan dan

status ekonomi yang rendah yang berdampak pada kebutuhan keluarga yang tidak

terpenuhi, sehingga ibu hamil dan anak yang berada diadalam keluarga dapat

menderita kekurangan gizi yang akan menyebabkan stunting.

Faktor langsung dan faktor yang tidak langsung yang terjadi dapat

mengakibatkan kejadian stunting dan berdampak pada kehidupan anak selanjutnya.

Dampak yang dapat disebabkan oleh stunting bisa terjadi pada jangka panjang dan

jangka pendek. Pada jangka panjang akan mengakibatkan penurunan fungsi kognitif

dan prestasi belajar, penurunan kekebalan tubuh, resiko tinggi terkena penyakit, dan

rendahnya produktivitas inndividu. Sedangkan dampak jangka pendek nya adalah

terjadinya gangguan perkembangan otak, kecerdasan otak mengalami penurunan,

gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme tubuh.

3.2 Hipotesis Penelitian

H1.1: Ada pengaruh pemberian ASI ekslusif terhadap kejadian stunting pada anak

balita

H1.2: Ada pengaruh penyakit infeksi terhadap kejadian stunting pada anak balita

H1.3: Ada pengaruh BBL (Berat Badan Lahir) terhadap kejadian stunting pada anak

balita

H1.4: Ada pengaruh faktor genetik terhadap kejadian stunting pada anak balita

H1.5: Ada pengaruh pola asupan gizi anak terhadap kejadian stunting pada anak balita
51

H1.6: Terdapat faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada

anak balita
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah pedoman atau teknik rancangan didalam penelitian

yang digunakan peneliti untuk memperoleh data atau fakta, sehingga dapat menjawab

pertanyaan atau masalah penelitian (Lapau, 2012). Rancangan yang digunakan

didalam penelitian ini adalah rancangan observasinal dengan pendekatan restropectif.

Penelitian restropectif adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat kembali

kejadian yang telah terjadi. Metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan

pengumpulan variabel dependen diawal dan kemudian dilakukan pengambilan data

variabel yang sudah terjadi sebelumnya. Variabel independen yang berada didalam

penelitian ini adalah faktor – faktor penyebab (pemberian ASI eksklusif, penyakit

infeksi, BBL, genetik, dan pola asupan gizi anak) yang diambil dengan menggunakan

kuisoner, sedangkan variabel dependen adalah kejadian stunting, yang diambil

dengan melalui rekam medis (Donsu, 2016; Hidayat, 2007).

4.2 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian merupakan tahapan didalam penelitian. Didalam

kerangka menjelaskan tentang alur didalam penelitian. Mulai dari penetapan populasi,

teknik sampling, sampel, anallisis data sampai didapatkan kesimpulan (Nursalam,

2011).

51
Populasi: Semua Ibu Dengan Anak Balita Yang Beusia 2-5 Tahun Di Posyandu
Kelurahan Tlogomas, Wilayah Kerja Pukesmas Dinoyo. (n:429)

Teknik Pengambilan Sampel: Probability Sampling: Proportional Cluster Random Sampling


(n:206)

Kejadian Stunting
Stunting
Tidak Stunting

ASI
Faktor Penyakit ASI Pola Asupan Faktor Penyakit Eksklusi Pola
BBL Gizi BBL Asupan gizi
Genetik Infeksi Eksklusif Genetik Infeksi f

+ - + - + - + - + - + - + - + - + - + -

Alat ukur: Kuisoner

Skala Data: Nominal

Analisis Data: Uji Regresi Logistik


Ganda

Kesimpulan

Gambar 4. 1 Kerangka Penelitian

52
53

Keterangan kerangka penelitian:

1. Stunting

 Faktor genetik (+): orang tua pendek

 Faktor genetik (-): orang tua tidak pendek

 Penyakit infeksi (+): terdapat penyakit infeksi yang terjadi secara berulang

 Penyakit infeksi (-): tidak terdapat penyakit infeksi yang terjadi secara

berulang

 BBL (+): bayi terlahir BBL buruk

 BBL (-): bayi tidak terlahir BBL baik

 Asi eksklusif (+): pemberian ASI <6 bulan

 Asi eksklusif (-): pemberian ASI ≥6 bulan

 Pola Asupan gizi (+): rata-rata pemberian makan kurang dan tidak beragam

 Pola Asupan gizi (-): rata-rata pemberian makan normal dan beragam

2. Tidak Stunting

 Faktor genetik (+): orang tua tidak pendek

 Faktor genetik (-): orang tua pendek

 Penyakit infeksi (+): tidak terdapat penyakit infeksi yang terjadi secara

berulang

 Penyakit infeksi (-): terdapat penyakit infeksi yang terjadi secara berulang

 BBLR (+): bayi tidak terlahir BBL baik

 BBLR (-): bayi terlahir BBL buruk


54

 Asi eksklusif (+): pemberian ASI ≥6 bulan

 Asi eksklusif (-): pemberian ASI <6 bulan

 Pola Asupan gizi (+): rata-rata pemberian makan normal dan beragam

 Pola Asupan gizi (-): rata-rata pemberian makan kurang dan tidak beragam

4.3 Populasi, Sampel Dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian yang berada di satu wilayah yang

telah ditentukan oleh peneliti, sifat dari hpopulasi adalah homogen (Donsu, 2016).

Populasi didalam penelitian ini adalah semua ibu dengan anak yang berusia 2-5 tahun

di posyandu Kelurahan Tlogomas, wilayah kerja Pukesmas Dinoyo Malang, yang

berjumlah sebanyak 429.

4.3.2 Sampling

Sampling merupakan suatu proses menyeleksi jumlah dari populasi untuk

mengikuti penelitian. Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil

sampel, dan mendapatkan sampel yang sesuai dengan penelitian. Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling : proportional

cluster random sampling, yaitu teknik yang dilakukan untuk penetapan sample

penelitian berdasarkan pada wilayah atau lokasi dari populasi (Nursalam, 2014).

Penelitian jenis ini memiliki jangkauan dengan populasi yang besar atau pada wilayah

yang berbeda, sehingga pengambilan sampel dilakukan pada kelompok yang bersifat

homogen. Orang yang berada di wilayah yang masuk dalam penelitian dilakukan
55

randomisasi untuk menentukan jumlah sampelnya (Donsu, 2016). Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini berada di kelurahan Tlogomas dengan 7

posyandu yang di hitung berdasarkan jumlah ibu yang mempunyai anak balita usia 2-

5 tahun di setiap posyandu dengan menggunakan rumus slovin dan didapatkan

sampel yang sama antara posyandu satu dengan yang lainnya, setelah didapatkan

hasil kemudian penggambilan sampel di ambil secara random dengan cara nama ibu

yang ada diposyandu diberikan nomer, kemudian di lakukan pengundian dan diambil

sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

4.3.3 Sampel

Sampel adalah sekelompok populasi yang telah diseleksi melalui tahap

sampling dan dapat digunakan untuk subjek penelitian (Nursalam, 2014). Besar

sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 206 responden dari jumlah

populasi sebanyak 429 yang berada di posyandu kelurahan Tlogomas, Malang.

Jumlah ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus slovin berikut ini:

N
n= 2
1+ N ( d)
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat signifikansi (0.05) atau nilai presisi 95%
(Nursalam, 2014).
Sehingga perhuitungan sample yang didapatkan dari rumus adalah sebagai
berikut:
429
n=
1+ 429 ( 0.05 )2
56

429
n=
1+ 429(0.0025)
429
n=
1+1,0725
701
n=
2,0725
n=206
Untuk mendapatkan besarnya sampel pada setiap posyandu, maka dilakukan

pengacakan agar pengambilan sampel lebih merata dengan menggunakan rumus:

besar sampel
Jumlah sampel tiap posyandu= × jumlah anak di posyandu
besar populasi

(Putra, 2012).

Tabel 4. 1 Perhitungan Jumlah Sampel Di Setiap Posyandu

Nama Posyandu Perhitungan Sampel Jumlah Sampel


Seruni 206 24
n= ×51=24,48
429
Melati 206 23
n= × 48=23,04
429
Sri Rejeki 206 44
n= × 91=43,69
429
Alamanda 206 14
n= × 28=13,44
429
Anggrek 206 31
n= × 65=31,21
429
Mawar 206 39
n= ×82=39,37
701
Nusa Indah 206 31
n= × 64=30,73
429
Jumlah 206
57

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh

variabel independen. Variabel dependen merupakan faktor yang akan diamati atau

diukur oleh peneliti, yang akan di lihat apaakah ada pengaruh dengan faktor

independen (Nursalam, 2014). Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah

kejadian stunting.

4.4.2 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang dapat menentukan variabel

lain. Suatu kegiatan stimulan yang dilakukan oleh peneliti, sehingga nilainya dapat

mempengaruhi untuk menentukan variabel dependen. Variabel independen bisa

dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk mengetahui pengaruh atau hubungan dengan

variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel independen didalam penelitian ini adalah 1)

faktor genetik, 2) pemberian ASI eksklusif, 3) asupan gizi anak, 4) penyakit infeksi

dan 5) berat badan lahir (BBL).

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah variabel operasional yang dilakukan penelitian

berdasarkan karakteristik yang akan diamati. Definisi operasional menjelaskan secara

detail variabel yang akan diteliti. Pemaparan disampaikan harus spesifik, tegas, rinci

dan menggambarkan variabel yang akan diteliti. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter pengukuran didalam penelitian (Donsu, 2016).

Tabel 4. 2 Definisi Operasional


58

Definisi Alat Skala


Variabel Indikator Keterangan
operasional ukur Data
Variabel independen
1. Pemberia Pemberian ASI 1. Pemberia Kuesi Nomin ASI eksklusif :
n ASI yang diberikan n ASI eksklusif oner al Pemberian ASI
eksklusif kepada bayi selama 6 bulan. eksklusif selama 6
mulai dari lahir 2. Pemberia bulan baik secara
sampai bayi n ASI baik langsung atau tidak
berusia 6 bulan. secara langsung “Kode 1”
maupun tidak. Tidak ASi eksklusif :
Pemberian ASI
eksklusif kurang dari
6 bulan “Kode 0”

2. Penyakit Penyakit yang 1. Penyakit Kuesi Nomin Tidak : anak tidak


infeksi diderita oleh infeksi pada oner al mengalami infeksi
anak, dan anak: dalam 2 bulan
bersifat akut  Diare terakhir dan berulang
yang terjadi  ISPA secara terus menerus
setiap bulan atau  Cacingan “Kode 1”
kronik yang  Campa Ya : anak mengalami
terjadi baik  Varisella infeksi dalam 2 bulan
dalam 1 minggu 2.Terjadi secara terakhir dan atau
atau lebih terus akut (setiap secara terus menerus
menerus. bulan) atau “Kode 0”
kronik (1
minggu atau
lebih dengan
kejadian secara
terus menerus)
(Wellina dkk,
2016).
3. Terjadi
pada 2 bulan
terakhir
4. Status
imunisasi anak

3. BBL Kuesi Nomin Baik : bayi lahir


1. Bayi
(berat Berat badan bayi oner al normal dan berat
lahir dengan
badan yang ditimbang badan ≥ 2500 gram
berat badan
lahir) setelah bayi lahi “Kode 1”
kurang
Buruk : bayi lahir
2. Bayi
premature dan atau
yang lahir
berat badan < 2500
kurang
gram “Kode 0”
59

bulan/prematur

4. Faktor Kuiso Nomin Tidak : TB ayah ≥


Genetik Orang tua ner al 161 cm dan ibu ≥ 150
dengan DNA 1. Ayah cm “Kode 1”
baik atau buruk yang pendek Ya : TB ayah < 161
yang di turunkan (TB <161 cm) cm dan atau ibu <
kepada anak, 2. Ibu yang 150 cm “Kode 0”
sehingga anak pendek ( TB
akan cenderung <150 cm)
terlihat seperti 3. Kedua
kedua orang orang tua yang
tuanya. baik “Piring makananku :
5. Asupan Kuesi Nomin sekali makan”
Gizi Anak oner al  Makan 3X/hari
Rata-rata 1. Intake  35% makanan
frekuensi dan gizi pokok, 15% lauk
jenis pemberian beranekaraga pauk, 35% sayuran,
gizi pada anak m: dan 15% buah
yang sesuai  Karbohidr buahan
dengan at Kode 1 : Frekuensi
kebutuhan anak  Lemak: dan jenis asupan gizi
untuk  Protein pada anak bervariasi
pertumbuhan dan  Zinc Kode 0 : Frekuensi
perkembanganny  Zat besi dan jenis asupan gizi
a.  Vitamin A pada anak tidak
 Kalsium bervariasi
 Fosfor
2. Rata-rata
pemberian
makan
dalam sehari.
Variabel dependen
1. Kejadian Stunting atau Pengukuran di Reka Nominal NIS−NMBR
Stunting pendek rekam medic m
Z−score=
NSBR
merupakan menunjukkan z- medi Keterangan:
kegagalan dalam scroe <-2 SD c NIS : nilai individu
pertumbuhan subjek
karena akibat
NMBR : nilai median
dari kekurangan
buku rujukan
gizi yang terjadi
dalam jangka NSBR : nilai simpang
waktu yang buku rujukan
panjang, dengan  Stunting : nilai Z-
nilai z-score score TB/U ≤-2 SD.
TB/U adalah <-2  Normal : nilai Z-score
SD. TB/U >-2 SD.
60

4.6 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di kelurahan Tlogomas, kota Malang pada tanggal

4 April sampai dengan 2 Mei 2018.

4.7 Instrument Penelitian

4.7.1 Kuisoner

Jenis instrumen yang digunakan didalam penelitian ini adalah kuisoner. Kuisoner

merupakan jenis pengukuran dalam pengumpulan data, yang diberikan kepada objek,

untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan secara tertulis (Nugroho, 2018).

Kuisoner yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitian yang

dilakukan oleh (Anisa, 2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-60 Bulan Di Kelurahan Depok

Tahun 2012” dan penelitian yang dilakukan oleh (Kusuma, 2013) dengan judul

“Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi Di Kecamatan

Semarang Timur)” yang dilakukan modifikasi kembali sesuai dengan kebutuhan

penelitian yang meliputi:

1. Bagian pertama berisi tentang data demografi yang meliputi usia, jenis kelamin,

pekerjaan, social ekenomi dan pendidikan.

2. Bagian kedua berisi tentang pertanyaan–pertanyaan mengenai faktor penyebab

seperti 1) pemberian ASI eksklusif, 2) penyakit infeksi dan 3) berat badan lahir

(BBL) 4) faktor genetik

a. Pertanyaan tentang pemberian ASI ekslusif menggunakan skala data nominal.

Dengan pertanyaan yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif secara


61

langsung maupun tidak selama 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif kurang dari

6 bulan dapat dikatakan anak tidak ASI eksklusif dan diberikan kode 0

sedangkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan baik secara langsung atau

tidak dapat dikatakan anak mendapatkan ASI eksklusif dan diberikan kode 1.

b. Penyakit infeksi mencakup penyakit diare, ISPA, cacingan, campak, dan

varisela/cacar air. Penyakit infeksi dikategorikan menjadi dua yaitu, penyakit

infeksi akut dan kronik serta status imunisasi anak. Penyakit kronik bisa

terjadi selama ≥ 1 minggu secara berturut-turut, dan infeksi kronik terjadi

setiap bulan. Didalam penelitian ini pengukuran dilakukan untuk melihat 2

bulan terakhir. Kode 1 jika anak tidak mengalami penyakit infeksi secara

berulang selama 2 bulan terakhir, dan Kode 0 jika anak mengalami penyakit

infeksi secara berulang dalam 2 bulan terakhir, dengan skala data nominal.

c. Berat badan lahir (BBL) pertanyaan dalam poin ini mengacu pada berat badan

lahir anak yang kurang dan bayi yang lahir dengan premature. Berat badan

anak dikatakan baik jika berat badan lahir ≥2500 gram dan lahir cukup bulan,

sedangkan jika berat <2500 gram dan atau lahir kurang bulan dikatakan

buruk. Anak yang mempunyai riwayat berat badan lahir kurang dan atau

premature diberikan kode 0, dan bayi lahir dengan berat badan normal

diberikan nilai 1 yang diukur dengan skala data nominal.

d. Faktor genetik pada variabel ini menanyakan tentang tinggi badan ayah dan

ibu. Diberikan kode “Tidak” berarti tinggi badan orangtua baik, yaitu tinggi

badan ayah ≥161 cm dan tinggi badan ibu ≥150 cm. Diberikan kode “Ya”
62

berarti tinggi badan orangtua buruk, yaitu tinggi badan ayah <161 cm dan

tinggi badan ibu <150 cm.

3. Bagian ketiga berisi tentang kuisoner yang membahas tentang asupan nutrisi

untuk anak menggunakan SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency

Questionnaire). Kuisoner ini merupakan kuisoner yang digunakan untuk

merangkum asupan nutrisi setiap harinya untuk dijadikan sebagai informasi dalam

penelitian. Untuk melihat frekuenzi dan rata-rata asupan gizi setiap minggu yang

diberikan keterangan di kuisoner dengan kategori sering dan jarang. Hasil

kuisoner yang telah didapatkan akan dihitung dan didapatkan hasil frekuensi rata-

rata asupan gizi dan jenis yang paling banyak diberikan kepada anak. Cara

penghitungan frekuensi rata-rata asupan gizi dan jenis makanan didasarkan pada

panduan “piring makanku : sekali makan” diman a makan dianjurkan 3 kali

dalam sehari (sarapan, makan siang dan makan malam) dengan menggunakan

anjuran makan sehat pembagian piring 50% dari jumlah makanan setiap hari

adalah makanan pokok dan lauk pauk, bagian 50 % lagi adalah sayuran dan buah.

Makanan pokok mempunyai porsi lebih banyak dibandingkan dengan lauk pauk,

dan porsi sayuran lebih banyak dibandingkan dengan buah, diberikan kode 1 jika

frekuensi dan jenis asupan gizi yang diberikan pada anak bervariasi, dan kode 0

jikfrekuensi dan jenis asupan gizi yang diberikan pada anak tidak bervariasi.

4.7.2 Kisi-Kisi Kuisoner

Tabel 4. 3 Kisi-Kisi Kuisoner


No Indikator Nomor
1. Pemberian ASI eksklusif
63

a. Pemberian ASI ekslusif 1,2,3

2. Penyakit infeksi
a. Penyakit infeksi yang diderita 5
anak
b. Waktu terjadinya penyakit 4,6,7
infeksi
c. Status imunisasi anak 8
3. BBL (berat badan lahir)
a. BBL 10
b. Bayi lahir prematur/kurang 9
bulan
4. Faktor genetik
a. Tinggi ayah 11
b. Tinggi ibu 12
5. Asupan gizi pada anak
a. Karbohidrat 13.A
b. Protein hewani 13.B
c. Protein nabati 13.C
d. Sayuran 13.D
e. Buah-buahan 13.E
f. Jajanan 13.F
g. Susu dan olahannya 13.G
h. Lainnya 13.H

4.8 Uji validitas dan uji reliabilitas

4.8.1 Uji validitas

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan uji validitas

terlebih dahulu. Uji validitas adalah cara yang digunakan untuk mengukur ketepatan

dan kecermatan dari instrument yang akan diteliti (Donsu, 2016). Pengujian

instrument dilakukan dengan menggunakan uji korelasi bivariate person pada SPSS

for Windows 16. Uji validitas dikatakan valid jika nilai signifikansinya <0.05. Uji

validitas ini dilakukan beberapa kali diantaranya adalah:

Uji validitas tahap pertama disebarkan di posyandu Kelurahan Sumbersari

dengan jumlah responden 20 yang memiliki karakteristik hampir sama dengan


64

responden penelitian. Hasil uji validitas pada kuisoner, dari 20 item yang ditanyakan

hanya 2 item yang valid dengan nilai signifikansi 0,000 dan tertinggi 0,005. Uji

validitas yang kedua dilakukan penyebaran kuisoner yang telah dimodifikasi kembali

kepada 30 responden. Dari 18 item pertanyaan yang di sebarkan terdapat 13 item

yang valid dengan nilai signifikan terendah 0,000 dan tertinggi 0,036. Karena masih

terdapat 5 item pertanyaan yang belum valid maka dilakukan penyebaran kembali

kepada 30 responden, sehingga didapatkan hasil 4 item valid dan 1 yang tidak valid.

Nilai signifikansi hasil terendah adalah adalah 0.000 dan nilai tertinggi 0,037, satu

item yang tidak valid tersebut tidak digunakan didalam kuisoner.

4.8.2 Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas dilakukan juga uji reliabilitas. Uji reliabilitas

digunakan untuk melihat apakah Kuisoner yang digunakan dapat dipahami oleh

responden dan hasilnya akan tetap sama meskipun digunakan beruang-ulang (Donsu,

2016). Uji reliabilitas menggunkan rumus croncbbach alpha dengan menggunakan

bantuan SPSS for windows 16. Kuisoner akan dikatakan reliable ketika hasil nilai

>0,60 dan dikatakan tidak reliable ketika hasil nilai <0,60. Hasil perhitungan uji

reliabilitas didapatkan hasil bahwa nilai croncbbach alpha pada kuisoner adalah

0,662 sehingga kuisoner tersbebut dinyatakan reliable dan dapat digunakan untuk

penelitian.

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan yang dilakukan

peneliti kepada subjek untuk mengumpulkan karakteristik subjek didalam penelitian.


65

langkah–langkah yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data tergantung dengan

rancangan dan teknik instrument yang digunakan didalam penelitian. Selain itu

peneliti juga harus memperhatikan prinsip validitas dan relibilitas (Nursalam, 2014).

Urutan yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

4.9.1 Tahap Persiapan

1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin yang ditanda tangani oleh Wakil

Dekan 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Setelah ditanda tangani oleh Wakil dekan 1, peneliti mengajukan permohonan

ijin kepada Kepala Pukesmas Dinoyo.

3. Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Pukesmas Dinoyo, peneliti

mempersiapkan informed consent dan kuisoner yang akan dibagikan kepada

sampel.

4. Sebelum dilakukan penelitian asisten peneliti terlebih dahulu diberikan

breafing untuk menyamakan persepsi dengan peneliti. Setelah diberikan

penjelasan peneliti memberikan kesempatan kepada asisten peneliti untuk

bertanya dan mengulang kembali penjelasan yang telah diberikan.

4.9.2 Tahap Pelaksanaan

1. Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Pukesmas Dinoyo, peneliti mengikuti

kegiatan posyandu yang diadakan oleh Pukesmas Dinoyo di wilayah

kelurahan Tlogomas.

2. Peneliti memperkenalkan diri kepada pihak posyandu dan responden

penelitian.
66

3. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden, setelah

itu meminta persetujuan subjek dengan menandatangi lembar

persetujuan/informed consent untuk menjadi responden penelitian.

4. Peneliti Membagikan kuisoner dan menjelaskan prosedur pengisian kuisoner

kepada ibu – ibu yang mempunyai anak stunting dengan bantuan asisten

peneliti.

5. Meminta responden untuk mengisi kuisoner dengan sejujur – jujurnya.

6. Peneliti melakukan pengecekan terhadap kuisoner yang telah diisi oleh

responden untuk melihat kelengkapan dan selanjutnya meminta responden

memperbaiki jika terjadi kesalaan atau kurang lengkap.

4.9.3 Tahap pengelolaan data

Data yang telah terkumpul dari lembar kuisoner yang telah diisi oleh respnden

selanjutnya akan dioleh melalui beberapa tahap berikut:

1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk malakukan pengecekan kuisoner sudah

lengkap, konsisten, jelas dan relevan. Jika terdapat data yang kurang maka

peneliti akan melakukan pengecekan kembali dengan menanyakan kembali

kepada responden atau mengganti/membuang.

2. Coding

Coding dimaksudkan untuk memberikan kode variabel yang diteliti, yang

bertujuan untuk mempermudah pengelolaan dan harus dilakukan dengan teliti

agar tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaan data. Pemberian kode dilakukan
67

sesudah pengumpulan data dilaksanakan. Dalam pengelolaan selanjutnya kode-

kode tersebut dikembalikan lagi pada variabel aslinya.

3. Tabulation

Tabulasi (penyusunan data) adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar

mudah dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan serta dianalisis. Pelaksanaan

data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan komputer.

4. Processing

Setelah semua data melewati proses coding, maka selanjutnya data di entry ke

perangkat komputer untuk dilakukan analisa. Perangkat yang digunakan adalah

SPSS (Statistical Package for the Social Science).

4.10 Analisa data

Analisa data yang digunakan untuk menganalisis data faktor – faktor

penyebab stunting yaitu:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat merupakan analisis data yang paling sederhana dan digunakan

untuk menganalisis atau mendeskripsikan setiap satu variabel penelitian. Hasil uji

univariat dapat digunakan untuk melihat nilai tendensi sentral, distribusi frekuenzi,

nilai minimum maximum, SD variance, skweness, dan kurtosis. Pada umumnya

terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik suatu data

yaitu dalam bentuk tabel dan diagram atau grafik (Swarjana, 2016). Didalam

penelitian ini menggunakan data yang bersifat kategorik sehingga hasil uji univariat

yang didapatkan akan disajikan dalam bentuk deskripsi frekuensi.


68

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode tabel yang bertujuan

untuk mengelompokkan nilai-nilai pengamatan ke dalam beberapa kelompok yang

memupanyai karakteristik sama. Penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi

merupakan salah satu langkah awal yang biasanya dilakukan dalam menganalisis

suatu data. Distribusi frekuensi merupakan suatu tabel yang sederhana karena hanya

menyajikan jumlah pengamatan atau frekuensi ke dalam setiap kelas/ kategori yang

menyatakan skala pengukuran dengan mendaftar skor individu ke dalam kolom dari

terendah hingga tertinggi. Selain distribusi frekuensi dari masing-masing skor

terdapat ukuran lain yang menggambarkan distribusi skor yaitu presentase (Turmudi

& Harini, 2008). Data yang akan dilakukan analisis univariat meliputi, umur anak,

jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah,

pendapatan perbulan, variabel dependen (stunting) dan variabel independen

(pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi, BBL (berat badan lahir, faktor genetik,

dan asupan gizi anak).

2. Analisa Multivariat

` Analisa multivariat merupakan analasis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel yang paling dominan dengan variabel dependen. Analisis

multivariat yang digunakan didalam penelitian ini adalah uji regresi logistic ganda

untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting. Syarat untuk

dilakukannya uji regresi logistic ganda adalah skala data nominal. Sebelum

melakukan analisa multivariat dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu, untuk

melihat faktor-faktor mana saja yang akan masuk kedalam analisis multivariat.

Variabel yang mempunyai nilai p<0.25 yang akan masuk kedalam analisa multivariat
69

(Lapau, 2015). Analisis multivariat regresi logistik ganda didalam penelitian ini

menggunakan bantuan aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Science).

Berikut ini adalah langkah-langkahnya :

1. Menentukan uji hipotesis analisis bivariat

Uji hipotesis untuk analsisa bivariat menggunakan uji chi-square tests.

2. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisa multivariat.

Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat adalah variabel

yang analisis bivariat didapatkan nilai p<0,25

3. Melakukan analisis multivariat

Analisis multivariat pada uji regresi logistik ganda dibagi menjadi 3 metode, yaitu

a) Enter

Enter merupakan proses memasukkan semua variabel yang akan diseleksi dengan

cara yang manual.

b) Fordward

Pertama-tama, software secara otomatis akan memasukkan variabel yang

berpengaruh, kemudian memasukkan variabel berikutnya yang berpengaruh tetapi

ukuran kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan variabel yang pertama.

c) Backward

Pada metode ini, software dengan otomatis akan memasukkan semua variabel

yang terseleksi untuk dimasukkan kedalam analisa multivariat. Secara bertahap,

variabel yang tidak memiliki pengaruh akan dikeluarkan dari proses analisis.
70

Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari

analisis.

4. Membaca interprestasi hasil analisis multivariat

a) Variabel independen yang mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen

diketahui dari niali p masing – masing variabel

b) Membaca nilai variabel in the equation akan diketahu variabel mana yang

signifikan mempengaruhi variabel dependen.

c) Variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan fari proses analisis.

4.11 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa

prosedur seperti melakukan uji etik di KEPK UMM (Komisi Etik Penelitian

Kesehatan) dan meminta ijin kepada pihak yang akan terlibat didalam penelitian.

setelah mendapatkan ijin dari pihak Pukesmas Dinoyo, maka selanjutnya adalah

penelitian dijalankan dengan memegang prinsip etika penelitian sebagai berikut :

a. Lembar persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden.

Lembar ini diberikan kepada responden sebelum melakukaan penelitian. Tujuan

dari pemberian lembar persetujuan ini adalah agar responden mengetahui maksud,

tujuan dan dampak dari penelitian, jika responden bersedia menjadi objek

penelitian maka responden menandatangani lembar persetujuan, tetapi jika

responden tidak bersedia menjadi objek penelitian maka peneliti wajib

menghormati keputusan dari responden. Informasi yang tedapat didalam lembar


71

persetujuan adalah pastisipasi responden, tujuan dari penelitian, jenis data yang

dmibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan

terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang dapat dihubungi (Hidayat, 2007).

b. Tanpa nama (Anomity)

Etika lain yang dilakukan didalam penelitian ini adalah pemberian jaminan kepada

responden. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak membubuhi dan mencantumkan

identitas responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil dari penelitian yang akan disajikan (Hidayat,

2007).

c. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah etika ini merupakan etika yang memberikan kerahasiaan hasil penelitian

baik informasi maupun yang lainnya. Semua data atau informasi yang didapatkan

oleh peneliti dari responden akan benar – benar dijaga kerahasiaannya, kecuali

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan atau dicantumkan didalam penelitian

(Hidayat, 2007).
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada

tanggal 4 april - 2 mei 2019 di wilayah kelurahan tlogomas malang. Teknik

pengambilan menggunakan probability sampling: proporsional cluster random

sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 206 responden. Penyajian data akan

dibagi mejadi dua sub-bab yaitu analisis univariat dan analisis multivariat. Analisa

univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan variabel

yang akan diteliti. Karakteristik responden yang meliputi usia anak, jenis kelamin

anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, stunting. Pada

analisis multivarat akan menjelaskan tentang tabulasi silang antara faktor pemberian

ASI eksklusif, penyakit infeksi, berat badan lahir (bbl), genetik, dan asupan gizi anak

dengan kejadian stunting, serta mencari faktor yang dominan mempengaruhi kejadian

stunting pada anak balita.

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi usia anak, jenis kelamin anak, pendidikan

responden dan pendidikan suami, pekerjaan responden dan pekerjaan suami

responden, serta pendapatan per bulan di dalam keluarga.

71
72

a. Karakteris
Usia Anak
tik

27% responden
24 bulan – 36 bulan
40% 37 bulan – 48 bulan
49 bulan – 60 bulan

33%

berdasarkan usia anak.

Gambar 5. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak

Berdasarkan gambar 5.1 menunjukkan bahwa berdasarkan usia anak,

mayoritas anak berusia 24 bulan-36 bulan sebanyak 83 anak (40,3%), anak dengan

usia 37 bulan – 48 bulan sebanyak 68 anak (33,0%), dan anak dengan usia 49 bulan-

60 bulan sebanyak 55 anak (26,7%).

b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin anak


73

Jenis Kelamin

Laki - Laki
Perempuan
50% 50%

Gambar 5. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Berdasarkan gambar 5.2 karakteristik jenis kelamin anak responden jumlah

antara laki-laki dan perempuan sama yaitu sebanyak 103 (50%).

c. Karakteristik pendidikan responden

Pendidikan Responden
2%
9% Tidak Sekolah
21% SD
18% SMP
8% SMA
Diploma
Sarjana
41%

Gambar 5. 3 karakteristik pendidikan responden

Berdasarkan gambar diatas mayoritas pendidikan responden adalah SMA

sebanyak 85 (41,3%), responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 43 (20,9%),

responden yang berpendidikan SMP sebanyak 38 (18,4%), SD sebanyak 19 (9,2%),

diploma sebanyak 16 (7,8), dan responden yang tidak sekolah sebanyak 5 (2,4%).
74

d. k
Pendidikan Suami Responden
5% a
10% Tidak Sekolah
21% SD
r
13% SMP
6%
SMA
a
Diploma
Sarjana
45% k

eristik pendidikan suami responden

Gambar 5. 4 karakteristik pendidikan suami responden

Berdasarkan gamber 5.4 mayoritas pendidikan suami responden adalah SMA

sebanyak 94 (45,6%), sarjana sebanyak 40 (19,4%), SMP sebanyak 28(13,6%), SD

sebanyak 20 (9,7%), diploma sebanyak 13 (6,3%) dan tidak sekolah sebanyak 11

(5,3%).

e. Karakteristik pekerjaan responden


75

Pekerjaan Responden
3% 2%
9% IRT
Wiraswa
16% sta
PNS
Guru
70%
PTR

Gambar 5. 5 karakteristik pekerjaan responden

Berdasarkan gambar diatas mayoritas pekerjaan responden adalah irt

sebanyak 152 (73,8%), wiraswasta sebanyak 34 (6,5%), pns sebanyak 10 (4,9%),

guru sebanyak 6(2,9%), dan prt sebanyak 4 (1,9%).

Pekerjaan Suami Responden


Karyawan
3% 1%
5% 1% 8% Wiraswasta
2% Kuli Bangunan
2% Security
6%
Dosen
PNS
Guru
sopir
Tidak Sekolah
71%

f. Karakteristik pekerjaan suami responden

Gambar 5. 6 karakteristik pekerjaan suami responden

Berdasarkan gambar 5.6 mayoritas pekerjaan suami responden adalah wiraswasta

dengan jumlah 147 (71,4%), karyawan sebanyak 17 (8,3%), kuli bangunan sebanyak
76

12(5,8%), pns sebanyak 10(4,9%), sopir sebanyak 6 (2,9%), security sebanyak 5

(2,4%), dosen sebanyak 4 (1,9 %), dan tidak bekerja sebanyak 3 (1,5%).

g. Karakteristik berdasarkan pendapatan per bulan

Pendapatan Per Bulan

9%
< 1,5 juta
15% <2,5 juta
< 3,5 juta
52% < 10 juta

24%

Gambar 5. 7 karakteristik responden berdasarkan pendapatan per bulan

Berdasarkan gambar 5.7 menunjukkan bahwa mayoritas pendapatan keluarga

per bulan responden adalah <1,5 juta sebanyak 107(51,9%), <2,5 juta sebanyak 49

(23,8%), <3,5 juta sebanyak 31 (15,0%), dan pendapatan <10 juta sebanyak 3 (1,5%).

5.1.2 Distr
Kejadian Stunting
ibusi
33% Stunting
Tidak Stunting
67%

Frekuensi Kejadian Stunting


77

Gambar 5. 8 distribusi frekuensi kejadian stunting

Pada gambar 5.8 menunjukkan bahwa frekuensi kejadian stunting di

kelurahan Tlogomas bulan april-mei terdapat 67 (32,5%) anak yang stunting dan 139

(67,5%) anak yang tidak stunting. Sehingga dari hasil diatas mayoritas anak di

kelurahan tlogomas tidak mengalami stunting.

5.1.3 Distribusi Frekuensi Faktor Faktor Yang Dapat Mempengaruhi

Kejadian Stunting

Tabel 5. 1 Faktor Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kejadian Stunting

No Faktor faktor Frekuensi Persentase (%)


1 Pemberian asi eksklusif
a. Asi eksklusif 167 81,1
b. Tidak asi eksklusif 39 18,9
Total 206 100
2 Penyakit infeksi
a. Ya 184 89,3
b. Tidak 22 10,7
Total 206 100
3 Berat badan lahir (bbl)
a. Baik (Normal & ≥ 2,5 kg) 170 82,5
b. Buruk(Tidak normal & < 2,5 kg) 36 17,5
Total 206 100
4 Faktor genetik orang tua
a. Tidak 139 67,5
b. Ya 67 32,5
Total 206 100
5 Pola asupan gizi
a. Bervariasi 124 60,2
b. Tidak bervariasi 82 39,8
Total 206 100

Pada tabel 5.1 menjelaskan tentang distribusi frekunsi faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian stunting. Berdasarkan faktor pemberian ASI eksklusif


78

mayoritas responden yang memberikan asi eksklusif yaitu sebanyak 167 (81,1%).

Berdasarkan faktor penyakit infeksi, mayoritas anak menderita infeksi dengan jumlah

184 (89,3%) anak. Indikator berat badan lahir (bbl) dibagi menjadi dua yaitu, berat

badan lahir >2,500 gram dan lahir normal dikatakan baik dan <2,500 gram dan

premature dikatakan buruk, mayoritas responden memiliki riwayat berat badan lahir

baik lebih tinggi yaitu 170 (82,5%) dibandingkan dengan yang riwayat berat badan

lahir buruk. Indikator selanjutnya faktor genetik orangtua, mayoritas orang tua

mempunyai genetik yang baik yaitu ada sebanyak 139 (67,5%). Indikator yang

terakhir adalah pola asupan gizi, kebanyakan orang tua memberikan makanan yang

bervariasi kepada anaknya yaitu ada 124 (60,2%) yang diberikan makanan bervariasi.

1. Faktor pemberian ASI


Umur Berhenti
Pemberian ASI
ASI Eksklusif
>2 tahun ≥2 tahun
eksklusif
Ya Tidak
183
167 134

Gambar 5. 9 pemberian
71
ASI Eksklusif
39
23
Pada gambar 5.9
pemberian ASIUmur
eksklusif statusASI
berhenti diberikan pemberian ASI
selama 6 bulan eksklusif pemberian ASI eksklusif

pada anak balita di kelurahan

Tlogomas menunjukkan bahwa anak yang diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan

ada sebanyak 167 (81,1%) dan yang tidak diberikan ASI eksklusif ada sebanyak 39

(18,9%). Status pemberian ASI eksklusif, anak balita yang masih diberikan ASI

sampai dengan usia diatas 6 bulan ada sebanyak 23(11,2%) dan 183 (88,8%) yang

sudah tidak diberikan ASI. Umur anak yang sudah tidak diberikan asi ada 72 (35%)
79

dengan usia ≥2 tahun, dan 134 (65%) yang berhenti diberikan asi pada umur >2

tahun.

2. Faktor penyakit infeksi


Terakhir anak Sakit

<2 bulan Series 2


Frekuensi Penyakit
Penyakit Infeksi
Infeksi
131 <2 kali ≥2 kali
Ya Tidak
118
181 182
75
88

Terakhir sakit
25 24
frekuensi infeksi
Infeksi Infeksi...
selama 1
mi...

Gambar 5. 10 Penyakit Infeksi

Berdasarkan gambar 5.10 menunjukkan tentang penyakit infeksi yang derita

oleh anak. Penyakit infeksi yang terjadi selama satu minggu berturut turut pada anak

ada sebanyak 25 (12,1 %) yang menderita penyakit infeksi. Sedangkan, dalam kurun

waktu dua bulan terakhir ada 182 (88,3%) yang terkena penyakit infeksi. Frekuensi
80

terkena penyakit infeksi pada anak balita dikategorikan menjadi 2 yaitu ≥2 kali ada

sebanyak 118 (57,3%) dan <2 kali sebanyak 88 (42,7%). Anak yang mengalami

penyakit infeksi ≥2 bulan terakhir ada sebanyak 131 (63,6%) dan <2 bulan sebanyak

75 (36,4 %).

Gambar 5.
Ma ca m M a ca m P en y a k it In fek si 11 Macam
macam
Ya Tidak
203

203

202

200

199
penyakit

179
152

131

125
118

infeksi
88

81
75
54

27

7
6
4
3

Imunisasi
Rutin Tidak Rutin

191

Pada gambar
15
5.11 menunjukkan
Imunisasi
macam-macam

penyakit infeksi yang diderita oleh anak balita di kelurahan tlogomas. Mayoritas

penyakit yang banyak diderita adalah penyakit batuk yaitu ada sebanyak 152 (73,8%),

yang kedua adalah penyakit panas, ada 118 (57,3%), ketiga ada penyakit pilek dan

hidung tersumbat ada sebanyak 131 (63,6%) yang menderita. Penyakit lain yang

diderita oleh anak ada penyakit flu 81 (39,3%), diare 27 (13,1%), cacar air 7 (3,4%),

campak 6 (2,9%), cacingan 4 (1,9%), sesak nafas dan asma ada 3 (1,5%).
81

Gambar 5. 12 Imunisasi

Pada gambar 5.12 menunjukkan tentang imunisasi anak., mayoritas anak yang

mendapatkan imunisasi secara rutin ada sebanyak 191 (92,7%) dan yang

mendapatkan imunisasi tidak rutin sebanyak 15 (7,3%).

3. Faktor Berat Badan Lahir (BBL)

Berat Badan Lahir Total


< 2,5 kg ≥ 2,5 kg
Usia Prematu N 2 1 3
Kelahiran r % 66,7% 33,3% 100%
Tidak N 1 202 203
Prematu % 5% 99,5 100%
r

Tabel 5. 2 Berat Badan Lahir dan Usia Kehamilan

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas anak lahir tidak

prematur dengan berat ≥ 2,5 kg ada sebanyak 202 (99,5%), bayi lahir tidak

premature dengan berat badan lahir <2,5 kg ada 1 (5%). Bayi lahir premature dengan

berat badan lahir < 2,5 kg ada 2 (66,7%), bayi lahir premature dengan berat bdan lahir

≥ 2,5 kg ada 1 (33,3%).

4. Faktor Genetik

Genetik Ibu
82

Pendek Tinggi
(< 150 cm) (≥ 150 cm)
Geneti Pendek (< 161 N 1 80
k Ayah cm) % 1,2% 98,8 %
Tinggi (≥ 161 cm) N 3 122
% 2,4% 98,1%

Tabel 5. 3 Genetik orang tua

Berdasarkan pada tabel 5.3 menunjukkan hasil yang teridentifikasi faktor

genetik stunting ada sebanyak 84 yang terdiri atas ayah pendek menikah dengan ibu

pendek, ayah pendek menikah dengan ibu tinggi, ibu pendek menikah dengan ayah

tinggi, sedangkan hasil faktor genetik tidak stunting ada sebanyak 122.

A su p an Gizi Karb oh id rat


1 kali 2 kali 3 kali > 3 kali Tidak Penah
179
141

138

96
99

96

94
59

59
45
34

31
31
24

16

12

12
10
8

7
6

6
5

5
4

3
2
2
2

Nasi Beras Jagung Sukun Singkong Kentang Mie

5. Faktor Pola Asupan Gizi

Gambar 5. 13 Asupan gizi karbohidrat


83

Asupan Gizi Protein Hewani


1 kali 2 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah
110
96 99
90
83
67 68 72
65 5960 56 54 51
48 4244
35 3432 36 37 40 35 38
26 2731 24
18 14 18
5 4 3 6 4 6 7 3
daging sapi udang daging Telur ayam telur puyuh ikan lele ikan mujair ikan
ayam pindang

Berdasarkan gambar 5.15 asupan gizi karbohidrat yang sering diberikan

kepada anak adalah nasi ada sebanyak 141 (68,4%) anak diberikan nasi dengan 3x

pemberian dalam sehari, dan asupan gizi yang mayoritas tidak diberikan kepada anak

adalah sukun ada sebanyak 179 (86,9%).

Gambar 5. 14 asupan gizi protein hewani

Asupan Gizi Protein Nabati


1 kali 2 kali 3 kali > 3kali Tidak pernah

111
104

96

95
70

69
58

58
54

52
51

49

46

46
44

44

44
43

42
39

39

39

38

38
34

31
30
29

29
27
20

20
14

10

10
8

6
5

Tempe Tahu Daun kacang Wortel Kembang Kacang Kol


singkong, Kol Panjang
dll

Berdasarkan gambar 5.16 menjelaskan bahwa mayoritas ibu memberikan

protein hewani kepada anak adalah daging ayam dalam setiap harinya diberikan
84

sebanyak 1kali 59 (28,9%), 2 kali 60 (29,1%), 3 kali 48 (23,3%), dan ≥3 kali 3

(1,5%).

Gambar 5. 15 asupan gizi protein nabati

Asupan Gizi Buah Buahan


1 kali 2 kali 3 kali >3 kali tidak pernah

113

91
87

78
77

75

58

56
52

51
50
34

33
29

23
21

20
19
17

16
8

5
4

4
apel mangga pepaya jeruk apokat

Dari tabel 5.17 rata - rata protein nabati yang diberikan kepada anak setiap

hari sebanyak 1 kali 2 kali, dan 3 kali.

Gambar 5. 16 Asupan Gizi Buah Buahan

Berdasarkan tabel 5.17 menjelaskan bahwa pemberian asupan gizi buah

buahan mayoritas diberikan 1 kali dalam sehari kepada anak, seperti buah melon 66

(32 %), jeruk 78 (37,9%), papaya 58 (28,2%), manga 52 (25,2%), apokat 56 (27,2%),

dan apel 77 (37,4%).

5.2 Analisis Multivariat

Analisa multivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui

pengaruh antara beberapa variabel independen dengan variabel dependen. Analisa

multivariate yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda.

Syarat yang dilakukan analisa multivariat adalah dilakukan analisa data bivariat
85

terlebih dahulu untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Hasil data yang mempunyai nilai p>0,25 dapat masuk kedalam analisa

multivariat (Lapau, 2015).

5.2.1 Hasil Analisis Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Balita
Analisa data bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada anak balita disajikan pada tabel (tabel 5.4)

Tabel 5. 4 Tabulasi Silang Antara Faktor Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019
Kejadian stunting Total P
Tidak Stunting value
stunting
Pemberian ASI N 119 48 167 0,027
ASI eksklusi Expected count 112,7 54,3 167,0
eksklusif f % 71,3 % 28,7 % 100 %
Tidak N 20 19 39
ASI Expected count 26,3 12,7 39,0
eksklusi % 51,3 % 48,7 % 100 %
f

Berdasarkan tabel 5.4 tentang faktor pemberian ASI eksklusif, dari 167

responden yang memberikan ASI eksklusif kepada anaknya ada 119 (71,3%) yang

tidak stunting dan 48 (28,7%) yang stunting. Sedangkan dari 39 orang tua yang tidak

memberikan ASI eksklusif ada 20 (51,3%) yang tidak stunting dan 19 (48,7%) yang

stunting. Pada tabel diatas menunjukkan tabel kontingensi 2x2, dan tidak ada cell

yang memiliki nilai expected count < 5, oleh karena itu analisis data dapat

dilanjutkan dengan uji chi square dan didapatkan nilai probabilitas (p) < 0,05 yaitu

0,027 maka h1 diterima, dengan interprestasi ada pengaruh pemberian ASI eksklusif

terhadap kejadian stunting pada anak balita.


86

5.2.2 Hasil Analisis Pengaruh Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita
Analisa data bivariat untuk mengetahu pegaruh penyakit infeksi dengan

kejadian stunting pada anak balita ditunjukkan pada tabel 5.5

Tabel 5. 5 Tabulasi Silang Antara Faktor Penyakit Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019
Kejadian stunting Total P
Tidak Stunting value
stunting
Penyakit Ya N 121 63 184 0,201
infeksi Expected count 124,2 59,8 184,0
% 65,8 % 34,2 % 100 %
Tidak N 18 4 22
Expected count 14,8 7,2 22,0
% 81,8 % 18,2 % 100 %
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa mayoritas anak banyak yang menderita

penyakit infeksi. Dari 184 anak yang menderita penyakit infeksi ada 121 (65,8%)

anak yang tidak stunting, dan 63 (34,2%) anak dengan stunting. Anak yang tidak

infeksi ada 22 anak dengan 18 (81,9%) anak yang tidak stunting dan 4 (18,2%) yang

stunting. Pada tabel diatas menunjukkan tabel kontingensi 2x2, dan tidak ada cell

yang memiliki nilai expected count < 5, oleh karena itu analisis data dapat

dilanjutkan dengan uji chi square. Hasil statistik menunjukkan bahwa nilai proballitas

(p) < 0,05 yaitu 0,201 maka h1 ditolak, dengan interprestasi tidak ada pengaruh faktor

penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak balita.

5.2.3 Hasil Analisis Pengaruh Berat Badan Lahir (BBL) Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Balita
Analisa data bivariat dengan uji chi square dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak balita disajikan pada
tabel 5.6
87

Tabel 5. 6Tabulasi Silang Antara Faktor BBL (Berat Badan Lahir) Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019
Kejadian stunting Total P
Tidak stunting Stunting valu
e
Berat Baik N 116 54 170 0,75
badan (Normal & ≥ Expected count 114 55,3 170,0 7
lahir 2,5 kg) % 68,2 % 31,8 % 100 %
(bbl) Buruk Tidak N 23 13 36
ormal & < Expected count 24,3 11,7 36,0
2,5 kg) % 63,9 % 36,1 % 100 %

Pada tabel 5.6 diatas dapat dilihat bahwa pada anak mayoritas anak lahir

dengan riwatat berat badan baik. Anak yang mempunyai riwayat BBL (berat badan

lahir) baik dari 170 anak ada 116 (68,2%) anak yang tidak stunting dan 54 (31,8%)

anak dengan status stunting. Pada anak yang mempunyai riwayat bbl (berat badan

lahir) buruk dari 36 anak ada 23 (63,9%) yang tidak stunting dan ada 13 (36,1%)

dengan status stunting. Tabel diatas menunjukkan tabel kontingensi 2x2, dan tidak

ada cell yang memiliki nilai expected count < 5, oleh karena itu analisis data dapat

dilanjutkan dengan uji chi square. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-

square menunjukkan bahwa didapatkan nilai proballitas (p) < 0,05 yaitu 0.757 maka

h1 ditolak, dengan interprestsi tidak ada pengaruh BBL (berat badan lahir) dengan

kejadian stunting pada anak balita.

5.2.4 Hasil Analisis Pengaruh Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita
Analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor genetik

dengan kejadian stunting pada anak balita ditampilkan pada tabel 5.7.

Tabel 5. 7 Tabulasi Silang Antara Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019
88

Kejadian stunting Total P


Tidak Stunting value
stunting
Faktor Tidak N 96 43 139 0,587
genetik Expected count 93,8 45,2 139,0
% 69,1 % 30,9 % 100 %
Ya N 43 24 67
Expected count 45,2 21,8 67,0
% 64,2 % 35,8 % 100 %

Berdasarkan pada tabel 5.7 tentang faktor genetik yang diturunkan orangtua

kepada anaknya. Dari 139 anak yang mewarisi genetik baik dari orang tuanya ada 96

(69,1 %) anak yang tidak stunting dan ada 43 (30,9%) anak yang stunting. Sedangkan

pada 67 anak yang mewarisi genetik buruk dari orangtuanya terdapat 24 (35,8%)

yang berstatus stunting dan 43 (64,2%) yang tidak stunting. Tabel diatas

menunjukkan tabel kontingensi 2x2, dan tidak ada cell yang memiliki nilai expected

count < 5, sehingga analisis data dapat dilanjutkan dengan uji chi square.

Berdasarkan uji statistik menggunakan chi-square menunjukkan bahwa hasil analisis

didapatkan bahwa nilai proballitas (p) < 0,05 adalah 0.587 yang berarti h1 ditolak,

dengan interprestasi tidak ada pengaruh faktor genetik dengan kejadian stunting pada

anak balita

5.2.5 Hasil Analisis Pengaruh Pola Asupan Gizi Anak Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita
Analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor genetik

dengan kejadian stunting pada anak balita ditampilkan pada tabel 5.8
89

Tabel 5. 8Tabulasi Silang Antara Asupan Gizi Anak Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita Dikelurahan Tlogomas Bulan April-Mei 2019
Kejadian stunting Total P
Tidak Stunting value
stunting
Pola Tidak N 50 32 82 0, 142
asupan bervariasi Expected count 56,3 26,7 82,0
gizi % 61 % 39 % 100 %
Bervarias N 89 35 124
i Expected count 83,7 40,3 124,0
% 71,8 % 28,2 % 100 %

Tabel 5.8 yang membahas tentang variasi makanan yang orang tua berikan

kepada anak. Orang tua yang memberikan asupan gizi yang bervariasi ada 124

dengan status anak normal sebanyak 89 (71,8%) dan 35 (28,2%) dengan status

stunting. Sedangkan pada jumlah orang tua yang memberikan asupan gizi yang tidak

bervariasi untuk anak ada sebanyak 83 orangtua dengan 32 (39,0%) dengan status

stunting dan 50 (61,0%) anak dengan status normal. Pada tabel diatas menunjukkan

tabel kontingensi 2x2, dan tidak ada cell yang memiliki nilai expected count < 5,

oleh karena itu analisis data dapat dilanjutkan dengan uji chi square. Hasil uji statistik

menggunakan chi-square didapatkan nilai proballitas (p) < 0,05 yaitu 0.142 yang

berarti h1 ditolak, dengan interprestasi tidak ada pengaruh pola asupan gizi anak

dengan kejadian stunting pada anak balita.

5.2.6 Hasil Analisis Faktor Paling Dominan Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting
Pada Anak Balita
Berdasarkan lima variabel yang dianalis hanya terdapat tiga faktor yang dapat

mengikuti uji regresi logisti ganda. Variabel tersebut adalah pemberian ASI eksklusif,

penyakit infeksi, dan pola asupan gizi anak karena nilai p value <0,25.
90

Tabel 5. 9 Uji Regresi Logistik Ganda Dengan Metode Backward

Sig. Exp(b)
a
Step 1 Pemberian asi eksklusif(1) .040 2.142
Penyakit infeksi(1) .172 2.214
Pola asupan gizi anak(1) .253 1.428
Constant .002 .172
a
Step 2 Pemberian asi eksklusif(1) .002 2.312
Penyakit infeksi(1) .160 2.258
Constant .003 .193
a
Step 3 Pemberian asi eksklusif(1) .018 2.355
Constant .000 .403
.p value < 0,05
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat pada analisis multivariat dengan uji regresi

logistik dengan menggunkan metode backward, didapatkan hasil bahwa faktor paling

dominan yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita adalah pemberian

ASI eksklusif. Hasil faktor dominan dapat dilihat dari nilai OR atau pada kolom nilai

Exp (B), yaitu sebesar 2,355 yang artinya faktor pemberian ASI eksklusif 2,3 kali

lebih besar dalam mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita.


BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab VI ini akan dibahas mengenai interprestasi hasil penelitian yang

telah dilakukan dengan judul analisis faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting

pada anak balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Pembahasan ini meliputi

interprestasi dan diskusi hasil dengan memberikan komparasi antara hasil temuan

penelitian dengan tinjauan pustaka atau teori yang didapatkan, keterbatasan

penelitian, dam implikasi terhadap keperawatan. Interprestasi dan diskusi hasil

penelitian ini disesuaikan dengan rumusan maalah dan tujuan dari penelitian yang

akan dicapai oleh peneliti, yaitu sebagai berikut :

6.1 Interprestasi Dan Hasil Diskusi

6.1.1 Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada

Anak Balita

Berdasarkan uji analisis statistik didapatkan hasil (p=0,027) dengan

interpretasi ada pengaruh antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting

pada anak balita. Terdapat pengaruh ASI eksklusif dengan kejadian stunting

dikarenakan ASI mengandung banyak nutrien yang digunakan untuk membangun dan

menyediakan energi bagi kebutuhan tubuh bayi sehingga dapat menurunkan angka

kejadian stunting. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada tabel 5.4 mayoritas

anak yang diberikan ASI eksklusif (71%) tidak mengalami kejadian stunting. Hal ini

sejalan

91
92

dengan penelitian yang dilakukan oleh fitri, 2018 yang menyebutkan bahwa anak

yang mendapatkan ASI eksklusif mempunyai resiko yang lebih kecil mengalami

stunting (Fitri, 2018).

Terdapat temuan yang sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting. Penelitian

yang dilakukan oleh Ni’mah & Nadhiroh (2015) dengan judul faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Hasil yang didapatkan

menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting. Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan petama

mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi terkena stunting dibandingkan dengan balita

yang mendapatkan ASI eksklusif 6 bulan pertama (K. Ni’mah & Nadhiroh, 2015).

Temuan lain yang sama juga di temukan oleh Aridiyah dkk (2015) bahwa umur

pertama kali pemberian ASI eksklusif sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan

kejadian stunting. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa balita yang tidak diberikan

ASI eksklusif baik diwilayah perkotaan atau perdesaan sangat berhubungan dengan

kejadian stunting. Nilai p value yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah

kurang dari 0.05 dipedesaan maupun perkotaan (Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty,

2015).

Namun pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa anak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif terdapat 51,2% tidak menderita stunting (tabel 5.4).

Peneliti berasumsi bahwa orang tua yang memiliki tinggi badan normal memiliki

anak normal juga, sesuai pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa hasil faktor genetik yang
93

tidak stunting lebih banyak dibandingkan dengan faktor genetik yang stunting, dan

pada tabel 5.7 juga menunjukkan bahwa 61,9 % orang tua yang tinggi mempunyai

anak yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di kecamatan

Tombatu Utara kabupaten Minahasa Tenggara tahun 2019, menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara tinggi badan orang tua dengan kejadian stunting, dengan

nilai p value 0,000 ( α =<0,05) (Laala, Punuh, & Kapantow, 2019).

6.1.2 Pengaruh Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita

Berdasarkan uji analisis statistik didapatkan hasil (p=0,201) dengan interpretasi

tidak ada pengaruh antara penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak balita.

Sebagian besar anak didalam penelitian ini menderita penyakit infeksi yang ringan

seperti batuk, panas, pilek dan hidung tersumbat (Gambar 5.11). Tidak adanya

pengaruh antara penyakit infeksi dengan kejadian stunting dikarenakan status

imunisasi anak yang rutin, sehingga memberikan kesempatan anak untuk tumbuh dan

berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66% anak menderita penyakit

infeksi (tabel 5.5) dan 93% anak mendapatkan imunisasi rutin (lampiran 6.1).

Imunisasi yang rutin pada anak akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak,

sehingga penyakit yang diderita oleh anak tidak sampai menimbulkan infeksi yang

serius, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk tetap tumbuh dan

berkembangan secara optimal (Hidayat, 2008).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Rahmad dkk, 2013

yang menyebutkan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh imunisasi yang rutin

pada anak (AL-Rahmad, Miko, & Hadi, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh
94

Wellina dkk (2016) juga menyebutkan bahwa penyakit infeksi bukan faktor yang

mempengaruhi terjadinya stunting. Dalam hasil penelitian yang dilakukan di wilayah

kerja pukesmas Tuminting Kota Manado juga didapatkan hasil bahwa riwayat

penyakit infeksi dengan kejadian stunting tidak terdapat hubungan diantara keduanya

(Gerungan, Malonda, & Rombot, 2014).

6.1.3 Pengaruh Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting Pada Anak

Balita

Berdasarkan uji analisis statistik didapatkan hasil (p=0,757) dengan

interpretasi tidak ada pengaruh antara Berat Badan Lahir (BBL) dengan kejadian

stunting pada anak balita. Peneliti berasumsi tidak adanya pengaruh yang bermakna

antara BBL (berat badan lahir) dengan kejadian stunting pada balita, karena didukung

dengan pemberian asupan gizi bervariasi dan seimbang yang akan membuat

pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi optimal. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa anak yang memiliki riwayat BBL baik 62,3 % diberikan asupan

gizi yang bervariasi oleh orangtua (Lampiran 6.2). Pemberian asupan gizi yang baik

pada anak dengan riwayat BBL buruk akan membuat pertumbuhan dan

perkembangan anak menjadi optimal kembali sehingga dapat terhindar dari kejadian

stunting (Leksananingsih, Iskandar, & Siswati, 2017).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Leksananingsih

dkk, (2017) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

balita yang BBL (berat badan lahir) buruk dengan kejadian stunting. Penelitian lain

yang sama juga menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifkan
95

antara berat badan lahir dengan kejadian stunting dengan nilai p value yang masih

lebih besar dari ( α =<0,05) yaitu 0,069 (Herianti, 2017). Astutik dkk. (2018) juga

menyatakan dalam penelitiannya bahwa tidak ada hubungan yang signfikan antara

berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting (Astutik et al., 2018).

6.1.4 Pengaruh Faktor Genetik Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita

Berdasarkan uji analisis statistik didapatkan hasil (p=0,587) dengan

interpretasi tidak ada pengaruh antara genetik dengan kejadian stunting pada anak

balita. Tidak adanya pengaruh antara faktor genetic dengan kejadian stunting dapat

disebabkan oleh pemberian asupan protein yang cukup, karena pemberian protein

yang cukup akan membangun struktur tubuh untuk pertumbuhan pada anak. Pada

gambar 5.14 menunjukan bahwa mayoritas anak diberikan asupan protein yang

cukup. Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan

dan berguna untuk membangun struktur tubuh, anak yang kekurangan asupan protein

akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dari pada anak dengan jumlah

pemberian asupan protein yang cukup. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Dewi & Adhi, 2016 yang mengatakan bahwa meskipun faktor genetik

tidak memengaruhi kejadian stunting tetapi pemberian asupan protein dan

beragamnya makanan yang dikonsumsi perhari oleh, merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan anak memiliki laju pertumbuhan yang baik sesuai dengan

umurnya (Dewi & Adhi, 2016).

Ada beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini. diantaranya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk, (2015) yang berpendapat bahwa anak
96

yang mengalami stunting tidak berhubungan dengan tinggi badan ayah maupun ibu.

Penelitian lain yang sejalan juga menyebutkan bahwa tidak ada kaitan antara tinggi

badan ayah, ibu dan orang tua terhadap kejadian stunting dengan nilai p value yang

didapatkan 1,000 ( α =<0,05) (Aring, Kapantow, & Punuh, 2018).

6.1.5 Pengaruh Pola Asupan Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita

Berdasarkan uji analisis statistik didapatkan hasil (p=0,142) dengan

interpretasi tidak ada pengaruh antara pola asupan gizi dengan kejadian stunting pada

anak balita. Peneliti berasumsi bahwa tidak terdapat pengaruh antara pola asupan gizi

dengan kejadian stunting pada anak balita, dapat dipengaruhi karena tingkat

pendapatan keluarga per bulan yang rendah sehingga pemenuhan kebutuhan gizi

keluarga juga sulit untuk dipenuhi. Hasil dari penelitain yang telah dilakukan 58,5%

pendapatan keluarga responden adalah ≤1,5 juta dalam setiap bulan (lampiran 6.3).

Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Ngaisah (2015) yang mengatakan

bahwa menurunnya pendapatan keluarga akan menyebabkan menurunnya daya beli

pangan baik secara kualitas maupun kuantitas (Ngaisyah, 2015). Hasil penelitian lain

yang sejalan dengan penelitian ini dilakukan oleh Anindita (2012), menyebutkan

bahwa pendapatan keluarga yang rendah tidak ada hubungannya dengan kejadian

stunting pada anak balita dengan hasil analisis diperoleh nilai p= 1,000 dimana nilai p

lebih besar dari 0,05, hal ini disebabkan karena penghasilan keluarga tidak

sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan makanan pokok tetapi juga untuk kebutuhan

yang lainnya (Anindita, 2012).


97

Sumber asupan gizi yang diberikan orangtua kepada anak didalam penelitian

ini meliputi sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati dan buah-buahan.

Sumber asupan gizi karbohidrat yang sering diberikan adalah nasi beras dengan

frekuensi 3 kali dalam sehari, sedangkan sumber karbohidrat lainnya seperti jagung,

sukun, singkong, kentang dan mie hampir semua responden tidak memberikan

kepada anak. Sumber asupan gizi protein hewani sebagian orangtua lebih sering

memberikan daging ayam dan telur ayam dibandingkan dengan daging sapi atau

udang yang kandungan protein lebih tinggi. Sedangkan pada sumber protein nabati

anak diberikan protein nabati seperti tempe, tahu, dan sayur-sayuran sebanyak 1-3

kali dalam sehari. Sumber gizi buah-buahan yang dikonsumsi anak mayoritas hanya 1

kali dalam setiap hari dan buah yang banyak diberikan adalah buah apel dan jeruk.

6.1.6 Faktor Paling Dominan Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada

Anak Balita

Pada hasil uji regresi didapatkan bahwa ada 3 variabel yang masuk ke dalam

uji regresi logistik ganda. Variabel tersebut adalah pemberian ASI eksklusif, penyakit

infeksi, dan pola asupan gizi. Dari tiga variabel tersebut hanya 1 variabel yang

dominan mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita yaitu pemberian ASI

eksklusif. Hal ini dikarenakan ASI eksklusif sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak, keberhasilan pemberian ASI eksklusif mempunyai resiko dalam

mempengaruhi terjadinya kejadian stunting pada anak. Pemberian ASI eksklusif

sangatlah berhubungan dengan pertumbuhan anak, semakin tingg tinggi tingkat

pemberian ASI eksklusif maka semakin tinggi juga angka pertumbuhan anak dalam
98

kategori gizi baik (TB/U) dan menghindarkan anak dari kejadian stunting (AL-

Rahmad et al., 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki

nilai 0,18 dan nilai Exp (B) atau Odds Ratio (OR) 2,355 yang artinya faktor

pemberian ASI eksklusif 2,355 kali lebih besar dalam mempengaruhi kejadian

stunting pada anak balita usia 2- 5 tahun dikelurahan Tlogomas.

Temuan yang sama didapatkan oleh Ramadhan & Fitria (2018), menyatakan

dari hasil uji yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif

berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian stunting di provinsi Aceh. Kejadian

stunting yang terjadi di provinsi Aceh disebabkan karena rendahnya pemberian ASI

eksklusif terhdap balita usia 0-59 bulan, selain itu ibu tidak memberikan ASI secara

sempurna kepada anaknya. Nilai koefisien regresi yang didapatkan dalam penelitian

ini adalah 0,48 (Ramadhan & Fitria, 2018). Temuan ini berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Setiawan & Machmud (2018) yang menjelaskan bahwa

pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama tidak terdapat hubungan dengan

kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan (Setiawan & Machmud, 2018).

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang ditemukan oleh

peneliti, yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan pada setting posyandu balita yang memungkinkan

setting saat pengambilan data terbatas karena balita yang rewel atau ibu yang

lebih focus pada anaknya dalam mengikuti posyandu.


99

2. Pada saat penelitian terdapat beberapa responden yang tidak menyelesaikan

pengisian kuisoner yang telah diberikan.

6.3 Implikasi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan tenaga kesehatan

lainnya untuk mengetahui faktor apa saja yang paling mempengaruhi terjadinya

stunting pada anak balita. Perawat atau tenaga kesehatan lainnya untuk mencegah

terjadinya stunting sedini mungkin, seperti dengan memberikan edukasi kepada ibu

tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif agar dapat menurunkan angka kejadian

stunting pada anak , dan memperbaiki generasi penerus bangsa.


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai

“Analisis faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita usia 2-5

tahun di kelurahan Tlogomas”, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh antara Faktor pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada anak balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Hal ini

dipengaruhi oleh kandungan didalam ASI yang dapat digunakan untuk

membangun dan menyediakan energy yang dibutuhkan oleh tubuh balita. Namun

didalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa, meskipun anak tidak

diberikan ASI eksklusif selama 6 bukan tetapi anak tidak menderita stunting.

2. Tidak terdapat pengaruh antara faktor penyakit infeksi dengan kejadian stunting

pada anak balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Hal ini bisa dipengaruhi

oleh responden rutin melakukan imunisasi pada anak.

3. Tidak terdapat pengaruh antara Faktor Berat Badan Lahir (BBL) dengan kejadian

stunting pada anak balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Faktor lain yang

dapat mempengaruhi kejadian stunting secara tidak langsung adalah pemberian

asupan gizi yang bervariasi pada anak.

4. Tidak terdapat pengaruh antara faktor genetik dengan kejadian stunting pada anak

balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Terdapat faktor lain yang secara

98
99

tidak langsung dapat mempengaruhi kejadian stunting yaitu adalah pemberian

asupan protein yang cukup kepada anak.

5. Tidak terdapat pengaruh antara pola asupan gizi dengan kejadian stunting pada

anak balita usia 2-5 tahun di kelurahan Tlogomas. Hal ini dapat dipengaruhi oleh

tingkat pendapatan yang rendah sehingga pemenuhan kebutuhan gizi didalam

keluarga sulit dipenuhi.

6. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa faktor pemberian ASI eksklusif

merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada

anak balita usia 2-5 tahun dikelurahan Tlogomas.

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan penelitian, maka dapat dikemukakan

beberapa saran yang nantinya dapat dijadikan masukan dalam penelitian selanjutnya

yaitu:

1. Bagi Responden

Peneliti menyarankan kepada responden untuk memberikan ASI eksklusif kepada

anak sebagai bentuk pencegahan terjadinya stunting.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Peneliti menyarankan kepada petugas kesehatan baik bidan ataupun perawat

untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian

ASI eksklusif kepada anak selama 6 bulan.

99
3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya hasil dan keterbatasan yang ada

dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melanjutkan penelitian

100
100

dengan melakukan penelitian door to door sehingga penelitian lebih kondusif dan

hasil penelitian bisa memberikan gambaran yang lebih akurat serta melengkapi

literatur guna mendukung kebenaran yang lebih akurat.

130
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Merryana & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan
Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.
Adriani, Merryana & Wirjatmadi, B. (2014). Gizi Dan Kesehatan Balita Peranan
Mikro Zinc Pada Pertumbuhan Balita Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Al-Rahmad, A. H., Miko, A., & Hadi, A. (2013). Kajian Stunting Pada Anak Balita
Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Mp-Asi, Status Imunisasi Dan
Karakteristik Keluarga Di Kota Banda Aceh. J Kesehatan Ilmiah Nasuwakes,
6(2), 169–184.
Anindita, P. (2012). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Kecukupan Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6 35
Bulan Di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, 1(2).
Anisa, P. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 25-60 Bulan Di Kelurahan Kalibiru Depok. Universitas Indonesia.
Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor-Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Stunting Pada Balita (0-59 Bulan) Di Negara Berkembang Dan Asia
Tenggara. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247–256.
Aramico, B., Sudargo, T., & Susilo, J. (2016). Hubungan Sosial Ekonomi, Pola Asuh,
Pola Makan Dengan Stunting Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Lut
Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia
(Indonesian Journal Of Nutrition And Dietetics), 1(3), 121–130.
Ardiana, D. (2011). Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah Pedesaan Dan
Perkotaan (The Factors Affecting Stunting On Toddlers In Rural And Urban
Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163–170.
Aring, E. S., Kapantow, N. H., & Punuh, M. I. (2018). Hubungan Antara Tinggi
Badan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di
Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesmas, 7(4).
Astutik, A., Rahfiludin, M. Z., & Aruben, R. (2018). Faktor Risiko Kejadian Stunting
Pada Anak Balita Usia 24-59 Bulan (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Gabus Ii Kabupaten Pati Tahun 2017). Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-
Journal), 6(1), 409–418.

101
Cosman, F. (2009). Osteoporosis : Panduan Lengkap Agar Tulang Anda Tetap Sehat.
Yogyakarta: B-First.
Dewi, I., & Adhi, K. T. (2016). Pengaruh Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida Iii. Arc Com Heal, 3(1), 36–
46.
Djauhari, T. (2017). Gizi Dan 1000 Hpk. Saintika Medika, 13(2), 125–133.
Donsu, J. D. T. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Baru.
El Kishawi, R. R., Soo, K. L., Abed, Y. A., & Muda, W. A. M. W. (2017).
Prevalence And Associated Factors Influencing Stunting In Children Aged 2–5
Years In The Gaza Strip-Palestine: A Cross-Sectional Study. Bmc Pediatrics,
17(1), 210.
Ernawati, F., Rosamalina, Y., & Permanasari, Y. (2013). Pengaruh Asupan Protein
Ibu Hamil Dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 12 Bulan Di Kabupaten Bogor (Effect Of The Pregnant Women’s
Protein Intake And Their Baby Length At Birth To The Incidence Of Stunting
Among Children. Penelitian Gizi Dan Makanan (The Journal Of Nutrition And
Food Research), 36(1), 1–11.
Febri, A.B & Marendra, Z. (2008). Buku Pintar Menu Balita. Jakarta: Pt.Wahyu
Media.
Fitri, L. (2018). Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance, 3(1), 131–137.
Gerungan, G. P., Malonda, N. S. H., & Rombot, D. V. (2014). Hubungan Antara
Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 13-36
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Jurnal. Manado:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Gunawan & Shofar, I. N. A. (2018). Penentuan Status Gizi Balita Berbasis Web
Menggunakan Metode Z-Score. Infotronik: Jurnal Teknologi Informasi Dan
Elektronika, 3(2), 118–123.
Hall, C., Bennett, C., Crookston, B., Dearden, K., Hasan, M., Linehan, M., … West,
J. (2018). Maternal Knowledge Of Stunting In Rural Indonesia. International
Journal Of Child Health And Nutrition, 7(4), 139–145.
Handayani, Lestari & S. (2011). Agar Anak Nggak Gampang Sakit. Jakarta: Pt. Agro
Media Pustaka.
Herianti, F. (2017). Risiko Kejadian Stunting Analisis Faktor Risiko Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah Puskesmas Kelurahan Cipinang Melayu
Jakarta Timur. Jurnal Persada Husada Indonesia, 4(14), 74–83.

130
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Kemenkes. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1995/Menkes/Sk/Xii/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2014). Panduan Gizi Seimbang (Pedoman Teknis Bagi Petugas Dalam
Memberikan Penyuluhan Gizi Seimbang). Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi
Dan Kesehtan Ibu Dan Anak.
Kemenkes. (2016). Infodatin Situasi Balita Pendek. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkeu. (2018). Penanganan Penanganan Stunting Terpadu Tahun 2018. Jakarta:
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan.
Koro, S., Hadju, V., As’ Ad, S., & Bahar, B. (2018). Determinan Stunting Anak 6-24
Bulan Di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Health Information: Jurnal Penelitian, 7(1), 1–10.
Kusuma, K. E. (2013). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun
(Studi Di Kecamatan Semarang Timur). Universitas Diponegoro Semarang.
Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Sari, H. P. (2015). Model Pengendalian Faktor
Risiko Stunting Pada Anak Bawah Tiga Tahun. Kesmas: National Public Health
Journal, 9(3), 249–256.
Laala, K. C. G., Punuh, M. I., & Kapantow, N. H. (2019). Hubungan Antara Tinggi
Badan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di
Kecamatan Tombatu Utara Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesmas, 7(4).
Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis, Dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lapau, B. (2015). Metodologi Penelitian Kebidanan : Panduan Penulisan Protokol
Dan Laporan Hasil Penelitian. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lau, E. (2009). Heathy Express Super Sehat Dalam 2 Minggu. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Leksananingsih, H., Iskandar, S., & Siswati, T. (2017). Berat Badan, Panjang Badan
Dan Faktor Genetik Sebagai Prediktor Terjadinya Stunted Pada Anak Sekolah.
Jurnal Nutrisia, 19(2), 95–99.
Lelemboto, V. S., Malonda, N. S. H., & Punuh, M. I. (2018). Hubungan Antara

103
Tinggi Badan Orangtua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan
Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesmas, 7(4).
Lestari, W., Margawati, A., & Rahfiludin, Z. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada
Anak Umur 6-24 Bulan Di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi
Aceh. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal Of Nutrition), 3(1), 37–45.
Maryam, S. (2016). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.
Mitra. (2015). Permasalahan Anak Pendek (Stunting) Dan Intervensi Untuk
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(6), 254–261.
Ngaisyah, R. D. (2015). Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Medika Respati, 10(4).
Ni’mah, C., & Muniroh, L. (2016). Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat
Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan Stunting Pada Balita
Keluarga Miskin. Media Gizi Indonesia, 10(1), 84–90.
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13–19.
Niga, D. M., & Purnomo, W. (2017). Hubungan Antara Praktik Pemberian Makan,
Perawatan Kesehatan, Dan Kebersihan Anak Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Oebobo Kota Kupang.
Jurnal Wiyata Penelitian Sains Dan Kesehatan, 3(2), 151–155.
Nugroho, E. (2018). Prinsip - Prinsip Menyusun Kuisoner. Malang: Ub Press.
Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan
(Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta Selatan:
Salemba Medika.
Olsa, E. D., Sulastri, D., & Anas, E. (2018). Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Ibu
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di
Kecamanatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 523–529.
Paramashanti, B. A., Hadi, H., & Gunawan, I. M. A. (2016). Pemberian Asi Eksklusif
Tidak Berhubungan Dengan Stunting Pada Anak Usia 6–23 Bulan Di Indonesia.
Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal Of Nutrition And
Dietetics), 3(3), 162–174.
Paudel, R., Pradhan, B., Wagle, R. R., Pahari, D. P., & Onta, S. R. (2012). Risk
Factors For Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study
In Nepal. Kathmandu Univ Med J, 39(3), 18–24.

130
Psg. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Putra, S. R. (2012). Panduan Riset Keperawatan Dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta:
D-Medika.
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Rahman, F. (2015). Riwayat Berat Badan
Lahir Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. Kesmas:
National Public Health Journal, 10(2), 67–73.
Ramadhan, N., & Fitria, E. (2018). Determinasi Penyebab Stunting Di Provinsi Aceh.
Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 5(2), 68–76.
Ratufelan, E., Zainuddin, A., & Junaid, J. (2018). Hubungan Pola Makan, Ekonomi
Keluarga Dan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
Diwilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat, 3(2).
Rihano, R. P. (2018). Mekes Ri Tegaskan Penanganan Tiga Isu Penting Kesehatan
Di Indonesia. Retrieved From
Http://Pontianak.Tribunnews.Com/2018/04/18/Menkes-Ri-Tegaskan-
Penanganan-Tiga-Isu-Penting-Kesehatan-Di-Indonesia. Diakses Pada Tanggal 7
Oktober 2018.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Sari, E. M., Juffrie, M., Nurani, N., & Mei Neni, S. (2016). Asupan Protein, Kalsium
Dan Fosfor Pada Anak Stunting Dan Tidak Stunting Usia 24-59 Bulan Di Kota
Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Universitas Gadjah Mada.
Septikasari, M. (2018). Status Gizi Anak Dan Faktor Ysng Mempengaruhi Edisi
Pertama. Yogyakarta: Uny Press.
Setiawan, E., & Machmud, R. (2018). Artikel Penelitian Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang
Tahun 2018. 7(2), 275–284.
Siahaah, N., Lubis, Z., & Ardiani, F. (2014). Faktor - Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Diwilayah Kerja Pukesmas Tanjing
Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2013. Gizi,
Kesehatan Dan Epidemiologi, 1(1), 1–5.
Soetjiningsih, & Ranuh, G. (2016). Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: Egc.
Sudargo, T., Kusmayanti, Nur, Aini, & Hidayati, Nurul, L. (2018). Defisiensi
Ypdium, Zat Besi, Dan Kecerdasan (Gajah Mada). Yogyakarta.
Suryana, D. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi Dan Aspek Perkembangan

105
Anak Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini : Pengantar Dalam Berbagai
Aspeknya Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Susanto, A. (2015). Bimbingan Dan Konseling Di Taman Kanak – Kanak. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Sutomo, Budi & Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami Untuk Batita & Balita.
Tanggerang: Pt. Agro Media Pustaka.
Swarjana, K. (2016). Statistika Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Tnp2k. (2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil
(Stunting). Jakarta: Secretariat Wakil Presiden Republic Indonesia.
Toliu, S. N. K., Malonda, N. S. H., & Kapantow, N. H. (2018). Hubungan Antara
Tinggi Badan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59
Bulan Di Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesmas, 7(5).
Tompanu, Nova Anace. (2015). Superfood Untuk Tumbuh Kembang Optimal Bayi.
Jakarta: Fmedia.
Trihono, D. (2015). Pendek (Stunting) Di Indonesia, Masalah Dan Solusinya.
Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Turmudi & Harini, S. (2008). Metode Statistika Pendekatan Teoritis Dan Aplikatif.
Malang: Uin-Malang Press.
Unicef. (2018). Levels And Trends In Child Malnutrition. Retrieved From
Https://Www.Who.Int/Nutgrowthdb/2018-Jme-Brochure.Pdf?Ua=1. Diakses
Pada 7 Oktober 2018
Wellina, W. F., Kartasurya, M. I., & Rahfiludin, M. Z. (2016). Faktor Risiko Stunting
Pada Anak Umur 12-24 Bulan. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal
Of Nutrition), 5(1), 55–61.

130
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian

107
Lampiran 2 Surat Pengantar

130
Lampiran 3 Surat Selesai Penelitian

109
Lampiran 4 Keterangan Layak Etik

130
Lampiran 5 Hasil Uji Chi Square
Lampiran 5.1 Hasil Uji Chi Square Faktor Pemberian ASI Eksklusif

111
130
Lampiran 5.2 Hasil Uji Chi Square Faktor Penyakit Infeksi

113
130
Lampiran 5.3 Hasil Uji Chi Square Faktor Berat Badan Lahir (BBL)

115
Lampiran 5.4 Hasil Uji Chi Square Faktor Genetik

130
Lampiran 5.5 Hasil Uji Chi Square Faktor Pola Asupan Gizi

Lampiran 6 Hasil Crostabsbulation

117
Lampiran 6.1 Crosstabs antara penyakit infeksi dengan imunisasi

Lampiran 6.2 Crosstabs antara BBL(berat badan lahir) dengan Pola Asupan gizi

Lampiran 6.3 Crosstabe Pola Asupan Gizi dengan Pendapatan Keluarga

130
Lampiran 7 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

119
Lampiran 8 informed consent
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
“INFORMED CONSENT”

Assalamualaikum. Wr. Wb
Perkenalkan nama saya Purwati (201510420311004). Saya mahasiswi
Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu
Keperawatan sedang melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul
“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Pada Anak Balita
Usia 2-5 Tahun Di Kelurahan Tlogomas” untuk menyelesaikan pendidikan sebagai
Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam Lampiran ini terdapat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan
penelitian. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan dengan segala kerendahan
hati agar kiranya saudara/saudari bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner yang telah disediakan secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.
Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya
sesuai dengan yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran
yang baik untuk penelitian ini. Kerahasiaan jawaban akan dijaga dan hanya
diketahui oleh peneliti.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan keikutsertaan saudara/saudari
dalam pengisian kuesioner ini.
Apakah saudara/saudari bersedia?
YA/TIDAK
Setelah mendapat informasi tentang penelitian ini, saya menyetujui untuk ikut
serta dalam penelitian. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini
dilakukan secara sukarela.

Malang, ….,……………., 2019


Responden

(……….……….………………)

130
Lampiran 9 Kuisoner

KUESIONER ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA


STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 2-5 TAHUN

Identitas :

No. Responden : (diisi peneliti)

Nama Ibu :___________________________________________________

Nama Anak : ___________________________________________________

Tanggal lahir :____/____/20___

Umur :_________Tahun_____Bulan

Jenis Kelamin Anak : L/P *(Coretlah yang tidak Perlu)

Anak Ke- :________________ Dari________________Bersaudara

Pekerjaan Ayah : _________________________________________________

Pekerjaan Ibu : _________________________________________________

Pendidikan Ayah : Tidak Sekolah Tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs

Tamat SLTA/MA Diploma : D1/D2/D3/D4

Sarjana S1/S2 Lainnya _________________

Pendidikan Ibu : Tidak Sekolah Tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs

Tamat SLTA/MA Diploma : D1/D2/D3/D4

Sarjana S1/S2 Lainnya _________________

Pendapat per Bulan : Rp. _______________________ per Bulan

Alamat : ________________________________________________

121
Bagian I :

Berilah Tanda Centang (✔) Pada kolom YA jika anda menjawab “ya” dan berikan
Centang (✔) pada kolom TIDAK jika anda menjawab “tidak”

PEMBERIAN ASI EKSLUSIF

NO PERTANYAAN JAWABAN
YA TIDAK
1. Apakah anak mendapatkan ASI eksklusf dari lahir sampai umur 6 bulan,
tanpa makan/minum tambahan?
2. Apakah sekarang anak anda masih mendapatkan ASI?

3. Umur berapa anak berhenti diberikan ASI_________tahun

130
PENYAKIT INFEKSI

NO PERTANYAAN JAWABAN
YA TIDAK
4. Apakah anak pernah mengalami penyakit infeksi selama 1 minggu atau lebih secara
berturut-turut?
5. Dalam kurun waktu 2 bulan terakhir apakah anak anda menderita penyakit seperti dibawah ini?
*Pilihlah dengan cara melingkari jawaban Ya/Tdk
Jenis penyakit Kondisi Lama (Hari)
a. Batuk Ya Tdk ________Hari

b. Panas Ya Tdk ________Hari

c. Pilek dan hidung tersumbat Ya Tdk ________Hari

d. Asma Ya Tdk ________Hari

e. Nafas sesak/cepat Ya Tdk ________Hari

f. Flu Ya Tdk ________Hari

g. Cacingan Ya Tdk ________Hari

h. Diare Ya Tdk ________Hari

i. Campak Ya Tdk ________Hari

j. Cacar air Ya Tdk ________Hari

k. Lainnya __________ Ya Tdk ________Hari

l. Tidak pernah Ya Tdk ________Hari

6. Seberapa sering anak menderita penyakit tersebut dalam kurun waktu 2 bulan?
a. ≥2 kali
b. <2 kali

7. Kapan terakhir kali anak anda sakit? ___________________________________bulan lalu

8. Apakah anak anda mendapatkan imunisasi secara rutin?


a. Ya
b. Tidak

BBL (BERAT BADAN LAHIR)

NO PERTANYAAN JAWABAN

123
YA TIDAK
9. Apakah anak dulu lahir premature?

10. Berapakah berat badan anak saat lahir?


a. ≥ 2,5 kg
b. <2,5 kg

FAKTOR GENETIK

No PERTANYAAN
11. Berapakah tinggi badan ayah?
a. ≥ 161 cm
b. < 161 cm

12. Berapakah tinggi badan ibu?


a. ≥ 150 cm
b. < 150 cm

c.

130
Bagian II

Lembar SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire)


Berilah Tanda Check List (✔) Pada Kolom Yang Sesuai Dengan Kebiasan Dalam
Pemberian Makan Pada Anak (Dalam Bulan Terakhir), Jika Tidak Pernah
Tidak Perlu Check List (✔)

CONTOH

Rata-rata Rata-rata pemberian dalam sehari


No pemberian 1 2 kali/ 3 kali/ >3 Tidak
Bahan Makanan Ukuran dalam kali/ hari hari kali/h pernah
sekali hari ari
makan
1 Nasi Piring 2 ✔
2 Ikan pindang Ekor 3 ✔
3. Daging ayam Potong 1 ✔
4. Tahu Potong 6 ✔
5. Jeruk Buah 2 ✔
6. Chiki Pack ✔

Rata-rata Rata-rata pemberian dalam sehari


No pemberian
Bahan Makanan Ukuran dalam
sekali 1 2 kali/ 3 kali/ >3 Tidak
makan kali/ hari hari kali/h pernah
hari ari
13.A Sumber Karbohidrat
1 Nasi Piring
2 Jagung Potong

3. Mie (mie instan, Piring


mie basah, bihun,
dll)
4. Singkong Potong
5. Kentang Biji
6. Sukun Potong

13.B Sumber Protein Hewani


Daging ayam Potong

125
Telur ayam/bebek Butir

Telur puyuh Butir

Bakso Biji

Daging sapi Potong

Sosis Potong

Ikan lele Ekor

Ikan mujair Ekor

Ikan pindang Ekor

Udang Ekor

13.C Sumber Protein Nabati


Tempe Potong

Tahu Potong

Kacang Sendok
(hijau/kedelai/merah makan
)
13.D Sayuran
1. Wortel Biji

2. Kacang panjang Batang

3. Daun singkong, Batang


bayam, kangkung
4. Kol Lembar

5. Kembang kol Iris

13.E Buah-buahan
1. Melon Potong

2. Jeruk Buah

130
3. Pepaya Potong

4. Mangga Buah

5. Apokat Buah

6. Apel Buah

13.F Jajanan
1. Gorengan Biji

2. Roti Iris

3. Biskuit Iris

4. Chiki Pack

13.G Susu dan Olahannya


1. Susu sapi/kerbau Gelas

2. Susu kambing Gelas

3. Tepung sari kedelai Gelas

4. Tepung susu whole/ Sendok


susu krim makan
5. Keju Potong

6. Yogurt Gelas

13.H Lainnya
1. Madu Sendok
makan
2. Sirup Gelas

3. Air putih Gelas

Saya Ucapkan Terimakasih Banyak Atas Perhatian Anda

127
Lampiran 10 Uji Validitas

128
Lampiran 11 Uji Reliabilitas

130
Lampiran 12 Master Tabel

131
132
Lampiran 13 Dokumentasi

Penyebaran
Kuisoner Kepada
Responden

Pengisisian Kuisoner Oleh Responden

Proses Pengisian
Kuisoner dan Pemberian Hadiah Kepada Responden

156

Anda mungkin juga menyukai