Evaluasi Program Pencegahan Dan Penanggulangan Tuberkulosis Di Puskesmas Purwoyoso Dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 321

EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN

PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS


PURWOYOSO DAN PUSKESMAS KARANGMALANG
KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Siti Chomaerah
NIM 6411415102

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Februari 2020

ABSTRAK
Siti Chomaerah
Evaluasi program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di
Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas karangmalang
VI + 311 halaman + 2 tabel + 2 gambar + 10 lampiran

Penemuan kasus Tuberkulosis di Kota Semarang dari tahun 2016 sampai


2018 mengalami peningkatan, yaitu 211 kasus, 235 kasus, dan 257 kasus.
Keberhasilan pengobatan Kota Semarang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
belum mencapai target nasional (90%). Capaian terendah penemuan kasus dan
keberhasilan pengobatan TB yaitu Puskesmas Purwoyoso (9,65%) dan Puskesmas
Karangmalang (5,31%). Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi kesesuaian
pelaksanaan program P2TB di Puskesmas berdasarkan Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis tahun 2016.
Jenis penelitian ini adalah Kualitatif. Teknik pengambilan informan secara
purposive Sampling. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 18 informan dari
Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang. Instrumen yang digunakan
adalah panduan wawancara, observasi dan dokumentasi. Data dianalsis dan
disajikan dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa promosi kesehatan Puskesmas
Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang masih belum menyeluruh, jumlah
media komunikasi yang digunakan belum mencukupi. Jumlah gasurkes dan kader
TB di Puskesmas Purwoyoso masih terbatas, sedangkan di Puskesmas
Karangmalang kader TB terlatih masih kurang. Pencatatan dan pelaporan di kedua
Puskesmas masih terhambat oleh provider jaringan dan penguasaan petugas
kesehatan terhadap sistem informasi. Peran serta masyarakat di kedua wilayah
Puskesmas belum dilakukan secara optimal.
Saran penelitian ini adalah memanfaatkan media massa untuk meningkatkan
sosialisasi dan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dan kader dalam
pelaksanaan program P2TB melalui pelatihan.

Kata Kunci: Evaluasi Program P2TB, Program P2TB di Puskesmas Purwoyoso,


Program P2TB di Puskesmas Karangmalang
Kepustakaan: 72 (2012-2019)

i
Department of Public Health Sciences
faculty of Sport Science
Semarang State University
February 2020

ABSTRACK

Siti Chomaerah
Evaluation of the Tuberculosis Prevention and Control program at Purwoyoso and
Karangmalang Healthcare Center in Semarang City
VI + 311 pages + 2 tables + 2 pictures + 10 attachments
Tuberculosis cases in Semarang City from 2016 to 2018 experienced an
increase, namely 211 cases, 235 cases and 257 cases. The success of Semarang
City treatment in the last 5 years has not reached the national target (90%). The
lowest achievement of case finding and the success of TB treatment were
Puskesmas Purwoyoso (9.65%) and Puskesmas Karangmalang (5.31%). The
purpose of the study was to evaluate the suitability of the implementation of the
P2TB program at the Puskesmas based on the 2016 Tuberculosis Control
Guidelines.
This type of research is qualitative. The technique of taking informants
by purposive sampling. The number of samples in the study were 18 informants
from Purwoyoso Community Health Center and Karangmalang Health Center.
The instruments used were interview guides, observations and documentation.
Data is analyzed and presented in narrative form.
The results showed that the health promotion of Purwoyoso Puskesmas
and Karangmalang Puskesmas was still not comprehensive, the number of
communication media used was insufficient. The number of gasurkes and TB
cadres in the Purwoyoso Puskesmas is still limited, while in Karangmalang
Puskesmas the trained TB cadres are still lacking. Recording and reporting in the
two Puskesmas is still hampered by the network provider and the control of health
workers over the information system. Community participation in the two
Puskesmas areas has not been carried out optimally.
The suggestion of this research is to use mass media to improve
socialization and improve the ability of health workers and cadres in
implementing the P2TB program through training.

Keywords: Evaluation of P2TB Program, P2TB Program at Puskesmas


Purwoyoso, P2TB Program at Puskesmas Karangmalang
Literature: 58 (2012-2019)

ii
PERNYATAAN

iii
PENGESAHAN

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
 Tidak ada kesuksesan melainkan dengan pertolongan Allah swt. (Q.S.
Huud:88)
 "Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-mujadilah:
11)
 Seperti apapun orang lain memperlakukanmu baik maupun buruk, tetaplah
berperilaku baik kepada semua orang

Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
 Kedua orang tua saya yang selalu memberikan cinta
kasihnya, memanjatkan doa dan memberi dukungan
 Kakak-kakakku yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi
 Almamater Universitas Negeri Semarang yang telah
membekali ilmu bermanfaat

v
PRAKATA

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang Kota Semarang’’ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

S1 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Negeri Semarang. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Dekan Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Tandiyo

Rahayu, M.Pd., atas izin penelitian yang diberikan.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Dr. Irwan Budiono, M,Kes. (Epid)., atas izin

penelitian yang diberikan.

3. Dosen pembimbing, dr. Fitri Indrawati, M.P.H., yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Segenap dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

ilmu bermanfaat.

5. Kepala Dinas Kesehatan Kota Kota Semarang yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk pengambilan data dalam penelitian.

6. Kedua orang tua saya (Bapak Jirin dan Ibu Jumini), kakak saya Supriyanto,

Nurul Hidayah, Eko Ahmad Ababil, dan Ariyanti Puspita Sari serta seluruh

keluarga tercinta yang telah memberi bantuan dan dorongan baik materil

vi
maupun spiritual sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Para Sahabat PKL Bagjamumumu, Ayu Nur Laili, Trisna Hani Fauziah, Nila

Zahrotul Jannah, Devy Restiyani, Nandika Dwi Widyaningrum, serta

terkasih Ahmad Taufik Fahrozi atas bantuannya pada saat studi pendahuluan

dan penelitian serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri

Semarang angkatan 2015, rombel 5 (2015), peminatan AKK (2015) dan

Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

penulis mengharapkan masukan-masukan dari semua pihak guna penyempurnaan

karya selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

meningkatkan pengetahuan pembaca.

Semarang, 12 Februari 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................................i
ABSTRACK ............................................................................................................................. ii
PERNYATAAN ........................................................................................................................ iii
PENGESAHAN ........................................................................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................................................v
PRAKATA.................................................................................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ..........................................................................................7
1.3 TUJUAN ...................................................................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................................8
1.4 MANFAAT ................................................................................................................9
2.1.1 Manfaat Teoritis ....................................................................................................9
2.1.2 Manfaat Praktisis .................................................................................................10
1.5 KEASLIAN PENELITIAN .....................................................................................10
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN ........................................................................13
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat .......................................................................................14
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu .........................................................................................14
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan ...................................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................................15
LANDASAN TEORI ..............................................................................................15
2.1.1 Tuberkulosis ........................................................................................................15
2.1.2 Program Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis ...................................23
2.1.3 Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis............................................................39
2.1.4 Puskesmas ...........................................................................................................40
2.1.5 Evaluasi Program ................................................................................................42
2.1.6 Dicrepancy Evaluation Model (DEM) ................................................................44
KERANGKA TEORI ..............................................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN ...........................................................................................48
3.1 ALUR PIKIR ...........................................................................................................48
3.2 FOKUS PENELITIAN ............................................................................................49

viii
3.3 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN ..........................................................50
3.4 SUMBER INFORMASI ..........................................................................................51
3.4.1 Data Primer .........................................................................................................51
3.4.2 Data Sekunder .....................................................................................................52
3.5 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA ...............52
3.5.1 Instrumen Penelitian ............................................................................................52
3.5.2 Teknik Pengambilan Data ...................................................................................53
3.6 PROSEDUR PENELITIAN ....................................................................................54
3.6.1 Tahap Persiapan...................................................................................................55
3.6.2 Tahap Pelaksanaan ..............................................................................................55
3.6.3 Tahap Pasca Penelitian ........................................................................................56
3.7 PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA ................................................................56
3.8 TEKNIK ANALISIS DATA ....................................................................................57
3.8.1 Reduksi Data .......................................................................................................57
3.8.2 Penyajian Data.....................................................................................................57
3.8.3 Kesimpulan/Verifikasi .........................................................................................58
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................................................59
4.1 PUSKESMAS PURWOYOSO ...............................................................................59
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Purwoyoso ...........................................................59
4.1.2 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis ..................................................................62
4.1.3 Sumber Daya .......................................................................................................77
4.1.4 Sistem Informasi .................................................................................................82
4.1.5 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan .........................................................85
4.1.6 Peran Serta Masyarakat .......................................................................................89
4.2 Puskesmas Karangmalang .......................................................................................94
4.2.1 Gambaran Umum Puskesmas Karangmalang .....................................................94
4.2.2 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis ..................................................................96
4.2.3 Sumber Daya ..................................................................................................... 113
4.2.4 Sistem Informasi ............................................................................................... 118
4.2.5 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan ....................................................... 122
4.2.6 Peran Serta Masyarakat ..................................................................................... 126
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................................... 131
5.1 PEMBAHASAN ................................................................................................... 131
5.1.1 Puskesmas Purwoyoso ...................................................................................... 131
5.1.2 Puskesmas karangmalang .................................................................................. 148
5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN ............................................. 165
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 167

ix
6.1 SIMPULAN........................................................................................................... 167
6.2 SARAN ................................................................................................................. 168
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 171

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian Peneitian................................................................................ 10

Tabel. 2.1. Hasil pengobatan pada pasien TB BTA positif................................... 31

Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Puskesmas Purwoyoso…………. 59

Tabel 4.2 Jenis Layanan di Puskesmas…………………………………………. 60

Tabel 4.3 Sumber Daya Kesehatan, Sarana Pelayanan, dan Progra Kesehatan di

Puskesmas Karangmalang…………………………………………….97

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian........................................................ 46

Gambar 3.1 : Alur pikir.................................................................................. 48

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat tugas pembimbing................................................................ 179

Lampiran 2. Surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNNES.. 180

Lampiran 3. Surat izin penelitian dari Kesbangpol atau Bappeda atau tempat

penelitian....................................................................................... 181

Lampiran 4. Salinan ethical clearance............................................................... 183

Lampiran 5. Surat/bukti sudah melakukan penelitian/pengambilan data dari

institusi yang berwenang.................................................................. 184

Lampiran 6. Surat tugas panitia ujian................................................................. 186

Lampiran 7. Instrument penelitian...................................................................... 187

Lampiran 8. Transkip wawancara penelitian..................................................... 204

Lampiran 9. Dokumentasi penelitian Puskesmas Purwoyoso............................. 307

Lampiran 10. Dokumentasi penelitian Puskesmas Karangmalan....................... 309

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkulosis atau TBC adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian kuman TB tidak hanya menyerang

paru-paru, tetapi dapat menyerang berbagai organ dan jaringan tubuh lainnya.

Penularan dapat terjadi ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara, atau

meludah, mereka memercikkan kuman TB atau bacillia ke udara. Setelah kuman

TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat

menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian

tubuh lainnya.

Dampak sosial dan psikologis yang dialami oleh penderita TB yaitu

timbulnya rasa tidak percaya diri penderita TB untuk bersosialisasi, penderita

tidak dapat bekerja secara maksimal, menjadi beban keluarga, dan mendapatkan

stigma negatif dari masyarakat. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat

tentang TB menyebabkan stigma negatif sulit dihilangkan (Sulidah, 2013).

Dampak ekonomi yang dialami oleh penderita yaitu kehilangan pendapatan dalam

jangka waktu tertentu.

Pada tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-3 diantara 5 negara

yang mempunyai beban tuberkulosis yang terbesar yaitu India, China, Indonesia,

Philippina and Pakistan. Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017,

1
2

secara global kasus baru tuberkulosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari

insiden tuberkulosis (10,4 juta) (WHO, 2017). Tahun 2017 ditemukan jumlah

kasus tuberkulosis di Indonesia sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila

dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan ke 3 tahun 2018 kejadian kasus

TB terdapat sebanyak 370.838 kasus yang ternotifikasi TB (Kemenkes RI, 2017).

Kenaikan kasus Tuberkulosis di Indonesia membuat pemerintah untuk

melakukan penanggulangan dengan cara membuat program yang disebut program

Pencegahan dan Penanggulangan TB (P2TB). Pencegahan dan Penanggulangan

TB (P2TB) adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif

dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan

untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan

atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi

dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis (Kemenkes, 2016).

Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 menyebutkan bahwa indikator utama

yang digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional penanggulangan TB di

tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat, antara lain: 1) Cakupan pengobatan

semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang diobati; 2) Angka notifikasi

semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang diobati per 100.000 penduduk;

3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus; 4) Cakupan penemuan

kasus resistan obat; 5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat; 6)

Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV. Dari ke-6 indikator tersebut,

pemerintah lebih menekankan pada pencapaian indikator penemuan kasus (CDR)

dan keberhasilan pengobatan Tuberkulosis sebagai tolak ukur dalam pencapaian


3

keberhasilan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) di

Indonesia.

Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna dapat

menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan

sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di

masyarakat. Selama 3 tahun terakhir angka penemuan kasus TB cenderung

terdapat peningkatan, yaitu pada tahun 2015 sebesar 32,9%, tahun 2016 sebesar

35,8%, dan tahun 2017 sebesar 42,4%, tetapi masih belum mencapai target

nasional penemuan kasus TB minimal 70%. Pada tahun 2017 angka keberhasilan

pengobatan semua kasus tuberkulosis sebesar 85,7%, mengalami peningkatan

dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 85% dan tahun 2015 sebesar 85,8%,

sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90,0%.

Belum tercapainya indikator keberhasilan program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) di tingkat pusat, dipengaruhi oleh belum

tercapainya indikator penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan tuberkulosis

di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Jumlah kasus Tuberkulosis tertinggi

yang dilaporkan, terdapat di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur

(Kemenkes RI, 2017). Provinsi Jawa Tengah memilki penemuan kasus dan

keberhasilan pengobatan TB yang masih rendah dibandingkan dengan 2 provinsi

yang lain. Penemuan untuk semua kasus TB di Jawa Tengah tahun 2018 sebesar

143,9 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017

yaitu 132,9 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan di

Jawa Tengah tahun 2018 sebesar 77,1% mengalami penurunan dibandingkan


4

tahun 2017 sebesar 82,36%, masih belum mencapai target rencana strategi Dinas

Kesehatan Kota Provinsi Jawa Tengah, yaitu 90 persen (Dinkes Jateng, 2018).

Kota Semarang menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah penderita

Tuberkulosis terbanyak di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017, yang pada

tahun 2015 dan 2016 menduduki peringkat ke-6. Penemuan kasus penderita

tuberkulosis di Kota Semarang setiap tahun mengalami peningkatan, yaitu tahun

2016 sebanyak 211 kasus, tahun 2017 sebanyak 235 kasus, dan tahun 2018

sebanyak 257 kasus. Meningkatnya penemuan kasus TB di Kota Semarang tidak

sejalan dengan angka keberhasilan pengobatan penderita tuberkulosis yang dalam

kurun waktu 5 tahun terakhir belum mencapai target nasional yaitu sebesar 90%.

Tahun 2013 sampai 2015 rata-rata caiapannya masih dalam kisaran angka 83%,

kemudian pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 86%. Akan tetapi,

pada tahun 2017 turun kembali sebesar 84%.

Berdasarkan data Analisis Situasi Program P2TB Kota Semarang oleh Dinas

Kesehatan Kota Semarang tahun 2018 terdapat 2 Puskesmas yang memiliki

capaian terendah dalam penemuan kasus maupun keberhasilan pengobatan

tuberkulosis dalam pelaksanaan program P2TB yaitu Puskesmas Purwoyoso dan

Puskesmas Karangmalang. Penemuan kasus TB di Puskesmas Purwoyoso sebesar

9,65% dengan keberhasilan pengobatan sebesar 84,6%, sedangkan penemuan TB

di Puskesmas Karangmalang sebesar 5,31% dengan keberhasilan pengobatan

sebesar 77,8%.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Maret

2019 di Dinas Kesehatan Kota Semarang, diketahui masih terdapat beberapa


5

kendala yang dialami dalam pelaksanaan program P2TB. Beberapa diantaranya

yaitu penemuan kasus Tuberkulosis dilakukan dengan cara menunggu penderita

TB datang ke Puskesmas dan laporan dari kader kesehatan. selain itu, sosialisasi

oleh pihak Puskesmas terkait program TB jarang dilakukan sehingga pengetahuan

masyarakat terkait penyakit TB rendah. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya

kesadaran pasien terhadap penyakit TB. Selaras dengan penelitian terdahulu yang

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara penegtahuan dan sikap terhadap

upaya pencegahan TB (Rahman, Fauzi E, et al, 2017).

Kendala lain yang terjadi yaitu Follow up pasien yang belum optimal. Hal

tersebut terjadi karena petugas program TB yang merangkap tugas lain, seperti

menjadi adminitrasi di bagian pelayanan, kepala ruang rawat inap, pelaksana

program lain, dan lain-lain. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan

menurunkan kualitas hasil kerja dan memungkinan adanya inefisiensi waktu,

sehingga kegiatan dalam penemuan tidak bisa dikerjakan secara maksimal

(Sutinbuk, Mawarni, & Kartika W, 2012). Berdasarkan penelitian terdahulu

menjelaskan bahwa adanya tugas rangkap oleh petugas pelaksana program

penanggulangan TB menyebabkan capaian program P2TB oleh Puskesmas masih

jauh dari terget yang ditentukan. Faktor penghambat lain yaitu belum

tercukupinya dana, tenaga terlatih dan beban kerja yang rangkap (Aditama,

Zulfikar, & Baning R., 2013).

Pengawas Minum Obat (PMO) yang belum berfungsi secara optimal. PMO

hanya bertugas mengantar penderita berobat atau mengambilkan obat ke

Puskesmas ketika penderita TB tidak dapat mengambil sendiri, dan tidak setiap
6

hari mengawasi ketika minum obat. Hal tersebut terjadi karena PMO tidak

mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan berkaitan dengan apa saja tugas

sebagai PMO dan bahaya penyakit TB, sangat mempengaruhi proses pengobatan

penderita TB. (Dewanty, et al, 2016). Penelitian terdahulu lainnya juga

menyebutkan bahwa kinerja PMO yang baik akan membantu meningkatkan angka

kesembuhan TB (Hayati & Musa , 2016) Masalah lainnya terletak pada

penggunaan media promosi kesehatan yang belum digunakan secara optimal oleh

petugas kesehatan. Kerjasama antar organisasi yang dilakukan belum sepenuhnya

terjalin sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Komunikasi, sumber daya, dan SOP mempunyai pengaruh dalam

keberhasilan program penanggulangan TB Paru terutama dalam penemuan kasus

pasien TB Paru (Tuharea, Suparwati, & Sriatmi, 2014). Penelitian lain

menyebutkan masih terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab yang dilakukan oleh petugas pemegang program P2TB puskesmas, petugas

laboratorium, kepala tata usaha dalam pencatatan dan pelaporan puskesmas sesuai

dengan standar yang ditetapkan oleh Kemenkes. Selain itu, sarana dan prasarana

juga belum memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Kemenkes RI (Nugraini,

2015).

Faktor-faktor yang dapat menghambat program pengendalian TB dalam

public private mix adalah keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, logistik

TB dan sarana prasarana unit DOTS serta ketergantungan sumber daya terhadap

pihak investasi, tidak adanya pedoman operasional yang mengatur mekanisme

kerjasama, kurangnya komitmen pemerintah dan mitra dalam implementasi


7

pengendalian TB, kurangnya komunikasi dan koordinasi antara jejaring PPM

dalam menjaga pengobatan penderita (Tondong, Mahendradhata, & Ahmad,

2014). Mengevaluasi program adalah melaksanakan segala upaya untuk

mengumpulkan dan menggali data mengenai kondisi nyata terhadap pelaksanaan

suatu program, kemudian membandingkan dengan kriteria agar dapat diketahui

seberapa jauh ada dan tidaknya kesenjangan antara kondisi nyata pelaksanaan

program dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut, menjadikan alasan bagi peneliti untuk

melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Penanggulangan dan

Pencegahan Tuberkulosis Di Puskesmas Kota Semarang”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimana evaluasi program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang Kota Semarang?”

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1.2.2.1 Bagaimana evaluasi kesenjangan kegiatan pengendalian tuberkulosis

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang

Kota Semarang?

1.2.2.2 Bagaimana evaluasi kesenjangan kelengkapan sumber daya dalam


8

pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.2.2.3 Bagaimana evaluasi kesenjangan sistem informasi dalam pelaksanaan

program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas

Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.2.2.4 Bagaimana evaluasi kesenjangan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang

Kota Semarang?

1.2.2.5 Bagaimana evaluasi kesenjangan peran serta masyarakat dalam

pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi kesenjangan

program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso

dan Puskesmas Karangmlang Kota Semarang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui evaluasi kesenjangan kegiatan pengendalian tuberkulosis

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan


9

Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang

Kota Semarang?

1.3.2.2 Bagaimana evaluasi kesenjangan kelengkapan sumber daya dalam

pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.3.2.3 Bagaimana evaluasi kesenjangan sistem informasi dalam pelaksanaan

program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas

Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.3.2.4 Bagaimana evaluasi kesenjangan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan

dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan

Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang

Kota Semarang?

1.3.2.5 Bagaimana evaluasi kesenjangan peran serta masyarakat dalam

pelaksanaan program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang?

1.4 MANFAAT

2.1.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperluas wawasan, dan ilmu

pengetahuan sebagai acuan penelitian tentang evaluasi program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang Kota Semarang.


10

2.1.2 Manfaat Praktisis

2.1.2.1 Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

untuk pengembangan perencanaan baru bagi instansi terkait diketahuinya

gambaran implementasi program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis

di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

2.1.2.2 Bagi Jurusan

Menambah bahan kepustakaan yang berhubungan dengan implementasi

program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso

dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

2.1.2.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan,

wawasan dan pengalaman belajar bagi peniliti terkait dengan evaluasi

implementasi program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No. Peneliti Judul Rancangan Variabel Hasil Penelitian


Penelitian
1 Royke Implementasi Deskriptif Komunikasi, Peningkatan
Abraham Kebijakan kualitatif sumber daya, penemuan kasus
(2018). Penanggulan dengan disposisi, Tuberkulosis di
(Abraham, gan Penyakit pendekatan struktur Puskesmas
2018) Tuberkulosis induktif birokrasi, Kamonji Kota Palu
di Puskesmas karakteristik disebabkan oleh
11

Kamonji badan komunikasi dan


Kota Palu pelaksana, struktur birokrasi
dan menjadi faktor
lingkungan. penghambat
implemntasi.
Faktor sumber daya
dan disposisi
menjadi fator
pendukung
implemntasi
kebijakan
penanggulangan
TB.
2 Adistha Evaluasi Kualitatif penemuan Hasil penelitian
Eka Program dengan kasus, menunjukkan CDR
Noveyani Oengendalian rancangan pengobatan, tahun 2013 adalah
& Santi Tuberkulosis deskriptif faktor 112% memenuhi
Martini Paru dengan pendorong target nasional ≥
(2014). Strategi dan faktor 70%. Faktor
(Noveyani DOTS di penghambat, pendorong berupa
& Martini, Puskesmas pencatatan penyuluhan rutin
2014) Tanah dan oleh petugas di
Kalikedindin pelaporan, Puskesmas. Fator
g Surabaya dan capaian penghambat yaitu
berdasarkan jarak menuju
indikator Puskesmas yang
tuberkulosis. sebagian besar
adalah > 1 km,
sehingga
dibutuhkan
kendaraan untuk
menuju ke
Puskesmas. Kurang
optimalnya peran
pengawaminum
obat penderita TB.
3 Tiemi Tuberculosis Evaluasi Kinerja Kelompok dengan
ArakawaI, Control program kelompok, kinerja terbaik
Gabriela Program In dengan Pengobatan menunjukkan
Tavares The desain Teramati, tingkat
Magnabos Municipal ekologis Pengawasan kesembuhan
coI, Rubia Context: DOTS tertinggi dan
Laine de Performance menunjukkan
Paula Evaluation tingginya
AndradeII, pengobatan
et all teramati secara
12

(2017). langsung.
(Arakawa, Kelompkm kinerja
et al., terburuk
2017) menunjukkan
rendahnya insidensi
TB, TB HIV tinggi,
populasi kecil, dan
cakupan DOTS
rendah. pentingnya
Perawatan yang
diamati secara
langsung dalam
kaitannya dengan
hasil untuk
pengobatan dan
meningkatkan
refleksi dalam
kapasitas struktural
dan manajerial kota
dalam pelaksanaan
Program
Pengendalian
Tuberkulosis
4 Deswinda, Evaluasi Studi Input, proses, Input, Tenaga
Rosfita Penanggulan kualitatif dan output kesehatan dalam
Rasyid, gan penemuan
dan Tuberkulosis penderita Tb
Firdawati Paru di kurang, metode
(2019). Puskesmas yang digunakan
(Deswinda dalam dalam penemuan
, Rasyid, Penemuan kasus adalah pasif
& Penderita dan aktif, dana dan
Firdawati, Tuberkulosis sarana masih
2019) Paru di kurang. Proses,
kabupaten perencanaan
Sijunjung program sesuai
pedoman,
pergerakan-
pelaksanaan
berjalan dengan
baik. Output,
program
penanggulangan
TB di Kabupaten
Sijunjung belum
mencapai target
13

yang ditetapkan.
5 Vivi Analisis Kualitatif Variabel Hasil penelitan
Sofiyatun Implementasi dengan bebas adalah menunjukan bahwa
(2018) Program rancangan kinerja PMO. kekurangan
(Sofiyatun Penanggulan deskriptif variabel sumberdaya staf
, 2019) gan terikatnya dan fasilitas,
Tuberkulosis adalah kurangnya
Paru (Studi kesembuhan konsistensi dalam
Kasus di TB. komunikasi serta
Puskesmas komitmen
Tlogosari pelaksana program
Kulon Kota terhadap pasien
Semarang) yang kurang dapat
menghambat
implementasi
sehingga belum
dapat mencapa
target yang
ditentukan.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Penelitian terdapat perbedaan variabel, tempat dan waktu dengan

penelitian sebelumnya.

2. Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel yang paling

berpengaruh terhadap evaluasi program Penanggulangan dan Pencegahan

Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup penelitian dalam penelitian meliputi tempat, waktu

dan materi penelitian.


14

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program

Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis dilakukan di Puskesmas

Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat, khusunya di

bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan yaitu terkait materi evaluasi program.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI

2.1.1 Tuberkulosis

2.1.1.1 Pengertian Penyakit Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara

lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal

sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas

dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang

bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.

2. Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,

berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.

3. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,

Ogawa.

4. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

15
16

5. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.

Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan

mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C

akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.

6. Kuman dapat bersifat dorman.

2.1.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global kasus

baru tuberkulosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis

(10,4 juta). Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia

dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien. Indonesia

menduduki peringkat ke 3 diantara 5 negara yang mempunyai beban tuberkulosis

yang terbesar yaitu India, Indonesia, China, Philippina and Pakistan (WHO,

2017).

Pada tahun 2017 di Indonesia ditemukan jumlah kasus tuberkulosis

sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis

yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus dan tahun 2015

sebesar 330.729 kasus. Pada triwulan ke 3 tahun 2018 kejadian kasus TB terdapat

sebanyak 370.838 kasus yang ternotifikasi TB. Jumlah kasus tertinggi yang

dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa

Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut

sebesar 43% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia (Kemenkes RI,

2017)

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-
17

laki sebanyak 245.298 orang lebih besar dibandingkan pada perempuan sebanyak

175.696 orang. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-

laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi

kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya

merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan

bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya

3,7% partisipan perempuan yang merokok. Selama 10 tahun terakhir angka

notifikasi dan cakupan pengobatan kasus TBC cenderung terdapat peningkatan

yang signifikan. Akan tetapi, angka kesembuhan cenderung mempunyai gap

dengan angka keberhasilan pengobatan, sehingga kontribusi pasien yang sembuh

terhadap angka keberhasilan pengobatan menurun dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Dalam upaya pengendalian penyakit, fenomena menurunnya angka

kesembuhan ini perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi

penularan penyakit TBC (Kemeterian Kesehatan RI, 2018).

2.1.1.3 Penularan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung

kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik).

Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung

percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis.

Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 – 1.000.000

M.tuberculosis (Kementerian Kesehatan RI, 2016).


18

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit meliputi tahap paparan,

infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:

2.1.1.3.1 Paparan

Peluang peningkatan paparan terkait dengan jumlah kasus menular di

masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya tular dahak

sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan, kedekatan kontak dengan

sumber penularan, dan lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.

2.1.1.3.2 Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah

infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam

lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya

tahun tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening

dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi.

2.1.1.3.3 Faktor Resiko

Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:

konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup, lamanya waktu sejak terinfeksi, usia

seseorang yang terinfeksi, tingkat daya tahan tubuh seseorang yang rendah

diantaranya orang yang terinfeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan

memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB), dan pada seseorang yang

terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB. Namun pada seorang

dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko

20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.


19

2.1.1.3.4 Meninggal Dunia

Faktor risiko kematian karena TB disebabkan oleh beberapa hal antara

lain: akibat dari keterlambatan diagnosis, pengobatan tidak adekuat, adanya

kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta, pada pasien TB tanpa

pengobatan 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat pada

pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian disebabkan

oleh TB.

2.1.1.4 Patogenesis

Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka

secara tidak sengaja keluarlah dorplet nuklei da jatuh ke tanah, lantai, atau tempat

lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, dorplet nuklei

tersebut menguap. Mengupanya dorplet bakteri ke udara dengan pSergerakan

angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dorplet nuklei

terbang ke udara. Apabila bakteri tersebut terhirup oleh orang sehat, maka orang

itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis. penularanS bakteri lewat udara

disebut dengan istilah air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati

pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik

lokal dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri

(multiplying). Bakteri tuberkulosis dan fokus primer atau lesi primer atau fokus

Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan

fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang

yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes

Mantoux ( (Muttaqin, 2012).


20

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke suluruh

tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :

2.1.1.4.1 Percabangan bronkhus

Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkhus dapat mengenai area

paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring),

maupun ke saluran pencernaan.

2.1.1.4.2 Sistem saluran limfe

Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional

limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat

darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.

2.1.1.4.3 Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau

mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat

mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar

adrenal, otak, dan meningen.

2.1.1.4.4 Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh kuat, maka infeksi primer tidak berkembang

lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tidaka dapat berkembang biak lebih lanjut dan

menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi tubuh melemah akbati sakit

lam/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama,

maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. inilah yang disebut

reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi

bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga
21

dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi

baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. biasanya organ paru tempat

timbulnya infeksi pasca primer terutama berada di daerah apkes paru.

2.1.1.5 Klasifikasi

Berdasarkan Pedoman Pengendalian Tuberkulosis Nasional, penyakit

tuberkulosis dibagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain :

2.1.1.5.1 Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena

Berdasarkan organ tubuh yang terkena bakteri penyebab penyakit TB

dibedakan menjadi 2 klasifikasi yaitu Tuberkulosis Paru dan Tuberkulosis Ekstra

Paru. Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Sedangakan tuberkulosis ekstra paru merupakan tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usu, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2.1.1.5.2 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis di bedakan pada

keadaan yang ditunjukkan pada tuberkulosis paru BTA positif dan tuberkulosis

paru BTA negatif. Keadaan yang ditujukan pada penderita tuberkulosis paru BTA

positif seperti: sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif, 1 spesimen dahal SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis, 1 spesimen dahak SPD hasilnya BTA positif

dan biakan kuman TB positif, serta 1 atau lebih speimen dahak hasilnya positif
22

setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA

negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberia antibotik non OAT. Kriteria

diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi: paling tidak 3 spesimen

dahak SPS hasilnya negatif, foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran

tuberkulosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT bagi

pasien dengan HIV negatif, dan ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk

diberi pengobatan.

2.1.1.5.3 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut

sebagai tipe pasien, yaitu: kasus baru, kasus yang sebelumnya diobati, kasus

pindahan, dan kasus lain. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati

dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif. Kasus pindahan (Transfer in) adalah

pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya. Kasus

yang sebelumnya diobati dibedakan menjadi 3 jenis kasus, yaitu: kasus kambuh

(relaps), dimana pasien yang sebelumya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur); kasus setelah putus berobat

(default), dimana pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif; dan kasus setelah gagal (failure), dimana pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan. Sedangkan kasus lain adalah semua kasus

yang tidak memenuhi ketentuan yang ketiga kasus yang sebelumnya karena tidak
23

memenuhi riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui

hasil pengpbatannya, dan kembali diobati dengan BTA negatif.

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami

kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,

harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan

pertimbangan medis spesialistik (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.1.2 Program Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis

Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang

mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif

dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat,

menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan,

mencegah resistensi oabta dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan

akibat Tuberkulosis. penangulangan TB diselenggarakan secara terpadu,

komprehensif dan berkesinambungan melibatkan semua pihak terkait baik

pemerintah, swasta maupun masyarakat. Penanggulanga Tuberkulosis merupakan

program nasional yang harus dilaksanakan di seluruh Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (Fasyankes) termasuk Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik-klinik

kesehatan dan juga Dokter Praktek Swasta (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Target program Penanggulangan TB nasioal yaitu eleminasi TB dengan

tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1 juta penduduk pada tahun 2035 dan

Indonesia bebas TB tahun 2050. Dalam mencapai target tersebut digunakan

strategi nasional yaitu strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shorcours

chemotherapy). DOTS merupakan strategi penanggulangan Tuberkulosis nasional


24

yang dilaksanakan melalui pengobatan jangka pendek dengan pengawsan

langsung terhadap penderita TB yang dilaksanakan diseluruh unit pelayanan

kesehatan. Implementasi strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:

1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya.

3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

5. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yag mampu memberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

Dalam menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB terdapat

indikator utama yang digunakan, yaitu:

1. Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang

diobati.

2. Angka notofikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang

diobati per 100.000 penduduk.

3. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus.

4. Cakupan penemuan kasus resisten obat.

5. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resisten obat.

6. Presentase pasien TB yang mengetahui status HIV.

Penanggulangan TB diselenggarakan melalui beberapa kegiatan, antara lain:

promosi kesehatan, surveilans TB, pengendalian faktor risiko, penemuan dan

penanganan kasus TB, pemberian kekebalan, dan pemberian obat pencegahan


25

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

2.1.2.1 Penemuan Kasus

Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan

gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang

kompeten yang mampu melakukan pemeriksan terhadap gejala dan keluhan

tersebut. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan

tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara

bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan

TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB

yang paling efektif di masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

2.1.2.1.1 Strategi Penemuan

Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif, intensif,

aktif, dan masif. Upaya penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan

promosi yang aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, sehingga

semua terduga TB dapat ditemukan secara dini. Pelibatan semua layanan

dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan

pengobatan.

Strategi penemuan kasus tuberkulosis dilakukan dengan 2 cara, yaitu

penemuan pasien TB secara pasif intensif dan penemuan pasien TB secara aktif

dan/atau masif. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif intensif di fasilitas

kesehatan dengan jejaring layanan TB melalui Public-Private Mix (PPM), dan

kolaborasi berupa kegiatan TB-HIV, TB-DM (Diabetes Mellitus), TB-Gizi,

Pendekatan Praktis Kesehatan paru (PAL = Practical Approach to Lung health),


26

ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit

(MTDS). Sedangkan penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis

keluarga dan masyarakat, dapat dibantu oleh kader dari posyandu, pos TB desa,

tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan penemuan pasien TB dengan cara

ini dapat berupa: investigasi kontak pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat

dengan pasien TB, penemuan di tempat khusus (seperti Lapas/Rutan, tempat

kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo), dan penemuan di

populasi berisiko: tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

2.1.2.1.2 Pemeriksaan Dahak

Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

pemeriksaan dahak pada pasien terduga Tuberkulosis, antara lain: (1) pemeriksaan

dahak mikroskopis yang berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak dalah dua hari kunjungan yang berurutan

berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu; (2) pemeriksaan biakan dengan cara biakan dan

identifikasi M. Tuberkulosis pada pengedalian TB untuk menegakkan diagnosis

TB pada pasien tertentu, seperti pasien TB Ekstra Paru, pasien TB Anak, dan

pasien TB BTA Negatif; (3) uji kepekaan obat TB yang bertujuan untuk resistensi

M. Tuberkulosis terhadap OAT dilakukan di laboratorium untuk diagnosis pasien

TB yang memnuhi kriteria suspek TB MDR.

Saat ini pemerintah telah menemukan cara pemeriksaan dahak terbaru

yang dapat mendeteksi kuman TB lebih akurat menggunakan teknik PCR. Deteksi
27

kuman TBC dengan teknik PCR mempunyai sensitivitas yang amat tinggi. PCR

merupakan cara amplifikasi DNA Mycrobacterium tuberkulosis, secara in vitro.

Proses ini memerlukan DNA cetakan untai ganda yang mengandung DNA target,

enzim DNA polymerase, nukleotida trifosfat, dan sepasang primer. Deteksi

Mycrobacterium tuberkulosis dilakukan dengan teknik PCR, mengingat

akurasinya yang baik dan membutuhkan waktu pemeriksaan leboh singkat.

Banyak Mycrobacterium tuberkulosis yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan

mikroskopis (BTA) tetapi dapat dideteksi dengan teknik PCR (Ramadhan, Fitria,

& Rosdiana, 2017).

2.1.2.2 Diagnostik

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang

lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada

penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker

paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka

setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai

seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada

pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


28

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan

yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu) yaitu

dahak yang dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.

Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi) yaitu dahak yang dikumpulkan di rumah

pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di UPK.S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada

hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan

dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sepanjang sesuai dengan indikasinya (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Program Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis harus bekerjasama

dengan laboratorium untuk memastikan pengiriman spesimen yang cepat ke

laboratorium dan pelaporan segera hasil apusan BTA, hasil kultur, dan hasil tes

kepekaan obat kepada dokter dan departemen kesehatan. Layanan laboratorium

harus tersedia untuk menyediakan pematauan respon bakteroilogis terhadap

terapi. Kurangnya alat diagnostik sederhana dalam perawatan primer akan

menunda diagnosis, membantu penyebaran dan pengembangan resisten pada

kasus TB yang menyebabkan biaya dan bahaya besar dalam mengelola kasus
29

tersebut dengan diagnosis yang tertunda (Salahy, Essawy, Mohammad, Hendy, &

Abas, 2016).

2.1.2.3 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan Tb bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

2.1.2.3.1 Prinsip-prinsip dalam pengobatan Tuberkulosis

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini

untuk menjamin keptuhan pasien dalam menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO). Berdasarkan Permenkes RI No. 67 Tahun 2016, pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip sebagai berikut:

1. Pengobatan yang diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resisten.

2. Diberikan dalam dosis yang tepat.

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO sampai selesai

pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam 2 tahap

yaitu tahap awal dan tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat untuk

mencegah kekambuhan.

Pengobatan Tb harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap

lanjutan. Tahap awal yaitu pengobatan yang diberikan setiap dengan tujuan agar
30

secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sevagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten

sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama

2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya

penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2

minggu pertama. Sedangkan pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk

membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman

persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

2.1.2.3.2 Panduan OAT lini pertama dan perutukannya

Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di

Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan

3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah

direkomendasikan.

Paduan OAT kategori 1 di berikan untuk pasien baru dengan ketentuan

sebagai berikut:

1. Pasien TB Paru terkonfirmasi bakteriologis.

2. Pasien TB Paru terdiagnosis klinis.

3. Pasien TB Ekstra Paru.

4. Dosis harian (2(HRZE)/4(HR)).

Sedangkan paduan OAT kategori 2 di berikan untuk pasien BTA positif

yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang), yaitu:

1. Pasien kambuh.
31

2. Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya.

3. Pasien yang diobatai kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

4. Dosis harian (2(HRZE)S/%(HRE)).

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien

untuk 1 (satu) masa pengobatan. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang

terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)

yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk

pasien yang tidak bisa menggunakan paduan OAT KDT.

2.1.2.4 Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua

contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua

pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak

pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara terpenting

untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Semua pasien TB baru yang tidak

konversi pada akhir 2 bulan pengobatan tahap awal, tanpa pemberian paduan

sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan tahap lanjutan. Pemeriksaan ulang

dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya

negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan

dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Bilamana

hasil pemeriksaan mikroskopis nya positif pasien dianggap gagal pengobatan dan
32

dimasukkan kedalam kelompok terduga TB-RO.

Tabel. 2.1. Hasil pengobatan pada pasien TB BTA positif

Hasil Pengobatan Definis

Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis

positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan

bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan

pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.

Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara

lengkap lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir

pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil

pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama masa pengobatan; atau kapan saja dalam masa

pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang

menunjukkan adanya resistensi OAT.

Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum

memulai atau sedang dalam pengobatan.

Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang

(loss to follow-up) pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau

lebih.

Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.

Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer


33

out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir

pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang

ditinggalkan.

2.1.2.5 Pengawasan Menelan Obat

Dalam masa pengobatan akan muncul rasa bosan yang dialami oleh pasien

TB Paru. Selain itu, keadaan yang mulai sembuh dan hilangnya gejala-gejala yang

dirasakan membuat pasien TB Paru akan melakukan penghentian berobat di

fasilitas pelayanan kesehatan sebalum waktunya. Untuk mencegah terjadinya hal

tersebut maka perlu adanya pengawasan langsung oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO) untuk mengawasi pasien TB Paru dalam menelan seluruh

obat yang diberikan sesuai anjuran dan mencegah terjadinya resisten obat. Pilihan

tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat

memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke fasyankes terdekat

dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila

tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.1.6.1.1 Persyaratan PMO

Untuk menjadi seorang PMO harus memenuhi beberapa persyaratan

yang ada, antara lain:

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.
34

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersamasama dengan

pasien.

Sebaiknya yang menjadi seorang PMO adalah petugas kesehatan yang ada di

wilayan penderita TB Paru, seperti bidan desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru

imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,

PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh

masyarakat, atau anggota keluarga.

2.1.6.1.2 Tugas seorang PMO

Adapun tugas seorang PMO dalam mengawasi pasien TB Paru dalam meminum

obat, antara lain:

1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas

Pelayanan Kesehatan

2.1.6.1.3 Informasi penting yang perlu di pahami PMO

Informasi penting yang perlu di pahami PMO untuk disampaikan kepada pasien

dan keluarganya, yaitu :


35

1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

2. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

pertolongan ke Fasyankes.

Tidak adanya PMO dapat membuat pasien TB menghentikan

pengobatannya dikarenakan pasien tidak mengajak keluarganya saat pasien

melakukan pemeriksaan dan pengambilan obat, hal tersebut terjadi karena

penunjukan PMO oleh petugas BP4 hanya kepada keluarga pasien yang ikut

dengan pasien. Keberadaan PMO sangat penting baik untuk kesembuhan pasien

dan untuk memberi penyuluhan penyakit TB (Nugroho, 2011).

2.1.2.6 Efek Samping OAT

Pada Fasyankes Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian

kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan

obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang

merupakan penyebab dari efek samping tersebut.

2. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas

atau karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT


36

dihentikan dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip

dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge yang dimulai

dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena

reakasi hipersensitivitas.

3. Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui,

misalnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan

TB dapat diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti

obat tersebut dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu

diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.

4. Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan)

terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT

yang paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting)

dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi

hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif,

mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan

desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko

besar terjadi keracunan yang berat.

2.1.2.7 Sumber Daya

Tanggung jawab pelaksanaan Program Penanggulangan TB berada di

Kabupaten/Kota yang didukung fasilitas kesehatan primer yaitu Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis TB (FKTPRM), yaitu

puskesmas dengan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan

mikroskopis dahak dan menerima rujukan. Serta fasilitas kesehatan tingkat


37

lanjutan yaitu Fasiltas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang dapat

melakukan pemeriksaan mikroskopis dan mengambil peran sebagai rujukan

mikroskopis. Didukung fasilitas kesehatan lainnya (seperti lapas, rutan, tempat

kerja dan klinik) yang telah menjadi bagian jejaring di wilayah Kabupaten/Kota.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertanggung jawab untuk mendiagnosis, mengobati

dan monitoring kemajuan pengobatan yang didukung Pengawas Menelan Obat

(PMO) serta anggota keluarga. Puskesmas harus menetapkan dokter, perawat, dan

analis laboratorium terlatih. Sarana dan prasarana yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan program Penanggulangan TB.

Kepala Dinas Kesehatan Kota sebagai penanggung jawab semua program

dan fasilitas kesehatan di wilayah kerjanya, termasuk Penanggulangan TB. Selain

itu, membentuk unit kerja yang terdiri dari tenaga kesehatan dengan kompetensi

di bidang kesehatan masyarakat dan tenaga non kesehatan dengan kompetensi

tertentu.

Di tingkat provinsi penanggulangan TB dilaksanakan berdasar struktur

yang ada sesuai tugas dan fungsinya dan dibantu Tim TB yang terdiri dari,

Petugas Pengelola Program TB Provinsi (wasor TB), Tim Pelatih Provinsi (TPP),

unit terkait di jajaran Dinas Kesehatan Kota provinsi dan petugas lainnya

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed Gedi Qayad dan

Gianfranco Tarsitani (2017) di Somalia, menunjukkan bahwa rendahnya

dukungan sumber daya dan manajemen menyebabkan penurunan keberhasilan

pengobatan dalam program TB dengan banyaknya pasien yang tidak melanjutkan


38

pengoabatan. Sumber daya dan tenaga masyarakat seperti LSM yang berdedikasi

dalam pengelolaan program pengendalian penyakit TB memiliki peran penting

dalapam upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan program

pengendalian kesehatan lainnya (Qayad & Tarsitani, 2017).

2.1.2.8 Pelaporan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 46 tahun 2014 tentang Sistem

Informasi Kesehatan khusunya pada pasal 44 ayat 1 dapat diketahui bahwa

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi penyediaan sumber daya Sistem

Informasi Kesehatan untuk memperlancar penyelenggaraan Sistem Informasi

Kesehatan. Sumber daya yang dimaksud meliputi perangkat dan sumber daya

manusia. Berdasarkan Permenkes Nomor 67 tahun 2016 tentang penanggulangan

tuberkulosis, Data untuk program Penanggulangan TB diperoleh dari sistem

pencatatan-pelaporan TB. Pencatatan menggunakan formulir baku secara manual

didukung dengan sistem informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB

menggunakan sistem informasi elektronik. informasi.

Penerapan sistem informasi TB secara elektronik disemua faskes

dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya di

wilayah tersebut. Sistem pencatatan-pelaporan TB secara elektronik menggunakan

Sistem Informasi TB yang berbasis web dan diintegrasikan dengan sistem

informasi kesehatan secara nasional dan sistem informasi publik yang lain.

Pencatatan dan pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi masing-masing tingkatan

pelaksana.

Program pengendalian TB harus memelihara sistem catatan

terkomputerisasi (registry kasus) dengan informasi terkini tentang semua kasus


39

TB di masyarakat. Hal ini untuk memastikan tindak lanjut dari semua pasien TB

dan orang-orang yang dicurigai menderita TB yang melakukan pengobatan di

pelayanan kesehatan. informasi yang tersedia berupa hasil apusan, kultum klinis,

hasil radigrafi dada, dan dosis obat yang diberikan harus diperoleh dan diperbarui

secara berkelanjutan (Elsayed, et al., 2015).

2.1.3 Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis

Pelaksanaan program Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis di

Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

67 Tahun 2016. Berdasarkan peraturan tersebut terdapat poin penting terkait

dengan pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis, antara lain:

1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam

kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat

manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring

dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana

dan prasarana).

2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar

nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk

PenanggulanganTB.

3. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi

Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah Sakit


40

Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai

Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).

4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh

pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.

5. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak dipisahkan

dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien memiliki hak dan

kewajiban sebagaimana individu yang menjadi subyek dalam

penanggulangan TB.

6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan

kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan

masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.

7. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan memberikan

kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.

8. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif, efektif,

responsif, profesional dan akuntabel.

9. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan komitmen

pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan program dan

pencapaian target strategi global penanggulangan TB yaitu eliminasi TB

tahun 2035.

2.1.4 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya


41

promotif dan perventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Kebijakan yang mengatur Puskesmas

adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan

oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan

nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas agar dapat

terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan

Indonesia Sehat (Sjaaf & Darmawan, 2016).

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

membantu terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas menyelenggarakan fungsi

penyelenggaraan UKM tingkat pertama dan penyelanggaraan UKP tingakat

pertama di wilayah kerjanya

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada

seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas menjalankan beberapa usaha

pokok yang meliputi program: kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,

pemberantasan penyakit menular, peningkatan gizi, kesehatan lingkungan,

pengobatan, penyuluhan kesehatan masyarakat, laboratorium, kesehatan sekolah,

perawatan kesehatan masyarakat, kesahatan jiwa, dan kesehatan gigi.

Tanggung jawab pelaksanaan Program Penanggulangan TB berada di

Kabupaten/Kota yang didukung fasilitas kesehatan primer yaitu Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis TB (FKTPRM), yaitu


42

puskesmas dengan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan

mikroskopis dahak dan menerima rujukan. Dalam upaya penanggulangan

tuberkulosis, Kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) terdiri dari:

1. Puskesmas Satelit (PS), puskesmas yang tidak memiliki laboratorium sendiri

dan berfungsi untuk melakukan pengambilan dahak, pembuatan sediaan

sampai fiksasi sediaan dahak.

2. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), puskesmas yang telah memiliki

laboratorium sendiri, berfungsi sebagai puskesmas rujukan dalam

pemeriksaan sediaan dahak dan pelaksanaan pemeriksaan dahak untuk TB.

3. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), puskesmas pelaksana mandiri

berdasarakan geografis yang sulit dan berfungsi sama dengan puskesmas

rujukan hanya saja puskesmas ini tidak bekerja dengan puskesmas satelit.

Puskesmas harus menetapkan dokter, perawat, dan analis laboratorium

terlatih yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Penanggulangan

TB. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Klinik dan dokter praktik

perorangan melakukan pencatatan dan pelaporan pasien TB kepada Puskesmas

setempat, kemudian Puskesmas harus melaporkan junlah pasien TB di wilayah

kerjanya kepada Dinas Kesehatan Kota Kabupaten/Kota.

2.1.5 Evaluasi Program

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat

dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and

merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk
43

membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan

meningkatkan pemahaman terhadapa fenomena. Inti dari evaluasi adalah

penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan. Menurut Stark dan Thomas (1994:12), menyatakan

bahwa evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan,

analisis dan penyajian informasi yanga dapat digunakan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan serta menyusus program selanjutnya.

Adapun tujuan dari evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang

akurat dan obyektif tentang suatu program. Informasi yang diperoleh dapat

berupa:

1. Evaluasi sebagai hasil yang difokuskan untuk pelaksanaan program itu

ssendiri, yaitu untuk mengambil keputuasan apakah program tersebut

dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan.

2. Evaluasi digunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya

maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.

Wujud dari hasil evaluasi yaitu adanya rekomendasi dari evaluator untuk

pengambilan keputusan. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin

(2008:22), ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan

hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:

1. Menghentikan program, karena dipandag bahwa program tersebut tidak ada

manfaatnya, atau tidak dapata terlaksanakan sebagaiamanyang diharapkan.

2. Merevisi program, karena terdapat bagian-bagaian yang kurang sesuai dengan

harapan (terdapat kesalahan tetapi sedikit).


44

3. Melanjutkan program, karena pelaksana program menunjukkan bahwa segala

sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang

bermanfaat.

4. Menyebarkan program (melaksanakan program di tempat lain atau

mengulangi lagi laporan dilain waktu), karena program tersebut berhasil

dengan baik, maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu

yang lain.

Evaluasi program merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan

secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasila suatu

program dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya, baik

terhadap progrma yang sedang berjalan aupun program yang telah berlalu.

Evaluasi program dapat dilakukan dengan melakukan penilaian secara sistematik,

rinci dan menggunakan prosedur yang telah diuji secara cermat. Dengan metode

tertentu akan diperoleh data yang handal, dapat dipercaya sehingga penentuan

kebijakan akan lebih tepat, dengan catatan data yang digunakan sebagai dasar

pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari segi isi, cakupan, format

maupun tepat dari segi waktu penyampaian (Widoyoko, 2017).

Keberhasilan suatu program erat kaiatannya dengan kualitas masukan,

kualiatas proses, maupun kualitas hasil pelaksanaan program.

2.1.6 Dicrepancy Evaluation Model (DEM)

Dicrepancy Evaluation Model (DEM) merupakan model yang

dikembangkan oleh Malcolm Provous, yaitu model evaluasi yang berawal dari

asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat


45

membandingkan antara apa yang seharunya dan diharapkan terjadi (Standard)

dengan apa yang sebenarnya terjadi (Performance), sehingga dapat diketahui ada

tidaknya kesenjangan (Discrepancy) antara keduanya yaitu standar yang

ditetapkan dengan kinerja sesungguhnya. Provus mengatakan “Evaluation is the

process of (a) agrreing upon program standar, (b) determining whether a

Discrepancy exist between some aspect of the program, and (c) using Discrepancy

information to identify the weaknesses of the program”. Evaluasi dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan antara beberapa aspek program dengan

standar yang ada dan informasi dari perbedaan tersebut digunakan untuk

mengidentifikasi kelemahan program.

Model Provous ini bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga

dapat ditentukan apakah suatu program layak diteruskan, ditingkatkan atau

sebaliknya dihentikan mementingkan terdefinisinya Standard, Performance, dan

Discrepancy secara rinci dan terukur. Evaluasi program yang dilaksankaan oleh

evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen program

dengan terjabarnya kesenjangan disetiap komponen program maka langkah-

langkah perbaikan dapat dilakukan (Widoyoko, 2017).

Evaluasi dilakukan dengan mengukur penampilan (P = Performance) pada

setiap tahapan program, membandingkan dengan standar (S) yang telah

ditentukan, dan melakukan perbandingan adanya perbedaan (D = descrepancy),

kemudian pada setiap tahapan program yang akan diinterpretasikan untuk menilai

keberhasilan program disebut sebagai hasil evaluasi. Standar merupakan kriteria

yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan/program yang digunakan sebagai


46

pedoman dalam pelaksanaan program tersebut. Performance merupakan hasil

pelaksanaan program yang dilakukan oleh implementor di suatu instansi.

Discrepancy merupakan kesenajangan yang dapat dievaluasi dalam program.

Discrepancy Evaluation Model (DEM) menjelaskan evaluasi sebagai proses yang

mencakup: (1) kesepakatan tentang standar-standar tertentu, (2) menentukan

ada/tidak kesenjangan yang muncul antara performasi dan sejumlah aspek

program dengan perangkat standar untuk performansi tersebut, (3) menggunakan

informasi tentang kesenjangan dalam memutuskan untuk mengembangkan atau

melanjutkan atau menghentikan program keseluruhan ataupun salah satu aspek

dari program tersebut (Naser & Utami, 2017).

Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi yang diperoleh berbeda

dan dikumpulkan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Merencanakan bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.

2) Penilaian input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan

sumber yang diperlukan mencukupi.

3) Proses penilaian, memastikan aktivitas yang direncanakan berjalan dengan

lancar dan memiliki mutu seperti yang diharapkan.

4) Penilaian hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang

direncanakan.

Model ini merupakan suatu prosedur problem solving untuk

mengidentifikasi kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk

mengambil tindakan korektif. Di dalam kasus suatu sistem yang kompleks

seperti suatu proyek, obyek evaluasi bisa belum jelas dan sukar untuk
47

dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi adalah sangat perlu untuk membuat

evaluasi tersebut terlaksana. Proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi

kategori sebagai cara untuk mengidentifikasi perbandingan capaian program

dengan standar, pada waktu yang sama juga mengidentifikasi standar yang

digunakan untuk melakukan perbandingan di masa yang akan datang.

KERANGKA TEORI

Evaluasi Program

Program pencegahan
dan penanggulangan
Standar :
Tuberkulosis
1. Promosi kesehatan SOP pelaksanaan
Performance:
2. Surveilans TB program P2TB Kesesuaian
3. Pengendalian 1. Kegiatan Pengendalian kinerja petugas
faktor resiko TB Tuberkulosis kesehatan dengan
4. Penemuan kasus 2. Sumberdaya SOP program
Tb 3. Sistem Informasi P2TB
5. Penanganan kasus
4. Koordinasi, Jejaring
TB
6. Pemberian kerja, dan Kemitraan
kekebalan 5. Peran Serta
7. Pencatatan dan Masyarakat
pelaporan
8. Monitoring dan Discrepancy:
evaluasi
Hasil pelaksanaan program P2TB tidak
9. Dukungan
masyarakat sesuai dengan Permenkes No. 67 Tahun
2016

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Teori DEM (Discrepancy Evaluation Model) dalam Widoyoko (2017).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 ALUR PIKIR

Evaluasi Program

Standar :
1. Kegiatan
Performance:
Pengendalian Kesesuaian
Tuberkulosis kinerja petugas
2. Sumberdaya kesehatan dengan
3. Sistem Informasi SOP program
4. Koordinasi, Jejaring P2TB
kerja, dan
Kemitraan
5. Peran Serta
Masyarakat

Discrepancy:
Hasil pelaksanaan program P2TB tidak
sesuai dengan Permenkes No. 67 Tahun
2016

Gambar 3.1 Alur Pikir

Alur pikir dalam penelitian ini menggambarkan variabel-variabel yang akan

diukur dan diamati selama pnelitian. Variabel dalam kerangka teori semuanya

digunakan dalam penelitian ini, variabel yang diteliti diambil berdasarkan

permasalahan di tempat penelitian yang diketahui pada saat studi pendahuluan pra

penelitian dilakukan. Hal ini karena faktor-faktor dalam kerangka teori memiliki

48
49

pengaruh yang besar terhadap evaluasi program yang berkaitan dengan interelasi

dan interaksi antara pembuat program dengan pelaksana program, maupun

komunikasi antara pelaksana program dengan kelompok sasaran.

3.2 FOKUS PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah evaluasi program pencegahan dan

penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang. Penelitian dilaksanakan pada bulan september s/d november 2019.

Fokus dalam penelitian ini untuk menggambarkan kesenjangan dari kegiatan

pengendalian tuberkulosis; kelengkapan sumber daya; sistem informasi;

koordinasi, jejraing kerja dan kemitraan; serta peran serta masyarakat yang

dilakukan di Puskesmas dengan standar yang telah ditetapkan sebagai pedoman

pelaksanaan program P2TB. Fokus penelitian ini terdiri dari:

3.2.1 Standard

Standar dalam penelitian ini meliputi SOP kegiatan pengendalian

tuberkulosis; sumber daya (SDM, dana, sarana dan prasarana); sistem informasi;

koordinasi, jejearing kerja dan kemitraan; serta peran serta masyarakat. Standar

yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2016

tentang Penanggulangan Tuberkulosis dan Peraturan Walikota Semarang Nomor

39 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Tuberkulosis Tahun

2017-2021.

3.2.2 Performance
50

Performance dalam penelitian ini menunjukkan petugas pelaksana program

P2TB di Puskesmas yang meliputi perawat/pemegang program, petugas

laboratorium, dan gasurekes yang melaksanakan program P2TB sudah atau belum

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait

dengan kegiatan pengedalian tuberkulosis; kelengkapan sumber daya; sistem

informasi; koordinasi, jejaring kerja dan kemitraan; serta peran serta masyarakat

dalam melakukan kegiatan-kegitan program P2TB di Puskesmas Purwoyoso dan

Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

3.2.3 Discrepancy

Discrepancy/Kesenjangan yaitu hasil perbandingan antara standar dengan

performance dalam pelaksana program P2TB di Puskesmas Purwoyoso dan

Puskesmas Karangmalang Kota Semarang.

3.3 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif

yang dilaksanakan dengan melakukan telaah berbagai data sekunder yang

terkumpul (Nugraini, 2015). Penelitian deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan

objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk

kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Pada umumnya

penelitian deskriptif digunakan untuk membuat penilaian terhadap suatu kondisi

dan penyelanggaraan suatu program di masa sekarang, kemudian hasilnya

digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut


51

(Notoatmodjo s. , 2012).

Peneliti bermaksud mengumpulkan data tentang evaluasi progran

Pencegahan dan Penanggulangan TB. Evaluasi yang dilakukan peneliti

mengetahui suatu obyek yang evaluasi dapat dipertahankan, ditingkatkan,

diperbaiki atau bahkan diberhentikan sejalan dengan data yang diperoleh.

Penelitian ini digunakan untuk membandingkan antara standar penanggulangan

TB dengan kinerja petugas di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang.

3.4 SUMBER INFORMASI

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data

sekunder yang akan diolah menjadi informasi sesuai yang dibutuhkan.

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan keterangan atau fakta-fakta yang didapat secara

langsung oleh peneliti dari objek atau informan yang diteliti. Penetapan informan

dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive

sampling merupakan penentuan informan yang didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu, dimana informan tersebut yang dianggap paling tahu

tentang apa yang diharapkan oleh peneliti atau informan tersebut sebagai

penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek yang diteliti

(Sugiyono, 2016). Infroman dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat dalam

pelayanan program P2TB di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas


52

Karangmalang yang terdiri informan utama dan informan Informan Triangulasi.

Infroman utama penelitian ini, antara lain:

1. Pemegang program P2TB

2. Petugas laboratorium

3. Gasurkes

4. Kader kesehatan Tuberkulosis

Infroman Informan Triangulasi penelitian ini, yaitu:

1. Pemegang prongram P2TB di Dinas Kesehatan Kota Kota Semarang

2. Pengawas Minum Obat penderita TB

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat oleh peneliti dari orang lain atau

pihak lain. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari Dinas

Kesehatan Kota Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Kota Kota Semarang,

Puskesmas di Kota Semarang, dan data lainnya yang relevan dengan kebutuhan

tujuan penelitian. Selain itu, juga didapatkan dari literatur-literatur yang relevan,

buku-buku, penelusuran data online dengan pencarian data melalui fasilitas

internet terkait dengan topik penelitian.

3.5 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

peneliti itu sendiri yang berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih
53

informan sebagai narasumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan

temuannya. Permasalahan awal penelitia kualitatif belum jelas dan pasti, tetapi

setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan

instrumen, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan

data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2016).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu panduan wawancara

yang berisikan panduan pertanyaan untuk ditujukan kepada informan penelitian.

Lembar ceklist diberikan kepada petugas laboratorium untuk melakukan

pengecekan ketersediaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan

Laboratorium di Puskesmas. Hali ini untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari

program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis telah tercapai, apakah

terdapat perbedaan pencapaian program tersebut dengan standar yang telah

ditentukan. Alat perekam yang digunakan untuk merekan proses wawancara,

lembar dokumentasi, lembar observasi, kamera telepon, dan alat tulis.

3.5.2 Teknik Pengambilan Data

Penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang

alamiah, yang mana sumber data lebih banyak diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara mendalam dan dokumentasi (Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan

data yang dilakukan dalam penelitian yaitu:

3.5.2.1 Wawancara Mendalam

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini `adalah wawancara

mendalam atau id-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
54

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah

untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara

peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mecatat apa yang dikemukakan oleh

informan.

