Laporan Pendahuluan Disentri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DISENTRI

LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan
di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba
tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di
daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang.
Akibat penting dari disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus
karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut
adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella
dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri.
Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare
berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam.
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi mencapai
50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di Ameriksa Serikat
menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara berkembang Shigella flexeneri dan S.
dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu melakukan asuhan keperawatan
pada anak denganDisentri dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

B.       Tujuan :
1.    Tujuan Umum
Tujuan pembuatan laporan pendahuluan ini diharapkan mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan tepat pada
pasien dengan Disentri.
2. Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengertian Disentri
b.      Mengetahui etiologi Disentri
c.       Mengetahui tanda dan gejala Disentri
d.      Mengetahui patofisiologi Disentri
e.       Mengetahui pathway Disentri
f.       Mengetahui klasifikasi Disentri
g.      Mengetahui pemeriksaan penunjang Disentri
h.      Mengetahui penatalaksanaan Disentri
i.        Mengetahui masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien dengan Disentri
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitudys (gangguan) danenteron (usus), yang berarti
peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer
secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma
disentri, seperti: sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, berak-berak, dan tinja
mengandung darah dan lendir.
Jadi disini jelas bahwa disentri adalah radang usus yang menimbulkan gejala meluas
dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).
B.       Anatomi Fisiologi
1.    Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a)         Selaput lender
b)        Lapisan otot melingkar
c)         Lapisan otot memanjang
d)        Jaringan ikat.
2.    Fungsi Usus Besar
a)      Menyerap air dari makanan
b)      Tempat inggal bakteri koli
c)      Tempat feses
C.      Etiologi
Bakteri (Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (±
60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam
jiwa disebabkan oleh Shigella
1.    Disentri basiler
-       Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
-       Salmonella
-       Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2.    Disentri Amoeba (Disentri amoeba)
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahunPatogenesis
Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.
D.      Gejala Klinis
1.    Disentri basiler
a)         Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
b)         Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
c)          Muntah-muntah.
d)         Anoreksia.
e)          Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
f)          Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2.    Disentri amoeba
a)         Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
b)         Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
c)          Sakit perut hebat (kolik)
d)         Gejala konstitusional biasanya
tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
E.       Patofisiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman
yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.
1.     Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan, Menggunakan botol
susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama,
Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak
membuang tinja secara benar.
2.     Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak, Imunodefisiensi /
imunosupressif.
3.     Umur
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak 6 – 10
bulan (pada masa pemberian makanan pendamping).
4.     Variasi musiman
Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus)
puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun,
frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada
musim hujan.
Infeksi asimtomatik kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan
proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif

Pathway

G.      Pemeriksaan Penunjang
1.         Disentri basiler
a)         Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal
swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti
karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
b)        Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas. Enzim
immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
c)         Sigmoidoskopi
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
d)        Aglutinasi
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam.
Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri
aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
e)         Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat.
Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.
2.         Disentri amoeba
a)         Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting.
Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik
diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali
seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista
karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista
berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat
intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan
kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista
akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih
segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada
sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan
menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba
dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan
eosin.
b)        Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri,
terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini
tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi
menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
c)         Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak tampak.
Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus
disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.
d)        Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji
ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji
serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
H.       Komplikasi
1.      Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di
negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi
S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat
infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat
adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi olehShigella. Biasanya HUS ini timbul pada
akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-
tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara
progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula
terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-
100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus
yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan
dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan.
Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi
bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal
ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun
hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat
muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada
stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin
pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang
dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
2.      Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun ringan.
Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi:  
a)         Komplikasi intestinal
-       Perdarahan usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah.
-       Perforasi usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
-       Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
-       Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan
ileus obstruktif atau penyempitan usus.
-       Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi segera.
-       Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
b)        Komplikasi ekstraintestinal
-       Amebiasis hati
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat timbul
dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati
terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh
getah bening.Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses
hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi
satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses
hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril, tidak
berbau, berwarna kecoklatan(chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak
bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan
cairan empedu.
-       Abses pleuropulmonal
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati
ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga
penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. Abses
otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi amoeba langsung dari
dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
-       Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran (fistel).
Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal
akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
I.      Penatalaksanaan
1.    Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan
darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.
2.    Komponen terapi disentri :
a)         Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b)        Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk
memperpanjang masa sakit. 
c)         Antibiotika
1)   Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
2)   Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
3)   Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol
dibandingkan placebo10.
4)   Alternatif yang dapat diberikan :
-       Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
-       Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
-       Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
-       Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
5)   Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
6)   Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi :
-       Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja.
-       Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
7)   Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d)        Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Prinsip utama pengobatan diare
1.    Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya/penyebabnya.
2.    Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk
pada gizi.
3.    Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali :  pada disentri yang harus
diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat,
Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di
tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.

Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
1.     Cairan oralit (cairan rehidrasi oral)
Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs natrium paling tidak 1 : 1.
Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari. Bila memberikan oralit satu
kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak digunakan dalam 24 jam harus
dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah habis harus memberikan cairan
rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana kesehatan untuk pengobatan.
2.     Cairan rumah tangga
Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan larutan
seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral mencegah
dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai diare
dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan,
pencahar, stimulansia seperti kopi.
Kriteria cairan rumah tangga yang diberikan pada penderita diare :
1.         Aman bila diberikan dalam jumlah banyak. Teh yang sangat manis, soft drink dan minuman
buah komersial yang manis harus dihindarkan karena menyebabkan diare osmotik, memperberat
dehidrasi.
2.         Mudah menyiapkan.
3.         Dapat diterima oleh penderita.
4.         Efektif.
Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :
-        Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
-        Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
-        Penderita yang tidak dapat minum.
Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :
-        Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15 ml/kgBB/jam)
serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk mengganti
kehilangannya.
-        Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
-        Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja
meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.
Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan
atau lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam
atau berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun
sering lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare
berhenti, teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2
minggu menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare
meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin,
attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis).
Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada
anak di bawah 5 tahun.
Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri /
kolera. Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa
menghambat pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga
menghamburkan uang.
Tanda-tanda memburuknya diare, Ibu harus membawa anaknya ke sarana kesehatan jika:
-        tinja cair keluar amat sering.
-        muntah berulang.
-        rasa haus yang meningkat.
-        tidak dapat makan dan minum seperti biasanya
J.      Pengkajian
1.    Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada
anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan
kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan
dan perawatannya.
2.    Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3.    Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari
( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4.    Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,
OMA campak.
5.    Riwayat Nutrisi ASI
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
6.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7.    Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
8.    Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a)         Pertumbuhan
-       Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
-       Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
-       Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
-       Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b)         Perkembangan
-       Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud
K.       Diagnosa Keperawatan
1.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal dengan kriteria hasil :
-            Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt)
-            Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
-            Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
a)      Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
b)      Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
c)      Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
d)     Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e)      Kolaborasi :
-       Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
-       Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-       Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar seimbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhidengan kriteria :
-            Nafsu makan meningkat
-            BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
a)      Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
b)      Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c)      Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebiha
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d)     Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e)      Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
-       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3.    Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh dengan kriteria hasil :
-            suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
-            Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
a)      Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
b)      Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
c)      Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4.    Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu dengan kriteria hasil :
-            Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
-            Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
a)      Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
b)      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
c)      Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi.
5.    Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi dengan kriteria hasil :
-            Mau menerima tindakan perawatan,
-            klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
a)      Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
b)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
c)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
d)     Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
e)      Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
6.    Nyeri berhubungan dengan distensi abdoment
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri hilang / berkurang
dengan kriteria hasil :
-            Pasien mengatakan nyeri hilang / berkurang
-            Skala nyeri berkurang / turun
-            Ekspresi wajah tampak rileks
-            Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara mencegahnya
-            Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a)      Kaji nyeri secara komprehansif meliputi lokasi, intensitas, kualitas, durasi dan skala
b)      Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
c)      Jelaskan faktor penyebab nyeri
d)     Kurangi faktor penyebab nyeri
e)      Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
f)       Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengenal pengalaman nyeri pasien
g)      Monitor tanda-tanda vital pasien
h)     Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik

DAFTAR PASTAKA
A, Dini, et al. 2004. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare Akut, dalam
Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II.   Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Batam
Behrman, et al. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders
Dharma, Andi Pratama. 2001. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS
Direktorat Jenderal Pemberantasan Peyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999. Buku
ajar diare. Jakarta: DepKes RI.
Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W. 2004. Bab 2: Protozoologi. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
Gaya Baru.
Juffrie M, Mulyani NS. 2009. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Lengkong, John B. 2004. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
Nelson WE. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Vol 2. Jakarta: EGC.
Suraatmaja S. 2007. Kapita selekta gastroenterologi anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS
Sanglah. Denpasar: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai