Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman Serangga
BIODIVERSITAS
Kata biodiversitas pertama kali digunakan sebagai bio diversitas yang
merupakan singkatan dari diversitas biologi atau keanekaragaman hayati
digunakan tahun 1986 (Wilson, 1997). Keanekaragaman merupakan kata yang
tepat untuk menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda yang dapat
terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur danlainnya. Pada
dasarnya semua makhluk hidup memiliki keanekaragaman. Keanekaragaman
makhlukhidup dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri antar makhluk hidup.
Keanekaragaman ada yang terjadi secara alami dan ada juga yang terjadi secara
buatan. Keanekaragaman alami merupakankeanekaragaman yang terjadi akibat
adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan ligkungannya.
Keanekaragaman hewan menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk,
struktur tubuh, warna, jumlah, dan sifat lainnya di suatu daerah. Sumber alam
hayati merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan hidup, yang
menjadikan lingkungan ini hidup dan mampu menghidupkan manusia dari generasi
ke generasi. Banyak hewan sebagai produksi pangan, sandang, bahan industri dan
tenaga pengangkut dan bahan hiasan. Kita patut bersyukur kepada kepada Tuhan,
karena alam semesta ini diserahkan kepada manusia untuk diambil hikmahnya,
diolah, dimanfaatkan secara lestari keberadaannya, baik secara In Situ maupun Ex
Situ.
Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas. Ukuran keanekaragaman dan penyebabnya mencakup sebagian besar
pemikiran tentang ekologi. Hal itu terutama karena keanekaragaman dapat
menghasilkan kestabilan dan dengan demikian berhubungan dengan sentral
ekologi.
Konsep komunitas adalah suatu prinsip ekologi yang penting yang menekan
keteraturan yang ada dalam keragaman organisme hidup dalam habitat apapun.
Suatu komunitas bukan hanya merupakan pengelompokan secara serampangan
hewan dan tumbuhan yang hidup secara mandiri satu sama lain namun
mengandung komposisi kekhasan taksonomi, dengan pola hubungan tropik dan
metabolik yang tertentu. Konsep komunitas sangatlah penting dalam penerapan
praktis prinsip-prinsip ekologi karena cara terbaik untuk mendorong atau
membasmi pertumbuhan suatu organisme adalah memodifikasi komunitas dan
bukannnya menanganinya secara langsung. Diantara banyak organisme yang
membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies atau grup yang
memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan
komunitas. Kepentingan relatif dari oganisme dalam suatu komunitas tidak
ditentukan oleh posisi taksonominya namun oleh jumlh, ukuran, poduksi dan
hubungan lainnya (Michael, 1990).
Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup
yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat
dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasakan pada pembedaan zona atau
gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien
lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam terbentuk oleh
perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungan. Angka perbandingan
antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam suatu komunitas dinyatakan
sebagai keragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan
beragam dengan komunitas berbeda. Keragaman sangatlah penting dalam
menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam oleh turut
campurnya manusia (Michael, 1990).
Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu
yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik
bagi seorang ekolog adalah ukuran dan rapatannya. Jumlah individu dalam
populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu daerah
atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian
(mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota
mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang
penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam
sebaan umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam populasi (Odum,
1993). Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti
persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam
sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia.
Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki
peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan
detrivor (Bayu, 2011).
BIODIVERSITAS SERANGGA
Serangga adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang
bertungkai enam (tiga pasang), karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari
bahasa Yunani yang berarti berkaki enam). Kajian mengenai kehidupan serangga
disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia)
yang dibagi lagi menjadi 29 ordo.
Data diversitas serangga yang telah ditemukan. Lebih dari 800.000 spesies
insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000
spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan
ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000
spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera),
dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera).
1. Ordo Lepidoptera ketika fase larva memiliki tipe mulut pengunyah, sedangkan
ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat dapat dijumpai di
pepohonan.
2. Ordo Collembola memiliki ciri khas yaitu memiliki collophore, bagian yang
mirip tabung yang terdapat pada bagian ventral di sisi pertama segmen abdomen.
Ada beberapa dari jenis ini yang merupakan karnivora dan penghisap cairan.
Umumnya Collembolla merupakan scavenger yang memakan sayuran dan jamur
yang busuk, serta bakteri, selain itu ada dari jenis ini yang memakan feses
Artropoda, serbuk sari, ganggang, dan material lainnya.
3. Ordo Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan termasuk herbivore.
Habitatnya adalah di permukaan tanah, dengan membuat lubang, selain itu juga
membuat lubang pada kulit pohon, dan ada beberapa yang membuat sarang pada
dedaunan .
4. Ordo Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa spesies sebagai
predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah. Ciri khas yang dapat
dijumpai yaitu sayap depan le bih keras dari sayap belakang.
5. Ordo Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya bersegmen terdiri
atas toraks dan abdomen. Abdomennya terdapat bagian seperti garpu. Ordo
Diplura memiliki mata majemuk, tidak terdapat ocelli, dan tarsinya terdiri atas satu
segmen. Habitatnya di daerah terrestrial, dapat ditemukan di bawah batu, di atas
tanah, tumpukan kayu, di perakaran pohon, dan di gua. Ordo ini merupakan
pemakan humus.
6. Ordo Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap. Ada beberapa
yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan pada tumbuhan.
Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun manusia. Ordo ini
banyak ditemukan di bagian bunga dan daun dari tumbuhan, kulit pohon, serta
pada jamur yang busuk.
7. Ordo Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini termasuk
karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat kanibal atau suka
memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan. Biasanya ditemukan di
sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah bebatuan.
8. Sub kelas Diplopoda memiliki ciri tubuh yang panjang seperti cacing dengan
beberapa kaki, beberapa memiliki kaki berjumlah tiga puluh atau lebih, dan
segmen tubuhnya menopang dua bagian dari tubuhnya. Hewan jenis ini memiliki
kepala cembung dengan daerah epistoma yang besar dan datar pada bagian
bawahnya.
Habitatnya adalah di lingkungan yang basah, seperti di bawah bebatuan,
menempel pada lumut, di perakaran pohon, dan di dalam tanah. Tipe mulutnya
adalah pengunyah. Beberapa dari jenis ini merupakan scavenger dan memakan
tumbuhan yang busuk, selain itu ada beberapa yang merupakan hama bagi
tanaman.
Indeks Dominansi
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya spesies atau
grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan
keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam suatu komunitas
tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran, produksi dan
hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh
indeks keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan
menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan
fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu
berdasarkan pada pembedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah
tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas
karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika
lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies an jumlah total individu dalam
suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan dengan
kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992).
KARAKTERISTIK SERANGGA
Karakteristik Morfologi
Umumya tubuh serangga terbagi atas 3 ruas utama tubuh (caput, torak, dan
abdomen). Morfologi Serangga pada bagian kepala, terdapat mulut, antena, mata
majemuk (faset) dan mata tunggal (ocelli). Pada bagian torak, ditemukan tungkai 3
pasang dan spirakel. Sedangkan di bagian abdomen dapat dilihat membran
timpanum, spirakel, dan alat kelamin (Arnest dkk 1981)
Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat
ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk,
mata tunggal (ocelli), postgena, dan antenna Sedangkan toraks terdiri dari protorak,
mesotorak, dan metatorak dan embelan-embelannya. Dibagian ini ditemukan letak
tungkai dengan ruasruasnya seperti coxa, throchanter, femur, tibia, tarsus dan
pretarsus. Sayap dengan letak pembuluh membujur dan melintang, notum pleuron,
sternum, pescutum, scutum, dan postscutellum.
Abdomen serangga berruas-ruasnya dengan embelan-embelan, serta alat
kelamin. Letak tergum, pleural membran, sternum, spirakel, epiproct, cercus,
paraproct, valvula 1,2,3 dan valviler 1 & 2 dan ovipositor dapat dengan mudah
terlihat dan ditentukan pada belalang (Valanga nigricornis sp).
Karakteristik Populasi Serangga
Populasi adalah sekelompok individu dari satu spesies yang sama berada
pada tempat dan waktu tertentu (Jarvis, 2000). Odum (1998) mendefisikan
populasi sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari sepesies yang sama
(atau kelompok-kelompok lain dimana individu-individu dapat bertukar informasi
genetiknya) yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki atau sifat yang
merupakan milik kelompok dan bukan merupakan sifat milik indifidu didalam
kelompok itu. Smith (2006) menyatakan bahwa definisi populasi mempunyai dua
ciri yang spesifik. Pertama,populasi merupakan kumpulan indifidu-indifidu yang
sama. Definisi tersebut menunjukkan kemampuan untuk melakukan perkawinan
antara anggota populasi, kedua, populasi adalah suatu konsep ruang, sehingga
memerlukan batas wilayah. Jarvis (2000) menambahkan bahwa perlu
dipertimabanggkan wilayah tersebut, mungkin luas atau sempit dan jelas atau tidak
jelas untuk didefinisikan.
Batas populasi lebih mudah didefinisikan dibandingkan kenyataannya di
lapangan dan pada spesies yang berpindah-pindah, sangat sulit untuk menentukan
batas wilayah yang spesifik (Suheryanto, 2008).
Sekumpulan dari populasi lokal yang berinteraksi dalam wilayah yang luas akan
membentuk metapopulasi (Smith dan Smith, 2006). Menurut Jarvis (2000),
metapopulasi adalah kelompok populasi dari suatu populasi, yang akan
terbentuk pada saat ada banyak atau sedikit populasi terpisah, tetapi masih
mempunyai tingkat penyebaran dan perkawinan yang sama. Populasi mempunyai
karakteristik biologi dan karakteristik kelompok. Karakteristik biologi merupakan
sifat yang dimiliki oleh individu-individu menyusun populasi tersebut.
Karakteristik biologi yang terdapat di populasi adalah pertahann diri (kemampuan
keturunan yang ditinggalkan untuk bertahan dalam jangka waktu lama), struktur
organisasi (adanya pembagian kerja dan stratifikasi kasta) dan sejarah hidup
(tumbuh dan berkembang).
Karakteristik kelompok timbul sebagai akibat dari aktifitas kelompok, yang
termasuk karakteristik kelompok adalah densitas (kepadatan), natalitas (laju
kelahiran), mortalitas (laju kematian) dan dipersi. Populasi memliki dua atribut,
yaitu atribut biologik dan atribut kelompok. Yang termasuk atribut biologik ialah
sejarah hidup, bertumbuh, berdiferensiasi,mempertahankan dirinya dan memiliki
organisasi tertentu. Atribut-atribut ini juga dimiliki oleh individu dari populasi itu.
Atribut-atribut kelompok adalah kepadatan, pertumbuhan dan daya dukung,
natalitas (angka kelahiran), mortalitas (angka kematian), sebaran umur, potensi
biotik dan dispersi dan bentuk pertumbuhan, atribut-atribut kelompok ini tidak
dimiliki oleh individu-individunya (Oka, 2005).Yang lebih penting untuk diketahui
dari kepadatan atribut kelompok ialah apakah suatu populasi bertambah atau
berkurang jumlahnya, jadi kepadatannya berubah, dalam saat- saat tertentu.
Perubahan kepadatan suatu populasi dapat terjadi karena ada angka kelahiran
(individu-individunya beranak), angka kematian (sejumlah individu tua atau sakit,
dimangsa musuhnya dan lain-lain), atau terjadi suatu imigrasi (sejumlah populasi dari
lain tempat bergabung dengan populasi tersebut), atau dan sejumlah individu yang
berimigrasi ke lain tempat.
b. Perbandingan kelamin
Perbandingan jenis kelamin antara jumlah serangga jantan dan betina yang
diturunkan serangga betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara jenis betina
dan jenis jantan dari keturunan penggerek batang (Tryporyza) adalah dua
berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu perbandingan yang
menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan
meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan
dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah
jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina. Perbedaan jenis kelamin ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan
kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir
jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak
di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan
secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun
jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang dibuahi (Natawigana,
1990).
e. Makanan
Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kualitas yang cukup bagi
serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat.
Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat
menurun.
Faktor Hayati / Bologi
Faktor hayati atau faktor biologi berupa predator, parasit, potogen atau musuh-
musuh alami bagi serangga.
a. Predator
Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau
serangga lain. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu
yang salah satu diantara individu tersebut menyerang atau memakan individu
lainnya satu atau lebih spesies, untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan
dengan berulang-ulang. Individu yang diserang disebut mangsa.
b. Parasit
Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal,
berlindung atau maka di atau dari individu lainnya yang disebut inang, selama
hidupnya atau sebagian dari masa hidupnya. Bagi parasit, inang adalah habitatnya
sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya, selainitu pada
umumnya parasit memerlukan suatu individu inang bagi pertumbuhannya, apakah
dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya,
sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya. Predator pada
umumnya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan
parasit tidak banyak bergerak, agak menetap dan cenderung memiliki daur hidup
yang pendek. Demikian pula ukuran tubuh predator lebih besar bila dibandingkan
dengan mangsanya, sedangkan parasit pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan inangnya (Natawigena, 1990).
Serangga memiliki peran yang sangat penting, secara tidak sengaja polen
atau serbuk sari menempel dan terbawa pada tubuh serangga hingga polen tersebut
menempel pada kepala putik bunga lain dan terjadilah proses polinasi. Seperti yang
disampaikan oleh Satta et al., (1998) dalam laporannya bahwa lebah lokal memiliki
peranan penting pada proses polinasi dari bunga Sulla (Hedysarum conorarium L.)
di daerah Mediterania. Lebah lokal anggota ordo Apidae (A. mellifera) dan ordo
Anthoporidae (E. numida) mampu meningkatkan prosentase terjadinya polinasi
silang serta miningkatkan produksi biji tumbuhan sulla. Williams I.H.(2002) juga
menambahkan dalam laporannya bahwa lebih dari 140 spesies tanaman di Eropa,
diuntungkan dengan adanya peran serta serangga dalam proses penyerbukan atau
polinasi. Lebah atau serangga jenis lain secara tidak sengaja membawa pollen dari
satu bunga ke bunga vlainnya, sehingga sangat membantu proses polinasi.
Penyerbukan yang dilakukan oleh serangga (entomophyli) dianggap sebagai
dampak sampingan dari kegiatan pencarian pakan berupa nektar dan pollen oleh
serangga, artinya kegiatan tanpa sengaja yang dilakukan oleh serangga. Lebah
misalnya, ketika sedang hinggap pada bunga untuk mendapatkan nektar dan
pollen, secara tidak sengaja memboyong serbuk-serbuk sari yang menempel pada
korbikula-nya. Jika ia hinggap pada bunga yang lain, serbuk sari tadi secara tidak
sengaja akan gugur dan jatuh ke dalam liang bunga betina, dan terjadilah
penyerbukan
Manfaat serangga antara lain sebagai penyerbuk (pollinator) andal untuk
semua jenis tanaman. Di bidang pertanian serangga berperan membantu
meningkatkan produksi buah-buahan dan biji-bijian. Produksi buah-buahan dan
biji-bijian meningkat sebesar 40 % berkat bantuan serangga dengan kualitas yang
sangat bagus. Di Eropa dan Australia berkembang jasa penyewaan koloni serangga
untuk penyerbukan yang melepas kawanan lebah menjelang tanaman berbuah.
Menurut salah satu ahli anggrek Indonesia, Sutarni M Soeryowinoto, warna
anggrek menyebabkan daya tarik berbagai serangga untuk datang. Tiap warna
tertentu akan dikunjungi oleh jenis serangga tertentu pula. Contohnya lebah, lebih
menyukai bunga yang berwarna biru. Seekor lalat akan menghampiri bunga yang
berwarna putih, sedangkan kumbang lebih tertarik pada warna kuning . Menurut
dia, bau bunga yang khas dapat menarik serangga lainnya. Seperti kupu-kupu yang
mampu mencium dari jarak puluhan kilometer jauhnya. Hadirnya berbagai jenis
serangga pada tanaman yang sedang berbunga memberi manfaat yang
menguntungkan. Pada saat serangga hinggap di bunga dan menghisap sari
bunganya, maka terjadi proses penyerbukan. Penyerbukan itu terjadi secara alami
tanpa bantuan manusia.
SERANGGA SEBAGAI PENGENDALIAN HAYATI
POPULASI GULMA
Pemakan (eater) merujuk pada aktivitas makan dari serangga pada bagian-
bagian tanaman, misalnya pada daun, di dalam batang, di dalam polong, dan
sebagainya. Menurut teori biologi, sama halnya dengan organisme yang lain,
mereka makan karena membutuhkan bahan-bahan tertentu bagi upaya pelestarian
keturunan (fungsi reproduksi), misalnya nitrogen. Pada tataran selanjutnya,
serangga herbivora ini menjadi pakan bagi serangga atau organisme karnivora
yang lain (insektivora). Nah, di sinilah serangga herbivora menjadi untaian rantai
makanan yang penting, yaitu menghubungkan antara tumbuhan dan serangga
karnivora. Jika sudah demikian, maka serangga pemakan tumbuhan menjadi
komponen yang penting dan harus ada! Itulah sebabnya, banyak ahli konservasi
yang menyatakan bahwa: herbivora harus tetap ada di alam, paling tidak, sekadar
untuk memberi makan musuh alami (salah satu hakikat meng-konservasi musuh
alami).
Pada peran inilah, serangga herbivora sering dianggap menguntungkan bagi
manusia, terutama jika dihubungkan dengan pengendalian populasi gulma.
Beberapa contoh serangga pemakan gulma misalnya lalat Argentina,
Procechidochares connexa dan ngengat Pareuchaetes pseudoinsulata (pemakan
Gulma Siam), ngengat Cactoblastis cactorum pemakan Gulma Opuntia dan
sebagainya. Tetapi jangan lupa, istilah gulma sendiri sifatnya relatif, sehingga
istilah “menguntungkan” atau “merugikan” juga bersifat relatif.
Banyak jenis tanaman asing (eksotik) yang masuk ke lokasi geografi baru
tanpa disertai dengan musuh alaminya. Tanpa kehadiran musuh alaminya, tanaman
eksotik akan leluasa mengkolonisasi habitat buatan dan/atau alami sehingga
menjadi hama atau gulma (tanaman pengganggu). Adalah tepat jika gulma
didefinisikan sebagai tanaman yang berada di tempat yang salah atau tanaman
yang tidak diinginkan keberadaanya di suatu tempat.
Agen pengendali hayati gulma yang paling sering digunakan adalah serangga
herbivor. Serangga herbivor dapat memakan berbagai bagian tanaman. Serangga
mungkin pula merusak tanaman dengan melubangi batang atau akar ketika
meletakkan telurnya. Serangga herbivor dapat pula mengendalikan gulma dengan
jalan mentransmisikan penyakit (patogen) tanaman.
SERANGGA PEMANGSA
Pemilihan Mangsa
Secara tradisional perilaku pemilihan mangsa atau inang dibagi menjadi empat
komponen yang sering kali digabungkan bersama, yaitu penentuan lokasi habitat
mangsa, penentuan lokasi mangsa, penerimaan mangsa, dan kesesuaian hama.
Dalam proses pemilihan mangsa, umumnya pemangsa menggunakan kombinasi
pertanda fisik (penglihatan dan sentuhan) dan pertanda kimiawi (bau dan rasa).
Senyawa kimia semio (semiochemical) adalah senyawa kimia yang digunakan
sebagai media komunikasi makhluk hidup, terdiri atas feromon (pheromone) dan
senyawa kimia allelo (allelochemical). Feromon digunakan untuk komunikasi
intraspesifik, sedangkan senyawa kimia allelo digunakan untuk komunikasi
interspesifik. Senyawa allelo disebut kairomon (kairomone) jika yang menerima
pesan memperoleh keuntungan dan disebut alomon (allomone) jika yang memberi
pesan memperoleh keuntungan dan penerima menderita kerugian. Kecuali itu, ada
sinomon (synomone) yang menguntungkan pemberi dan penerima pesan, serta
apneumon (apneumone) yang dikeluarkan oleh materi tidak hidup dan
menguntungkan penerimanya.
Di samping pertanda visual, senyawa volatil kairomon dan sinomon (sebagai
pertanda kimia) juga merupakan pemikat bagi kehadiran jenis-jenis pemangsa
tertentu di habitat mangsanya.
Untuk beberapa jenis pemangsa, penentuan lokasi mangsa menggunakan
pertanda berupa campuran sinergis senyawa-senyawa yang dihasilkan baik oleh
tanaman maupun mangsa.
Probabilitas sejenis mangsa untuk diterima oleh pemangsa tergantung pada
kualitas jenis mangsa lain yang ada di lingkungannya. Kisaran hama yang diserang
akan lebih sempit apabila hama berkualitas tinggi kelimpahanya tinggi dan
melebar jika kelimpahannya rendah. Pemangsa yang sudah menerima mangsa
mungkin akan melanjutkan dengan memakannya sebagai sumber energi untuk
perkembangan dan reproduksinya. Namun, jika mangsa tidak sesuai karena
kualitas nutrisinya rendah, pemangsa akan menolaknya atau terus melanjutkan
makannya tetapi dengan konsekuensi yang buruk.
Beberapa karakteristik musuh alami, termasuk pemangsa, yang diinginkan
untuk keberhasilan pengendalian hayati adalah sebagai berikut:
Dalam bidang konservasi alam dan manajemen lanskap, struktur dan fungsi
dari alam dan lanskap dapat dicirikan dengan bantuan dari indikator-indikator.
Suatu bidang khusus yang dimaksud adalah bioindikator : organisme-organisme
yang fungsi-fungsi kehidupannya dapat dikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan
tertentu secara sangat dekat sehingga kemudian ia dapat digunakan sebagai
indikasi bagi mereka (Ellenberg et al. 1991 dalam Bastian & Steinhardt, 2002).
Indikasi ini dapat disadari dengan kehadiran atau ketidakhadiran dari spesies
tertentu atau oleh ciri-ciri spesifik seperti bentuk kehidupan dan bentuk
pertumbuhan (perilaku), ritme kehidupan (phenology), kelimpahan, spektrum
spesies, juga oleh keanehan-keanehan material.
Tumbuhan dan hewan menjadi indikator yang baik dalam penelitian lanskap,
sebagai misal dalam mengukur kualitas udara, air dan tanah, dan dalam mendeteksi
polusi dan perubahan lanskap. Bioindikasi kemudian memungkinkan untuk
memperkirakan pengaruh total dari suatu keragaman dari efek-efek non spesifik
yang merusak dan mengilustrasikannya untuk area-area yang lebih besar.
Perilaku ekologis dari spesies tumbuhan dalam lanskap tidak identik dengan
keadaan fisiologis puncaknya. Prinsip relatifitas dalam ekologi berarti bahwa
pentingnya ekologis dari faktor satu tempat untuk suatu organisme (tumbuhan,
hewan, manusia) tidak tergantung hanya pada tingkatnya sendiri (kualitas) dan
pengembangan, tapi dari situasi ekologis secara keseluruhan, yakni dari semua
faktor yang mempengaruhi makhluk hidup ini. Dengan demikian, validitas dari
nilai-nilai indikator dapat dibatasi pada komunitas atau wilayah (tumbuhan)
tertentu. Bahkan di Eropa Tengah pun, perilaku ekologis dan sosiologis dari
tumbuhan sering bermacam-macam antara lanskap yang mengarahkan pada
pentingnya pengkhususan nilai-nilai indikator.
Selain itu, heterogenitas ekologis dari banyak spesies sebaiknya
dipertimbangkan seringnya “ekotipe” yang bermacam dapat dibedakan. Suatu
kesulitan yang lebih adalah reaksi lambat dari banyak spesies pada perubahan
habitat. (Dahmen dan Simon, 1997 dalam Bastian & Steinhardt, 2002).
Bagaimanapun, terdapat banyak aspek-aspek kritis dan pembatasan,
khususnya yang disebabkan oleh masalah-masalah metodologis dan kurangnya
pengetahuan. Rintangan yang serius yang diakibatkan dari mobilitas hewan,
valensi ekologis mereka yang bermacam-macam dan sering tidak diketahui, jumlah
yang tidak terbatas dari spesies, suatu eksistensi yang tersembunyi menyebabkan
observasi pada banyak spesies hanya terjadi dalam periode pendek dan dengan
studi berongkos mahal. (Bastian & Steinhardt, 2002).
Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah dideskripsi (dikenal dalam ilmu
pengetahuan), dan hal ini merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan mahluk
hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan masih ada sekitar 10 juta spesies
serangga yang belum dideskripsi. Peranan serangga sangat besar dalam
menguraikan bahan-bahan tanaman dan binatang dalam rantai makanan ekosistem
dan sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Serangga memiliki kemampuan
luar biasa dalam beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang ekstrem, seperti di
padang pasir dan Antarktika. Walaupun ukuran badan serangga relatif kecil
dibandingkan dengan vertebrata, kuantitasnya yang demikian besar menyebabkan
serangga sangat berperan dalam biodiversity (keanekaragaman bentuk hidup) dan
dalam siklus energi dalam suatu habitat. Ukuran tubuh serangga bervariasi dari
mikroskopis (seperti Thysanoptera, berbagai macam kutu dan lain-lain.) sampai
yang besar seperti walang kayu, kupu-kupu gajah dan sebagainya.
Dalam suatu habitat di hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya
memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya
dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata. Serangga juga
memiliki keanekaragaman luar biasa dalam ukuran, bentuk dan perilaku.
Kesuksesan eksistensi kehidupan serangga di bumi ini diduga berkaitan erat
dengan rangka luar (eksoskeleton) yang dimilikinya, yaitu kulitnya yang juga
merangkap sebagai rangka penunjang tubuhnya, dan ukurannya yang relatif kecil
serta kemampuan terbang sebagian besar jenis serangga. Ukuran badannya yang
relatif kecil menyebabkan kebutuhan makannya juga relatif sedikit dan lebih
mudah memperoleh perlindungan terhadap serangan musuhnya. Serangga juga
memiliki kemampuan bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, dan
keragaman genetik yang lebih besar. Dengan kemampuannya untuk beradaptasi,
menyebabkan banyak jenis serangga merupakan hama tanaman budidaya, yang
mampu dengan cepat mengembangkan sifat resistensi terhadap insektisida.
Dengan mengenal serangga terutama biologi dan perilakunya maka
diharapkan akan efisien manusia mengendalikan kehidupan serangga yang
merugikan ini. Keanekaragaman yang tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi
dan perilaku adaptasi dalam lingkungannya, dan demikian banyaknya jenis
serangga yang terdapat di muka bumi, menyebabkan banyak kajian ilmu
pengetahuan, baik yang murni maupun terapan, menggunakan serangga sebagai
model. Kajian dinamika populasi misalnya, bertumpu pada perkembangan populasi
serangga. Demikian pula, pola, kajian ekologi, ekosistem dan habitat mengambil
serangga sebagai model untuk mengembangkannya ke spesies-spesies lain dan
dalam skala yang lebih besar.(Tarumingkeng, 2001).
Bioindikator Serangga merupakan hewan yang sangat sensitif / responsif terhadap
perubahan atau tekanan pada suatu ekosisitem dimana ia hidup. Penggunaan serangga sebagai
bioindikator kondisi lingkungan atau ekosisitem yang ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis
serangga ini mulai banyak diteliti karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu
ekosistem. Serangga akuatik selama ini paling banyak digunakan untuk mengetahui kondisi
pencemaran air pada suatu daerah, diantaranya adalah beberapa spesies serangga dari ordo
Ephemeroptera, Diptera, Trichoptera dan Plecoptera yang kelimpahan atau kehadirannya
mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut telah tercemar, karena serangga ini tidak dapat
hidup pada habitat yang sudah tercemar. Adapun untuk serangga daratan (‘terrestrial
insect’) studi sejenis telah banyak dilakukan pada berbagai kawasan hutan diberbagai
negera termasuk di kawasan hutan tropis (Shahabuddin, 2003). Ditambahkan oleh Wardhani
(2007) dalam laporannya bahwa, larva Odonata juga berpotensi sebagai bioindikator
pencemaran air, karena larva ini sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Bila kualitas air
sungai sebagai habitatnya tercemar, maka larva odonata akan mati.
Dari segi pengelolaan hutan, peranan serangga perlu diarahkan kepada
pendugaan seberapa jauh serangga tertentu atau dalam hubungan simbiose yang
seperti apakah sehingga serangga mempunyai peran sebagai spesies indikator,
untuk memprediksi tingkat kepunahan spesies lain atau perubahan mikro
lingkungan, habitat maupun ekosistem tertentu. Penggunaan bioindikator akhir-
akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan
adanya keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik lingkungan. Bioindikator
(Indikator biologi) adalah jenis atau populasi tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme yang kehadiran, vitalitas dan responnya akan berubah karena
pengaruh kondisi lingkungan. Setiap jenis akan memberikan respon terhadap
perubahan lingkungan tergantung dari stimulasi (rangsangan) yang diterimanya.
Respon yang diberikan mengindikasikan perubahan dan tingkat pencemaran yang
terjadi di lingkungan tersebut dimana respon yang diberikan dapat bersifat sangat
sensitif, sensitif atau resisten (Speight et.al., 1999).
McGeoch (1998) dalam Shahabuddin, 2003 menyatakan bioindikator atau
indikator ekologis adalah taksa atau kelompok organsime yang sensitif atau dapat
memperlihatkan gejala dengan cepat terhadap tekanan lingkungan akibat aktifitas
manusia atau akibat kerusakan sistem biotik.
Pearson (1994) membagi indikator biologi atas tiga yakni :
1. Jenis indikator, dimana kehadiran atau ketidakhadirannya mengindikasikan
terjadinya perubahan di lingkungan tersebut. Jenis yang mempunyai toleransi yang
rendah terhadap perubahan lingkungan (Stanoecious) sangat tepat digolongkan
sebagai jenis indikator. Apabila kehadiran, distribusi serta kelimpahannya tinggi
maka jenis tersebut merupakan indikator positif, sebaliknya ketidakhadiran atau
hilangnya jenis tersebut merupakan indikator negatif
2. Jenis monitoring, mengindikasikan adanya polutan di lingkungan baik
kuantitas maupun kualitasnya. Jenis monitoring bersifat sensitif dan rentan
terhadap berbagai polutan, sehingga sangat cocok untuk menunjukan kondisi
yang akut dan kronis.
3. Jenis uji, adalah jenis yang dipakai untuk mengetahui pengaruh polutan
tertentu di alam.