Laporan Pendahuluan A. Pengertian
Laporan Pendahuluan A. Pengertian
Laporan Pendahuluan A. Pengertian
A. Pengertian
Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit ginjal yang disebabkan oleh proses
inflamasi pada struktur glomerular sehingga sel darah merah dan protein keluar ke
dalam urin. Glomerulonefritis dapat dibagi berdasarkan penyebabnya yakni primer, bila
tidak ditemukan penyebab lain yang menimbulkan glomerulonefritis, atau sekunder bila
terdapat penyakit lain yang menimbulkan glomerulonefritis (Ehrlich dan Schroeder,
2009).
Glomerulusnefritis akut adalah merujuk pada kelompok penyakit ginjal,di mana
terjadi reaksi peradangan di glomerulus. Glomerulusnefritis bukanlah merupakan
penyakit infeksi pada ginjal,tetapi gangguan akibat mekanisme tubuh terhadap system
imun (DR.Nursalam,2008).
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya
inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel –sel glomerulus akibat proses
imunologi. Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronis. Glomerulonefritis
merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka
morbiditas pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat
kronis dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar bersifat imunologis
( Noer , 2002 ).
Gagal Ginjal: adalah keadaan dimana ginjal gagal untuk berfungsi sebagai
saringan/filter. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kreatinin dalam darah.
Gagal ginjal terbagi menjadi dua yaitu:
1. Gagal ginjal akut :
Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua
ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah
serangan infeksi streptococus. Ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal yang
cepat ditandai dengan kencing sedikit atau kurang dari 400 hingga 500 ml/hari,
gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
2. Gagal ginjal kronik:
Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami
pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi
interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.Berkembang dengan lambat dan
pada awalnya hanya sedikit bergejala. Dapat merupakan komplikasi dari
sejumlah besar penyakit ginjal seperti infeksi ginjal, sumbatan karena batu
ginjal. Tingkat akhir keadaan ini adalah gagal ginjal dimana diperlukan dialisa
atau cuci darah sementara menunggu adanya donor ginjal.
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra
renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus
beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis
akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen dari pada yang lain. Mungkin factor iklim atau alergi yang
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus. GNA juga
disebabkan karena sifilis, keracunan, (timah hitam tridion), penyakit amiloid, trombosis
vena renalis, purpura, anafilaktoid, dan lupus eritematosis.
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa
penyelidik menunjukkan hipotensi sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran
basalis ginjal.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi
dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S.
pyogenes . S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu
Sterptolisin O dan Sterptolisin S.
a. Sterptolisin O
Streptilisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada
oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat
ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada
lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu
antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang
menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin
O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar
antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
b. Sterptolisin S
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka
kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
C. Patofisiologi
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks- kompleks ini
dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel.
Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis
dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks
imun, ditemukan endapan- endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula
pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi
dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt
meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.
Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur
menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan
terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam
glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.
D. Patway
Potensial Infeksi Reaksi Antigen Antibodi
(Streptokokus A)
Vasospasme Pembuluh Proliferasi sel dan Kerusakan Glomerulus
Darah
MK : Cemas
Edema
MK : Kelebihan
Volume Cairan
MK : Kerusakan
Integritas Kulit MK : Intoleransi
Aktivitas
E. Manifestasi Klinis
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak),
mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.
Kaji apakah ada riwayat penyakit seperti adanya keluhan obstruksi pada
saluran kemih (yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap
infeksi ),tumor kandung kemih,striktur,hyperplasia prostatic benigna, dan
diabetes mellitus.penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan. Riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat
lupus eritemateosus.
Pasien mengatakan bahwa badan panas pada hari pertama sakit. Mual,
muntah, dan terjadi anoreksia juga menyebabkan intake nutrisi menjadi
tidak adekuat.
b. Pola eliminasi
c. Pola aktivitas
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia.keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot, kehilangan tonus,
dan kesadaran menurun.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula.
5) Psikososial spiritual
6) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
a. Kepala
b. Mata
c. Hidung
d. Mulut
e. Telinga
f. Leher
g. Dada
h. Jantung
i. Abdomen
terapi diuretik,
kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
Monitor berat badan
Monitor serum dan
elektrolit urine
Monitor serum dan
osmilalitas urine
Monitor BP, HR,
dan RR
Monitor tekanan
darah orthostatik dan
perubahan irama
jantung
Monitor parameter
hemodinamik infasif
Catat secara akutar
intake dan output
Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
Monitor tanda dan
gejala dari odema
Beri obat yang da
meningkatkan output
2 Intoleransi aktivitas - Toleransi Energy Management
terhadap aktivitas.
Observasi adanya
- Tingkat kelelahan.
Definisi : Ketidakcukupan pembatasan klien
energi fisiologis atau
- Pergerakan. dalam melakukan
psikologis untuk
aktivitas
mempertahankan atau
Dorong anak untuk
menyelesaikan aktifitas Kriteria Hasil : mengungkapkan
kehidupan sehari hari yang
- Dipertahankan perasaan terhadap
harus dilakukan
pada no 4 dari no 2, keterbatasan
Batasan karakteristik : dan ditingkatkan ke Kaji adanya factor
no 5. yang menyebabkan
- melaporkan secara verbal - Dipertahankan kelelahan
adanya kelelahan atau pada no 4 dari no 2, Monitor nutrisi dan
kelemahan. dan ditingkatkan ke sumber energi yang
Respon abnormal dari no 5. adekuat
tekanan darah atau nadi Dipertahankan pada no 4 Monitor pasien
terhadap aktifitas dari no 2, dan akan adanya kelelahan
- Perubahan EKG yang ditingkatkan ke no 5. fisik dan emosi secara
menunjukkan aritmia atau berlebihan
iskemia Monitor respon
- Dispnea setelah kardivaskuler terhada
beraktivitas p aktivitas
- Ketidaknyamanan setelah
Monitor pola tidur dan
beraktivitas.
lamanya tidur/istirahat
pasien
Faktor factor yang Activity Therapy
berhubungan :
Tirah Baring atau Kolaborasikan dengan
imobilisasi Tenaga Rehabilitasi
Ketidakseimbangan Medik
antara suplei oksigen dalammerencanakan
dengan kebutuhan progran terapi yang
tepat.
Gaya hidup kurang gerak
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emoi, social dan
Spiritual
Batasan karakteristik :
- Mengucapkan secara
verbal atau melaporkan
secara isyarat.
- Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
- Fokus menyempit, respon
autonomik
- Diaforesis
- Perubuhan pada
parameter fisiologis
(tekanan darah,
pernapasan, perupahan
nadi, frekuensi jantung)
- Dilatasi pupil
Mengekspresi perilaku
(gelisah, menyeringai,
menangis, waspada)
Faktor yang berhubungan:
- Agen-agen yang
menyebabkan cedera
misalnya biologis, kimia,
fisik, psikologis
5. Implementasi Keperawatan
6. Evaluasi