3.5.2.2 Observasi

Tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan

sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap

fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-

kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan

antara satu kategori dengan kategori yang lain. Peneliti akan lebih mampu

memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sehingga akan didapatkan

pandangan holistik atau menyeluruh (Sugiyono, 2016).

3.5.2.3 Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi

dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil observasi penelitian, wawancara

mendalam, dan pemeberian angket akan lebih dapat dipercaya jika didukung

dengan gambar, tulisan, atau karya seni menumental dari objek yang diteliti

(Sugiyono, 2016).

3.6 PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian, yang meliputi


55

tahap persiapan, tahap pra penelitian, dan tahap pasca penelitian.

3.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Studi pendahuluan untuk mencari data awal melalui mengumpulkan

dokumen-dokumen yang relevan, profil kesehatan, dan informasi kesehatan.

2. Merumuskan permasalahan yang ingin diteliti, kemudian membuat

rancangan penelitiannya.

3. Menyusun proposal penelitian

4. Melakukan proses perizinan dan koordinasi dengan petugas di instansi

kesehatan baik Dinas Kesehatan Kota Kota Semarang maupun Puskesmas

terkait program P2TB

5. mempersiapkan lembar wawancara mendalam yang berisi pertanyaan

tentang program Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis serta

perlengkapan dokumentasi.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:

1. Menyerahkan surat ijin penelitian dan koordinasi dengan pihak Puskesmas

terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

2. Melakukan proses pengambilan data baik onservasi lingkungan penelitian,

wawancara mendalam baik pada informan utama maupun informan

Informan Triangulasi, dan dokumentasi proses penelitian terkait program

P2TB di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang Kota

Semarang.
56

3. Setelah semua data telah diperoleh, maka selanjutnya dilakukan pengolaham

dan analisis data

3.6.3 Tahap Pasca Penelitian

Tahap pasca penelitian ini, data yang telah diperoleh dari hasil penlelitian

dilakukan tahap analisis data. Langkah selanjutnya melakukan penyajian data

secara kualitatif dan penarikan hasil kesimpulan penelitian.

3.7 PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Keabsahan data dalam penelitian kualitatif diuji untuk mengukur derajat

kepercayaan hasil penelitian yang dilakukan.pengujian keabsahan data kualitatif

menggunakan validitas internal pada aspek nilai kebenaran, validitas eksternal

pada aspek penerapan, dependability pada aspek konsistensi, dan obyektifitas

pada aspek netralitas (Sugiyono, 2017).

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

Informan Triangulasi sumber. Teknik Informan Triangulasi sumber digunakan

untuk menguji kredibilitas data dengan melakukan pengecekan data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber. Informan Triangulasi akan dilakukan pada

pemegang program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Dinas

Kesehatan Kota Kota Semarang, anggota Keluarga penderita TB yang menjadi

PMO, dan data sekunder.


57

3.8 TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis dari data hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menysun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data

dalam penelitian ini menggunakan analisis data di lapangan Model Miles and

Huberman, meliputi reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan/verifikasi.

3.8.1 Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang merangkum,

memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, menghilangkan yang tidak

dibutuhkan, dan mengorganisasi dengan cara sedemikian rupa sehingga

kesimpulan akhir dapat daitarik dan verifikasi. Dengan demikian, data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan akan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila

diperlukan (Sugiyono, 2016).

3.8.2 Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hunungan natar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Penyajian data

yang sering digunakan berupa teks yang bersifat naratif, dengan demikian akan

memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, kemudian merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.


58

3.8.3 Kesimpulan/Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi

atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya belum jelas sehingga setelah diteliti

menjadi lebih jelas, dapat berupa hubngan kausal atau interaktif, hipotesis atau

teori. Kesimpulan akan kredibel bila didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 PUSKESMAS PURWOYOSO

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Purwoyoso

Puskesmas Purwoyoso merupakan salah satu Puskesmas Induk non

perawatan di Kecamatan Ngaliyan dengan luas tanah 812M2 dengan luas wilayah

kerja 269,52 Km2. Adapun wilayah kerja Puskesmas Purwoyoso dibagi menjadi 2

keluarahan, yaitu:

4.1.1.1 Kelurahan Purwoyoso

4.1.1.2 Kelurahan Kalipancur, batas wilayah kerja Puskesmas Purwoyoso terdiri

dari:

1) Sebelah utara : Kelurahan Krapyak

2) Sebelah Selatan : Kelurahan Sadeng

3) Sebelah Timur : Kelurahan Kembang Arum

4) Sebelah Barat : Kelurahan Tambakaji dan Kelurahan Ngaliyan

Sebagai puskesmas BLUD (Badan layanan Umum Daerah) Puskesmas

Purwoyoso memiliki sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja dan

pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Purwoyoso antara lain sebagai berikut :

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Puskesmas Purwoyoso


No JENIS SARANA JUMLAH
A. Sarana Kesehatan
1. Posyandu Balita 30
2. Posyandu Lansia 28
3. Dokter Praktek Swasta 12

59
60

4. Dokter Gigi Praktek 1


5. Apotek 4
6. Laboratorium Klinik 5
7. Forum Kesehatan Kelurahan (FKK) 2
8. Bidan Praktek Mandiri (BPM) 11
9. Kader TB 10
B. Sarana Pendidikan
1. TK 20
2. SD 13
3. SMP 3
4. SMA 1
5. PT/ Akademi 0

Tabel 4.4 Jenis Layanan di Puskesmas


NO JENIS PELAYANAN JENIS KEGIATAN

A. Upaya Kesehatan Perorangan


Pengobatan, Konsultasi, Pelayanan Lansia,
1 Pemeriksaan Umum Pemeriksaan Umum, Pelayanan TB Paru,
Rujukan Tindakan KIR Haji, KIR Kesehatan
Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan ANC
Konseling KB, Pelayanan KB, IUD, Implant,
Kondom, Suntik, Pil, konseling HIV/ AIDS dan
Kesehatan Ibu dan
2 Hepatitis, Pemeriksaan IMS, Imunisasi Anak,
Anak/KB
Imunisasi Capeng, Imunisasi Bumil, Imunisasi
WUS (Wanita Usia Subur), MTBS, MTBM,
gizi Konseling, Rujukan
Konsultasi, Pemeriksaan Gigi, Pengobatan,
Kesehatan Gigi dan
3 Penambalan Gigi, Pencabutan Gigi,
Mulut
Pembersihan Karang Gigi, Rujukan
4 Gawat Darurat Kegawat Daruratan
Konseling gizi, KBM, Sanitasi, menyusui,
5 Konseling
remaja
Darah Lengkap (Hb, Leukosit, Trombosit),
Kimia Darah (GDP, GDS, GD2JPP), Urine
6 Laboratorium Lengkap (Urine Makros, Urine Mikros),
HIV/AIDS, Hepatitis, Pemeriksaan Sputum,
IMS
61

NO JENIS PELAYANAN JENIS KEGIATAN


7 Farmasi Peracikan obat dan pengambilan obat

B. Upaya Kesehatan Masyarakat Wajib

a. UKS : Penjaringan Anak Sekolah


b. UKGMD : Penyuluhan di Posyandu
1 Promosi Kesehatan c. PHBS
d. Kelurahan Siaga
e. Refreshing kader

Pemeriksaan Tempat-Tempat Umum,


Pemeriksaan Tempat Pengolahan Makanan,
Pemeriksaan Sanitasi Rumah, Pemeriksaan
2 Kesehatan Lingkungan
Depo Air Minum, Pemeriksaan Kualitas Air,
Pengelolaan Sampah Medis, Pengelolaan
Sampah Non Medis
Pelacakan Gizi Buruk, Vitamin A, PMT Ibu
Hamil KEK, PMT Balita Kurang, gizi buruk,
3 Gizi Masyarakat Gizi, Pemeriksaan Garam Beryodium,
Posyandu balita, Lansia : Senam Lansia,
Posyandu Lansia.
a. TB/ Kusta : Survey Kontak
b. P2B2 : Penyelidikan Epidemologi DBD,
c. Malaria, Fogging, Abatisasi, Survey Angka
Bebas Jentik
d. Diare : survailance
Pencegahan dan
4 e. PTM : Posbindu
Pengendalian Penyakit
f. HIV/IMS : Screening Ibu Hamil
g. Imunisasi : BIAS (Bulan Imunisasi Anak
Sekolah)
h. Prolanis
i. VCT : Voluntary Consulting Test
62

NO JENIS PELAYANAN JENIS KEGIATAN

a. Kesehatan Anak : DDTK, Penjaringan


b. Kesehatan Remaja : Konseling Remaja,
5 KIA-KB Masyarakat Penyuluhan Narkoba dan HIV AIDS
a. Kesehatan Ibu : Kunjungan Ibu Nifas,
Kunjungan Ibu Hamil Resiko Tinggi, Kelas
Ibu Hamil

4.1.2 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis

Kegiatan pengendalian Tuberkulosis menurut Permenkes RI Nomor 67

Tahun 2016 terdiri dari promosi kesehatan, surveilans Tuberkulosis, pengendalian

faktor risiko, penemuan dan penangnan kasus, dan pemberian kekebalan. Petugas

Pelayanan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso terdiri dari pemagang program

Tuberkulosis, petugas laboratotium, gasurkes, dan kader TB.

Berikut merupakan hasil dari evaluasi kegiatan penanggulangan

Tuberkulosis berdasarkan wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut:

4.1.2.1 Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB menurut Permenkes RI

Nomor 67 Tahun 2016 diselenggarakan dengan strategi pemberdayaan

masyarakat, advokasi dan kemitraan. Pemberdayaan masyarakat yaitu

memberikan informasi TB secara terus-menerus kepada pasien TB, keluarga dan

kelompok masyarakat melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek),

konseling dan bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan


63

ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media komunikasi seperti

lembar balik, leaflet, poster atau media lainnya. Berdasarkan hasil wawancara

dengan pemegang program TB di Dinas Kesehatan Kota diperoleh informasi

bahwa Dinas Kesehatan Kota Kota telah memberikan sosialisasi kepada petugas

Puskesmas terkait dengan program P2TB melalui event-event yang ditujukan

kepada pemegang program dan petugas laboratorium fasilitas kesehatan. Adapun

kutipan wawancara mendalam yang dilakukan kepada Informan Triangulasi 1

sebagai berikut:

“sosialisasi program TB di temen-temen pengelola program di Puskesmas itu


dilaksanakan melalui event-event. Banyak diikuti oleh pemegang program.
Termasuk petugas Labnya itu juga secara rutin dilaksanakan per 3 bulan, termasuk
programer TB baik yang ada di Puskesmas maupun Rumah Sakit”.
Informan Triangulasi 1

Sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Kota kepada

pelaksana program P2TB di Puskesmas sudah berjalan dengan baik, tetapi dalam

pelaksanaannya masih terdapat kendala. Berikut kutipan hasil wawancara yang

dilakukan:

“Kendalanya adanya mutasi dari pengelola program lama ke pengelola program


baru ya. Kalau ada pergantian petugas yang baru, kan petugas yang baru itu belum
mendapatkan pemahaman yang memadai tentang program-program
penanggulangan TB”.
Informan Triangulasi 1

Informasi dari sosialisasi yang diberikan oleh DKK tersebut, kemudian

akan disampaikan kepada petugas kesehatan pelayanan TB di Puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama di Puskesmas terkait


64

dengan promosi kesehatan yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa pemegang

program TB di Puskesmas telah melakukan sosialisasi ke pasien yang berobat di

Puskesmas dan masyarakat melalui pertemuan-pertemuan kelompok dengan

menggunkan media komunikasi langsung, leaflite, lembar balik, dan video audio

visual. Berikut merupakan kutipan wawancara dengan informan utama:

“Sosialisasi sendiri ada 3 tipe. Ada tipe yang langsung to the point ke masyarakat,
ada tipe yang kita lewat tenaga pendidik, ada dari kader, dan juga dari Pos TB di
Puskesmas.... kemudian teman-teman gasurkes ke masyarakat... kalau
dimasyarakat kita seringnya komunikasi secara langsung, ada beberapa media
seperti leaflet sama video buat ditunjukin ke masyarakatnya”.
Informan utama 1

“Kita penyuluhan ke warga memberikan informasi tentang TB. Forum


penyuluhannya itu ya di PKK, Kelurahan, RT, RW, sekolahan ke guru-guru...
media yang digunakan lembar balik, leaflet, kalau disekolah itu LCD buat PPT”.
Informan utama 3

“Kalau Puskesmas itu kita kan ada pertemuan kader Puskesmas, nah mereka
biasanya ada berbagai macam sosialisasi termasuk TB. Setelah program PKK
disampaikan kami memposisikan diri selaku kader di FKK menyampaikan
sosialisasi TB... biasanya kita ke pertemuan RT, RW, sama dawis... biasanya
leaflet terus pakai lembar balik ya itu aja”.
Informan utama 4

Menurut hasil wawancara dengan PMO diperoleh informasi bahwa pasien

TB dan PMO mendapat sosialisasi ketika periksa di Puskesmas, tidak mengetahui

adanya sosialisasi di lingkungan sekitarnya.

“Saya tahu penyakit TB saat periksa di Puskesmas mbak... kalau disekitar sini
saya tidak pernah tau ik mbak... medianya ndak ada mbak, ya ngomong kaya gitu
dikasih tahu”.
Informan Triangulasi 2
65

“Saya dikasih tau kena sakit TB waktu periksa ke Puskesmas itu mbak... saya
ndak pernah tahu kalau penyuluhan tentang TB seperti itu di lingkungan saya...
ngomong langsung mbak, kaya gini ngobrol”.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi yang diterima

oleh Informan Triangulasi tentang penyakit TB, pada saat melakukan pemeriksaan

di Puskesmas. Informan Triangulasi tidak mengetahui adanya sosialisasi

pencegahan dan penanggulangan TB yang dilakukan oleh informan utama di

lingkungannya. Media komunikasi yang lebih sering digunakan yaitu komunikasi

langsung, sedangkan media yang lain kurang optimal dalam penggunaanya.

Tenaga kesehatan di Puskesmas Purwoyoso telah melakukan advokasi dan

kerjasama dengan pemangku kebijakan setempat. Adapun hasil wawancara yang

dilakukan dengan narasumber sebagai berikut:

“Kita e... kerjasama dengan Lurah, dengan Camat untuk e... apa namanya
melakukan penanggulangan ataua pengendalian TB. Biasanya memang e... apa ya,
antar instansi itu kita sudah ada scedule untuk rapat e... apa namanya P2M di
wilayah kecamatan ngaliyan. Nah itu, kami semua datang kesitu mengsharekan
ilmu kami, mengsharekan ini lho kebijkan-kebijakan TB ayng kita lakukan”.
Informan utama 1

“Oh ya pasti itu, kalau ndak kerjasama kita susah masuknya. Ya gitu aja kita ijin
pakai surat tugasnya, kalau ndak diijinkan ya ndak dilakukan kerjasama”.
Informan utama 3

“Oh iya pasti-pasti, kalau kerjasama ya pasti dengan Pak Lurah. Misalnya ada
program penanggulangan TB apa nih atau ada inovasi lain, kita pasti
diikutsertakan sedangkan petugas Puskesmas yang menembusi ke Pak Lurahnya”.
Informan utama 4
66

Hasil wawancara yang dilakukan dengan PMO, diperoleh informasi bahwa

Informan Triangulasi tidak mengetahui adanya kerjasama yang dilakukan oleh

petugas Puskesmas dengan pemangku kebijakan setempat. Kutipan wawancara

yang dilakukan sebagai berikut:

“Mungkin ada ya mbak, saya sendiri kurang tahu kalau itu mbak”.
Informan Triangulasi 2

“Tidak tau mbak saya, ya mungkin bekerjasama ya mbak”.


Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

diketahui bahwa sosialisasi yang dilakukan masih belum optimal karena terdapat

hambatan dari hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan yaitu (1) Informan

Triangulasi-1 memberikan sosialisasi berulang setiap terjadi pergantian petugas

lama dengan petugas yang baru agar memiliki pemahaman yang setara dan

memadai terhadap pengelolaan-pengelolaan program; (2) informasi dari

sosialisasi belum menyeluruh sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang

penyakit TB dan penanggulangannya. Informan Triangulasi-2 dan Informan

Triangulasi-3 hanya mendapatkan sosialisasi ketika periksa di Puskesmas saja.

Ketika dilakukan wawancara singkat dengan warga yang tinggal di 4 rumah

sekitar penderita TB, diperoleh informasi bahwa belum ada petugas Puskesmas

ataupun kader kesehatan yang mengunjungi rumah warga untuk memberikan

penyuluhan tentang penyakit TB; (3) media komunikasi yang digunakan kurang

mencukupi sehingga komunikasi yang sering digunakan dalam sosialisasi yaitu

komunikasi langsung.
67

4.1.2.2 Surveilans Tuberkulosis

Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus

menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB, yang

diperoleh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau diperoleh langsung dari

masyarakat atau sumber data lainnya. Beradasarkan hasil wawancara dengan

informan utama diketahui bahwa kegiatan surveilans TB dilakukan melalui sistem

Semar Betul yangmana didalamnya terdapat informasi tentang kondisi pasien dan

penemuan kasus TB yang berasal dari laporan gasurkes, masyarakat langsung

yang periksa ke Puskesmas, serta Rumah Sakit atau Balkesmas. Gasurkes dalam

melakukan kegiatan surveilans TB yaitu dengan melakukan skrining terjun

langsung dimasyarakat melalui kegiatan ketuk pintu ke rumah-rumah warga.

Gasurkes bekerjasama dengan kader TB dalam melakukan kegitan tersebut.

Berikut kutipan wawancara yang dilakukan sebagai berikut:

“...saya di sini punya sistem namanya Semar Betul, jadi e... sistem ini kita bisa
tahu dari mana apa namanya TB itu di kirimkan ke kami baik itu dari teman-
teman Gasurkes, entah itu dari masyarakat langsung atau dari instansi lain misal
Rumah Sakit atau Balkesmas mengirim ke kami, kami sudah bisa tahu kondisi
pasiennya... banyak masyarakat yang masih berstigma bahwa TB itu akan mati,
jadi e... HIV dan TB sangat sulit untuk kita temukan karena banyak masyarakat
yang masih berstigma TB-HIV pasti mati... Orang-orang TB kan biasanya oh...
punya penyakit miskin nih gitu kan, nanti dia nggak malu ke kita gitu...
kepedulian mereka masih sangat kurang tentang pasien TB…”.
Informan utama 1

“Oh kita tu skrining terjun langsung ke masyarakat, kita jadi wawancara gitu...
Jadi, skriningnya itu kita ketuk pintu ke rumah-rumah terus kalau kita di PKK
juga ngomong... Jadi, kita biasanya kerjasama sama kader TB kalau
menemukan dia laporan ke kita kalau kita menemukan juga laporan ke ibunya
ke kadernya saling kerjasama. Kadang kalau kader melakukan kunjungan
rumah ke penderita TB kita mendampingi…”.
68

Informan utama 3

“Ketuk pintu itu gini, kita kan ada kader e.. kita kan ada pertemuan Paguyuban
Keluarga Berencana disitu yang hadir kan kader-kader kesehatan, nah mungkin
kita bisa mendampingi misal hari ini ada berapa rumah gitu itu tidak dilakukan
tidak hanya kita kader-kader yang tadi tapi ada bantuan dari warga... Ya itu tadi
mbak, gasuekesnya mendampingi tapi kadang-kadang.
Informan utama 4

“...kita kan kalau di PKK dawis, PKK RW, atau PKK Kelurahan kaya gitu
selalu ada Gasurkes yang menyampaikan terus nantikan disampiakan lagi ke
pihak RT ngoten to mbak... Biasanya bilang ke bu Bandono, saya, atau
Gasurkes yang kesana. Kalau ilmunya dari itu dari rakor PKK Kelurahan,
mereka kan memberi sosialisasi terus diturun kan ke RW terus ke RT baru ke
warga...”.
Informan utama 5

Menurut hasil wawancara dengan Informan Triangulasi diperoleh

informasi bahwa Informan Triangulasi 2 baru kali mendapatkan kunjungan rumah

oleh kader TB, sedangkan Informan Triangulasi 3 sudah mendapatkan 6 kali

kunjungan selama 3 bulan masa pengobatan. Berikut kutipan wawancara dengan

Informan Triangulasi:

“...pernah mbak sekali itu sama e... kadernya, itu ditanya keluhannya apa
setelah minum obatnya terus disaranin makannya yang banyak yang sehat gitu
gitu, setelah ini belum ada lagi mbak. Ya baru 1 kali itu ya berarti, di rumah itu
1 kali ini”.
Informan Informan Triangulasi 2

“Kalau di Puskesmasnya ya sekali itu, kalau sama bidannya yang dulu itu 6 kali
mbak datang kesini mbak.
Informan Informan Triangulasi 3
69

Berdarsarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan surveilans

Tuberkulosis sudah dilaksanakan sesuai dengan standar. Akan tetapi kendala

dalam pelaksaannya masih belum bisa teratasi oleh petugas kesehatan karena

untuk meningkatkan kepedulian dan keterbukaan terhadap pasien TB masih

rendah. Selain itu, kunjungan yang dilakukan petugas kesehatan maupun kader

TB belum menyeluruh karena adanya ketidaksamaan jumlah kunjungan yang

diterima oleh pasien TB dalam masa pengobatan yang sama.

4.1.2.3 Pengendalian Faktor Risiko

Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi

penularan dan kejadian penyakit TB. Upaya yang dilakukan antara lain: a)

pengendalian kuman penyebab TB, b) pengendalian faktor risiko individu c)

pengendalian faktor lingkungan; d) pengendalian secara manajerial, dan e)

pengendalian secara administratif. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan

utama di Puskesmas diperoleh infromasi bahwa telah dilakukan beberapa upaya

untuk pengendalian faktor risiko TB baik pada individu, masyarakat, maupun

Puskesmas. Kutipan wawancara yang dilakukan dengan narasumber sebagai

berikut:

“Pertama kita obati pasiennya, kita beri sosialisasi mengenai bagaimana cara
penularan. Faktor resikonya, pertama setelah ada ditemukan pasien dengan TB
jadi kita akan melakukan investigasi kontak tiap-tiap rumah yang disekitar pasien.
Terdapat SOP mengenai alur pasien batuk dan alur pelaporan. Kami memberikan
penyuluhan etika batuk yang baik dan benar kepada pasien maupun pengunjung...
kendalanya itu pasien TB jarang yang menggunakan masker, mereka pakai masker
kalau keadaan tertentu saja”.
Informan utama 1

“Misal ada yang positif TB, kita skrining datang minimal 10 rumah. jadi, kalau
70

kunjungan rumah itu yang dilihat lingkungannya juga, dilihat kondisi rumahnya
juga, terus tata letak rumahnya. Sosialisasi tentang bahaya TB dan cara
penanggulangannya gitu aja. Susahnya itu kalau sama yang pasien TB itu disuruh
pakai masker sulit”.
Informan utama 3

“Ya tetep kita sosialisasi... terus untuk rumah itu kan juga misalnya pagi hari
supaya udara masuk dibuka juga, terus memberi keluarga makanan yang sehat
sama pengolahannya yang baik. Kita tekankan tidak hanya penyakitnya tetapi
juga cara pencegahannya bagaimana biar tidak tertular itu yang penting”.
Informan utama 4

“Setiap hari suruh pakai masker terus jangan terlalu dekat sama si kecil karena
kan sangat rentan. Anak saya yang kecil ini juga dikasih vaksin sama petugas
Puskesmasnya. perlatan makan dipisah jangan digabung, kalau batuk bekas buat
bersihinnya itu dibuang di tempat pembuangan. Kalau pakai maskernya yang
jarang mbak Bapak, katanya ndak nyaman gitu. Kalau penyuluhan di lingkungan
sini saya ndak tau mbak kalau tentang TB. Iya pernah mbak lihat penyuluhan
batuk di Puskesmas”.
Informan Triangulasi 2

“Selalu pakai masker kalau kemana-mana, alat-alat makan sama minum itu
dipisahkan jangan dicampur sama keluarga yang lainnya. Ya ibu kadang-kadang
kalau pakai maskernya. Penyuluhan di sekitar sini saya tidak tahu mbak, saya
tidak perah ikut kaya kumpul-kumpul soalnyakan ngurus rumah. penyuluhan
batuk kalau saya ya dikasih tau mbak, tapi kalau orang lain saya ndak pernah tau”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa

kegiatan pengendalian yang dilakukan sudah sesuai dengan standar. Petugas TB

melakukan sosialisasi tentang cara pengendalian penyakit TB saat pasien

melakukan pengobatan di Puskesmas, sedangkan gasurkes dan kader TB

melakukan sosialisasi pada saat melakukan kunjungan rumah ketika investigasi


71

kontak. informasi yang disampaikan yaitu cara mencegah penularan penyakit TB

didalam rumah, kondisi lingkungan, dan etika batuk yang benar. Akan tetapi,

kesadaran pasien TB dalam menggunakan masker masih kurang dan Informan

Triangulasi tidak pernah mengetahui adanya penyuluhan kesehatan tentang

penyakit TB dilingkungannya.

4.1.2.4 Penemuan dan Penanganan Kasus

Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif melalui investigasi

kontak dan skrining. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan

melalui kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/atau

pengobatan pasien. Tata laksana penanganan kasus dapat dilaksanakan melalui

pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

pengawasan kepatuhan menelan obat, pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil

pengobatan, dan/atau pelacakan kasus mangkir. Berdasarkan hasil wawancara di

peroleh informasi bahwa penemuan kasus diperoleh dari beberapa laporan yang

didapat petugas kesehatan dilapangan. Pemberian obat dilaksanakan sesuai

dengan kategori sakit pasien TB, informan utama melakukan kerjasama dengan

PMO dalam pengawasan minum obat yang berasal dari anggota kelarga pasien

TB, pelacakan pasien mangkir dilakukan oleh gasurkes maupaun kader. Kutipan

wawancara dengan narasumber sebagai berikut:

“Penemuan kasus itu ada dari masyarakat yang terduga TB memeriksakan


dirinya ke Puskesmas, ada laporan dari kader bawa hasil skrining, ada yang dari
gasurkes, kemudian ada juga laporan dari Rumah Sakit... Kalau untuk di
Puskesmas sendiri kita melakukan TCM, jadi itu yang dilakukan utuk
pemeriksaan tes TB. Jadi, kita punya semacam sistem e... semacam kapan
mereka harus periksa dahak dan kapan mereka harus ambil obat jadwalnya
sudah ada. Pemberian obat sesuai dengan kategori sakit TBnya seperti yang ada
72

di Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016. PMO pasien TB berasal dari keluarga


mereka kita kasih edukasi. Kami akan menugaskan gasurkes untuk kunjungan
rumah, kemudian menanyakan penyebab pasien mangkir...”.
Informan utama 1

“Pasien yang sudah batuk 2 minggu mereka di suruh datang ke sini terus
kita ambil sampel dahaknya… Satu yang bangun tidur dan yang satu
untuk sewaktu (SPS). Nah, yang bangun tidur itu e... dipakai untuk
pemeriksaan TCM. Saat ini yang memiliki TCM kebetulan hanya 2 yaitu
Rumah sakit Tugu dan Rumah Sakit Karyadi... Biasanya kalau sudah
pengobatan karena kan pengobatan itu ada 2 tahap yaitu tahap 1 dan ada
tahap 2. Begitu tahap 1 selesai dia cek mikroskopis, nah disitu kita
membutuhkan mikroskopisnya disitu setelah pengobatan… Selama
pengobatan itu kan yang pertama diagnosa, kedua follow up di bulan
kedua, bulan ketiga, bulan kelima, dan di akhir pengobatan. Jadi, ada 4
kali pemantauan pengobatan”.
Informan Utama 2

“Kita melakukan skrining untuk mendapatkan suspek dimasyarakat dengan cara


ketuk pintu ke rumah-rumah... kalau ada pasien mangkir, ya kita nanti
kunjungan rumah ke pasien mangkir tersebut”.
Informan utama 3

“Kalau saya mencari dengan dengan cara ketuk pintu ditiap RW. Jadi, ketuk
pintu itu misalnya ada yang batuk kita nanti skrining ringan. Selain jadi kader
kan kita juga dilatih untuk pemantauan minum obat kan...”
Informan utama 4

Berdasarkan hasil wawancara dengan PMO diperoleh informasi bahwa

terbatasnya informasi yang diketahui oleh PMO tentang upaya penemuan kasus

yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Sedangkan penanganan kasus yang

dilakukan oleh PMO sudah sesuai dengan saran yang diberikan oleh petugas

kesehatan di Puskesmas. Komunikasi yang terjalin antara petugas TB di


73

Puskesmas dengan PMO berjalan dengan baik. Kutipan wawancara yang

dilakukan dengan Informan Triangulasi sebagai berikut:

“Kurang tau nek itu mbak, saya taunya sakit TB ya Bapak aja. Petugasnya
bilang, ya itu to periksa dahak, terus minum obatnya yang rutin, nanti beberapa
bulan lagi datang ke Puskesmas buat periksa dahaknya lagi. Ya lewat WA mbak
komunikasinya, jadi kalau Bapak ada keluhan apa nanti saya langsung tanya ke
petugas Puskesmasnya lewat WA tadi. Kadang saya yang kesana tapi kadang ya
Bapak yang kesana sendiri buat ambil obatnya. Pas saya nganter Bapak periksa
di Puskesmas dulu itu mbak, saya disuruh buat ngawasi terus pas minum obat
setiap hari, jangan sampai lupa ndak minum obat...”
Informan Triangulasi 2

“Penemuan penderita TB saya ndak tahu mbak nek itu. Ya dahaknya itu nanti
diperiksa dulu di laboratorium buat melihat itu sakit TB, terus kemarin setelah 3
bulan itu di tes lagi mbak dahaknya. Kan pertama periksa sama anak saya, ya
anak saya dibilangin suruh ngingetin saya buat rajin minum obat jangan sampai
lupa, terus dimintain nomor Hpnya kalau ada yang mau ditayakan disuruh sms
saja kalau pas lagi ndak periksa...”
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa pelaksanaan

penemuan dan penangnanan kasus TB sudah dilaksanakan sesuai dengan standar.

Informan Triangulasi mengetahui dan mematuhi prosedur yang ada dalam

penanganan kasus TB, tetapi pengetahuan Informan Triangulasi terkait dengan

upaya penamuan kasus oleh petugas kesehatan masih kurang.

4.1.2.5 Perbekalan Kesehatan

Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan melalui

imunisasi BCG terhadap bayi. Sebagai salah satu upaya pencegahan TB aktif pada

ODHA, pemberian pengobatan pencegahan dengan Isoniazid (PPINH) dapat

diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB aktif dan tidak ada kontraindikasi
74

terhadap INH. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa

untuk pencegahan terjadinya penularan pasien TB terhadap bayi dilingkungannya,

maka petugas kesehatan memberikan imunisasi BCG. Pada ODHA diberikan

kombinasi pengobatan yaitu dengan pemberian obat ARV dan OAT (Obat Anti

Tuberkulosis). Berikut kutipan wawancara yang dilakukan yaitu:

“Bagi adik-adik bayi wajib diimunisasi BCG, bagi yang berusia kurang dari 5
tahun yang berisiko tertular TB menggunakan PPINH. Kalau untuk ODHA itu
diberikan PPINH supaya tidak mengaktifkan adanya resiko penyakit TB”
Informan Triangulasi 1

“Kita ngasih imunisasi BCG untuk bayi, kalau di rumahnya ada penderita Tbnya
ya nanti kita kasih PPINH. Buat ODHAnya kita kasih pengobatan kombinasi,
maksudnya ngasih obatnya itu ARV sama AOT”.
Informan utama 1

“Waktu itu anak saya yang kecil, ini anak saya usianya baru 2 tahun mbak.
Kemarin di kasih vaksin sama petugas Puskesmasnya pas periksa kesana sama
Bapak”.
Informan Triangulasi 2

“Anak saya ndak dikasih suntikan vaksin mbak. Ini kan 2 anak saya umurnya 6
tahun.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa pemberian

kekebalan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas sudah dilakukan sesuai dengan

standar yang ada. Informan Triangulasi 2 mengatakan bahwa petugas TB di

Puskesmas memberikan vaksin kepada anaknya yang berusia dibawah 5 tahun

sebagai upaya pencegahan penularan TB, sedangkan anak dari Informan

Triangulasi 3 tidak diberikan vaksin karena berusia di atas 5 tahun.


75

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), kegiatan

pengendalian Tuberkulosis dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Promosi kesehatan Informan utama-1 dan Promosi kesehatan


dilakukan disemua informan utama-2 telah yang dilakukan
tingkatan administrasi melakukan sosialisasi ke sudah sesuai dengan
baik pusat, provinsi, masyarakat dan instansi standar, tetapi belum
kabupaten/kota pendidikan. Informan utama-4 optimal. Informasi
sampai dengan hanya memberikan sosialisasi dari sosialisasi yang
fasilitas pelayanan ke masyarakat saja. media dilakukan belum
kesehatan. selain itu, yang digunkaan oleh infroman tersampaikan secara
juga dapat dilakukan utama-1, informan utama-3, menyeluruh ke
oleh kader organisasi dan informan utama-4 yaitu semua masyarakat.
kemasyarakatan komunikasi langsung, leaflet, Selain itu, Informan
sebagai mitra. Saran dan video tetapi jarang Triangulasi-2 dan
dalam promosi digunakan. Informan Informan
kesehatan meliputi Triangulasi-2 dan Informan Triangulasi-3 hanya
pasien, individu sehat Triangulasi-3 menerima mendapatkan
(masyarakat), sosialisasi langsung tanpa ada sosialisasi ketika
keluarga, tokoh media yang ditunjukkan. periksa di
masyarakat, dan Informan Triangulasi-2 hanya Puskesmas saja.
pembuat kebijakan mendapatkan sosialisasi ketika media komukasi
publik. Promosi periksa ke Puskesmas. yang digunakan
kesehatan dapat Informan utama-1, informan kurang mencukupi.
dilakukan dengan utama-3, dan informan utama-4
metode penyuluah juga melakukan advokasi
langsung maupun dengan pemangku kebijakan
tidak langsung dengan setempat. Informan
menggunakan media Triangulasi-2 tidak mengetahui
komunikasi atau alat adanya kerjasama antara
peraga seoerti obat petugas Puskesmas dengan
TB, pot sediaan pemangku kebijakan di
dahak, dan masker. lingkungannya.
Selain itu dapat
menggunakan
gambar/media seperti
poster, leaflet. Lembar
balik. Lukisan
76

animasi, foto,slide,
dan film.
2. Surveilans TB Pengumpulan data diperoleh Surveilans TB sudah
merupakan dari warga yang periksa diri ke dilaksanakan sesuai
pemantauan dan Pusekesmas, laporan tenaga dengan standar.
analisis sistematis kesehatan, laporan kader TB,
terus menerus data PIS-PK, dan laporan dari
terhadap data dan fasyankes lain.
informasi tentang
kejadian penyakit TB,
yang diperoleh dari
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau
diperoleh langsung
dari masyarakat atau
sumber data lainnya.
3. Pengendalian faktor Semua informan utama Pengendalian faktor
risiko TB dilakukan melakukan pengendalian risiko TB sudah
dengan cara: kuman penyebab TB dengan dilaksanakan sesuai
pengendalian kuman cara sosialisasi, skrining, dan standar.
penyebab TB, investigasi kasus. Terdapat
pengendalian faktor kejelasana dalam alur
resiko individu, pengambilan obat oleh pasien
pengendalian faktor dan etika batuk yang baik dan
lingkungan, benar. Informan Triangulasi-2
pengendalian secara tidak mengetahui upaya
manajerial, dan informan utama dalam
pengendalian secara melakukan pengendalian faktor
administratif. risiko di lingkungannya.
4. Penemuan kasus TB Penemuan kasus oleh informan Penemuan dan
dilakukan secara aktif utama-1 diperoleh dari warga penanganan kasus
dan pasif. Secara aktif terduga TB yang periksa di sudah dilaksanakan
dengan cara skrning Puskesmas, laporan dari sesuai standar.
pada masyarakat dan informan utama-3 dan
investigasi kontak informan-4 yang secara aktif
kasus TB. secara pasif melakukan skrining maupun
dengan cara investigasi kontak, serta
memeriksa pasien laporan dari Rumah Sakit.
yang datang ke Informan Triangulasi-2 tidak
fasyankes. mengetahui adanya kasus TB
77

Penanganan kasus lain dilingkungannya selain


dilakukan melalui dirinya sendiri.
kegiatan tata laksana Puskesmas bekerjasama
kasus untuk memutus dengan PMO dalam
mata rantai penularan pengawasan minum obat dan
dan/atau pengobatan kemajuan pengobatan.
pasien.
5. Pemberian kekebalan Pada anak balita diberikan Pemberian
berupa vaksinasi dan imunisasi PPINH. Sedangkan kekebalan sudah
pengobatan pada ODHA yang menderita dilaksanakan sesuai
pencegahan TB diberikan obat kombinas standar.
(profilaksis). yaitu ARV dan AOT.

4.1.3 Sumber Daya

Menurut Peraturan Walikota Semarang Nomor 39 Tahun 2017, menyatakan

bahwa Dinas Kesehata Kota Semarang bertanggungjawab atas peningkatan

derajat keshatan masyarakat Kota Semarang dalam kontribusinya atas

terwujudnya pelaksanaan strategi DOTS yaitu memberikan dukungan secara

maksimal atas penyediaan logistik OAT dan non OAT, melakukan pembinaan

SDM dalam bentuk pelatihan bersertifikasi, seminar, symposium dan refreshing

program dengan mendatangkan tenaga ahli. Disamping itu juga

diselenggarakannya monitoring dan evaluasi P2TB bentuk pertanggungjawaban

kepada masyarakat atas keberhasilang program yang dilaksanakan. Hal tersebut

dilakukan sebagai upaya peningkatan sumber daya dalam pelaksanaan program

Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis Kota Semarang.

Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, menyatakan bahwa Sumber daya

terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia (SDM), yang bertanggung

jawab untuk promosi, petugas di puskesmas dan sumber daya lain berupa sarana
78

dan prasarana serta dana. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

diperoleh informasi bahwa pelaksana program P2TB di Puskesmas dilaksanakan

oleh dokter, pemegang program, petugas laboratorium, gasurkes, bidang promosi

kesehatan dan bidang epidemiologi telah mecukupi. Akan tetapi menurut

gasurkes, jumlah gasurkes sendiri belum bisa menjangkau seluruh wilayah kerja

Puskesmas Purwoyoso dalam melakukan kegiatan di lapangan. Setiap petugas

pelaksana program P2TB sudah mendapatkan pelatihan yang bersertifikat dari

Dinas Kesehatan Kota, sedangkan untuk kader TB telah mendapatkan pelatihan

langsung oleh pemegang program di Puskesmas. Ketersediaan obat sudah

dipenuhi oleh Dinas Kesehatan Kota dengan menggunakan aplikasi dalam

pengajuannya. Dana selalu tersedia digunakan untuk pelaksanaan program oleh

petugas Puskesmas, sedangkan menurut gasurkes dan kader TB tidak ada dana

yang diberikan petugas Puskesmas dalam kegiatan P2TB di lapangan. Berikut

kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan utama yaitu:

“Pelaksananya ada dokter, perawat sebagai pemegang program, petugas


laboratorium, gasurkes, promosi kesehatan, sama epidemiologi. Petugas yang
terlibat dalam program penanggulangan TB sudah memiliki sertifikat yang
berlaku selama 2 tahun. Kalau untuk obatnya sih sudah cukup ya karena setiap
pasien selalu diberikan obatnya. Sudah ada laptop, poli untuk TB meskipun
belum optimal polinya karena kurangnya sinar matahari yang masuk ke ruang
poli TB. Ada dana dari BOK”.
Informan utama 1

“Kalau sekarang sih mencukupi..., jadinya ya nek ketersediaan tenaga ya cukup.


Biasanya kalau sudah dapat sertifikat sudah sih. Waktu itu sih saya pelatihan
tahun 2016, sekarang belum ada update lagi”.
Informan utama 2
79

“Menurut kami untuk petugas gasurkes kurang ya karena wilayahnya itu luas
sekali, meskipun 2 Kelurahan tapi tu luas sekali. Ya pernah dulu awal-awal
tahun, dulu sering tapi untuk tahun ini sih baru sekali. Ruangannya masih
bercampur sih masih berdekatan sama loket sama ruang aula, mungkin karena
Puskesmasnya juga luas wilayahnya masih terbatas sih ya. Ketersediaan
obatnya ya sudah lengkap. Ndak ada dana. Kalau penyuluhan itu swadaya
masyarakat.
Informan utama 3

“Kalau yang dari Puskesmas itu dikasihnya leaflet sama pot dahak buat
penyuluhan sama skrining kalau ditemukan orang diduga TB. Kemarin itu kita
merencanakan 3 bulan sekali tapi masih terlaksana 2 kali pertemuan. Ini
kayanya mau diadakan lagi. Tidak ada dana mbak.
Informan Utama 4

Menurut hasil wawancara dengan Informan Triangulasi 1, ketersediaan

SDM di Puskesmas sudah disesuaikan dengan standar yang ada, pelatihan yang

bersertifikat dilaksanakan secara bersamaan semua Puskesmas, ketersediaan

logistik untuk program P2TB selalu terjamin ketersediaannya, dan setiap tahun

dilakukan pendistribusian dana ke semua Puskesmas di Kota Semarang.

Wawancara dengan Informan Triangulasi 2 dan Informan Triagulasi 3 diperoleh

informasi bahwa pelayanan yang diberikan oleh petugas Puskesmas sudah

memenuhi kebutuhan pasien, obat selalu diberikan tanpa menunggu lama, serta

pasien tidak keberatan dalam membayar pelayanan pemeriksaan karena

menggunakan BPJS Kesehatan. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan

dengan Informan Triangulasi yaitu:

“... kemudian mengirim untuk pelatihan-pelatihan nasional yang bersertifikat


ya, maupun kegiatan-kegiatan e... review materi program penanggulangan
TB ,maupun refresing program penanggulangan TB ya... Kalau pelatihannya ini
simultan ya sifatnya, tetapi kalau pembinaan yang rutinitas yang kita
80

laksanakan ya itu tadi per 3 bulan sekali itu untuk pemegang programnya...
kalau logistik OAT atau Non OAT itu kita terjamin e... keberadaannya. APBD
dan BOK, ya istilah lainnya itu APBN dan APBD”.
Informan Triangulasi 1

“Kalau saya kurang tahu mbak, saya konsultasinya ya sama bu Aisyah sama
pak Wisnu. Kalau sama yang lain saya kurang tahu ya mbak. Pelayanannya
sudah cukup baik sih. Jadi pas saya sudah sampai sana lalu ketemu sama
petugas nya itu langsung dikasih obatnya. Ndak nunggu lama itu obatnya sudah
disiapkan terus saya langsung ambil langsung pulang. Saya pakainya BPJS
mbak kalau kesana”.
Informan Triangulasi 2

“Saya ndak terlalu tahu ya mbak, mungkin sudah. Saya kalau kesana ya
langsung dilayani ndak perlu nunggu lama. Baik mbak pelayanannya disana.
saya kalau kesana ambil obat pasti selalu ada. Ya sudah lengkap ya mbak,
sudah bagus-bagus disana. Saya selalu bawa kartu BPJS mbak sama kartu yang
dari Puskesmas itu, jadi ndak bayar dan ndak memberatkan”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

terkait dengan sumber daya, diketahui bahwa ketersediaan sumber daya (tenaga,

ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, dan pendanaan) sudah sesuai dengan

standar. Akan tetapi, jumlah gasurkes yang bertugas dilapangan masih belum

memadai sehingga dalam pelaksanaan tugasnya belum bisa menjangkau seluruh

masyarakat di wilayah kerja Puskemas Purwoyoso. Sarana dan prasarana terkait

dengan ruangan poli TB masih berdekatan dengan ruangan yang lain dan masih

terbatasnya cahaya matahari yang masuk ke dalam ruang TB sehingga

penggunaannya kurang optimal.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), sumber daya dapat


81

digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Puskesmas harus Informan utama-1, Kecukupan SDM


menetapkan dokter, informan utama-2, dan sudah memenuhi
perawat, dan analis informan utama-4 standar, akan tetapi
laboratorium terlatih yang mengatakan hahwa SDM dari kecukupan
bertanggung jawab sudah memadai, tetapi SDM di lapangan
terhadap pelaksanaan informan utama-3 masih belum
program Penanggulangan mengatakan SDM untuk mencukupi.
TB. gasurkes belum
memadai. Informan
Triangulasi-2
mengatakan SDM sudah
memadai.
2. Pelatihan sebagai upaya Informan utama-1 dan Pelatihan sudah
peningkatan sumber daya informan utama-2 telah dilakukan sesuai
manusia TB dengan cara mendapatkan pelatihan dengan standar
meningktkan yang bersertifikat
pengetahuan, sikap dan sebanyak 1 kali.
keterampilan petugas Informan utama-3 telah
dalam rangka melakukan pelatihan
meningkatkan kompetensi sebanyak 1 kali dalam
serta kinerja petugas TB setahun. Informan utama-
4 telah mendapatkan
pelatihan dari Puskesmas
sebanyak 2 kali.
3. Pemerintah Pusat dan Ketersediaan obat selalu Ketersediaan obat
Pemerintah Daerah tercukupi dan tersedia. sudah sesuai
bertanggung jawab atas Menurut informan dengan standar.
ketersediaan obat dan utama-1 dan informan Akan tetapi, untuk
perbekalan kesehatan utama-3, sarana sarana dan
dalam penyelenggaraan prasarana sudah prasarananya
Penanggulangan TB mencukupi tapi belum optimal.
pemanfaatannya kurang
optimal.
4. Pemerintah Pusat dan Tersedia dana dari Pelaksanaan
Pemerintah Daerah wajib APBN, APBD, dan program P2TB
menjamin ketersediaan BOK. Dana untuk tidak pernah
82

anggaran Penanggulangan kegiatan program yang menggunakan dana


TB. dilakukan oleh informan yanga tersedia.
utama-3 menggunkan
dana swadaya
masyarakat. Informan
utama-4 tidak
menggunakan dana untuk
pelaksanaan program
P2TB yang dilakukan.
Informan Triangulasi-2
menggunakan kartu
BPJS setiap periksa ke
Puskesmas.

4.1.4 Sistem Informasi

Sistem informasi yang dimaksud dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun

2016 yaitu data untuk program Penanggulangan TB diperoleh dari sistem

pencatatan-pelaporan TB. Pencatatan menggunakan formulir baku secara manual

didukung dengan sistem informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB

menggunakan sistem informasi elektronik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diperoleh informasi

bahwa pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas kepada

Dinas Kesehatan Kota menggunkan aplikasi yang bernama Semar Betul

(Semarang Bebas Tuberkulosis), sedangkan kepada pemerintah pusat

menggunakan aplikasi SITT (Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis). Bagi

gasurkes pencatatan dan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota dan pemegang

program TB. Kutipan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan utama sebagai berikut:

“Jadi, sistem ini sendiri sudah tahu kapan saya harus apa... kalau ada pasien dia
83

akan langsung terdaftar di sini. Kita langsung daftarkan pasiennya ke Semar


Betul (Semarang Bebas Tuberkulosis). Pihak Dinas langsung dapat melihat
datanya. Jadi, setiap hari kalau ada pasien TB, dia langsung terdetek dan pihak
Dinas langsung mengetahui. Setiap hari dilakukan. Kalau kerusakan jaringan
itu biasanya yang bermasalah providernya ya, karena Semarang providernya
masih naik turun kadang ya menghambat juga.
Informan utama 1

“E... pakai itu Semar Betul sama dengan pemegang program P2TB karena kan
itu ngelink kaya gitu lho dek. Jadi, pakai Semar Betul Semua”.
Informan utama 2

“Kita setiap bulan melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kota, kalau ke


Puskesmas juga setiap bulan melalui pememaparan kinerja itu mbak. Dinas
Kesehatan Kota itu pencatatan dan pelaporannya bentuknya itu ada 3 macam,
yaitu ada yang ditulis dalam formnya, ada yang dikirim lewat email, terus yang
ke Plikasi Semar Betul itu juga melalui pemegang programnya kalau ke sistem
itu. Ribet mbak... Kita itu jadinya 3 kali kerja mbak.
Informan utama 3

“Kalau kita biasanya suspek, kita langsung bawa kesana ke Puskesmasnya, saya
kasihkan ke mas Wisnu”.
Informan utama 4

“Laporannya saya ke Aisyiyah tapi kan Puskesmas mengetahui karena jalurnya


ke Puskesmas dulu, tapi selama saya menjadi kader saya belum pernah
menemukan mbak…”.
Informan utama 5

Menurut hasil wawancara dengan Informan Triangulasi 1 diketahui bahwa

pencatatan dan pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota menggunakan

sistem aplikasi yang bernama Semar Betul (Semarang Bebas Tuberkulosis). Dinas

Kesehatan Kota dapat melihat data-data atas temuan kasus yang dilaksanakan oleh
84

setiap Puskesmas Kota Semarang setiap saat, akan tetapi ketersediaan data dalam

Semar Betul tergantung pada keteraturan petugas TB di Puskesmas menginput

data ke Semar Betul. Sedangkan hasil wawancara dengan Informan Triangulasi 2

dan Informan Triangulasi 3 diperoleh informasi bahwa pencatatan yang dilakukan

oleh petugas Puskesmas hanya terkait dengan perkembangan kemajuan

pengobatan seperti keteraturan meminum OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan

keluhan yang dirasakan pasien TB selama pengobatan. Berikut kutipan

wawancara yang dilakukan dengan Informan Triangulasi yaitu:

“Menggunakan aplikasi yang namanya Semar Betul kegiatan pencatatan dan


pelaporannya. Semar Betul itu berjalan kurang lebih e... tahun 2019 tetapi
penekanannya itu mulai juni 2019. Dinas bisa langsung melihat laporan di
aplikasi itu, tapi tergantung dari yang menginput data-data atas temuan kasus-
kasusnya ke Semar Betul. Setiap saat mbak. Kalau kendala itu ya kaitannya
dengan penguasaan sistem aplikasinya ya...”.
Informan Triangulasi 1

“Ya waktu pertama periksa di Puskesmas itu aja mbak, kan kami datang kesana
buat periksa terus dicatet sama petugasnya nama, alamat, tanggal lahir, yang
dirasakan apa, sakitnya dimana kaya gitu-gitu. Kalau di rumah belum pernah
sih e... pernah mbak sekali itu sama e... kadernya…”
Informan Triangulasi 2

“Kalau didata itu ya pas awal periksa itu mbak, terus pas ada bidan kesini itu
juga dicatat dikertas gitu apa saya yang saya rasakan selama minum obat seperti
itu”.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa sistem informasi

program P2TB sudah dilakukan sesuai dengan standar, tetapi masih terdapat

hambatan yang dialami dalam pencatatan dan palaporan yaitu penguasaan aplikasi
85

oleh petugas TB di Puskesmas yang masih kurang. Penguasaan aplikasi oleh

petugas Puskesmas saat ini bisa dikatakan baru sebesar 40%. Gasurkes merasa

kesulitan karena harus melakukan 3 kali kerja dalam melakukan pencatatan dan

pelaporan untuk diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), sumber daya dapat

digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Puskesmas harus Informan utama-1 dan Penguasaan


melaporkan jumlah pasien informan utama-2 sistem pencatatan
TB di wilayah kerjanya melakukan pencatatan dan pelaporan
kepada Dinas Kesehatan dan pelaporan oleh petugas TB
Kota kabupaten/kota menggunakan aplikasi di Puskesmas
setempat. Pelaporan Semar Betul setiap hari. masih belum
disampaikan setiap 3 bulan Ketersediaan formulir optimal. Selain
sekali. pencatatan tersedia di itu, gasurkes
Puskesmas. merasa kesulitan
karena harus
melakukan 3 kali
kerja dalam
kegiatan
pencatatan dan
pelaporan.

4.1.5 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan

Permenkes RI Nomor 67 tahun 2016, menyatakan bahwa penyelenggaraan

Penangggulangan TB perlu didukung dengan upaya mengembangkan dan

memperkuat mekanisme koordinasi, serta kemitraan antara pengelola program

TB dengan instansi pemerintah lintas sektor dan lintas program, para pemangku

kepentingan, penyedia layanan, organisasi kemasyarakatan, asuransi kesehatan,

baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Peraturan Walikota Semarang


86

Nomor 39 Tahun 2017, menyatakan dalam rangka efektifitas dan efesiensi

pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TB untuk mencapai target

perlu pembentukan dan penguatan Forum Koordinasi Penanggulangan TB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program TB di Puskesmas

diperoleh informasi bahwa Dinas Kesehatan Kota melakukan monitoring dan

evaluasi setiap 3 bulan sekali, bersamaan dengan dilakukannya supervisi ke

semua Puskesmas di Kota Semarang. Evaluasi yang dilakukan oleh pemegang

program TB ke Kepala Puskesmas dilaksanakan setiap bulan. Monitoring dan

evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota kepada petugas laboratotium

dilakukan setiap 3 bulan sekali terkait dengan pemantapan mutu eksternal

laboratorium, sedangkan untuk pelayanan laboratorium TB belum pernah

dilakukan. Kerjasama yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dengan lintas

sektoral yaitu menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan sekolah.

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh gasurkes kepada kepala Puskesmas

dilakukan saat pemaparan setiap 3 bulan sekali. Gasurkes melakukan kerjasama

dengan lintas program yaitu dengan petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas

setiap melakukan investigasi kontak. Evaluasi yang dilakukan oleh petugas TB di

Puskesmas kepada kinerja kader TB belum pernah ada, koordinasi yang dilakukan

berupa pelaporan kasus TB oleh kader ke petugas Puskesmas melalui komunikasi

WA. Kutipan wawancara mendalam yang dilakukan dengan narasumber sebagai

berikut:

“Kita dikumpulkan untuk kemudian nanti dilakukan evaluasi. Biasanya


dilakukan 3 bulan sekali. Supervisi yang dilakukan biasanya pertiga bulan
sekali atau perempat bulan sekali. Evaluasi dengan Kepala Puskesmas
87

dilakukan setiap bulan sekali. kerjasama lintas program iya, bahkan lintas
sektoralpun kita lakukan seperti kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan
sekolah”.
Informan utama 1

“Kalau untuk TB saya ndak tahu itu, evaluasi kalau dari Lab itu hanya dari sini
saja paling dari pemantapan mutu eksternal. Ya itu kan mereka nanti Dinas kan
mengevaluasikan kinerjanya kita... Setiap 3 bulan sekali”.
Informan utama 2

“Kita kerjasama dengan keslingnya ya mbak..., waktu investigasi kontak


meraka medampingi. Monitoring dan evaluasi di lakukan pada saat pemaparan
setiap 3 bulan sekali dalam pertemuan di Puskesmas”.
Informan utama 3

“Biasanya kita yang melaporkan langsung ke petugas Puskesmas. Tidak ada


forum khusus untuk evaluasi tapi kita tetep jalin komunikasi dengan WA tadi”.
Informan utama 4

“Kalau sama Aisyiyah itu 1 bulan sekali mbak, tapi kalau Puskesmas itu belum
e... masih kadang-kadang gitu mbak”.
Informan Utama 5

Hasil wawancara yang dilakukan dengan Informan Triangulasi 1 diperoleh

informasi bahwa Dinas Kesehatan Kota melakukan monitoring dan evaluasi setiap

3 bulan sekali dalam bentuk capaian-capaian program, kinerja programer di

Puskesmas, dan permasalahan-permasalahan yang ada. Hambatan yang muncul

dalam kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota dengan petugas TB di Puskesmas

yaitu kurangnya koordinasi antara pemegang program baru dengan pemegang

program lama saat terjadi pergantian petugas.. Berikut kutipan wawancara yang

dilakukan dengan Informan Triangulasi 1, yaitu:


88

“Monitoringnya dilaksanakan 3 bulan sekali dalam bentuk capaian-capaian


program... Kinerja programer yang ada di Puskesmas sekalian evaluasi
permasalahan-permasalahan apa yang didapatkan dan kenapa terget kasus yang
ditetapkan tidak terpenuhi. RAD penanggulangan TB itu juga mengharuskan
semua pihak, semua komponen, dan semua stakeholder yang ada di Kota
Semarang untuk berperan sesuai dnegan kapasitasnya masing-masing di dalam
program penanggulangan TBC. Ya kalau ada pergantian petugas yang baru, kan
petugas yang baru itu belum mendapatkan pemahaman yang memadai tentang
program-program penanggulangan TB seperti kompetensi yang sudah e...
dimiliki oleh petugas yang lama yaitu yang menjadi kendala kita”.
Informan Triangulasi 1

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber diketahui

bahwa koordinasi, jejeraing kerja, dan kemitraan sudah sesuai dengan Permenkes

Nomor 67 tahun 2016, tetapi masih terdapat hambatan seperti pemberian

informasi terkait pelaksanaan program P2TB kepada petugas TB yang baru selalu

disampaiakan secara berulang mulai dari tahap awal secara rinci, agar petugas TB

yang baru memiliki pemahaman dan kompetensi yang sama dengan petugas TB

yang lama. Hal ini seharusnya dapat disampaikan sendiri oleh petugas TB yang

lama kepada petugas TB yang baru. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh

Dinas Kesehatan Kota kepada petugas TB di Puskesmas baru dilakukan 1 kali

dalam 1 tahun, sedangkan forum khusus untuk melakukan evaluasi oleh petugas

TB di Puskemas kepada kader TB belum ada.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), koordinasi, jejaring

kerja, dan kemitraan dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Dinas Kesehatan Kota Informan utama- Monev tahun 2019 untuk


melakukan pembinaan, 1 di tahun 2019 informan utama-1 dan
89

monitoring dan evaluasi baru mengikuti informan utama-2 belum


kegiatan program TB di kegiatan monev 1 optimal karena baru
fasyankes. kali. Informan dilaksanakan monev
utama-2 belum sebanyak 1 kali yang
melaksankan seharusnya dilaksanakan
pertemuan sebanyak 4 kali dalam
monev. Informan setahun.
utama-3
melakukan
kegiatan monev
setiap 1 kali
dalam setahun.
Informan utama-
4 belum pernah
melakukan
monev dengan
Puskesmas saja.
2. Hubungan Puskesmas Kerjasama sudah
kerjasama/bauran menjalin dilakukan sesuai standar,
pemerintah-swasta, seperti: kerjasama tetapi belum optimal
kerja sama program dengan petugas karena kerjasama dengan
penanggulangan TB dengan kelurahan, Dinas sektor
faskes milik swasta, kerja Kesehatan, Dinas indutri/perusahaan/tempat
sama dengan sector Pendidikan dan kerja belum dilakukan.
industri/perusahaan/tempat sekolah di sekitar
kerja, kerja sama dengan wilayah
lembaga swadaya Puskesmas.
masyarakat (LSM).

4.1.6 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, yaitu

upaya pencegahan dan penanggulangan Tuberkulosis dapat mendorong

tercapainya target program. Masyarakat perlu terlibat aktif dalam kegiatan sesuai

dengan kondisi dan kemampuan, karena Tuberkulosis dapat ditanggulangi


90

bersama. Pelibatan secara aktif masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan

keagamaan baik lintas program dan lintas sektor diutamakan pada 4 area dalam

program Penanggulangan TB yaitu: penemuan orang terduga TB, dukungan

pengobatan TB, pencegahan TB, dan mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi

penanggulangan TB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama di Puskesmas

diperoleh informasi bahwa pemegang program TB di Puskesmas telah melakukan

sosialisasi ke masyarakat melalui kader-kader, POS TB di sekolah-sekolah, dan

membuat video tentang alur dan merubah stigma negatif jika TB bisa

disembuhkan. Menurut gasurkes, masih banyak masyarakat yang malu apabila

sakit batuknya diketahui penyakit TB sehingga menolak pada saat dilakukan

wawancara terkait kesehatannya dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes

dahak ke Puskesmas. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk

memeriksakan sakit batuknya ke Puskesmas, dalam satu bulan hanya ada 1 pasien

yang melakukan tes dahak. Kualitas dahak pasien yang kurang bagus juga

mempengaruhi pemeriksaan tes dahak sehingga kurang optimal. Beradsarkan

hasil skrining yang telah dilakukan gasurkes diperoleh penemuan kasus TB

sebanyak 87 pasien, tetapi hanya 12 pasien yang bersedia melakukan pengobatan

di Puskesmas. Jadi, jumlah yang ada tidak sesuai karena banyak pasien yang

merasa bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak memiliki sakit yang parah. Stigma

negatif tentang TB masih ada di lingkungan masyarakat yang dikaitkan dengan

tradisi karena pengetahuan tentang penyakit TB kurang. Berikut kutipan

wawancara yang dilakukan dengan narasumber:


91

“Ya pertama kita bikin kader-kader, sosialisasi ke masyarakat, kita juga bikin
POS TB di sekolah-sekolah agar juga meningkatkan kepedulian mereka. dalam
minggu ini rencananya mau bikin video tentang masalah ini tentang alur dan
juga bahwa menggarisbahawi stigma bahwa TB itu bisa disembuhkan. Kita
sudah melakukan screening secara merata tetapi baik itu melalui PIS PK dan
juga Gasurkes, selama itu kita sudah berusaha semaksimal mungkin kita tidak
bisa memenuhi target penemuan kasus karena pada dasarnya kita menemukan
banyak kasus di masyarakat sekitar 87 pasien TB tapi yang bersedia berobat di
puskesmas hanya sejumlah 12 pasien TB”.
Informan utama 1

“Ya masyarakat ada yang terbuka tapi ada juga yang masih tertutup sama kita.
Ya kebanyakan sih masih apa ya, kurang terbuka lah mbak masih pada malu
mungkin kalai dia diketahui kena panyakit TB”.
Informan utama 3

“Stigma negatif disini masih, mereka itu pengetahuannya kurang terus bilang
nggak papa ok. Malah kalau batuk masih dikait-kaitkan kena sawan, kena ini,
kena itu, masih dikaitkan sama tradisi. Kasus mangkir itu banyak mbak kalau
seperti itu, makanya saya sering medeni mbak, kasih motivasi, kalau ndak
punya waktu ya nanti kita antar”.
Informan utama 4

“Stigma negatif itu nggak hanya dari masyarakat aja mbak, kadang yang dari
petugas kesehatan aja masih ada takutnya jadinya kita ya hanya bisa
memotivasi penderita yang tak kunjungi gitu. Memang penyakit TB itu kan
masih dianggap tabu sama msyarakat mbak...”.
Informan Utama 5

Hasil wawancara dengan Informan Triangulasi diperoleh informasi bahwa

peran serta masyarakat terhadap upaya penanggulangan TB masih kurang karena

pengetahuan mereka tentang program P2TB masih rendah sehingga masyarakat

sulit untuk diajak kerjasama dalam pencegahan penyakit TB baik terhadap diri

sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Masyarakat banyak yang menganggap


92

bahwa batuk yang dideritanya merupakan sakit batuk biasa karena gejala awal TB

sama seperti batuk biasa. Kutipan waancara mendalam yang dilakukan dengan

Informan Triangulasi sebagai berikut:

“Ya karena masyarakat dengan berbagai ragam kebutuhannya, kemudian


masyarakat dengan faktor ketidaktahuannya itu dibeberapa kasus masyarakat
itu tidak bisa diajak kerjasama untuk program-program penanggulangan TB
entah kaitannya dengan penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat untuk
mencegah terjadinya TB entah dalam keluarganya, entah dalam penggunaan
masker ya, entah dalam mengkonsumsi obat secara disiplin sesuai aturan ya itu
yang menjadi kendala-kendala petugas kesehatan. Menurut saya ya itu tadi,
bermuara pada ketidaktahuan atau faktor eksnoren yang ada pada masyarakat
tentang cara pencegahan dan cara penanggulangan TB, sehingga itu menjadi
kendala-kendala dalam penanggulangan TB”.
Informan Triangulasi 1

“Ndak pernah mbak saya tahu ada yang skait seperti Bapak ini. Saya baru tahu
penyakit TB ya dari Bapak sakit kaya gini, sebelumnya ya ndak pernah tahu.
Bapak ya menut mbak kalau minum obat ya minum, waktunya periksa ya
periksa. Paling yang susah itu pakai maskernya mbak ndak mau, jarang-jarang
katanya ndak enak makainya. Tetangganya disini juga jarang sih mbak kumpul
setiap hari paling ya jarang-jarang gitu tapi ya mereka baik sama Bapak”.
Informan Triangulasi 2

“Saya tidak pernah tahu kalau ada orang lain yang sakitnya kaya saya, ya Cuma
saya aja tauhunya mbak. Kalau yang lain saya ndak tahu. Saya kurang enak
kalau ngomong terus pakai masker, nafasnya jadi ndak lancar gitu mbak.
Jadinya jarang pakai masker saya. Kalau tetangga disini ndak ada yang
mengucilkan sih mbak, ya mereka paling tanyanya kenapa pakai masker ya
saya bilang lagi batuk kaya gitu aja sih mbak”.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber diketahui bahwa

peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program P2TB belum optimal.

Sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader Tb masih belum
93

menyeluruh ke semua masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Purwoyoso,

sehingga pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB masih rendah dan stigma

negatif masyarakat terkait pengakit TB masih tinggi. Hal ini menyebabkan masih

banyak masyarakat yang belum terbuka tentang penyakitnya terutama sakit batuk

kepada petugas kesehatan. kesadaran pasien TB sendiri dalam penggunaan masker

sebagai pencegahan penyakit TB ke orang lain masih rendah.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), peran serta masyarakat

dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Masyarakat dapat Puskesmas telah Tidak semua masyarakat


berperan serta dalam melakukan sosialisasi mendapatkan sosialisasi
upaya ke masyarakat melalui yang di berikan oleh
Penanggulangan kader dan gasurkes, petugas kesehatan. Masih
Tuberkulosis adanya POS TB, serta banyak masyarakat yang
ke instansi kurang terbuka dengan
pendidikan. Informan petugas kesehatan.
Triangulasi-2 tidak Informan Triangulasi-2
pernah tau ada pasien jarang menggunakan
TB selain keluarganya masker ketika
dan melakukan berkomunikasi dengan
pencegahan hanya orang lain.
pada keluarganya saja.
2. Mencegah stigma dan Puskesmas melakukan Informan utama-1
diskriminasi terhadap sosialisasi melalui mengatakan bahwa
kasus TB kader TB dengan partisipasi masyarakat
menggunakan leaflet dalam mengikuti
dan video terkait penanggulangan TB masih
dengan penyakit TB rendah. Informan utama-3
yang dapat dan informan-4
disembuhkan. mengatakan stigma
negatif di masyarakat
terkait TB masih ada
sehingga masih banyak
94

masyarakat yang kurang


terbuka dengan petugas
kesehatan terkait sakitnya.
Informan Triangulasi-1
mengatakan tingkat
pengetahuan masyarakat
tentang penyakit TB
masih rendah, sehingga
belum bisa diajak
kerjasama untuk program-
program penanggulangan
TB disekitarnya.Informan
Triangulasi-2 mengatakan
tidak ada pengucilan
karena tidak ada yang
menanyakan sakitnya.

4.2 Puskesmas Karangmalang

4.2.1 Gambaran Umum Puskesmas Karangmalang

Puskesmas Karangmalang adalah unit pelaksana pembagunan kesehatan di

wilayah Kecamatan Wijen sebagai pusat kesehatan tingkat pertama yang termasuk

salah satu Puskesmas rawat inap untuk umum dan bersalin, serta pelayanan 24

jam diwilayah kerjanya. Puskesmas Karangmalang memiliki luas wilayah kerja

1.033.871 Km2. Puskesmas Karangmalang mempunyai wilayah kerja 4

Kelurahan, 14 RW dan 52 RT yang menjadi binaan Puskesmas Karangmalang

yaitu:

4.2.1.1 Kelurahan Karangmalang

4.2.1.2 Kelurahan Bubakan

4.2.1.3 Kelurahan Polaman

4.2.1.4 Kelurahan Purwosari, dengan batas-batas wilayah Puskesmas


95

Karangmalang antara lain:

1) Sebelah utara : Kelurahan Mijen dan Jatibarang

2) Sebelah Selatan : Kecamatan Boja

3) Sebelah Timur : Kecamatan Gunungpati

4) Sebelah Barat : Kelurahan Tambangan dan Kelurahan Cangkiran

Tabel 4.3 Sumber Daya Kesehatan, Sarana Pelayanan, dan Progra


Kesehatan di Puskesmas Karangmalang
No JENIS SARANA JUMLAH
A. Sumber Daya Ketenagaan
1. Dokter umum 2 orang
2. Dokter gigi 1 orang
3. SKM -
4. Perawat 5 orang
5. Perawat gigi 1 orang
6. Bidan 4 orang
7. Sanitarian 1 orang
8. Ka. TU 1 orang
9. Penyuluh kesehatan 1 orang
10. Nutrision/gizi 1 orang
11. Petugas Lab 2 orang
12. Petugas apotek 1 orang
13. Staf 3 orang
14. Petugas loket 1 orang
B. Sarana Pelayanan Kesehatan
1. Poli umum (BP) -
2. Poli gigi (BP gigi) -
3. Poli KIA -
4. Kamar obat -
5. Konseling gizi dan sanitasi -
6. Promkes -
7. IGD -
8. Rawat inap -
9. Rawat jalan -
10. Kelurahan siaga 4 kelurahan
11. Bidan kelurahan siaga 4 orang
12. Kelurahan percontohan 1 kelurahan
96

13. Posyandu lansia 20 buah


14. Pos obat desa -
15. Upaya kesehatan kerja 6 buah
C. Program Kegiatan Kesehatan
1. Promosi kesehatan -
2. Kesehatan KIA/Keluarga Berencana (KB) -
3. Pengobatan -
4. Kesehatan lingkungan -
5. Upaya perbaikan gizi -
Pencegahan dan pemberantasan penyakit
6. -
menular
7. Laboratorioum -
8. Upaya kesehatan usila -
9. Kesehatan OR -
10. Kesehatan gigi dan mulut -
11. Perkesmas -
12. UKK -
13. PTM -
14. Kesehatan mitra -
15. Praktek mahasiswa -
16. Kesehatan mata -
17. Pap smear -
18. EKG -

4.2.2 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis

Kegiatan pengendalian Tuberkulosis menurut Permenkes RI Nomor 67

Tahun 2016 terdiri dari promosi kesehatan, surveilans Tuberkulosis, pengendalian

faktor risiko, penemuan dan penangnan kasus, dan pemberian kekebalan. Petugas

Pelayanan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso terdiri dari pemagang program

Tuberkulosis, petugas laboratotium, gasurkes, dan kader TB.

Berikut merupakan hasil dari evaluasi kegiatan penanggulangan

Tuberkulosis berdasarkan wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut:

4.2.1.1 Promosi Kesehatan


97

Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB menurut Permenkes RI

Nomor 67 Tahun 2016 diselenggarakan dengan strategi pemberdayaan

masyarakat, advokasi dan kemitraan. Pemberdayaan masyarakat yaitu

memberikan informasi TB secara terus-menerus kepada pasien TB, keluarga dan

kelompok masyarakat melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek),

konseling dan bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan

ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media komunikasi seperti

lembar balik, leaflet, poster atau media lainnya. Dinas Kesehatan Kota Kota telah

memberikan sosialisasi kepada petugas Puskesmas terkait dengan program P2TB

melalui event-event yang ditujukan kepada pemegang program dan petugas

laboratorium fasilitas kesehatan. Adapun kutipan wawancara mendalam yang

dilakukan kepada Informan Triangulasi 1 sebagai berikut:

“sosialisasi program TB di temen-temen pengelola program di Puskesmas itu


dilaksanakan melalui event-event. Banyak diikuti oleh pemegang program.
Termasuk petugas Labnya itu juga secara rutin dilaksanakan per 3 bulan,
termasuk programer TB baik yang ada di Puskesmas maupun Rumah Sakit”.
Informan Triangulasi 1

Sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Kota kepada

pelaksana program P2TB di Puskesmas sudah berjalan dengan baik, tetapi dalam

pelaksanaannya masih terdapat kendala. Berikut kutipan hasil wawancara yang

dilakukan:

“kendala yang pertama adanya mutasi dari pengelola program lama ke


pengelola program baru ya. Kalau ada pergantian petugas yang baru, kan
petugas yang baru itu belum mendapatkan pemahaman yang memadai tentang
program-program penanggulangan TB”.
98

Informan Triangulasi 1

Informasi dari sosialisasi yang diberikan oleh DKK tersebut, kemudian

akan disampaikan kepada petugas kesehatan pelayanan TB di Puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama di Puskesmas terkait

dengan promosi kesehatan yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa sosialisasi

dilakukan dengan memeberikan edukasi kepada pasien TB yang datang berobat ke

Puskesmas. Soasialisasi dimasyarakat dilakukan pada pertemuan kelurahan yang

diselenggarakan oleh FKK maupun PKK. Kunjungan rumah yang dilakukan

ketika ditemukan kasus TB. Gasurkes dan kader TB melakukan sosialisasi di

pertemuan Kelurahan wilayah masing-masing, RT, RW. Media yang digunakan

untuk sosiaslisasi antara lain ceramah, lembar balik, leaflet, dan PPT. Berikut

merupakan kutipan wawancara dengan informan utama:

“Kita edukasi untuk penyakitnya lalu pengobatannya sama apa namanya,


kontak indikasi tyang muncul... dimasyarakat kita juga sosialisasi, jadi
diundang ke kelurahan-kelurahan kita sosialisasi untuk penemuan kasus, lalu
kalau sudah ditemukan kasus juga ada kunjungan rumahnya.... pakai ini aja
power point... “.
Informan utama 1

“Ya sosialisasinya langsung terjun ke masyarakat kalau ada pertemuan maupun


koordinasi itu, rapat-rapat langsung dibicarakan. Rapat koordiasinya dilakukan
dengan FKK, PKK, kelurahan diwilayah masing-masing, RT, RW bersama
kader... Medianya bisa ceramah, lembar balik, tanya jawab gitu, sama PPT kita
kaya memberi apa namanya itu leaflet gitu lho...”.
Informan utama 3

“Pasti mbak, ketika ada pertemuan seperti forum FKK gitu kita pasti
mengundang petugas Puskesmas. Kalau sosialisasi itu ditingkat RT atau RW itu
99

biasane gasurkes, kalau diwilayah kami ya saya ikut mendampingi mereka di


pertemuan FKK, RT, RW, arisan atau tahlil... sosialisasinya kita ya Cuma lisan
seperti ini... kalau leaflet kadang mbak, karena mungkin juga leaflet juga
terbatas...”.
Informan Utama 5

Menurut hasil wawancara dengan Informan Triangulasi 2 diperoleh

informasi bahwa pasien TB dan PMO mendapat sosialisasi ketika periksa di

Puskesmas, sedangkan Informan Triangulasi 3 mendapatkan sosialisasi dari Dinas

Kesehatan Kota secara langsung kemudian menyampaikan informasi tersebut ke

pasien TB, sehingga petugas TB di Puskesmas tidak memberikan sosialisasi

kembali ke gasurkes tersebut. Informan Triangulasi 3 merupakan seorang

gasurkes yang menjadi PMO salah satu pasien TB. Informan Triangulasi 2 tidak

mengetahui adanya sosialisasi di lingkungan sekitarnya.

“Bapak tau sakit TB itu pas sakit terus periksa di Rumah sakit, tapi ambil
obatnya sama priksanya di Puskesmas mbak. Setiap ke Puskesmas itu petugas
Puskesmas ya biasa ngasih tau cara penanggulangan sakit TB itu ... Kalau itu
kayanya ndak pernah, saya belum pernah tau kalau ada itu mbak. Disini
Posyandu itu sama yang lansia itu mbak ada...”.
Informan Triangulasi 2

“Kalau kemarin saya kan e... sebelumnya sudah dikasih tahu sama Dinas
Kesehatan Kota untuk PMO itu sendiri, jadi ya menjelaskan kembali kepada
saya terus saya meneruskan ke pasien yang sakit TB soalnya kan dia di rumah
sendiri. Kalau Puskesmas sendiri belum pernah, kalau Dinas Kesehatan Kota
pas ada pelatihan dikasih tau tetang penyakit TB dan program
penanggulangannya kaya gitu”.
Informan Triangulasi 3

Pelaksana program penanggulangan TB menurut Permenkes RI Nomor 67

dijelaskan bahwa promosi kesehatan tidak hanya dilakukan kepada masyarakat


100

saja, tetapi juga melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan wilayah untuk

menjalin kerjasama dalam penanggulangan TB. Hasil wawancara mendalam

dengan narasumber diperoleh informasi bahwa informan utama telah menjalin

kerjasama dengan pemangku kebijakan diwilayah kerja Puskesmas

Karangmalang, seperti Kepala Desa, Kepala RT/RW, organisasi PKK. Informan

Triangulasi 2 mengatakan bahwa tidak mengetahui adanya kerjasama antara

pemangku kebijakan dengan Puskesmas, sedangkan Informan Triangulasi 3

mengatakan bahwa ada kerjasama antara pemengku kebijakan dengan Puskesmas.

“Iya kerjasama, kita kan dari penyuluhan itu terus yang diundang dari PKK,
FKK, RT, RW, juga dari kelurahan juga itu ada semua. Ya koordinasi kalau
misalnya ada warganya yang ada tanda-tanda seperti gejala TB ya suruh ke
Puskesmas itu aja sih. Sebelumnya diberikan penyuluhan tentang penyakit
TB...”.
Informan utama 1

“Iya, he.em. kerjasamanya ya kita saling koordinasi langsung kalau ada kasus
ya kita koordsinasi dimama, wilayahnya mana terus cara penanggulangannya
gitu, saling suport satu sama lain... Melakukan advokasi ya memberi tahu apa
yang ada di wilayah kendalanya apa terus gimana caranya biar warga itu bisa
lebih terbuka sama kita kalau ada yng sakit itu jangan ditutup-tutupi, bilang
sama kadernya jangan malu kalau nggak nggeh langsung datang aja ke
Puskesmas”.
Informan utama 3

“Kalau Puskesmas ya kerjasama, saya iya kerjasama sama perangkat desa.


Informan utama 4

“Nggak tau mbak, ya mungkin ada itu soalnya kan Puskesmas itu dapat
informasi dari rakyat ya mugkin saja juga kerjasama gitu mbak tapi saya sendiri
ndak tau”.
Informan Triangulasi 2
101

“Ya bekerjasama sama perangkat desa disini, ya kan juga ini berhubungan sama
warganya jadi mereka bisa tau bagaimana kondisi kesehatan di lingkungan
mereka...”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

terkait dengan promosi kesehatan, diketahui bahwa promosi kesehatan yang

dilakukan sudah sesuai dengan standar, tetapi masih belum optimal karena

terdapat hambatan dari hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan yaitu (1)

Informan Triangulasi-1 memberikan sosialisasi berulang setiap terjadi pergantian

petugas lama dengan petugas yang baru agar memiliki pemahaman yang setara

dan memadai terhadap pengelolaan-pengelolaan program; (2) terjadi

ketidaksamaan informasi terkait adanya sosialisasi program P2TB dilingkungan

masyarakat yang diketahui antara PMO yang berasal dari keluarga pasien TB dan

PMO dari gasurkes. Menurut hasil wawancara singkat dengan 4 rumah di sekitar

tempat tinggal pasien TB bahwa belum ada petugas kesehatan dari Puskesmas

yang datang untuk memberitahu tentang apa itu penyakit TB; (3) keterbatasan

media penyuluhan seperti leaflet yang digunakan dalam melakukan sosialisasi ke

masyarakat.

4.2.1.2 Surveilans Tuberkulosis

Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus-

menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB, yang

diperoleh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau diperoleh langsung dari

masyarakat atau sumber data lainnya. Beradasarkan hasil wawancara dengan

informan utama diketahui bahwa kegiatan surveilans TB dilakukan dengan adanya


102

kerjasama antara pemegang program TB di Puskesmas dengan gasurkes, petugas

epidemiologi, dan kader TB dari Aysyiyah. Gasurkes melakukan surveilans

dengan cara skrining di masyarakat setiap minggu dan mendapatkan infomasi dari

kader TB atau warga setempat. Kegiatan surveilans TB yaitu melalui sosialisasi

tentang TB, pasien terduga TB yang periksa ke Puskesmas, laporan dari gasurkes,

dan hasil skrining yang dilakukan oleh kader TB. Selain itu, pemantauan

pengobatan dilakukan dengan cara melakukan kunjungan rumah yang dilakukan

oleh gasurkes atau kader TB. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan

informan utama yaitu:

“Ya itu bekerjasama sama Gasurkesnya, selain itu juga pasien yang periksa di
Puskesmas yang ada tanda-tanda gejala TB ya di kasih pot dahak... Kerjasama
dengan petugas epidemiologi, sama Gasurkes, terus sama kader Aisiyah yang
juga mencari suspek dahak... kadang ada yang sampek molor harusnya apa
namanya follow up bulan kedua tapi dia belum bisa mengeluarkan dahak tapi
terakhirnya bisa, maksudnya butuh waktu gitu lho nggak on time yang harusnya
waktu seminggu selesai masa awal diagnosis itu melebihi... Ya itu pasien
mengatakan susah mengeluarkan dahaknya itu lho, padahal kan kita
mendiagnosa dari dahaknya itu. Terus apa lagi ya, e... ya kalau pelaporan-
pelaporannya kita masih dalam ini sih penataan.
Informan Utama 1

“Jadi, e... penemuan kasus itu bisa dengan saya waktu skrining. Jadi, saya
waktu skrining kan skrining dilakukan e... setiap minggu ditergetkan kan 50
orang minimal... Kalau yang kedua dengan itu informasi dari kader atau
mungkin dari URP atau warga setempat yang mengetahui kalau ada orang yang
batuk lama lebih dari 2 minggu, lha itu saya kunjungi saya analisis apakah
bener atau tidak... jarang ditemu suspek gitu. Masih banyak masyarakat yang
kurang terbuka jadi jarang yang terduga suspek gitu...”.
Informan Utama 3

“Kalau udah skrining kan kalau ditemukan suspek, suspek yang masuk tanda
dan gejala TB berarti dia disarankan untuk periksa terus nanti kita beri pot
103

dahak untuk dia nanti dibawa ke Puskesmas... Untuk kendalanya ya tadi itu
masyarakat e... banyak yang kurang terbuka untuk e... yang sakit batuk, terus ya
mungkin takut untuk periksa...”.
Informan Utama 4

“Iya itu mbak, ngasih tau lewat penyuluhan sosialisasi itu to tentang TB e...
kaya gejalane gitu-gitu mbak. Kalau Puskesmas itu ndak dampingi kalau di
pertemuan RT/RW, tapi kalau di Kelurahan itu ada”.
Informan Utama 5

“Setahu saya itu dari pasien yang periksa ke Puskesmas, terus laporan dari
gasurkes yang dilapangan itu mbak kan mereka nanti dari warga bilang ke
mereka. Saya juga kalau semisal menemukan pasien TB baru nanti saya bilang
dulu ke petugas Puskesmas kalau ini ada yang kemungkinan sakit TB...
Mendampingi lewat Gasurkes itu tadi”.
Informan Utama 6

Menurut hasil wawancara dengan Informan Triangulasi diperoleh

informasi bahwa Informan Triangulasi 2 baru satu kali mendapatkan kunjungan

rumah oleh petugas kesehatan, sedangkan Informan Triangulasi 3 melakukan

kunjungan rumah setiap 2 atau 3 hari sekali selama masa pengobatan. Berikut

kutipan wawancara dengan Informan Triangulasi:

“Petugas puskesmas yang datang ke rumah Cuma sekali mbak, waktu dulu itu
pas Bapak habis periksa ke Puskesmas awal-awal itu. Ya memang ditanyain
gimana perkembangannya, terus kalau ada keluhan apa disuruh langsung ke
Puskesmasnya gitu aja sih mbak”.
Informan Informan Triangulasi 2

“Ini kan karena saya yang jadi PMOnya jadi ya kesana buat ngecek minum
obatnya setiap 2 atau 3 hari sekali saya ke rumahnya…”.
Informan Informan Triangulasi 3
104

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

terkait dengan surveilans Tuberkulosis, diketahui bahwa kegiatan surveilans sudah

dilakukan sesuai dengan standar tapi masih belum optimal. Hambatan yang

muncul dalam kegiatan surveilans TB yaitu masyarakat banyak yag kurang

terbuka kepada petugas kesehatan terkait sakit batuknya karena takut diperiksa

dan diketahui jika terdiagnosa sakit TB dan saat dilakukan skrining pasien terduga

TB mengalami kesulitan ketika mengeluarkan dahaknya sehingga waktu diagnosis

menjadi lebih lama dan jarang ditemukan suspek.

4.2.1.3 Pengendalian Faktor Resiko

Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi

penularan dan kejadian penyakit TB. Upaya yang dilakukan antara lain: a)

pengendalian kuman penyebab TB, b) pengendalian faktor risiko individu c)

pengendalian faktor lingkungan; d) pengendalian secara manajerial, dan e)

pengendalian secara administratif. Berdasarakan hasil wawancara dengan

informan utama di Puskesmas diperoleh informasi bahwa pemegang program TB

di Puskesmas selalu memberikan edukasi kepada pasien tentang cara

penanggulangan penyakit TB, melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk

menjaga kesehatan lingkungan dan gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

dari kuman TB, terdapat SOP untuk semua pasien batuk, alur pelaporan, dan

serveilans di Puskesmas, serta penyuluhan etika batuk hanya diberikan kepada

pasien batuk saja. Gasurkes dan kader TB melakukan pengendalian faktor risiko

yaitu dengan skrining, mengadakan investigasi kontak jika ditemukan kasus TB,

dan penyuluhan baik ke pasien TB maupun masyarakat. Berikut kutipan


105

wawancara yang dilakukan dengan Informan utama di Puskesmas, sebagai

berikut:

“Kita edukasi untuk apa cara-cara e... membuang dahak yang benar, cara-cara
apa namanya seperti pakai masker/APD juga untuk pasiennya gitu lho, terus
etika batuk seperti itu sih. Ya itu tadi penyuluhan ke warga terus e...
mengedukasi untuk menjaga lingkungan sama gizinya itu lho biar antibodynya
bagus gitu aja. SOP itu ada semua mbak. Salah satunya SOP untuk pasien batuk
itu harusnya menyediakan masker, di sini kalau ada yang batuk langsung
diberikan masker, semua sih petugas juga kalau batuk langsung diberikan
masker... Kalau pelaksanaan penyuluhan etika batuk itu situasuonal ik kalau
misalnya kita ada pasien batuk lha baru kita langsung memberikan penyuluhan.
Informan utama 1

“ ...misalkan di wilayah tersebut di RT si A ada kasus TB misalkan ada orang


terkena TB, lha itu kita diwajibkan dari Dinas Kesehatan Kota itu untuk
melakukan investigasi kontak di area sekitarnya e... 2 sampai 5 rumah disekitar
pasien yang kena TB yaitu e... diwawancara gitu, diskrining apakah batuk atau
tidak.... Upaya yang dilakukan ya kita penyuluhan aja biar mereka itu tau dan
sadar akan bahayanya TB itu biar saling terbuka terus bisa dikasih tau ke
keluarganya masing-masing...”.
Informan utama 3

“Kan nanti kita skrining mbak, nanti kita skrining kan otomatis kita cari suspek
walaupun itu positif atau negatif yang penting kita kan dapet suspek gitu aja...
Sosialisasinya tidak banyak orang mbak tapi kita bagi aja sesuai kelompok
tadi...”.
Informan utama 4

Hasil wawancara yang dilakukan dengan Informan Triangulasi diperoleh

informasi bahwa Informan Triangulasi memahami dengan baik saran-saran yang

diberikan oleh petugas Puskesmas terkait dengan cara penanggulangan TB agar

tidak menular. Informan Triangulasi 2 tidak mengetahui adanya sosialisasi dan

skrining penyakit TB yang dilakukan oleh petugas kesehatan di lingkungannya,


106

serta penyuluhan etika batuk untuk selain pasien TB di Puskesmas. Sedangkan

Informan Triangulasi 3 mengetahui dengan baik kegiatan pengendalian penyakit

TB baik di Puskesmas maupun di lingkungan masyarakat karena seorang

gasurkes.

“Kalau makan itu piring, sendok, sama gelas dilainkan ndak dijakan satu. Kalau
dicuci pakainya tempat sabun sendiri ndak disamakan tapi dipisah-pisah. Kalau
petugasnya keliling itu ya waktu ada periksa jentik-jentik nyamuk itu mbak,
kalau kasih tau ke warga soal sakit TB/batuk ini saya kayanya belum pernah
mbak. Kalau minggu ya saya tetap disuruh datang ke Puskesmas buat suntik itu
mbak. Kalau pas kesana ndak pernah tau ya mbak. Iya saya sama Bapak pernah
dikasih tau pas lagi ambil obat ke sana, kalau batuk ditutup pakai tissu atau
pakai masker gitu. Iya ada kayanya mbak, saya ndak terlalu lihat itu yang ada
di Puskesmas...”.
Informan Triangulasi 2

“Menyarankan kalau batuk ditutupi pakai masker, dahaknya dibersihkan pakai


tissu terus nanti tissunya dikumpulin jadi satu langsung dibuang di tempat
sampah… Kalau di masyarakat ya kalau ada gejala batuk-batuk dalam jangka
waktu yang lama disarankan untuk segera periksa ke Puskesmas, menutup
mulut ketika batuk atau ada orang yang batuk supaya tidak menular atau
tertular… Iya pernah, kan disini ada TV to mbak nah itu bisanya ada video
tentang tata cara batuk yang baik dan benar yang bisa dilihat pengunjung
Puskesmas di ruang tunggu... Iya ada disini”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

terkait dengan pengendalian faktor risiko, diketahui bahwa pelaksanaan

pengendalian sudah dilakukan tetapi belum optimal. Kurangnya informasi yang

diterima Informan Triangulasi terkait dengan upaya pengendalian yang dilakukan

oleh petugas kesehatan di lingkungannya. Pemberian penyuluhan etika batuk

diberikan hanya kepada pasien batuk saja.


107

4.2.1.4 Penemuan dan Penanganan Kasus

Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif melalui investigasi

kontak dan skrining. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan

melalui kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/atau

pengobatan pasien. Tata laksana penanganan kasus dapat dilaksanakan melalui

pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

pengawasan kepatuhan menelan obat, pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil

pengobatan, dan/atau pelacakan kasus mangkir. Hasil wawancara dengan

narasumber di peroleh informasi bahwa pemegang program menemukan kasus TB

dari warga terduga TB yang periksa ke Puskesmas langsung, laporan dari gasurkes

yang berasal dari laporan kader TB, dan laporan dari Rumah Sakit Karyadi.

Pemeriksaan tes TB yang dilakukan yaitu tes mikroskopis dan TCM di Rumah

Sakit Karyadi atau Tugu. Pasien TB yang datang untuk mengambil obat atau

periksa tidak perlu mendaftar terlebih dahulu karena khusus pasien TB

didahulukan untuk meminimalkan terjadinya penularan. Pemegang program

bekerjasama dengan PMO untuk memastikan pasien rutin minum obat dan periksa

ke Puskesmas. Edukasi kepada PMO kurang optimal karena PMO tidak selalu

mendampingi pasien saat mengambil obat atau melakukan pemeriksaan.

Koordinasi dilakukan melalui nomor HP ketika pasien timbul keluhan dan

pemberitahuan waktu mengambil obat.

Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan utama yaitu:

“Penemuan macem-macem, ada yang dari kader ke Gasurkes lalu ke


Puskesmas… Ada yang dari gasurkes ke Puskesmas, ada pasien yang nggak
bisa ke Puskesmas... Hanya TCM setelah positif TB, HIV, sama DM. Periksaan
108

yang lainnya itu nggak ada, tidak ada... Ada PMO (Pengawas Minum Obat),
jadi e... kalau memang dari pasien nggak ada PMO kaya ini kan ada pasien
yang sendirian di rumah ndak ada keluarga kita alih kan ke Gasurkes yang
menjadi PMO. Kendalanya apa, ya kan kita ndak tau kaya TB anak itu e...
kadang obat masuk apa nggak, tapi ibunya bilang ya obatnya masuk. Saya
seringnya bilang meskipun sampai muntah ya di ini lagi diminum lagi obatnya,
itu aja sih.

Informan Utama 1

“Langka-langkah penemuan kasusnya tadi kita skrining dulu ke warga. Dimulai


dari skrining terus ada tanda gejala yang masuk atau ndak, kalau ada nanti
disarankan tapi kalau nggak ya nggak. Kalau ditemukan warga yang positif TB,
kita nanti investigasi kontak untuk melihat apakah yang lainnya juga tertular
TB atau tidak.
Informan Utama 3

“Penemuan kasusnya tadi kita skrining dulu ke warga. Dimulai dari skrining
terus, terus nanti kita bawa hasil dahak ke pemegang program TB di
Puskesmas. Kalau hasilnya positif TB, kita melakukan investigasi kontak
dilingkungan sekitarnya”.
Informan Utama 4

“Kan nanti kita skrining mbak, nanti kita skrining kan otomatis kita cari suspek
walaupun itu positif atau negatif yang penting kita kan dapet suspek gitu aja.
Semisal kita ada indeks kasus nanti kita skrining, kalau ndak semisal kita PJN
itu to mbak e... kita kan PJN to mbak ke RT/RW itu seminggu sekali tapi kalau
kita ke kelurahan itu 1 bulan sekali, jadi pada saat itu kita juga skrining mbak…
Sosialisasinya tidak banyak orang mbak tapi kita bagi aja sesuai kelompok tadi.
Informan Utama 5

“Saya dapet suspek 1 itu tahun ini 2019, ya sekitar 2 bulan itu diwilayah sini
ada… Saya tau ada yang batuk itu dari orang-orang sama keluarga itu e... pas
posyandu, terus saya kunjungan kesana sama Gasurkes terus bawa pot sekalian
terus langsung tak tanya-tanya to lha batuk udah sekitar berapa hari atau bulan.
Saya kasih pot dahak terus tak arahin mbak, bawa dahaknya itu ke Puskesmas
ke laborat pagi-pagi biar tau positif atau tidaknya...”.
109

Informan Utama 6

Hasil wawancara dengan traingulasi 2 dan Informan Triangulasi 3 diperoleh

informasi bahwa terbatasnya informasi yang diketahui oleh Informan Triangulasi

2 tentang upaya penemuan kasus yang dilakukan oleh petugas kesehatan,

sedangkan Informan Triangulasi 3 mengetahui upaya tersebut. Penanganan kasus

yang dilakukan oleh kedua Informan Triangulasi sudah sesuai dengan saran yang

diberikan oleh petugas kesehatan di Puskesmas. Kutipan wawancara yang

dilakukan dengan Informan Triangulasi sebagai berikut:

“Kalau itu saya tidak tau. Iya kemarin dikasih tau suruh nunggu 5 hari setelah
periksa dahaknya itu, soalnya kan periksanya disana e... tesnya itu dibawa ke
Karyadi terus hasilnya dikasih tau kalau positif sama petugas Puskesmasnya
itu... Saya dikasih taunya suruh ngingetin Bapak rajin minum obatnya sama
periksa ke Puskesmas buat suntik gitu aja mbak, kalau obatnya mau habis
tinggal berapa gitu ya saya ke Puskesmas buat ambil. Iya nanti pas ketemu sapa
pak Supri atau bu Rini biasanya ditanya Bapaknya rutin minum obatnya apa
tidak, ya saya jawabnya rutin kan pasti saya yang ngingetin mbak ke Bapaknya
gitu”.
Informan Triangulasi 2

“Hasil dari skrining yang dilakukan gasurkesnya mbak itu kan nanti dapat
suspek terus di tes di labnya buat mastiin positif atau negatif. Ada juga laporan
dari masyarakatnya sendiri bilang ke kami gasurkesnya kalau ada warga yang
batuk-batuk lama terus nanti gasurkes mangunjungi untuk skrining. Pasien sih
dikasih tahu nya gini, jadi nanti dahaknya itu di bawa ke laboratorium buat di
tes apakah positif atau negatif TB. Nunggu ya paling lama seminggu nanti baru
keluar hasilnya... Ini kan kebetulan saya sendiri yang jadi PMOnya mbak, jadi
ya ini orangnya kalau ada keluhan apa-apa setelah minum obat langsung
ngubungi saya lewat WA terus nanti saya yang sampaikan ke petugas TB
Puskesmas terkait keluhannya tadi gitu...”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber


110

terkait dengan penemuan dan penanganan kasus TB, diketahui bahwa

pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar. Akan tetapi, dibagian pengawasan

kepatuhan menelan obat belum sesuai standar, sosialisasi yang seharusnya

disampaikan ke PMO tidak tersampaikan dan keteraturan minum obat pasien yang

dilaporkan masih diragukan oleh pemegang program TB terutama pasien yang

PMOnya gasurkes.

4.2.1.5 Pemberian Kekebalan

Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan melalui

imunisasi BCG terhadap bayi. Sebagai salah satu upaya pencegahan TB aktif pada

ODHA, pemberian pengobatan pencegahan dengan Isoniazid (PPINH) dapat

diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB aktif dan tidak ada kontraindikasi

terhadap INH. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa

untuk pencegahan terjadinya penularan pasien TB terhadap bayi dilingkungannya,

maka petugas kesehatan memberikan imunisasi BCG. Sedangkan bagi ODHA

diberikan kombinasi pengobatan yaitu dengan pmberian obat ARV dan OAT (Obat

Anti Tuberkulosis). Berikut kutipan wawancara yang dilakukan yaitu:

“Bagi adik-adik bayi wajib diimunisasi BCG, bagi yang berusia kurang dari 5
tahun yang berisiko tertular TB menggunakan PPIMR. Kalau untuk ODHA itu
diberikannya PPINH”
Informan Triangulasi 1

“Anak bayi diimunisasi BCG pada usia 9 bulan. Bila ada 1 rumah terkena TB,
maka anak balita diberi PPINH selama 6 bulan. Kalau disini belum ada sih mbak
pasie ODHA dengan TB, ya semoga aja tidak ada ya mbak. Kalau kaya gitu nanti
jadinya tatalaksananya ODHA dengan TB berarti”.
Informan utama 1
111

Hasil wawancara dengan narasumber tersebut diketahui bahwa

pelaksanaan pemberian kekebalan kepada balita dilaksanakan sesuai dengan

standar yang ada.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), kegiatan

pengendalian Tuberkulosis dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Promosi kesehatan Dari Informan Triangulasi-1 Promosi kesehatan


dilakukan disemua memberikan sosialisasi kepada yang dilakukan sudah
tingkatan petugas Puskesmas terkait sesuai dengan standar,
administrasi baik program TB. Informan utama- tetapi belum optimal.
pusat, provinsi, 1,3, dan 4 telah melakukan Informasi dari
kabupaten/kota sosialsasi ke pasien TB, sosialisasi yang
sampai dengan pertemuan FKK atau PKK, dan dilakukan belum
fasilitas pelayanan pertemuan tingkat RT/RW. tersampaikan secara
kesehatan. selain itu, Informan utama-3 dan menyeluruh ke semua
juga dapat dilakukan informan utama-4 masyarakat. Selain
oleh kader organisasi menggunkana media itu, Informan
kemasyarakatan komunikasi langsung dan Triangulasi-2 dan
sebagai mitra. leaflet jika dibutuhkan karena Informan Triangulasi-
jumlahnya terbatas. Informan 3 hanya mendapatkan
Triangulasi-2 menerima sosialisasi ketika
sosialisasi secara langsung periksa di Puskesmas
tanpa melihat media saja. media komukasi
komunikasi yang lain. yang digunakan
Selain itu, juga menjalin kurang mencukupi.
kerjasama dengan pemangku
kebijakan wilayah kerja
Puskemas. Akan tetapi,
informan Informan Triangulasi
2 menyatakan bahwa tidak
pernah mengetahui ada
sosialisasi TB di
lingkungannya dan tidak
mengetahui kerjasama antara
petugas Puskesmas dengan
pemangku kebijakan di tempat
112

tinggalnya.
2. Surveilans TB Pemegang program TB Pelaksanaan
merupakan bekerjasama dengan petugas surveilans sudah
pemantauan dan epidemiologi, gasurkes, Rumah dilakukan sesuai
analisis sistematis Sakit dan kader Aisyiyah dengan standar.
terus menerus dalam pengumpulan data
terhadap data dan melalui kegiatan skrining
informasi tentang untuk memperoleh suspek dan
kejadian penyakit follow up pasien. Selain itu,
TB, yang diperoleh data juga diperoleh dari
dari Fasilitas laporan masyarakat sekitar
Pelayanan Kesehatan Puskesmas.
atau diperoleh Akan tetepi, Informan
langsung dari Triangulasi 2 tidak mengetahui
masyarakat atau kegiatan penemuan kasus yang
sumber data lainnya. dilakukan oleh Puskesmas.
3. Pengendalian faktor Semua informan utama telah Pengendalian faktor
risiko TB ditujukan melakukan sosialisasi terkait risiko TB sudah
untuk mencegah, cara pananggulangan TB, dan dilaksanakan sesuai
mengurangi penyuluhan etika batuk yang standar.
penularan dan baik dan benar.
kejadian penyakit
TB.
4. Penemuan kasus TB Informan utama-1 mendapat Penemuan dan
dilakukan secara laporan kasus TB dari penanganan kasus
aktif dan pasif. informan utama-3 dan sudah sesuai dengan
Penanganan kasus informan utama-4 ketika standar. Akan tetapi,
dilakukan melalui melakukan skrining dan dibagian pengawasan
kegiatan tata laksana investigasi kontak, pasien TB kepatuhan menelan
kasus untuk memutus yang periksa di Puskesmas, obat belum sesuai
mata rantai penularan dan laporan dari Rumah Sakit. standar, sosialisasi
dan/atau pengobatan koordinasi antara informan yang harusnya
pasien. utama-1 dan Informan disampaikan ke PMO
Triangulasi-2 kurang optimal, tidak tersampaikan
karena tidak setiap dan keteraturan
pengambilan obat PMO datang minum obat pasien
ke Puskesmas. masih diragukan oleh
informan utama-1
terutama pasien TB
yang PMOnya
113

gasurkes.
5. Pemberian kekebalan Pemberian imunisasi BCG dan Pemberian kekebalan
berupa vaksinasi dan PPINH pada anak balita. sudah sesuai dengan
pengobatan standar.
pencegahan
(profilaksis).

4.2.3 Sumber Daya

Menurut Peraturan Walikota Semarang Nomor 39 Tahun 2017, menyatakan

bahwa Dinas Kesehata Kota Semarang bertanggungjawab atas peningkatan

derajat keshatan masyarakat Kota Semarang dalam kontribusinya atas

terwujudnya pelaksanaan strategi DOTS yaitu memberikan dukungan secara

maksimal atas penyediaan logistik OAT dan non OAT, melakukan pembinaan

SDM dalam bentuk pelatihan bersertifikasi, seminar, symposium dan refreshing

program dengan mendatangkan tenaga ahli. Disamping itu juga

diselenggarakannya monitoring dan evaluasi P2TB bentuk pertanggungjawaban

kepada masyarakat atas keberhasilang program yang dilaksanakan. Hal tersebut

dilakukan sebagai upaya peningkatan sumber daya dalam pelaksanaan program

Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis Kota Semarang.

Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016 menyatakan bahwa Sumber daya

terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia (SDM), yang bertanggung

jawab untuk promosi, petugas di puskesmas dan sumber daya lain berupa sarana

dan prasarana serta dana. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

diperoleh informasi bahwa ketersedian sumber daya manusia di Puskesmas sudah

sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku terdiri dari programer

TB/pemegang program TB, dokter, perawat, petugas laboratorium. Pemegang


114

program juga melakukan kerjasama dengan bidang lain, seperti petugas

epidemiologi, gasurkes pengendalian penyakit, dan bidan. Pemegang program TB

belum mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Kota terkait dengan

peyelenggaraan program P2TB. Petugas laboratorium sudah mendapatkan

pelatihan pada tahun 2017 terkait dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan

gasurkes telah mendapat pelatihan sebanyak 1 kali diawal tahun bekerja sebagai

gasurkes oleh Dinas Kesehatan Kota.

“Sumber daya manusia di Puskesmas sudah sih, sudah cukup. Sudah sesuai sih
sama peraturan, seperti perawatnya yang jadi programer TB, petugas
laboratorium, dokter, perawat. Pemegang program TB juga bekerjasama dengan
bidang lain, seperti petugas epidemiologi, gasurkes pengendalian penyakit, dan
bidan... Pelatihannya itu ndak mesti tergantung Dinas yang mengadakan. Kalau
dari Puskesmasnya sendiri ndak ada pelatihan, menuggu dari Dinas. Berapa kali
ya, saya selama disini belum pernah ada pelatihan...”.
Informan utama 1

“Kalau pelatihannya ndak mesti ada, terakhir ada pelatihan itu tahun 2017.
Kemarin itu pelatihan terkait mikroskopisnya, jadi kita membuat sediaan sama
membaca hasilnya.
Informan utama 2

“Ya sudah soalnya disisni kan wilayahnya kecil, jadi e... sudah pas gitu lho itu
sudah sesuai. Ya pernah, jadi setiap kita awal tahun atau awal pertama kali
kerja gitu kaya dikasih pengetahuan baru sama Dinas Kesehatan Kota. Kalau
tahun ini sudah pernah dilakukan, ya itu tadi awal tahun”.
Informan utama 3

“Sudah memadai sih insyaallah sih sudah. Pernah pelatihan sekali dalam
setahun kegiatannya itu dalam 2 hari. Pelatihannya itu dari Dinas Kesehatan
Kota yang ngadain. Sekali dalam setahun”.
Informan Utama 4
115

“Ndak ada yang saya bawa pas sosialisasi, ya cuma hanya ngomong aja. Paling
pot dahak itu mbak, kalau ada yang gejala TB kalau ndak ada ya saya ndak
bawa. Ndak ada dana mbak buat sosialisasi itu. Pelatihan untuk kader TB ada
mbak, dari Aisyiyah itu 1 tahun sekali ada mbak di Kecamatan itu khusus untuk
TB tahun ini baru 1 kali mbak”.
Informan Utama 5

“Kalau saya kan dari Aisiyah mbak, jadi itu biasane kalau di PKK atau apa itu
mesti saya bawa karena memang 1 itu mbak leafletnya ya untuk semua. Kalau
dari Puskesmas saya belum diberikan, tapikan karena mungkin dari Aisiyah
juga sudah ada kan mungkin juga sama... Soal e emang ndak ada dana. Ndak
ada mbak, kita kan sosialisasi sendiri… Kalau Puskesmas buat pelatihan kader
TB kayane belum ada”.
Informan Utama 6

Hasil wawancara dengan informan utama di Puskesmas diperoleh informasi

bahwa ketersedian Obat Anti Tuberkulosis (OAT), perbekalan kesehatan, sarana

dan prasarana dipenuhi oleh Dinas Kesehatan Kota. Ketersdian dana berasal dari

BOK. Pelaksanaan sosialisasi ke masyarakat tidak pernah menggunakan dana,

karena yang mengadakan sosialisasi pihak FKK kelurahan dengan melakukan

kontrak waktu saja. Kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan utama

sebagai berikut :

“Jadi kita kalau misalnya obatnya e... perlu obat yang pasien baru sudah ada
stoknya.... Lebih mudah sekarang karena aplikasi ya. Sarana dan prasarana
sudah cukup. APD juga sudah cukup ya. Tidak ada dana, dari Dinas semua.
Obat dari Dinas, pelaporan kita online. Dana dari BOK, tapi kalau kita ada
penyuluhan itu yang mendanai dari FKK soalnya kita menunggu di undang”
Informan utama 1

“Kalau peralatannya sudah mencukupi tapi kalau untuk tempatnyakan harusnya


kan jendelanya besar tempatnya juga harusnya luas. Pengadaan itu kita pakai
dana BLUD. Sudah cukup, biasanya APD yang digunakan itu jas Lab, masker
116

sama sarung tangan”.


Informan utama 2

“Jadi e... dari Puskesmas itu ya juga apa ya memfasilitasi misalkan apa butuh
apa kaya butuh pot dahak pun langsung dikasih nggak nggak dipersulit, soalnya
targetnya pun disini masih kurang. Kalau dana saya selama dilapangan untuk
sosialisasi dan skrining tidak pernah menggunakan dana.
Informan Utama 3

“Sarana dan prasarananya sudah cukup memadai. Kalau masalah dana saya
kurang tau. Sosialisasi saya tidak pernah menggunakan dana, hanya kontrak
waktu saja”.
Informan utama 4

Hasil wawancara yang dilakukan dengan Informan Triangulasi 2 dan

Informan Triangulasi 3 diperoleh informasi bahwa pelayanan yang diberikan oleh

petugas di Puskesmas sudah memenuhi kebutuhan pasien dalam melakukan

pemeriksaan. Pasien TB selalu mendapatkan OAT sesuai dengan kebutuhannya

tanpa menunggu waktu yang lama. Selain itu, pasien tidak merasa keberatan

dalam membayar biaya pemeriksaan karena menggunakan BPJS Kesehatan.

berikut kutipan wawancara yang dilakukan:

“Saya kira cukup, tapi nggak tau kalau sama orang lain tapi kalau saya cukup...
Baik gitu mbak terus sering ngasih saran buat Bapak gitu-gitu... Kalau untuk
saya pasti sudah ada, jadi kalau obat saya habis sudah ada disana saya langsung
dikasih... Kalau itu saya kurang tau ya mbak soalnya kan saya ndak pernah
masuk di ruang sana sih. Masuknya hanya sampai didepan aja itu mbak, kalau
Bapak kan lewatnya langsung lewat samping itu ada pintu disitu ada bel terus
pencet bel nya itu langsung nanti petugasnya keluar terus ngasih obat... Kalau
saya pakainya BPJS mbak, jadi ndak bayar ke Puskesmasnya”.
Informan Triangulasi 2

“Sudah cukup. Ya sudah bagus pelayanan petugasnya. Ndak pernah kekurangan


117

obat kalau disini. E.... baik sudah memadai ruangannya bagus. Kalau ini saya
kurang tahu mbak soalnya kalau ambil obat diambil sendiri sama pasiennya…”.
Informan Triangulasi 3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber

terkait dengan sumber daya, diketahui bahwa ketersediaan sumber daya (tenaga,

ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, dan pendanaan) sudah sesuai dengan

standar. Akan tetapi, pemegang program mengatakan belum pernah mendapatkan

pelatihan terkait dengan pelaksanaan program P2TB selama memegang program

tersebut. Kader TB belum pernah mendapatkan pelatihan yang dilaksanakan

Puskesmas, pelatihan yang diterima dari LSM Asyiyah.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), sumber daya dapat

digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Puskesmas harus Jumlah SDM sudah Ketersediaan


menetapkan dokter, memenuhi dan sesuai sumber daya
perawat, dan analis sudah sesuai
laboratorium terlatih yang dengan standar.
bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program
Penanggulangan TB.
2. Pelatihan sebagai upaya Infroman utama-2, Pelatihan belum
peningkatan sumber daya informan utama-3, dan dilakukan sesuai
manusia TB dengan cara informan utama-4 sudah standar. Salah satu
meningkatkan pengetahuan, mengikuti pelatihan, informan utama
sikap dan keterampilan tetapi informan utama-1 belum pernah
petugas dalam rangka belum pernah mendapat medapatkan
meningkatkan kompetensi pelatihan. pelatihan selama
serta kinerja petugas TB menjabat menjadi
pemegang
program TB.
118

3. Pemerintah Pusat dan Ketersediaan obat selalu Ketersediaan obat


Pemerintah Daerah tercukupi dan tersedia. sesuai dengan
bertanggung jawab atas Sarana dan prasarana standar.
ketersediaan obat dan sudah tercukupi.
perbekalan kesehatan dalam Informan Triangulasi-2
penyelenggaraan
Penanggulangan TB
4. Pemerintah Pusat dan Terdapat dana BOK, Ketersediaan dana
Pemerintah Daerah wajib tetapi pelaksanaan sesuai dengan
menjamin ketersediaan program P2TB tidak standar
anggaran Penanggulangan pernah menggunakan
TB. dana tersebut.

4.2.4 Sistem Informasi

Sistem informasi yang dimaksud dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun

2016 yaitu data untuk program Penanggulangan TB diperoleh dari sistem

pencatatan-pelaporan TB. Pencatatan menggunakan formulir baku secara manual

didukung dengan sistem informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB

menggunakan sistem informasi elektronik.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama di

Puskesmas diperoleh informasi bahwa pemegang program melakukan pencatatan

dan palaporan ke Kementerian Kesehatan RI menggunakan aplikasi SITT (Sistem

Informasi Terpadu Tuberkulosis), sedangkan pencatatan dan pelaporan kepada

Dinas Kesehatan Kota menggunakan aplikasi Semar Betul. Setiap ada pasien baru

melakukan pemeriksaan langsung diinput ke sistem tersebut, sehingga Dinas

Kesehatan Kota dapat melihat data tersebut setiap saat. Pelaporan ke Puskesmas

dilakukan setiap bulan menggunakan aplikasi SIK Puskesmas. Pencatatan dan

pelaporan juga ditulis dalam formulir-formulir pasien TB yang ada di Puskesmas


119

sesuai dengan hasil pemeriksaan pasien TB. Petugas laboratorium melaporkan

hasil pemeriksaan laboratorium pasien TB ke pemegang program TB langsung.

Koordinasi antar petugas ada sedikit hambatan dalam penyediaan data pasien TB

yaitu pencatatan dan pelaporan pasien TB baru yang dilakukan oleh pemegang

program dan petugas laboratorium mengalami keterlambatan dalam menginput

data ke sistem Semar Betul. Gasurkes melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan

Kota dan Puskesmas setiap bulan dalam bentuk laporan hardfile dan softfile

(mengirim melalui email). Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan

informan utama yaitu:

“Pencatatan dan pelaporan kita online, ada aplikasinya namanya SITT (Sistem
Informasi Terpadu Tuberkulosis) itu sudah sampai pusat, terus ada lagi si Semar
Betul dari Dinas Kesehatan Kota.... Selain itu, ada pelaporan bulanan SIK
(Sistem Informasi Puskesmas) disitu kita kita juga ngisi jumlah pasien kita
bulan itu... Jadi, dia kemarin mengejar kita petugas TBnya karena kita belum
sampai ke pendiagnosaan. Kita sampai ke pendiagnosaan itu setelah mendata
pasien terus dikonfirmasi sama apa namanya, petugas laboratorium kita
mendiagnosa jadi memang alurnya keluar masuk dari aplikasi gitu lho...”.
Informan utama 1

“Pelaporannya khusus TB, saya leporan ke pemegang programnya terus nanti


yang laporan ke Dinasnya pemegang program”.
Informan utama 2

“Kalau Dinas Kesehatan Kota ya itu dengan pelaporan SPJ itu setiap bulan kita
pelaporan, ada formnya, mangkir obat berapa, kunjungan rumah pasien TB
berapa gitu. Jadi, ada SPJ nya dan itu ada juga dionlinenya juga, ada sistem
kalau di Dinas Ksehatan itu Semar Betul”.
Informan Utama 3

“.... Kalau laporan untuk hardfile dan softfile itu perbulan ke Puskesmasnya.
Kalau Dinas Kesehatan Kota laporannya itu hardfile dan softfile perbulan”.
120

Informan utama 4

“Saya kalau semisal menemukan terduga punya penyakit TB, nanti saya bilang
ke gasurkesnya kalau disini ada yang punya ciri-ciri TB kalau ndak ya ke
petugas yang di Puskesmasnya itu, nanti gasurkesnya langsung ke tempat
penderita TB tadi”.
Informan utama 5

“E... ini saya nganu mbak ya, saya itu langsung ke Gasurkes. Kan antar
Gasurkes sama Puskesmas kan kerjasama terus sekarang kan sama kader
kerjasama...”.
Informan Utama 6

Hasil wawancara dengan Informan Triangulasi diketahui bahwa pencatatan

dan pelaporan dari pelaksana program P2TB di Puskesmas ke Dinas Kesehatan

Kota melalui aplikasi Semar Betul yang dapat diakses setiap hari. Informan

Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3 pencatatan atau pendataan dilakukan

sekali diawal pasien melakukan pemeriksaan di Puskesmas. Kutipan wawancara

yang dilakukan dengan Informan Triangulasi sebagai berikut:

“Menggunakan aplikasi yang namanya SEMAR BETUL kagiatan pencatatan


dan pelaporannya. Semar Betul itu berjalan kurang lebih e... tahun 2019 tetapi
penekanan penggunaannya itu mulai Juni 2019 sebelumnya pakai SITT sejak
tahun 2013. Setiap saat bisa melaporkan kasus-kasusnya ke Semar Betul. Dinas
bisa langsung melihat laporan di aplikasi itu, tapi tergantung dari yang
menginput data-data atas temuan kasus-kasusnya ke Semar Betul... Kalau
kedala itu ya kaitannya dengan penguasaan sistem aplikasinya ya, kalau tidak
menguasai ya menjadi kendala dalam menginput data-data ya...”.
Informan Triangulasi 1

“Nggak, ya waktu dulu itu ada petugas yang datang kesini mbak pas awal tau
bapak sakit TB gitu tapi ya sekali itu aja mbak dicatatnya... Ya sekali waktu
dulu itu aja”.
121

Informan Triangulasi 2

“Kalau pencatatan itu dilakukan di awal ketika dia sudah diperiksa dahaknya di
Puskesmas kan itu pasti ditanyakan tentang identitasnya, keluhan sakitnya apa
saja, terus berapa lama sakitnya kaya gitu-gitu. Diawal pas periksa itu, ya sekali
berarti”.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber diketahui bahwa

sistem informasi program P2TB masih terdapat hambatan yang dialami dalam

pencatatan dan palaporan yaitu penguasaan aplikasi oleh petugas TB di

Puskesmas yang masih kurang. Penguasaan aplikasi oleh petugas Puskesmas saat

ini bisa dikatakan baru sebesar 40%. Koordinasi antar petugas di Puskesmas ada

sedikit hambatan yaitu adanya keterlambatan diagnosis yang dilakukan oleh

petugas TB karena harus menunggu konfirmasi dari petugas laboratoriumnya

terlebih dahulu, sehingga pencatatan dan pelaporan tidak bisa langsung diinput ke

dalam sistem dan petugas epidemiologi harus menunggu beberapa waktu untuk

melakukan kunjungan rumah menggunakan data dari petugas TB tersebut.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), sistem informasi dapat

digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

Puskesmas harus Pencatatan dan pelaporan Informan utama-1


1. melaporkan jumlah dilakukan secara online dan informan
pasien TB di wilayah melalui aplikasi Semar utama-2 masih
kerjanya kepada Dinas Betul oleh informan mengalami
Kesehatan Kota utama-1 dan informan kesulitan dalam
kabupaten/kota setempat. utama-2, sedangkan menggunkan
Pelaporan disampaikan informan utama 3 aplikasi
setiap 3 bulan sekali. melakukan pencatatan pencatatan dan
122

dan pelaporan secara pelaporan,


manual. sehingga
beberapa data ada
yang belum
diinputkan.

4.2.5 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan

Permenkes RI Nomor 67 tahun 2016, menytakan bahwa penyelenggaraan

Penangggulangan TB perlu didukung dengan upaya mengembangkan dan

memperkuat mekanisme koordinasi, serta kemitraan antara pengelola program

TB dengan instansi pemerintah lintas sektor dan lintas program, para pemangku

kepentingan, penyedia layanan, organisasi kemasyarakatan, asuransi kesehatan,

baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan Praturan Walikota

Semarang Nomor 39 Tahun 2017, menyatakan dalam rangka efektifitas dan

efesiensi pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TB untuk mencapai

target perlu pembentukan dan penguatan Forum Koordinas Penanggulangan TB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program TB di Puskesmas

diperoleh informasi bahwa Dinas Kesehatan Kota melakukan monitoring dan

evaluasi setiap 3 bulan sekali, untuk tahun 2019 baru dilaksanakan 1 kali.

Supervisi dilaksanakan setiap satu tahun sekali oleh Dinas Kesehatan Kota di

Puskesmas. Monitoring dan evaluasi di Puskesmas dilaksanakan setiap bulan oleh

pemegang program TB, petugas laboratorium, dan gasurkes dalam mini lokal

karya yaitu pemaparan capaian kinerja dan target-targetnya. Dalam melaksanakan

program P2TB, pemegang program TB di Puskesmas menjalin kerjasama lintas

program dengan petugas epidemiologi dan petugas KIA, sedangkan kerjasama

lintas sektoral dilakukan dengan pihak kelurahan. Petugas laboratorium telah


123

mengirimkan crosschek laboratorium sebanyak 2 kali setiap triwulan ke Dinas

Kesehatan Kota, tetapi untuk pertemuan monitoring dan evaluasi di tahun 2019

belum pernah dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi oleh gasurkes kepada Dinas

Kesehatan Kota dilaksanakan setiap 1 tahun sekali di awal tahun. Kutipan hasil

wawancara yang dilakukan dengan informan utama sebagai beriku:

“Setahun sekali supervisi dilakukan di Puskesmas... Dari Dinas em... ndak


mesti ya mbak, jadikan kemarin itu kita diundang tapi sekarang belum ada
undangan lagi. Jadi, dari Dinas kita ngikutinnya ndak tau jadwalnya berapa
sekali setahun… Kalau di Puskesmas ada minlok (mini lokal karya) itu kita jadi
melaporkan kinerja kita setiap bulan kepada Kepala Puskesmas, kalau dengan
kader atau Gasurkes ada sebulan sekali.... Terus misalnya TB anak itu kan
harus kerjasama dengan KIA, e... sama ini epid jadi petugas epidnya itu kan dia
yang melakukan kunjungan rumah kita kerjasama untuk pasien TB biar bisa
tertangani... Ya untuk penyuluhan-penyuluhan itu to di kelurahan.
Inforan utama 1

“Kegiatannya kalau yang monev itu untuk tahun kemarin setahun bisa 4 kali
setiap triwulan terus kita ngirim crosschek lab itu kalau ada itu dikirim ke Balai
Lakes Provinsi lewat DKK secara online dan juga slidenya kalau ada. Kalau
sekarang pertemuannya ndak ada, kita cuma crosschek aja. Triwulan pertama
kita ngirim, triwulan kedua kita ndak ada yang periksa... Ada tiap lokmin tiap
satu bulan sekali... “.
Informan utama 2

“Kalau monevnya kita setiap bulan paparan sama kepala Puskesmas sama
pemegang program sama epidemiologi, jadi kita kaya paparan gitu per
Kelurahan jumlah orangnya yang TB itu berapa, suspeknya berapa yang positif.
Kalau monev sama Dinas Kesehatan Kota sudah pernah diawal tahun
kemarin”.
Informan Utama 3

“Tiap bulan ada monev dari Puskesmas, kalau dari Dinasnya sudah pernah
diawal tahun. Berapa kali dalam setahun itu kurang tau, pihak Dinasnya yang
ngasih tau jadi nggak direncanakan misalkan direnacanakannya dalam
124

undangan gitu, kita belum tau tapi sudah pernah diawal tahun”.
Informan utama 4

“Kalau evaluasi sama Puskesmasnya belum pernah mbak, paling saya Cuma
laporan kalau ada warga yang terduga TB ke mereka atau sama gasurkesnya”.
Informan Utama 5

“Kalau evaluasi itu ndak ada.. Pelatihan untuk kader TB ada mbak, kalau
khusus untuk TB tahun ini baru 1 kali mbak. Tapi kalau pertemuan kader
kesehatan secara umum di Puskesmas itu kadang ya di sampaikan mbak sedikit.
Pelatihan dari Aisyiyah itu 1 tahun sekali ada mbak di Kecamatan itu”.
Informan utama 6

Hasil wawancara yang dilakukan dengan Informan Triangulasi 1 diperoleh

informasi bahwa Dinas Kesehatan Kota melakukan monitoring dan evaluasi setiap

3 bulan sekali dalam bentuk capaian-capaian program, kinerja programer di

Puskesmas, dan permasalahan-permasalahan yang ada. Hambatan yang muncul

dalam kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota dengan petugas TB di Puskesmas

yaitu kurangnya koordinasi antara pemegang program baru dengan pemegang

program lama saat terjadi pergantian petugas. Berikut kutipan wawancara yang

dilakukan dengan Informan Triangulasi 1, yaitu:

“Monitoringnya dilaksanakan 3 bulan sekali dalam bentuk capaian-capaian


program... Kinerja programer yang ada di Puskesmas sekalian evaluasi
per,masalahan-permasalahan apa yang didapatkan dan kenapa terget kasus yang
ditetapkan tidak terpenuhi. RAD penanggulangan TB itu juga mengharuskan
semua pihak, semua komponen, dan semua Stakeholder yang ada di Kota
Semarang untuk berperan sesuai dnegan kapasitasnya masing-masing di dalam
program penanggulangan TBC. Akan tetapi masih ada hambatannya yaitu
kalau ada pergantian petugas yang baru, kan petugas yang baru itu belum
mendapatkan pemahaman yang memadai tentang program-program
penanggulangan TB seperti kompetensi yang sudah e... dimiliki oleh petugas
yang lama yaitu yang menjadi kendala kita”.
125

Informan Triangulasi 1

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber diketahui bahwa

koordinasi, jejeraing kerja, dan kemitraan belum optimal karena masih terdapat

hambatan yaitu kurangnya koordinasi antara pemegang program baru dengan

pemegang program lama saat terjadi pergantian petugas terkait dengan kesetaraan

pemahaman program penanggulangan Tuberkulosis. Monitoring dan evaluasi oleh

Dinas Kesehatan Kota kepada petugas TB di Puskesmas baru dilaksankan 1 kali

dalam setahun. Petugas laboratorium belum pernah menghadiri pertemuan

monitoring dan evaluasi di Dias Kesehatan Kota, hanya mengirimkan crosschek

laboratorium saja ke Dinas Kesehatan Kota. Evaluasi antara petugas TB di

Puskesmas dengan kader TB terkait program penanggulangan TB belum pernah

dilakukan.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), koordinasi, jejaring

kerja, dan kemitraan dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Dinas Kesehatan Kota Informan utama- Monev tahun 2019 untuk


melakukan pembinaan, 1 di tahun 2019 informan utama-1 dan
monitoring dan evaluasi baru mengikuti informan utama-2 belum
kegiatan program TB di kegiatan monev optimal karena baru
fasyankes. 1 kali. Informan dilaksanakan 1 kali,
utama-2 belum seharusnya dapat
melaksankan dilaksanakan sebanyak 4
pertemuan kali dalam setahun.
monev, hanya
mengirimkan
crosschek
laboratorium saja
ke Dinas
126

Kesehatan Kota.
Informan utama-
3 melakukan
kegiatan monev
setiap 1 kali
dalam setahun.
Informan utama-
4 belum pernah
melakukan
monev dengan
Puskesmas.
2. Hubungan Puskesmas Jejaring kerja dan
kerjasama/bauran bekerjasama kemitraan belum optimal
pemerintah-swasta, dengan pihak karena belum melibatkan
seperti: kerja sama kelurahan dan kerjasama dengan sector
program penanggulangan kader Aisyiyah industry/perusahaan/tempat
TB dengan faskes milik dalam kerja yang ada di sekitar
swasta, kerja sama dengan pelaksanaan wilayah Puskesmas
sector program P2TB Karangalang.
industri/perusahaan/tempat
kerja, kerja sama dengan
lembaga swadaya
masyarakat (LSM).

4.2.6 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, yaitu

upaya pencegahan dan penanggulangan Tuberkulosis dapat mendorong

tercapainya target program. Masyarakat perlu terlibat aktif dalam kegiatan sesuai

dengan kondisi dan kemampuan, karena Tuberkulosis dapat ditanggulangi

bersama. Pelibatan secara aktif masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan

keagamaan baik lintas program dan lintas sektor diutamakan pada 4 area dalam

program Penanggulangan TB yaitu: penemuan orang terduga TB, dukungan

pengobatan TB, pencegahan TB, dan mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi
127

penanggulangan TB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama di Puskesmas

diperoleh informasi bahwa pemegang program TB, gasurkes, dan kader TB telah

melakukan sosialisasi penyakit TB dan cara penanggulangannya ke masyarakat.

Belum semua masyarakat dapat menerima informasi yang disampaikan dalam

sosialisasi tersebut. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan

utama, yaitu:

“Kalau selama ini kan kita memang e... pasien dirahasiakan indentitasnya itu ka
etika ya ada kode etiknya untuk pasien TB, jadi karena itu kita ada keterbatasan
dari peran serta masyarakat dalam pengobatan. Masyarakat ndak tau kalau ada
tetangganya yang sakit TB to gitu, jadi ya paling ya hanya itu kalau ada yang
batuk suruh priksa gitu aja... Ya itu peran serta masyarakat minim karena kan
ada keterbatasan informasi to untuk tau ada pasien TB di lingkungannya, jadi
kases sosialnya juga susah.”
Informan utama 1

“Kalau masyarakatanya sendiri ya ada yang mendukung tapi ada juga yang
belum terbuka dan mendukung. Lebih mendukung ya kadernya...”.
Informan utama 3

“Ya masyarakat yang terbuka sama kita ikut mewaspadai terus ikut
mengingatkan kalau itu yang penyakit TB pengobatannya teratur kaya gitu, ikut
saling mengingatkan. Bagi masyarakat yang belum mau terbuka sama sakitnya
ya masih banyak juga disini”.
Informan Utama 4

“Ya kendalane ya itu mbak..., intinya sok malu gitu dari orang lain jangan
sampai tahu punya penyakit TB. Lingkungan ndak mengucilkan, tapi malah
keluarga yang menutupi biar orang lain ndak tahu... penderita juga jarang yang
pakai masker gitu mbak, kalau diingatkan ya ngeyel...”.
Informan utama 5
128

“Kalau kita bilang Tb itu seolah-olah TB itu sesuatu yang pokok e momok. Ya
itu tadi kita harus menghilangkan stigma itu tadi mbak stigma itu masih, itu
dimana-mana mbak soal e kalau di kota itu banyaknya seperti itu mereka ndak
open... dimana-mana lah dia ndak pakai APD... Kalau waktu saya skrining itu
dikasih pot, tapi kebanyakan itu tidak mau yang saya alami lho...”.
Informan Utama 6

Hasil wawancara dengan Informan Triangulasi diperoleh informasi bahwa

pengetahuan masyarakat tentang program P2TB masih rendah sehingga

masyarakat sulit untuk diajak kerjasama dalam pencegahan penyakit TB baik

terhadap diri sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Keluarga tahu penyakit TB

setelah salah satu anggota keluarganya dinyatakan menderita penyakit tersebut,

bukan karena keikutsertaan mereka dalam sosialisasi yang diselenggarakan oleh

petugas kesehatan maupun kader kesehatan. kutipan wawancara yang dilakukan

dengan Informan Triangulasi, yaitu:

“Ya karena masyarakat dengan berbagai ragam kebutuhannya, kemudian


masyarakat dengan faktor ketidaktahuannya itu dibeberapa kasus masyarakat
itu tidak bisa diajak kerjasama untuk program-program penanggulangan TB
entah kaitannya dengan penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat untuk
mencegah terjadinya TB entah dalam keluarganya, entah dalam penggunaan
masker ya, entah dalam mengkonsumsi obat secara disiplin sesuai aturan ya itu
yang menjadi kendala-kendala petugas kesehatan. Menurut saya ya itu tadi,
bermuara pada ketidaktahuan atau faktor eksnoren yang ada pada masyarakat
tentang cara pencegahan dan cara penanggulangan TB, sehingga itu menjadi
kendala-kendala dalam penanggulangan TB”.
Informan Triangulasi 1

“Nggak ada mbak, saya taunya yang sakit ya saya sendiri kalau yang lainnya
ndak pernah tau. Di Puskesmasnya juga kalau saya kesana cuma ada saya aja.
Kalau Bapak ya kadang sama saya kesana mbak, wong pengen sembuh gitu
jadi ya kesana sendiri ambil obat terus periksa. Habis selesai ya pulang mbak...
kalau sholat jamaah di mushola ya biasa aja mbak ndak ada yang menjauhi.
129

Kalau dari Puskesmas itu sarannya suruh pakai masker gitu, tapi kalau disini
sehari-harinya kadang pakai kadang nggak.
Informan Triangulasi 2

“Pakai masker setiap kali ada yang batuk entah itu batuk biasa atau yang sakit
TB, bukannya kurang sopan atau giman-gimana ya mbak karena ya buat
pencegahan aja biar ndak tertular bagitu. Tapi meski sudah dibilangi kaya gitu,
dari merekanya yang susah buat pakai masker waktu sama orang lain. Ya kaya
orang yang sehat biasanya, itu yang susah mbak... Stigma negatif ada ya
namanya juga penyakit menular ya mbak, tapi sebisa mungkin kita menjaga
penyakitnya itu”.
Informan Triangulasi 3

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber diketahui bahwa

peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program P2TB masih belum optimal.

Sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader TB masih belum

menyeluruh ke semua masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Karangmalang,

sehingga pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB masih rendah dan stigma

negatif masyarakat terkait pengakit TB masih tinggi. Hal ini menyebabkan masih

banyak masyarakat yang belum terbuka tentang penyakitnya terutama sakit batuk

kepada petugas kesehatan. Kesadaran pasien TB sendiri dalam penggunaan

masker sebagai pencegahan penyakit TB ke orang lain masih rendah.

Berdasarkan Discrepancy Evaluation Model (DEM), peran serta masyarakat

dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Standard Performance Dicrepancy

1. Masyarakat dapat berperan informan utama-1, Masih terdapat


serta dalam upaya informan utama-3, keterbatasan dari
Penanggulangan Tuberkulosis dan informan utam-4 peran serta
melakukan sosialisasi masyarakat dalam
130

ke masyarakat dan pengobatan,


kader kesehatan kurang terbukanya
dengan selalu masyarakat pada
mengingatkan untuk petugas kesehatan,
melaporkan warga dan keterbatasan
yang batuk dan saling informasi yang
mengingatkan periksa tidak bisa
jika mempunyai menjangkau
tanda dan gejala TB. seluruh
masyarakat.
2. Mencegah stigma dan informan utama-1, Stigma negatif
diskriminasi terhadap kasus informan utama-3, masih ada,
TB dan informan utam-4 sehingga
melakukan sosialisasi masyarakat
ke masyarakat dan kurang terbuka
kader kesehatan dengan petugas
dengan selalu kesehatan baik
mengingatkan untuk saat melakukan
melaporkan warga penyuluhan
yang batuk dan saling maupun
mengingatkan periksa kunjungan rumah
jika mempunyai untuk skrining.
tanda dan gejala TB.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 PEMBAHASAN

5.1.1 Puskesmas Purwoyoso

Evaluasi hasil pelaksanaan penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Purwoyoso dilihat dari: (1) kegiatan pengendalian tuberkulosis; (2) sumber daya;

(3) sistem informasi; (4) koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan; (5) peran serta

masyarakat. Kegiatan pengendalian tuberkulosis meliputi promosi kesehatan,

surveilans tuberkulosis, pengendalian faktor resiko, penemuan dan penanganan

kasus, serta pemberian kekebalan. Sumber daya meliputi sumber daya manusia,

ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, serta pendanaan. Sistem informasi

meliputi sumber data dari pencatatan dan pelaporan kasus TB yang ditemukan.

Koordinasi, jejeraing kerja, dan kemitraan meliputi monitoring dan evaluasi yang

dilakukan antara pelaksana program P2TB di Puskesmas Purwoyoso dengan

Dinas Kesehatan Kota Semarang. Peran serta masyarakat meliputi penemuan

orang terduga TB, dukungan pengobatan TB, pencegahan TB, dan mengatasi

faktor sosial yang mempengaruhi penanggulangan TB.

Berikut evaluasi hasil pelaksanaan program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Purwoyoso, sebagai berikut:

5.1.2.1 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis

Peningkatan akses layanan TB yang bermutu, merupakan hal yang penting

untuk mendukung keberhasilan penanggulangan program TB di Kota Semarang.

Peran penting para pihak (stakeholder kesehatan dan non kesehatan) dalam rangka

131
132

peningkatan temuan kasus sangat penting. Advokasi dilakukan sebagai upaya atau

proses terencana untuk memperoleh komitmen dan dukungan dari pemangku

kebijakan yang dilakukan secara persuasif, menggunakan informasi yang akurat

dan tepat. Pemegang program TB dan gasurkes melakukan advokasi melalui

penyuluhan kesehatan ke petugas Kelurahan Purwoyoso tentang program P2TB

dengan tujuan menjalin kerjasama dalam melakukan penemuan kasus TB dan

penacegahan penularan penyakit TB di masyarakat.

Sosialisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota kepada petugas

TB di Puskesmas melalui event-event setiap 3 bulan sekali, sedangkan sosialisasi

yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Puskesmas telah dijalankan dengan

diadakannya penyuluhan kepada pasien dan masyarakat, baik penyuluhan secara

langsung maupun penyuluhan secara tidak langsung. Penyuluhan TB secara

langsung dilaksanankan dengan sosialisasi oleh gasurkes dan kader TB dalam

forum kesehatan kelurahan atau pertemuan RW, sedangkan pemegang program

TB melakukan penyuluhan face to face dengan pasien TB saat periksa ke

Puskesmas. Secara tidak langsung dengan pemutaran film di tempat pelayanan

kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian promosi kesehatan

merupakan rangkaian kegiatan yang mendukung pelaksanaan kebijakan yang

berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana

individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan

cara memelihara, melindungi dan meningkatan kesehatan. Penyuluhan TB ini

perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah

pengetahuan dan perilaku masyarakat (Faradis & Indarjo, 2018).


133

Akan tetapi, sosialisasi tersebut masih belum optimal karena terdapat

hambatan dari hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan yaitu (1) Informan

Triangulasi-1 memberikan sosialisasi berulang setiap terjadi pergantian petugas

lama dengan petugas yang baru agar memiliki pemahaman yang setara dan

memadai terhadap pengelolaan-pengelolaan program; (2) Sosialisasi belum

menyeluruh sehingga tidak semua masyarakat tidak mengetahui tentang penyakit

TB dan penanggulangannya. Informan Triangulasi-2 dan Informan Triangulasi-3

hanya mendapatkan sosialisasi ketika periksa di Puskesmas saja. Ketika dilakukan

wawancara singkat dengan warga yang tinggal di 4 rumah sekitar penderita TB,

diperoleh informasi bahwa belum ada petugas Puskesmas ataupun kader

kesehatan yang mengunjungi rumah warga untuk memberikan penyuluhan tentang

penyakit TB; (3) media komunikasi yang digunakan kurang mencukupi sehingga

komunikasi yang sering digunakan dalam sosialisasi yaitu komunikasi langsung.

Sebagian besar petugas P2TB hanya mengetahui beberapa metode promosi

kesehatan seperti ceramah, diskusi, wawancara, penyuluhan, bincang bersama dan

metode papan. Sedangkan pengetahuan petugas P2TB rendah mengenai

pengetahuan media yang bisa digunakan untuk promosi kesehatan, seperti alat

peraga (6,7%) sebagai media promosi kesehatan guna memenuhi kebutuhan

petugas kesehatan agar mudah dimengerti oleh masyarakat ketika melakukan

promosi kesehatan (Setyowati, Idha et all;, 2018).

Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus

menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB, yang

diperoleh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau diperoleh langsung dari


134

masyarakat atau sumber data lainnya. Beradasarkan hasil penelitian dengan

pemegang program TB diketahui bahwa kegiatan surveilans TB dilakukan melalui

sistem Semar Betul yangmana didalamnya terdapat informasi tentang kondisi

pasien dan penemuan kasus TB yang berasal dari laporan gasurkes, pasien terduga

TB yang memeriksakan dirinya langsung ke Puskesmas, laporan dari kader TB

serta Rumah Sakit atau Balkesmas. Gasurkes dalam melakukan kegiatan

surveilans TB yaitu dengan melakukan skrining dilingkungan masyarakat yang

terdapat pasien TB melalui kegiatan ketuk pintu ke rumah-rumah warga. Gasurkes

bekerjasama dengan kader TB dalam melakukan kegitaan tersebut, dengan cara

saling memberikan laporan satu sama lain dan terkadang mendampingi kader

ketika melakukan kunjugan rumah ke pasien TB. Sejalan dengan penelitian

Ersanti dkk. (2016), menyatakan bahwa pengumpulan data baik di Dinas

Kesehatan maupun di Puskesmas dilakukan secara pasif, yaitu data diperoleh dari

laporan rutin fasilitas kesehatan maupun sumber pelapor lainnya (Ersanti,

Nugroho, & Hidajah, 2016).

Pelaksaan surveilans TB masih terdapat kendala yaitu masih banyak

masyarakat yang berstigma negatif tentang penyakit TB dan rasa malu jika

dinyatakan sakit sehingga kepedulian masyarakat untuk terbuka akan

kesehatannya dengan petugas kesehatan masih rendah terutama terkiat dengan

sakit batuk yang terduga tanda gejala penyakit TB. Selain itu, kunjungan yang

dilakukan petugas kesehatan maupun kader TB belum menyeluruh. Menurut

Informan Triangulasi-2 baru 1 kali mendapatkan kunjungan rumah oleh kader TB,

sedangkan Informan Triangulasi-3 sudah mendapatkan 6 kali kunjungan selama 3


135

bulan masa pengobatan.

Pengendalian faktor resiko penyakit TB telah dilakukan baik didalam

maupun diluar Puskesmas Purwoyoso. Informasi yang disampaikan yaitu cara

pencegahan penularan penyakit TB di dalam rumah dan etika batuk yang benar.

Akan tetapi, kesadaran pasien TB dalam menggunakan masker masih kurang dan

Informan Triangulasi 2 dan 3 tidak pernah mengetahui adanya penyuluhan

kesehatan tentang penyakit TB di lingkungannya. Ketika bersosialisasi dengan

orang-orang dilingkungannya jarang menggunakan masker karena merasa tidak

nyaman. Purba, dkk. (2019) menyatakan promosi untuk membudayakan etika

berbatuk selalu dilakukan melalui penyuluhan pada saat workshop TB walaupun

pada kenyataannya belum semua pasien TB melaksanakannya, setiap pasien TB

disarankan ketika berbatuk harus menutup mulut dengan sapu tangan dan jangan

membuang dahaknya di sembarangan tempat, tetapi membudayakan etika

berbatuk belum sepenuhnya dilakukan di masyarakat walaupun sudah selalu di

promosikan, karena masyarakat belum menyadari bahaya penularan penyakit TB

tersebut ketika berbatuk ( (Purba, Elfida et all;, 2019).

Hasil penelitian kegiatan penemuan dan penanganan kasus TB diketahui

bahwa petugas kesehatan di Puskesmas Purwoyoso dalam menemukan kasus TB

telah dilakukan secara pasif dan aktif sesuai dengan Permenkes Nomor 67 Tahun

2016 sebagai pedoman penanggulangan Tuberkulosis. Secara pasif yaitu

penemuan kasus TB berasal dari warga terduga TB yang melakukan pemeriksaan

ke Puskesmas. Secara aktif yaitu penemuan kasus TB berasal dari laporan dari

gasurkes, laporan kader TB, dan laporan dari Rumah Sakit Karyadi. Kegiatan
136

penemuan kasus yang dilakukan oleh gasurkes dan kader TB di masyarakat yaitu

melakukan skrining kepada msyarakat dengan cara ketuk pintu ke setiap rumah,

penyuluhan kesehatan di forum kesehatan kelurahan dan pertemuan warga.

Penanganan kasus TB oleh petugas TB di Puskesmas dimulai dari

penegakan diagnosis melalui pemeriksaan dahak pada pasien terduga TB yang

dengan tes mikrospkopis dan uji Tes Cepat Molekuler (TCM) di Rumah Sakit

Karyadi atau Rumah Sakit Tugu. Apabila ditemukan pasien terduga TB oleh

petugas kesehatan akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan dahak ke

Puskesmas, baik didampingi oleh petugas kesehatan tersebut maupun oleh

anggota keluarga. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faizah dkk.

(2019) menyatakan bahwa proses penemuan suspek Tb ketika sudah ditemukan

biasanya langsung disarankan periksa ke Puskesmas, atau dilaporkan ke

Puskesmas sehingga oleh Tim TB akan dilakukan kunjungan rumah. Pada tahap

awal akan dilakukan pemeriksaan dahak, pasien diminta mengumpulkan dahak

sewaktu-pagi (SP). hasil pemeriksaan sudah ada dilanjutkan dengan diberikan

OAT sesuai dengan hasil pemeriksaan (Faizah & Raharjo, 2019).

Apabila hasil pemeriksaan dahak pasien terduga TB tersebut menunjukkan

positif TB, maka petugas TB akan memberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

sesuai dengan kategori penyakit TB yang tercantum dalam Permenkes RI Nomor

67 Tahun 2016. Pemegang program TB melakukan kerjasama dengan anggota

keluarga yang ditunjuk sebagai PMO dalam pemantauan minum obat, dengan cara

melakukan komunikasi melalui media pesan singkat. Adyaningrum (20190,

menyatakan adanya keterbatasan jumlah petugas kesehatan dan kader TB,


137

penunjukkan PMO untuk pasien TB lebih diutamakan untuk anggota keluarga

pasien itu sendiri sehingga kader TB dan petugas kesehatan dalam hal ini

pemegang program hanya sebagai pemonitor terhadap pasien melalui PMO

(Adyaningrum, 2019).

PMO akan langsung menghubungi pemegang program TB di Puskesmas

apabila muncul efek samping obat yang dialami oleh pasien TB agar segara

dilakukan tindakan pencegahan. Komunikasi antar petugas kesehatan dan pasien

TB terjalin dengan baik dari awal pengobatan di puskesmas, terbukti selalu ada

persetujuan dalam pemilihan PMO dari pasien dan petugas kesehatan. PMO selalu

mengingatkan dan mendampingi pasien TB saat menelan obat (Noveyani &

Martini, 2014). Apabila terjadi kasus mangkir, gasurkes yang akan melakukan

kunjungan rumah ke pasien mangkir tersebut.

Kegiatan pemberian kekebalan yang dilakukan di Puskesmas Purwoyoso

yaitu pemberian imunisasi BCG pada bayi dan kepada anak usia dibawah 5 tahun

yang melakukan kontak erat dengan pasien TB dan PPINH diberikan kepada

ODHA yang tidak memiliki penyakit TB, sedangkan untuk penderita HIV-TB

diberikan pengobatan kombinasi yaitu ARV dan OAT. Hal tersebut dibenarkan

oleh Informan Triangulasi 2 yang mengatakan bahwa anaknya yang berusia 2

tahun diberikan suntikan vaksin saat melakukan pemeriksaan di Puskesmas.

Sedangkan Informan Triangulasi 3 mengatakan bahwa anaknya tidak diberikan

suntikan atau imunisasi oleh petugas TB di Puskesmas karena usianya diatas 5

tahun. Pemberian kekebalan yang dilakukan telah sesuai dengan Permenkes

Nomor 67 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pemberian kekebalan dalam


138

rangka Penanggulangan TB dilakukan melalui imunisasi BCG terhadap bayi 0-2

bulan, PP INH diberikan kepada anak umur dibawah lima tahun (balita) yang

mempunyai kontak dengan pasien TB tetapi tidak terbukti sakit TB, dan

pemberian PP INH kepada ODHA yang tidak riwayat memiliki penyakit TB aktif

(Kemenkes, 2016).

5.1.2.2 Sumber Daya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksana program P2TB di

Puskesmas Purwoyoso dilaksanakan oleh 1 orang dokter, 1 orang perawat sebagai

pemegang program, 1 petugas laboratorium, bidang promosi kesehatan, dan

bidang epidemiologi. SDM di Puskesmas Purwoyoso sudah sesuai dengan

Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 bahwa kebutuhan minimal tenaga pelaksana

terlatih untuk pelaksanaan program P2TB di Puskesmas terdiri dari 1 dokter, 1

perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. Pemegang program TB juga

melakukan kerjasama dengan beberapa kader TB, tetapi hanya 2 orang yang aktif

melakukan skrining TB dimasyarakat. Menurut gasurkes, jumlah gasurkes sendiri

belum bisa menjangkau seluruh wilayah kerja Puskesmas Purwoyoso dalam

melakukan kegiatan di lapangan. Kurangnya jumlah gasurkes dengan beban tugas

yang banyak dan wilayah yang luas mengakibatkan pelaksanaan penemuan kasus

TB, penyuluhan kesehatan, pencatatan dan pelaporan menjadi kurang optimal. Hal

ini sesuai dengan penelitian Pratam dkk (2019), bahwa Jumlah petugas yang

sedikit, dan pekerjaan yang banyak menjadi permasalahan dalam melakukan

penemuan kasus secara aktif dan pelaksanaan program menjadi tidak optimal

(Pratama, Muchti Y et all, 2019). Setiap petugas pelaksana program P2TB sudah
139

mendapatkan pelatihan bersertifikat yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota,

sedangkan pelatihan untuk meningkatkan kemapuan kader TB diberikan oleh

pemegang program TB di Puskesmas. Sesuai dengan penelitian oleh Sumartini

(2014) menyatakan bahwa adanya hubungan signifikan antara pelatihan

TB/DOTS dengan peran kader kesehatan dalam penemuan kasus TB dalam

penelitian ini disebabkan karena kader kesehatan merupakan salah satu bentuk

partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan sehingga pelatihan TB/DOTS

merupakan syarat mutlak agar kader kesehatan memiliki bekal pengetahuan dan

keterampilan untuk dapat menjalankan peran dalam penanggulangan TB termasuk

dalam penemuan kasus TB (Sumartini, 2014). Dengan demikian, adanya pelatihan

sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas

kesehatan dan kader sehingga dapat melakukan perannya dalam pelaksanaan

program P2TB agar angka penemuan kasus dan pengobatan TB dapat meningkat.

Sejalan dengan penelitian Pongoh dkk. (2015), menyatakan bahwa dalam

melaksanakan penanganan penyakit TB harus dilakukan pelatihan khusus terlebih

dahulu agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi dan juga

menambah jadwal penyuluhan pengobatan TB pada masyarakat (Pongoh, Natasha

et all, 2015).

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2019 menyatakan bahwa dana

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan salah satu sumber pendanaan

untuk menunjang operasional pelayanan di Puskesmas yang bersumber dari

APBN untuk kegiatan non fisik. Pemanfaatan BOK di puskesmas digunakan

untuk operasional pelaksanaan kegiatan promotive dan preventif upaya kesehatan


140

masyarakat (UKM) termasuk untuk program pengendalian TB yaitu diantaranya

untuk mendanai operasional petugas, membiayai transport petugas untuk melacak

kasus TB mangkir dan pencarian kontak TB. Hasil penelitian diketahui bahwa

dana yang digunakan dalam pelaksanaan program P2TB berasal dari BOK untuk

melaksanakan kegiatan program P2TB yang telah direncanakan 1 tahun sebelum

kegiatan tersebut dilaksanakan di tahun sekarang. Menurut gasurkes dan kader

TB, tidak ada dana yang diberikan petugas Puskesmas dalam melaksanakan

kegiatan penyuluhan penyakit TB dan penemuan kasus TB di wilayah kerja

Puskesmas Purwoyoso. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan dengan mengikuti

jadwal petemuan warga yang diadakan oleh forum kesehatan kelurahan (FKK)

atau pertemuan warga di tingkat RT/RW. Apabila ada pengeluaran anggaran untuk

penyuluhan, sumber anggaran tersebut berasal dari swadaya masyarakat itu

sendiri. Sedangkan biaya yang digunakan oleh Informan Triangulasi 1 dan

Informan Triangulasi 2 setiap melakukan pemeriksaan ke Puskemas menggunakan

kartu BPJS Kesehatan. Puskesmas dalam melaksanakan program P2TB dengan

metode DOTS memiliki biaya penyelenggaraan pengobatan paru paling kecil

sehingga terbukti Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang paling efektif

untuk penanganan TB Paru (Ulya & Thabrany, 2017). Adanya ketersediaan dana

menjadi faktor pendukung dalam terlaksananya sebuah program termasuk juga

program penanggu langan TB paru. Ketersediaan dana yang cukup akan

menunjang proses pelaksanaan program agar efektif dan efisien (Ariyani &

Maryati, 2018).

Kebutuhan OAT disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota Provinsi Jawa


141

Tengah, kemudian akan didistribusikan ke Dinas Kesehatan Kota Kota sesuai

dengan kebutuhan setiap FKTP dan FKTL. Distribusi OAT untuk setiap FKTP

dilakukan jika ada permintaan ke Dinas Kesehatan Kota Kota sesuai dengan

jumlah kasus TB yang ditemukan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Puskesmas

Purwoyoso tersedia dalam jumlah yang cukup dan jenis sesuai dengan kebutuhan

pasien TB. Menurut Informan Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3

menyatakan bahwa setiap 1 minggu sekali datang ke Puskesmas, langsung

dilayani oleh pemegang program TB untuk mengambil obat tidak pernah harus

menunggu lama di ruang pemeriksaan TB dan OAT selalu tersedia. Kegiatan

pelaksanaan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas Purwoyoso telah sesuai

dengan pedoman penanggulangan tuberkulosis yaitu Permenkes RI Nomor 67

tahun 2016. Ruangan pemeriksaan TB didalamnya tersedia buku pedoman

penanggulangan Tuberkulosis, komputer, formulir untuk pencatatan dan pelaporan

pasien TB tersedia lengkap di Puskesmas. Laboratorium di Puskesmas Purwoyoso

sudah terdapat sebuah mikroskop yang berfungsi dengan baik, reagen dan pot

dahak sesuai standar tersedia dalam jumlah yang cukup sebagai media

pemeriksaan laboratorium untuk pasien TB yang didistribusikan dari Dinas

Kesehatan Kota. Sejalan dengan penelitian Suarayasa dkk. (2019), menyatakan

bahwa logistik penanggulangan TB mulai dari bahan diagnosis dan obat

disediakan melalui program penanggulangan TB dari dana APBN. Penyediaannya

dilakukan sesuai permintaan dinas kesehatan kabupaten Sigi (Surayasa, Ketut et

all, 2019).

OAT untuk pasien TB disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan obat,


142

bersamaan dengan persediaan obat-obatan untuk pengobatan lainnya. Akan tetapi,

sarana dan prasarana masih ada kendala yaitu Puskesmas Purwoyoso sudah

mempunyai poli TB, tetapi poli untuk TB tersebut belum optimal karena sinar

matahari yang masuk ke ruang poli TB terbatas karena berdekatan dengan

ruangan loket dan aula. Pencahayaan yang menerangi ruangan adalah

pencahayaan langsung berasal dari cahaya matahari yang intensitasnya minimal

60 lux dan tidak menyilaukan. Bakteri Tuberkulosis cepat mati dengan cahaya

matahari langsung. Cahaya matahari yang masuk dalam ruangan juga membantu

mengurangi penyebaran bakteri Tuberkulosis (Anggraeni, et all, 2015). Penelitian

dari Kasim dkk (2012), menyatakan bahwa belum tersedianya ruangan khusus

untuk pasien TB karena kekurangan ruangan sehingga bergabung dengan ruangan

yang lain menjadikan salah satu kendala dalam melaksanakan program

penanggulangan tuberkulosis dengan startegi DOTS (Kasim, Soen, & Hendranata,

2012).

5.1.2.3 Sistem Informasi

Sistem Informasi yang dimaksud dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun

2016 yaitu data untuk program Penanggulangan TB diperoleh dari sistem

pancatatan dan pelaporan TB. Pencatatan dan pelaporan TB mulai dari FKPTP,

FKPTL, Dinas Kesehatan Kota Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Kota

Provinsi kepada Dinas Kesehatan Kota Pusat menggunakan aplikasi SITT (Sistem

Informasi Terpadu Tuberkulosis). Dinas Kesehatan Kota Kota Semarang memiliki

sistem pelaporan sendiri yang bernama SEMAR BETUL (Semarang Bebas

Tuberkulosis) yang digunakan sejak bulan juni 2019. Menurut Petugas P2PTB di
143

Dinas Kesehtan Kota Semarang sebagai Informan Triangulasi 1 menyatakan

bahwa sistem Semar Betul merupakan sistem pencatatan dan palaporan yang

dilakukan oleh Puskesmas atau Rumah Sakit terkait program P2TB kepada Dinas

Kesehatan Kota Kota Semarang. Dinas Kesehatan Kota dapat dengan mudah

melihat perkembangan data-data penemuan kasus oleh setiap Puskesmas Kota

Semarang setiap saat melalui sistem SEMAR BETUL. Hal ini sesuai dengan

Pedoman Nasional Penanggulangan TB tahun 2011 bahwa pencatatan dan

pelaporan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan, diperlukan

suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan

benar, dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis,

diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan (Kementerian

Kesehatan RI, 2011). Akan tetapi, ketersediaan data dalam Semar Betul

tergantung pada keteraturan petugas TB di Puskesmas menginput data ke Semar

Betul. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kasus TB ke sistem Semar Betul

terdapat hambatan yaitu penguasaan aplikasi oleh petugas TB di Puskesmas masih

kurang. Penguasaan aplikasi oleh petugas Puskesmas saat ini bisa dikatakan

sebesar 40%. Pencatatan dan pelaporan yang lengkap dan baik tentunya akan

berhubungan dengan kualitas petugas TB yang baik (Noveyani & Martini, 2014).

Hasil penelitian dengan petugas TB di Puskesmas Purwoyoso diketahui

bahwa setiap ditemukan pasien TB dari yang melakukan pemeriksaan di

Puskesmas, laporan gasuker, laporan kader TB, maupun laporan Rumah sakit atau

Balkesmas akan dilakukan pencatatan pada formulir pasien TB dan diinputkan ke

sistem Semar Betul sehingga data kasus penyakit TB dapat dikatahui secara
144

langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Pemantauan kemajuan pengobatan pasien TB juga dilakukan melalui

sistem Semar Betul. Sistem tersebut terdapat informasi identitas pasien TB, nomor

HP keluarga pasien TB, jadwal rutin pasien TB melakukan pemeriksaandahak dan

pengambilan OAT di Puskesmas. Hal tersebut memudahkan pemegang program

dalam memantau keteraturan pengobatan dan efek samping yang dikeluhkan oleh

pasien TB. Sejalan dengan penelitian dari Setiawan dkk (2017), setelah sistem

informasi pencatatan pengobatan manual dikembangkan menjadi berbasis website

dengan pemrograman menggunakan PHP dengan sistem operasi MS Windows.

petugas menjadi lebih mudah dalam memantau jadwal pengobatan pasien karena

pasien sudah terbagi berdasarkan tanggal pengobatan, baik dalam jadwal minum

obat, jadwal pengambilan obat maupun jadwal pemeriksaan dahak ulang. Selain

itu dalam mengirim pesan petugas lebih mudah karena nomor hp pasien sudah

tersimpan dalam basis data (Setiawan, 2017).

Apabila ada pasien yang mangkir atau putus berobat, petugas TB akan

langsung mengetahuinya dari sistem tersebut. Pencatatan dan pelaporan dengan

sistem Semar Betul dilakukan setiap hari oleh pemegang program TB di

Puskemas. Gasurkes menyerahkan penemuan kasus TB ke pemegang program TB

dan Dinas Kesehatan Kota. Hambatan yang dialami oleh pemegang program TB

dalam menggunkan sistem Semar betul terletak pada masalah providernya yang

masih terjadi gangguan. Bagi gasurkes Informan Utama-3, pencatatan dan

pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota mengalami kendala karena dilakukan

sebanyak 3 kali yaitu pencatatan secara manual, pencatatan dalam bentuk softfile,
145

dan pencatatan ke dalam sistem Semar Betul.

5.1.2.4 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan

Peraturan Walikota Semarang Nomor 39 Tahun 2017 tentang Rencana

Aksi Daerah Kota Semarang dalam penanggulangan TB mewajibkan semua

pihak, semua komponen, dan semua stakeholder yang ada di Kota Semarang

untuk berperan sesuai dnegan kapasitasnya masing-masing di dalam program

penanggulangan TB. Berdasarkan hasil penelitian, koordinasi yang dilakukan

antara Dinas Kesehatan Kota dengan pemegang program TB di Puskesmas yaitu

adanya monitoring dan evaluasi program P2TB yang dilakukan setiap 3 bulan

sekali, bersamaan dengan dilakukannya supervisi di semua Puskesmas Kota

Semarang. Supervisi yang dilakukan secara rutin oleh pihak Dinas Kesehatan

kepada kinerja petugas di Puskesmas dapat memberikan manfaat atau perbaikan

petugas dalam melaksanakan penemuan dan pengobatan kasus TB, sehingga

proporsi berkinerja baik lebih banyak dibandingkan petugas yang menyatakan

jarang supervisi dalam bekerja (Husein & Sormin, 2012).

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota

kepada petugas TB di Puskesmas baru dilaksankan 1 kali dalam setahun.

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota kepada

petugas laboratorium dilakukan setiap 3 bulan sekali terkait dengan pemantapan

mutu eksternal laboratorium, sedangkan untuk pelayanan laboratorium TB belum

pernah dilakukan. Laboratorium dahak merupakan komponen kunci untuk

menegakkan diagnosis, evaluasi hasil pengobatan dan tindak lanjut pengobatan,

sehingga diperlukan adanya jaminan mutu laboratorium, baik internal maupun


146

eksternal . Hambatan yang muncul dalam kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota

dengan petugas TB di Puskesmas yaitu kurangnya koordinasi antara pemegang

program baru dengan pemegang program lama saat terjadi pergantian petugas.

Pemegang program yang baru belum mendapatkan pemahaman yang memadai

tentang program-program penanggulangan TB dari pemegang program lama,

sehingga petugas Dinas Kesehatan Kota harus memberikan pemahaman mulai

dari awal kembali.

Evaluasi yang dilakukan di Puskesmas Purwoyoso sudah optimal. Evaluasi

yang dilakukan oleh pemegang program TB ke Kepala Puskesmas dilaksanakan

setiap bulan, sedangkan oleh gasurkes kepada kepala Puskesmas dilakukan saat

pemaparan setiap 3 bulan sekali. Akan tetapi, evaluasi yang dilakukan oleh

pemegang program TB di Puskesmas kepada kinerja kader TB belum pernah ada,

koordinasi yang dilakukan berupa pelaporan kasus TB oleh kader ke petugas

Puskesmas melalui komunikasi WA.

Kemitraan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dengan lintas program

yaitu menjalin kerjasama dengan petugas epidemiologi, gasurkes, petugas

kesehatan lingkungan, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Kerjasama dengan lintas sektor yaitu dengan camat, lurah, tokoh agama, Dinas

Pendidikan dan sekolah untuk mendapatkan dukungan yang baik dalam

penanggulangan TB. Hal ini dapat disimpulkan bahwa koordinasi, jejaring kerja

dan kemitraan sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016 tentang

Penanggulangan Tuberkulosis. Akan tetapi, kerjasama lintas sektor dengan sektor

industri/perusahaan/tempat kerja kurang optimal karena masih banyak instansi-


147

instansi yang belum berperan dalam penanggulangan TB.

5.1.2.5 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, yaitu

Pelibatan secara aktif masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan baik

lintas program dan lintas sektor diutamakan pada 4 area dalam program

Penanggulangan TB yaitu: penemuan orang terduga TB, dukungan pengobatan

TB, pencegahan TB, dan mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi

penanggulangan TB. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peran serta

masyarakat dalam pelaksanaan program P2TB masih belum optimal. Informan

Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3 sebelumnya tidak mengetahui penyakit

TB, mereka tahu tentang penyakit TB setelah salah satu anggota keluarganya

menderita penyakit TB tersebut. Terbatasnya informasi tentang penderita TB

dilingkungan masyarakat. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB masih

rendah dan stigma negatif masyarakat terkait penyakit TB masih tinggi. Sejalan

dengan penelitian Yanuar dkk (2017), kurangnya pengetahuan tentang TB dan

nilai-nilai budaya setempat seperti memandang penderita TB jangan sampai

diketahui oleh banyak pihak karena anggapan TB merupakan penyakit yang

memalukan (Yanuar, Isma et all, 2017). Pengetahuan yang baik dan menyeluruh

tentang penyakit TB dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah

penularannya penyakit TB. Selain itu, pengetahuan juga berhubungan dengan

persepsi bahwa penyakit TB merupakan penyakit yang berbahaya dan menular

(Moa, Teofilus et all, 2018).

Hal ini menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum terbuka


148

tentang penyakitnya terutama sakit batuk kepada petugas kesehatan. Menurut

gasurkes, masih banyak masyarakat yang malu apabila sakit batuknya diketahui

penyakit TB sehingga menolak pada saat dilakukan wawancara terkait

kesehatannya dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes dahak ke

Puskesmas. Hasil skrining yang telah dilakukan gasurkes diperoleh penemuan

kasus TB sebanyak 87 pasien, tetapi hanya 12 pasien yang bersedia melakukan

pengobatan di Puskesmas. Kesadaran pasien TB sendiri dalam penggunaan

masker sebagai pencegahan penyakit TB ke orang lain masih rendah.

Menggunakan masker saat berinteraksi langsung sangat penting untuk mencegah

penyebaran kumat tuberkulosis ke orang lain sehingga mencegah terjadinya

peningkatan penderita TB paru (Majara, Duriana et all, 2018).

5.1.2 Puskesmas karangmalang

Evaluasi hasil pelaksanaan penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Karangmalang dilihat dari: (1) kegiatan pengendalian tuberkulosis; (2) sumber

daya; (3) sistem informasi; (4) koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan; (5) peran

serta masyarakat. Kegiatan pengendalian tuberkulosis meliputi promosi

kesehatan, surveilans tuberkulosis, pengendalian faktor resiko, penemuan dan

penanganan kasus, serta pemberian kekebalan. Sumber daya meliputi sumber

daya manusia, ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, serta pendanaan.

Sistem informasi meliputi sumber data dari pencatatan dan pelaporan kasus TB

yang ditemukan. Koordinasi, jejeraing kerja, dan kemitraan meliputi monitoring

dan evaluasi yang dilakukan antara pelaksana program P2TB di Puskesmas

Karangmalang dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang. Peran serta masyarakat


149

meliputi penemuan orang terduga TB, dukungan pengobatan TB, pencegahan TB,

dan mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi penanggulangan TB.

Berikut evaluasi hasil pelaksanaan program Pencegahan dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Karangmalang, sebagai berikut:

5.1.2.1 Kegiatan Pengendalian Tuberkulosi

Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap

masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan

memelihara kesehatan mereka sendiri. Proses pemberian informasi tentang TB

secara terus menerus serta berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran,

kemauan dan kemampuan pasien TB, keluarga dan kelompok masyarakat. Metode

yang dilakukan adalah melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek),

konseling dan bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan

ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media komunikasi seperti

lembar balik, leaflet, poster atau media lainnya. Berdasarkan hasil wawancara

dengan pemegang program P2PTB Dinas Kesehatan Kota (DKK), pihak DKK

telah memberikan sosialisasi kepada petugas Puskesmas terkait program P2TB

melalui event-event yang ditujukan kepada pemegang program dan petugas

laboratorium fasilitas kesehatan. Event yang pertama yaitu event resmi yang

berkaitan dengan program peningkatan kapasitas SDM, kemudian event yang

kedua itu yang berkaitan dengan pertemuan-pertemuan yang memang dibutuhkan

ditiap-tiap faskes.

Sosialisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota kepada petugas

TB di Puskesmas melalui event-event setiap 3 bulan sekali kepada pemegangn


150

program TB dan petugas laboratorium. Informasi yang disampaikan pihak DKK

tersebut, oleh pemegang program TB di Puskesmas akan disampaikan ke

pelakasana program P2TB lainnya. Sosialisasi yang dilakukan di Puskesmas

Karangmalang yaitu ketika pasien TB melakukan pemeriksaan atau mengambil

obat di Puskesmas. Pemegang program TB memberikan edukasi kepada pasien

TB dan PMO tentang cara pengendalian penyakit TB, pengobatan, dan efek

samping obat yang timbul. Sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat yaitu

penyuluhan kesehatan oleh gasurkes dan kader TB dalam kegiatan FKK, PKK,

maupun pertemuan di tingkat RT atau RW di setiap Kelurahan.

Pihak Kelurahan akan mengundang petugas kesehatan dari Puskesmas

untuk memberikan promosi kesehatan melalui pertemuan tersebut dengan metode

ceramah. Media komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi tersebut yaitu

penayangan film, materi dari PPT, dan leaflet. Akan tetapi, menurut gasurkes dan

kader TB menyatakan leaflet jarang digunakan pada saat melakukan sosialisasi

kepada msyarakat kerana jumlahnya yang terbatas. Hasil wawancara dengan

Informan Triangulasi 2, petugas kesehatan hanya memberikan sosialisasi ketika

pasien TB melakukan pemeriksaan di Puskesmas dan tidak mengetahui adanya

sosialisasi tentang penyakit TB yang dilakukan oleh petugas kesehatan di

lingkungan sekitarnya. Selain itu, hasil wawancara singkat dengan orang yang

berada di 4 rumah sekitar tempat tinggal pansien TB, mereka mengatakan belum

ada petugas kesehatan yang datang kerumah untuk memberikan informasi tentang

penyakit TB.

Bagi Informan Triangulasi 3, Puskesmas belum pernah memberikan


151

sosialisasi tentang penyakit TB kepadanya tetapi sosialisasi tersebut diperolehnya

pada saat pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota. Informan

Triangulasi 3 merupakan gasurkes yang diberikan tugas untuk menjadi PMO

pasien TB yang tidak memiliki keluarga. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

sosialisasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas karangmalang

belum menyeluruh ke semua warga. Menurut penelitian dari Listiono (2019),

penyuluhan mengenai pencegahan kejadian TB Paru di masyarakat dari pihak

Puskesmas Pemulutan walaupun tidak semua masyarakat mengikuti kegiatan

penyuluhan tersebut, namun demikian kegiatan tersebut tentunya sedikit

memberikan andil dalam peningkatan pengetahuan masyarakat dalam pencegahan

TB Paru (Listiono, 2019). Terbatasnya leaflet sebagai media promosi kesehatan

penanggulangan penyakit TB sehingga tidak semua masyarakat mengatahui

penyakit TB. Sejalan dengan penelitian dari Saputra, dkk. (2018), Keterbatasan

media tersebut juga berakibat dengan keterbatasan pengetahuan masyarakat

terkait penyakit tuberkulosis. Dengan keterbatasan tersebut masyarakat tidak

dapat melakukan kegiatan pencegahan penyakit tuberkulosis, baik bagi orang

sekitar maupun orang lain (Saputra, Muhammad H. et all, 2018). Hambatan yang

lain yaitu Informan Triangulasi-1 selalu memberikan sosialisasi berulang setiap

terjadi pergantian petugas lama dengan petugas yang baru agar memiliki

pemahaman yang setara dan memadai terhadap pengelolaan-pengelolaan program.

Strategi promosi kesehatan dalam pelaksanaan program P2TB dengan

melakukan advokasi sebagai upaya atau proses terencana untuk memperoleh

komitmen dan dukungan dari pemangku kebijakan yang dilakukan secara


152

persuasif, dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Pemegang

program TB dan gasurkes melakukan advokasi ke petugas Kelurahan tentang

program P2TB dengan tujuan menjalin kerjasama dalam melakukan penemuan

kasus TB dan penacegahan penularan penyakit TB di masyarakat. Bentuk

kerjasama yang terjalin diantara keduanya yaitu adanya sosialisasi rutin yang

diadakan oleh pihak FKK tentang kesehatan dengan mengundang petugas

kesehatan dari Puskesmas Karangmalang di setiap Kelurahan. Advokasi yang

dilakukan oleh petugas kesehatan di Puskesmas sudah sesuai dengan standar

pengendalian Tuberkulosis yang ada.

Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus-

menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB, yang

diperoleh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau diperoleh langsung dari

masyarakat atau sumber data lainnya. Beradasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa kegiatan surveilans TB dilakukan kerjasama antara pemegang program TB

di Puskesmas dengan gasurkes, petugas epidemiologi, dan kader TB dari Asyiyah.

Gasurkes melakukan surveilans dengan cara skrining di masyarakat setiap minggu

dan mendapatkan infomasi dari kader atau warga setempat apabila mengetahui

ada orang yang batuk lama lebih dari 2 minggu. Kader TB melakukan kerjasama

dengan gasurkes dalam melakukan penemuan kasus TB. Upaya yang dilakukan

dalam kegiatan surveilans TB yaitu melalui sosialisasi tentang TB, pasien terduga

TB yang periksa ke Puskesmas, laporan dari gasurkes, dan hasil skrining yang

dilakukan oleh kader TB. Selain itu, pemantauan pengobatan dilakukan dengan

cara melakukan kunjungan rumah yang dilakukan oleh gasurkes atau kader TB.
153

Sesuai dengan pernyataan Informan Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3

bahwa mereka mendapatkan kunjungan rumah oleh petugas kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan narasumber, dapat

disimpulkan bahwa kegiatan surveilans sudah dilakukan sesuai dengan Permenkes

RI Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pengendalian Tuberkulosis, tetapi masih belum

optimal karena terdapat hambatan. Hambatan dalam kegiatan surveilans TB yaitu

masyarakat banyak yang kurang terbuka kepada petugas kesehatan terkait sakit

batuknya karena takut diperiksa dan diketahui jika terdiagnosa sakit TB. sejalan

dengan penelitian dari Rahaman, dkk. (2017), sikap negatif tersebut akan

memunculkan sikap apatis dari seseorang yang tidak ingin melakukan pencegahan

terhadap penyakit tuberkulosis (Rahman, Fauzie et all, 2017). Saat dilakukan

skrining pasien terduga TB mengalami kesulitan ketika mengeluarkan dahaknya

sehingga waktu diagnosis menjadi lebih lama dan jarang ditemukan suspek.

Pencegahan dan pengendalian risiko TB bertujuan mengurangi sampai

dengan mengeliminasi penularan dan kejadian sakit TB di masyarakat. Upaya

yang dilakukan antara lain: pengendalian kuman penyebab TB, pengendalian

faktor risiko individu, pengendalian faktor lingkungan, pengendalian secara

manajerial, dan pengendalian secara administratif. Berdasarakan hasil penelitian

bahwa pemegang program TB di Puskesmas selalu memberikan edukasi kepada

pasien tentang cara penanggulangan penyakit TB untuk mengendalikan kuman

penyebab TB pada dirinya setiap melakukan pemeriksaan. Pemegang program

melakukan sosialisasi ke masyarakat dalam forum kesehatan kelurahan setiap

bulan sekali, mengedukasi masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan dan


154

gizi keluarga dengan tujuan meningkatkan daya tahan tubuh dari kuman TB.

Pengendalian secara manajerial dan administrasi yaitu adanya SOP penemuan

kasus dan alur semua pasien batuk, SOP alur pelaporan kasus TB, SOP surveilans

tuberkulosis, penyuluhan etika batuk dan masker hanya diberikan kepada pasien

batuk saja. Tersedianya SOP berperan penting sebagai petunjuk pelaksanaan

program yang lengkap dan jelas dalam bertindak dan menghindari

ketidakseragaman dalam mengimplementasi suatu kebijakan (Lestari, Ita et all,

2019). Gasurkes dan kader TB melakukan pengendalian faktor risiko yaitu dengan

skrining, mengadakan investigasi kontak jika ditemukan kasus TB, dan

penyuluhan baik ke pasien TB dan anggota keluarganya maupun masyarakat.

Hasil penelitian dengan Informan Triangulasi diketahui bahwa kedua

Informan Triangulasi memahami dengan baik saran-saran yang diberikan oleh

petugas Puskesmas terkait dengan cara penanggulangan TB agar tidak menular.

Informan Triangulasi 2 tidak mengetahui adanya sosialisasi dan skrining penyakit

TB yang dilakukan oleh petugas kesehatan di lingkungannya dan penyuluhan

etika batuk untuk selain pasien TB di Puskesmas. Sedangkan Informan

Triangulasi 3 mengetahui dengan baik kegiatan pengendalian penyakit TB baik di

Puskesmas maupun di lingkungan masyarakat karena seorang gasurkes. Terdapat

perbedaan informasi kegiatan pengendalian faktor risiko yang dilakukan oleh

petugas kesehatan di Puskesmas Karangmalang.

Penemuan kasus yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Puskesmas

Karangmalang dilakukan secara pasif dan aktif. Penemuan kasus secara pasif

yaitu pemegang program menemukan kasus TB dari warga terduga TB yang


155

periksa ke Puskesmas langsung. Penemuan kasus secara aktif yaitu penemuan

kasus TB dimasyarakat dari hasil skrining dan investigasi kontak yang dilakukan

oleh gasurkes dan kader TB, serta laporan Rumah Sakit. Langkah penemuan kasus

TB yaitu skrining dan investigasi kontak pada masyarakat yang dilingkungannya

terdapat pasien TB. Apabila petugas kesehatan menemukan orang dengan gejala

klinis yaitu batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, maka orang tersebut

harus diberikan arahan dan motivasi untuk melakukan pemeriksaan dahak

mikroskopis untuk kepentingan diagnosis secara dini indikasi penyakit TB

(Rahmah, Siti et all, 2017). Gasurkes atau kader TB akan memeberikan pot dahak

kepada pasien terduga TB apabila ditemukan pada saat skrining. Jika terduga

pasien TB tidak bisa datang langsung ke Puskesmas, maka hasil dahak akan

dibawa gasurkes atau kader TB ke Puskesmas. Dahak tersebut diserahkan ke

pemegang program TB dan diperiksa oleh petugas laboratorium, kemudian

dikirimkan ke Rumah Sakit Kariyadi untuk tes TCM. Pemeriksaan TCM

digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan

pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis di Puskesmas.

Apabila hasil tes dahak menunjukkan positif TB, maka oleh pemegang program

akan diberikan OAT sesuai dengan kategori dan jenis penyakit TB yang

dideritanya. Pasien TB diwajibkan untuk rutin dalam megkonsumsi OAT selama 6

bulan masa pengobatan dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas

Menelan Obat) sampai selesai pengobatan. Pemegang program menunjuk salah

satu anggota keluarga pasien TB untuk menjadi PMO. Hal ini bertujuan agar

setiap hari pasien TB ada yang mengingatkan untuk minum obat dan melakukan
156

pemeriksaan rutin ke Puskesmas. Keluarga sebagai PMO dapat mendukung

perilaku pasien dalam proses pengobatan, keteraturan berobat, dan kemauan untuk

sembuh (Febrina & Rahmi, 2018). Informan Triangulasi 2 merupakan istri dari

pasien TB yang ditunjuk langsung oleh pemegang program TB untuk menjadi

PMO bagi suaminya, sedangkan Informan Triangulasi 3 merupakan gasurkes yang

ditunjuk untuk menjadi PMO bagi salah satu pasien yang tinggal sendirian. Hal

ini sesuai dengan Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016 bahwa sebaiknya PMO

adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian,

Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang

memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,

PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa penemuan dan penanganan kasus sudah sesuai dengan standar. Akan tetapi,

dibagian pengawasan kepatuhan menelan obat belum sesuai standar karena

sosialisasi yang seharusnya disampaikan ke PMO tidak tersampaikan dan

keteraturan minum obat pasien yang dilaporkan masih diragukan oleh pemegang

program TB terutama pasien yang pengawas minum obatnyanya gasurkes. Selama

ini pembekalan untuk PMO dari petugas kesehatan hanya dilakukan pada saat

anggota keluarga mengantarkan obat ke puskesmas, tetapi PMO tidak selalu ikut

mendampingi. Sejalan dengan penelitian dari Yanuar dkk (2017), informasi yang

terbatas dan tidak ada pelatihan atau pembekalan untuk PMO, maka peran PMO

menjadi kurang optimal (Yanuar, Isma et all, 2017). Adanya PMO yang memiliki

pengetahuan cukup tinggi tentang penyakit TB dan pengobatannya dapat


157

menimbulkan perilaku untuk selalu mengingatkan dan mengawasi pasien TB saat

melakukan pengobatan serta memberikan motivasi kepada pasien TB untuk tetap

patuh pada pengobatan (Rachmah, Sissa et all, 2019).

Pemeberian kekebalan yang dilakukan oleh pemegang program TB di

Puskesmas Karangmalang dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemberian

kekebalan kepada balita sudah dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada.

Pemegang program memberikan imunisasi BCG pada balita yang

dilingkungannya terdapat pasien TB untuk mencegah terjadinya penularan. Hal ini

tidak sejalan dengan penelitian dari Oktavia dkk (2016), riwayat imunisasi tidak

berhubungan dengan kejadian TB paru (Oktavia, Surakhmi et all, 2016).

Pemberian vaksin PP INH belum pernah dilakukan karena belum ada pasien HIV

TB di Puskesmas Karangmalang.

5.1.2.2 Sumber Daya

Puskesmas harus menetapkan dokter, perawat, dan analis laboratorium

terlatih yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Penanggulangan

TB. Hasil wawancara dengan pemegang program TB, tenaga kesehatan yang

terlibat dalam program P2TB di Puskesmas Karangmalang terdiri dari 1 perawat

sebagai programer TB, 1 dokter, 1 petugas laboratorium. Pemegang program juga

melakukan kerjasama dengan bidang lain, seperti petugas epidemiologi, gasurkes

pengendalian penyakit, dan bidan. Pemegang program TB juga melakukan

kerjasama dengan 2 orang kader TB di lingkungan masyarakat. Adanya kader

yang dekat dengan masyarakat dapat meningkatkan jumlah temuan kasus TB

Paru, promosi kesehatan dapat diterapkan secara langsung serta meningkatnya


158

pelaporan CDR TB (Pratiwi, Rita et all, 2017). Ketersediaan sumber daya

manusia di Puskesmas Karangmalang sudah sesuai dengan standar

penanggulangan TB yaitu Pemenkes RI Nomor 67 Tahun 2016. Pemegang

program TB belum mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Kota terkait

dengan peyelenggaraan program P2TB karena belum lama menjabat sebagai

pemegang program. Petugas laboratorium sudah mendapatkan pelatihan pada

tahun 2017 terkait dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan gasurkes telah

mendapat pelatihan sebanyak 1 kali diawal tahun bekerja sebagai gasurkes oleh

Dinas Kesehatan Kota. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Putri, at all. (2018),

Peningkatan pelatihan dapat meningkatkan pengalaman petugas TB di Puskesmas

dalam melaksanakan program P2TB sehingga angka penemuan pederita TB Paru

akan meningkat mencapat target global (Putri, Wana et all, 2018). Kader TB

belum pernah mendapatkan pelatihan program P2TB yang diadakan oleh

Puskesmas Karangmalang, kader TB pernah mendapatkan pelatihan yang

diadakan oleh organisasi Aisyiyah. Pelatihan yang diberikan oleh kader TB akan

memberikan pengetahuan yang baik sehingga kader TB dapat melaksanakan

perannya dengan baik dalam implementasi program-program TB (Yani, et all,

2018).

Pembiayaan kegiatan program TB, saat ini didapatkan dari sumber

pembiayaan melalui APBN, APBD, dana hibah dan jaminan kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan Triangulasi 1, pendanaan untuk

program P2TB di Puskesmas berasal dari APBD dan BOK yang setiap tahunnya

didistribusikan ke setiap Puskesmas. Alokasi dana digunakan untuk pembinaan


159

SDM maupun untuk penyediaan logistik TB yaitu OAT maupun Non OAT.

Menurut pemegang proram TB dan gasurkes menyatakan bahwa dalam

pelaksanaan program P2TB terutama kegiatan sosialisasi dan skrining penemuan

kasus TB tidak menggunakan dana yag berasal dari BOK. Kegiatan tersebut

dilakukan dengan mengikuti jadwal rutin yang diselenggarakan oleh FKK dan

melakukan kontrak waktu. Kader TB dalam melakukan kegiatan sosialisasi dan

skrining kasus TB tidak menggunakan dana yang diberikan pihak Puskesmas. Hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa pendanaan program P2TB sudah sesuai dengan

standar yang ada dan penggunaan dana dapat dioptimalkan oleh petugas TB di

Puskesmas. Pendanaan yang digunakan oleh Informan Triangulasi 1 dan Informan

Triangulasi 2 dalam melakukan pengobatan di Puskesmas menggunakan kartu

BPJS Kesehatan,sehingga pasien TB tidak merasa terbebani dengan besar biaya

yang dikeluarkan dalam masa pengobatan.

Hasil wawancara dengan pemegang prgram TB di Puskesmas

Karangmalang, alur permintaan OAT saat ini menggunakan sistem online melalui

aplikasi SIMANIS. Sebelum OAT yang tersedia di Puskesmas Karangmalang

habis, pemegang program TB akan melakukan pengajuan melalui aplikasi

Simanis ke Instalasi Farmasi, kemudian menunggu sampai pengajuan tersebut di

konfirmasi oleh Instalasi Farmasi dan Dinas Kesehatan Kota. Apabila sudah

dikonfirmasi oleh keduanya, maka pengajuan baru bisa dicetak dan dibawa ke

Instalasi Farmasi untuk memita OAT. Ketersediaan OAT sudah mencukupi dan

terjamin dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kategori penyakit pasien TB di

Puskemas Karangmalang. Bukan hanya OAT saja, tetapi ketersedian buku


160

pedoman penanggulangan TB, formulir pencatatn dan pelaporan pasien TB,

vaksin BCG atau PPINH dan peralatan kesehatan seperti APD dan masker juga

tercukupi dan didistribusi oleh Dinas Kesehatan Kota. sesuai dengan pernyataan

dari Informan Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3 yang menyatakan bahwa

setiap pasien TB datang ke Puskesmas untuk mengambil obat, pemegang program

TB akan langsung memberikan OAT tersebut tanpa harus mengantri seprti pasien

umum yang lain.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Kementerian Kesehatan RI No.67 tahun

2016 tentang Penanggulangan Tb paru disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan obat dan perbekalan

kesehatan dalam penyelenggaraan Penanggulangan TB, yang meliputi: a. obat

Anti Tuberkulosis lini 1 dan lini 2; b. vaksin untuk kekebalan; c. obat untuk

pencegahan Tuberkulosis; d. alat kesehatan; dan e. reagensia. Logistik untuk

melakukan pemeriksaan mikroskopis seperti ruang laboratorium, bilik dahak, pot

untuk penampungan dahak, kaca slide, mikroskop, formulir pencatatan dan

pelaporan pemeriksaan lab pasien TB, reagen, seperangkat komputer dan lainya

sudah tersedia dengan lengkap (Kemenkes, 2016). Akan tetepi, untuk kondisi

ruangan laboratorium bagi petugas lab masih belum memadai seperti ventilasinya

yang kurang besar dan ruangan laboratorium yang kurang luas. Menurut Informan

Triangulasi 2, pasien TB setiap mengambil obat ke Puskesmas tidak pernah lewat

pintu depan sebagaiamana pasien umum lainnya tetapi melalui pintu samping

ruangan pemeriksaan TB langsung.


161

5.1.2.3 Sistem Informasi

Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pencatatan

menggunakan formulir baku secara manual didukung dengan sistem informasi

secara elektronik, sedangkan pelaporan TB menggunakan sistem informasi

elektronik. Sistem pencatatan-pelaporan TB secara elektronik menggunakan

Sistem Informasi TB yang berbasis web dan diintegrasikan dengan sistem

informasi kesehatan secara nasional dan sistem informasi publik yang lain.

Berdasarkan hasil penelitian sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan di

Puskesmas Karangmalang dilakukan dengan 2 cara yaitu secara offline dan online

sesuai dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016 tentang penanggulangan

Tuberkulosisi. Secara offline, pemegang program TB melakukan pencatatan dan

pelaporan pasien TB dalam formulir-formulir pasien TB. Secara online, pemegang

program TB melakukan pencatatan dan palaporan ke Kementerian Kesehatan RI

menggunakan aplikasi SITT (Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis), sedangkan

pencatatan dan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota menggunakan aplikasi

Semar Betul. Setiap ada pasien TB baru yang melakukan pemeriksaan di

Puskemas Karangmalang akan langsung diinput ke sistem Smar Betul, sehingga

Dinas Kesehatan Kota dapat melihat data tersebut setiap saat. Hal ini sesuai

dengan Pedoman Nasional Penanggulangan TB tahun 2011 bahwa pencatatan dan

pelaporan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan, diperlukan

suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan

benar, dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis,

diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan (Kemenkes,


162

2011). Password untuk mengakses sistem Semar Betul digunakan oleh pemegang

program TB dan petugas laboratorium saja, sedangkan gasurkes menggunakan

password milik pemegang program TB.

Setiap Informan Triangulasi 2 dan Informan Triangulasi 3 melakukan

pemeriksaan di Puskemas, pemegang program selalu menanyakan keteraturan

minum obat dan keluhan yang dirasakan oleh pasien TB. Hal tersebut dilakukan

sebagai kegiatan pemantauan kemajuan pengobatan pasien TB yang kemudian

akan dimasukan kedalam sistem Semar Betul. Pencatatan dan pelaporan

penemuan kasus TB oleh kader TB diserahkan langsung kepada pemegang

program TB di Puskesmas, sedangkan gasurkes menyerahkan hasilnya ke

pemegang program TB dan Dinas Kesehatan Kota. Gasurkes melakukan

pelaporan ke Dinas Kesehatan Kota dan Puskesmas setiap bulan dalam bentuk

laporan hardfile dan softfile (mengirim melalui email).

Hambatan yang dialami dalam pencatatan dan palaporan yaitu penguasaan

petugas TB di Puskesmas terkait dengan sistem informasi TB yang baru masih

dalam penataan. Koordinasi antar petugas di Puskesmas ada sedikit hambatan

yaitu adanya keterlambatan diagnosis yang dilakukan oleh petugas TB karena

harus menunggu konfirmasi dari petugas laboratoriumnya terlebih dahulu,

sehingga pencatatan dan pelaporan tidak bisa langsung diinput ke dalam sistem

dan petugas epidemiologi harus menunggu beberapa waktu untuk melakukan

kunjungan rumah menggunakan data dari petugas TB tersebut. Menurut petugas

Dinas Kesehatan, penguasaan aplikasi oleh petugas TB di Puskesmas yang masih

kurang. Penguasaan aplikasi oleh petugas Puskesmas saat ini bisa dikatakan baru
163

sebesar 40%. Aboy (2013) menyatakan bahwa sebagian besar perawat belum

memahami sepenuhnya prosedur penanggulangan dan kurang mendapatkan

pelatihan serta sistem pelaporan yang belum maksimal, akibatnya kegiatan

pelayanan terhadap penderita TB Paru menjadi terhambat (Aboy, E. 2013).

5.1.2.4 Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan

Peraturan Walikota Semarang Nomor 39 Tahun 2017 tentang Rencana

Aksi Daerah Penanggulangan Tuberkulosis mewajibkan semua pihak, semua

komponen, dan semua stakeholder yang ada di Kota Semarang untuk berperan

sesuai dnegan kapasitasnya masing-masing di dalam program penanggulangan

TB. Koordinasi yang dilakukan antara Dinas Kesehatan Kota Kota dengan

pemegang program TB di Puskesmas yaitu adanya monitoring dan evaluasi yang

dilaksanakan setiap 3 bulan sekali, tetapi pelaksanaan monev oleh Dinas

Kesehatan Kota dengan pemegang program P2TB di Puskesmas baru 1 kali dalam

setahun. Petugas laboratorium belum pernah menghadiri pertemuan monitoring

dan evaluasi di Dinas Kesehatan Kota, hanya mengirimkan crosschek

laboratorium saja ke Dinas Kesehatan Kota. Evaluasi antara petugas TB di

Puskesmas dengan kader TB terkait kegiatan penemuan kasus TB belum pernah

dilakukan. Monitoring dan evaluasi seharusnya tidak hanya dilakukan kepada

koordinator pengelola TB paru di Puskesmas saja, tetapi juga harus memonitoring

kepada bidang lain baik yang terlibat dalam penemuan penderita TB paru. Hal ini

bertujuan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan penemuan penderita TB paru

dan permasalahan apa saja yang menghampat capaian program (Zarwinta, Deri et

all, 2019).
164

Dalam melaksanakan program P2TB, pemegang program TB di

Puskesmas menjalin kerjasama lintas program dengan petugas epidemiologi dan

petugas KIA, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan

kerjasama lintas sektor dilakukan dengan camat, lurah, serta tokoh agama untuk

mendapatkan dukungan yang baik dalam penanggulangan TB, tetapi kerjasama

lintas sektor dengan sektor industri/perusahaan/tempat kerja kurang optimal

karena masih banyak instansi-instansi yang belum berperan dalam

penanggulangan TB. Keterbatasan kerjasama lintas sektor dan masyarakat dapat

mempengaruhi kegiatan promosi kesehatan yang mengakibatkan penemuan

penderita TB masih rendah (Wijayanti, 2016).

5.1.2.5 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, yaitu

Pelibatan secara aktif masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan baik

lintas program dan lintas sektor diutamakan pada 4 area dalam program

Penanggulangan TB yaitu: penemuan orang terduga TB, dukungan pengobatan

TB, pencegahan TB, dan mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi

penanggulangan TB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta masyarakat

dalam penemuan dan pengobatan TB masih terbatas, keluarga dan pasien TB

masih tertutup terhadap petugas kesehatan yang mengunjungi, tingkat

pengetahuan tentang penyakit TB masih rendah, keterbatasan informasi terkait

dengan pasien TB di lingkungannya sehingga akses sosial untuk menjangkau

masyarakat secara menyeluruh masih sulit, dan stigma negatif tentang TB yang

tidak bisa disembuhkan masih ada di masyarakat. Hal ini tidak sejalan dengan
165

penelitian dari Hakam dan Maharani (2018), tidak ada stigma ataupun

diskriminasi yang diterima pasien, lingkungan sekitarnya memberikan dukungan

dan semangat agar pasien menyelesaikan pengobatan dan sembuh. Bahkan

keluarga juga mendukung serta setiap hari mengingatkan minum obat (Hakam &

Maharani, 2018). Program penanggulangan TB juga menghendaki dukungan

masyarakat terhadap program, antara lain dalam bentuk kesediaan melakukan

pemeriksaan kontak, melaporkan indikasi penemuan TB, melakukan pengobatan

penderita, hingga menunjukkan sikap bersahabat dan empati kepada penderita TB.

Semakin baik dukungan masyarakat akan semakin tinggi pula peluang

keberhasilan program tersebut, demikian pula sebaliknya (Sulidah & Parman,

2017).

Kesadaran pasien TB dalam melakukan pencegahan dan pengobatan

terhadap dirinya sendiri sudah baik, tetapi pencegahan agar tidak menular ke

orang lain masih kurang karena pasien TB jarang menggunakan masker saat

berinteraksi dengan orang lain. Sejalan dengan penelitian dari Saftarina & Fitri.

(2019), prioritas utama penyebab TB yaitu rendahnya kepatuhan masyarakat

dalam menggunakan masker terutama pasien TB di Kelurahan Perumnas Way

Kandis karena kurang nyaman dan harganya yang mahal (Saftarina & Fitri, 2019).

5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

5.2.1 Hambatan

Hambatan yang dialami oleh peneliti pada saat melakukan penelitian antara
166

lain:

1. Wawancara dengan informan utama dilakukan di Puskesmas pada saat jam

kerja sehingga wawancara tidak bisa dilakukan dalam waktu yang lama dan

jawaban yang diberikankan singkat pada peneliti.

2. Jumlah informan triangulasi sedikit karena tidak semua anggota keluarga

maupun pasien TB bersedia untuk dijadikan responden dalam penelitian.

5.2.2 Kelemahan

Kelemahan dalam penelitian ini adalah penelitian lebih ditekankan hanya

pada obyek sasaran dan kesenjangan yang timbul dalam pelaksanaan program

P2TB. Informan akan cenderung menonjolkan sisi positif dari pelaksanaan

program yang dilakukan dan jawaban yang diutarakan lebih bersifat subjektif,

sehingga peneliti harus menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dengan

sumber data lain baik melalui triangulasi data maupun data sekuder untuk lebih

terperinci.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN
1. Kesenjangan pada kegiatan penanggulangan tuberkulosis dalam program

P2TB di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang terdapat

pada pelaksanaan promosi kesehatan dimana sosialisasi belum dilaksanakan

secara menyeluruh, ketersediaan media komunikasi yang belum mencukupi,

dan kesadaran pasien TB untuk menggunakan masker masih kurang. Selain

itu, di Puskesmas Karangmalang juga terdapat kesenjangan dalam

pengawasan kepatuhan menelan obat penderita TB yang masih diragukan

oleh pemegang program TB.

2. Sumber daya manusia, dana, ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan

yang tersedia di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang

sudah mencukupi sesuai dengan Permenkes Nomor 67 tahun 2016.

Puskesmas Purwoyoso masih memiliki kendala pada ruang poli untuk

pasien TB yang belum optimal, sinar matahari yang masuk ke ruang poli TB

masih terbatas. Sedangkan di Puskesmas Karangmalang, pemegang program

TB belum mendapatkan pelatihan pelaksanaan program TB dari Dinas

Kesehatan. Pemanfaatan dana BOK belum dilakukan secara optimal oleh ke

dua Puskesmas untuk mendukung petugas kesehatan melaksanakan kegiatan

surveilans dan penemuan kasus TB.

3. Pencatatan dan pelaporan kasus TB di Puskesmas Purwoyoso dan

Puskesmas Karangmalang menggunakan sistem Semar Betul untuk

167
168

memonitoring kemajuan pengobatan pasien TB dan melaporkan kasus TB

secara online, tetapi pelaksanaannya belum bisa tepat waktu. Masih terdapat

kendala yang dialami petugas TB di Puskesmas yaitu masalah provider

sistem Semar Betul masih terjadi gangguan, penguasaan petugas TB di

Puskesmas terkait dengan sistem informasi TB yang dalam penataan, dan

keterlambatan diagnosis pasien TB.

4. Koordinasi, jejaring kerja dan kemitraan dalam pelaksanaan program P2TB

di Puskesmas Purwoyosos dan Puskesmas Karangmalang sudah dilakukan

baik kerjasama lintas program maupun lintas sektoral, tetapi kerjasama

dengan sektor industri/perusahaan/tempat kerja untuk menjaminketersediaan

akses layanan TB yang merata belum dilakukan sesuai dengan peraturan

pemerintah. Belum ada forum khusus untuk melakukan monitoring evaluasi

kinerja kader TB di Puskesmas.

5. Peran serta masyarakat dalam penanggulangan Tuberkulosis belum

dilaksanakan dengan baik sesuai Permenkes Nomor 67 tahun 2016. Banyak

masyarakat yang malu apabila sakit batuknya diketahui penyakit TB,

keluarga dan pasien TB masih tertutup terhadap petugas kesehatan,

pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB masih rendah dan stigma

negatif masyarakat terkait penyakit TB masih tinggi.

6.2 SARAN
1. Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pelatihan penguasaan sistem
169

Semar Betul kepada petugas pelaksana program P2TB di Puskesmas Kota

Semarang.

2. Dinas Kesehatan Kota Semarang saat mengadakan monitoring dan evaluasi

memberikan arahan kepada pemegang program di Puskesmas untuk

meningkatkan koordinasi diantara petugas kesehatan terutama saat terjadi

pergantian pemegang program TB.

3. Meningkatkan informasi P2TB dengan memanfaatkan media massa seperti

menyebarkan poster yang dapat diberikan ke masyarakat saat sosialisasi

atau kunjungan ke puskesmas, memasang poster atau spanduk di wilayah

kerja Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang, dan

mengingatkan pasien TB untuk selalu menggunakan masker ketika

bersosialisasi dengan orang lain.

4. Pemegang program TB di Puskesmas Purwoyoso mengganti beberapa

genting atap poli TB dengan genting kaca agar cahaya matahari yang masuk

lebih banyak dan memberikan motivasi ke semua kader TB yang ada untuk

meingkatkan kinerjanya dalam penemuan kasus dan pengobatan pasien TB

secara aktif. Memanfaatkan dana BOK untuk biaya transport petugas

kesehatan dalam rangka pelacakan kasus TB yang mangkir dan pencarian

kontak TB.

5. Meningkatkan koordinasi antar petugas pelayanan P2TB baik di Puskesmas

Purwoyoso maupun Puskesmas Karangmalang agar pencatatan dan

pelaporan antar petugas dapat dilakukan dengan cepat.

6. Petugas kesehatan di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas Karangmalang


170

manjalin kerjasama lintas sektor baik formal maupun informal yang ada di

wilayah kerja masing-masing seperti perusahaan swasata, industri

peternakan atau pertanian untuk menigkatkan penanggulangan penyakit TB.

Pemegang program TB di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang mengadakan monitoring dan evaluasi untuk program P2TB

bersama dengan kader dan gasurkes setiap 3 bulan sekali, sehigga kinerja

setiap kader maupun gasurkes dapat terpantau dan masalah yang ada dapat

diselesaikan secara langsung.

7. Pemegang program TB di Puskesmas Purwoyoso dan Puskesmas

Karangmalang melakukan penjadwalan ulang sosialisasi dalam bentuk

sharing untuk memancing pengetahuan masyarakat dengan didampingi

tenaga kesehatan, kader TB, dan pemegang kebijakan setempat sehingga

partisipasi masyarakat dapat bertindak dalam rangka membantu pasien

terduga TB/pasien TB untuk melakukan pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA

Abraham, R. (2018). Implementasi Kebijakan Penanggulangan Penyakit


Tuberkulosis di Puskesmas Kamonji Kota Palu. Katalogis, 6(5), 118-123.

Aboy E. Implementasi program penanggulangan tuberkolosis di puskesmas


Kampung Dalam Kota Pontianak. Jurnal Publika. 2013; 2(3):101-7.

Aditama, W., Zulfikar, & Baning R. (2013). Evaluasi Program Penanggulangan


Tuberkulosis Paru di Kabupaten Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
7 (6), 243-250.

Adyaningrum, N. (2019). Analisis Pengawasan Menelan Minum Obat Pasien


Tuberkulosis (TB) dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas
Sempor II Kabupaten Kebumen. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (4),
542-555.

Anggraeni, Saffira K., Raharjo, M., Nurjazuli. (2015). Hubungan Kualitas


Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gondanglegi Kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3 (1), 559-568.

Arakawa, T., Magnabosco, G. T., Andrede, R. L., Burnello, M. E., Monroe, A. A.,
Netto, A. R., . . . Villa, T. C. (2017). Tuberculosis Control Program in the
Municipal Context: Performance Evaluation. Revista de Saude Publica, 51
(23), 1-9.

Ariyani, E., & Maryati, H. (2018). Analisis Pelaksanaan penanggulangan TB Paru


di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku. HEARTY Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6 (1).

Deswinda, Rasyid, R., & Firdawati. (2019). Evaluasi Penanggulangan


Tuberkulosis Paru di Puskesmas dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis
Paru di Kabupaten Sijunjung. Jurnal Kesehatan Andalas, 8 (2), 211-219.

Dinkes Jateng. (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2017. Semarang: Dinkes
Jateng.

Dinkes Kota Semarang. (2017). Profil Kesehatan Kota Semarang 2017.


Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Dinkes Kota Semarang. (2018). Profil Kesehatan Kota Semarang 2018.


Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Elsayed, D., Salahy, M., Hibah, N. A., Mehy, G. F., Essawy, T. S., & Eldesouky,
R. S. (2015). Evaluation of Primary Health Care Service Participation in

171
172

the National Tuberculosis Control Program in Qalyubia Governorate,


Egypt. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 64, 921-928.

Ersanti, A. M., Nugroho, A., & Hidajah, A. C. (2016). Gambaran Kualitas Sistem
Surveilans TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Berdasarkan
Pendekatan Sistem dan Penilaian Atribut. Journal of Information System
for Public Health, 1 (2), 9-15.

Faizah, I. L., & Raharjo, B. B. (2019). Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan


strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short course). HIGEIA, 3
(3), 430-441.

Faradis, N. A., & Indarjo, S. (2018). Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor


67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Higeia Journal Of
Public Health Research And Development, 2 (2), 307-319.

Febrina, W., & Rahmi, A. (2018). Analisis Peran Keluarga sebagai Pengawas
Minum Obat (PMO) Pasien TB Paru. Jurnal Human Care, 3 (2), 118-129.

Hakam, F., & Maharani, N. E. (2018). Analisis Kebijakan Penanggulangan


Tuberkulosis (Tb) Di Kabupaten Sukoharjo Menggunakan Pendekatan
Gap Analysis Dan Critical Succsess Factor (Csf). Jurnal Manajemen
Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK), 1 (2), 29-38.

Hayati, D., & Musa , E. (2016). Hubungan Kinerja Pengawas Menelan Obat
Dengan Kesembuhan Tuberkulosis Di Upt Puskesmas Arcamanik Kota
Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan, IV(1), 10-18.

Husein, R. D., & Sormin, T. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kinerja Petugas Program TB Paru Terhadap Penemuan Kasus Baru di
Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Keperawatan, 8 (1), 52-59.

Indonesia, K. K. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Indonesia.

Kasim, F., Soen, M., & Hendranata, K. F. (2012). Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse sebagai
Upaya Penanggulangan Tuberklosis di Puskesmas yang Berada dalam
Lingkungan Pembinaan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1 (3), 134-143.

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Kemenkes, R. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
173

Kemenkes.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kemeterian Kesehatan RI. (2018). Infodatin Tuberkulosis 2018. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Khan, A. J., Khowaja, S., Khan, F. S., Qazi, F., Ismat, L., Habib, A., . . .
Keshavjee, S. (2012). Engaging the private sector to increase tuberculosis
case detection: an impact evaluation study. The Lancet Infectious Disease,
12(8), 606-616.

Khariza , H. A. (2015). Program Jaminan Kesehatan Nasional: Studi Deskriptif


Tentang Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan
Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Kebijakan dan Manajemen Publik, 3 (1), 1-7.

Lestari, Ita., Widagdo, L., Adi, S. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Implementasi Program Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas
Wilayah Kebupaten Magelang. Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(2),
1-6.

Listiono, H. (2019). Analisa Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal


Ilmiah Multi Science kesehatan, 11, 19-34.

Majara, Duriana M., Prastiwi, S., Andinawati, M. (2018). Pengaruh Konseling


Personal Terhadap Kesadaran Pencegahan Penularan TB Paru di Wilayah
Puskesmas Janti Kota Malang. Nursing News, 3 (1), 120-132.

Maulidia, F. M. (2017). Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi


Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi di
Puskesmas Kabupaten Gunungkidul). JURNAL ILMIAH KESEHATAN
MEDIA HUSADA, 6 (2), 183-192.

Minardo, J. (2014). Analisis Determinan Motivasi Petugas Tuberkulosis Paru


dalam Penemuan Kasus di Kabupaten Semarang (Studi Kasus di Beberapa
Puskesmas) Tahun 2012 . Prosiding Konferensi Nasional (hal. 253-261).
Semarang: PPNI Jawa Tengah.

Moa, Teofilus., Zainuddin., Nursina, A. (2018). Perilaku Masyarakat Terhadap


Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB. Journal Health Community
Enpowerment, 1 (1), 49-62.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Makassar: Salemba Medika.
174

Naser, M. N., & Utami, F. P. (2017). Evaluasi Program Bimbingan Karier


Discrepancy Model dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Konselor.
Prosiding Seminar Bimbingan Konseling, 1 (1), 292-302.

Notoatmodjo, s. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Noveyani, A. E., & Martini, S. (2014). Evaluasi Program Pengandalian


Tuberkulosis Pari Dengan Strategi DOTS di Puskesmas Tanah
Kalikedinding Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2 (2), 251-262.

Nugraini, K. E., Cahyati, W. H., Farida, E. (2015). Evaluasi Input capaian Case
Detection rate (CDR) TB Paru dalam Program Penanggulangan Penyakit
TB Paru (P2TB) Puskesmas Tahun 2012 (Studi Kualitatif di Kota
Semarang). UJPH, 5(2), 143-152.

Nugroho, R. A. (2011). Studi Kualitatif Faktor yang Melatarbelakangi Drop Out


Pengobatan Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1), 83-90.

Oktavia, Surakhmi., Rahmi, M., Destriatania, S. (2016). Analisis Faktor Risiko


Kejadian TB Paru di wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang.
Jurnal Ilmu Kesehatn Masyarakat, 7 (2), 124-138.

Pongoh, N. E., Palandeng, H. M., & Rombot, D. V. (2015). Gambaran Perilaku


Tenaga Kesehatan terhadap Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas
Kota Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, 3 (2), 108-116.

Pratama , M. Y., Gurning , F. P., & Suharto. (2019). Implementasi


Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan.
Jurnal Kesmas Asclepius, 1 (2), 196-205.

Pratiwi, Rita. D., Pramono, D., Junaedi, J. (2017). Peningkatan Kemapuan Kader
Kesehatan TB dalam Active Case Finding untuk Mendukung Case
Detection. Journal of Health Education, 2 (2), 211-219.

Purba, E., Hidayat, W., & Silitonga, E. (2019). Analisis Implementasi Kebijakan
Penanggulangan TB Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita TB
Paru Di Puskesmas Tigabaru Kabupaten Dairi Tahun 2018. Jurnal Ilmiah
Simantek , 3 (3), 72-86.

Putri, Wana W., Martini., Adi, Mateus S., Sarawati, Lintang D. (2018). Gambaran
Penemuan Kasus Tuberkulosis Paru oleh Petugas Puskemas di Kabupaten
Sukoharjo. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1), 336-342.

Qayad, M. G., & Tarsitani, G. (2017). Evaluation of Borama tuberculosis control


program in Somaliland, Somalia. The Journal of Infection in Developing
175

Contries, 11 (2), 115-122.

Rachmah, Sissa. A., Saraawati, Lintang D., Ginandjar, Praba . (2019). Hubungan
Antara Tingkat Pengetahuan Kader Masyarakat Peduli Paru Sehat dengan
Kepatuhan Berobat Paisen Tuberkulosis di Balai Kesehatan Masyarakat
Wilayah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (3), 1-7.

Rahmah, Siti., Indriani, C., Wisnuwijoyo, Agus P. (2017). Skrining Tuberkulosis


(TB) Paru. Jurnal Kesehatan MANARANG, 3 (2), 69-74.

Rahman, Fauzie., Adenan, Adenan., Yulidasari, F., Laily, N., Rosadi, N., Azmi,
Aulia N.. (2017). Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Upaya
Pencegahan Tuberkulosis. Jurnal MKMI, 13 (2), 183-189.

Ramadhan, R., Fitria, E., & Rosdiana. (2017). Deteksi Mycobacterium


Tuberkulosis dengan Pemeriksaan Mikroskopis dan Teknik PCR pada
Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Darul Imarah. SEL Jurnal
Penelitian Kesehatan, 4(2), 73-80.

Saftarina, F., & Fitri, A. D. (2019). Studi Fenomenologi tentang Faktor Risiko
Penularan Tuberculosis Paru di Perumnas Way Kandis Lampung. JMJ, 7
(1), 8-16.

Salahy, M. M., Essawy, T. S., Mohammad, O. I., Hendy, R. M., & Abas, A. O.
(2016). Evaluation of Primary Health Care service Participation in teh
National Tuberculosis Control Program in Menofya Governorate. Egyptian
Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 65, 642-648.

Saputra, Muhammad H., Syurandhi, Dwi H., Inayah, Lailiya I. (2018). Analisis
Masalah Program P2TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Puri Kabupaten
Mojokerto. Medica Majapahit, 10 (1), 61- 70.

Setiawan, A., Jati, S., Agushybana, F. (2017). Sistem Pemantauan Pengobatan


Pasien TB Paru di Puskesmas Kabupaten Kudus. Manajemen Kesehatan
Indonesia, 5 (3), 11-18.

Setyowati, I., Saraswati, L. D., & Adi, M. S. (2018). Gambaran Faktor-Faktor


yang Terkait dengan Kinerja Petugas dalam Penemuan Kasus pada
Program Tuberkulosis Paru di Kabupaten Grobokan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6 (1), 264-273.

Sjaaf, A. C., & Darmawan, E. S. (2016). Administrasi Kesehatan Masyarakat


Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers.

Sofiyatun, V. (2019). Implemetasi Program Penenggulangan Tuberkulosis Paru.


HIGEIA, 3(1), 74-86.
176

Suarayasa, K., Pakaya, D., & Felandina, Y. (2019). Analisis Situasi


Penanggulangan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Sigi. Jurnal Kesehatan
Tadulako, 5 (1), 1-62.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:


Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sulidah, & Parman, D. H. (2017). Pemberdayaan Survivor TB dalam Program


DOTs. Jurnal Medika Respati, 12 (4), 28-39.

Sumartini, N. P. (2014). Penguatan Peran Kader Kesehatan dalam Penemuan


Kasus Tuberkulosis (TB) BTA Positif Melalui Edukasi dengan Pendekatan
Theory of Planned Behaviour (TPB). Jurnal Kesehatan Prima, 8 (1),
1246-8661.

Sutinbuk, D., Mawarni, A., & Kartika W, L. R. (2012). Analisis Kinerja


Penanggung Jawab Program Tb Puskesmas Dalam Penemuan Kasus Baru
Tb Bta Positif Di Puskesmas Kabupaten Bangka Tengah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 11
(2), 142-150.

Tondong, M. A., Mahendradhata, Y., & Ahmad, R. A. (2014). Evaluasi


Implementasi Public Private Mix Pengendalian Tuberkulosis di Kabupaten
Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur 2012. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indenosia, 03(01), 37-42.

Tuharea, R., Suparwati, A., & Sriatmi, A. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Implementasi Penemuan Pasien Tb Paru dalam
Program Penanggulangan Tb di Puskesmas Kota Semarang. Manajemen
Kesehatan Indonesia, 02(02), 168-178.

Ulya, F., & Thabrany, H. (2017). Efektivitas Biaya Strategi DOTS Program
Tuberkulosis antara Puskesmas dan Rumah Sakit Swasta Kota Depok.
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 3 (1), 109-117.

Vidyastari, Y. S., Riyanti, E., & Cahyo, K. (2019). Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Pencapaian Target Cdr (Case Detection Rate) Oleh
Koordinator P2tb Dalam Penemuan Kasus Di Puskesmas Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (1), 535-544.

WHO. (2017). Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: WHO.


177

Widoyoko, E. P. (2017). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Wijayanti, R. A. (2016). Analisis Faktor Manajemen di Puskesmas Dalam


Meningkatkan Case Detection Rate (CDR)) Tuberkulosis. Jurnal
Kesehatan, 4 (1), 61-69.

Yanuar, Isma., Sari, Kanthi P., Yudha, Hendry T. (2017). Analisis Situasi
Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 3 (1), 42-51.

Zarwinta, Deri., Rasyid, Rosfita., Abdian. (2019). Analisis Implementasi


Penemuan Pasien TB Paru dalam Program Oenanggulangan TB Paru di
Puskesmas Balai Selasa. Jurnal Kesehatan Andalas, 8 (3), 689-699.
178

LAMPIRAN
179

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing


180

Lampiran 2. Surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNNES


181

Lampiran 3. Surat izin penelitian dari Kesbangpol


182
183

Lampiran 4. Salinan ethical clearance


184

Lampiran 5. Surat/bukti sudah melaksanakan penelitian/pengambilan data


dari institusi yang berwenamg
185
186

Lampiran 6. Instrumen penelitian

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PURWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

A. Identitas Informan (Pemegang Program P2TB di Dinas Kesehatan)


1. Nama informan :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Jabatan :
6. Lama bekerja :
B. Daftar Pertanyaan
1. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
1) Bagaiamana Anda memberikan sosialisasi kepada petugas Tim program
P2TB di Puskesmas?
2) Apak sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi kepada
petugas Tim TB di Puskesmas?
3) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
sosialisasi program P2TB yang dilakukan oleh petugas Tim TB di
Puskesmas Kota Semarang?
(SUEVEILANS TUBERKULOSIS)
4) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang dilakukan oleh petugas Tim
P2TB di Puskesmas Kota Semarang ?
5) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
sueveilans program P2TB yang dilakukan oleh petugas Tim TB di
Puskesmas Kota Semarang?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
6) Bagaiman upaya yang dilakukan oleh petugas Tim P2TB di Puskesmas
dalam pengendalian penyakit pada penderita Tb agar tidak terjadi
penularan di wilayah kerjanya?
7) Bagaiaman upaya yang dilakukan petugas Tim P2TB di Puskesmas
dalam pengendalian faktor risiko pada masyarakat yang
dilingkungannya terdapat penderita TB?
187

8) Apakah terdapat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur


pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans di
Puskesmas Kota Semarang?
9) Bagaiaman cara petugas memberikan penyuluhan etika batuk kepada
petugas kesehatan, pasien TB maupun pengunjung Puskesmas yang
lain?
10) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
pengendalian faktor risiko yang dilakukan oleh petugas Tim TB di
Puskesmas Kota Semarang?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
11) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang dilakukan oleh
petugas tim TB di Puskesmas Kota Semarang?
12) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
penemuan kasus program P2TB yang dilakukan oleh petugas Tim TB di
Puskesmas Kota Semarang?
13) Bagaiamana prosedur pengambilan obat untuk pasien TB di Puskesmas?
(PEMBERIAN KEKEBALAN)
14) Bagaimana pemberian kekebalan yang diberikan kepada balita untuk
mencegah tingkat penularan penyakit TB?
15) Bagaimana pemberian kekebalan yang diberikan kepada ODHA yang
menderita penyakit TB?
2. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
1) Apakah jumlah sumber daya manusia di Puskesmas sudah memadai?
2) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas pelaksana
(pemegang program, petugas laboratorium, dan dokter) program
Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas?
3) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
4) Bagaiamanakah ketersediaan obat anti tuberkulosis yang ada di
Puskesmas?
5) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
6) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan program Pencegahan
dan Penggulangan Tuberkulosis di Puskesmas?
7) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas?
188

8) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait dalam


sumberdaya program P2TB yang dilakukan oleh petugas Tim TB di
Puskesmas Kota Semarang?
3. SISTEM INFORMASI
1) Bagaiamana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Puskesmas
kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang?
2) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
3) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota
Semarang?
4. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1) Bagamana supervisi yang dilakukan oleh Dinas kesehatan Kota
Semarang di Puskesmas?
2) Bagaiaman pertemuan monitoring dan evaluasi yag dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam pelaksanaan program P2TB di
Puskesmas? Seberapa sering dilakukan!
3) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda lakukan dengan lintas sektoral
(fasilitas kesehatan milik swasta, kerja sama dengan sektor
industri/perusahaan/tempat kerja, dan kerja sama dengan lembaga
swadaya masyarakat (LSM))?
4) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait
koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan program P2TB yang dilakukan
oleh petugas Tim TB di Puskesmas Kota Semarang?
5. PERAN SERTA MASYARAKAT
1) Bagaiaman peran serta masyarakat dalam penemuan kasus, pengobatan,
dan pencegahan penyakit TB?
2) Bagaiamana peran serta masyarakat dalam mengatasi faktor sosial yang
berpengaruh pada penanggulangan TB?
3) Menurut Anda, Apa sajakah kendala/hambatan yang ada terkait peran
serta masyarakat terhadap program P2TB yang dilakukan oleh pihak
Puskesmas Kota Semarang?
189

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PURWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

C. Identitas Informan (Pemegang Program P2TB di Puskesmas)


7. Nama Puskesmas :
8. Nama informan :
9. Umur :
10. Jenis kelamin :
11. Pendidikan terakhir :
12. Jabatan :
13. Lama bekerja :
D. Daftar Pertanyaan
6. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
16) Bagaiamana Anda memberikan sosialisasi kepada pasien TB yang
memeriksakan dirinya ke Puskesmas?
17) Bagaiamana Anda melakukan sosialisasi tentang program Pencegahan
dan Penanggulangan Tuberkulosis kepada masayarakat di wilayah kerja
Puskesmas?
18) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi kepada
msyarakat sekitar?
19) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan pemangku
kebijakan yang ada di sekitar wilayah kerja Puskesmas, seperti Kepala
Desa, Kepala RT/RW, pemuka agama setempat, organisasi masyarakat?
Bagaimana bentuk kerjasama tersebut?
20) Bagaimana cara Puskesmas melakukan advokasi kepada pemangku
kebijakan tersebut?
21) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan
sosialisasi terkait dengan program P2TB?
(SUEVEILANS TUBERKULOSIS)
22) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang Anda lakukan oleh penemuan
kasus TB?
23) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas dalam pelaksanaan
surveilans tersebut?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
24) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian penyakit pada
pasien TB agar tidak terjadi penularan?
190

25) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian faktor risiko pada
masyarakat yang dilingkungannya terdapat pasien TB?
26) Apakah Puskesmas juga melakukan screening terhadap petugas yang
ikut serta dalam pelaksanaan program P2TB?
27) Apakah terdapat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur
pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans di
Puskesmas?
28) Apakah Anda memberikan penyuluhan etika batuk kepada petugas
kesehatan, pasien TB maupun pengunjung Puskesmas yang lain?
29) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan
pengendalian faktor risiko Tuberkulosis?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
30) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang dilakukan oleh
Puskesmas?
31) Bagaimana upaya yang Anda lakukan untuk menjamin pasien TB selalu
memeriksakan diri dan mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
secara rutin?
32) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam melakukan
penemuan kasus Tb di masyarakat?
33) Bagaiamana prosedur pengambilan obat untuk pasien TB?
34) Bagaiaman cara Anda menentukan orang yang menjadi PMO (Pengawas
Minum Obat) untuk setiap pasien TB?
35) Bagaiamankah Anda menyampaikan tugas manjadi seorang PMO?
36) Bagaiaman koordinasi Anda dengan PMO pasien TB dalam upaya
melakukan pengawasan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT)?

(PEMBERIAN KEKEBALAN)
37) Bagaimana pelaksanaan pemberian kekebalan kepada balita yang
dilingkungannya terdapat penderita TB?
38) Bagaimana pemberian kekebalan kepada ODHA yang terkena penyakit
TB?
7. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
9) Apakah jumlah sumber daya manusia di Puskesmas ini sudah memadai?
Siapa sajakah petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program P2TB?
10) Apakah beban kerja rangkap mempengaruhi pelaksanaan program P2TB
di Puskesmas?
11) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas pelaksana
(pemegang program, petugas laboratorium, dan dokter) program
Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas ini?
12) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
191

13) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam menjaga kualitas sumber daya


manusia terkait program P2TB di Puskesmas?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
14) Bagaiamanakah ketersediaan obat anti tuberkulosis yang ada di
Puskesmas?
15) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas?
16) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam pengadaan ketersediaan
obat/alat kesehatan/sarana dan prasana terkait program P2TB di
Puskesmas?
(PENDANAAN)
17) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan program Pencegahan
dan Penggulangan Tuberkulosis?
18) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk penyelenggaraan
program P2TB?
8. SISTEM INFORMASI
4) Bagaiamana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Puskesmas
kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang?
5) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
6) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan?
9. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
5) Bagamana supervisi yang dilakukan oleh Dinas kesehatan Kota
Semarang di Puskesmas?
6) Bagaiaman pertemuan monitoring dan evaluasi yag dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Semarang? Seberapa sering dilakukan!
7) Bagaiaman kegiatan monitoring dan evalasi yang dilakukan di
Puskesmas?
8) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda dilakukan dengan lintas
program yang ada di Puskesmas?
9) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda lakukan dengan lintas sektoral
(fasilitas kesehatan milik swasta, kerja sama dengan sektor
industri/perusahaan/tempat kerja, dan kerja sama dengan lembaga
swadaya masyarakat (LSM))?
10. PERAN SERTA MASYARAKAT
4) Bagaiaman upaya Puskesmas untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam penemuan kasus TB?
5) Menrut Bapak, seberapa besar peran serta masyarakat dalam mendukung
pencegahan dan pengobatan penyakit TB?
192

6) Bagaiamana upaya Puskesmas untuk meningkatkan peran serta


masyarakat dalam mengatasi faktor sosial yang berpengaruh pada
penanggulangan TB?
7) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam peran serta masyarakat
terhadap program P2TB di Puskesmas?
193

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PURWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

E. Identitas Informan (Petugas Laboratorium di Puskesmas)


14. Nama Puskesmas :
15. Nama informan :
16. Umur :
17. Jenis kelamin :
18. Pendidikan terakhir :
19. Jabatan :
20. Lama bekerja :
F. Daftar Pertanyaan
1) Apakah Anda menyampaikan infromasi tentang penyakit TB kepada pasien
terduga TB ketika melakukan pemeriksaan mikroskopis di Puskesmas?
2) Bagaiamana pelaksanaan pemeriksaan sputum yaitu sewaktu pagi sewaktu
sebagai screening awal penyakit TB di Puskemas ini?
3) Apakah pasien secara rutin melakukan pemeriksaan tersebut? Berapa kali
pemeriksaan dilakukan?
4) Bagaiamana ketersediaan sumber daya manusia dalam pelaksanaan
pelayanan Laboratorium di Puskesmas ini, apakah sudah mencukupi atau
belum?
5) Bagaiamna cara melakukan penegakan diagnosis awal seorang terduga
pasien TB di Puskesmas ini?
6) Bagaiamana pelatihan yang diperoleh oleh petugas Laboratorium untuk
meningkatkan keahliannya daam melaksanakan tugas? Berapa kali
dilakukan pelatihan!
7) Bagaiamana keadaan fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pemeriksaan penyakit Tuberkulosis di Puskesmas ini?
8) Bagaiaman ketersediaan alat pelindung diri yang terdapat di Puskesmas ini?
9) Bagaiamana pelaksanaan pemantapan mutu internal Laboratorium di
Puskesmas ini?
10) Bagaiamana ketersediaan Prosedur Tetap (Protap) untuk seluruh proses
kegiatan pemeriksaan Laboratorium di Puskesmas ini?
11) Bagaiamana pemeliharaan, pengadaan, dan uji fungsi yang dilakukan dalam
peningkatan mutu Laboratorium di Puskesmas ini?
12) Bagaiaman ketersediaan standar operasional prosedur terkait dengan
keamanan dan keselamatan kerja di Puskesmas ini?
194

13) Apakah dilakukan screening terhadap petugas yang terlibat dalam


pelaksanaan program P2TB di Puskesmas ini?
14) Bagaiaman alokasi dana yang digunakan untuk Laboratorium dalam
pelaksanaan program P2TB di Puskesmas ini?
15) Bagaiamana koordinasi yang dilakukan oleh petugas Laboratorium di
Puskesmas dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam melakukan?
16) Bagaiaman pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh petugas
Laboratorium dengan Dinas Kesehatan?
17) Bagaiaman monitoring dan evaluasi pelayanan Laboratorium yang
dilakukan dengan Dinas Kesehatan?
18) Bagaiaman monitoring dan evaluasi pelayanan Laboratorium yang
dilakukan di puskesmas ini?
19) Apakah terdapat kendala/hambatan yang Anda dialami dalam pelaksanaan
program P2TB?
195

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PIRWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

A. Identitas Informan (Petugas Surveilans di Puskesmas)


1. Nama Puskesmas :
2. Nama informan :
3. Umur :
4. Jenis kelamin :
5. Pendidikan terakhir :
6. Jabatan :
7. Lama bekerja :
B. Daftar Pertanyaan
1. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
1) Bagaiaman Anda melakukan sosialisasi tentang program Pencegahan
dan Penanggulangan Tuberkulosis kepada masayarakat di wilayah kerja
Puskesmas?
2) Apaka sajakah media yang Anda digunakan saat melakukan sosialisasi
kepada msyarakat sekitar?
3) Apakah Anda melakukan kerjasama dengan pemangku kebijakan yang
ada di sekitar wilayah kerja Puskesmas, seperti Kepala Desa, Kepala
RT/RW, pemuka agama setempat, organisasi masyarakat dalam
penemuan kasus TB? Bagaimana bentuk kerjasama tersebut?
4) Bagaimana cara Anda melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan
tersebut?
5) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan
sosialisasi terkait dengan program P2TB?
(SURVEILANS TUBERKULOSIS)
6) Bagaiaman pelaksanaan surveilans yang dilakukan untuk menemukan
kasus TB di masyarakat?
7) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas dalam pelaksanaan
surveilans tersebut?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
8) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam menyusun rancangan rencana
tindak dan respon cepat terhadap faktor risiko penyakit TB?
9) Bagaiaman Anda menganalisis potensi ancaman penyakit, sumber dan
cara penularan, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penularan
penyakit TB?
196

10) Bagaiaman upaya yang dilakukan dalam pengendalian faktor risiko pada
masyarakat yang dilingkungannya terdapat penderita TB?
11) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan
pengendalian faktor risiko Tuberkulosis?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
12) Bagaiamana langkah penemuan kasus penderita TB yang dilakukan di
masyarakat?
13) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam melakukan
penemuan kasus Tb di masyarakat?
2. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
1) Apakah jumlah sumber daya petugas surveilans di Puskesmas ini sudah
memadai?
2) Apakah petugas yang menjadi tenaga surveilans sudah sesuai dengan
ketentuan standar kompetensi di bidang epidemiologi?
3) Bagaimanakah pelatihan yang diterima oleh petugas surveilans untuk
meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan program P2TB di Puskesmas
ini?
4) Seberapa seringkah petugas mendapatkan pelatihan tersebut?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
5) Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas untuk mendukung pelaksanaan surveilans
penyakit TB?
6) Apakah terdapat kendala/hambatan dalam pengadaan ketersediaan
obat/alat kesehatan/sarana dan prasana terkait program P2TB di
Puskesmas?
(PENDANAAN)
7) Bagaiamana ketersediaan dana dalam pelaksanaan surveilans program
Pencegahan dan Penggulangan Tuberkulosis?
8) Bagaiamana alokasi dana yang digunakan untuk penyelenggaraan
surveilans program P2TB?
3. SISTEM INFORMASI
1) Bagaiamana ketercapaian indikator kinerja yang dilakukan oleh petugas
surveilans dalam pelaksanaan program P2TB di Puskesmas?
2) Bagaimana pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Gasurkes
kepada Pusesmas dan Dinsa Kesehatan?
3) Apakah terdapat kendala/hambatan yang dialami petugas dalam
pelaksanaan pencatatan dan pelaporan?
4. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
197

1) Bagaiamana bentuk kerjasama yang Anda dilakukan dengan petugas


surveilans pada lintas program yang ada di Puskesmas?
2) Bagaiaman keberhasilan pelaksanaan penanggulangan TB di
Puskesmas?
3) Bagaiaman monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh petugas
Puskesmas kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam
melakukan penemuan kasus? Seberapa sering hal tersebut dilakukan!
4) Apa saja kendala/hambatan yang dialami dalam melakukan koordinasi
dalam penemuan kasus TB baik dengan Puskesmas maupun
masyarakat?
5. PERAN SERTA MASYARAKAT
1) Bagaiamana peran masyarakat dalam penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi terkait
dengan penyakit TB?
2) Bagaiamana peran masyarakat dalam penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan TB di lingkungannya?
198

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PURWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

C. Identitas Informan (Kader Kesehatan di Puskesmas Purwoyoso)


8. Nama Puskesmas :
9. Nama informan :
10. Umur :
11. Jenis kelamin :
12. Pendidikan terakhir :
13. Jenis Pekerjaan :
14. Lama bekerja :
D. Daftar Pertanyaan
1) Bagaiamana petugas TB di Puskesmas melakukan sosialisasi tentang
penyakit TB kepada Anda? Sebarapa sering petugas TB melakukan
sosialisasi tersebut!
2) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi tersebut?
3) Apakah petugas Tb di Puskesmas memberikan informasi terkait dengan
program P2TB kepada Anda?
4) Bagaiamana upaya penemuan kasus pasien TB yang dilakukan oleh
Puskesmas?
5) Bagaiaman upaya Anda dalam menemukan pasien terduga TB yang ada di
lingkungan masyarakat?
Ketuk pintu itu gini, kita kan ada kader e.. kita kan ada pertemuan
Paguyuban Bagaiamana upaya Anda dalam mendukung pengobatan
penderita TB?
6) Bagiamana upaya yang Anda lakukan dalam pencegahan penularan penyakit
TB kepada masyarakat di lingkungan?
7) Bagaiamana upaya Anda dalam mengatasi masalah sosial yang berpengaruh
pada upaya pengobatan pasien TB dan pemutusan penularan TB?
8) Bagaiamana sistem pelaporan yang Anda lakukan dalam pelaksanaan
program P2TB kepada pihak Puskesmas?
9) Bagaiamana ketersedian sarana dan parasaran yang Anda gunakan dalam
pelaksanaan program P2TB?
10) Bagaiaman alokasi dana yang Anda gunakan dalam pelaksanaan program
P2TB? Berasal darimana dana tersebut!
11) Apakah petugas TB di Puskesmas melakukan pendampingan saat kali Anda
melakukan penemuan kasus atau sosialisasi kepada warga masyarakat di
ligkungan Anda?
199

12) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan Kepala Desa,


Kepala RT/RW, pemuka agama setempat, atau organisasi masyarakat di
lingkungan Anda? Bagaimana bentuk kerjasama tersebut?
13) Apakah kader pernah mendapatkan pelatihan yang dilakukan oleh
Puskesmas terkait program P2TB?
14) Bagaiamana evaluasi yang dilakukan oleh petugas TB di Puskesmas dengan
Anda terkait program P2TB?
15) Apa sajakah kendala/hambatan yang Anda alami dalam pelaksanaan
program P2TB?
200

INSTRUMEN PENELITIAN
EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PURWOYOSO DAN PUSKESMAS
KARANGMALANG KOTA SEMARANG

E. Identitas Informan (Pengawas Minum Obat)


15. Nama Puskesmas :
16. Nama informan :
17. Umur :
18. Jenis kelamin :
19. Pendidikan terakhir :
20. Jenis Pekerjaan :
21. Lama bekerja :
F. Daftar Pertanyaan
6. KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(PROMOSI KESEHATAN)
14) Bagaimanaa petugas Puskesmas memberikan sosialisasi kepada Anda
ketika memeriksakan diri ke Puskesmas?
15) Bagaimana petugas Puskesmas melakukan sosialisasi tentang program
Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di lingkungan tempat
tinggal Anda?
16) Seberapa sering petugas Puskesmas melakukan sosialisasi tersebut?
17) Apaka sajakah media yang digunakan saat melakukan sosialisasi
tersebut?

(SURVEILANS TUBERKULOSIS)
18) Bagaimanaa petugas TB melakukan pematauan terhadap kemajuan hasil
pengobatan yang dijalani pasien TB?
(PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO)
19) Bagaimana upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam melakukan
pengendalian penyakit pada pasien TB agar tidak terjadi penularan?
20) Bagaimana upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam
pengendalian penyakit TB kepada masyarakat dilingkungan Anda?
21) Bagaimana alur pemeriksaan pasien untuk semua pasien batuk di
Puskesmas?
22) Apakah Anda pernah melihat petugas memberikan penyuluhan etika
batuk kepada petugas kesehatan, pasien TB maupun pengunjung
Puskesmas yang lain?
23) Apakah poster, spanduk, browsur atau leftlet tentang penyakit TB yang
ada di Puskesmas?
(PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS)
201

24) Bagaimanaa upaya penemuan kasus pasien TB yang dilakukan oleh


Puskesmas?
25) Apa sajakah yang petugas Puskesmas jelaskan terkait dengan proses
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dalam mendiagnosis pasien
TB?
26) Bagaimana upaya petugas Puskesmas lakukan untuk menjamin pasien
TB selalu memeriksakan diri dan mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) secara rutin?
27) Apa sajakah kendala/hambatan yang dialami petugas Puskesmas dalam
melakukan penemuan kasus TB di masyarakat?
(PEMBERIAN KEKEBALAN)
28) Bagaimanaa alur pengambilan obat untuk pasien TB?
29) Bagaimanaa petugas Puskesmas menyampaikan tugas manjadi seorang
PMO?
30) Bagaimana bentuk kerjasama petugas Puskesmas dengan PMO pasien
TB dalam upaya melakukan pengawasan minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)?
7. SUMBER DAYA
(SUMBER DAYA MANUSIA)
9) Menurut Anda, apakah jumlah petugas kesehatan terkait program P2TB
di Puskesmas ini sudah memadai?
10) Bagaimanaa pelayanan yang dilakukan oleh petugas TB di Puskesmas
ini?
(KETERSEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN)
11) Apakah pernah terjadi kekurangan obat anti tuberkulosis yang ada di
Puskesmas, saat Anda melakukan pemeriksaan atau mengambil obat?
12) Bagaimanaa ketersediaan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
program P2TB di Puskesmas?
(PENDANAAN)
13) Bagaimanaa pembiayaan yang dikeluarkan oleh pasien TB dalam
melakukan pengobatan?
8. SISTEM INFORMASI
4) Bagaimanaa pencatatan/pendataan dalam kunjungan rumah yang
dilakukan oleh Puskesmas?
5) Seberapa sering kegiatan tersebut dilakukan?
9. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1) Apakah pihak Puskesmas melakukan kerjasama dengan Kepala Desa,
Kepala RT/RW, pemuka agama setempat, atau organisasi masyarakat di
lingkungan Anda? Bagaimana bentuk kerjasama tersebut?
2) PERAN SERTA MASYARAKAT
202

3) Bagaimana peran Anda dalam melaksanakan kegiatanan penemuan


kasus TB di lingkungan mayarakat?
4) Bagaimanaa peran Anda sebagai masyarakat dalam mendukung
pengobatan penderita TB?
5) Bagaimanaa peran Anda dalam melakukan pencegahan penyakit TB
agar tidak tertular?
6) Bagaimanaa peran Anda dalam mengatasi masalah sosial yang
berpengaruh pada upaya pengobatan pasien TB dan pemutusan
penularan TB
203

Lampiran 7. Transkip Wawancara Penelitian

HASIL WAWANCARA DENGAN PEMEGANG PROGRAM P2TB DI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG

No. Pertanyaan Hasil Wawancara


KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaiamana Anda memberikan Jadi gini, sosialisasi program Tb di teman-teman pengelola program di Puskesmas itu
sosialisasi kepada petugas Tim dilaksanakan melalui event-event. Event yang pertama yaitu event resmi yang berkaitan
program P2TB di Puskesmas? dengan program peningkatan kapasitas SDM, kemudian event yang kedua itu yang berkaitan
dengan pertemuan-pertemuan yang memang dibutuhkan ditiap-tiap faskes. Kalau secara
terprogram kita menyelenggarakannya tiap 3 bulan sekali program yang dimiliki oleh DKK
kaitannya dengan peningkatan kapasitas pengelola program TB di Puskesmas maupun di
Rumah sakit. Banyak diikuti oleh pemegang program karena pemegang program itu
merupakan representasi kebutuhan Dinas Kesehatan ditiap-tiap faskes jadi lebih diutamakan
kepada pemegang program. Termasuk petugas Lab nya juga itu juga secara rutin
dilaksanakan per 3 bulan, termasuk programer TB baik yang ada di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit.
2. Apak sajakah media yang e... media yang dipakai ya kita menggunakan dalam bentuk slide, dalam bentuk materi-
digunakan saat melakukan materi, dalam bentuk metode ceramah, tanya jawab, storning, keudian studi kasus itu adalah
sosialisasi kepada petugas Tim metode-metode yang dipakai. Kalau media yang dipakai ya media menggunakan audio
TB di Puskesmas? visual.

3. Menurut Anda, Apa sajakah Kendalanya itu yang pertama adanya mutasi dari pengelola program lama ke pengelola
kendala/hambatan yang ada program baru ya, bilaman pengelola program yang lama itu tidak mengkomunikasikan
204

terkait sosialisasi program P2TB secara memadai tentang program penaggulangan TB yang selama ini didapatkan baik
yang dilakukan oleh petugas melalui peningkatan kapasitas SDM secara rutin, per 3 bulan, maupun dalam bentuk UHT
Tim TB di Puskesmas Kota atau supervisi sehingga perlu mebuat pemahaman yang setara terhadap pengelola-pengelola
Semarang? program yang baru karena proses mutasi itu. Akan tetapi, disisi yang lain supaya pemegang
program yang baru itu segera untuk bisa menyesuaikan diri dengan pengelola-pengelola
program yang lainnya dengan cara belajar mandiri/autodidak.
Surveilans Tuberkulosis
4. Bagaiaman pelaksanaan Nah, kegiatan surveilans yang dilakukan ya kaitannya dengan e... permasalahan kasus
surveilans yang dilakukan oleh artinya penangnanan kasus yang didapatkan ya. Permasalahn kasus ini banyak sekali
petugas Tim P2TB di Puskesmas ragamnya, apakah itu kasus baru, atukah kasus kambuh, apakah itu kasus yang DO, ataukah
Kota Semarang ? kasus yang meninggal, ataukah kasus yang mangkir ya, jadi semuanya itu kita pantau yang
dilaksanakan setiap 1 bulan sekali, kemudian dilakukan 13 kali, dilakukan 1 semester, dan
dilakukan 1 tahun. Nah, untuk yang sifatnya somatik kegiatan surveilansnya itu yang
dilakukan setiap tahun sekali dalam bentuk laporan tahunan, kalau supervisi yang dilakukan
formatif itu tadi beragam ada yang 1 bulan, 3 bulan, ada yang 6 bulan untuk memantau
perkembangan kasus yang terjadi. Nah, data-data yang didapatkan dari kegiatan surveilans
itu dipakai untuk perencanaan program di tahun-tahun mendatang jadi begitu.
Gasurkes itu adalah program dari Dinas Kesehatan sehingga e... gasurkes ini melakukan
kegiatan surveilans kaitannya dengan e... screening ya.
5. Menurut Anda, Apa sajakah Kendalanya itu pada suspek yang sudah diidentifikasi itu ada yang datang dan ada yang
kendala/hambatan yang ada tidak datang ke faskes untuk dilakukan kegiatan diagnosis. Kendala yang berikutnya itu
terkait sueveilans program P2TB adalah karena sasarannya itu adalah orang, nah ini kendalanya beberapa kasus beberapa
yang dilakukan oleh petugas kejadian itu tidak bisa bertemu dengan sasaran pada saat waktu dan tempat yang telah
Tim TB di Puskesmas Kota disepakati. Kendala yang berikutnya kaitannya dengan manifestasi klinik yang muncul pada
205

Semarang? pasien, dimana pada TB itu yang diharapkan supaya bisa diperiksa dahaknya tetapi
dibeberapa kasus itu tidak bisa di periksa dahaknya, entah dengan berbagai macam sebab
yang terjadi dengan pasien.
Pengendalian Faktor Risiko
6. Bagaiman upaya yang dilakukan Jadi pengendalian faktor resiko itu menggunakan strategi TEMPO (Temukan Pisahkan
oleh petugas Tim P2TB di Obati), strategi pengendaliaannya itu adalah sejak pasien datang ke layanan itu sudah
Puskesmas dalam pengendalian dilakukan triase artinya yang kasus-kasus batuk itu dilayani secara terpisah dengan kasus-
penyakit pada penderita Tb agar kasus yang lain sehingga mekanisme penularan pada pasien yang baru bisa diminimalkan.
tidak terjadi penularan di Disamping itu juga setiap pasien batuk yang datang ke Puskesmas harus menggunakan
wilayah kerjanya? masker.

7. Bagaiaman upaya yangYa pertama adalah meyarankan penggunaan masker untuk menutup pada saat batuk atau
dilakukan petugas Tim P2TB dibersin dengan cara yang benar, kemudian yang kedua membuang dahak pada tempatnya,
Puskesmas dalam pengendalian yang ketiga bilamana pasien itu TBC harus ada kepedulian masyarakat kalau pasien itu
faktor risiko pada masyarakatberobat dan disiplin dalam minum obat ya, kemudian yang berikutnya adalah dengan PHBS
yang dilingkungannya terdapatdiantaranya e... menyiapkan ruangan dengan kelembapan yang rendah dibawah 60% dengan
penderita TB? mengkondisikan ruangan bisa dimasuki sinar matahari dan ada ventilasi ya, berolahraga,
mengkonsumsi makan sesuai program germas, bagi adik-adik bayi wajib imunisasi BCG,
bagi yang berusia kurang dari 5 tahun yang beresiko tertular TB menggunakan PPIMR ya.
Hal tersebut yang digunakan untuk mengendalikan faktor resiko penularan TB.
8. Apakah terdapat Standar SOP ada, seperti SOP penemuan kasus, SOP pengobatan ya, sama SOP pemutusan mata
Prosedur Operasional (SPO) rantai penularan. SOP itu ada yang membuat dari Dinasn Kesehatan tapi ada juga yang oleh
mengenai alur pasien untuk Puskesmas.
semua pasien batuk, alur
pelaporan dan surveilans di
206

Puskesmas Kota Semarang?

9. Bagaiaman cara petugas Ya dikasih mbak, tadi lewat sosialisasi-sosialisasi di pertemuan yang sudah saya jelaskan
memberikan penyuluhan etika tadi itu disampaikan semuanya terkait TB.
batuk kepada petugas kesehatan,
pasien TB maupun pengunjung
Puskesmas yang lain?

10. Menurut Anda, Apa sajakah Ya ada, semua program itu tentunya memiliki kendala misalnya saja memasyarakat
kendala/hambatan yang ada penggunaan masker kendalanya adalah merasa tidak sopan berbicara dengan orag lain
terkait pengendalian faktor dengan mulut ditutupi itu termasuk kendala, kemudian kendala e... kelembapan ventilasi dan
risiko yang dilakukan oleh pencahayaan masyarakat menganggap itu tidak perlu ya karena faktor eksnoren. Faktor
petugas Tim TB di Puskesmas eksnoren itu adalah faktor ketidaktahuan masyarakat tentang bagaimana penyakit
Kota Semarang? Tuberkulosis itu bisa menular, jadi kendalanya yang utama itu ya tadi faktor eksnoren.

Penemuan dan Penanganan Kasus


11. Bagaiamana langkah penemuan Sama dengan mempedomani permenkes tadi ya, entah dalam kaitannya penemuan kasusnya,
kasus penderita TB yang kaitannya dalam pemantauan pasien selama pengobatan maupun kegiatan yang berhubungan
dilakukan oleh petugas tim TB dosis obat yang diminum yaitu menggunakan Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 dan juga
di Puskesmas Kota Semarang? Perwal Nomor 39 Tahun 2017. Buku pedomannya itu banyak e... banyak ketentuan-
ketentuan teknis yang dipakai dalam penatalaksanaan pasien baik dari segi pencegahannya,
baik dari segi pengobatannya, maupun dari segi rehabilitasinya.
12. Menurut Anda, Apa sajakah Hambatanya ya itu masyarakatnya kadang tidak mau untuk di periksa padahal sudah jelas
kendala/hambatan yang ada dia punya tanda gejala TB, ya hal ini karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentag apa
terkait penemuan kasus program itu Tuberkulosis, seberapa besar bahayanya, dan cara penularannya bagaimana. Masalahnya
P2TB yang dilakukan oleh itu gejala awal TB kan sama kaya batuk biasa jadi kalau baru gejala batuk belum sampai
207

petugas Tim TB di Puskesmas dahaknya yang campur darah itu, mereka mengganggap bahwa batuknya itu sakit biasa gitu.
Kota Semarang? kemudia juga untuk mengeluarkan dahaknya itu terkadang susah, nda bisa langsung saat itu
juga keluar jadi butuh waktu yang lama.
13 Bagaiamana prosedur Ya pasien Tb datang ke Puskesmas memeriksakan diri ke fasilitas elayanan kesehatan, untuk
pengambilan obat untuk pasien pertama itu pasien terduga TB akan dilakukan tes dahak menggunakan tes TCM karena
TB di Puskesmas? hasilnya itu lebih akurat daripada tes mikroskopis. Lha tes TCM ini di Kota Semarang
alatnya hanya ada di Rumah Sakit Karyadi dan Rumah Sakit Tugu, baru 2 tempat itu saja.
Hasil tes dahak itu kalau postif ya nanti dia akan langsung.
14 Bagaiaman cara menentukan PMO itu yang utama petugas kesehatan di Puskesmas, misalnya pemeganng program TB,
orang yang menjadi PMO bidan, perawat, gasurkes, petugas kesehatan lingkungan, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
(Pengawas Minum Obat) untuk kesehatan yang memungkinkan, PMO bisa dari kader kesehatan, anggota PKK, atau anggota
setiap pasien TB? keluarga.

Pemberian Kekebalan
16 Bagaimana pemberian Yaitu dengan pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan Imunisasi
kekebalan yang diberikan diberikan pada bayi 0-2 bulan untuk mencegah penularan TB, diberikan apabila dirumahnya
kepada balita untuk mencegah terdapat pasien TB.
tingkat penularan penyakit TB?

17. Bagaimana pemberian Kalau untuk ODHA itu diberikan PPINH, nanti pengobatan untuk ODHA ada 2 yaitu
kekebalan yang diberikan pengobatan untuk sakit HIV dan sakit TB.
kepada ODHA yang menderita
penyakit TB?

SUMBER DAYA
Sumber Daya Manusia
208

1. Apakah jumlah sumber daya Sudah sesuai karena memang sudah disiapkan oleh Dinas Kesehatan dan dilakukan
manusia di Puskesmas sudah pembinaan untuk peningkatan kapasitas SDM nya melalui tadi pertemuan-pertemuan rutin
memadai? ya, kemudian mengirim untuk pelatihan-pelatihan nasional yang bersertifikat ya, maupun
kegiatan-kegiatan e... review materi program penanggulangan TB ,maupun refresing
program penanggulangan TB ya semuanya itu merupakan upaya-upaya untuk meningkatkan
sumber daya dalam hal ini adalah SDM pengelola program TBC.
2. Bagaimanakah pelatihan yang Kalau pelatihannya ini simultan ya sifatnya, tetapi kalau pembinaan yang rutinitas yang kita
diterima oleh petugas pelaksana laksanakan ya itu tadi per 3 bulan sekali itu untuk pemegang programnya. Kalau yang buat
(pemegang program, petugas petugas Lab itu sama tapi dalam pertemuan yang berbeda.
laboratorium, dan dokter)
program Pencegahan dan
Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas?

3. Seberapa seringkah petugas Sifatnya simultan itu tadi, kalau pertemuannya rutin per 3 bulan sekali
mendapatkan pelatihan tersebut?

Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


4. Bagaiamanakah ketersediaan Ndak pernah, kalau logistik OAT atau Non OAT itu kita terjamin e... keberadaannya.
obat anti tuberkulosis yang ada Distribusinya itu ndak lama, jadi mereka melalui mekanisme pengajuan kebutuhan. Nah,
di Puskesmas? pengajuan kebutuhan itu difasilitasi oleh aplikasi yang namanya SIMANIS itu.

5. Bagaiamana ketersediaan sarana Selalu tersedia mbak, selalu terjamin keberadaannya.


dan prasarana dalam
penyelenggaraan program P2TB
209

di Puskesmas?

Pendanaan
6. Bagaiamana ketersediaan dana APBD dan BOK, ya istilah lainnya itu APBN dan APBD. APBD itu ada 2 yaitu APBD
dalam pelaksanaan program tingkat 1 itu Provinsi dan APBD tingkat 2 itu Kota Semarang. Setiap tahunnya ada dan
Pencegahan dan Penggulangan didistribusikan ke Puskesmas.
Tuberkulosis di Puskesmas?

7. Bagaiamana alokasi dana yang Alokasinya itu untuk pembinaan SDM maupun untuk penyediaan logistik TB yaitu OAT
digunakan untuk maupun Non OAT intinya gitu
penyelenggaraan program P2TB
di Puskesmas?

8. Menurut Anda, Apa sajakah Kalau kendalanya itu pengalokasian dana tentunya terbatas tidak bisa mencakup semua
kendala/hambatan yang ada program yang ada di institusi baik yang ada di DKK maupun yang ada di Puskesmas,
terkait dalam sumberdaya sehingga ya ada kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dengan dukungan dari sumber
program P2TB yang dilakukan lain selain APBD atau APBN seperti bisa dari CSA, dari perusahaan-perusahaan, kemudian
oleh petugas Tim TB di dari lembaga mitra ya itu pendanaan yang saat ini ada.
Puskesmas Kota Semarang?

SISTEM INFORMASI
1. Bagaiamana pencatatan dan Menggunakan aplikasi yang namanya SEMAR BETUL kagiatan pencatatan dan
pelaporan yang dilakukan oleh pelaporannya. Semar Betul itu Semarang Berantas Tuberkulosis menggunakan itu, kalau
Puskesmas kepada Dinas pencatatn dan pelaporan ke Provinsi dan Kementerian Kesehatan menggunakan SITT. Semar
Kesehatan Kota Semarang? Betul itu berjalan kurang lebih e... tahun 2019 tetapi penekanan penggunaannya itu mulai
Juni 2019 sebelumnya pakai SITT sejak tahun 2013. Setiap saat bisa melaporkan kasus-
210

kasusnya ke Semar Betul. Dinas bisa langsung melihat laporan di aplikasi itu, tapi
tergantung dari yang menginput data-data atas temuan kasus-kasusnya ke Semar Betul.
2. Seberapa sering kegiatan Setiap saat mbak, jadi Dinas bisa langsung melihat data hasil temuan kasusnya tapi
tersebut dilakukan? tergantung itu tadi petugas yang menginput data ke Semar Betul.

3. Apakah terdapat Kalau kedala itu ya kaitannya dengan penguasaan sistem aplikasinya ya, kalau tidak
kendala/hambatan yang dialami menguasai ya menjadi kendala dalam menginput data-data ya. Nah, oleh karena itu Dinas
petugas dalam pelaksanaan Kesehatan memberikan pelatihan-pelatihan tentang bagaimana caranya menginput data di
pencatatan dan pelaporan kepada sistem pelaporan Semar Betul. Kalau sekarang penguasaan aplikasi oleh petugas
Dinas Kesehatan Kota Puskesmasnya bisa dikatakan 40% ya, tapi ya sudah dianggap sudah menguasai aplikasi itu.
Semarang?

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Bagamana supervisi yang Dinas Kesehatan datang ke Puskesmas dengan melihat permasalahan yang dilaporkan
dilakukan oleh Dinas kesehatan melalui semar Betul atau SITT dan juga kita mendiskusikan permasalahan-permasalahan
Kota Semarang di Puskesmas? yang dijumpai yang muncul di teman-teman pemegang program yang ada di Puskesmas.
Pelaksanaannya tergantung kebutuhan dari pihak Dinasnya.
2. Bagaiaman pertemuan Monitoringnya dilaksanakan 3 bulan sekali dalam bentuk capaian-capaian program
monitoring dan evaluasi yag diantaranya ada capaian CDR dengan target yang ditentukan, capaian TSR dengan target
dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang ditentukan, maupun capaian CNR dalam target yang ditentukan yaitu kaitannya kita
Kota Semarang dalam dalam memonitor e... kinerja programer yang ada di Puskesmas sekalian evaluasi
pelaksanaan program P2TB di permasalahan-permasalahan apa yang didapatkan dan kenapa target kasus yang ditetapkan
Puskesmas? Seberapa sering tidak terpenuhi.
dilakukan!

3. Bagaiamana bentuk kerjasama Dengan adanya RAD (Rencana Aksi Daerah) kerjasama lintas sektoral itu sudah ya
211

yang Anda lakukan dengan katakanlah sudah tidak menjadi hal utama karena RAD penanggulangan TB itu juga
lintas sektoral (fasilitas mengharuskan semua pihak, semua komponen, dan semua Stakeholder yang ada di Kota
kesehatan milik swasta, kerja Semarang untuk berperan sesuai dnegan kapasitasnya masing-masing di dalam program
sama dengan sektor penanggulangan TBC. Kalau koordinasi dengan Puskesmasnya ya itu tadi kaitannya dnegna
industri/perusahaan/tempat pertemuan yang dilakukan 3 bulan sekali itu, monevnya itu ya.
kerja, dan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat
(LSM))?

Menurut Anda, Apa sajakah Ya kalau ada pergantian petugas yang baru, kan petugas yang baru itu belum mendapatkan
kendala/hambatan yang ada pemahaman yang memadai tentang program-program penanggulangan TB seperti
terkait koordinasi, jejaring kerja, kompetensi yang sudah e... dimiliki oleh petugas yang lama yaitu yang menjadi kendala kita.
dan kemitraan program P2TB
yang dilakukan oleh petugas
Tim TB di Puskesmas Kota
Semarang?

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaiaman peran serta
Ya selama ini memang ada kasus-kasus TB yang dimana masyarakat itu secara automatically
masyarakat dalam penemuan datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan dirinya, disamping itu juga masyarakat
kasus, pengobatan, danjuga memberikan anjuran-anjuran kepada masyarakat yang ada disekitarnya bilamana
pencegahan penyakit TB? muncul tanda gejala batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih harus memeriksakan
dahanya ke Puskesmas ya gitu.
2. Bagaiamana peran serta Jadi masyarakatanya itu tidak boleh melakukan diskriminasi atau menstigma pasien TB
masyarakat dalam mengatasi dengan stigma-stigma yang negatif yang negatif ya yang itu dilakukan oleh masyarakat
212

faktor sosial yang berpengaruh dalam menjaga status sosial kaitannya dengan program penanggulangan TB.
pada penanggulangan TB?

3. Menurut Anda, Apa sajakah Ya karena masyarakat dengan berbagai ragam kebutuhannya, kemudian masyarakat dengan
kendala/hambatan yang ada faktor ketidaktahuannya itu dibeberapa kasus masyarakat itu tidak bisa diajak kerjasama
terkait peran serta masyarakat untuk program-program penanggulangan TB entah kaitannya dengan penciptaan lingkungan
terhadap program P2TB yang yang bersih dan sehat untuk mencegah terjadinya TB entah dalam keluarganya, entah dalam
dilakukan oleh pihak Puskesmas penggunaan masker ya, entah dalam mengkonsumsi obat secara disiplin sesuai aturan ya itu
Kota Semarang? yang menjadi kendala-kendala petugas kesehatan.

HASIL WAWANCARA DI PUSKESMAS PURWOYOSO

Infoman Utama 1
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaimana Anda memberikan Jadi kalau pasien, pasien awal mula mau di Puskesmas kita beri sosialisasi. Dia sudah apa
sosialisasi kepada pasien TB namanya 2 minggu batuk dan sebagainya kita sarankan untuk melakukan pemeriksaan TCM.
yang memeriksakan dirinya ke Nah... habis itu, kita juga punya video yang bisa kita siarkan ke mereka, itu aja sih. Video
Puskesmas? audio visual.

2. Bagaiamana Anda melakukan Jadi gini, a... sosialisasi sendiri itu ada beberapa tipe. Ada tipe yang langsung to the point ke
sosialisasi tentang program masyarakat, ada tipe yang kita lewat ke tenaga pendidik, ada dari kader, dan juga dari POS
213

Pencegahan danTB atau inovasi saya ya itu POS TB (Pusat Observasi Strategis TB) di Puskesmas, a...
Penanggulangan Tuberkulosis wilayah kerja Puskesmas Purwoyoso. Jadi, ketika e....apa... informasi tentang TB itu
kepada masayarakat di wilayahbiasanya kita dapat dari kader TB. Kita punya kader TB, di sana kita sharekan informasi
kerja Puskesmas? tentang TB, kemudian teman-teman Gasurkes ke masyarakat. Teman-teman Gasurkes, jadi
saya menemani Gasurkes itu e... memberikan informasi mengenai TB ke masyarakat dan
saya sendiri melakukan sosialisasi TB ke tenaga pendidik, jadi e... ada beberapa tipe
sosialisasi yang kita galakan ke masyarakat. Jadi, bukan Cuma ke masyarakat tetapi juga ada
yang ke sekolah, ke masyarakat langsung, tenaga pendidik.
3. Apaka sajakah media yang Kalau di masyarakat kita seringnya komunikasi secara langsung, ada beberapa media seperti
digunakan saat melakukan leaflet sama video buat ditunjukan ke masyarakatnya.
sosialisasi kepada msyarakat
sekitar?

4. Apakah pihak Puskesmas Iya. Kita e... kerjasama dengan Lurah, dengan Camat untuk e... apa namanya melakukan
melakukan kerjasama dengan penanggulagan atau pengendalian TB. Kita e... beberapa bulan sekali kita lakukan apa
pemangku kebijakan yang ada di namanya koordinasi dengan kelurahan dan juga dengan kecamatan untuk penanggulangan
sekitar wilayah kerja Puskesmas, dini.
seperti Kepala Desa, Kepala
RT/RW, pemuka agama
setempat, organisasi
masyarakat? Bagaimana bentuk
kerjasama tersebut?

5. Bagaimana cara Puskesmas Biasanya memang e... apa ya, antar instansi itu sudah kita schedule bahwa ini ada schedule
214

melakukan advokasi kepada untuk rapat e... apa namanya P2M di wilayah Kecamatan Ngaliyan. Nah itu, kami semua
pemangku kebijakan tersebut? datang ke situ mengsharekan ilmu kami, mengsharekan ini lho kebijakan-kebijakan dari apa
namanya TB yang kita lakukan ini. Mulai dari pemograman yang kita lakukan, jadi itu e...
langsung antar instansi terkait. Biasanya e... tiap 3 bulan itu ada, tiap setengah tahun itu ada
(kalau setengah tahun itu per e..., per antar Puskesmas dan Kelurahan biasanya tiap setengah
tahun), Kecamatan sama juga setahun sekali itu ada, terus nanti ke masyarakat juga ada, ke
kadernya pun juga ada. Kalau ke kader biasanya setahun 2 sampai 3 kali.
6. Apa sajakah kendala/hambatan Advokasi selama ini sih tidak ada kendala ya karena e... kita di dukung dari setiap lini
yang dialami dalam melakukan masyarakat untuk dapat melakukan sosialisasi TB, tetapi mungkin masalah-masalah atau
sosialisasi terkait dengan hmabtan-hambatan yang terkait ini adalah pertama e... kurang terbukanya masyarakat
program P2TB? sehingga e... kita perlu juga meningkatkan kepedulian masyarakat tentang masalah TB ini
bahwa TB ini penting lho untuk ke depannya masyarakat, mungkin itu juga cara yang harus
kita lakukan untuk pengendalian TB. Bisa meningkatkan kepedulian masyarakat itulah hal
yang masih menjadi PR buat kita.
Surveilans Tuberkulosis
7. Bagaiaman pelaksanaan Kalau penenmua kasus sendiri e... saya di sini punya sistem namanya Semar Betul, jadi e...
surveilans yang Anda lakukan sistem ini kita bisa tahu dari mana apa namanya TB itu di kirimkan ke kami baik itu dari
oleh penemuan kasus TB? teman-teman Gasurkes, entah itu dari masyarakat langsung atau dari instansi lain misal
Rumah Sakit atau Balkesmas mengirim ke kami, kami sudah bisa tahu kondisi pasiennya.
Jadi, kita tau oh pasien ini dari mana dan apa yang dikeluhkan atau mungkin dari bisa
langsung dari e... terjun langsung ke masyarakat. Kami punya beberapa data yang dari
masyarakat misal e... pertama dari PIS-PK dan yang kedua dari Gasurkes, jadi 2 ini yang e...
kita bisa gunakan untuk pencarian kasus-kasus TB.
8. Apa sajakah kendala/hambatan Ya itu tadi, kepedulian masyarakat menjadi hal yang sangat e... krusial ya karena gini e...
215

yang dialami petugas dalam banyak masyarakat yang masih berstigma bahwa TB itu akan mati, jadi e... HIV dan TB
pelaksanaan surveilans tersebut? sangat sulit untuk kita temukan karena banyak masyarakat yang masih berstigma TB-HIV
pasti mati. Orang-orang TB kan biasanya oh... punya penyakit miskin nih gitu kan, nanti dia
nggak malu ke kita gitu. Ndak papa kami lebih terbuka dengan orang-orang yang seperti itu,
kadang banyak mereka nggak mau karena e... kepedulian mereka masih sangat kurang
tentang pasien TB. Stigma masyarakat mengenai masalah TB dan HIV di wilayah Kota
Semarang ini sangat, nyuwun sewu sangat rendah.
Pengendalian Faktor Resiko
9. Bagaiaman upaya yang Ya ... kita. Pertama kita obati pasiennya kita obati, kita beri sosialisasi mengenai bagiamana
dilakukan dalam pengendalian cara mereka tertular, bagaiaman cara bersosialisasi dengan masyarakat, apa saja yang tidak
penyakit pada pasien TB agar disukai kuman TB contohnya kuman TB paling tidak suka dengan sinar matahari, mereka
tidak terjadi penularan? boleh berbicara tapi pakai masker di udara terbuka, setiap pagi kita buka jendela buka pintu
agar matahari masuk dan sebagainya.

10. Bagaiaman upaya yang Faktor resikonya, pertama setelah ada ditemukan pasien dengan TB jadi kita akan
dilakukan dalam pengendalian melakukan investigasi kontak. Investigasi kontak itu jadi e... tiap-tiap rumah yang disekitar
faktor risiko pada masyarakat pasien itu kita akan cek semua itu dengan TCM ya, apakah ada yang terindikasi untuk
yang dilingkungannya terdapat terkena apa namanya TB itu. Setalah itu, kita memeberikan edukasi kepada mereka bahwa
pasien TB? TB itu bisa disembuhkan dan e... bisa diselesaikan.

11. Apakah Puskesmas juga Kalau untuk screening itu biasanya dilakukan e... kita kerjasama dengan pihak instansi lain
melakukan screening terhadap ya dalam hal ini adalah e... biasanya kita kerjasama dengan isntansi pendidikan dengan cara
petugas yang ikut serta dalam pengambilan darah untuk di cek.
pelaksanaan program P2TB?

12. Apakah terdapat Standar Ya, ada-ada SOP. Kalau alur untuk pasien batuk ada di depan dan di belakang bagaiman cara
216

Prosedur Operasional (SPO) batuk sudah diajarkan. Alur pelaporan itu sudah kita sharekan ke masyarakat tinggal
mengenai alur pasien untuk hubungi Gasurkes kami, hubungi programer kami, nanti kita akan masukkan data-data
semua pasien batuk, alur mereka ke sistem kami yaitu sitem Semarang Berantas Tuberkulosis (Semar Betul). Jadi,
pelaporan dan surveilans di dari sini kita bisa tahu berapa jumlah pasien saya, anytime anywhere e... saya bisa tahu.
Puskesmas?

13. Apakah Anda memberikan Ya kami memberikan.


penyuluhan etika batuk kepada
petugas kesehatan, pasien TB
maupun pengunjung Puskesmas
yang lain?

14. Apa sajakah kendala/hambatan Kendalanya itu pasien TB jarang yang menggunakan masker, mereka kebanyakan pakai
yang dialami dalam melakukan masker kalau keadaan tertentu saja tidak setiap saat setiap hari mau pakai masker.
pengendalian faktor risiko
Tuberkulosis?

Penemuan dan Penanganan Kasus


15. Bagaiamana langkah penemuan Penemuan kasus TB itu ada dari masyarakat yang terduga TB memeriksakan dirinya ke
kasus penderita TB yang Puskesmas, ada laporan dari kader bahwa hasil screening mereka terdapat suspek yang
dilakukan oleh Puskesmas? positif TB, ada yang dari gasurkes, kemudian ada juga laporan dari Rumah Sakit kalau
warga di wilayah Puskesmas Purwoyoso merupakan pasien TB kemudian untuk
pengambilan obatnya nanti disini bagitu.
16. Apa sajakah pemeriksaan Kalau untuk di Puskesmas sendiri kita melakukan TCM (Tes Cepat Molekuler), jadi itu yang
laboratorium yang dilakukan dilakukan untuk pemeriksaan tes TB kecuali kalau memang pasien itu didiagnosisnya di
tempat lain misalnya di Rumah Sakit, biaiasanya mereka membawa hasil Ronxen atau hasil
217

dalam mendiagnosis pasien TB? apa. Nah, di sini pun kita akan melakukan tes ulang ujinya.

17. Bagaimana upaya yang Anda Jadi gini, e... sistem yang kami buat bersama-sama ini dan kami kembangkan bersama-sama
lakukan untuk menjamin pasien ini bisa mengontrol pasien. Jadi, kita punya e.. semacam kapan mereka harus periksa dahak
TB selalu memeriksakan diri dan kapan mereka harus ambil obat jadwalnya sudah ada. Ketika mereka tidak mengambil
dan mengkonsumsi Obat Anti obat atau mereka tidak periksa dahak, Gasurkes kami akan mengunjungi.
Tuberkulosis (OAT) secara
rutin?

18. Apa sajakah kendala/hambatan Tidak ada hambatan.


yang Anda alami dalam
melakukan penemuan kasus Tb
di masyarakat?

19. Bagaiamana prosedur Kalau prosedur pengambilan obat, pasien datang atau keluarga datang biasanya e... kalau
pengambilan obat untuk pasien untuk tahap pertama biasanya satu minggu dulu sampai satu bulan selesai baru kita berikan
TB? dua minggu. Bagaiamana upaya penanganan yang dilakukan petugas terhadap pasien gagal
dan putus berobat?
20. Bagaiaman cara Anda PMO pasien TB berasal dari keluarga mereka
menentukan orang yang menjadi
PMO (Pengawas Minum Obat)
untuk setiap pasien TB?

21. Bagaiamankah Anda Tidak, jadi ketika mereka datang kita beri tahu bahwa ini PMO mereka karena nomor HP
menyampaikan tugas manjadi pun kita masukan ke e... sistem kami, jadi semuanya e... sudah dapat dilihat di sistem kapan
seorang PMO? mereka mengambil obat dan apa yang harus dilakukan sebagai PMO.
218

22. Bagaiaman koordinasi Anda Baisanya kalau pasien datang itu biasanya dari yang mendampingi itu kita kasih edukasi
dengan PMO pasien TB dalam
upaya melakukan pengawasan
minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)?

Pemberian Kekebalan
23. Bagaimana pelaksanaan Kita ngasih imunisasi BCG untuk bayi, kalau di rumahnya ada penderita Tbnya ya nanti kita
pemberian kekebalan kepada kasih PPINH.
balita yang dilingkungannya
terdapat penderita TB?

24. Bagaimana pemberian Buat ODHAnya kita kasih pengobatan kombinasi, maksudnya ngasih obatnya itu ARV sama
kekebalan kepada ODHA yang AOT.
terkena penyakit TB?

SUMBER DAYA
Sumber Daya Manusia
1. Apakah jumlah sumber daya Sudah. Pelaksananya ada dokter, pemegang program, petugas laboratorium, gasurkes,
manusia di Puskesmas ini sudah promosi kesehatan, sama epidemiologi.
memadai? Siapa sajakah petugas
yang terlibat dalam pelaksanaan
program P2TB?

2. Apakah beban kerja rangkap Ya, ada beban rangkapnya. Kalau mempengaruhi kinerja karena e... sekarang kita dituntut
mempengaruhi pelaksanaan untuk cepat dan tepat ya, jadi kinerja tidak turun tapi tetap melaksanakan tugasnya.
219

program P2TB di Puskesmas?

3. Bagaimanakah pelatihan yang Petugas yang terlibat dalam program penanggulangan TB sudah memiliki sertifikat yang
diterima oleh petugas pelaksana berlaku selama 2 tahun. Pelatihan yang diterima itu dari Bapelkes Jateng.
(pemegang program, petugas
laboratorium, dan dokter)
program Pencegahan dan
Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas ini?

4. Seberapa seringkah petugas Pelatihan untuk program penanggulangan TB belum tentu dilaksanakan setiap tahunnya, jadi
mendapatkan pelatihan tersebut? tergantung pihak yang menyelenggarakan.

5. Apakah terdapat Tidak ada kendalanya


kendala/hambatan dalam
menjaga kualitas sumber daya
manusia terkait program P2TB
di Puskesmas?

Ketersediaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan


6. Bagaiamanakah ketersediaan Kalau untuk obatnya sih sudah cukup ya karena setiap ada pasien selalu diberikan obatnya
obat anti tuberkulosis yang ada
di Puskesmas?

7. Bagaiamana ketersediaan sarana Kalau untuk saya sih e... saya cukup ya, sudah ada laptop, poli untuk TB meskipun belum
dan prasarana dalam optimal polinya karena kurangnya sinar matahari yang masuk ke ruang poli TB.
penyelenggaraan program P2TB
220

di Puskesmas?

8. Apakah terdapat Kalau hambatan sih ndak ada, selama ini dari Dinas pun medukung
kendala/hambatan dalam
pengadaan ketersediaan obat/alat
kesehatan/sarana dan prasana
terkait program P2TB di
Puskesmas?

Pendanaan
9. Bagaiamana ketersediaan dana Ada dari BOK
dalam pelaksanaan program
Pencegahan dan Penggulangan
Tuberkulosis?

10. Bagaiamana alokasi dana yang Jadi dana kita bikin proposal anggaran itu bikinnya satu tahun sebelum pelaksanaan program
digunakan untuk misal kita membuat proposal anggaran di tahun 2019 nanti aplikasi pelaksanaan programnya
penyelenggaraan program di tahun 2020.
P2TB?

SISTEM INFORMASI
1. Bagaiamana pencatatan dan Ya ini, sistem ini tadi. Jadi, sistem ini sendiri sudah tahu kapan saya harus apa... kalau ada
pelaporan yang dilakukan oleh pasien dia akan langsung terdaftar di sini. Kita langsung daftarkan pasiennya ke Semar Betul
Puskesmas kepada Dinas (Semarang Bebas Tuberkulosis). Pihak Dinas langsung dapat melihat datanya. Jadi, setiap
Kesehatan Kota Semarang? hari kalau ada pasien TB, dia langsung terdetek dan pihak Dinas langsung mengetahui.

2. Seberapa sering kegiatan Setiap hari dilakukan.


221

tersebut dilakukan?

3. Apakah terdapat Kalau kerusakan jaringan itu biasanya yang bermasalah providernya ya, karena Semarang
kendala/hambatan yang dialami providernya masih naik turun kadang ya menghambat juga.
petugas dalam pelaksanaan
pencatatan dan pelaporan?

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Bagamana supervisi yang Jadi, supervisi yang dilakukan biasanya per tiga bulan sekali atau per empat bulan sekali.
dilakukan oleh Dinas kesehatan Saat supervisi kita langsung kumpul semua petugas TB dari Puskesmas dan Rumah Sakit,
Kota Semarang di Puskesmas? kita bawa laptop masing-masing, bawa sistem masing-masing bisa langsung dilakukan.

2. Bagaiaman pertemuan Jadi, ya kaya gitu tadi. Kita dikumpulkan untuk kemudian nanti dilakukan evaluasi.
monitoring dan evaluasi yag Biasanya dilakukan tiga bulan sekali itu e... sekalian merekap data.
dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Semarang? Seberapa sering
dilakukan!

3. Bagaiaman kegiatan monitoring Monitoring dilakukan setiap hari dengan melihat data di Semar Betul, sedangkan untuk
dan evalasi yang dilakukan di evaluasi biasanya kita lakukan setiap 1 sampai 2 minggu sekali.
Puskesmas?

4. Bagaiamana bentuk kerjasama Kerjasama lintas program iya, bahkan lintas sektoralpun kita lakukan seperti kita kerjasama
yang Anda dilakukan dengan dengan Dinas Pendidikan dan juga kerjasama dengan sekolah.
lintas program yang ada di
Puskesmas?
222

Bagaiamana bentuk kerjasama Memberikan informasi dan edukasi tentang penyakit TB dan penanggulangan penyakit itu
yang Anda lakukan dengan sendiri.
lintas sektoral (fasilitas
kesehatan milik swasta, kerja
sama dengan sektor
industri/perusahaan/tempat
kerja, dan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat
(LSM))?

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaiaman upaya Puskesmas Ya pertama kita bikin kader-kader, sosialisasi ke masyarakat, kita juga bikin POS TB di
untuk meningkatkan peran serta sekolah-sekolah agar juga meningkatkan kepedulian mereka.
masyarakat dalam penemuan
kasus TB?

2. Menurut Bapak, seberapa besar Sangat besar, kami hanya sebagai fasilitator jadi keberhasilan program dari ini hanya 30%.
peran serta masyarakat dalam Masyarakat sendirilah yang menjadi e... motor atau menjadi inti dari perogram ini, kalau
mendukung pencegahan dan masyarakat sendiri tidak terbuka bagaiaman kita bisa meningkat menjadi 100% untuk
pengobatan penyakit TB? pengendalian TB

3. Bagaiamana upaya Puskesmas Ya kita e... dalam minggu ini rencananya mau bikin video tentang masalah ini tentang alur
untuk meningkatkan peran serta dan juga bahwa menggarisbahawi stigma bahwa TB itu bisa disembuhkan. Jadi, dari video
masyarakat dalam mengatasi itu kita sebarkan ke kader yang diharapkan kader bisa disebarkan kemasyarakat sekitar
faktor sosial yang berpengaruh
223

pada penanggulangan TB?

4. Apakah terdapat Ya kendalanya ada di masyarakat mau berubah apa ndak. Semua sosialisasi yang kita
kendala/hambatan dalam peran berikan dan semua video yang kita berikan dapat diikuti oleh masyarakat atau tidak. Peran
serta masyarakat terhadap serta masyarakat sendiri sangat penting dalam pengendalian penyakit TB. Kita sudah
program P2TB di Puskesmas? melakukan screening secara merata tetapi baik itu melalui PIS PK dan juga Gasurkes,
selama itu kita sudah berusaha semaksimal mungkin kita tidak bisa memenuhi target
penemuan kasus karena pada dasarnya kita menemukan banyak kasus di masyarakat sekitar
87 pasien TB tapi yang bersedia berobat di puskesmas hanya sejumlah 12 pasien TB. Jadi,
jumlah yang ada tidak sesuai karena banyak pasien yang merasa bahwa dirinya baik-baik
saja dan tidak memiliki sakit yang parah.

Infoman Utama 2
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
1. Apakah Anda menyampaikan Pasien yang sudah batuk 2 minggu mereka di suruh datang ke sini terus kita ambil sampel
infromasi tentang penyakit TB dahaknya, satu yang bangun tidur dan yang satu untuk sewaktu (SPS). Nah, yang bangun
kepada pasien terduga TB ketikatidur itu e... dipakai untuk pemeriksaan TCM. TCM itu lebih akurat dari pada mikroskopis,
melakukan pemeriksaan TCM itu Tes Cepat Molekuler jadi yang diperiksa adalah DNA. Nah, itu kita ambil
mikroskopis di Puskesmas? dahaknya pagi sama sewaktu karena kebetulan di Puskesmas tidak ada tes TCM, jadi kita
rujuk ke Rumah Sakit Tugu. Saat ini yang memiliki TCM kebetulan hanya 2 yaitu Rumah
sakit Tugu dan Rumah Sakit Karyadi, hanya 2 jadi semua Puskesmas di Semarang merujuk
Tes TCM ke dua Rumah tersebut. Akurasinya dari tes TCM itu sangat tinggi sampai 90%
tapi kalau tes mikroskopis itu lebih rendah karena kualitas dahaknya ndak bagus atau
dahaknya juga ndak pas.
2. Bagaiamana pelaksanaan Nah... sekarang sudah dihilangkan sewaktu pagi sewaktu itu sudah ndak ada, adanya pagi
224

pemeriksaan sputum yaitu dan sewaktu.


sewaktu pagi sewaktu sebagai
screening awal penyakit TB di
Puskemas ini?

3. Apakah pasien secara rutin Selama pengobatan itu kan yang pertama diagnosa, kedua follow up di bulan kedua, bulan
melakukan pemeriksaan ketiga, bulan kelima, dan di akhir pengobatan. Jadi, ada 4 kali pemantauan pengobatan.
tersebut? Berapa kali
pemeriksaan dilakukan?

4. Bagaiamana ketersediaan Kalau sekarang sih mencukupi karena nggak begitu banyak sampel, jadi yang terduga itu
sumber daya manusia dalam masih berapa persen gitu dek belum menjaring semua akar-akarnya itu belum. Pasien yang
pelaksanaan pelayanan datang ke sini itu juga jarang ada, jadinya ya nek ketersediaan tenaga ya cukup.
Laboratorium di Puskesmas ini,
apakah sudah mencukupi atau
belum?

5. Bagaiamna cara melakukan Pertama kan pasien dari BP di periksa dulu sam dokter, kalau dia dicurigai TB langsung di
penegakan diagnosis awal suruh buat tes dahaknya. Dahaknya itu nanti diperiksa disini secara mikroskopis buat di
seorang terduga pasien TB di pastikan apakah ini postif atau negatif. Nah, kalau hasilnya positif berarti nanti dia menjalani
Puskesmas ini? pengobatan TB selama 6 bulan itu, kalau negatif ya sudah di ndak menjalani pengobatan.

6. Bagaiamana pelatihan yang Jadi, kita pelatihan itu selama 1 minggu di Balai Kesehatan Laboratorium untuk
diperoleh oleh petugas pemeriksaan TB itu. Jadi, selama seminggu kita bikin dahak, bikin mikroskopis, membaca
Laboratorium untuk slide kaya gitu. Biasanya kalau sudah dapat sertifikat sudah sih, nanti tinggal pertemuan-
meningkatkan keahliannya daam pertemuan aja update materi. Waktu itu sih saya pelatihan tahun 2016 sekarang belum ada
225

melaksanakan tugas? Berapa update lagi. Mungkin kalau ada pelatihan itu yang belum pernah dilatih nah itu ada
kali dilakukan pelatihan! pelatihan.

7. Bagaiamana keadaan fasilitas Bikin surat, karenakan kita di fasilitasi pemerintah jadi kalau misalnya reagen kita habis
dan peralatan yang diperlukan tinggal minta nanti dikasih oleh dinas kesehatan.
untuk pelaksanaan pemeriksaan
penyakit Tuberkulosis di
Puskesmas ini?

8. Bagaiaman ketersediaan alat Menurut saya sudah mecukupi


pelindung diri yang terdapat di
Puskesmas ini?

9. Bagaiamana pelaksanaan Ya ini udah bagus karena setiap triwulan ya kita menyerahkan hasil slidenya itu ke BAK ya
pemantapan mutu internal nanti mereka croschek ya nanti kita diberikan hasil per tiga bulan, jadi satu tahun 4 kali.
Laboratorium di Puskesmas ini? Biasanya kita kan triwulan pertama ngirim nanti kita dapet hasil di triwulan kedua, jadi 3
bulan baru dapat hasilnya
10. Bagaiamana ketersediaan SOP ada, kita juga pakai itu apa... Permenkes Nomor 37 tahun 2012 itu sih.
Prosedur Tetap (Protap) untuk
seluruh proses kegiatan
pemeriksaan Laboratorium di
Puskesmas ini?

11. Bagaiamana pemeliharaan, Setiap tahun melakukan itu apa namanya, kalibrasi. Paling yang dikalibrasi cuma mikroskop
pengadaan, dan uji fungsi yang
dilakukan dalam peningkatan
226

mutu Laboratorium di
Puskesmas ini?

12. Bagaiaman ketersediaan standar SOP tersedia


operasional prosedur terkait
dengan keamanan dan
keselamatan kerja di Puskesmas
ini?

13. Apakah dilakukan screening Sudah dilakukan, kemarin dari itu kimia farma dia malakukan ada alat baru apa namanya
terhadap petugas yang terlibat aku lupa yang bekerjasama dengan mahasiswa UNDIP dengan cara mengambil sampel
dalam pelaksanaan program darah petugas tapi hasilnya sampai sekarang belum diberikan
P2TB di Puskesmas ini?

14. Bagaiaman alokasi dana yang Saya sih nggak mendapatkan dana
digunakan untuk Laboratorium
dalam pelaksanaan program
P2TB di Puskesmas ini?
15. Bagaiamana koordinasi yang Saya rasa sudah bagus, sekarang sudah ada grup WA itu toh jadi lebih mudah koordinasinya
dilakukan oleh petugasmisalnya akan ada rapat atau mau diadakan apa kaya gitu lebih gampang. Sering sekali
Laboratorium di Puskesmas dilakukan rapat tapi ndak mesti ya karena yang menjadwalkan kan Dinas toh, nek pertemuan
dengan Dinas Kesehatan Kota rutinnya ndak ada. Paling kalau ada update-upadate kaya gitu misalnya mau ada aplikasi
Semarang dalam melakukan? baru nah itu baru rapat. Kalau ilmu teknik pembuatan slide itu ndak ada update dari 2016,
tapi kalau update aplikasi atau update penulisan kaya gitu sih paling nggak mesti
16. Bagaiaman pencatatan dan E... pakai itu Semar Betul sama dengan pemegang program P2TB karena kan itu ngelink
pelaporan yang dilakukan oleh kaya gitu lho dek. Jadi, mulai dari poli TB, dari laboratorium, terus dari poli obat, dari
227

petugas Laboratorium dengan petugas lapangan itu sudah ngelink semua. Jadi, pakai Semar betul semua.
Dinas Kesehatan?
17. Bagaiaman monitoring dan Kalau untuk TB saya ndak tahu itu, evaluasi kalau dari Lab itu hanya dari sini aja paling dari
evaluasi pelayanan pemantapan mutu eksternal. Ya itu kan mereka nanti Dinas kan mengevaluasikan kinerjanya
Laboratorium yang dilakukan kita, nah kalau untuk evaluasi dari pengobatan sampai diagnosa sampai itu kan bagian poli
dengan Dinas Kesehatan? TB kalau kita ya teknis aja pelaksanaannya.

18. Bagaiaman monitoring dan Setiap bulan itu ada rapat buat monev di Puskesmas sama Kepala Puskesmas gitu, ya kalau
evaluasi pelayanan bagian laboratorium paling terkait alat-alat kaya gitu. kalau TB sendiri sih jarang ya Lab itu
Laboratorium yang dilakukan di ada masalah, ya paling kualitas dahak dari pasiennya itu sih bagus apa tdak.
puskesmas ini?

19. Apakah terdapat Kendalanya kerana itu belum ngelink sama SITT ya. SITT itu dari Kemenkes kalau Semar
kendala/hambatan yang Anda Betul itu dari Semarang bikin sendiri. SITT itu tidak ada laporan laboratoriumnya, kalau
dialami dalam pelaksanaan Semar betul lebih lengkap memang. Kendalanya paling ya disitu belum neglink sama SITT.
program P2TB? Kalau pelaporan ke Dinasnya ya tinggal tarik data dia, sewaktu-waktu juga bisa ambil data
setiap saat di aplikasi ini. Hemm kalau kendala teknis itu paling kualitas dahak. Kualitas
dahak pasien itu kan mempengaruhi hasil kan, jadi kadang dari pasien susah mengeluarkan
dahak kaya gitu lho. Pemeriksaannya jadi tidak optimal karena kualitas dahaknya kurang
bagus, kalau logistik nggak, SDM juga nggak. Ya itu, terus sama penjaringan yang kurang ya
jadi yang terdeteksi itu masih kita hanya nunggu pasien itu datang paling sebulan itu satu.
20. Apa sajakah yang perlu Sering diadakan acara-acara apa itu namanya, sosialisasi TB kaya gitu lho dek, jadi kaya
dilakukan oleh Puskesmas untuk penularannya itu gimana. Sering diadakannya acara cara menganggulangi TB atau nggak
meningkatkan kualitas acara penjaringan TB atau nggak e... tapi saya ndak tau dek pengukuran TB di nyatakan
pelayananan Laboratorium berhasil itu dari mananya, perasaan di sekitar kita itu sudah nggak ada gitu lho. Soalnya
228

untuk penyakit TB? yang kita jaring itu selama satu tahun 6 bulan saya disini cuma dapat 2 ik yang positif
dahaknya. Kalau nggak penjaringan kalau nggak sosialisasi itu ditingkatkan.

Informan Utama 3
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaiaman Anda melakukan Kita penyuluhan ke warga memberikan informasi tentang TB, tanda gejalanya,
sosialisasi tentang program penyebabnya, apa itu TB ya seperti kita sharing. Forum penyuluhannya itu ya di PKK,
Pencegahan dan Kelurahan, RT, RW, sekolahan ke guru-guru soalnya adik-adiknya umurnya masih kecil,
Penanggulangan Tuberkulosis sama Puskesmas. Berdasarkan targetnya satu bulan itu 7 kali penyuluhan. Jumlah peserta
kepada masayarakat di wilayah yang datang ya banyak mbak minimal 10 orang kaya di dawsi-dawis gitu.
kerja Puskesmas?

2. Apaka sajakah media yang Anda Lembar balik, leaflet, kalau di sekolah itu LCD buat PPT
digunakan saat melakukan
sosialisasi kepada msyarakat
sekitar?

3. Apakah pihak Anda melakukan Oh iya pasti itu, kalau ndak kerjasama kita susah masuknya.
kerjasama dengan pemangku
kebijakan yang ada di sekitar
wilayah kerja Puskesmas, seperti
Kepala Desa, Kepala RT/RW,
pemuka agama setempat,
organisasi masyarakat dalam
229

penemuan kasus TB?


Bagaimana bentuk kerjasama
tersebut?

4. Bagaimana cara Anda Ya gitu aja kita ijin pakai surat tugasnya, kalau ndak diijinkan ya ndak dilakukan kerjasama
melakukan advokasi kepada
pemangku kebijakan tersebut?

5. Apa sajakah kendala/hambatan Oh kalau kendala itu pasti banyak, ada yang orangnya itu pasif, ada yang tidak
yang dialami dalam melakukan mendengarkan, sama antisipasinya kurang. Macem-macem ya mbak, kan tiap orang itu
sosialisasi terkait dengan macem-macem karternya.
program P2TB?

Surveilans Tuberkulosis
6. Bagaiaman pelaksanaan
Oh kita tu screening terjun langsung ke masyarakat, kita jadi wawancara gitu. kalau ada
surveilans yang dilakukan untuk
salah satu tanda gejalanya kita rujuk, utamanya paling ndak batuk lebih dari 2 minggu
menemukan kasus TB di berdahak terus kok gejala-gejala yang nuncul baru kita rujuk ke Puskesmas sih kaya gitu.
masyarakat? Jadi, screeningnya itu kita ketuk pintu ke rumah-rumah terus kalau kita di PKK juga
ngomong “bu, kalau nanti ada saudaranya atau tetangganya yang batuk-batuk nanti disuruh
periksa di Puskesmas” gitu. kita ada e... apa namanya kader TB. Jadi, kita biasanya
kerjasama sama kader TB kalau menemukan dia laporan ke kita kalau kita menemukan juga
laporan ke ibunya ke kadernya saling kerjasama. Kadang kalau kader melakukan kunjungan
rumah ke penderita TB kita mendampingi, tergantung waktu untuk kita karena waktu kita
ndak hanya mengurusi TB aja kan kita juga mengurus yang lain, kitakan dibawahnya P2P
jadikan banyak programnya ndak cuma TB saja.
7. Apa sajakah kendala/hambatan Orang-orangnya yang susah mbak kalau disuruh buat tes dahak karena kan dahak itu ndak
230

yang dialami petugas dalam gampang juga buat dikeluarin ya mbak. Masalah batuk di masyarakat juga meskipun itu
pelaksanaan surveilans tersebut? sudah tanda gejala TB tapi merekanya menganggap itu hanya batuk biasa terus dibiarkan
nanti sembuh kalau ndak ya minum obat warung. Kalau ssakitnya belum parah belum mau
periksa ke Puskesmas.
Pengendalian Faktor Resiko
8. Bagaiman upaya yang dilakukan Misal ada yang positif TB, kita screening dateng minimal 10 rumah radius 100 meter kanan
dalam menyusun rancangan kiri depan belakang dari pasien TB itu wajib di screening.
rencana tindak dan respon cepat
terhadap faktor risiko penyakit
TB?

9. Bagaiaman Anda menganalisis Jadi kalau kunjungan rumah itu yang dilihat lingkungannya juga, dilihat kondisi rumahnya
potensi ancaman penyakit, juga, terus letak rumahnya dempet-dempet atau tidak gitu sih. Kalau ini kan kita sekarang
sumber dan cara penularan, serta lebih detail nanyanya mulai dari identitas warga yang dirumah, terus riwayat penyakitnya,
faktor-faktor yang berpengaruh tanda gejalanya kaya gitu. Awalnya mereka sempat protes karena kelamaan tapi kita kasih
terhadap penularan penyakit tau tentang program ini terus ya mereka mungkin karena sudah terbiasa jadi ya menerima.
TB?

10. Bagaiaman upaya yang Paling ini sih mbak, kalau ada orang yang batuk ditutup biar ndak tertular batuknya, jaga
dilakukan dalam pengendalian kesehatan tubuh dengan aktivitas sehat sama makan makanan yang bersih dan sehat, terus
faktor risiko pada masyarakat sosialisasi tentang bahaya TB dan cara penanganannya gitu aja.
yang dilingkungannya terdapat
penderita TB?
11. Apa sajakah kendala/hambatan Susahnya itu kalau sama yang pasien TB itu disuruh pakai masker sulit, ya mungkin malu ya
yang dialami dalam melakukan mbak kalau pakai masker terus nanti banyak tetangga yang tanya kenapa dan jawabnya juga
231

pengendalian faktor risiko malu kalau kena sakit TB. Ada juga masyraakat yang masih belum terbuka sama kita kalau
Tuberkulosis? dia sakit, apalagi sakit TB jadi kalau diminta buat periksa ke Puskesmas ndak mau.
Kebanyakan bilangany ya wong Cuma sakit batuk biasa nanti pasti sembuh, kaya gitu-giu.
Penemuan dan Penanganan Kasus
12. Bagaiamana langkah penemuan Kita melakukan screening untuk mendapatkan suspek di masyarakat dengan cara ketuk pintu
kasus penderita TB yang di rumah-rumah terus kita wawancara sama anggota keluarga di rumah tetang kesehatannya,
dilakukan di masyarakat? kalau ada yang batuk terus tanda gejalanya mengarah ke TB nanti kita langsung rujuk ke
Puskesmas buat tes dahak. Selain itu, kita juga sosialisasi ke ibu-ibu melalui FKK tadi
menjelaskan ke mereka apa itu penyakit TB, terus jika ada anggota keluarga, sudara, atau
tetangganya yang punya tanda gejala seperti TB kita membaritahukan untuk segera
menyarankan orang tersebut periksa ke Puskesmas atau kalau ndak ya menghubingi kader
atau kami juga bisa.

13 Apa sajakah kendala/hambatan Kendalanya ada banyak mbak, kendala saat kita penemuan kasus misal kita dapet pasien
yang Anda alami dalam diwilayah A kadang ndak terbuka sama kita dan juga takut nanti tetangganya tau terus
melakukan penemuan kasus Tb dikucilkan dijauhi. Meskipun mereka sudah tau sih TBC itu dari bakteri tapi namanya orang
di masyarakat? dikamping itu ya susah-susah gampang, ada yang terbuka ada yang tertutup gitu. kalau ada
keluarga yang tertutup ya kita kerjasama sama Puskesmas kolaborasi gitu, kita ndak
mungkin kerja sendiri. Kalau kami jarang sama kader soalnya kan ada tetangga sendiri yang
jadi kader nanti mereka malu, jadi kita gandengnya sama pemegang Puskesmas nanti kita
ketuk pintu kasih tau gitum ya secara pelan-pelan sih nanti mereka terbuka sendiri sama kita
ya.
SUMBER DAYA
Sumber daya Manusia
1. Apakah jumlah sumber daya Menurut kami untuk petugas gasurkes kurang ya karena wilayahnya itu luas sekali,
232

petugas surveilans di Puskesmas meskipun 2 Kelurahan tapi tu luas sekali. Dulu ada 4 orang petugas kerana ada pengurangan
ini sudah memadai? jadi sekarang 3 orang.

2. Apakah petugas yang menjadi Ndak sih, nyatanya kami perawat semua. Dulu yang dicari itu ka tenaga kesehatan (perawat
tenaga surveilans sudah sesuai sama SKM) sama bagian P2P.
dengan ketentuan standar
kompetensi di bidang
epidemiologi?

3. Bagaimanakah pelatihan yang Ya pernah dulu awal-awal tahun, dulu sering tapi untuk tahun ini sih baru sekali. waktu
diterima oleh petugas surveilans pelatihan itu kegiatannya ya jelasin tanda gejala TB, cara komunikasi, kendalanya, cara
untuk meningkatkan kinerja menghadapi warga gitu-gitu sih lebih ke tehniknya ya tehnik surveilans. Kalau Puskesmas
dalam pelaksanaan program sendiri ndak pernah melakukan pelatihan sih.
P2TB di Puskesmas ini?

Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


4. Bagaiamana ketersediaan sarana Ruangannya masih bercampur sih masih berdekatan sama loket sama ruang aula, mungkin
dan prasarana dalam karena Puskesmasnya juga luas wilayahnya masih terbatas sih ya. Ketersediaan obatnya ya
penyelenggaraan program P2TB sudah lengkap.
di Puskesmas untuk mendukung
pelaksanaan surveilans penyakit
TB?

5. Apakah terdapat Tidak ada, kalau kaya gitukan bukan ranahnya Gasurkes ya, kita kembalikan ke
kendala/hambatan dalam Puskesmasnya, kita hanya tugasnya screening, membawa pasien kesini, e... pemantauan
pengadaan ketersediaan obat/alat pengobatan, selebihnya Puskesmas.
233

kesehatan/sarana dan prasana


terkait program P2TB di
Puskesmas?

Pendanaan
6. Bagaiamana ketersediaan dana Ndak ada dana. Kalau penyuluhan itu swadaya masyarakat.
dalam pelaksanaan surveilans
program Pencegahan dan
Penggulangan Tuberkulosis?

7. Bagaiamana alokasi dana yang Ndak ada mbak.


digunakan untuk
penyelenggaraan surveilans
program P2TB?

SISTEM INFORMASI
1. Bagaiamana ketercapaian Target penyuluhan sudah terpenuhi, cuma kalau suspek kan kurang soalnya banyak yang
indikator kinerja yang dilakukan menolak juga sih. Dinas Kesehatan yang menentukan targetnya, kalau penyuluhan 7 kali,
oleh petugas surveilans dalam kalau screening itu sebulannya 150, pemeriksaan suspek 8 kali sebulan. Kalau masyarakat
pelaksanaan program P2TB di kan susah ya buat periksa dahak, kalau ditanya paling ya cuma batuk-batuk biasa jawabnya.
Puskesmas? Target yang sudah tercapai itu penyuluhan sama screening.

2. Bagaiaman pelaksanaan Kita mencatat hasil skrining di forulmulit TB terus dibuku kita sendiri juga ada.
pencatatan dan palaporan yang Pelaporannya untuk ke kepala puskesmas itu setiap 3 bulan sekali, kalau ke Dinas perbulan
dilakukan oleh gasurkes kepada buat formulirnya maupun disistemnya semar betul.
Dinas Kesehatan dan Kepala
234

Puskesmas? Seberapa sering


kegiatan tersebut dilakukan?

3. Apakah terdapat Ribet mbak soalnya ada form yang ditulis tangan, terus masih diketik yang buat online, terus
kendala/hambatan yang dialami pakai aplikasi sistem terbaru Semar Betul kan juga harus masuk. Kita itu jadinya 3 kali kerja
petugas dalam pelaksanaan mbak.
pencatatan dan pelaporan?

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Bagaiamana bentuk kerjasama Kita kerjasamanya sama keslingnya ya mbak soalnya ndak ada epidnya. Kerjasamanya itu
yang Anda dilakukan dengan ya waktu investigasi kontak mereka mendampingi gitu.
lintas program yang ada di
Puskesmas?

2. Bagaiaman keberhasilan Jadi e... orang tipenya beda-beda ya mbak, dia mau berobat sampai tuntas ata ndak kaya gitu
pelaksanaan penanggulangan misalkan orangnya itu gampang terus mau berobat berarti kaya gitu berhasil gitu, kalau ada
terjadinya KLB/wabah TB? pasien TB yang pindah kaya gitu berarti ndak berhasil. Kalau yang ditangani disini sampai
selesai ya berhasil mbak soalnya kan kita jadi tau mulai pengawasan dari awal sampai
selesai ya dikatakan berhasil, tapi kalau pasien mangkir atau pindah kita udah ndak tau.
Pasien mangkir disini ya ada tapi mangkirnya itu karena pindah tempat berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lainnya.
3. Bagaiaman pelaksanaan Ada monev perbulan kalau Purwoyoso, paparan perbulan kinerja kita. Pertiga bulan kalau
monitoring dan evaluasi sama Dinas Kesehatan.
penyelenggaraan surveilans di
Puskesmas? Seberapa sering
235

kegiatan tersebut dilakukan?

4. Bagaiaman monitoring dan Dilakukan pada saat pemaparan setiap 3 bulan sekali dalam pertemuan di Puskesmas.
evaluasi yang dilakukan oleh
petugas surveilans kepada
Kepala Puskesmas dalam
melakukan penemuan kasus?
Seberapa sering hal tersebut
dilakukan!

5. Apa saja kendala/hambatan yang Ada, ya tadi to mbak kesulitan membawa suspek sampai sini. Kalau dari DKK batuk 2
dialami dalam melakukan minggu itu harus disuspek, padahalkan tidak semua orang batuk 2 minggu itu terjangkit TB
koordinasi dalam pelaksanaan ya , nah kalau kaya gitu disuruh langsung buat periksa dahak kan pasti ndak mau banyak
program TB baik dengan yang ndak mau.
Puskesmas maupun masyarakat?

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaiamana peran masyarakat Ya masyarakat kalau ada entah itu keluarga, saudara, atau orang lain yang batuk lebih dari 2
dalam penyelenggaraan minggu atau lama gitu mereka bilang ke kita pas di FKK atau pas kita ketuk pintu ke rumah-
Surveilans Kesehatan untuk rumah gitu. kami nanti langsung berkunjung ke orang tersebut dan melakukan wawancara
meningkatkan kualitas data dan terkait kesehatannya, kalau memang benar punya tanda gejala TB ya kita rujuk, kalau ndak
informasi terkait dengan ya kadang kita sarankan juga buat periksa ke Puskesmas.
penyakit TB?

2. Bagaiamana peran masyarakat Ya masyarakat ada yang terbuka tapi ada juga yang masih tertutup sama kita. Ya kebanyakan
dalam penyelenggaraan sih masih apa ya, kurang terbuka lah mbak masih pada malu mungkin kalau dia diketahui
236

Surveilans Kesehatan penemuan kena penyakit TB. Tapi kalau masyarakat yang sudah terbuka ke kita ya mereka ikut
pasien TB di lingkungannya? mendukung program penanggulangan TB ini seperti menutupi hidung kala ada yang batuk-
batuk, menjaga kebersihan lungkungan rumah, hidup sehat kaya gitu.

Informan Utama 4 dan 5


No. Pertanyaan Hasil Wawancara
1. Bagaiamana petugas TB di Informan Utama 4
Puskesmas melakukan Kalau Puskesmas itu kita kan ada pertemuan kader Puskesmas setiap hari rabu minggu
sosialisasi tentang penyakit TB ketiga, nah mereka biasanya ada berbagai macam sosialaisasi termasuk TB, jadikan kami ini
kepada Anda? Sebarapa sering kader-kader kesehatan mewakili RW masing-masing di rabu ketiga. Kalau e... dari
petugas TB melakukan Puskesmas untuk saya itu ya biasanya tiap 3 bulan sekali kan diseling-seling, ada TB, ada
sosialisasi tersebut! leptospirosis, dan lain-lain.Setiap ada kesempatan sesuai kebutuhan kita masuk, biasanya
pokwil (kelompok wilayah pembinaan di kelompok wilayah) itu 1-2 bulan sekali. Biasanya
kita ke pertemuan RT, RW, sama Daswis itu kita masuki.
Informan Utama 5
Tetep ada kalau sosialisasi itu meski ndak tiap bulan, tapi e... kalau kita ini sedang ini sama
pemegang programnya dibentuk grup kader TB, lha itu baru pertemuan sekali terus minggu
ini mau ada pertemuan kalau jadi. Kalau yang di Aisyiyah itu peretemuannya 2 bulan sekali,
tapi ada grupnya jadi kalau ada kendala bisa langsung komunikasi ke grupnya.
2. Apaka sajakah media yang Informan Utama 4
digunakan saat melakukan Biasanya leaflet terus pakai itu lembar balik ya itu aja, terus pakai materi melalui LCD gitu.
sosialisasi tersebut? Informan Utama 5
Ya ngomong langsung aja mbak ke masyarakatnya, e... sama ada pakai leaflet kaya gitu
3. Apakah petugas Tb di Informan Utama 4
237

Puskesmas memberikan Iya memberitahu saat pertemuan-pertemuan di Puskesmas itu dikasih tau, tapi ya ndak TB
informasi terkait dengan aja sama penyajit-penyakit lainnya dikasih tau.
program P2TB kepada Anda? Informan Utama 5
Iya memberi tahu, ya saat ada pertemuan di Kelurahan kaya gitu mbak terus kemarin kan
juga sempat kader-kader TB itu dikumpulkan sama pak Wisnunya menjelaskan tentang
penyakit TB itu gimana. Kendala apa saja yang dilapangan sering muncul kaya gitu.
4. Bagaiamana upaya penemuan Informan Utama 4
kasus pasien TB yang dilakukan Kalau Puskesmas itu biasanya orang datang sendiri, tapi kalau saya mencari dengan cara
oleh Puskesmas? ketuk pintu ditiap RW. Kita pertemuan RW datang mensosialisasikan TB itu karena program
kami seperti itu, istilahnya kalau kami pokwil itu kita bawa. Jadi ketuk pintu itu misalnya
ada yang batuk kita nanti screening ringan dengan cara menemukan nanti positif atau negatif
itu kan dari pemeriksaan mikroskopi yang dilakukan oleh Puskesmas jadi kita bawa pot
dahak itu ke Puskesmas. Warga kalau sakit kan kalau kita ada seperti ini malu diambil
dahaknya kita menyarankan Bapak atau ibu ke Puskesmas nanti kita yang mengarahkan.
Hambatan dalam pelaksanaannya banyak mbak. Hampir seluruh masyarakan kan tertutup
tentang ini jadi kita gencar sosialisasi, karena orang kadang nggak mau terbuka. Ditolak juga
pernah, sering kaya gitu ya kita pakai trik aja pendekatan ke tokoh masyarakat. Nanti kalau
kesulitan ya terpaksa kita minta bantuan Puskesmas yang terakhir karena kan wilayahnya dia
juga seperti itu.
Informan Utama 5
Urutannya itu begini mbak, dari warga nanti melapor ke saya atau kader-kader yang lain,
terus kami nanti ke Gasurkes atau bisa langsung ke Puskesmasnya mbak. Nah dari situ
Puskesmas menemukan kasus.
5. Bagaiaman upaya Anda dalam Informan Utama 4
238

menemukan pasien terduga TB Ketuk pintu itu gini, kita kan ada kader e.. kita kan ada pertemuan Paguyuban Keluarga
yang ada di lingkungan Berencana disitu yang hadir kan kader-kader kesehatan, nah mungkin kita bisa mendampingi
masyarakat? misal hari ini ada berapa rumah gitu itu tidak dilakukan tidak hanya kita kader-kader yang
tadi tapi ada bantuan dari warga. Nanti mereka laporan ke kita lalu kita langsung datang
kesana, kalau nggak biasanya sasaran yang terdekat dengan pasien TB, kita seperti itu. Kan
kita keliling semua wilayah nggak memungkinkan, jadi kalau prioritas kami misalnya di RW
5 ini ada penderita, kita screening kanan, kiri, depan, dan belakang. Jadi, kita pendekatan ke
keluarganya atau dengan orang yang paling di segani si suspek ini. Kita sebelumnya sudah
diberikan pot dahak oleh Puskesmas, kalau kita habis kita minta ke Puskesmas. Misi kita ya
itu TB karena disitukan tujuannya untuk mencari suspek dan membuat masyarakat itu
merubah mainsetnya bahwa kalau penyakit TBC jangan disepelekan, hanya batuk itu banyak
terjadi bahkan tidak hanya TB bahkan tiba-tiba batuk berdarah dia kena kanker paru. Kaya
gitu kan pemaham masyarakat kan perlu diberi penyuluhan berulang-ulang, kalau Cuma satu
kali kan saya anggap mereka nggak itu kesadaran masyarakat kan sulit.
Informan Utama 5
Saya belum menemukan penderita TB yang positif ya mbak, kalau suspek ya banyak tapi itu
hasilnya negatif. Saya malah kadang tidak tahu ada terduga atau ada penemuan malah kita
ndak tahu nanti dari Aisyiyah diberitahukan kalau diwilayah saya ada yang menderita TB
gitu. Jadi, saling terkait pokoknya mbak, kalau saya diberitahu ada yang menderita TB ya
langsung saya sama Gasurkes kunjungan kesana kalau kami ndak bisa nanti bisa digantikan
bu Bandono atau yang lainnya kaya gitu. kalau saya melakukan kunjungan itu ada
laporannya, kan ada form kunjungan ke pasien TB terus nanti saya wawancara apa aja itu
ada. Setelah itu nanti dikasihkan ke Puskesmas dulu tanda tanga mas Wisnu yang megang
programnya itu, terus nanti saya kumpulkan ke Aisyiyahnya.
239

6. Bagaiamana upaya Anda dalam Informan Utama 4


mendukung pengobatan Selain jadi petugas kan kami juga dilatih untuk pemantauan menelan obat kan, nah itu kita
penderita TB? lakukan jika tidak ada e... keluarga, maksudnya keluarga terdekat yang benar-benar ada jadi
kita 2 hari sekali kesana. Saya juga jadi itu PMO beberapa pasien, kita sudah banyak mbak
ada yang sembuh ada yang meninggal. Kalau yang meninggal itu rata-rata komplikasi
dengan DM, sekarang kan kuman TB itu seneng bersarangnya di orang DM karena daya
tahan menurun kan. Kalau kita ada keluarga yang terdekat misalnya yang sakit istrinya,
suami atau anaknya kita beri penyuluhan kan kita ndak bisa setiap hari memantau, itu aja
sudah dipantau kadang mereka ngapusi. Kalau sudah diedukasi seperti itu kita kerjasama
dengan cara kita ngeWA misalnya ada kesempatan kesana kita mampir kerumahnya. Kita
tidak hanya tanya tapi juga sampai menghitung obatnya kan biasanya kita ada tabelnya tapi
tidak semua karena kan yang berobat di e... TB itu kan banyak. Kalau pasien yang jauh saya
biasanya saya selalu tiap hari kirim WA, mengingatkan sudah minum obat apa belum, kita
gali kejujurannya. Selama ini kita lakukan pendampingan, alhamdulillah keluarga pasien
ikut juga penanggulangan TB.
Informan Utama 5
Ya itu ajuan kita kan rayuan itu semampu kita dengan bahasa kita bagaiaman pengobatannya
terus nanti kita laporkan ke programer, nanti yang menindaklanjuti yang kesana lagi itu
Gasurkes. Jadi, saya hanya kesana sekali terus yang selanjutnya kesana kitu Gasurkesnya
mbak.
7. Bagiamana upaya yang Anda Informan Utama 4
lakukan dalam pencegahan Ya tetap kita sosialisasi misalnya ada penderita ya itu tadi dikasihnya yang lebih jangan
penularan penyakit TB kepada sampai, ya ini kan dibawa oleh udara jadi kan kita ndak tau. Contohnya ada orang batuk
masyarakat di lingkungan? sementara dijauhi atau makai masker, kita menyarankannya seperti itu. Terus untuk rumah
240

itu kan juga misalnya pagi hari supaya udara masuk dibuka juga terus memberi keluarga
makanan yang sehat sama pengolahannya yang baik. Sebenarnya kalau penyuluhan itu ada
kader survelians ya biasanya mereka menyebar ke RW-RW, kayanya kalau Tb itu hampir
tiap bulan disampaikan dari laporan mereka kan kita jadi tau. Ketika ditemukan terduga
batuk nanti kita diberitahu terus kita dateng silahturahmi ngomong-ngmong nanti dikasih
tahu, kan tidak semua orang langsung menerima kita mbak jadi orang untuk masalah TB kan
agak cenderung tertutup. Padahal sudah tau dan sudah diomongi kalau itu menular kan gitu,
nggak papa untuk saat ini tapi kami selalu memberitahu. Mereka rodo kolotlah mbak, piye
carane bisa kasih mereka edukasi ringan.
Informan Utama 5
waktu investigasi itu saya memberitahukan, terkadang kan ada yang menyepelekan batuk lha
itu kalau batuknya sudah lama dan gejala-gejalanya sama kaya gejala TB itu kan berkeringat
dingin pokoknya dan lain-lian kaya gitu. kita kan kalau di PKK dawis, PKK RW, atau PKK
Kelurahan kaya gitu selalu ada Gasurkes yang menyampaikan terus nantikan disampiakan
lagi ke pihak RT ngoten to mbak, jadi insyaallah masyarakat sudah tahu cuma kadang-
kadang itu menyepelekan. Paling tidak kader-kader wilayah Rt itu menberikan laoparan ke
saya, Kalau ilmunya dari itu dari rakor PKK Kelurahan, mereka kan memberi sosialisasi
terus diturun kan ke RW terus ke RT baru ke warga.
8. Bagaiamana upaya Anda dalam Informan Utama 4
mengatasi masalah sosial yang Stigma negatif disini masih, mereka itu pengetahuannya kurang terus bilang nggak papa ok.
berpengaruh pada upaya Malah kalau batuk masih dikait-kaitkan kena sawan, kena ini, kena itu, masih dikaitkan
pengobatan pasien TB dan sama tradisi. Sekarang nggak ada yang namanya batuk kaya itu, kalau batuk ya batuk
pemutusan penularan TB? menular lha itu TB. Bahkan kita pun kalau dimintain tolong e... misalnya ada yang batuk
tapi ndak diwilayah Purwoyoso, kita juga menyempatkan kesana. Kita kasih edukasi,
241

penemuan ditempat lain misalnya periksanya di Puskesmas mana ya nanti dianterin. Rata-
rata sih mereka patuh ya, kita dampingi lalu mereka patuh ya sembuh.
Kasus mangkir itu banyak mbak kalau seperti itu, makanya saya sering medeni mbak, kasih
motivasi, kalau ndak punya waktu ya nanti kita antar. Kalau ada keluarganya ya nanti kita
tetap dampingi ke Puskesmas.
Informan Utama 5
Stigma negatif itu nggak hanya dari masyarakat aja mbak, kadang yang dari petugas
kesehatan aja masih ada takutnya jadinya kita ya hanya bisa memotivasi penderita yang tak
kunjungi gitu. Memang penyakit TB itu kan masih dianggap tabu sama msyarakat mbak.
Kita memotivasi mereka biar tidak terputus pengobatannya. Kita memang tidak didampingi
sama petugas Puskesmas cuma Gasurkes saja, tapai kalau ada kendala kita mesti kesini
untuk konsultasi.
9. Bagaiamana sistem pelaporan Informan Utama 4
yang Anda lakukan dalam Kalau kita biasanya suspek, kita langsung bawa kesana ke Puskesmasnya, saya kasihkan ke
pelaksanaan program P2TB mas Wisnu. Kalau Asiyah itu saya ndak paham, kalau itu kan kader yang satunya lagi.
kepada pihak Puskesmas? Terutama yang Asiyah itu ada pedanaanya mbak daine nek Asiyah rutin harus cari suspek
karena ada pendanaannya mbak. Kita kan kerjasamanya lebih ke Puskesmasnya.
Kita kader khusus TB ada sendiri, paguyuban khusus TB itu ada sendiri di Puskesmas
Purwoyoso itu. Kemarin itu kan kita kerjasama sama Gasurkes, kalau Gasurkes itu kan
tugasnya jentik nyamuk mbek screening misalnya mereka lapor ada yang positif kita
langsung kesana.
Informan Utama 5
Laporannya saya ke Aisyiyah tapi kan Puskesmas mengetahui karena jalurnya ke Puskesmas
dulu, tapi selama saya menjadi kader saya belum pernah menemukan mbak. Saya cuma
242

screening warga kanan kiri itu, belum pernah mendapatkan yang positif kalau suspek ya
mendapatkan tapi hasilnya negatif. pelaporannya itu ndak mesti e mbak, sebisa saya gitu.
10. Bagaiamana ketersedian sarana Informan Utama 4
dan parasaran yang Anda Kita pakai lembar balik, pakai leaflet, sama pakai materi ringan yang saya buat sendiri.
gunakan dalam pelaksanaan Kalau yang dari Puskesmas itu dikasihnya leaflet sama pot dahak buat penyuluhan sama
program P2TB? skrining kalau ditemukan orang diduga TB.
Informan Utama 5
Ndak ada mbak, kalau mau fotocopy apa-apa gitu nggak ada mbak.
11. Bagaiaman alokasi dana yang Informan Utama 4
Anda gunakan dalam Tidak ada dana mbak.
pelaksanaan program P2TB? Informan Utama 5
Berasal darimana dana tersebut! Dananya nggak ada mbak.

12. Apakah petugas TB di Informan Utama 4


Puskesmas melakukan Ya itu tadi mbak, gasuekesnya mendampingi tapi kadang-kadang.
pendampingan saat kali Anda Informan Utama 5
melakukan penemuan kasus atau Yang mendampingi biasanya Gasurkes, kadang kita teman sesama kader.
sosialisasi kepada warga
masyarakat di ligkungan Anda?

13. Apakah pihak Puskesmas Informan Utama 4


melakukan kerjasama dengan Oh iya pasti-pasti, kalau bekerjasama ya pasti dengan Pak Lurah misalnya ada program
Kepala Desa, Kepala RT/RW, penanggulangan TB apa nih atau ada inovasi lain. Kita pasti diikutsertakan sedangkan
pemuka agama setempat, atau mereka yang menembusi ke Pak Lurahnya. Sosialisasi tidak hanya dipertemuan ibu-ibu,
organisasi masyarakat di bapak-bapak juga dilakukan nah kita masuk melalui LPMK (Lembaga Pemberdayaan
243

lingkungan Anda? Bagaimana Masyarakat Kelurahan) ada disini. Setiap bulan itu kita pasti dateng, programnya apa pasti
bentuk kerjasama tersebut? kita sampaikan. Kalau pasiennya ditemukan di tempat lain misalnya di Permata Medika
terus ingin pindah pengobatan ya bisa, nanti kita koordinasi sama Pueskesmas. Kalau yang
di Tugu atau Permata Medika itu dia sudah pengobatan lama, kita waktu menemukan sudah
pengobatan tapi tetap kita pantau.
Informan Utama 5
Iya bekerjasama mbak, mereka tahu kegiatan kita mbak baik PKK atau kader tahu.
14. Apakah kader pernah Informan Utama 4
mendapatkan pelatihan yang Nek kita pelatihan di Puskesmas sering ok mbak, wong kita sering melu Kota ok mbak
dilakukan oleh Puskesmas khusus TB. Kemarin itu kita merencanakan 3 bulan sekali tapi masih terlaksana 2 kali
terkait program P2TB? pertemuan. Ini kayanya mau diadakan lagi. Jadi, kader TB yang dilatih dari luar-luar itu
dikumpulkan nanti kita shering, ada kendala apa tidak gitu. biasanya kalau ada kendala di
lapangan kita yang turunkan dulu.
Informan Utama 5
Kalau sama Aisyiyah itu 1 bulan sekali mbak, tapi kalau Puskesmas itu belum e... masih
kadang-kadang gitu mbak.
15. Bagaiamana evaluasi yang Informan Utama 4
dilakukan oleh petugas TB di Kalau evaluasi itu kayanya ya maksudnya tidak dalam forum itu tidak, biasanyakan ada grup
Puskesmas dengan Anda terkait kaya gitu kan, gimana e... perkembangannya. Itu yang sering malah Gasurkes, dia kan harus
program P2TB? cari suspek kalau yang negatif-negatifkan kita abaikan kalau yang positifkan kita ajak
kerjasama. Biasanya kita yang melaporkan ke petugas Puskesmas. Paling ya gitu aja sih,
maksudnya tidak ada forum khusus untuk evaluasi tapi kita tetap jalin komunikasi dengan
WA tadi, kan ada grup TB Kelurahan Purwoyoso.
Informan Utama 5
244

Kendalanya saya ndak bisa naik motor jadi ndak bisa sewaktu-waktu penjaringan sendiri
mbak, jadi saya ketika PSN itu sekalian melakukan penjaringan gitu. kalau kebetulan
diwilayah itu ada penderita TB nanti saya ya sekalian kunjungan gitu.
16. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 4
yang Anda alami dalam Ya kalau hambatan dilapangan itu pasti, orang itu satu kalau disuspek mengeluarkan dahak
pelaksanaan program P2TB? sulit, banyak yang mangkir minum obat, nek pendanaan ki ra ono pendanaan.
Informan Utama 5
Kalau Puskesmas ke programn nya bagus tapi kalau pelaksanaannya itu kurang karena kan
masyarakat itu kan beda-beda mbak, ada yang terbuka senang dengan pelayanan Puskesmas
dan ada juga yang merasa pelayanannya kurang.

Informan Triangulasi 2 dan 3


No. Pertanyaan Hasil Wawancara
KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaimanaa petugas Puskesmas Informan Triangulasi 2
memberikan sosialisasi kepada Saya tahu penyakit TB saat periksa di Puskesmas mbak. Sarannya ya harus pakai masker,
Anda ketika memeriksakan diri istirahatnya yang cukup sama tiap hari minum obat terus jangan sampai lupa minum obatnya
ke Puskesmas? setiap kali datang ke Puskesmasnya mbak.
Informan Utama 3
Saya dikasih tau kena sakit TB waktu periksa ke Puskesmas itu mbak, lalu petugasnya
bilang suruh pakai masker, minum obatnya setiap hari ndak boleh lupa, berjemur setiap pagi
sampai jam 10 an katanya kumannya itu mati kalau kena sinar matahari, jendela-jendela
dibuka biar sinar mataharinya masuk, terus kalau minum obat tapi mutah ya obatnya harus
245

diminum lagi jangan sampai ndak. Terus 3 bulan kemarin juga ada kaya bidan atau siapa itu
sering kesini mbak buat tanya-tanya obatnya diminum apa tidak, yang dirasakan apa setelah
minum obatnya, terus batuknya sekarang gimana rasanya. Mereka kesininya itu ada 9 kali
kayanya mbak, sering ok mbak kesininya, ya ngasih tau penyakit TB itu apa terus gejalanya
gitu mbak.
2. Bagaimana petugas Puskesmas Informan Utama 2
melakukan sosialisasi tentang Saya tidak pernah tau ik mbak itu, tidak pernah.
program Pencegahan dan Informan Utama 3
Penanggulangan Tuberkulosis di Saya ndak tau kalau itu mbak, saya ndak pernah tau kalau penyuluhan seperti itu.
lingkungan tempat tinggal
Anda?

3. Seberapa sering petugas Informan Utama 2


Puskesmas melakukan Berapa kalinya ya kurang tau mbak, setiap ke Puskesmasnya itu pasti dikasih tahu tentang
sosialisasi tersebut? itu tadi e... penyakit TB nya itu.
Informan Utama 3
Kalau yang bidannya itu 9 kali itu mbak kesini selama 3 bulan.
4. Apaka sajakah media yang Informan Utama 2
digunakan saat melakukan Ndak ada mbak, ya ngomong kaya gitu dikasih taunya.
sosialisasi tersebut? Informan Utama 3
Ngomong langsung mbak kaya gni.
Pengendalian Faktor Resiko
5. Bagaimana upaya yang Informan Utama 2
dilakukan petugas Puskesmas Setiap hari pakai masker terus jangan terlalu dekat sama si kecil karena kan sangat rentan.
dalam melakukan pengendalian Anak saya yang kecil ini juga di kasih vaksin sama petugas Puskesmasnya. peralatan
246

penyakit pada pasien TB agar makannya dipisah jangan di gabung dengan yang lain. Kalau batuk bekas buat bersihinnya
tidak terjadi penularan? itu dibuang di tempat pembuangan, jangan sampai di baung begitu aja sembarangan.
Informan Utama 3
Selalu pakai masker kalau mau kemana-mana, e... alat-alat makan sama minum itu
dipisahkan janga dicamour sama keluarga yang lainnya, kalau batuk diusap pakai tissu, sama
ya itu obatnya diminum terus.
6. Bagaimana upaya yang Informan Utama 2
dilakukan petugas Puskesmas Iya saya pernah tau sekali mbak, tapi itu kalau ndak salah bukan tentang TB mbak.
dalam pengendalian penyakit TB Informan Utama 3
kepada masyarakat dilingkungan Tidak tau mbak, saya tidak pernah ikut kaya kumpul-kumpul soalnya kan ngurus rumah,
Anda? belanja buat jualan, nyiapin bumbu-bumbu buat jualan kan kalau sore itu saya jualan mie
ayam didepan sana mbak.
7. Apakah anda tahu alur Informan Utama 2
pemeriksaan pasien untuk semua Kita datang kesana terus daftar dulu mbak habis itu disuruh masuk ke ruangan ketemu sama
pasien batuk dan/atau alur petugasnya itu ditanyain yang dirasakan apa aja, sakitnya bagaimana, sama sudah berapa
pelaporan yanga ada di lama sakit yang dirasa itu. Habis itu di suruh ngluarin dahak, dahaknya lansgung dibawa ke
Puskesmas? lab terus suruh nunggu dulu mbak selama seminggu apa ya terus datang lagi ke Puskesmas
buat ambil hasilnya. Hasilnya itu Bapak dinyatakan sakit TB, sama petugasnya dikasih obat
yang warna merah itu mbak sdisuruh tiap hari minumnya ndak boleh lupa. Setelah tau sakit
itu kalau ambil obatnya langsung ndak perlu daftar dulu, langsung nemuin petugas yang
bisanya itu mbak.
Informan Utama 3
Pertama kali kesana kan periksa batuk itu ke pendaftaran mbak, nyerahin kartu identitas
sama ditanya sama petugas yang didepan itu mau periksa apa. Saya jawab mau periksa batuk
247

saya terus sama petugasnya suruh nunggu dikasih nomor antrian. Habis itu saya masuk
ketemu sama petugas yang di dalam Pak Wisnu itu, saya ditanyain identitas lagi terus sama
sakitnya apa aja. Setelah itu saya kan batuk ya mbak, disuruh buat periksa dahaknya, dikasih
botol kecil buat wadah dahanya itu. Ya saya ngluarin dahaknya terus saya diantar ke
Laboratorium buat ngasih dahak saya ke petugas disana.petugasnya bilang nanti semiggu
lagi hasilnya baru keluar nanti dihubungi buat ke Puskesmas lihat hasilnya itu. Ya saya habis
seminggu itu dihubungi suruh ke Puskesmas, nyampe sana dikasih tau kalau kena sakit TB
mbak. Ya terus saya dikasih tau buat pengobatan selama 6 bulan habis itu dikasih obat TB
yang warnanya merah itu buat seminggu, nanti sebelum habis suruh kesana lagi buat ambil
obat lagi .
8. Apakah Anda pernah melihat Informan Utama 2
petugas memberikan penyuluhan Iya pernah mbak.
etika batuk kepada petugas Informan Utama 3
kesehatan, pasien TB maupun Kalau saya ya dikasih tau mbak batuknya itu harus gimana-gimana caranya dikasih tau, tapi
pengunjung Puskesmas yang kalau orang lain saya ndak pernah tau.
lain?

9. Apakah poster, spanduk, Informan Utama 2


browsur atau leftlet tentang Ada mbak disana.
penyakit TB yang ada di Informan Utama 3
Puskesmas? Ada mbak.

Penemuan dan Penanganan Kasus


10. Bagaimanaa upaya penemuan Informan Utama 2
kasus pasien TB yang dilakukan Kurang tau mbak nek itu saya.
248

oleh Puskesmas? Informan Utama 3


Saya ndak tau mbak nek itu.
11. Apa sajakah yang petugas Informan Utama 2
Puskesmas jelaskan terkait Ya itu to periksa dahak, terus minum obatnya yang rutin, nanti beberapa bulan lagi datang ke
dengan proses pemeriksaan Puskesmas buat periksa dahaknya lagi.
laboratorium yang dilakukan Informan Utama 3
dalam mendiagnosis pasien TB? Ya dahaknya itu nanti di periksa dulu di laboratorium buat melihat itu sakit TB, terus
kemarin setelah 3 bulan itu di tes lagi mbak dahaknya. Waktu tes awal itu iya ada apa itu e....
kumannya, terus kemarin itu di tes lagi katanya kumannya itu sudah ndak ada mbak tapi
masih tetap minum obat sampai 6 bulan biar kumannya itu benar-benar hilang terus ndak
sakit lagi.
12. Bagaimana upaya petugas Informan Utama 2
Puskesmas lakukan untuk Ya lewat WA mbak komunikasinya, jadi kalau Bapak ada keluhan apa nanti saya langsung
menjamin pasien TB selalu tanya ke petugas Puskesmasnya lewat WA tadi terus langsung di balas mbak.kadang ya
memeriksakan diri dan dikasih tau kalau saya lupa obatnya belum diambil kaya gitu, di WA suruh ambil obat ke
mengkonsumsi Obat Anti Puskesmas nanti saya atau Bapak langsung kesana. Kalau datang kesana ya pasti ditanyain
Tuberkulosis (OAT) secara obatnya teratur diminum apa tidak kaya gitu-gitu.
rutin? Informan Utama 3
Saya kalau ada sakit apa gitu kalau lagi ndak periksa ke Puskesmas, sama anak saya di
hubungi lewat e... WA itu lho mbak. Kalau mau ambil obat biasanya anak saya juga sms
dulu ke petugasnya lewat itu tadi. Bisanya ya langsung kesana mbak, langsung ketemu sama
pak Wisnu itu buat ambil obat.
13. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 2
yang dialami petugas Puskesmas Kurang tau ya mbak.
249

dalam melakukan penemuan Informan Utama 3


kasus TB di masyarakat? Saya ndak tau mbak apa ada kendala apa gimana.

14. Bagaimanaa alur pengambilan Informan Utama 2


obat untuk pasien TB? Kadang saya yang datang kesana tapi kadang ya Bapak yang kesana sendiri buat ambil
obatnya. Ya nanti ke pendaftaran dulu buat ngasih kartu Kuning sama kartu BPJS itu baru
masuk keruagan ketemu pak Wisnu, tapi kalau Bapak langsung ketemu sama pak Wisnu
mbak ndak perlu daftar soalnya sudah tau.
Informan Utama 3
Ya saya ke Puskesmas terus langsung ketemu sama pak wisnu itu, terus bialng mau ambil
obat saya. Bapaknya sudah tau mbak, langsung dikasih kan obatnya ndak perlu ngantri kaya
pertama periksa disni.
15. Bagaimanaa petugas TB Informan Utama 2
melakukan pematauan terhadap Kalau ambil obat ke Puskesmas sambil periksa itu sering ditanya keluhannya apa aja yang
kemajuan hasil pengobatan yang dirasakan, terus obatnya diminum teratur apa tidak, sama kalau habis minum obat semisal
dijalani pasien TB? muntah harus tetap minum lagi itu aja mbak.
Informan Utama 3
Setiap periksa selalu ditanyain keadaannya setelah minum obat lebih sehat apa tidak,
obatnya diminum teratur apa tidak, batuknya bagiamana ditanyain semua mbak sama dicatet
kaya gitu.
16. Bagaimana cara petugas Informan Utama 2
Puskesmas menentukan orang Pas saya nganter Bapak periksa di Puskesmas dulu itu mbak, saya disuruh buat ngawasi
yang akan menjadi PMO terus pas minum obatnya setiap hari, jangan sampai lupa ndak minum obat. Kalau obatnya
(Pengawas Minum Obat) untuk mau habis terus Bapaknya ndak bisa datang kesana ya saya nanti yang ngambiloin obatnya
kesana, terus kalau ada keluhan apa-apa yang dirasakan saya nanti ngubungi petugas
250

setiap pasien TB? Puskesmasnya lewat WA gitu nanti langsung dibalas ndak perlu langsung ke Puskesmasnya.
Merhatikan makanannya, apa aja yang penting bersih terus teratur makannya dan minum
obatnya jadi suruh diatur lagi makannya gitu.
Informan Utama 3
Kan pertama periksa kesana sama anak saya, ya anak saya dibilangin suruh ngingetin saya
buat rajin minum obat jangan sampe lupa ndak minum, terus dimintain nomor HPnya kalau
ada yang mau ditanyakan disuruh sms saja kalau pas lagi ndak periksa.
Pemberian Kekebalan
17. Bagaimana bentuk kerjasama Informan Utama 2
petugas Puskesmas dengan PMO Ya harus selalu diawasi kalau pas jamnya itu minum obat, biasanya yang ditanya itu. Kadang
pasien TB dalam upaya kita komunikasinya pakai WA itu, kalau ada keluhan apa-apa ya saya tanyanya lewat WA ke
melakukan pengawasan minum petugas Puskesmasnya.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)? Informan Utama 3
Ya itu tadi mbak, saya sama anak saya dibilangin buat saya minum obatnya setiap hari ndak
boleh ndak diminum. Kalau mau ambil obat boleh sms dulu atau datang langsung kesana
ndak usah sms ndak apa-apa, kalau lupa belum ambil obat nanti petugasnya yang sms buat
mengingatkan gitu.
Pemberian Kekebalan
18. Bagaimana pelaksanaan Informan Utama 2
pemberian kekebalan kepada Waktu itu anak saya yang kecil ini di kasih vaksin sama petugas Puskesmasnya pas periksa
balita yang dilingkungannya kesana sama Bapak, setelah tau kalau Bapak itu sakit TB.
terdapat penderita TB? Informan Utama 3
Anak saya ndak dikasih suntikan vaksin mbak. Ini kan 2 anak saya umurnya 6 tahun.
SUMBER DAYA
251

Sumber Daya Manusia


1. Menurut Anda, apakah jumlah Informan Utama 2
petugas kesehatan terkait Kalau saya kurang tau mbak, saya konsultasinya ya sama bu Aisyah sama pak Wisnu. Kalau
program P2TB di Puskesmas ini sama yang lainnya saya kurang tahu ya mbak, jadi ya ndak tau.
sudah memadai? Informan Utama 3
Saya ndak terlalu tahu ya mbak, mungkin sudah. Saya kalau kesana ya langsung dilayani
ndak perlu nunggu lama.
2. Bagaimanaa pelayanan yang Informan Utama 2
dilakukan oleh petugas TB di Pelayanannya sudah cukup baik sih.
Puskesmas ini? Informan Utama 3
Baik mbak pelayanannya disana.
Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
3. Apakah pernah terjadi Informan Utama 2
kekurangan obat anti Kalau setiap saya kesana buat ambil obat sih ndak pernah mbak, jadi pas saya sudah sampai
tuberkulosis yang ada di sana lalu ketemu sama petugas nya itu langsung dikasih obatnya. Ndak nunggu lama itu
Puskesmas, saat Anda obatnya sudah disiapkan terus saya langsung ambil langsung pulang.
melakukan pemeriksaan atau Informan Utama 3
mengambil obat? Kayanya ndak pernah ya mbak, saya kalau kesana ambil obat pasti selalu ada.

4. Bagaimanaa ketersediaan sarana Informan Utama 2


dan prasarana dalam Ya sudah bagus sih mbak, saya juga kalau kesana langsung menuju ke ruangan yang khusus
penyelenggaraan program P2TB buat orang seperti saya gini mbak, yang khusus TB.
di Puskesmas? Informan Utama 3
Ya sudah lengkap ya mbak, sudah bagus-bagus disana.
Pendanaan
252

5. Bagaimanaa pembiayaan yang Informan Utama 2


dikeluarkan oleh pasien TB Saya pakainya BPJS mbak kalau kesana, terus nanti dikasih ke petugasnya yang biasanya
dalam melakukan pengobatan? itu.
Informan Utama 3
Saya selalu bawa kartu BPJS mbak sama kartu yang dari Puskesmas itu, jadi ndak bayar dan
ndak memberatkan.
SISTEM INFORMASI
1. Bagaimanaa Informan Utama 2
pencatatan/pendataan yang Ya waktu pertama periksa di Puskesmas itu aja mbak, kan kami datang kesana buat periksa
dilakukan oleh Puskesmas? terus dicatet sama petugasnya nama, alamat, tanggal lahir, yang dirasakan apa, sakitnya
dimana kaya gitu-gitu. Kalau di rumah belum pernah sih e... pernah mbak sekali itu sama e...
kadernya, itu ditanya keluhannya apa setelah minum obatnya terus disaranin makannya yang
banyak yang sehat gitu gitu, setelah ini belum ada lagi mbak.
Informan Utama 3
Kalau didata itu ya pas awal periksa itu mbak, terus pas ada bidan kesini itu juga dicatat
dikertas gitu apa saja yang saya rasakan selama minum obat seperti itu.
2. Seberapa sering kegiatan Informan Utama 2
tersebut dilakukan? Ya baru 1 kali itu ya berarti, di rumah itu 1 kali ini.
Informan Utama 3
Kalau di Puskesmasnya ya sekali itu, kalau sama bidannya yang dulu itu 6 kali mbak datang
kesini mbak.
3. Apakah terdapat Informan Utama 2
kendala/hambatan yang dialami Tidak ada.
petugas dalam pelaksanaan Informan Utama 3
253

pencatatan pasien TB? Ndak tau kalau itu mbak.

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Apakah pihak Puskesmas Informan Utama 2
melakukan kerjasama dengan Mungkin ada ya mbak, saya sendiri kurang tau kalau itu mbak. Bapak sakit seperti ini aja ya
Kepala Desa, Kepala RT/RW, baru ini, saya tau penyakit ini ya pas Bapak sakit ini mbak, sebelumnya saya ndak tau.
pemuka agama setempat, atau Informan Utama 3
organisasi masyarakat di Tidak tau mbak saya, ya mungkin bekerjasama ya mbak. Kalau Posyandu itu sutin mbak,
lingkungan Anda? Bagaimana terus kalau Posyandu juga ada bu RT/RW disana ya mungkin bekerjasama juga sama-sama
bentuk kerjasama tersebut? kesehatan ya mbak.

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaimana peran Anda dalam Informan Utama 2
melaksanakan kegiatanan Nggak pernah mbak saya tau ada yang sakit seperti Bapak ini, saya baru tau peyakit TB ya
penemuan kasus TB di dari Bapak sakit kaya gini sebelumnya ya ndak pernah tau. Nggak pernah tau mbak saya.
lingkungan mayarakat? Informan Utama 3
Saya tidak pernah tahu kalau ada orang lain yang sakitnya kaya saya, ya Cuma saya aja
tauhunya mbak. Kalau yang lain saya ndak tahu.
2. Bagaimanaa peran Anda sebagai Informan Utama 2
masyarakat dalam mendukung Kalau sama bapak ya saya sering ngingetin minum obatnya setiap hari, ngambil oat ke
pengobatan penderita TB? Puskesmas kalau sudah mau habis kalau Bapaknya ndak bisa ke Puskesmas sendiri, terus
melakukan saran yang dikasih sama petugas Puskesmanya kaya gitu aja sih mbak.
Informan Utama 3
Saya sendiri ya selalu minum obat setiap hari, jadwalnya periksa atau ambil obat itu ke
Puskesmas ya berangkat kesana mbak, pas batuk selalu saya tutupi pakai tissu terus saya
254

buang ke tempat sampah, sama makan yang sehat kaya gitu mbak.
3. Bagaimanaa peran Anda dalam Informan Utama 2
melakukan pencegahan penyakit Kalau Bapak batuk ya agak menjauh aja mbak, terus ini si kecil juga jangan dekat-dekat
TB agar tidak tertular? dulu sama Bapak pas lagi batuk, piring sama gelasnya saya sendirikan, sama makan yang
sehat biar sehat terus mbak. Bapak ya menut mbak kalau minum obat ya minum, waktunya
periksa ya periksa. Paling yang susah itu pakai maskernya mbak ndak mau, jarang-jarang
katanya ndak enak makainya.
Informan Utama 3
Ya pakai masker aja mbak kalau lagi batuk biar ndak menular ke yang lain sama minum
obatnya tadi biar cepat sembuh, tapi ya jarang-jarang mbak. Saya kurang enak kalau
ngomong terus pakai masker, nafasnya jadi ndak lancar gitu mbak. Jadinya jarang pakai
masker saya.
4. Bagaimanaa peran Anda dalam Informan Utama 2
mengatasi masalah sosial yang Disini orangnya baik sih mbak, ndak ngucilkan apa gimana gitu. Tetangganya disini juga
berpengaruh pada upaya jarang sih mbak kumpul setiap hari paling ya jarang-jarang gitu tapi ya mereka baik sama
pengobatan pasien TB dan Bapak.
pemutusan penularan TB? Informan Utama 3
Kalau tetangga disini ndak ada yang mengucilkan sih mbak, ya mereka paling tanyanya
kenapa pakai masker ya saya bilang lagi batuk kaya gitu aja sih mbak. Soalnya saya tahunya
sakit TB ya baru saya ini jadi kalau yang lain saya ndak tauhu, kalau saya sendiri ya baik
saja mbak msyarakat disini.
255

HASIL WAWANCARA DI PUSKESMAS KARANGMALANG

Informan Utama 1
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaimana Anda memberikan Kita edukasi untuk penyakitnya lalu pengobatannya sama apa namanya, kontrak indikasi
sosialisasi kepada pasien TB yang muncul ataupun reaksi obat gitu lho sepertu itu, terus apa namanya untuk terpenuhi
yang memeriksakan dirinya ke gizinya itu lho, biar gizinya terpenuhi gitu-gitu sih.
Puskesmas?

2. Bagaiamana Anda melakukan Dimasyarakat kita juga sosialisasi, jadi diundang ke kelurahan-kelurahan kita sosialisasi
sosialisasi tentang program untuk penemuan kasus, lalu kalau sudah ditemukan kasus juga ada kunjungan rumahnya.
Pencegahan dan Nanti dari e... bagian penyuluh kesehatan, dari epidemiologi juga ke rumah untuk investigasi
Penanggulangan Tuberkulosis kasusnya. Setiap ada pasien baru, kasus baru dikunjungi dan memberikan edukasi ke
kepada masayarakat di wilayah masyarakat. Kunjungan rumah ya bareng sama bagian sanitariannya. Sosialisasi di kelurahan
kerja Puskesmas? ya, ini baru berjalan sudah lama dari tahun-tahun yang lalu, setiap kita diundang pasti
penyuluhan. Terus ada lagi Gasurkes itu juga ada target penyuluhannya termasuk
penyuluhan TB, jadi dari Dinas Kesehatan itu merekrut Gasurkes itu tenaga surveilens
kesehatan lha itu surveilansnya selain DB itu mencakup ada TB, HIV dan penyakit-penyakit
yang menular lainnya. Kalau targetnya saya kurang paham ik yang target Gasurkesnya,
kalau dari Puskesmas target suspek TB sebulan 12 orang.
256

3. Apaka sajakah media yang Pakai ini aja power point, film cara mengeluarkan dahak yan benar, sama laptop
digunakan saat melakukan
sosialisasi kepada msyarakat
sekitar?

4. Apakah pihak Puskesmas Iya kerjasama, kita kan dari penyuluhan itu terus yang diundang dari PKK, FKK, RT, RW,
melakukan kerjasama dengan juga dari kelurahan juga itu ada semua. Ya koordinasi kalau misalnya ada warganya yang
pemangku kebijakan yang ada di ada tanda-tanda seperti gejala TB ya suruh ke Puskesmas itu aja sih. Sebelumnya diberikan
sekitar wilayah kerja Puskesmas, penyuluhan tentang penyakit TB.
seperti Kepala Desa, Kepala
RT/RW, pemuka agama
setempat, organisasi
masyarakat? Bagaimana bentuk
kerjasama tersebut?

5. Bagaimana cara Puskesmas Iya kerjasama, kita kan dari penyuluhan itu terus yang diundang dari PKK, FKK, RT, RW,
melakukan advokasi kepada juga dari kelurahan juga itu ada semua. Ya koordinasi kalau misalnya ada warganya yang
pemangku kebijakan tersebut? ada tanda-tanda seperti gejala TB ya suruh ke Puskesmas itu aja sih. Sebelumnya diberikan
penyuluhan tentang penyakit TB.

6. Apa sajakah kendala/hambatan Tidak ada sih mbak.


yang dialami dalam melakukan
sosialisasi terkait dengan
program P2TB?
257

Surveilans Tuberkulosis
7. Bagaiaman pelaksanaan Ya itu bekerjasama sama Gasurkesnya, selain itu juga pasien yang periksa di Puskesmas
surveilans yang Anda lakukan yang ada tanda-tanda gejala TB ya di kasih pot dahak. Terus juga dari kontak eratnya pasien
oleh penemuan kasus TB? TB juga dikasih pot dahak untuk pemeriksaan TCM. Kerjasama dengan petugas
epidemiologi, sama Gasurkes, terus sama kader Aisiyah yang juga mencari suspek dahak.
Kalau kepatuhan pasien mengembalikan dahak ya ini sih berjalan dengan baik, jadi kalau
misalnya kadang ada yang sampek molor harusnya apa namanya follow up bulan kedua tapi
dia belum bisa mengeluarkan dahak tapi terakhirnya bisa, maksudnya butuh waktu gitu lho
nggak on time yang harusnya waktu seminggu selesai masa awal diagnosis itu melebihi itu
tapi pihak Puskesmas selalu mengingatkan.
8. Apa sajakah kendala/hambatan Ya itu pasien mengatakan susah mengeluarkan dahaknya itu lho, padahal kan kita
yang dialami petugas dalam mendiagnosa dari dahaknya itu. Bilangnya ndak keluar dahak terus, jadikan kita nggak bisa
pelaksanaan surveilans tersebut? mensuspek itu sih. Terus apa lagi ya, e... ya kalau pelaporan-pelaporannya kita masih dalam
ini sih penataan.

Pengendalian Faktor Resiko


9. Bagaiaman upaya yang Kita edukasi untuk apa cara-cara e... membuang dahak yang benar, cara-cara apa namanya
dilakukan dalam pengendalian seperti pakai masker/APD juga untuk pasiennya gitu lho, terus etika batuk seperti itu sih.
penyakit pada pasien TB agar
tidak terjadi penularan?

10. Bagaiaman upaya yang Ya itu tadi penyuluhan ke warga terus e... apa namanya, jadi dia biar lebih waspada gitu lho.
dilakukan dalam pengendalian Kita kan ndak boleh mengasih tahu kalau ada yang sakit d situ, kita maksimalnya ya itu
258

faktor risiko pada masyarakat mengedukasi untuk menjaga lingkungan sama gizinya itu lho biar antibodynya bagus gitu
yang dilingkungannya terdapat aja. Partisipasinya sih ya pada ini ya antusias, kooperatif semua gitu untuk mereka sih sudah
pasien TB? sadar untuk itu lho misal batuk guti kan harus periksa gitu-gitum kalau ada ada tetangga atau
saudaranya yang batuk-batuk harus diperiksakan.

11. Apakah Puskesmas juga SOP itu ada semua mbak. Salah satunya SOP untuk pasien batuk itu harusnya menyediakan
melakukan screening terhadap masker, di sini kalau ada yang batuk langsung diberikan masker, semua sih petugas juga
petugas yang ikut serta dalam kalau batuk langsung diberikan masker. Di sini juga ada tempat untuk berdahak di belakang
pelaksanaan program P2TB? ya itu pjok dahaknya itu ada. Pelaporan itu kalau batuk itu ada namanya ISPA yang kita
ambil pasien batuk dewasa sama pasien batuk balita, tapi karena dari Dinas dan Provinsi itu
mengarahkannya yang pneumonia bukan yang ke TB. Jadi, yang dilaporkan adalah batuk
yang kearah pneumonia.
12. Apakah terdapat Standar Ya selama ini he.eh, dari petugas juga kalau batuk ditutp gitu-gitu. Kalau pelaksanaan
Prosedur Operasional (SPO) penyuluhan etika batuk itu situasuonal ik kalau misalnya kita ada pasien batuk lha baru kita
mengenai alur pasien untuk langsung memberikan penyuluhan. Tidak terus kita membuat jadwal untuk penyuluhan etika
semua pasien batuk, alur batuk gitu nggak.
pelaporan dan surveilans di
Puskesmas?

13. Apakah Anda memberikan Ya itu, kesadaran dari pasien itu sendiri tidak apa ya untuk biar tidak menularkan gitu-gitu to
penyuluhan etika batuk kepada masih kurang. Jadi di masyarakat, di rumah dia ndak pakai masker gitu-gitu lho, meludah
petugas kesehatan, pasien TB sembarangan masih seperti orang biasa ya g ndak kena TB gitu lho yang susah jadi itu kan
maupun pengunjung Puskesmas mainset gitu kan susah untuk dirubah. Harusnya pasien itu harus pakai masker biar tidak
yang lain? menularkan ke orang lain gitu kan.
259

14. Apa sajakah kendala/hambatan Penemuan macem-macem, ada yang dari kader ke Gasurkes lalu ke Puskesmas, ada yang
yang dialami dalam melakukan ditemukan dari petugas Puskesmas kaya kemarin kan ini yang megang program Pak Pri jadi
pengendalian faktor risiko menyarankan pasien untuk periksa dahak ke Puskesmas dengan pemeriksaan TCM terus
Tuberkulosis? ditemukan jadi kan dari Puskesmas. Ada yang dari gasurkes ke Puskesmas, ada pasien yang
nggak bisa ke Puskesmas kemudian kita bawa pot dahak ke rumahnya terus diambil lagi jadi
kaya ojek dahak gitu lho.
Kalau ada pasien baru kita obati dengan OAT kategori 1 tapi kalau itu kambuhan kita kasih
OAT kategori 2 itu aja sih. Kalau memang dia yang MDR ndak tau, kita juga mengobati
yang MDR cuma rujukan dari Karyadi.
Penemuan dan Penanganan Kasus
15. Bagaiamana langkah penemuan Pasien yang batuk selama 2 minggu kita kasih pot dahak itu ndak langsung hari berikutnya
kasus penderita TB yang dia datang memberikan hasil dahaknya, ya sedatangnya dia, setelah itu dilakukan tes TCM
dilakukan oleh Puskesmas? dahaknya. Kita koordinasi sama Gasurkesnya kalau lama ndak ngasih hasil dahaknya, kaya
kemarin itu ada pasien TB anak terus kita kasih pot 3 kita kontrol terus sama Gasurkes sudah
mengumpulkan dahak belum. Jadi, kita kerjasama sama Gasurkes karena dia yang di
lapangan gitu.
16. Apa sajakah pemeriksaan Hanya TCM setelah positif TB, HIV, sama DM. Periksaan yang lainnya itu nggak ada, tidak
laboratorium yang dilakukan ada.
dalam mendiagnosis pasien TB?

17. Bagaimana upaya yang Anda Ada PMO (Pengawas Minum Obat), jadi e... kalau memang dari pasien nggak ada PMO
lakukan untuk menjamin pasien kaya ini kan ada pasien yang sendirian di rumah ndak ada keluarga kita alih kan ke Gasurkes
TB selalu memeriksakan diri yang menjadi PMO. Setiap hari harus mengawasi minum obatnya di rumah. Dia yang
260

dan mengkonsumsi Obat Anti memastikan obat itu masuk diminum oleh pasien sehari sekali. Waktu meminum obat harus
Tuberkulosis (OAT) secara sama, kalau pagi ya pagi terus. Kalau malem ya malem terus, satu waktu itu. Gasurkes yang
rutin? dia jadi PMO diarahkan minumnya pagi, soalnyakan kalau malem piye carane... susah to.

18. Apa sajakah kendala/hambatan Kendalanya apa, ya kan kita ndak tau kaya TB anak itu e... kadang obat masuk apa nggak,
yang Anda alami dalam tapi ibunya bilang ya obatnya masuk. Saya seringnya bilang meskipun sampai muntah ya di
melakukan penemuan kasus Tb ini lagi diminum lagi obatnya, itu aja sih.
di masyarakat? Sementara ini kalau ada pasien yang mengeluh tentang efek samping obatnya, mereka beli
obat sendiri di apotek seperti obat anti mual kaya gitu ndak apa-apa. Kalau ndak ya mereka
periksa kesini untuk e... efek sampingnya tapi obat tetep masuk.
19. Bagaiamana prosedur Pasien kalau dateng kesini didaftar tanpa mengantri terus menunggu diambilkan obat oleh
pengambilan obat untuk pasien petugasnya, biasanya perawat yang mengambilkan. Kalau pasien baru kan tetep dia sudah di
TB? tes TCM to sudah didaftarkan, jadi ya sama perlakuannya sama.

20. Bagaiaman cara Anda


Ini karena saya disinikan baru, jadi selama ini sejauh ini belum ada yang seperti itu tetapi
menentukan orang yang menjadi
berdasarkan pengalaman saya di Puskesmas lain yang dulu-dulu kita kunjungan mangkir
PMO (Pengawas Minum Obat) namanya. Jadi, kita kunjungan mangkir terus menanyakan kenapa kok ndak berobat, ada
untuk setiap pasien TB? masalah apa, alasannya apa. Petugas TB yang langsung mengunjungi rumah pasien mangkir.
Saat pasien mangkir tetap tidak mau melanjutkan pengobatan ya kita ndak bisa berbuat apa-
apa ya karena dia sudah menolak tapi apa... kita tetap edukasi terus-menerus bahwa jangan
putus semangat gitu-gitu sih, maksudnya lebih ke motivasi-motivasi ke pasien biar berobat
lagi gitu.
21. Bagaiamankah Anda Kita kan edukasinya harus apa namanya diawasi terus minum obatnya jangan sampai lupa
menyampaikan tugas manjadi paling gitu-gitu sih, ya jangan sampai hari itu ndak minum. Sosialisasi kepada PMO tentang
261

seorang PMO? tugas dan perannya itu harusnya iya ada, cuma kadangkan pasien ada yang kesini tanpa
PMO jadi kita ya edukasinya kurang hanya ke pasiennya saja gitu. PMO taunya hanya
mengambil obat terus mengawasi minum obatnya.
22. Bagaiaman koordinasi Anda Koordinasiya kita kan ada nomor HP PMO, jadi kita bisa kalau misalnya PMO nya
dengan PMO pasien TB dalam jadwalnya ambil obat kok belum ambil jadi kita baru menghubungi secara pribadi, gimana
upaya melakukan pengawasan ya sakit begitu masak mau di buat grup ini kan ndak etika ini kan ndak bisa.
minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)?

Pemberian Kekebalan
23. Bagaimana pelaksanaan Anak bayi diimunisasi BCG usia 9 bulan. Bila ada 1 rumah terkena TB, maka anak balita
pemberian kekebalan kepada diberi PPINH selama 6 bulan.
balita yang dilingkungannya
terdapat penderita TB?

24. Bagaimana pemberian Saya belum dan semoga tidak menangani ODHA dengan TB.
kekebalan kepada ODHA yang
terkena penyakit TB?

SUMBER DAYA
Sumber Daya Manusia
1. Apakah jumlah sumber daya Sumber daya manusia di Puskesmas sudah sih, sudah cukup. Sudah sesuai sih sama
manusia di Puskesmas ini sudah peraturan, seperti programer TB, petugas laboratorium, dokter, perawat. Pemegang program
memadai? Siapa sajakah petugas TB juga bekerjasama dengan bidang lain, seperti petugas epidemiologi, gasurkes
yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian penyakit, dan bidan.
262

program P2TB?

2. Apakah beban kerja rangkap Ya... ya, kalau disini kan kita dobel-dobel. Kalau sementara ini saya hanya memegang
mempengaruhi pelaksanaan program TB sih, kalau yang kemarin saya rangkap jadi bendahara barang jadi kan memang
program P2TB di Puskesmas? mempengaruhi. Kalau sekarang ini saya ndak, ini saya hanya pegang program TB saja.

3. Bagaimanakah pelatihan yang Iya kita ada apa namanya... ya kita ada pelatihan-pelatihan. Pelatihannya itu ndak mesti
diterima oleh petugas pelaksana tergantung Dinas yang mengadakan.kalau dari Puskesmasnya sendiri ndak ada pelatihan,
(pemegang program, petugas menuggu dari Dinas. Berapa kali ya, saya selama disini belum pernah ada pelatihan.
laboratorium, dan dokter)
program Pencegahan dan
Pengendalian Tuberkulosis di
Puskesmas ini?

4. Seberapa seringkah petugas Saya selama disini belum pernah ada pelatihan.
mendapatkan pelatihan tersebut?

5. Apakah terdapat Kendalanya ndak ada.


kendala/hambatan dalam
menjaga kualitas sumber daya
manusia terkait program P2TB
di Puskesmas?

Ketersediaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan


6. Bagaiamanakah ketersediaan Jadi kita kalau misalnya obatnya e... perlu obat yang pasien baru sudah ada stoknya.
obat anti tuberkulosis yang ada Permintaan obatnya itu ke IF (Instalansi Farmasi), online semua mbak sekarang. Alurnya itu
dari Puskesmas kita ke IF dulu permintaan obat lewat aplikasinya simanis namanya, setalah
263

di Puskesmas? kita permintaan obat diaplikasi simanis kita nunggu dikonfirmasi sama DKK dan juga IF.
Setelah itu, disimanis itu diaplikasi sudah dikonfirmasi sudah tanda centang itu kita baru
bisa cetak, cetak permintaan obat. Cetak permintaan obat baru kita ambil di IF dengan
membawa e... cetak form permintaan obat itu dengan tanda tanga Kepala Puskesmas dan
bagian Farmasi Puskesmas. Jadi, kemarin sudah minta itu to sudah diacc kita tinggal
ngambil, lebih mudah sekarang karena aplikasi ya.
7. Bagaiamana ketersediaan sarana Sarana dan prasarana sudah cukup. APD juga sudah cukup ya.
dan prasarana dalam
penyelenggaraan program P2TB
di Puskesmas?

8. Apakah terdapat Tidak ada.


kendala/hambatan dalam
pengadaan ketersediaan obat/alat
kesehatan/sarana dan prasana
terkait program P2TB di
Puskesmas?

Pendanaan
9. Bagaiamana ketersediaan dana Tidak ada dana, dari Dinas semua. Obat dari Dinas, pelaporan kita online. Dana dari BOK,
dalam pelaksanaan program tapi kalau kita ada penyuluhan itu yang mendanai dari FKK soalnya kita menunggu di
Pencegahan dan Penggulangan undang.
Tuberkulosis?

10. Bagaiamana alokasi dana yang Nggak pakai dana, ya seperti yang sudah saya katakan tadi mbak.
digunakan untuk
264

penyelenggaraan program
P2TB?

SISTEM INFORMASI
1. Bagaiamana pencatatan dan Pencatatan dan pelaporan kita online, ada aplikasinya namanya SITT (Sistem Informasi
pelaporan yang dilakukan oleh Terpadu Tuberkulosis) itu sudah sampai pusat, terus ada lagi si Semar Betul dari Dinas
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan. jadi, nanti rencananya kan ini aplikasinya kita sekali ngisi bisa langsung ke
Kesehatan Kota Semarang? laporan yang ke pusat (Dinas Kesehatan) pakai Semar Betul. Setiap ada pasien baru itu kita
masukkan ke Semar Betul, seperti kemarin itu sudah terlaporkan semua pasien yang bulan
itu, jadi setiap bulan ada pelaporan. Selain itu, ada pelaporan bulanan SIK (Sistem Informasi
Puskesmas) disitu kita kita juga ngisi jumlah pasien kita bulan itu, kemudian di kirimkan ke
Dinkes. Jadi, distu kita ngisinya itu pasien untuk bulan ini berapa misalnya kemarin bulan
agustus kita pelaporan maksimal tanggal 2 harus pelaporan ke Dinkesnya.
2. Seberapa sering kegiatan Setiap saat mbak, kalau ada pasien berobat langsung diinput ke sistemnya tadi Semar Betul,
tersebut dilakukan? kalau ke pusatnya pakai SITT.

3. Apakah terdapat Ya ini hambatannya karena apa ya kemarin itu kita belum melaporkan Semae Betul lho, jadi
kendala/hambatan yang dialami sekarang sudah sih kurang koordinasinya yang masih kurang tapi sekarang sudah bisa
petugas dalam pelaksanaan teratasi. Kurang karenakan itu kalau kita ngisis aplikasi harus dari petugas TB ke
pencatatan dan pelaporan? laboratorium (laboratorium masuk sendiri), terus dari laboratorium ke petugas TB lagi, jadi
aplikasinya itu kita punya ini sendiri user sam password sendiri-sendiri gitu lho antar
petugas. Koordinasi antar petugas ada sedikit hambatan, kemarin yang peidemiologi harus
kunjungan rumah tapi nunggu kita. Jadi, dia itu satu kasus TB harus ada kunjungan di
sekitarnya 20 apa ya, 20 orang disekitar pasien kasus TB itu. Jadi, dia kemarin mengejar kita
petugas Tbnya karena kita belum sampai ke pendiagnosaan. Kita sampai ke pendiagnosaan
265

itu setelah mendata pasien terus dikonfirmasi sama apa namanya, petugas laboratorium kita
mendiagnosa jadi memang alurnya keluar masuk dari aplikasi gitu lho. Pelaporan
membutuhkan waktu 2 harian kayanya ya, sekarang sudah tinggal penjadwalan karena kita
juga harus mengisi penjadwalan juga. Diagnosa awal dari petugas TB ke petugas laborat itu
1 haru bisa, jika petugas laboratnya ada.
KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1. Bagamana supervisi yang Setahun sekali supervisi dilaksanakan di Puskesmas, tapi untuk sekarang ndak tau ya karena
dilakukan oleh Dinas kesehatan online semua untuk penjadwalan supervisi ndak tau saya. Tahun kemarin sudah dilakukan
Kota Semarang di Puskesmas? sekali.

2. Bagaiaman pertemuan Dari Dinas em... ndak mesti ya mbak, jadikan kemarin itu kita diundang tapi sekarang belum
monitoring dan evaluasi yag ada undangan lagi. Jadi, dari Dinas kita ngikutinnya ndak tau jadwalnya berapa sekali
dilakukan oleh Dinas Kesehatan setahun, kalau dulu waktu masih ada KNCV bisa dilakukan 10 sampai 12 kali dek dalam
Kota Semarang? Seberapa sering setahun. Kalau untuk sekarang mungkin 2 bulan sekali atau 3 bulan sekali.
dilakukan!

3. Bagaiaman kegiatan monitoring Kalau di Puskesmas ada minlok (mini lokal karya) itu kita jadi melaporkan kinerja kita
dan evalasi yang dilakukan di setiap bulan kepada Kepala Puskesmas, kalau dengan kader atau Gasurkes ada sebulan
Puskesmas? sekali. Kegiatannya ya presentasi capaian kinerja dan target-targetnya, untuk capaian target
Gasurkes yang menargetkan dari Dinas.
4. Bagaiamana bentuk kerjasama Ya jelas to. Misalnya di program apa ya e... PTM (Penyakit Tidak Menular itu kan ada DM
yang Anda dilakukan dengan gitu-gitu kan, itu juga yang dicurigai TB juga jadi kita misalnya apa namanya penyakit DM
lintas program yang ada di kalau misalnya batuk sebisa mungkin harus dicek dahak juga karena lebih rentang. Terus
Puskesmas? misalnya TB anak itu kan harus kerjasama dengan KIA, e... sama ini epid jadi petugas
epidnya itu kan dia yang melakukan kunjungan rumah kita kerjasama untuk pasien TB biar
266

bisa tertangani.
Bagaiamana bentuk kerjasama Ya jelas to. Misalnya di program apa ya e... PTM (Penyakit Tidak Menular itu kan ada DM
yang Anda lakukan dengan gitu-gitu kan, itu juga yang dicurigai TB juga jadi kita misalnya apa namanya penyakit DM
lintas sektoral (fasilitas kalau misalnya batuk sebisa mungkin harus dicek dahak juga karena lebih rentang. Terus
kesehatan milik swasta, kerja misalnya TB anak itu kan harus kerjasama dengan KIA, e... sama ini epid jadi petugas
sama dengan sektor epidnya itu kan dia yang melakukan kunjungan rumah kita kerjasama untuk pasien TB biar
industri/perusahaan/tempat bisa tertangani.
kerja, dan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat
(LSM))?

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaiaman upaya Puskesmas E... masyarakat yang ada keluhan batuk... itu dari kader Aisiyah itu juga aktif nyari suspek,
untuk meningkatkan peran serta dari Gasurkes juag jadi masyarakat sudah sadar kesehatan sih maksud e oh iya tonggoku
masyarakat dalam penemuan batuk gitu selanjutnya cel]k dahak. Jadi, udah aktif sih masyarakatnya, kritis gitu lho mbak.
kasus TB?

2. Menurut Bapak, seberapa besar Kalau selama ini kan kita memang e... pasien dirahasiakan indentitasnya itu ka etika ya ada
peran serta masyarakat dalam kode etiknya untuk pasien TB, jadi karena itu kita ada keterbatasan dari peran serta
mendukung pencegahan dan masyarakat dalam pengobatan. Masyarakat ndak tau kalau ada tetangganya yang sakit TB to
pengobatan penyakit TB? gitu, jadi ya paling ya hanya itu kalau ada yang batuk suruh priksa gitu aja. Kalau misalnya
masyarakat dia tau dia menyemangati ndak mungkin to.
3. Bagaiamana upaya Puskesmas Ya itu tadi pencegahannya kalau ada yang batuk periksa terus e... kaya untuk kebersihan
untuk meningkatkan peran serta gitu-gitu to, sanitasi di rumah ditingkatkan. E... apa ya juga di ini kan di warga itu kan
masyarakat dalam mengatasi RT/RW nya juga dateng kan waktu penyuluhan, jadi dia menyalurkan lagi ke warganya.
267

faktor sosial yang berpengaruh


pada penanggulangan TB?

4. Apakah terdapat Ya itu tadi pencegahannya kalau ada yang batuk periksa terus e... kaya untuk kebersihan
kendala/hambatan dalam peran gitu-gitu to, sanitasi di rumah ditingkatkan. E... apa ya juga di ini kan di warga itu kan
serta masyarakat terhadap RT/RW nya juga dateng kan waktu penyuluhan, jadi dia menyalurkan lagi ke warganya.
program P2TB di Puskesmas?

Informan Utama 2
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
1. Apakah Anda menyampaikan Iya, kita kan kalau di laboratorium kan erimanya rujukan dari BP misalnya untuk
infromasi tentang penyakit TB pemeriksaan dahak biasanya menyampaikan bahwa ini Anda diperiksa dahaknya untuk
kepada pasien terduga TB ketikamengetahui apakah ada kuman TBC didalam paru-parunya.
melakukan pemeriksaan Pemeriksaan sputum dahak kalau untuk yang terduga itu kita Cuma packing, jadi yang
mikroskopis di Puskesmas? periksa itu kita rujuk ke Karyadi. Kalau untuk pemeriksaan ulang bulan kedua, bulan kelima,
dan akhir pengobatan kita periksa sendiri pakai apusan dan pengecekan spesimen. Lama
pemeriksaan yang dilakukan paling lama ya satu jam. Kalau follow up pasien biasanya kan
sama ngambil obat kemudian dia sama dikasih pot dahak, hari berikutnya dia bawa pot
dahak tersebut ditinggal lalu menyampaikannya ketika dia mengambil obat kembali. kita
bisanya ya kadang sekitar 3 hari baru kesini lagi buat menyerahkan dahak. Kalau terduga TB
biasanya tidak kembali lagi menyerahkan kembali pot dahaknya, itu ada.
2. Bagaiamana pelaksanaan Dari dahaknya itu kan yang keluar dipagi hari di cek disini, terus nanti dilihat hasilnya
pemeriksaan sputum yaitu positif atau negatif, karena sekarang kan ada alat yang lebih cepat lagi dalam melihat
sewaktu pagi sewaktu sebagai dahaknya itu di Karyadi alatnya. Kami kirim dahak kesana, besoknya udh bisa keluar
268

screening awal penyakit TB di hasilnya lewat aplikasi.


Puskemas ini?

3. Apakah pasien secara rutin Kalau pasien TB itu ya bulan kedua, bulan kelima, sama bulan terakhir pengobatan.
melakukan pemeriksaan
tersebut? Berapa kali
pemeriksaan dilakukan?

4. Bagaiamana ketersediaan Ada 2 petugas laboratorium di sini sudah mencukupi.


sumber daya manusia dalam
pelaksanaan pelayanan
Laboratorium di Puskesmas ini,
apakah sudah mencukupi atau
belum?

5. Bagaiamna cara melakukan Iya itu tadi lewat TCM (Tes Cepat Molekuler) yang ada di Karyadi sama Tugu Rejo, tapi
penegakan diagnosis awal saya merujuknya ke Karyadi. Dahak akan dibawa oleh kurir ke sana, kurirnya ada sendiri.
seorang terduga pasien TB di Kalau kurirnya ndak bisa biasanya mas Hendi yang kirim. Kalau hasil TCM untuk
Puskesmas ini? lembarannya kita biasanya ngambilnya kalau pas kita kesana, cuma kan aplikasinya SITRAS
itu kan kita bisa lihat biasanya hari berikutnya sudah keluar.
6. Bagaiamana pelatihan yang Kalau pelatihannya ndak mesti ada, terakhir ada pelatihan itu tahun 2017. Kemarin itu
diperoleh oleh petugas pelatihan terkait mikroskopisnya, jadi kita membuat sediaan sama membaca hasilnya.
Laboratorium untuk
meningkatkan keahliannya daam
melaksanakan tugas? Berapa
269

kali dilakukan pelatihan!

7. Bagaiamana keadaan fasilitas Kalau peralatannya sudah mencukupi tapi kalau untuk tempatnyakan harusnya kan
dan peralatan yang diperlukan jendelanya besar tempatnya juga harusnya luas. Pengadaan itu kita pakai dana BLUD.
untuk pelaksanaan pemeriksaan
penyakit Tuberkulosis di
Puskesmas ini?

8. Bagaiaman ketersediaan alat Sudah cukup, biasanya APD yang digunakan itu jas Lab, masker sama sarung tangan.
pelindung diri yang terdapat di
Puskesmas ini?

9. Bagaiamana pelaksanaan Untuk Tb kita juga jarang sih mbak soalnya, baru tahun ini kita dapat pasien positif TB 6
pemantapan mutu internal orang biasanya cuma 2 orang. Jadi kita yang untuk pengecekan kan cuma follow up, tahun
Laboratorium di Puskesmas ini? ini aja baru sekali. Kita periksanya kan cuma yang follow up-follow up saja. ini ada pasien
baru 5 orang tapi belum saatnya follow up
10. Bagaiamana ketersediaan Pakainya SOP digunakan
Prosedur Tetap (Protap) untuk
seluruh proses kegiatan
pemeriksaan Laboratorium di
Puskesmas ini?

11. Bagaiamana pemeliharaan, Ya itu to pakainya kalibrasi satu tahun sekali, kalau peralatan sehiri-hari ya tiap hari kita
pengadaan, dan uji fungsi yang bersihkan.
dilakukan dalam peningkatan
mutu Laboratorium di
270

Puskesmas ini?

12. Bagaiaman ketersediaan standar SOP ada.


operasional prosedur terkait
dengan keamanan dan
keselamatan kerja di Puskesmas
ini?

13. Apakah dilakukan screening Belum pernah, kita kan paling pemeriksaannya PTM saja yang setiap dua kali setahun.
terhadap petugas yang terlibat
dalam pelaksanaan program
P2TB di Puskesmas ini?

14. Bagaiaman alokasi dana yang Dananya dari dana BLUD biasanya digunakan untuk kalibrasi alat, kalau TB kita reagen
digunakan untuk Laboratorium dapat dari Dinas Kesehatan.
dalam pelaksanaan program
P2TB di Puskesmas ini?
15. Bagaiamana koordinasi yang Kegiatannya kalau yang monev itu untuk tahun kemarin setahun bisa 4 kali setiap triwulan
dilakukan oleh petugas terus kita ngirim crosschek lab itu kalau ada itu dikirim ke Balai Lakes Provinsi lewat DKK
Laboratorium di Puskesmas secara online dan juga slidenya kalau ada. Kalau sekarang pertemuannya ndak ada, kita
dengan Dinas Kesehatan Kota cuma crosschek aja. Triwulan pertama kita ngirim, triwulan kedua kita ndak ada yang
Semarang dalam melakukan? periksa. Kalau hambatan sih untuk saya ndak ada.

16. Bagaiaman pencatatan dan Ada tiap lokmin tiap satu bulan sekali. Kalau kita lokmin kan kita sampaiakan capaian
pelaporan yang dilakukan oleh kinerja kita misalnya bulan ini dapat suspek berapa, terus capaiannya dari bulan januari
petugas Laboratorium dengan sampai bulan ini berapa jadi kita kan target itu kurang berapa dari pemegang programnya
271

Dinas Kesehatan? yang menyampaikan

17. Bagaiaman monitoring dan Kendalanya sih ndak ada, paling ya nyari suspeknya itu yang susah.
evaluasi pelayanan
Laboratorium yang dilakukan
dengan Dinas Kesehatan?

18. Bagaiaman monitoring dan Ya ketersediaan itu bahankalau reagen itu tahun kemarin sampai numpuk-numpuk 4 kardus
evaluasi pelayanan itu ndak kepakai semua sampai expaiyed, sekarang malah ndak ada/ndak dapat reagen. Dulu
Laboratorium yang dilakukan di kan dapet terus sampai turah-turah lah. Kalau yang dari DKK biasanya kita sudah diplot
puskesmas ini? dapetnya sekian. Tahun ini kayanya cuma reagen, kalau slide itu masih banyak.

19. Apakah terdapat Pelaporannya khusus TB, saya leporan ke pemegang programnya terus nanti yang laporan ke
kendala/hambatan yang Anda Dinasnya pemegang program.
dialami dalam pelaksanaan
program P2TB?

20. Apa sajakah yang perlu Ya kalau ada pembaharuan, kalau analis paling setahun berapa kali ya. Kalau tahun kemarin
dilakukan oleh Puskesmas untuk itu kan masih ada bantuan yang dari LSM Belanda yaitu KNCV itu kan 3 bulan sekali
meningkatkan kualitas kegiatannya itu biasanya sosialisasi juga lalu monitoring juga. Kalau pemegang program tiap
pelayananan Laboratorium bulan malahan. Monev itu dari Dinkes, Balai Lake, sama KNCV itu. Kita kan rujuknya ini
untuk penyakit TB? ke Balai Lakes Provinsi.

Informan Utama 3 dan 4


272

No. Pertanyaan Hasil Wawancara


KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaiaman Anda melakukan Informan Utama 3
sosialisasi tentang program Kan dilakukan dengan penyuluhan mbak, jadi kan bisa dengan penyuluhan kaya gitu. Setiap
Pencegahan dan Gasurkes kan memiliki daerah binaan, kalau saya dapetnya di Kelurahan Bubakan, jadi nah
Penanggulangan Tuberkulosis setiap Kelurahan itu mempunyai jadwal untuk pertemuan. Entah itu pertemuan di Kelurahan
kepada masayarakat di wilayah atau di Rt/Rw, nah disitu saya menyampaikan penyuluhannya dari situ. Bisa juga kalau
kerja Puskesmas? waktu pemantauan jentik juga screening, pada saat screening itu juga ditanya tentang
keluhan TB tanda gejalanya itu sekalian tak kasih penyuluhan gitu, jadi ada 2 gitu metode
yaitu waktu pertemuan saya masuk sama waktu kunjungan rumah. Jadi, dari Dinas
Kesehatan itu kalau screening di target, setiap minggu itu harus melakukan screening ke 50
orang gitu. Jadi sekalian pemantauan jentik sekalian screening, kalau screening itu tidak
hanya TB aja meliputi HIV dan kusta gitu sekalian ditanya gitu. target penyuluhan dari
Informan Utama 4
Ya sosialisasinya langsung terjun ke masyarakat kalau ada pertemuan maupun ada
koordinasi itu, rapat-rapat langsung dibicarakan. Rapat koordiasinya dilakukan dengan FKK,
PKK, Kelurahan diwilayah masing-masing, RT, RW, sama kader. Kalau saya di Kelurahan
Polaman sama Karangmalang karena pembagian langsung dari Kepala Puskemas kebetulan
saya dikasihnya 2 sementara yang lain sih 1.
Perencanaannya ya kita sebelumnya kontrak waktu dulu. Biasanya awal kontrak waktu kalau
udah tau jadwalnya nanti kader yang ngasih tau kita, ya udah dateng mau ngisi apa
soasialisasi apa nggak TB aja.
2. Apaka sajakah media yang Anda Informan Utama 3
273

digunakan saat melakukan E... paling sering makai leaflet tapi saya seringnya bicara langsung gitu, tapi kan jarang
sosialisasi kepada msyarakat kalau pakai PPT kan jarang disini. Langsung aja, paling sama leaflet gitu kalau butuh.
sekitar? Informan Utama 4
Medianya bisa ceramah, lembar balik, tanya jawab gitu, sama PPT terus kita kaya memberi
apa namanya itu leaflet gitu lho dikasihkan aja biar nanti disampaiakan ke masyarakatnya
masing-masing. Kan kalau kita penyampaian informasinya ke kelompok-kelompok
masyarakat tadi to terus meraka pada nulis baru nanti disampaikan ke warganya.
3. Apakah pihak Anda melakukan Informan Utama 3
kerjasama dengan pemangku Iya, kan contohnya kan di setiap Kelurahan itu ada FKK. Lha dari situ jadi saling membantu
kebijakan yang ada di sekitar gitu, mungkin kalau ndak dapet suspek ndak dapet orang yang maksudnya suspek batuk gitu
wilayah kerja Puskesmas, seperti lho kaya nanti ada yang ngasih tau. Kalau kendalanya dari kelurahan tidak ada, tapi kalau
Kepala Desa, Kepala RT/RW, kendalanya dari masyarakat itu masyarakat kurang terbuka misalkan ya kan setiap mungkin
pemuka agama setempat, dia merasa canggung atau gimana ya kalau discreening itu belum bisa mengatakan semua
organisasi masyarakat dalam keluhannya.
penemuan kasus TB? Informan Utama 4
Bagaimana bentuk kerjasama Iya, he.em. kerjasamanya ya kita saling koordinasi langsung kalau ada kasus ya kita
tersebut? koordsinasi dimama, wilayahnya mana terus cara penanggulangannya gitu, saling suport
satu sama lain. Kan ini kita setiap hari ketemu, kaya ini saya setiap hari ke kantor Kelurahan
ada Pak Lurahnya, ada Humsosnya.
4. Bagaimana cara Anda Informan Utama 3
melakukan advokasi kepada Kita awalnya sosialisasi ke Pak Lurah beserta jajarannya tentang penyakit TB terus
pemangku kebijakan tersebut? penanggulangannya seperti apa sama langkah-langkah yang perlu dilakukan kalau
menemukan pasien terduga TB harus apa kaya gitu-gitu aja sih. Disini juga ada FKK nya
jadi otomatis mereka juga sering mengundang petugas Puskesmas buat sosialisasi untuk
274

meningkatkan kesehatan warganya.


Informan Utama 4
Melakukan advokasi ya memberi tahu apa yang ada di wilayah kendalanya apa terus gimana
caranya biar warga itu bisa lebih terbuka sama kita kalau ada yng sakit itu jangan ditutup-
tutupi, bilang sama kadernya jangan malu kalau nggak nggeh langsung datang aja ke
Puskesmas.
5. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 3
yang dialami dalam melakukan Tidak ada mbak.
sosialisasi terkait dengan Informan Utama 4
program P2TB? Hambatannya ya ada warga yang kurang terbuka kaya gitu terus masih ini ya kalau yang
sakit itu jarang pakai masker, itu aja sih hambatannya.
Surveilans Tuberkulosis
6. Bagaiaman pelaksanaan Informan Utama 3
surveilans yang dilakukan untuk Jadi, e... penemuan kasus itu bisa dengan saya waktu screening. Jadi, saya waktu screening
menemukan kasus TB di kan screening dilakukan e... setiap minggu ditergetkan kan 50 orang minimal. Lha misalkan
masyarakat? di rumah ini terdapat lebih, satu rumah kan nggak mungkin satu orang itu kan jarang sekali,
itu kan minimal 2 atau 3 atau sampai 6 orang. Lha dari situ kan nanti sekalian pematanuan
jentik sekalian ditanya disitu keluhannya apa ditanya. Lha sudah itu, berarti kalau udah
menjurus ke satu itu yang pentingkan batuk berdahak sudah lebih dari 2 minggu, lha dari
situ kok misalkan. Lha nanti kan saya itu dapat suspek, itu dapat suspek satu misalkan. Lha
pot dahak itu saya kasih ke yang suspek itu, kalau nggak bisa ke Puskesmas ya saya e... apa
buat tampungan dahak tak kasihkan ke orangnya nanti saya pagi ambil langsung tak kasih ke
Puskesmas. Kalau orangnya bisa ke Puskesmas, saya suruh ke Puskesmas itu dengan cara
screening. Kalau yang kedua dengan itu informasi dari kader atau mungkin dari URP atau
275

warga setempat yang mengetahui kalau ada orang yang batuk lama lebih dari 2 minggu, lha
itu saya kunjungi saya analisis apakah bener atau tidak. Kalau bisa ke Puskesmas priksa dulu
ke Puskesmas tapi kalau tidak ya tak kasih pot dahak itu. Lha nanti batuknya itu bangun
tidur nanti ditaruhkan, lha paginya langsung tak ambil tak bawa ke Puskesmas.
Informan Utama 4
Penemuan kasusnya, pelaksanaannya ya yang pertama kita screening. Kalau udah screening
kan kalau ditemukan suspek, suspek yang masuk tanda dan gejala TB berarti dia disarankan
untuk periksa terus nanti kita beri pot dahak untuk dia nanti dibawa ke Puskesmas.
Pengembalian pot dahaknya itu kebanyakan pasiennya sendiri yang membawa kalau nggak
pasien ya keluarganya, soalnya kan kebanyakan pada bekerja jadi menentukan jamnya
mereka sendiri. Saya kalau advokasi buat periksa mereka patuh.
7. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 3
yang dialami petugas dalam Banyak e... jarang ditemu suspek gitu. Masih banyak masyarakat yang kurang terbuka jadi
pelaksanaan surveilans tersebut? jarang yang terduga suspek gitu. Mungkin kalau yang terbuka itu yang deket sama petugas
atau kader yang udah tau, tapi ada juga yang emang bener-bener kalau itu nggak tau kalau
itu sakit tiba-tiba udah pengobatan di Rumah Sakit.
Informan Utama 4
Untuk kendalanya ya tadi itu masyarakat e... banyak yang kurang terbuka untuk e... yang
sakit batuk, terus ya mungkin takut untuk periksa. Periksanya ya mungkin keluar ndak di
Puskesmas, biasanya gitu di Rumah sakit atau dimana gitu.
Pengendalian Faktor Resiko
8. Bagaiman upaya yang dilakukan Informan Utama 3
dalam menyusun rancangan Lha tadi dengan penyuluhan tadi kan diajarkan e... kalau ada pasien dengan positif TB
rencana tindak dan respon cepat disarankan untuk memakai masker, terus yang kedua kalau batukpun juga e... pakai tissu
276

terhadap faktor risiko penyakit atau nggak ya minimalkan jangan langsung disemburkan ke orag lain sama kalau e...
TB? dirumahnya itu seminim mungkin ada fentilasinya, ya harus e... pintu tapi juga jendela tapi
juga atapnya juga ada yang terbuka buat fentilasinya gitu, pencahayaannya gitu.
Informan Utama 4
Rancangan tindakan ya itu kalau ada yang sakit batuk di sekitarnya atau di keluarganya itu
juga disarankan untuk periksa, untuk penanggulangannya seperti itu sih, investigasi
kontaknya di sekitarnya.
9. Bagaiaman Anda menganalisis Informan Utama 3
potensi ancaman penyakit, E... ya itu sebisa mungkin e... jadi kalau e... misalkan di wilayah tersebut di RT si A ada
sumber dan cara penularan, serta kasus TB misalkan ada orang terkena TB, lha itu kita diwajibkan dari Dinas Kesehatan itu
faktor-faktor yang berpengaruh untuk melakukan investigasi kontak di area sekitarnya e... 2 sampai 5 rumah disekitar
terhadap penularan penyakit pasien yang kena TB yaitu e... diwawancara gitu, discreening apakah batuk atau tidak. Kan
TB? bisa juga penularannya kan nggak tau, kalau TB kan lewat udara. Biasanya dari situ
mengantisispasinya dari situ, jadi investigasi kontak disekitar orang yang terkena TB.
Informan Utama 4
Kalau analisis sumber penularan nggak, cuma kita wawancara aja itu yang melakukan bukan
saya tapi yang melakukan itu epid. Jadi, seperti dia bekerjanya dimana, apakah ditempat
bekerjanya tertularnya disana atau nggak kaya gitu, terus kerjanya apa. Petugas epid yang
melakukan analisis itu.
10. Bagaiaman upaya yang Informan Utama 3
dilakukan dalam pengendalian Yang pertama sih kita ke pasiennya sendiri yang terkena TB harus pakai masker gitu, jangan
faktor risiko pada masyarakat meludah sembarangan soalnya TB kan menularnya lewat udara.
yang dilingkungannya terdapat Informan Utama 4
penderita TB? Upaya yang dilakukan ya kita penyuluhan aja biar mereka itu tau dan sadar akan bahayanya
277

TB itu biar saling terbuka terus bisa dikasih tau ke keluarganya masing-masing. Stigma
negatif tentag TB di masyarakat nggak ada sih mbak, e... mereka tau kalau itu sakit tapi ya
ndak ada perbedaan atau apa masih sama. Soalnya yang sakitpun udah sadar oh iya sakit
terus harus pakai masker.
11. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 3
yang dialami dalam melakukan Tidak ada kendala.
pengendalian faktor risiko Informan Utama 4
Tuberkulosis? Hambatannya mungkin nggak ada sih mbak, nggak ada. Pada minum obat teratur semua.

Penemuan dan Penanganan Kasus


12. Bagaiamana langkah penemuan Informan Utama 3
kasus penderita TB yang
Penemuan kasusnya tadi kita screening dulu ke warga. Dimulai dari screening terus, terus
dilakukan di masyarakat?
nanti kita bawa hasil dahak ke pemegang program TB di Puskesmas. Kalau hasilnya positif
TB, kita melakukan investigasi kontak dilingkungan sekitarnya.

Informan Utama 4
Langka-langkah penemuan kasusnya tadi kita screening dulu ke warga. Dimulai dari
screening terus ada tanda gejala yang masuk atau ndak, kalau ada nanti disarankan tapi kalau
nggak ya nggak. Kalau ditemukan warga yang positif TB, kita nanti investigasi kontak untuk
melihat apakah yang lainnya juga tertular TB atau tidak.

13 Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 3


yang Anda alami dalam Seperti yang sudah saya katakan tadi, masyarakatnya kurang terbuka ndak mau periksa di
melakukan penemuan kasus Tb Puskesmas, kalau mau periksa mungkin di luar Puskesmas Karangmalang.
278

di masyarakat? Informan Utama 4


Seperti yang sudah saya katakan tadi, masyarakatnya kurang terbuka ndak mau periksa di
Puskesmas, kalau mau periksa mungkin di luar Puskesmas Karangmalang.
SUMBER DAYA
Sumber daya Manusia
1. Apakah jumlah sumber daya Informan Utama 3
petugas surveilans di Puskesmas Ya sudah soalnya disisni kan wilayahnya kecil, jadi e... sudah pas gitu lho itu sudah sesuai.
ini sudah memadai? Kan satu Gasurkes itu merapel 2-3 Kelurahan, kalau disini ya sudah pas sesuai.
Informan Utama 4
Sudah memadai sih insyaallah sih sudah.
2. Apakah petugas yang menjadi Informan Utama 3
tenaga surveilans sudah sesuai Iya sesuai.
dengan ketentuan standar Informan Utama 4
kompetensi di bidang Sudah.
epidemiologi?

3. Bagaimanakah pelatihan yang Informan Utama 3


diterima oleh petugas surveilans Ya pernah, jadi setiap kita awal tahun atau awal pertama kali kerja gitu kaya dikasih
untuk meningkatkan kinerja pengetahuan baru sama Dinas Kesehatan. kalau tahun ini sudah pernah dilakuakn, ya itu tadi
dalam pelaksanaan program awal tahun.
P2TB di Puskesmas ini? Informan Utama 4
Pernah pelatihan sekali dalam setahun kegiatannya itu dalam 2 hari. Kita diberitahu gimana
caranya sosialisasi yang benar, terus cara apabila ada kendala yang mangkir obat atau putus
obat atau yang pernah sakit terus kambuh lagi. Pelatihannya itu dari Dinas Kesehatan yang
ngadain. Sekali dalan setahun.
279

Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


4. Bagaiamana ketersediaan sarana Informan Utama 3
dan prasarana dalam Jadi e... dari Puskesmas itu ya juga apa ya memfasilitasi misalkan apa butuh apa kaya butuh
penyelenggaraan program P2TB pot dahak pun langsung dikasih nggak nggak dipersulit, soalnya targetnya pun disini masih
di Puskesmas untuk mendukung kurang. Kalau untuk wilayah Puskesmas ini kalau nggak salah 80 dalam satu tahun itu
pelaksanaan surveilans penyakit cakupannya kan dalam satu tahun. Kalau disini sudah ditemukan ada 40 an lah penemuan
TB? kasusnya itu hampir 50% dari target, itu meliputi 4 Kelurahan. Kalau keberhasilan program
TB nya ya belum sih ya, soalnya ada pasien yang mangkir obat. Ya kalau TB itu kan
pengobatan 6 bulan kaya gitu ada sih ndak semuanya tapi beberapa yang memang belum
tuntas tapi berhenti.
Informan Utama 4
Sarana dan prasarana sudah mencukupi.
5. Apakah terdapat Informan Utama 3
kendala/hambatan dalam Tidak ada kendala.
pengadaan ketersediaan obat/alat Informan Utama 4
kesehatan/sarana dan prasana Tidak ada kendalanya.
terkait program P2TB di
Puskesmas?

Pendanaan
6. Bagaiamana ketersediaan dana Informan Utama 3
dalam pelaksanaan surveilans Kalau dana saya selama dilapangan untuk sosialisasi dan skrining tidak pernah
program Pencegahan dan menggunakan dana.
Penggulangan Tuberkulosis? Informan Utama 4
Kalau masalah dana saya kurang tau. Sosialisasi saya tidak pernah menggunakan dan, hanya
280

kontrak waktu saja.


7. Bagaiamana alokasi dana yang Informan Utama 3
digunakan untuk Ya... tidak ada alokasinya mbak.
penyelenggaraan surveilans Informan Utama 4
program P2TB? Kurang tau juga kalau itu.

SISTEM INFORMASI
1. Bagaiamana ketercapaian Informan Utama 3
indikator kinerja yang dilakukan Kalau capaiannya kerja ya sebetulnya sesuai target, cuma ya itu suspeknya itu e... nggak
oleh petugas surveilans dalam memenuhi target. Balik lagi ke orang-orangnya yang kurang terbuka tapi emang ya disini
pelaksanaan program P2TB di emang jarang yang kena TB, mungkin satu Kelurahan mungkin paling banyak 5 gitu. Ya kita
Puskesmas? tau tiba-tiba waktu pengobatan, kita ndak tau tiba-tiba dia ke Rumah sakit di tes e... BTA nya
positif jadi pengobatannya di Rumah Sakit kaya gitu.
Informan Utama 4
Kalau capaian sih targetnya satu bulan sih,kita sistemnya target kayanya satu bulan itu
menemukan kalau nggak 2 ya 3. Ada yang memenuhi target ada yang belum, soalnyakan
disini juga wilayahnya jarang yang sakit batuk. Target yang menentukan itu pihak Dinas
sesuai tupoksi.
2. Bagaiaman pelaksanaan Informan Utama 3
pencatatan dan palaporan yang Jadi kita setiap bulan itu ada pelaporan. Ada SPJ nya gitu lho mbak, jumlah screening
dilakukan oleh gasurkes kepada berapa, jumlah suspek berapa, jumlah e... suspek yang sudah periksa berapa, yang belum
Dinas Kesehatan dan Kepala periksa berapa, hasil dari periksanya itu positif atau negatif, selanjutnya ada PMO. Kalau
Puskesmas? Seberapa sering Dinas Kesehatan ya itu dengan pelaporan SPJ itu setiap bulan kita pelaporan, ada formnya,
kegiatan tersebut dilakukan? mangkir obat berapa, kunjungan rumah pasien TB berapa gitu. Jadi, ada SPJ nya dan itu ada
juga dionlinenya juga, ada sistem kalau di Dinas Ksehatan itu Semar Betul. Pokoknya semar
281

Betul itu yang tentang Tuberkulosis itu, disitu tu mencakup semua. Disitu ada pasien yang
terkena TB, pasien pengobatan, penyuluhan disitu itu.
Informan Utama 4
kalau kita pelaporannya tiap hari laporan kegiatan itu lewat WA, kalau laporan file itu
laporan email per minggu ada. Kalau laporan untuk hardfile sama softfile itu perbulan ke
Puskesmasnya. Kalau Dinas Kesehatan laporannya itu hardfile sama softfile perbulan.
3. Apakah terdapat Informan Utama 3
kendala/hambatan yang dialami Ya kendalanya paling suspek itu tok. Suspeknya kan kurang jadi targetnya kita kan 80 baru
petugas dalam pelaksanaan mencapai 50 %, jadi belum memenuhi target kalau suspeknya.
pencatatan dan pelaporan? Informan Utama 4
tidak ada.
KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN
1. Bagaiamana bentuk kerjasama Informan Utama 3
yang Anda dilakukan dengan Iya, kan kalau biasanya yang sakit TB itu di cek HIV. Kalau yang HIV itu dicurigai TB atau
lintas program yang ada di tidak, jadi saling berhubungan.
Puskesmas? Informan Utama 4
Iya, sama pemegang program TB jadi apabila ada psien yang sudah periksa itu dia ngasih
tau terus hasinya positif apa negatif itu kita diberitahu.
2. Bagaiaman keberhasilan Informan Utama 3
pelaksanaan penanggulangan Ya selama ini kalau TB belum pernah yang sampai KLB ya mbak. Soalnya disini
terjadinya KLB/wabah TB? diteukannya pasien TB juga sedikit sih ya mdak banyak gitu. Kalau untuk programnya
sendiri ya sudah bagus lah mbak, dari sosialisasinya terus pengobatannya disini pasien TB
nya juga raji-rajin buat berobat.
Informan Utama 4
282

Sudah berhasil, rata-rata pasien pengobatannya berjalan nggak ada yang mangkir obat.
3. Bagaiaman pelaksanaan Informan Utama 3
monitoring dan evaluasi Kalau monevnya kita setiap bulan paparan sama kepala Puskesmas sama pemegang program
penyelenggaraan surveilans di sama epidemiologi, jadi kita kaya paparan gitu per Kelurahan jumlah orangnya yang TB itu
Puskesmas? Seberapa sering berapa, suspeknya berapa yang positif. Kalau monev sama Dinas Kesehatan sudah pernah
kegiatan tersebut dilakukan? diawal tahun kemarin.
Informan Utama 4
Tiap bulan ada monev dari Puskesmas, kalau dai Dinasnya sudah pernah diawal tahun.
Berapa kali dalam setahun itu kurang tau, pihak Dinasnya yang ngasih tau jadi nggak
direncanakan misalkan direnacanakannya dalam undangan gitu, kita belum tau tapi sudah
pernah diawal tahun. Tahun ini sudah pernah diawal tahun kemarin.
4. Bagaiaman monitoring dan Informan Utama 3
evaluasi yang dilakukan oleh Kalau monevnya kita setiap bulan paparan sama kepala Puskesmas sama pemegang program
petugas surveilans kepada sama epidemiologi, jadi kita kaya paparan gitu per Kelurahan jumlah orangnya yang TB itu
Kepala Puskesmas dalam berapa, suspeknya berapa yang positif. Kalau monev sama Dinas Kesehatan Kota sudah
melakukan penemuan kasus? pernah diawal tahun kemarin
Seberapa sering hal tersebut Informan Utama 4
dilakukan! Tiap bulan ada monev dari Puskesmas, kalau dai Dinasnya sudah pernah diawal tahun.
Berapa kali dalam setahun itu kurang tau, pihak Dinasnya yang ngasih tau jadi nggak
direncanakan misalkan direnacanakannya dalam undangan gitu, kita belum tau tapi sudah
pernah diawal tahun. Tahun ini sudah pernah diawal tahun kemarin.
5. Apa saja kendala/hambatan yang Informan Utama 3
dialami dalam melakukan Tidak ada sih, semuanya terjalin dengan baik.
koordinasi dalam pelaksanaan Informan Utama 4
283

program TB baik dengan Tidak ada mbak.


Puskesmas maupun masyarakat?

PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Bagaiamana peran masyarakat Informan Utama 3
dalam penyelenggaraan Kalau masyarakatanya sendiri ya ada yang mendukung tapi ada juga yang belum terbuka
Surveilans Kesehatan untuk dan mendukung. Lebih mendukung ya kadernya. Jadi, saya memberi motivasi untuk kader
meningkatkan kualitas data dan supaya meningkatkan e... giaman caranya kalau ada masyarakat yang batuk itu bisa ke
informasi terkait dengan Puskesmas. Yang pertama lebih ke kadernya kalau le individunya nggak semua pertemuan
penyakit TB? itu ada orangnya disitu satu RT gitu kan, yang sering dateng kan kadernya jadi saya
menghimbau untuk kadernya dan yang dateng ke penyuluhan tersebut. Bisa juga waktu saya
screening itu saya menghimbau misalkan ada keluhan apapun entah itu ndak batuk aja saya
suruh ke puskesmas
Informan Utama 4
Peran serta masyarakat itu, masyarakat ikut screening TB. Jadi, dia ikut mewaspadai gitu
kalau ada yang sakit batuk dikit aja bisa lapor ke saya kan udah punya kontak saya. Kalau
screening biasanyakan disini ada PSN, apabila kita PSN itu sekalian kita screening. Kalau
nggak waktu penyuluhan itu bisa dilakukan screening.
2. Bagaiamana peran masyarakat Informan Utama 3
dalam penyelenggaraan Ya kalau penemuan kasusnya kan saya sering sosialisasi setiap pertemuan RT, RW, atau
Surveilans Kesehatan penemuan tingka Kelurahan saya kan memberikan infromasi. Jadi, menghimbau mungkin ada
pasien TB di lingkungannya? tetangganya atau saudaranya yang batuk lebih dari 2 minggu tak suruh ke Puskesmas. Kalau
misalkan ndak bisa ke Puskesmas ya ngomong sama saya, nanti saya kunjungan rumah.
Informan Utama 4
Ya masyarakat yang terbuka sama kita ikut mewaspadai terus ikut mengingatkan kalau itu
284

yang penyakit TB pengobatannya teratur kaya gitu, ikut saling mengingatkan. Bagi
masyarakat yang belum mau terbuka sama sakitnya ya masih banyak juga disini.

Informan Utama 5 dan 6


No. Pertanyaan Hasil Wawancara
1. Bagaiamana petugas TB di Informan Utama 5
Puskesmas melakukan
Kalau dari TB untuk melakukan sosialisasi dari Puskesmas. Saya menemukan kasus MDR
sosialisasi tentang penyakit TB
langsung kunjungan ke pasien TB itu di wilayah Polaman RT/RW.01/02, kemudian saya
kepada Anda? Sebarapa sering
melakukan screening di sekitar yang kena TB itu kan 30 keluarga tetangga itu bisa gitu.
petugas TB melakukan
Puskesmas juga ngasih sosialisasi tentang TB kalau ada pertemuan di Puskesmas kadang-
sosialisasi tersebut! kadang itu, terus di Kelurahan, PKK, sama FKK itu. pertemuannya itu kadang e... bulan ini
di Puskesmas terus besok berapa bulan lagi di FKK. Kemarin itu baru aja di FKK bulan ini
dari Puskesmas.
Informan Utama 6
Pasti mbak, ketika ada perkumpulan seperti forum FKK gitu kita pasti mengundang petugas
Puskesmas. Kalau sosialisasi itu ditingkat RT atau RW itu biasane Gasurkes, kalau diwilayah
kami ya saya ikut mendampingi mereka di pertemuan FKK, RT, RW, arisan atau tahlil.
Untuk pelaksanaannya ndak mesti mbak, kalau PKK kan kebetulan wilayah saya disini itu 2
minggu sekali berarti sosialisasi itu 2 minggu sekali, tapi kalau pas tahlilan atau acara apa itu
kan di kami itu apa ya, ya seminggu sekali mbak. Dalam seminggu itu kan pertemuan
banyak, paling kita ambil nanti jamaahnya yang paling banyak nanti kita sama Gasurkes
masuk.
2. Apaka sajakah media yang Informan Utama 5
digunakan saat melakukan Iya menggunkan itu to mbak seperti poster itu to yang ditempel itu lho.
285

sosialisasi tersebut? Informan Utama 6


Sosialisasinya kita ya Cuma lisan seperti itu, terus pokoknya lengkap mbak semisal batuk
kita nanti kita harus ya pokok e seperti itu. Kalau leaflet kadang mbak, karena mungkin juga
leaflet juga terbatas. Dari kami Aisiyah juga mbak leaflet sama browsur itu dikasih, tapikan
Cuma 1 untuk berkali-kali
3. Apakah petugas Tb di Informan Utama 5
Puskesmas memberikan Iya itu mbak, ngasih tau lewat penyuluhan sosialisasi itu to tentang TB e... kaya gejalane
informasi terkait dengan gitu-gitu mbak.
program P2TB kepada Anda? Informan Utama 6
Iya pernah mbak, waktu ada pertemuan kader kesehatan di Puskesmas itu tapi ndak banyak
mbak. Saya tau banyak tentang TB ya ikut pertemuan yang dilakukans ama pihak Aisyiyah
itu, saya ditunjuk buat jadi kader TB
4. Bagaiamana upaya penemuan Informan Utama 5
kasus pasien TB yang dilakukan E... ini saya nganu mbak ya, saya itu langsung ke Gasurkes. Kan antar Gasurkes sama
oleh Puskesmas? Puskesmas kan kerjasama terus sekarang kan sama kader kerjasama. Sekarang tu disarankan
ya dianjurkan dari pihak Dinas Kesehatan minta itu, ya Puskesmas minta itu ya memang
kalau bisa antara Puskesmas, Gasurkes, kader itu harus kerjasama. Saya dapet suspek 1 itu
tahun ini 2019, ya sekitar 2 bulan itu diwilayah sini ada. Terus saya kan langsung sama
Gasurkes langsung ke rumah itu yang kasus TB tak kasih pot untuk itu to dahak, langsung
cek ke laborat. Lha hasilnya 1 minggu baru tau kalau itu positif TB. Saya tau ada yang batuk
itu dari orang-orang sama keluarga itu e... pas posyandu, terus saya kunjungan kesana sama
Gasurkes terus bawa pot sekalian terus langsung tak tanya-tanya to lha batuk udah sekitar
berapa hari atau bulan.
Informan Utama 6
286

Setahu saya itu dari pasien yang periksa ke Puskesmas, terus laporan dari gasurkes yang
dilapangan itu mbak kan mereka nanti dari warga bilang ke mereka. Saya juga kalau semisal
menemukan pasien TB baru nanti saya bilang dulu ke petugas Puskesmas kalau ini ada yang
kemungkinan sakit TB. Saya dapatnya dari itu screening mbak, habis itu saya juga laporan
ke pihak Aisyiyahnya jadi keduanya itu sama-sama saya bilang ke mereka terus sama-sama
tahu gitu.
5. Bagaiaman upaya Anda dalam Informan Utama
menemukan pasien terduga TB Penemuan kasusnya tadi kita skrining dulu ke warga. Dimulai dari skrining terus, terus nanti
yang ada di lingkungan kita bawa hasil dahak ke pemegang program TB di Puskesmas. Kalau hasilnya positif TB,
masyarakat? kita melakukan investigasi kontak dilingkungan sekitarnya
Informan Utama 6
Kan nanti kita screening mbak, nanti kita screening kan otomatis kita cari suspek walaupun
itu positif atau negatif yang penting kita kan dapet suspek gitu aja. Semisal kita ada indeks
kasus nanti kita screening, kalau ndak semisal kita PJN itu to mbak e... kita kan PJN to mbak
ke RT/RW itu seminggu sekali tapi kalau kita ke kelurahan itu 1 bilan sekali, jadi pada saat
itu kita juga screening mbak. Nanti kan ada itu, sekalian jentik itu DBD juga kami
sosialisasikan itu malah door to door mbak saya bersama Gasurkes. Kalau diwilayah kami
itu kader, Gausrkes, pak RT, pak RW, sama pak Lurah. Sosialisasinya tidak banyak orang
mbak tapi kita bagi aja sesuai kelompok tadi.
6. Bagaiamana upaya Anda dalam Informan Utama 4
mendukung pengobatan Untuk dari kader ya harus tanya-tanya pengobatannya rajin atau tidak. Saya melakukan
penderita TB? kunjungan rumah sama Gasurkes, saya sendiri juga kunjungan tapi ndak terlalu sering yang
penting kita pantau dari lingkungan atau keluarga kan bisa tanya-tanya.
Informan Utama 5
287

Kita mau berobat tapi oh ini nggak ada transportasinya kok sulit nanti Puskesmas yang
menjemput. Kalau TB dengan gizi buruk mbak itu mbak, kalau tidak yo pokoknya sekarang
Puskesmas ya untuk TB itu sekarang pokok e emang prioritas. Kalau kemajuan pengobatan
ya tidak begitu anu ya mbak, tapi kan saya hanya menanyakan tanggal berapa kira-kira
ambil obat atau obat habis kapan kan bisa saya bantu karena untuk lebih dalemnya kan saya
ndak bisa semisal untuk berapa orang kan saya otomatis yo baginya susah mbak waktunya.
Saya Cuma tau obatnya habis tinggal segini atau berapa nanti kalau bisa saya anter ya tak
anter, kalau ndak tak bilangke ke gasurkesnya nanti semisal mau ke Puskesmas dibantu
Gasurkes.
7. Bagiamana upaya yang Anda Informan Utama 5
lakukan dalam pencegahan Warga harus hati-hati dan waspada apalgi kalau itu yang kena penyakit TB batuknya kan
penularan penyakit TB kepada kumannya banyak, jadi haus hati-hati biar ndak tertular ya pakai masker dan jaga dirilah
masyarakat di lingkungan? untuk jada kesehatan kita sendiri. Entah itu ditingkat kecamatan entah itu di mana to itu bisa
saya sampaikan ke dawis RT terus ke PKK RW itu atau jamaah minggu itu bisa sampaikan
untuk ngasih tau kepada warganya supaya tau untuk penyakit TB itu. Pertemuan-pertemuan
kaya gitu bisanya setengah bulan sekali
Informan Utama 6
Ya itu tadi semisal penderita ya kalau bisa pakai APD mbak, minimalkan masker untuk
mengurangi penularan terus untuk anggota keluarganya pasti mbak karena untuk pertama
kali kan itu anggota keluarga. Apalagi kalau ada balitanya itu kan wajib diberikan PPINH
nya itu kan mbak, itu wajib e... ke berobat ke Puskesmas. Sebenarnya itu mereka belum
begitu paham mbak tapi kalau kita bilang paru atau flek itu tidak asing lagi, tapi kalau kita
bilang TB itu seolah-olah TB itu sesuatu yang pokok e momok. Ya itu tadi kita harus
menghilangkan stigma itu tadi mbak stigma itu masih, itu dimana-mana mbak soal e kalau di
288

kota itu banyaknya seperti itu mereka ndak open. Kalau mereka open itu pasti kan TB itu
ditemukan cepet mbak, wong sudah terkena TB aja kita datengi ndak ada TB ndak ada
penyakit, kebanyakan seperti itu. Edukasinya maksud e untuk e... ya kita sosialisasi tapi
mereka itu sepertinya belum apa ya mbak e... ora ngeh banget nek TB itu bahaya, tapi bisa
disembuhkan jangan mengucilkan orang yang berpenyakit TB kan gitu. ya itu tadi mbak,
nek orang desa bilang TB itu suatu momoklah, tapi kalau paru atau mungkin flek itu masih
bisa diobati mereka itu seperti itu.
8. Bagaiamana upaya Anda dalam Informan Utama 5
mengatasi masalah sosial yang Ya karena penyakit TB itu meular ya, dari keluarga kasus TB itu nganu mbak dari pasiennya
berpengaruh pada upaya sendiri itu kadang sok malu. Dikunjungi itu dia ndak mau contohnya disini kan ada 5 orang,
pengobatan pasien TB dan kaya kemarin saya investigasi kontak kan saya kesana dianya ndak mau ditemui. Ada juga
pemutusan penularan TB? yang kebetulan saudaranya Gasurkes, kalau ndak saudaranya itu ndak mau dikunjungi.
Informan Utama 6
Kalau saya sosialisasi ya terus menerus mbak, setiap kali pertemuan itu pasti saya
sosialisasikan. Kalau waktu saya skrining itu dikasih pot, tapi kebanyakan itu tidak mau
yang saya alami lho, “buat apa sih?”atau “nggo opo? Wong koyo ngono. Aku nek loro kan
berobat dewe”. Orang-orang yang mungkin e... kuranglah mbak anune, wis nek wong deso
ki mungkin pergaulane kurang atau mungkin e... penegtahuannya itu kurang gitu mbak.
Budaya itu pengaruh sekali mbak.
9. Bagaiamana sistem pelaporan Informan Utama 5
yang Anda lakukan dalam Lapornya itu terutama ya dari Puskesmas dulu mbak, biar pihak Puskesmas itu tahu terus
pelaksanaan program P2TB setelah itu saya buat laporan untuk ke Aisyiyah.
kepada pihak Puskesmas? Informan Utama 6
Saya kalau semisal menemukan terduga punya penyakit TB, nanti saya bilang ke
289

gasurkesnya kalau disini ada yang punya ciri-ciri TB kalau ndak ya pe petugas yang di
Puskesmasnya itu. Nanti gasurkesnya langsung ke tempat penderita TB tadi.
10. Bagaiamana ketersedian sarana Informan Utama 5
dan parasaran yang Anda Ndak ada yang saya bawa pas sosialisasi, ya cuma hanya ngomong aja. Paling pot dahak itu
gunakan dalam pelaksanaan mbak, kalau ada yang gejala TB kalau ndak ada ya saya ndak bawa.
program P2TB? Informan Utama 6
Sebenarnya iya mbak, tapikan kalau kita sosialisasi ya sudah gitu aja. Lebih banyak bicara,
paling kita lebih banyak liatke itu kan leaflet nanti gambarnya kan sperti ini, Kalau saya kan
dari Aisiyah mbak, jadi itu biasane kalau di PKK atau apa itu mesti saya bawa karena
memang 1 itu mbak leafletnya ya untuk semua. Kalau dari Puskesmas saya belum diberikan,
tapikan karena mungkin dari Aisiyah juga sudah ada kan mungkin juga sama.
11. Bagaiaman alokasi dana yang Informan Utama 5
Anda gunakan dalam Ndak ada dana mbak buat sosialisasi itu.
pelaksanaan program P2TB? Informan Utama 6
Berasal darimana dana tersebut! Kalau dana yang dibutuhkan, kalau sosialisasi kita ya sosialisasi mbak. Jadi, setiap kali ada
pertemuan kita nimbrung disitu karena kalau dana memang ndak ada untuk sosialisasi TB
semisal saya ada anggaran sendiri buat ngumpulin orang itu ndak. Soal e emang ndak ada
dana. Ndak ada mbak, kita kan sosialisasi sendiri.
12. Apakah petugas TB di Informan Utama 5
Puskesmas melakukan Kalau Puskesmas itu ndak dampingi kalau di pertemuan RT/RW, tapi kalau di Kelurahan itu
pendampingan saat kali Anda ada. Datangnya Puskesmas itu kesini paling ya Posyandu itu setiap bulannya.
melakukan penemuan kasus atau Informan Utama 6
sosialisasi kepada warga Mendampingi lewat Gasurkes itu tadi. Pertemuan kader TB di Puskesmas e... karena kitakan
masyarakat di ligkungan Anda? ya itu tadi mbak kita ada forum sendiri-sendiri, jadi kita memang kegiatan kita kalau forum
290

TB kita ya ke komunitas TB itu mbak. Kumpul komunitas TB nya itu ndak mesti ok mbak,
kita kemarin ada kumpul di Kecamatan. Kalau yang dari Aisiyah ya itu tadi, kita setiap 2
bulan sekali itu monev, kalau di Puskesmas itu kan ndak banyak mbak yang kader TB
khusus itu ndak ada. Saya paling nimbrungnya ke Gasurkes pas ada pertemuan itu, nah saya
diundang kesitu nanti oh tau laporan-laporan mereka jadi saya mengikuti. Kalau Gasurkes
setiap satu bulan sekali mereka laporan ke Kapus, kalau ke Aisiyah kan 2 bukan sekali kita
monev. Nanti kan kita e... ya kadang plus laporan juga mbak, nanti apa yang perlu dilakukan
atau apa kita bisa sharing sendiri mbak. Kalau Puskesmas buat pelatihan kader TB kayane
belum ada, cuma kemarin itu ada di Puskesmas Mijen mbak tapi keseluruhan. Jadi, memang
e... kita undangannya itu di Puskesmas Mijen gitu, itu juga sama dulu pas e... Puskesmas
Karangmalang mengirimkan kami ke Hotel Muria oleh Aisiyah yang 4 hari itu. Aisyah
memberi undangan ke Puskesmas Karangmalang terus mengirim kami ke kegiatannya
Aisiyah. Kuta dilatih jadi kader Aisiyah, otomatis kan kita dikirim dari Puskesmas
Karangmalang itu kita sekali itu kita pelatihan tapi kita ndak cukup sampai disitu mbak, kita
ada kelanjutannya jadi kita lanjut. Kita ada FKTB itu terus kita juga ada monev, otomatis
kita kan saling nyambung komunikasinya sampai sekarang.
13. Apakah pihak Puskesmas Informan Utama 5
melakukan kerjasama dengan Kalau Puskesmas ya kerjasama, saya iya kerjasama sama perangkat desa.
Kepala Desa, Kepala RT/RW, Informan Utama 6
pemuka agama setempat, atau Iya bekerjasama mbak.
organisasi masyarakat di
lingkungan Anda? Bagaimana
bentuk kerjasama tersebut?

14. Apakah kader pernah Informan Utama 5


291

mendapatkan pelatihan yang Kalau dari Puskesmas ngasih pelatihan itu ndak pernah, saya pelatihan untuk TB pertama itu
dilakukan oleh Puskesmas saat ikut organisasi Aisyiyah.
terkait program P2TB? Informan Utama 6
Pelatihan untuk kader TB ada mbak, dari Aisyiyah itu 1 tahun sekali ada mbak di Kecamatan
itu khusus untuk TB tahun ini baru 1 kali mbak.
15. Bagaiamana evaluasi yang Informan Utama 5
dilakukan oleh petugas TB di Kalau evaluasi itu ndak ada, tapi saat Posyandu itu to mbak mereka juga tanyai tentang
Puskesmas dengan Anda terkait warga TB itu perkembangannya gimana gitu-gitu. Kalau target ndak ada dari Puskesmas itu
program P2TB? mbak. Pelatihan untuk kader TB ada mbak, kalau pelatihan dari Aisyiyah itu 1 tahun sekali
ada mbak di Kecamatan itu khusus untuk TB tahun ini baru 1 kali mbak. Tapi kalau
pertemuan kader kesehatan secara umum di Puskesmas itu kadang ya di sampaikan mbak
sedikit.
Informan Utama 6
Kalau evaluasi sama Puskesmasnya belum pernah mbak, paling saya Cuma laporan kalau
ada warga yang terduga TB ke mereka atau sama gasurkesnya.
16. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Utama 5
yang Anda alami dalam Ya kendalane ya itu mbak, Kebanyakan yang saya alami itu gitu mbak, intinya sok malu gitu
pelaksanaan program P2TB? dari orang lain jangan sampai tau punya penyakit TB. Lingkungan ndak mengucilkan tapi
malah keluarga yang menutupi biar orang lain ndak tau. Saya mau kunjungan langsung ke
penderita TB to dari keluarga menutupi kaya gitu mbak. Jadi, saya mau kunjungan ya maju
mundarlah ya, terus saya investigasi kontak aja gitu dari pada nanti akibat dibelakang rame.
Memang dari kadre lain juga gitu, dari keluarga ya gitu ndak mau terbuka. Penderita juga
jarang yang pakai masker gitu mbak, kalau diingatkan juga ngeyel. Ya kita harus hati-hati
memberi saran ke keluarga sama penderita TB, kita harus pandai-pandainya kasih saran
292

supaya kita diterima dnegan baik.


Informan Utama 6
Ya itu tadi, mereka itu ndak open terus sosialisasi ke meraka itu padahal kita sudah sering
tapi mereka menangkapnya kan lain mbak. Jadi, mungkin kalau banyak lebih gencar lagi
bisa membantu kami menuntaskan TB.

Informan Triangulasi 2 dan 3


No. Pertanyaan Hasil Wawancara
KEGIATAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Promosi Kesehatan
1. Bagaimanaa petugas Puskesmas Informan Triangulasi 2
memberikan sosialisasi kepada Bapak tau sakit TB itu pas sakit terus periksa di Rumah sakit, tapi ambil obatnya sama
Anda ketika memeriksakan diri priksanya di Puskesmas mbak. Setiap ke Puskesmas itu petugas Puskesmas ya biasa ngasih
ke Puskesmas? tau cara penanggulangan sakit TB itu ... kaya minum obat terus rajin periksa datang ke
Puskesmas untuk suntik 2 bulan berturut-turut terus minum obat setiap pagi. Disaranke tidak
boleh minum yang manis-manis, sehari sekali minum susunya tiap pagi gitu. Saya ditanya
punya sakit apa, tapi pas itu saya lagi batuk terus disusuruh periksa Lab di Puskesmas tapi
negatif ndak ketularan. Anak saya juga di suruh periksa juga mbak, tapi hasilnya sama kaya
saya negatif. saya juga menyuruh bapak buat pakai masker kalau sama cucunya biar ndak
ketularan kan kasihan
Informan Triangulasi 3
Kalau kemarin saya kan e... sebelumnya sudah dikasih tahu sama Dinas Kesehatan untuk
PMO itu sendiri, jadi ya menjelaskan kembali kepada saya terus saya meneruskan ke pasien
yang sakit TB soalnya kan dia di rumah sendiri. Ya sebisa mungkin saya jelaskan seminimal
293

mungkinlah intinya setiap hari minum obat gitu, kan ini baru tahap pertama. Saya seringnya
bilang “ini obatnya diminum setiap pagi, kalau bisa sebelum makan kaya gitu”. Lha tapi
saya untuk PMOnya sendiri, saya datang 2 hari atau 3 hari untuk mengecek apakah obatnya
diminum atau tidak gitu.
2. Bagaimana petugas Puskesmas Informan Triangulasi 2
melakukan sosialisasi tentang Nggak ada, Cuma ya menghimbau untuk ventilasinya dan pencahayaannya sebisa mungkin
program Pencegahan dan tu cahaya matahari bisa masuk gitu sehingga kuman yang ada di tubuhnya bisa mati karena
Penanggulangan Tuberkulosis di kan kuman TB kalau kena panas matahari bisa mati. Jadi, ya kita ndak boleh menyebarkan
lingkungan tempat tinggal diagnosa ke siapapun, ya kalau orangnya itu menerima kalau ndak terima kan malah kita
Anda? yang dituntut. Kalau waktu pengambilan dahak saya jelaskan cara batuk yang benar, tapi
kalau waktu ndak pengambilan dahak ya batuk biasa disaran pakai masker. Pasiennya sendiri
ya kadang menggunakan kadang nggak, kan mungkin karena faktor ekonomi juga kan...
masker kan kalau beli diindomaretkan 8.000 dapat 5 jadi kan yo ndak memaksa hanya
menghimbau sebisa mungkin pakai masker. Saya menyarankan pasien tersebut kalau
misalkan emang bisa kesini ya tak suruh kesini, kalau ndak bisa kesini saya kasih pot dahak
tadi semisal nanti batuknya itu pagi saat itu juga tak ambil tak kasih ke Puskesmas gitu.
Kaya gitu karena suspeknya dikita rendah, jadi sebisa mungkin kita nyari gitu lho nggak
harus pasien kesini, kita pun bisa suruh ngambil gitu. Kalau sebagai pasien TB tau
pengambilannya disini gitu.
Informan Triangulasi 3
Nggak ada, Cuma ya menghimbau untuk ventilasinya dan pencahayaannya sebisa mungkin
tu cahaya matahari bisa masuk gitu sehingga kuman yang ada di tubuhnya bisa mati karena
kan kuman TB kalau kena panas matahari bisa mati. Kalau ini kan pasiennya baru ya, dia
melakukan pengobatan ini baru 6 hari ini jadi ya masih teratur minum obatnya. Ini kan
294

penyakit TB ya, jadi sebisa mungkin saya e... kalau kita privasesitas ya sebisa mungkin
jangan sampai orang lain tau kalau terdiagnosa TB. Jadi, ya kita ndak boleh menyebarkan
diagnosa ke siapapun, ya kalau orangnya itu menerima kalau ndak terima kan malah kita
yang dituntut. Kalau waktu pengambilan dahak saya jelaskan cara batuk yang benar, tapi
kalau waktu ndak pengambilan dahak ya batuk biasa disaran pakai masker. Pasiennya sendiri
ya kadang menggunakan kadang nggak, kan mungkin karena faktor ekonomi juga kan...
masker kan kalau beli diindomaretkan 8.000 dapat 5 jadi kan yo ndak memaksa hanya
menghimbau sebisa mungkin pakai masker. Saya menyarankan pasien tersebut kalau
misalkan emang bisa kesini ya tak suruh kesini, kalau ndak bisa kesini saya kasih pot dahak
tadi semisal nanti batuknya itu pagi saat itu juga tak ambil tak kasih ke Puskesmas gitu.
Kaya gitu karena suspeknya dikita rendah, jadi sebisa mungkin kita nyari gitu lho nggak
harus pasien kesini, kita pun bisa suruh ngambil gitu. Kalau sebagai pasien TB tau
pengambilannya disini gitu
3. Seberapa sering petugas Informan Triangulasi 2
Puskesmas melakukan Kalau Puskesmas sendiri belum pernah, kalau Dinas Kesehatan pas ada pelatihan dikasih tau
sosialisasi tersebut? tetang penyakit TB dan program penanggulangannya kaya gitu.
Informan Triangulasi 3
Kalau Puskesmas sendiri belum pernah, kalau Dinas Kesehatan pas ada pelatihan dikasih tau
tetang penyakit TB dan program penanggulangannya kaya gitu
4. Apaka sajakah media yang Informan Triangulasi 2
digunakan saat melakukan Ya, jadi ke pengawasnya sama BP itu dikasih tau TB itu seperti apa terus dianjurkan pakai
sosialisasi tersebut? masker kaya gitu
Informan Triangulasi 3
Ya, jadi ke pengawasnya sama BP itu dikasih tau TB itu seperti apa terus dianjurkan pakai
295

masker kaya gitu


Pengendalian Faktor Resiko
5. Bagaimana upaya yang Informan Triangulasi 2
dilakukan petugas Puskesmas Kalau makan itu piring, sendok, sama gelas dilainkan ndak dijakan satu. Kalau dicuci
dalam melakukan pengendalian pakainya tempat sabun sendiri ndak disamakan tapi dipisah-pisah.
penyakit pada pasien TB agar Informan Triangulasi 3
tidak terjadi penularan? Menyarankan kalau batuk ditutupi pakai masker, dahaknya dibersihkan pakai tissu terus
nanti tissunya dikumpulin jadi satu langsung dibuang di tempat sampah, konsumsi makanan
yang seimbang, minum obat secara teratur, sama sering berjemur supaya kuman TB nya mati
kena sinar matahari
6. Bagaimana upaya yang Informan Triangulasi 2
dilakukan petugas Puskesmas Kalau petugasnya keliling itu ya waktu ada periksa jentik-jentik nyamuk itu mbak, kalau
dalam pengendalian penyakit TB kasih tau ke warga soal sakit TB/batuk ini saya kayanya belum pernah mbak. Kalau
kepada masyarakat dilingkungan Posyandu itu sering mbak tiap bulan itu ada..
Anda? Informan Triangulasi 3
Kalau di masyarakat ya kalau ada gejala batuk-batuk dalam jangka waktu yang lama
disarankan untuk segera periksa ke Puskesmas, menutup mulut ketika batuk atau ada orang
yang batuk supaya tidak menular atau tertular, sama kalau ada orang lain yang menunjukkan
tanda gejala TB ya segera lapor ke gasurkesnya atau petugas Puskesmasnya itu bisanya
disampaikan pas gasurkesnya kunjungan ke rumah-rumah gitu
7. Apakah anda tahu alur Informan Triangulasi 2
pemeriksaan pasien untuk semua Ya itu suruh ya nanti di tensi terus ditimbang, baru ketemu sama bu Rini kalau nggak itu
pasien batuk dan/atau alur sama pak Supri terus nanti dikasih obatnya itu yang warna merah. Kalau minggu ya saya
pelaporan yanga ada di tetap disuruh datang ke Puskesmas buat suntik itu mbak. Ini kan Bapaknya tau kalau sakit
296

Puskesmas? TB waktu dibawa ke Rumah Sakit Karyadi itu mbak, tapi ngambil obatnya e... obat jalannya
di Puskesmas Karangmalang. Obat sama suntiknya di Puskesmas sini, kalau dulu periksa
sakitnya pas awal itu di Rumah Sakit.
Informan Triangulasi 3
Pertama-tama di cek dulu dahaknya di Puskesmas, kalau ini kan kemarin orangnya tidak
bisa ke Puskesmas jadi saya kasih pot dahak lalu paginya pot dahak itu saya bawa ke
Puskesmas. Setelah 5 hari hasil tesnyakan keluar dan ternyata positif TB, waktu lihat tesnya
itu orangnya bisa ke Puskesmas jadi sama petugasnya langsung di berikan obat TB sama di
kasih tau penyakit Tb penanganannya seperti apa baik dirumah maupun diluar rumah,
minum obatnya secara teratur, kemudian nanti saya yang akan menegcek apakah obatnya
diminum teratur apa ndak, sama kalau obat habis jika ndak bisa ngambil ke Puskesmas nanti
saya yang akan mengambilkan gitu. Kalau ke Puskesmas nanti ndak perlu antri di depan tapi
langsung saja menemui petugas Tbnya di BP gitu
8. Apakah Anda pernah melihat Informan Triangulasi 2
petugas memberikan penyuluhan Kalau pas kesana ndak pernah tau ya mbak. Iya saya sama Bapak pernah dikasih tau pas lagi
etika batuk kepada petugas ambil obat ke sana, kalau batuk ditutup pakai tissu atau pakai masker gitu.
kesehatan, pasien TB maupun Informan Triangulasi 3
pengunjung Puskesmas yang Iya pernah, kan disini ada TV to mbak nah itu bisanya ada video tentang tata cara batuk yang
lain? baik dan benar yang bisa dilihat pengunjung Puskesmas di ruang tunggu

9. Apakah poster, spanduk, Informan Triangulasi 2


browsur atau leftlet tentang Iya ada kayanya mbak, saya ndak terlalu lihat itu yang ada di Puskesmas.
penyakit TB yang ada di Informan Triangulasi 3
Puskesmas? Ada disini
297

Penemuan dan Penanganan Kasus


10. Bagaimanaa upaya penemuan Informan Triangulasi 2
kasus pasien TB yang dilakukan Kalau ini saya tidak tau.
oleh Puskesmas? Informan Triangulasi 3
Hasil dari skrining yang dilakukan gasurkesnya mbak itu kan nanti dapat suspek terus di tes
di labnya buat mastiin positif atau negatif. Ada juga laporan dari masyarakatnya sendiri
bilang ke kami gasurkesnya kalau ada warga yang batuk-batuk lama terus nanti gasurkes
mangunjungi untuk skrining
11. Apa sajakah yang petugas Informan Triangulasi 2
Puskesmas jelaskan terkait Iya kemarin dikasih tau suruh nunggu 5 hari setelah periksa dahaknya itu, soalnya kan
dengan proses pemeriksaan periksanya disana e... tesnya itu dibawa ke Karyadi terus hasilnya dikasih tau kalau positif
laboratorium yang dilakukan sama petugas Puskesmasnya itu. Saya disuruh ke Puskesmanya tiap hari buat suntik itu
dalam mendiagnosis pasien TB? mbak 2 bulan penuh, walaupun hari minggu juga kesini, kalau obatnya habis ya suruh ambil
disini.
Informan Triangulasi 3
Pasien sih dikasih tahu nya gini, jadi nanti dahaknya itu di bawa ke laboratorium buat di tes
apakah positif atau negatif TB. Nunggu ya paling lama seminggu nanti baru keluar hasilnya,
lha pas hasilnya keluar nanti kalau itu pasiennya bisa datang ke Puskesmas ya dikasih tau
langsung sama petugas Puskesmasnya tapi kalau ndak bisa datang kesini ya gasurkesnya
yang nyampaiin ke rumah, kasih tahu hasilnya baru nanti pasiennya ke Puskesmas buat
periksa sama dikasih obat kalau dia ternyata positif TB
12. Bagaimana upaya petugas Informan Triangulasi 2
Puskesmas lakukan untuk Saya dikasih taunya suruh ngingetin Bapak rajin minum obatnya sama periksa ke Puskesmas
menjamin pasien TB selalu buat suntik gitu aja mbak, kalau obatnya mau habis tinggal berapa gitu ya saya ke
298

memeriksakan diri dan Puskesmas buat ambil. Iya nanti pas ketemu sama pak Supri atau bu Rini biasanya ditanya
mengkonsumsi Obat Anti Bapaknya rutin minum obatnya apa tidak, ya saya jawabnya rutin kan pasti saya yang
Tuberkulosis (OAT) secara ngingetin mbak ke Bapaknya gitu.
rutin? Informan Triangulasi 3
Ini kan kebetulan saya sendiri yang jadi PMOnya mbak, jadi ya ini orangnya kalau ada
keluhan apa-apa setelah minum obat langsung ngubungi saya lewat WA terus nanti saya
yang sampaikan ke petugas TB Puskesmas terkait keluhannya tadi gitu. selama ini sih
alhamdulillah lancara mbak, ndak ada keluhan bagaimana-bagaimana sama minum obatnya
teratur
13. Apa sajakah kendala/hambatan Informan Triangulasi 2
yang dialami petugas Puskesmas Kurang tau kalau itu mbak.
dalam melakukan penemuan Informan Triangulasi 3
kasus TB di masyarakat? Tidak ada kendala sih mbak

14. Bagaimanaa alur pengambilan Informan Triangulasi 2


obat untuk pasien TB? Ya bawa itu, bawa BPJS itu ngambil obatnya ke Puskesmas. Kalau suntiknya harus nunjukin
kartu BPJS, KTP, sama kartu Puskesmas di kasih ke petugas Puskesmasnya disana saya kasi
ke pak Supri. Baru setelah itu saya dikasih obatnya sama Bapaknya disuntik.
Informan Triangulasi 3
Pasien datang ke Puskesmas buat ambil obat, ndak perlu daftar dulu kaya pasien selain TB
tapi langsung aja menemui petugas Puskesmas di BP itu kan soalnya petugas juga sudah tau
mbak kalau dia itu pasien TB jadi di langsungkan. Bisanya juga dari petugasnya itu
sebelumnya juga mengingatkan kalau besok nih semisal jadwalnya buat ambil obat.
Ngingetinnya di sms kalau ndak ya di WA mbak kan petugas TB nya juga punya nomer
pasiennya
299

15. Bagaimanaa petugas TB Informan Triangulasi 2


melakukan pematauan terhadap Ya petugasnya bilangnya nanti kalau obatnya sudah habis Bapaknya diajak kesini buat
kemajuan hasil pengobatan yang diperiksa lagi. Waktu dulu sudah pernah habis obatnya mbak, terus saya bawa ke Puskesmas
dijalani pasien TB? buat periksa lagi di tes lagi, terus hasilnya sudah baik
Informan Triangulasi 3

16. Bagaimana cara petugas Informan Triangulasi 2


Puskesmas menentukan orang Saya cuma disuruh ngingetin Bapak buat minum obatnya aja sama ngambil obatnya ke
yang akan menjadi PMO Puskesmas gitu mbak, terus makannya yang sehat, nyuruh Bapak buat berjemur tiap pagi,
(Pengawas Minum Obat) untuk sama jendela rumanya dibuka biar matahari bisa masuk sinarnya ke rumah.
setiap pasien TB? Informan Triangulasi 3
Biasanya anggota keluarga yang ditunjuk jadi PMO, tapi karena orang ini saudaranya jauh-
jauh jadi saya gasurkes diwilayah kelurahan yang di tunjuk jadi PMO nya.
Pemberian Kekebalan
17. Bagaimana bentuk kerjasama Informan Triangulasi 2
petugas Puskesmas dengan PMO Ya petugasnya bilangnya nanti kalau obatnya sudah habis Bapaknya diajak kesini buat
pasien TB dalam upaya diperiksa lagi. Waktu dulu sudah pernah habis obatnya mbak, terus saya bawa ke Puskesmas
melakukan pengawasan minum buat periksa lagi di tes lagi, terus hasilnya sudah baik.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)? Informan Triangulasi 3
Ya diingakan sama mengecek obatnya, obatnya dicek diminum atau tidak
Pemberian Kekebalan
18. Bagaimana pelaksanaan Informan Triangulasi 2
pemberian kekebalan kepada Tidak ada mbak, saya serumah sama bapak aja
balita yang dilingkungannya Informan Triangulasi 3
300

terdapat penderita TB?

SUMBER DAYA
Sumber Daya Manusia
1. Menurut Anda, apakah jumlah Informan Triangulasi 2
petugas kesehatan terkait Saya kira cukup, tapi nggak tau kalau sama orang lain tapi kalau saya cukup.
program P2TB di Puskesmas ini Informan Triangulasi 3
sudah memadai? Sudah cukup

2. Bagaimanaa pelayanan yang Informan Triangulasi 2


dilakukan oleh petugas TB di Ya sudah cukup, baik gitu mbak terus sering ngasih saran buat Bapak gitu-gitu.
Puskesmas ini? Informan Triangulasi 3
Ya sudah bagus pelayanan petugasnya.

Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


3. Apakah pernah terjadi Informan Triangulasi 2
kekurangan obat anti Ndak pernah, kalau Puskesmas ini selalu ada. Kalau untuk saya pasti sudah ada, jadi kalau
tuberkulosis yang ada di obat saya habis sudah ada disana saya langsung dikasih.
Puskesmas, saat Anda Informan Triangulasi 3
melakukan pemeriksaan atau Ndak pernah kekurangan obat kalau disini.
mengambil obat?

4. Bagaimanaa ketersediaan sarana Informan Triangulasi 2


dan prasarana dalam Kalau itu saya kurang tau ya ,bak soalnya kan saya ndak pernah masuk di ruang sana sih.
penyelenggaraan program P2TB Masuknya hanya sampai didepan aja itu mbak, kalau Bapak kan lewatnya langsung lewat
samping itu ada pintu disitu ada bel terus pencet bel nya itu langsung nanti petugasnya
301

di Puskesmas? keluar terus ngasih obat. Katanya sih kala TB memang lewatnya situ gitu, jadi saya ndak
pernah masuk ke dalam atau ruang lain mbak.
Informan Triangulasi 3
E.... baik sudah memadai ruangannya bagus.

Pendanaan
5. Bagaimanaa pembiayaan yang Informan Triangulasi 2
dikeluarkan oleh pasien TB Kalau saya pakainya BPJS mbak, jadi ndak bayar ke Puskesmasnya. saya bayarnya ke BPJS
dalam melakukan pengobatan? itu mbak, saya kan bayar sendiri BPJSnya.
Informan Triangulasi 3
Kalau ini saya kurang tahu mbak soalnya kalau ambil obat diambil sendiri sama pasiennya,
saya hanya memastikan minum obatnya aja sih sama kalau ada keluhan sering saya tanyakan
gitu.
SISTEM INFORMASI
1. Bagaimanaa Informan Triangulasi 2
pencatatan/pendataan yang Nggak, ya waktu dulu itu ada petugas yang datang kesini mbak pas awal tau bapak sakit TB
dilakukan oleh Puskesmas? gitu tapi ya sekali itu aja mbak dicatatnya. Katanya sih di wilayah polaman ini ada 9 orang
yang sakitnya sama kaya saya tapi ndak tau siapa-siapa ndak tau mbak. Kalau saya kesitu ya
cuma saya sendiri nggak ada yang lainnya habis periksa ya saya langsung pulang gitu.
Informan Triangulasi 3
Kalau pencatatan itu dilakukan di awal ketika dia sudah diperiksa dahaknya di Puskesmas
kan itu pasti ditanyakan tentang identitasnya, keluhan sakitnya apa saja, terus berapa lama
sakitnya kaya gitu-gitu.
2. Seberapa sering kegiatan Informan Triangulasi 2
Ya sekali waktu dulu itu aja.
302

tersebut dilakukan? Informan Triangulasi 3


Diawal pas periksa itu, ya sekali berarti.

3. Apakah terdapat Informan Triangulasi 2


kendala/hambatan yang dialami Tidak ada.
petugas dalam pelaksanaan Informan Triangulasi 3
pencatatan pasien TB? Tidak ada mbak.

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Apakah pihak Puskesmas Informan Triangulasi 2
melakukan kerjasama dengan Nggak tau mbak, ya mungkin ada itu soalnya kan Puskesmas itu dapat informasi dari rakyat
Kepala Desa, Kepala RT/RW, ya mugkin saja juga kerjasama gitu mbak tapi saya sendiri ndak tau.
pemuka agama setempat, atau Informan Triangulasi 3
organisasi masyarakat di Ya bekerjasama sama perangkat desa disini, ya kan juga ini berhubungan sama warganya
lingkungan Anda? Bagaimana jadi mereka bisa tau bagaimana kondisi kesehatan di lingkungan mereka, warganya ada
bentuk kerjasama tersebut? berapa yang sakit TB, terus kan sebisa mungkin biar ndak ada yang mengucilkan pasien TB,
sama dari perangkat desa kan juga bisa menyebarkan informasi tantang TB ke warganya.
PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Bagaimana peran Anda dalam Informan Triangulasi 2
melaksanakan kegiatanan Nggak ada mbak, saya taunya yang sakit ya saya sendiri kalau yang lainnya ndak pernah tau.
penemuan kasus TB di Di Puskesmasnya juga kalau saya kesana cuma ada saya aja. Di Puskesmasnya juga kalau
lingkungan mayarakat? saya kesana cuma ada saya aja
Informan Triangulasi 3
Melakukan sosialisasi di perkumpulan warga disini tentang penyakit TB, tanda gelanya apa
saja, saling kasih tau kalau ada yang punya tanda-tanda TB buat laporan ke kgasurkesnya,
melakukan screening seringnya seperti itu soalnya kan saya gasurkes ya mbak.
303

2. Bagaimanaa peran Anda sebagai Informan Triangulasi 2


masyarakat dalam mendukung Kalau Bapak ya kadang sama saya kesana mbak, wong pengen sembuh gitu jadi ya kesana
pengobatan penderita TB? sendiri ambil obat terus periksa. Habis selesai ya pulang mbak.
Informan Triangulasi 3
Diingatkan minum obatnya secara teruatur setiap hari, saya selalu tanya ada keluhan apa
yang diarasakan, terus menyarankan untuk selalu hidup bersih dan sehat.
3. Bagaimanaa peran Anda dalam Informan Triangulasi 2
melakukan pencegahan penyakit Ya kalau malam batuk saya pakai tempata sendiri sama tissu, habis itu saya paginya
TB agar tidak tertular? bersihkan sendiri biar ndak tertular ke keluarga yang lainnya.
Informan Utama 3
Pakai masker setiap kali ada yang batuk entah itu batuk biasa atau yang sakit TB, bukannya
kurang sopan atau giman-gimana ya mbak karena ya buat pencegahan aja biar ndak tertular
bagitu. Tapi meski sudah dibilangi kaya gitu, dari merekaya yang susah buat pakai masker
waktu sama orang lain. Ya kaya orang yang sehat biasanya, itu yang susah mbak.
4. Bagaimanaa peran Anda dalam Informan Triangulasi 2
mengatasi masalah sosial yang Kalau ngucilkan ndak ada mbak, kalau sholat jamaah di mushola ya biasa aja mbak ndak ada
berpengaruh pada upaya yang menjauhi. Kalau dari Puskesmas itu sarannya suruh pakai masker gitu, tapi kalau disini
pengobatan pasien TB dan sehari-harinya kadang pakai kadang nggak..
pemutusan penularan TB? Informan Triangulasi 3
Kalau stigma disini ya ada mbak, tapi kan saya sebgai gasurkes selalu mensosialisasikan
bahwa penyakit TB itu meskipun menular tapi masih bisa disemubuhkan. Saya juga sering
bilang kalau biar tidak tertular ya selalu hidup bersih dan sehat baik diri sendiri maupun
lingkungan. Tata cara batuk yang baik dan benar biar tidak menular ke yang lain. Kita juga
menjaga kerahasian pasien TB sih mbak, jadi kan ndak semua masyarakat itu tau siapa aja
yang sakit TB jadi ndak ada yang mengucilkan tau stigma negati. Stigma negatif ada ya
namanya juga penyakit menular ya mbak, tapi sebisa mungkin kita menjaga penyakitnya itu.
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian Puskesmas Purwoyoso

Pemegang Program TB Kader TB 2

PMO 2 Gasurkes

PMO 1 Petugas Laboratorium

304
305

Formulir pasien TB Reagen uji dahak

Obat Anti Tuberkulosis Poli TB

Pencahayaan poli TB
306

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian Puskesmas Karangmalang

Petugas Laboratorium Pemegang Program TB

Gasurkes 1 PMO 1

Kader 1 Kader 2
307

Gasurkes 2 Lemari Penyimpanan OAT

Reagen uji dahak Poli TB

MASKER Pemegang program P2TB Dinas Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai