LP Sirosis Hepatis PD Kartika Husada

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DI RUANG KENANGA (PENYAKIT DALAM)
RUMAH SAKIT TK. II KARTIKA HUSADA PONTIANAK

DISUSUN OLEH:

SELVY RAHMAYUNI
I4051201001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2021
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS

Pontianak, 14 April 2021


Mahasiswa Preseptorsip Ruangan/Clinical Instructor

Selvy Rahmayuni Ns. Guntur Prasetya, S. Kep


NIM. I4051201001 NIP.
Nama Mahasiswa : Selvy Rahmayuni
Nim : I4051201001
Tgl Praktek : 12 April 2021
Judul Kasus : Sirosis Hepatis
Ruangan : Kenanga (Penyakit Dalam)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif yang di
tandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran
morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan
arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik antara
pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena
hepatika). Secara klinis atau fungsional SH di bagi atas : Sirosis hati kompensata
dan Sirosis hati dekompensata, di sertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal (Elfatma & Rachmawati, 2017).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Sirosis hepatis adalah
sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel
hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi
penurunan jumlah jaringan hati normal (NIDDK, 2018).
Istilah sirosis hati di berikan oleh Laence tahun (1819), yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning (orange yellow), karena perubahan warna pada
nodule-nodule yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat di katakan sebagai
berikut yaitu keadaan disorganisasi yang difuse dari suatu struktur hati yang
normal akibat nodule regeneratif yang di kelilingi jaringan mengalami fibrosis
(NIDDK, 2018).

2. Etiologi
Penyebab Srosis Hepatis secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak
dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang dianggap paling sering dapat
menyebabkan sirosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama dengan tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga dapat mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal
bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim
hati. (NIDDK, 2018)

3. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun
etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi
parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama (Muir, 2015;
NIDDK, 2018; Widyandarii, 2018).
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati (Muir, 2015;
NIDDK, 2018; Widyandari, 2018).
4. Pathway (Muir, 2015; NIDDK, 2018; Widyandari, 2018).

Malnutrisi, alcohol, hepatitis, keracunan

Inflamasi dan Kerusakan Sel Hepar

Nekrosis Hepatoseluler

Kolaps Lobules Hepar

Terbentuk jaringan parut

Aliran vena portal terganggu

Hipertensi portal

Sirosis hepatis

Gangguan metabolism Gangguan metabolism Gangguan metabolism


billirubin protein Zat besi

Bilirubin menumpuk Albumin turun Pembentukan asam


di bawah kulit folat terhambat
Tekanan osmotic tidak
Pruritus seimbang, cairan Eritrosit menurun
pindah ke interestial
KERUSAKAN Anemia
INTEGRITAS Edema dan ascites Menekan gaster
JARINGAN/KULIT Kelemahan
Cairan menekan
anoreksia
diagpraghma INTOLERANSI
AKTIFITAS
Ekspansi paru turun DEFISIT NUTRISI

POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala
Gejala chirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama- sama di
liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan,
mual- mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada

chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
2) Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus.
Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. (Yang & Lin,
2015; Widyandari, 2018)
6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi yaitu
pemeriksaan lab, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya seperti radiologi,
dan lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang
dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
a. Darah, Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom
normositer, hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme (lien
membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah trombosit dan
leukosit kurang dari nilai normal).
b. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan
petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar.
Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan
transaminase ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
c. Albumin, Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan
sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi
stress seperti tindakan operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel
hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan
sel hepar, terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang
bertahan di bawah nilai normal, mempunyai prognosis yang buruk.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar natrium (Na) kurang
dari 4 meq/l menunjukan kemungkinan terjadi syndrome hepatorenal.
f. USG (Ultrasonografi).
g. Pemeriksaan radiologi.
h. Tomografi komputerisasi.
i. Magnetic resonance imaging.
j. Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
(Lovena, Miro & Efrida, 2017; NIDDK, 2018)
7. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain:
a. Perdarahan, Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada sirosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises
esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
b. Koma hepatikum, Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang
sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu kehilangan
kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Koma hepatikum primer disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas
dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolismee tidak dapat
berjalan dengan sempurna.
2) Koma hepatikum sekunder ditimbulkan bukan karena kerusakan hati
secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan,
akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
c. Ulkus peptikum, Timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis
lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan diantaranya adalah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan
lain adalah timbulnya defisiensi makanan.
d. Karsinoma hepatoseluler, Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis
hepatis terutama pada bentuk postnekrotik adalah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah
menjadi karsinoma yang multiple.
e. Infeksi, Setiap penurunan kondisi badan akan mudah terkena infeksi,
termasuk penderita sirosis hepatis. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah peritonitis bacterial spontan,
bronchopneumonia, pneumonia, TBC paru-paru,glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
f. Sindrom hepatorenal, Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari
arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi
ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan
cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum15creatinine
lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/hari, dan sodium
urin kurang dari 10 mEq/L.
g. Sindrom hepatopulmonal, Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal.
(NIDDK, 2018; Muir,2015; Rajekar, 2015)

8. Penatalaksanaan (Shrock, 2017)


a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distres lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites jika gejala ini terdapat, dan
meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada
penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat
merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya
untuk menghindari penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses
fibrosis pada hati yang sirotik tidak dapat diputar balik, perkembangan
keadaan ini masih dapat dihentikan atau diperlambat dengan tindakan
tersebut.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mendukung istirahat dan kenyamanan
2) Mendukung asupan nutrisi dengan pemasangan NGT
3) Mencegah infeksi
4) Mencegah perdarahan
5) Monitor cairan
6) Menganjurkan klien untuk menghentikan penggunaan alkohol, obat-
obatan dan merokok.
(NIDDK, 2018)
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data yang perlu dikaji
a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya pasien mengeluh mual, anoreksia, kaki bengkak, nyeri
abdomen, dan mudah memar.
3) Riwayat penyakit sekarang, sirosis hepatis terjadi karena berbagai penyebab
sehingga perlu dikaji lebih lanjut pola hidup/kebiasaan pasien yang erat kaitannya
dengan terjadinya sirosis hepatis.
4) Riwayat penyakit dahulu, biasanya pasien dengan sirosis hepatis pernah mengalami
penyakit hepatitis, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit lain yang erat
kaitannya dengan fungsihati.
5) Riwayat penyakit keluarga.
b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : letargi, penurunan massa otot/tonus
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung,
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati)
Tanda : distensi vena abdomen, tekanan darah dan denyut nadi meningkat
3) Eliminasi
Gejala : flatus
Tanda : distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap dan pekat
4) Nutrisi
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : penurunan berat badan/peningkatan cairan, kulit kering,turgor buruk,
edema, ikterik, nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi
5) Neurosensori
Gejala : orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,penurunan mental
Tanda : perubahan mental, bicara lambat/tidak jelas, penurunankesadaran
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri
7) Respirasi/pernafasan
Gejala : dyspnea
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan,ekspansi paru terbatas
(asites), hipoksia
8) Keamanan
Gejala : pruritus
Tanda :demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), ikterik,ekimosis, petekie,
eritema palmar, edema
9) Seksualitas
Gejala : gangguan menstruasi/impoten
Tanda : atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
pubis)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
2. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Absorbsi Nutrien
3. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Status Nutrisi
4. Intoleransi Aktifitas b.d Ketidaksesuaian Antara Suplai dan Kebutuhan Oksigen
C. Rencana Intervensi (Rasional)
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1 Pola Nafas Tidak Efektif Pola Nafas Membaik Pemantauan Respirasi


b.d Hambatan Upaya Nafas Setelah dilakukan tindakan
Observasi
keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan Pola Nafas klien
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
teratasi dengan kriteria hasil :
dan upaya napas
(1) Meningkat
 Monitor pola napas (seperti bradipnea,
(2) Cukup meningkat takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
(3) Sedang Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
(4) Cukup menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
(5) Menurun  Monitor adanya produksi sputum
a. Dispnea (5)  Monitor adanya sumbatan jalan napas

b. Penggunaan otot bantu  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

nafas (5)  Auskultasi bunyi napas


 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik

 Atur interval waktu pemantauan respirasi


sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Manejemen Jalan Napas

Observasi

 Monitor pola napas (frekuensi,


kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

 Pertahankan kepatenan jalan napas


dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2 Defisit Nutrisi b.d Status Nutrisi Membaik Manajemen Nutrisi


Ketidakmampuan Absorbsi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Nutrien keperawatan selama 3x24 jam,  Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi klien  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi makanan yang disukai
(1) Meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
(2) Cukup meningkat nutrient
(3) Sedang  Identifikasi perlunya penggunaan selang
(4) Cukup menurun nasogastrik

(5) Menurun  Monitor asupan makanan

a. Albumin (1)  Monitor berat badan


b. Nafsu makan (1)  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

c. Berat badan (1) Terapeutik


 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
3 Gangguan Integritas Kulit Integritas Membaik Manajemen Luka
b.d Perubahan Status Setelah dilakukan tindakan Observasi
Nutrisi keperawatan 3x24 jam diharapkan  Monitor Karakteristik Luka
integritas kulit klien membaik dengan  Monitor Tanda Infeksi
kriteria hasil : Terapeutik
(1) Meningkat  Lepaskan balutan dan plester secara
(2) Cukup meningkat perlahan
(3) Sedang  Cukur rambut disekitar luka bila perlu

(4) Cukup menurun  Bersihkan dengan cairan NaCl

(5) Menurun  Bersihkan jaringan nekrotik

a. Nyeri (5)  Berikan salep yang sesuai dengan


b. Tanda infeksi (5) kebutuhan luka
c. Perdarahan (5)  Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai dengan tingkat
eksudat dan drainase luka
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan konsumsi makanan tinggi kalori
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi debridement jika dibutuhkan
 Kolaborasi pemberian antibiotik.
4 Intoleransi Aktifitas b.d Toleransi Aktivitas Meningkat Manajemen Energi (I. 05178)
Ketidaksesuaian Antara
Observasi
Suplai dan Kebutuhan Setelah dilakukan tindakan
Oksigen keperawatan selama 3x24 jam,
 Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
diharapkan toleransi aktifitas klien
mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan kriteria hasil :
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
(1) Meningkat  Monitor pola dan jam tidur
(2) Cukup meningkat  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan

(3) Sedang selama melakukan aktivitas

(4) Cukup menurun


Terapeutik
(5) Menurun

a. Saturasi oksigen meningkat  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

(1) stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)


 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
b. Kemudahan beraktifitas
meningkat (1) aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
c. Keluhan lelah menurun (5)
menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan implementasi dengan tujuan untuk melihat
hasil dari tindakan keperawatan yang sudah diberikan kepada pasien. Hasil yang
di dapatkan untuk ke empat diagnosa di atas yaitu, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018):
a. Diharapkan pola nafas klien membaik ditandai dengan tidak adanya
penggunaan otot bantu nafas, dyspnea menurun dan RR dalam batas normal
b. Diharapkan toleransi aktifitas membaik ditandai dengan kemampuan
beraktifitas tanpa adanya keluhan sesak
c. Diharapkan nutrisi klien terpenuhi ditandai dengan adanya kenaikan berat
badan dan kenaikan kadar albumin
d. Diharapkan gangguan integritas jaringan klien teratasi ditandai dengan luka
menunjukkan tanda sembuh, tidak adanya tanda gejala infeksi dan tidak
adanya perdarahan
DAFTAR PUSTAKA

Elfatma Y, Rachmawati N. (2017). Artikel Penelitian Gambaran Derajat Varises


Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis. 6(2):457–62.

Lovena A, Miro S, Efrida.(2017). Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP


Dr.M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas. 6(1):5–12.

Muir AJ.(2015). Understanding the Complexities of Cirrhosis. Elsevier HS


Journals.37(8):1822–36.

NIDDK. (2018). Definition and facts for cirrhosis. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health
information/liverdisease/ cirrhosis/definition-facts - Diakses April 2021

PPNI. (2018). SDKI, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi I Cetakan III. Jakarta :
PPNI

PPNI. (2018). SIKI, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I Cetakan II. Jakarta :
PPNI

PPNI. (2018). SLKI, Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI

Rajekar H. (2015). Complication of Cirrhosis Portal Hypertension: A Review. J


Liver. 4(4):1–7

Widyandari, N. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis.


ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Yang YY, Lin HC. (2015). Diagnostic Laboratory Test. In: Lee SS, Moreau R,
editors. Cirrhosis A Practical Guide to Management. 1st ed. New
Jersey:Wiley Blackwell; 12–2

Anda mungkin juga menyukai