Panduan Pulih Sadar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PELAYANAN RUANG PULIH SADAR

RUMAH SAKIT ISLAM AMINAH BLITAR

RUMAH SAKIT ISLAM AMINAH BLITAR

TAHUN 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan perawatan
setelah tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya.
Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan walaupun
pasien tampak sudah bangun. Depresi pernafasan dapat mengakibatkan kematian
karena hipoksia. Dalam hal ini hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi
pasca operasi. Banyak komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif, baik
efek dari anestesi maupun dari tindakan operatif itu sendiri.
Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca
anestesi, yaitu masalah pernafasan, perkemihan, gastrointestinal, hemodinamik dan
tingkat kesadaran. Harus diperhatikan bahwa komplikasi anestesi yang tidak segera
ditangani akan berdampak kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi lain yang
mungkin terjadi antara lain : pernafasan tidak adekuat, pneumotorak, ateletaksis,
hipotensi, gagal jantung, embolisme pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi,
trombosis jantung, cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah, embolisme lemak
dan keracunan barbiturat.
Pasien yang baru saja menjalani operasi harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar / recovery room (RR) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien
stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat
untuk dipindahkan keruang perawatan dalaam hal ini peran dokter diruang pulih sadar
/ recovery room (RR) sangat dibutuhkan untuk memberikan tindakan pada pasien
pasca operasi. Ruang pulih sadar / recovery room (RR) mempunyai angka cidera dan
tuntutan pengadilan yang tinggi di Rumah Sakit. Resiko ini berkurang jika perawatan
pasca operatif di ruang pulih sadar / recovery room (RR) dilakukan secara optimal.

B. Tujuan
1. Memberikan acuan dalam pelayanan ruanng pulih sadar bagi staf terkait.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien pasca anastesi.
3. Meningkatkan keselamatan pasien pasca anastesi.
4. Menstandarisasi pelayanan ruang pulih sadar di Rumah Sakit sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

2
C. Dasar
Sebagai dasar ditetapkannya Pedoman Pelayanan Ruang Pulih Sadar (RR) adalah
peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang menyangkut ruangn
pulih sadar (RR), yaitu :
a. Undang – Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang – Undang RI Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
c. Undang – Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
d. Permenkes Nomor 251 tahun 2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Anastesiologi Dan Terapi Intensif.
e. Permenkes Nomor 519 tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anastesiologi Dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Ruang Pulih Sadar /Recovery Room (RR) adalah bagian vital dari rumah sakit,
RR merupakan tempat yang dirancang seperti kamar operasi dan bertujuan untuk
menyediakan perawatan pasca operasi baik anestesi umum, anestesi regional, ataupun
anestesi lokal.
Ruang Pulih Sadar /Recovery Room (RR) atau disebut juga Post Anasteshia
Care Unit (PACU) adalah ruang tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat
pada pasien yang baru saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien
stabil.
Ruang Pulih Sadar /Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak
didekat kamar bedah , dekat dengan perawat bedah, ahli anestesi dan ahli bedah
sehingga bila timbul keadaan gawat pasca bedah klien dapat segera diberi
pertolongan.
2. Sejarah Ruang Pulih Sadar / Recovery Room (RR)
Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran menyebabkan perubahan indikasi
pembedahan. Saat ini pembedahan dilakukan dengan berbagai macam indikasi
diantaranya untuk diagnostik, kuratif, rekonstruktif bahkan untuk tujuan paliatif.
Pembedahan juga dilakukan sesuai dengan tingkat urgensinya seperti kedaruratan dan
elektif. Pembedahan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan yang dilakukan
dikamar operasi dan memerlukan perawatan pasca operatif di rumah sakit.
Kemajuan teknologi juga telah mengubah prosedur pembedahan menjadi lebih
kompleks dan perkembangan alat pemantauan hemodinamik menjadi sangat sensitif
sehingga meminimalkan komplikasi akan tetapi peran sentuhan manusia masih sangat
diperlukan dalam perawatan pasca operatif.
3. Tujuan Ruang Pulih Sadar /Recovery Room (RR)
Pasien yang menjalani tindakan operatif maupun diagnostik yang membutuhkan
anestesi ataupun sedasi akan memasuki Ruang Pulih Sadar, dimana tanda-tanda vital
akan dipantau secara ketat sampai efek anestesi dianggap hilang. Pasien dapat
mengalami penurunan kesadaran sementara itu petugas ruang pulih sadar akan bekerja

4
untuk memulihkan kesadaran pasien, memastikan kenyamanan fisik dan emosi pasien
serta skala nyeri.

Pembedahan

Nyeri
Respon stres/ disfungsi organ
Mual, muntah, ileus
Hipoksemia, gangguan tidur
Kelelahan
Imobilisasi, rasa lapar
Drainase/ pipa nasogastrik,
restriksi

Keterlambatan pemulihan

Bagan 1 : Manajemen Pasca Operasi

Petugas ruang pulih sadar memantau jalannnya nafas pasca anestesi. Pulse oxymetry
juga terpasang untuk menilai level saturasi oksigen dalam darah sebagai acuan
kestabilan pernafasan. Jika level saturasi oksigen sangat rendah maka petugas akan
memberikan oksigen tambahan melalui kanul nasal atau face mask. Pemberian cairan
intravena juga dimonitoring selama pasien berada di ruang pulih sadar, oleh karena
anestesi umum dapat menyebabkan suhu tubuh pasien akan menurun, sehingga
penting untuk diberikan pemanas tubuh yang akan mencegah hipotermia dan
memperbaiki sirkulasi tubuh. Pasien dapat diselimuti dengan selimut hangat atau
dengan sistem selimut udara hangat yang akan mengembalikan suhu tubuh normal.
Waktu yang dibutuhkan seseorang pasien berada di ruang pulih sadar tergantung pada
tindakan diagnostik maupun operatif dan juga jenis anestesi yang digunakan, kondisi
pasca operatif akan dinilai oleh petugas ruang pulih sadar.

4. Syarat Recovery Room


Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang tidak
berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada di ruang
pulih sadar. Sirkulasi udara harus harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk.
Syarat ruang pulih sadar antara lain:
a. Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak diperlukan

5
b. Warna ruangan lembut dan menyenangkan
c. Pencahayaan tidak langsunng
d. Plafon kedap suara
e. Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan, oksigen, laringoskop,
peralatan bronkial, kateter, suction dan ventilator mekanis.
f. Peralatan kebutuhan sirkulasi : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
set intravena, defibrillator, kateter vena dan torniquit.
g. Balutan bedah dan medikas kedaruratan
h. Set kateterisasi dan peralatan drainage
i. Tempat tidur pasien yang dapat di akses dengan mudah, aman, dan dapat
digerakkan dengan mudah
j. Suhu ruangan berkisar antara 22-25 C dengan ventilasi ruangan yang baik.

5. Penerimaan Pasien Di Ruang Pulih Sadar


Perawatan diruang pemulihan tidak kalah penting dibanding dengan
pengelolaan anestesi dikamar operasi, karena hampir semua dari penyakit serta
kematian dapat terjadi pasca bedah. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain:
a. Posisi penderita disesuaikan dengan jenis operasi misalnya abduksi untuk post
injection moore prothese, fleksi untuk post supracondilair humeri
b. Pengawasan bagian yang telah dioperasi mealui tekanan gips, balutan,
drainase, sirkulasi serta perdarahan.
c. Observasi adanya perdarahan dapat diketahui dari perembesan, produksi drain,
hematom, lab, dan Ro
d. Pengobatan luka atau medikasi, biasanya dikerjakan sehari setelah operasi
kecuali ada pesan khusus dari operator.

Menurut bruner dan shudart (2002) bahwa dalam serah terima pasien pasca
operatif meliputi diagnostik medis dan jenis pembedahan, usia kondisi umum, TTV,
kepatenan jalan nafas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama
pembedahan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, jumlah urine, informasi
tentang dokter bedah dan dokter anestesi.

6
Hal – hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima adalah :

a. Masalah- masalah tatalaksana anastesia, penyulit selama anastesia / pembedahan,


pengobatan dan reaksi alergi yang mungkin terjadi.
b. Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit saat pembedahan, termasuk
jumlah perdarahan.
c. Jenis anatesi yang diberikan dan masalah yang terjadi, termasuk cairan elektolilt
yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan respirasi.
d. Posisi pasien di tempat tidur.
e. Hal – hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dnegan
permasalahan yang terjadi selama anastesi / operasi.
f. Dan apakah pasien perlu mendapatkan penanganan khusus di ruangan terapi
intensif (sesuai dengan instruksi dokter)

6. Kriteria Pemulihan Pasca Operasi


1. Tabel skor pemulihan pasca anastesi Bromage Score (Spinal Anastesi)

Kriteria Nilai
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tidak mampu ekstensi tungkai 1
Tidak mampu fleksi lutut 2
Tidak mampu fleksi pergerakan kaki 3

Untuk pasien dengan spinal anastesi selain menggunakan kriteria aldrette score
juga menggunakan kriteria bromage score , yang dinilai adalah pergerakan kaki,
lutut dan tungkai tiap 5-15 menit, kriteria pindah apabila skor < 2.

2. Tabel skor pemulihan pasca anastesi Aldrete Score

7
Obyek Kriteria Nilai
Aktifitas Mampu menggerakkan 4 ekstremitas 2
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas 1
Tidak mampu menggerakkan 0
ekstremitas
Respirasi Mampu nafas dalam dan abtuk 2
Sesak atau pernafasan terbatas 1
Henti nafas 0
Tekanan darah Berubah sampai 20% dari prabedah 2
Berubah sampai 20%-0% dari prabedah 1
Berubah >50% dari prabedah 0
Kesadaran Sadar baik dan orientasi baik 2
Sadar setelah dipanggil 1
Tidak ada tanggapan terhadap rangsang 0
Oksigenasi SpO2 >92% (dengan udara bebas) 2
SpO2 >90% (dengan suplemen udara) 1
SpO2 <90% (dengan suplemen udara) 0
NILAI TOTAL

Penilaian dilakukan pada :


a. Saat pasien masuk.
b. Selanjutnya dilakukan penilaian setiap saat dan dicatat setiap 5 menit sampai
tercapai nilai total 10.
c. Nilai untuk pengiriman pasien adalah 10.

3. Skala nyeri

a. FLACC ( Face, Legs, Activity, Cry, Consolability) (bayi- anak < 3tahun)

Kriteria Skor
0 1 2
Face ( Wajah) Tidak ada ekspresi Sesekali meringis Sering sampai

8
tertentu atau senyum atau menggerutkan konstan
kening, menarik diri,
tidak tertarik
Legs (Kaki) Posisi normal atau Cemas, gelisah,
santai tegang
Activity (Aktifitas) Berbaring tenang, Menggeliat, mondar-
posisi normal, mandir, tegang
bergerak dengan
mudah
Cry (tangis) Tidak ada teriakan Mengerang atau
(terjaga atau tertidur) merintih, sesekali
mengeluh
Consolability Puas, tenang, santai Sesekali
diyakinkandengan
sentuhan, pelukan
atau diajak bicara,
dialihkan

b. Numerik

Keterangan :

- 0 :Tidak nyeri

- 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

- 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat


menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.

9
- 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi

- 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,


memukul

c. Wong baker score

7. Monitoring Pasca Operasi


Monitoring pasca operasi perlu dilakukan setelah pasien menjalani operasi
pembedahan. Pada saat penderita berada di ruang pemulihan perlu dicegah dan
ditanggulangi keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi antara
lain:
1. Hipoksia
Disebabkan tersumbatnya jalan nafas, terapi dengan O2 3-4 lt/ mnt, bebaskan
jalan nafas bila perlu pernafasan buatan
2. Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi
Sering disebabkan karena kesakitan, perubahan hipoksia atau memang penyakit
dasarnya, terapi dengan analgetik, O2 dan posisi semi fowler
3. Hipotensi
Biasanya karena perdarahan, kurang cairan, terapi dengan cairan kristaloid
diberikan 10-20 cc/kgBB.
4. Gelisah
Biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamine, pasien telah
sadar tapi masih terpasang ganjal lidah/ airway. Terapi dengan analgetik, ganjal
dilepas atau kadang perlu bantal
5. Muntah

10
Bahaya berupa aspirasi paru, terapi miringkan kepala dan badan sampai setengah
tengkurap, posisi trandeleberk, suction muntah sampai kering
6. Menggigil
Karena kedinginan, kesakitan atau alergi, terapi dengn O2 atau pemberian
analgetik
7. Alergi hingga syok
Oleh karena kesalahan transfusi atau obat-obatan.terapi dengan stop transfusi

Adapun secara prinsip monitoring pasca anastesi, meliputi :

1) Monitoring Jalan Nafas


Monitoring klinis pasca operasi dapat dibagi menjadi penilaian airway,
breathing, dan circulation. Airway dapat dinilai dengan memperhatikan tanda atau
gejala obstruksi jalan nafas seperti retraksi dinding dada atau retraksi
supraventikular. Pada saat inspirasi serta terdengarnya bising saat pernafasan. Hal
ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki posisi pasien menjadi berbaring ke
lateral kiri yang akan menghindarkan jatuhnya lidah menutup orofaring yang akan
mempersulit pernafasan.
Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anestesi. Pasien yang
menerima anestesi lokal atau oksida nitrat biasanya akan sadar kembali dalam
waktu beberapa menit setelah meninggalkan ruang operasi. Namun pasien yang
mengalami anestesi general/ lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-
ototnya rileks. Relaksasi ini meluas sampai ke otot-otot faring, oleh karenanya
ketika pasien berbaring terlentang rahang bawah dan lidahnya jatuh kebelakang
dan menyumbat jalan udara.
Tanda-tandanya:
- Tersedak
- Pernafasan bising dan tidak teratur
- Dalam beberapa menit kulit menjadi kebiruan.
Cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan diatas hidung dan mulut pasien untuk merasakan
hembusan nafas. Gerakan thorak dan diafragma tidak selalu menandakan bahwa
pasien bernafas. Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk
mendongakkan kepala kebelakang dan mendorong kedepan pada sudut rahang

11
bawah seperti jika mendorong gigi bawah didepan gigi atas. Maneuver ini
menarik lidah kearah depan dan membuka jalan nafas.
2) Monitoring Pernafasan
Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan abdomen,
dada atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau mulut pasien.
Oksigenasi dapat juga dinilai dengan memperhatikan warna kulit pasien .kebiruan
yang umum dijumpai dibibir atau lidah dapat menandai suatu hipoksia. Respirasi
harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai monitor
yang menggunakan alat.pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal
atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau
supravicula.pemantauan terhadap oxygen delivery dan end tidal CO2, korelasi
antara PaO2 dan PaCO2 cukup baik pada pasien dengan paru normal. Alat
pemantauannya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk memantau emboli
udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi arteri karotis.
Stetoskop esophagus, merupakkan alat sederhana, murah, non invasive, dan cukup
aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau suara nafas dan bunyi
jantung.
3) Monitoring Sirkulasi
Pemantauan cairan pasca operasi diruang pemulihan sangat diperlukan
karena bila pasien bisa mengalami hipovolemia. Cairan intravena perlu diatur dan
dicatat jumlah cairan yang masuk. Keluaran cairan ditentukan dengan pemantauan
melalui urin, drain, dan jumlah perdarahan. Hipovolemia terjadi karena
perdarahan dan penguapan tubuh bertambah karena pemberian gas anestesi yang
kering dan luka operasi yang lebar menambah penguapan tubuh meningkat
sehingga kehilangan cairan lebih banyak. Hipovolemia pada pasien pasca operatif
disebabkan pemberian cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya,
kesalahan pemantauan hemodinamik.
Parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan, adalah :
a. Tekanan darah
Tekanan darah normal berkisar 90/50 – 160/100 mmHg, alderete menilai
perubahan TD pasca anastesi dg kriteria sbb :
- TD berbeda ± 20% dari semula pre anestesi = 2
- TD berbeda ± 20% - 50% dari semula pre anestesi = 1

12
- TD berbeda ± 50% dari semula pre anestesi = 0

Penyebab hipertensi pasca bedah adalah hipertensi yang dideruta pra bedah,
nyeri hipoksia dan hiperkarbia, penggunaan vasopresor, dan kelebihan cairan.
Dan ada pula hiopotensi / syok pasca bedah adalah perdarahan, defisit cairan,
depresi otot jantung dan dilatasi pembuluh darah yang berlebihan.

b. Denyut jantung
Denyut jantung normal 55 -120 x/menit dengan irama yang teratur. Penyebab
gangguan irama jantung :
- Takikardia, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat
simpatomimetik, demam dan nyeri.
- Bradikardia, disebabkan oleh blok subarakhnoid, hipoksia (pada bayi) dan
reflek vagal.
- Disritmia (diketahui dengan EKG), peling sering disebabkan oleh hipoksia.
4) Monitoring suhu pasien
Brunert dan sudhart (2002) berpendapat bahwa pasien yang mengalami
anestesi mudah menggigil, selain itu pasien menjalani pemajanan lama terhadap
dingin dalam ruang operasi dan menerima cairan intravena yang cukup banyak
sehingga harus dipantau terhaadap kejadian hipotermia 24 jam pertama pasca
operatif.
5) Penilaian derajat kesadaran
Level kesadaran dapat dinilai dengan melihat reflek kedip, menelan,
daan pengucapan kata-kata. Jika pasien menjalani operasi dengan anestesi
regional seperti spinal dan epidural harus dinilai ketinggian penurunan level
blok anestesi. Jangan terlalu cepat menduukkan pasien karena akan
menimbulkan hipotensi postural.
Komplikasi pasien post anastesi seperti lambat bangun yaitu yang
terjadi bila ketidaksadaran selama 60 – 90 menit setelah anastesi umum. Hal ini
bisa diakibatkan :
1. Sisa obat anastesi
2. Sedatif
3. Obat analgetik
4. Penderita dengan kegagalan organ, misal : disfungsi hati / ginjal,
Hipoproteinemia, umur, hipotermia.

13
6) Manajemen nyeri pasca operasi
Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan
melepaskan mediator inflamasi dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan
dari jaringan yang mengalami cedera memicu respon hormone stress selain
aktivasi sitokin, molekul adesi, dan faktor-faktor koagulasi. Aktifasi respon
stress tersebut menimbulkan kenaikan tingkat metabolisme, retensi air, dan
memicu reaksi fight or fight dengan gejala-gejala otonom. Respon-respon
tersebut menimbulkan nyeri dan morbiditas pembedahan antara lain komplikasi
kardiovaskuler dan pernafasan yang dapat timbul khususnya pada pasien lanjut
usia dan pasien-pasien dengan penyakit kardio respiratorik sebelumnya.
7) Posisi
Posisi pasien perlu diatur ditempat tidur ruang pulih sadar. Hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah kemungkinan :
- Sumbatan jalan napas, pada pasien belum sadar
- Tertindihnya / terjepitnya satu bagian anggota tubuh
- Terjadinya dislokasi sendi – sendi anggota gerak
- Hipotensi, pada apsien dengan analgesik regional
- Gangguan kelancaran aliran infus

Posisi pasien diatur sedemikian rupa tergantung kebutuhan sehingga


nyaman dan aman bagi pasien, antara lain :

- Posisi miring stabil pada pasien operasi tonsil


- Ekstensi kepal, pada pasien yang belum sadar
- Posisi terlentang dengan elevansi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada
pasien blok spinal dan bedah otak

8. Komplikasi Pasca Operasi


a) Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisem.
Tanda- tandanya :
- Pucat
- Kulit dingin dan terasa basah

14
- Pernafasan cepat
- Nadi cepat, lemah, dan bergetar
- Penurunan tekanan nadi
- Tekanan darah rendah dan urin pekat

Pencegahan :

- Terapi penggantian cairan


- Menjaga trauma bedah pada tingkat minimum
- Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin
- Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
- Ruangan tenang untuk mencegah stress
- Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
- Pemantauan tanda-tanda vital

Pengobatan :

- Pasien dijaga agar tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan


- Dibaringkan datar ditempat tidur dengan tungkai dinaikkan
- Pantau status pernafasan
- Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
- Penggantian cairan dan darah kristaloid ( ex: RL) atau koloid (ex: komponen
darah, albumin, plasma)
- Penggunaan beberapa jalur intravena
- Terapi obat : kardiotonik ( meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretic
( mengurangi retensi cairan dan edema)
b) Hemorhagi
Jenis:
1. Hemorhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2. Hemorhagi intermediary : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut
dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat.

15
3. Hemoraghi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligature slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau
mengalami erosi oleh selang drainase.

Tanda gejala :

Gelisah, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun,


pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

Penatalaksanaan :

- Pasien dibaringkan seperti pada pasien syok


- Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
- Inspeksi luka bedah
- Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
- Transfuse darah atau produk darah lainnya
- Observasi vital sign
c) Thrombosis vena profunda (TVP)
Merupakan thrombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.
Tanda gejala:
- Nyeri atau kram pada betis
- Demam, menggigil, dan perspirasi
- Edema
- Vena menonjol dan teraba lebih mudah

Pencegahan:

- Latihan tungkai
- Pemberian heparin dosis rendah
- Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung, atau
bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh dibawah
lutut
- Menghindari menjuntai kaki disisi tempat tidur dalam waktu yang lama.

Pengobatan :

- Ligasi vena femoralis


- Terapi anti koagulan

16
- Pemeriksaan masa pembekuan
- Ambulasi dini
d) Embolisme
Terjadi ketika embolisis menjalar kesebelah kanan jantung dan dengan
sempurna menyumbat arteri pulmonal.Pencegahan paling efektif adalah dengan
ambulasi dini pasca operatif.
e) Retensi urin
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum
f) Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

9. Kriteria Pengeluaran Pasien Ke Ruang Rawat Inap


Pasien pasca operasi yang telah dinilai cukup pulih setelah dirawat di RR
berdasarkan Aldrete Score ataupun steward score. Serah terima mempunyai legalitas
dan harus sesuai dengan pedoman serah terima yang disarankan oleh bruner and
sudart (2002)
Faktor keamanan harus dipertimbangkan dalam memindahkan pasien dari ruang
pemulihan.Sebelum dipindahkan laporan yang perlu disampaikan meliputi prosedur
operasi yang dilakukan, kondisi umum pasien, kejadian pasca anestesi, informasi
tentang balutan, drain, alat pemantauan, obat yang diberikan, cairan yang masuk dan
keluar.

Faktor – faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengirim pasien ke ruangan adalah :

a. Observasi minimal 30 menit setelah pemberian narkotik atau obat penawarnya


(nalokson) secara intravena.
b. Observasi minimal 60 menit setelah pemberian antibiotik, antiemetik atau
narkotik secara IM.
c. Observasi minimal setelah oksigen dihentikan.
d. Observasi 60 menit setelah ekstubasi.
e. Tindakan lain akan ditentukan kemudian oleh dokter spesialis anastesiologi dan
dokter spesialis bedah.

Pasien bida dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan jika nilai
pengkajian post anastesi > 7-8. Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari tehnik

17
anastesi yang digunakan. Pasien dikirim ke ICU (Intensive Unit Care) apabila
hemodinamik tidak stabil, perlu support inotropik dan membutuhkan ventilator.

18

Anda mungkin juga menyukai