LP Sirosis Hepatis PD Kartika Husada
LP Sirosis Hepatis PD Kartika Husada
LP Sirosis Hepatis PD Kartika Husada
SIROSIS HEPATIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DI RUANG KENANGA (PENYAKIT DALAM)
RUMAH SAKIT TK. II KARTIKA HUSADA PONTIANAK
DISUSUN OLEH:
SELVY RAHMAYUNI
I4051201001
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif yang di
tandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran
morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan
arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik antara
pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena
hepatika). Secara klinis atau fungsional SH di bagi atas : Sirosis hati kompensata
dan Sirosis hati dekompensata, di sertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal (Elfatma & Rachmawati, 2017).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Sirosis hepatis adalah
sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel
hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi
penurunan jumlah jaringan hati normal (NIDDK, 2018).
Istilah sirosis hati di berikan oleh Laence tahun (1819), yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning (orange yellow), karena perubahan warna pada
nodule-nodule yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat di katakan sebagai
berikut yaitu keadaan disorganisasi yang difuse dari suatu struktur hati yang
normal akibat nodule regeneratif yang di kelilingi jaringan mengalami fibrosis
(NIDDK, 2018).
2. Etiologi
Penyebab Srosis Hepatis secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak
dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang dianggap paling sering dapat
menyebabkan sirosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama dengan tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga dapat mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal
bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim
hati. (NIDDK, 2018)
3. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun
etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi
parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama (Muir, 2015;
NIDDK, 2018; Widyandarii, 2018).
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati (Muir, 2015;
NIDDK, 2018; Widyandari, 2018).
4. Pathway (Muir, 2015; NIDDK, 2018; Widyandari, 2018).
Nekrosis Hepatoseluler
Hipertensi portal
Sirosis hepatis
POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala
Gejala chirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama- sama di
liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan,
mual- mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada
chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
2) Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus.
Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. (Yang & Lin,
2015; Widyandari, 2018)
6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi yaitu
pemeriksaan lab, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya seperti radiologi,
dan lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang
dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
a. Darah, Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom
normositer, hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme (lien
membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah trombosit dan
leukosit kurang dari nilai normal).
b. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan
petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar.
Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan
transaminase ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
c. Albumin, Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan
sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi
stress seperti tindakan operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel
hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan
sel hepar, terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang
bertahan di bawah nilai normal, mempunyai prognosis yang buruk.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar natrium (Na) kurang
dari 4 meq/l menunjukan kemungkinan terjadi syndrome hepatorenal.
f. USG (Ultrasonografi).
g. Pemeriksaan radiologi.
h. Tomografi komputerisasi.
i. Magnetic resonance imaging.
j. Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
(Lovena, Miro & Efrida, 2017; NIDDK, 2018)
7. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain:
a. Perdarahan, Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada sirosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises
esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
b. Koma hepatikum, Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang
sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu kehilangan
kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Koma hepatikum primer disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas
dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolismee tidak dapat
berjalan dengan sempurna.
2) Koma hepatikum sekunder ditimbulkan bukan karena kerusakan hati
secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan,
akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
c. Ulkus peptikum, Timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis
lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan diantaranya adalah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan
lain adalah timbulnya defisiensi makanan.
d. Karsinoma hepatoseluler, Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis
hepatis terutama pada bentuk postnekrotik adalah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah
menjadi karsinoma yang multiple.
e. Infeksi, Setiap penurunan kondisi badan akan mudah terkena infeksi,
termasuk penderita sirosis hepatis. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah peritonitis bacterial spontan,
bronchopneumonia, pneumonia, TBC paru-paru,glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
f. Sindrom hepatorenal, Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari
arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi
ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan
cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum15creatinine
lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/hari, dan sodium
urin kurang dari 10 mEq/L.
g. Sindrom hepatopulmonal, Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal.
(NIDDK, 2018; Muir,2015; Rajekar, 2015)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
2. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Absorbsi Nutrien
3. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Status Nutrisi
4. Intoleransi Aktifitas b.d Ketidaksesuaian Antara Suplai dan Kebutuhan Oksigen
C. Rencana Intervensi (Rasional)
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Edukasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Edukasi
Kolaborasi
NIDDK. (2018). Definition and facts for cirrhosis. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health
information/liverdisease/ cirrhosis/definition-facts - Diakses April 2021
PPNI. (2018). SDKI, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi I Cetakan III. Jakarta :
PPNI
PPNI. (2018). SIKI, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I Cetakan II. Jakarta :
PPNI
PPNI. (2018). SLKI, Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI
Yang YY, Lin HC. (2015). Diagnostic Laboratory Test. In: Lee SS, Moreau R,
editors. Cirrhosis A Practical Guide to Management. 1st ed. New
Jersey:Wiley Blackwell; 12–2