Laporan Kasus III Ulkus Pedis Ec Diabetes Mellitus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS III

ULKUS PEDIS SINISTRA

PENULIS

Wahyu Sholekhuddin

1102009295

PEMBIMBING

dr. Herry Setya Yudha Utama Sp. B MHkes FinaCs

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

PERIODE 11 Agustus 2014 – 18 Oktober 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Wahyu Sholekhuddin

NIM 1102009295

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

FK Universitas YARSI

Judul laporan kasus : Ulkus pedis sinistra

Pembimbing : dr. Herry Setya Yudha Utama Sp. B MHkes FinaCs

Cirebon, september 2014

Pembimbing

dr. Herry Setya Yudhautama Sp. B


MHkes FinaCs
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996
di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik
dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan
umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup.
Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki yang
disebut sebagai kaki diabetik. Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah
ortopedi Rumah Sakit Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling
sering dialami pengidap diabetes adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang
kini disebut kaki diabetes.
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih
besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini
disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya
perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang
ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini.
Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah,
debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-
obat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab
amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di dunia
industri. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang
dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstremitas bawah
15 – 46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita diabetes mellitus. Lagi pula komplikasi kaki adalah alasan
tersering rawat inap pasien dengan diabetes, berjumlah 25% dari seluruh
rujukan diabetes di Amerika Serikat dan Inggris.
BAB II
STATUS PENDERITA

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. R
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Kedawung
Status perkawinan : menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 26 agustus 2014
No. Reg :

2.2 ANAMNESA
1. Keluhan utama : Luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke UGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan terdapat
luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu, luka terjadi karena tersandung.
Pasien mengatakan luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa
sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal. Pasien juga mengatakan
telapak kaki tersebut menjadi bengkak sejak 1 minggu ini.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya banyak
tapi berat badannya semakin menurun, dan pasien sering merasa haus, minum ±
3,5 liter/hari. pasien juga mengatakan sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr).
Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.
Pasien sudah memeriksakan lukanya ke puskesmas tumpang, dan dirujuk
ke RSUD Arjawinangun.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama
sebelumnya Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : (+) dengan pengobatan glibenklamid
yang tidak teratur.
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa
:. Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : (+)
Riwayat alergi : disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : tampak lemah
2. Vital Sign
tensi : 140/80 mmHg
nadi : 98 x/mnt
RR : 18 x/mnt
suhu : 37 0C
3. Status Generalis
Kepala
Bentuk mesocephal
Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-),
pharing hiperemis (-).
Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa, nyeri tekan (-)

4. Status lokalis
Regio ekstremitas dextra et sinistra
Inspeksi : Regio Dorsalis Pedis Sinistra tampak luka ±5 cm x 10 cm,
bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+).kulit
sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+).
Palpasi : nyeri tekan (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah lengkap
Laboratorium darah
Hemoglobin 9,6 g/dl [L: 13,5-15 P: 12-14]
Lekosit 16.040 sel/cmm [4.000-11.000]
Trombosit 448.000 sel/cmm [150.000-450.000]
Hematokrit 28.4 %
Gula darah sewaktu 251 mg/dl [ < 140]
2.5 RESUME
Ny.R, 54 tahun, dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 1 minggu
yang lalu, luka terjadi karena tersandung. Luka berwarna merah kehitaman, luka
tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga
bengkak sejak 1 minggu ini.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat
tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK
(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.
Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka ±5 cm x 10 cm, bentuk tidak
beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+).kulit sekitar tepi luka
berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 251 mg/dl.

2.6 DIAGNOSA
Diabetes mellitus type 2 dengan Ulcus pedis sinistra

2.7 PENATALAKSANAAN
A. Non farmakologis
- Edukasi
- Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita
- Olahraga
B. Farmakologi
Cefazolin IV 2 X 1 gr
Ketorolac IV 3 X30 mg
Metronidazol IV 3 X 500mg
C. Operatif : - Pro: Debridement (pedis dextra)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINIS DIABETES MELLITUS


Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa
gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa
yang rendah sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di
dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan
kadar glukosa didalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa
kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadin
gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM
tipe 2). 1,2,3

3.2 DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS


Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polofagi, lemas dan berat badan yang
menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan,
gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada
pasien wanita.4
Pada kasus ini, seorang laki-laki dengan usia 52 tahun yang dirawat
dibangsal bedah RSUD kanjuruhan didiagnosis diabetes mellitus dengan
ulkus pedis dextra. Diketahui kurang lebih 5 tahun pasien telah mengalami
gejala khas dari DM namun pasien menyatakan tidak teratur minum obat.
Secara kebetulan karena luka dikakinya yang tidak sembuh, kurang lebih 1
bulan yang lalu pasien pernah di periksa kadar gulanya dan mencapai
500mg/dL. 1 tahun sebelumnya, pasien mengaku makannya banyak karena
sering lapar, sering haus, dan sering buang air kecil. Keluhan lain yang
dirasakan adalah sering kesemutan pada kakinya, dan badan lemas. Kadar
glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala khas,
seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan ,serta mudah
terkena penyakit infeksi.

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika 5 :


1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang
memilikitanda klinis diabetes mellitus, atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupankalori
selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban
glukosa oral 75g.

3.3 ULKUS DIABETIKUM


Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus
yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya
terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka
berupa adanya ulkus diabetik pada punggung kaki kanan sudah mencapai
tendon atau tulang sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat
dimasukkan pada derajat III klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner.
Sedangkan pada kaki kiri terdapat gangren pada seluruh kaki sehingga dapat
dimasukkan pada derajat V klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner.
Namun untuk menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan
rontgen pada kaki kanan pasien yang mengalami ulkus untuk melihat
kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.
1. Klasifikasi Menurut Wagner
Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut : 6,7,12
o Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh
o Derajat I : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit
o Derajat II : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan
tulang
o Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang
dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa
osteomyelitis
o Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit
o Derajat V : gangren seluruh kaki
Gambar 4. Perkembangan Ulkus8

2. Patogenesis
a. Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem
saraf pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena
abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih
dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal
tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang
nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah
posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan
menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan
adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini
memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya
mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.
Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan
rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri),
nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan
posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan
bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
b. Sistem Vaskuler
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien
DM. Dua kategori kelainan vaskuler :
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran
sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan
adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih
berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan
puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh
darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang
dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun
sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut,
terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor yang menerangkan
terjadinya akselerasiaterogenesis meliputi kelainan metabolisme
lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,
arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat
hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non
enzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan
membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh
darah.
Gambar 4. Kaki Iskemik12
c. Sistem Imun.
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan
monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan
(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme
intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama
penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya.
Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian
fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman
tersebut oleh radikal bebasoksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.
Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui
proses hexosemonophosphate shunt yang memerlukan NADPH
(nicotinamideadenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan
hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah
menjadi sorbitol, dan prosesini membutuhkan NADPH. Akibat dari
proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan
H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan
lebih parah apabila regulasi DM memburuk.
d. Proses Pembentukan Ulkus
Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh
adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri
menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi
efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler,
imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisma saling
berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakankolonisasi di daerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8

Gambar 5. Patogenesis Ulkus Diabetik12


3. Pengelolaan
Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus
dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa
darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and
ComplicationTrial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study
(UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah,
komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi. 6
Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan
cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan
anti-hiperglikemi. Salah satu obat anti-hiperglikemi yang diberikan pada
pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid
pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi
pada kaki kanannya.
Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain:9
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM dengan kehamilan
4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV)
5. DM dengan gangguan faal hati yang berat
6. DM dan TB paru yang berat
7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren)
8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM
9. DM dan operasi
10. DM dengan patah tulang
11. DM dengan underweight
12. DM dan penyakit gravid

Pada pasien ini untuk perawatan luka infeksi dilakukan dengan


dressing menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu
menggunakan semprotan metronidazole sebagai antibiotika topikal.
Penanganan infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad
spectrum dan narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral
maupun secara injeksi seperti cefotaxime. Menurut adam (1998) pada
keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan
semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya
disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering
disertai kuman anaerob.6
Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik
meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau
mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada
pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan
penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan
pencernaan.6, 10
Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat
mengering,resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa
darah tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi
dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan
diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al11 meneliti bahwa kepuasan
pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lebih tinggi pada
mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu
penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi
rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan
dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan
timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12

4. Tindakan Bedah
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat
sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu:7
- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus
- Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan
bedah mayor misalnya amputasi.
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah.
Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang
mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai
adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan
ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang
tumbuh.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut
tingkatan sebagai berikut:
 jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)
 mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
 osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi
 amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)
 amputasi transmetatarsal
 amputasi syme
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi
bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau
mutilasi adalah :
 membuang jaringan nekrotik
 menghilangkan nyeri
 drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
 merangsang vaskularisasi baru.
 rehabilitasi yang terbaik8

5. Pencegahan
Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup
untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi
dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos
kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau
alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas
kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet,lepuh,
dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebasdapat
menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma
minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih lanjut
serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegahpembentukan
ulkus.Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain:
 Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-
jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
 Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama
diantarajari.
 Gunakan cream atau lotion pelembab
 Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.
 Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh
keproksimal.
 Jangan merokok
 Hindari suhu ekstrem8

BAB IV
KESIMPULAN

Ny.R, 54 tahun, dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 1 minggu
yang lalu, luka terjadi karena tersandung dan kuku. Luka berwarna merah
kehitaman, luka tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal,
kaki juga bengkak sejak 1 minggu ini.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat
tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK
(kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.
Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka ±5 cm x 10 cm, bentuk tidak
beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+). kulit sekitar tepi luka
berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 251 mg/dl.
Pasien didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 dengan Ulcus pedis sinistra,
dengan penatalaksanaan debridement.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal
571-705.
2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrison’s Principles of internal medicine,
International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.
3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330
4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997
5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,
American Family Physician, November 1, 2002.
6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24.
7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of
Endocrinology, Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s):
William L Isley, MD, Senior Associate Consultant, Associate Professor of
Medicine, Division of Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition,
Mayo Clinic of Rochester
8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of
New York School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease
Division, Winthrop-University Hospital
http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview Diabetic Ulcers
9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest
Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing
Center, Department of Surgery, Northwest Medical
Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview

Anda mungkin juga menyukai