STABILITAS OBAT Arista

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 39

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM

STABILITAS OBAT

OLEH :

NAMA : SRI ARISTA

STAMBUK : 150 2012 0368

KLS/KLP : 3.9 / IV

ASISTEN : BUDI PRASETIA RUMAF

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam

skala besar, yang melalui waktu penyimpanan yang panjang,

diharapkan suatu ruang waktu daya tahan selama kurang lebih 5

tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun dalam kasus

yang kurang baik. Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya

menunjukkan suatu stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa

bulan. Akan tetapi untuk preparat yang terakhir disusun dengan

suatu pembatasan dari waktu penyimpanan.

Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan

aktif, keadaan galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat

secara sensorik, sifat mikrobiologis dan toksikologisnya dan

aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang diizinkan

ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk

barang jadi obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan

yang telah dibuat dalam peraturan yang baik.

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus

diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal

ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya


diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang

lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan.

Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak,

pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu

sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika,

untuk lainnya adalah faktor luar seperti

suhu,kelembapan,udara,dan cahaya, menginduksi atau

mempercepat reaksi yang berkurang nilainya.

Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam

skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan

dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet.

Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa

pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu

obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat

tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa

menurunkan khasiat obat tersebut.

I.2 Tujuan Praktikum

1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan

suatu zat.

2. Menentukan energi aktivitas dari reaksi penguraian suatu zat.

3. Menentukan usia simpan suatu zat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang

dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya

penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,1986).

Tidak tergantung dari karakter jalannya proses penguraian

(perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah untuk

mengetahui waktu yang mana bahan obat atau sistem bahan obat

dibawah persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan

yang telah dilaporkan, untuk mendeteksi perbandingan stabilitas

maka dipakai 2 metode yaitu (Voight, 1995) :

(1) tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa

obat selama ruang waktu yang diminati disimpan di bawa

persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan

kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari

pendingin atau ruang pendingin dan dalam jarak waktu yang

cocok dan pada akhir percobaan dikontrol kandungan bahan

obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat

sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi

dengan metode fisika.

(2) tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan

panas, dengan ini digunakan membuat peraturan kinetika


reaksi, lagi pula penguraian dipelajari pada suhu yang lebih

tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan

pada suhu penyimpanan.

Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering

menyebabkan kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin

b-laktam hasil benzilpenisilin dalam aktivitas antimikroba yang

lebih rendah. dalam contoh beberapa produk degradasi dari obat

mungkin degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan

masalah stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi

kimia berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada

dalam keadaan padat sehingga masalah stabilitas serius lebih

umum ditemui dalam obat cair (Walter,1994).

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa

pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil

ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi

bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang

stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa.

apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat

menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk

mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika

pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan


menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin

terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot, 1978).

Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk

mengetahui urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental

dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat

merendahkan. Urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari

eksponen istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan

dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu

dalam tingkat ekspresi (Parrot,1978).

Solusi tingkat reaksi biasanya dinyatakan dalam satuan

perubahan konsentrasi per periode waktu. Misalnya, mol per liter

per jam, dan laju reaksi kimia yang terjadi dalam larutan biasanya

sebanding dengan konsentrasi spesies reaksi (Martin, 1971).

Reaksi orde nol di mana tingkat adalah independen dari

konsentrasi reaktan. Laju reaksi ditentukan oleh faktor lain, seperti

penyerapan cahaya dalam reaksi fotokimia atau tingkat difusi

dalam reaksi permukaan tertentu (Parrot, 1978).

Dimana K adalah konstanta laju orde nol, yang memiliki

dimensi konsentrasi dibagi oleh misalnya waktu mol per liter per

jam.

Persamaan diferensial di atas pada hasil integrasi

C = -Kot + Co

Dimana C adalah konsentrasi awal Orde Reaksi satu.


Reaksi orde pertama adalah satu di mana laju reaksi

berbanding lurus dengan konsentrasi zat bereaksi. matematis, hal

ini dapat dinyatakan sebagai (Parrot, 1978).

Log C = Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat obat

dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara ini tidak

memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan dalam

bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam

penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah

(Anonim, 2010) :

a. Kecepatan reaksi

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

c. Tingkat reaksi dan cara penentuannya.

Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan

dalam rantai peristiwa ini :

1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu

yang menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian

obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan

bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat

tersebut.

2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan

berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk

larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses

berkaitan dengan laju absorbsi obat ke dalam tubuh, laju

distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah

proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme,

penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur

penglepasan.

4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam

bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari

obat merupakan suatu proses laju.

Konstanta K yang ada dalam hukum laju yang digabung

dengan reaksi elementer, disebut konstanta laju spesifik untuk

reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi seperti

temperatur, pelarut atau sedikit perubahan dari suatu komponen

yang terlibat dalam reaksi akan menyebabkan hukum laju reaksi

mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik.

Secara eksperimen, suatu perubahan konstanta laju spesifik

berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang

diberikan oleh persamaan laju. Variasi dalam konstanta spesifik

merupakan kebermaknaan yang fisik yang penting, karena

perubahan dalam konstanta ini menggambarkan suatu perubahan

pada tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi reaksi

(Martin,1983) .
Konstanta laju yang didapat dari reaksi-reaksi yang

mengandung sejumlah langkah molekularita yang berbeda

merupakan fungsi konstanta laju spesifik untuk berbagai bentuk

langkah. Setiap perubahan dalam sifat-sifat dari suatu langkah

yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaksi itu atau pada

sifat-sifat dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini,

akan menyebabkan perubahan harga konstanta laju keseluruhan.

Pada saat variasi dalam konstanta laju keseluruhan dapat

digunakan untuk memberikan informasi yang berguna mengenai

suatu reaksi, segala sesuatu yang mempengaruhi konstanta laju

spesifik akan mempengaruhi laju yang lainnya, maka sulit untuk

memberikan arti variasi dalam konstanta laju keseluruhan untuk

reaksi ini (Martin, 1983).

Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup

masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang

masih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub

standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat.

Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode,

diantaranya (Martin, 1983)

1) Metode substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu

reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari

persamaan berbagai orde reaksi. jika persamaan itu


menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas

variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai

dengan orde tersebut.

2) Metode grafik Plot

Data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui

orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t dan

didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan

orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis

lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus

bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula

sama). Jika plot 1 /(a-x)² terhadap t menghasilkan garis lurus

dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-

mulanya,reaksi adalah orde ketiga.

3) Metode waktu paruh

Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan

konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak

bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua,

dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde

ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya

berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh

suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama.


Ada beberapa pendekatan untuk kestabilan dari preparat-

preparat farmasi yang mengandung obat-obat yang cenderung

mengurai dengan hidrolisis. Barangkali paling nyata adalah

reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi. Bahkan bentuk-

bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil air harus

dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan

menggunakan suatu penyalut pelindung tahan air menyelimuti

tablet atau dengan menutup dan menjaga obat dalam wadah

tertutup kuat (Martin,1983).

Ketidakstabilan yang terpenting adalah secara fisika (Ansel,

1985) :

a. Perubahan struktur Kristal

Banyak bahan obat menunjukkan sifat polimorf artinya

mereka berkemampuan muntuk muncul dalam modifikasi

yang berlainan. Selama penyimpanan dapat berlangsung

perubahan polimorf, yang disebabkan perubahan

lingkungan dalam sediaan obat yang tidak dapat dilihat

secara orgaleptik, tetapi umumnya menyebabkan

perubahan dalam sikap pelepasan dan sikap rebsorbsinya

b. Perubahan keadaan distribusi

Melalui efektivitas gravitasi pada cairan sistem berfase

banyak memungkinkan terjadi munculnya pemisahan,

yang mula-mula terasakan hanya sebagai pergeseran


tingkat dispersitas yang dapat dilihat secara mikroskopis,

tetapi dalam stadium yang lebih maju dapat juga dilihat

secara makroskopis sebagai sedimentasi atau

pengapungan.

c. Perubahan konsistensi dan agregat

Sediaan obat semi padat seperti salep dan pasta selama

penyimpanannya seringkali mengeras kemudia yang

dalam kasus ekstrim mengarahnya padda suatu kerugian

daya penerapannya.

d. Perubahan perbandingan kelarutan

Pada sistem dispersi monokuler misalnya larutan bahan

obat dapat menyebabkan terlampauinya produk kelarutan,

dengan demikian terjadi pemisahan (pengendapan) dari

bahan terlarut melampaui perubahan konsentrasi yang

disebabkan oleh penguapan bahan pelarut atau melalui

perubahan suhu.

e. Perubahan perbandingan hidratasi

Melalui pengambilan atau pelepasan dari cairan

perbandingan hidratasi senyawa dipengaruhi dan

denggan demikian menentukan sifat. Contoh yang jelas

nyata adalah pencairan ataumenjadi kotornya ekstrak

disebabkan oleh higroskopisitas yang besar dari sediaan

ini.
Kestabilan dari suatu zat merupakan dari suatu zat merupakan

faktor yang harus diperhatikan dalam formulai suatu sediaan

farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya

diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu

yang lama sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat

yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami

penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat

toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena

itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi pembuatan

sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga (Anonim,

2010).

Untuk obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin

lebih stabil daripada lainnya, hal ini penting supaya obat

dipastikan murni sebelum diprakarsai oleh percobaan uji

stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan

katalisator pada kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya

tidak akan stabil mengubah kestabilan fisik bahan obat dan suatu

kestabilan obat yang sempurna (Martin, 1983).

Interkonveksi bentuk hidrat dan anhidrat dari Ampicilin dapat

memiliki efek yang berkaitan pada laju pelarutan dari formulasi

berarti berkaitan juga dengan ketersediaan hayati. Bentuk dari

anhidrat lebih larut dibandingkan dengan berat murni kelarutannya


pada suhu 37o C telah ditentukan bagian fungsi dari pil untuk ke

suatu bentuk kristal (Martin, 1983).

Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi

dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut

disimpan. Misalnya pada temperatur kamar. Ternyata metode ini

memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Sekarang

waktu mempercepat analisis dapat dilakukan test stabilitas

dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada

suhu tinggi. Dengan membandingkan dua harga K pada

temperatur yng berbeda dapat dihitung energi aktivasinya

sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada

suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan

1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi

dapat diketahui dengan tepat (Martin, 1983).

Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang

efektif karena mengalami degradasi. Stabilitas kimia obat sangat

penting karena menjadi kurang efektif karena mengalami

degradasi. Dekomposisi obat juga dapat menghasilkan racun oleh

produk-produk yang berbahaya bagi pasien. Dekomposisi obat

juga dapat menghasilkan Racun oleh produk-produk yang

menggila bagi Pasien. Ketidakstabilan mikrobiologis produk obat

yang steril juga bisa berbahaya. Ketidakstabilan mikrobiologis

produk obat yang steril juga bisa berbahaya (Anonim, 2010).


Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang

pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu,

termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia

fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor

luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu

menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala

kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat

adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat

yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis,

dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang

diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.

Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional

ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan

sebenarnya (Voight, 1994).

Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan Farmasi

dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut

disimpan. Misalnya pada temperature kamar. Ternyata metode ini

memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Sekarang

waktu mempercepat analisis dapat dilakukan test stabilitas

dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada

suhu tinggi. Dengan membandingkan dua harga K pada

temperature yang berbeda dapat dihitung energi aktivasinya

sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada


suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan

1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan Farmasi

dapat diketahui dengan tepat (Ansel, 1989).

Pada masa lalu juga banyak perusahaan Farmasi mengadakan

evaluasi mengenai kestabilan sediaan Farmasi dengan

pengamatan selama 1 tahun atau lebih sesuai dengan waktu

normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam

penggunaan. Metode seperti itu memakan waktu dan tidak

ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggi

juga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya

sering merupakan criteria buatan yang tidak didasarkan pada

prinsip-prinsip dasar kinetic. Contohnya, beberapa perusahaan

menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37o

mempercepat penguraian 2 kali lajunya poada temperature

normal, sementara perusahaan lain mengandaikan bahwa kondisi

tersebut mepercepat penguraian dengan 20 kali laju normal, Telah

dibuktikan bahwa koefisien temperatur buatan dan kestabilan tidak

dapat diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan Farmasi

yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan harus diikuti dengan

analisis yang dirancang secara hati-hati untuk bermacam-macam

bahan dalam tiap produk jika hasilnya cukup berarti (Martin,

1993).
Integritas kimia dijaga sampai senyawa tersebut disampaikan

ke tempat absorpsi atau pemakaian yang dimaksudkan. Jelaslah

bahwa ketidakstabilan kimia dalam bentuk sediaan atau

ketidakstabilan sebelum terbawa melewati pembatas biologis

awal, tanpa kecuali mempengaruhi bioavaibilitas (Martin, 1993).

Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, misalnya

dengan dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk ataupun

ditambahkan bahan-bahan penolong lain, atau juga dilakukan

modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri, yaitu

misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanan dan lain

sebagainya, maka dengan demikian stabilitas obat yang

bersangkutan mungkin juga akan terpengaruh (Connors, 1992).

Laju atau kecepatan suatu reaksi diartikan sebagai ± dc / dt.

Artinya terjadi penambahan(+) atau pengurangan konsentrasi ( C )

dalam selang waktu (dt). Menurut hukum aksi massa,laju suatu

reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar

reaktan yangmasing-masing dipangkatkan dengan angka yang

menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta dalam

reaksi. Reaksi yang dimaksud adalah (Martin, 1990) :

aA + bB + ……..= Produk

Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan

perubahan mula-mula satu ataulebih reaktan dan ini dinyatakan

dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde ke satu


dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam

(Martin, 1990).

Kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol,

orde satu, ataupun orde dua,yang persamaan tetapan kecepatan

reaksinya seperti tercantum dibawah ini (Martin, 1990) :

C
Orde nol k=
T

2,302 C0 2,302 C0
Orde I k= log atau k = log
t C t C0-X

X
Orde II k=
C0(C0-X) t

Dimana:

k = tetapan kecepatan reaksi

Co = konsentrasi mula-mula zat

C = konsentrasi zat pada waktu t

X = jumlah obat yang terurai pada waktu t

C = Co – X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada

waktu t
II.2 Uraian Bahan

1. Air Suling (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

RM / BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak

berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai Pelarut

2. Amoxicyllin (Iso farmakoterapi, 2008)

Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis,

bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore,

profilaksis endokartis dan terapi tambahan

pada meningitis listeria

Cara kerja obat : Amoxicillin adalah senyawa misintetik

dengan aktivitas antibakteri spektrum luas

yang bersifat bakterisid, efektif terhadap

sebagian besar bakteri gram positip dan

beberapa gram negatif yang patogen.

Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxicillin antara lain :

Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae,

N. gonorrhoeae, H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis.


Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan

bakteri penghasil beta laktamase.

Peringatan : Riwayat alergi, gangguan fungsi

ginjal, lesi eritmetous pada

glandular fever, leukimia limfositik

kronik dan AIDS

Kontraindikasi : hipersensitifitas terhadap penisilin

Efek samping : mual, diare ruam, kadang-kadang

terjadi kolitis karena antibiotik

Dosis : Oral dewasa 250-500 mg tiap 8

jam, infeksi saluran nafas

berat/berulang 3 gram tiap 12 jam,

infeksi salura kemih 3

gram diulang setelah 10-12 jam.

II.3 PROSEDUR KERJA

a. Penentuan Panjang gelombang maksimal

Sejumlah baku pembanding paracetamol ditimbang seksama

dan diencerkan dengan air suling hingga diperoleh

konsentrasi 1000 ppm. Sejumlah larutan ini dipipet kedalam

labu ukur dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda

hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya

pada rentang panjang gelombang 200-300, selanjutnya

dibuat kurva antara serapan terhadap panjang gelombang.


b. Pembuatan Kurva Baku

Larutan paracetamol dibuat dengan konsentrasi bervariasi.

Kemudian masing-masing konsentrasi diukur serapannya

pada panjang gelombng maksimal. Selanjutnya di buat kurva

antara serapan terhadap konsentrasi.

c. Penentuan Usia Simpan Sirup Parasetamol

Penetapan kadar timbang seksama 1,5 g. Tambahkan 100 ml

air

dan 20 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air

secukupnya hingga 200,0 ml pada 5,0 ml hingga 100,0 ml.

Ukur

serapan. Hitung bobot zat dalam mg.

d. Penentuan umur simpan sirup parasetamol

Sirup parasetamol di masukkan kedalam 21 vial masing-

masing sebanya 5 ml kemudian vial tersebut dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 400 C, 500 C, dan 600 C pada jam

ke 0, 30, 60, 120, 150 dan 180 menit diambil 1 viala dan di

ukur kadar paracetamol.

e. Penetapan kadar sirup paracetamol

Sirup paracetamol sebanyak 1 ml ditambahkan larutan

natrium hidroksida 0,1 N hingga 10 ml kemudian di pipet

sebnyak 1 ml di tambahkan air hingga 50 ml, ukur serapannya

hitung bobot zat dalam mg dalam sirup.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu kuvet, sendok tanduk,

gelas kimia, corong, gelas ukur dan spektrofotomer.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kertas saring,

aquadest, aluminium voil, amoxicillin dan Tissue.

III.2 Cara Kerja

A. Penentuan umur siimpan sirup amoxicillin

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dilarutkan dry sirup amoxicillin dengan air sebanyak 60

ml.

3. Disaring terlebih dahulu sirup amoxicillin.

4. Dimasukkan hasil saringan sirup amoxicillin ke dalam

vial sebanyak 10 ml.

5. Diambil vial-vial tersebut kemudian dimasukkan

kedalam oven pada suhu 300 C, 400 C , 500 C dan 600 .

6. Pada menit ke 0, 30, 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit

di ambil 1 vial dan di ukur absorbannya pada

spektrofotometer.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data pengamatan hasil absorban

Konsentrasi a= -0.00353
Absorban
(ppm) b= 0.003166
75 0.24139 r = 0.998885
100 0.31486
125 0.38985
150 0.46347
175 0.53815
200 0.6422
225 0.7004
250 0.7969

Kurva baku Amoxicillin

KURVA BAKU AMOXICILIN


0,9
y = 0,0032x - 0,0035
0,8
0,7
0,6
Absorban

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 50 100 150 200 250 300
Konsentrasi (ppm)
Tabel Absorban Amoksisilin

ABSORBAN PADA SUHU


Waktu
300 C 400 C 500 C 600 C

0 0.04 0.027 1.343 1.019

15 1.233 0.118 1.424 1.09

30 0.182 0.382 0.996 1.111

45 0.041 0.253 1.185 1.331

60 0.182 1.309 1.163 1.155

75 0.083 0.31 1.333 0.968

90 0.404 0.273 0.997 1.136

Suhu Waktu Konsentrasi (ppm)

0 13.7492
15 390.5994
30 58.6048
30 45 14.0651
60 58.6048
75 27.3322
90 128.7312
0 9.6427
15 38.3882
30 121.7817
40 45 81.0326
60 414.6066
75 99.0380
90 87.3503
0 425.3467
50 15 450.9333
30 315.7348
45 375.4369
60 368.4875
75 422.1878
90 316.0507
0 323.0001
15 345.4279
30 352.0615
60 45 421.5561
60 365.9604
75 306.8900
90 359.9586

Perhitungan :

Konsentrasi (mg)

1. Suhu 300C

13,7492
Menit ke-0 =
1000

= 0,0137492 mg

390,5994
Menit ke-15 =
1000

= 0,3905994 mg

58,6048
Menit ke-30 =
1000

= 0,0586048 mg

14,0651
Menit ke-45 =
1000

= 0,0140651 mg
58,6048
Menit ke-60 =
1000

= 0,0586048 mg

27,3322
Menit ke-75 =
1000

= 0,0273322 mg

128,7312
Menit ke-90 =
1000

= 0,1287312 mg

2. Suhu 400C

9,6427
Menit ke-0 =
1000

= 0,0096427 mg

38,3882
Menit ke-15 =
1000

= 0,0383882 mg

121,7817
Menit ke-30 =
1000

= 0,1217817 mg

81,0326
Menit ke-45 =
1000

= 0,0810326 mg
414,6066
Menit ke-60 =
1000

= 0,4146066 mg

99,0380
Menit ke-75 =
1000

= 0,099038 mg

87,3503
Menit ke-90 =
1000

= 0,0873503 mg

3. Suhu 500C

425,3467
Menit ke-0 =
1000

= 0,4253467 mg

450,9333
Menit ke-15 =
1000

= 0,4509333 mg

315,7348
Menit ke-30 =
1000

= 0,3157348 mg

375,4369
Menit ke-45 =
1000

= 0,3754369 mg
368,4875
Menit ke-60 =
1000

= 0,3684875 mg

422,1878
Menit ke-75 =
1000

= 4221878 mg

316,0507
Menit ke-90 =
1000

= 0,3160507 mg

4. Suhu 600C

323,0001
Menit ke-0 =
1000

= 0,3230001 mg

345,4279
Menit ke-15 =
1000

= 0,3454279 mg

352,0615
Menit ke-30 =
1000

= 0,3520615 mg

421,5561
Menit ke-45 =
1000

= 0,4215561 mg
365,9604
Menit ke-60 =
1000

= 0,3659604 mg

306,8900
Menit ke-75 =
1000

= 0,30689 mg

359,9586
Menit ke-90 =
1000

= 0,3599586 mg

Nilai a, b, r Amoxicillin :

Suhu Nilai Orde 0 Orde 1 Orde 2


a 0.13969 -1.35609 -1.18694
30 b -0.0009085 0.0014383 0.0044316
r -0.21863 0.08857 0.212441
a 0.05234 -1.57892 -0.74048
-
40 b 0.001541 0.01006
0.0082049
r 0.37110 0.65345 -0.38347
a 0.417663 -0.38124 -2.65292
-
50 b -0.0007919 0.0052769
0.0008978
r -0.47914 -0.46905 0.48922
a 0.34844 -0.45938 -2.02839
60 b 0.00011356 0.0001315 0.010195
r 0.10079 0.09724 0.19237

Keterangan :

1. Orde o : regresi antara waktu dan konsentrasi (C)

2. Orde 1 : regresi antara waktu dan log C


3. Orde 2 : regresi antara waktu dan 1/C

r
Orde
30 40 50 60
0 -0.21863 0.37110 -0.47914 0.10079
1 0.08857 0.65345 -0.46905 0.09724
2 0.13600 -0.38347 0.48922 0.19237

Mengikuti Orde ke-2

Suhu B K
30 0.0044316 0.0044316
40 -0.0082049 -0.0082049
50 0.0052769 0.0052769
60 0.010195 0.010195

Keterangan :

1. Nilai B didapat dari perhitungan orde 2 (regresi antara

waktu dan 1/C pada masing-masing suhu)

2. Nilai k untuk orde 2 adalah B = k

Suhu Suhu (K) T 1/T (x) K LOG K


25 298 0.0033557 0.31221 -0.50554
30 303 0.0033003 0.0044316 -2.35343
-
40 313 0.0031949 2.08592
0.0082049
50 323 0.003096 0.0052769 -2.27762
60 333 0.003003 0.010195 -1.99161

Perhitungan :

1. Suhu (K) = 273 + suhu (0C)

a. Suhu 250C = 273 + 25

= 2980K

b. Suhu 300C = 273 + 30

= 3030K
c. Suhu 400C = 273 + 40

= 3130K

d. Suhu 500C = 273 + 50

= 3230K

e. Suhu 600C = 273 + 60

= 3330K

2. Nilai 1/T (x)

1
a. Suhu 250C =
298

= 3,35570 x 10-3

1
b. Suhu 300C =
303

= 3,30033 x 10-3

1
c. Suhu 400C =
313

= 3,19488 x 10-3

1
d. Suhu 500C =
323

= 3,09597 x 10-3

1
e. Suhu 600C =
333

= 3,00300 x 10-3
3. Nilai k

a. Nilai k untuk orde 2 adalah B = k

b. Perhitungan untuk suhu 250C

Untuk dapat nilai k pada suhu 250C, maka diregresikan

antara x dan log k. Didapatkan nilai :

a = -10.6856

b = 3033.606

r = 0.18037

Y = a + bx

= -10.6856 + (3033.606) x 0.00335570

= -0.50554

Jadi Y = log k

= -0.50554

K = antilog k

= 0.31221

4. Nilai log k (log dari nilai k)

Perhitungan Waktu paruh (t1/2) dan waktu kadaluarsa (t90) :

C0 = 125 mg/5 ml (sirup amoxicilin)

= 25000 ppm

1
t1/2 =
C0.k

1
=
25000 x 0.31221

= 1.28118 x 10-3 menit

1 C0
t90 = x
9 k

1 25000
= x
9 0.31221

25000
=
2.80989

= 8897,14 menit

= 148,28 jam

= 6,17 hari

IV.2 Pembahasan

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk

mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan

yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, kualitas,

kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode

penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan

efek terapi yang baik dan menghindari efek toksik. Salah satu

aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah

evaluasi kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah

perlu bahwa pengkajian awal ini dihubungkan dengan

menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui.


Kestabilan suatu zat merupakan factor yang harus

diperhatikan yaitu pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu

hasil dari pembuatan sediaan farmasi itu khususnya obat dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu

bersifat toksik sehingga sangat atau dapat membahayakan

pada konsumen.

Energi aktivasi (Ea) yaitu kemampuan suatu sediaan untuk

dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus

ditentukan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi

pada suhu tinggi, dengan membandingkan dua harga konstanta

penguraian zat pada temperatur atau suhu yang berbeda

sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya.

t1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu

waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika

disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi atau

waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi

setengahnya.

t90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas

waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena

diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

Faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan farmasi

tergantung pada profil sifat fisika dan kimia. Faktor utama

lingkungan dapat menurunkan stabilitas diantaranya temperatur


yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan

mikroorganisme. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi

stabilitas suatu obat adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, dan

bahan tambahan kimia.

Aplikasi stabilitas obat dalam bidang farmasi yakni

kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan

dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini

penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam

jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima

pasien berkurang. Adakalanya hasil urai tersebut bersifat toksis

sehingga membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu

diketahui faktor-faktor mempengaruhi kestabilan suatu zat

sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat

sehingga kestabilan obat terjaga.

Pada percobaan ini sampel yang digunakan yaitu Dry

Syrup Amoksisilin. Variasi suhu yang digunakan dalam

percobaan yaitu 30oC, 40oC, 50oC dan 60oC, dimana maksud

dari dilakukannya variasi suhu tersebut yaitu agar diketahui

pada suhu berapa suatu sediaan secara optimum dapat stabil

dan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap

kecepatan reaksi suatu obat.


Variasi waktu yang digunakan dalam percobaan yaitu 0,

15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit, dimana maksud dilakukannya

variasi waktu tersebut yaitu untuk mengetahui dimana pada

setiap waktu, kestabilan suatu sediaan atau obat makin

berkurang atau batas kadaluarsa obat semakin cepat.

Pada percobaan ini dilarutkan dry sirup amoxicillin dengan

air sebanyak 60 ml. Saring terlebih dahulu sirup amoxicillin

kemudian masukkan hasil saringan sirup amoxicillin ke dalam

vial sebanyak 10 ml. Kemudian ambil vial-vial tersebut

masukkan dalm oven pada suhu 300 C, 400 C , 500 C dan 600

C. Pada menit ke 0, 30, 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit di

ambil 1 vial dan di ukur absorbannya pada spektrofotometer.

Mekanisme kerja spektrofotometer yaitu sinar dari sumber

sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu

melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis

dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan

menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh

detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya

dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan

adalah absorban atau transmitan).

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil bahwa

amoxicilin mengikuti orde ke-2. Waktu paruh (t1/2) adalah


1,28118 x 10-3 menit dan t90 adalah 8897,14 menit atau 6,17

hari.

Adapun faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam

percobaan ini yaitu :

a. Kekurangtelitian praktikan pada saat mengamati

lamanya penyimpanan.

b. Kurang tepat pada saat pembuatan larutan baku.


BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan farmasi

tergantung pada profil sifat fisika dan kimia. Faktor utama

lingkungan dapat menurunkan stabilitas diantaranya

temperatur yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban,

oksigen dan mikroorganisme. Beberapa faktor lain yang

juga mempengaruhi stabilitas suatu obat adalah ukuran

partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia.

2. t90 amoxicilin adalah 8897,14 menit atau selama 6,17 hari.

3. t1/2 amoxicilin adalah 1,28118 x 10-3 menit.

V.2 Saran

Sebaiknya selama praktikum,praktikan harus menjaga

kebersihan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Penuntun praktikum farmasi fisika , UMI. Makassar

Ansel, Howard C. 1985. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI


EDISI 17. UI press. Jakarta.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta :


Departemen Kesehatan Indonesia.

Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.
Edisi III. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta.

Martin, aflred, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 2008.


Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu
Farmasetika Edisi Ketiga, Jilid 2. Jakarta : UI-Press.

Parrot, Eugene L. 1968. Pharmaceutical Technology. Penerbit


Burgess Publishing Company : Iowa.

Voight, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada


University Press, Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai