Pengantar Pendidikan Semester 1
Pengantar Pendidikan Semester 1
Pengantar Pendidikan Semester 1
Bab I
Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
BAB II
Pengertian dan unsur – unsur pendidikan
A. Pengertian pendidikan
1) Batasan pendidikan
Berdasarkan fungsinya :
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi ke generasi
b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian
peserta didik.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara
Sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara
yang baik.
d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki dasar untuk bekerja.
e. Definisi pendidikan menurut GBHN
2) Tujuan dan proses pendidikan
a. Tujuan memiliki 2 fungsi:
- Memberikan arahan kepada kegiatan pendidikan.
- Sesuatu yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan.
b. Proses pendidikan
Kegiatan memobilisasi segenap komponen oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan.
3) Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (SPH)
Konsep SPH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan
penstrukturan pengalaman pendidikan.
4) Kemandirian dalam belajar
Sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri.
B. Unsur – unsur pendidikan
1) Peserta didik
2) Pendidik
3) Interaksi edukatif antara peserta didik dan pendidik
4) Materi atau isi pendidikan
5) Konteks yang mempengaruhi pendidikan.
C. Pendidikan sebagai sistem
1) Pengertian sistem
Himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama – sama berfungsi untuk mencapai suatu
tujuan. (Tatang Amirin 1992;10)
2) Komponen dan saling berhubungan antara komponen dalam sistem pendidikan
Sistem baru merupakan masukan mentah
Guru atau tenaga nnon guru
- Corak buadaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar
3) Hubungan sistem pendidikan dengan sistem lain dan perubahan kedudukan
- Supra sistem, masyarakat
- Sistem, sistem ekonomi, pendidikan, politik
- Subsistem, pendidikan nonformal, formal, informal
- Sub – sub sistem, SD, SM, PT
BAB III
LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PENERAPANNYA
A. Landasan pendidikan
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke
generasi di mana pun di dunia ini.
1. Landasan filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat(falsafat, falsafah). Kata
filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai,dan sophos/sophis
berartui hikmah, arif atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan
konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsep-konsep filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya bersumber dari 2 faktor,yaitu:
(i)Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
(ii)Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran.filsafat berada di antara keduanya: kawasan
seluas dengan religi,namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari
keraguan dan karena mengandalkan akal manusia.(Redja Mudyaharjo,et.al.,1992:126-134)
Penggunaan istilah filsafat dalam 2 pendekatan,yakni:
(1) Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat
bermanfa’at dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
(2) Filsafat sebagai kajian khusus yang formal,yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan
salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang
hakikat yang “ada”,termasuk akal itu sendiri) serta sosial dan politik (filsafat pemerintahan)
a. Pengertian tentang Landasan Filosofis
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan
citra tentan manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
(a) keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini,seperti yang disimpulkan sebagai
zoon politicoon, homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
(b) Masyarakat dan kebudayaannya.
(c) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan
(d) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan,utamanya filsafat pendidikan(Wayan
Ardhana.1986:modul 1/9)
Wayan Ardhana dkk mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi
pendidikan tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti:
(a) Idealisme
(b) Realisme
(c) Perenialisme
(d) Esensialisme
(e) Pragmatisme
(f) Eksistensialisme
Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh
panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya.
Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari
segi nilai kegunaan praktis.
John dewey salah seorang tokoh pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1) Situasi tak tentu, yakni timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu dijabarkan
secara spesifik.
2) Diagnosis, Yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3) Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
4) Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta
implikasinya masing-masing jika dipraktekkan.
5) Evaluasi yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan
penyelenggaraan pendidikan yaitu:
1)Essensialisme
Merupakan mazhab filsafat yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara
eklektis.Mazhab essensialisme mulai lebih dominan di eropa sejak adanya semacam pertaentangan
di antara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran-pelajaran teoritik yang
memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek.
2)Perenialisme
Perenialisme merupakn mazhab filsafat pendidikan yang yang kurikulumnya berisi materi yang
konstan atau perennial.
3)Pragmatisme dan progresivisme
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang
mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:
a) Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
b) Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c) Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d) Harus ada kerjasama sekolah dan rumah.
e) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagogis dan
eksperimentasi.
4)Rekonstruksionisme
Mazhab rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif
dalam pendidikan.
b. Pancasila sebagai landasan filosofis sistem pendidikan nasional(sisdiknas)
Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang
dianggap baik,sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap
keputusan dan tindakan dalam pendidikan,denfgan kata lain:pancasila sebagai sumber system nilai
dalam pendidikan.
Bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan pendidikan.Petunjuk pengalaman pancasila tersebut dapat pula disebut
sebagai butir nilai pancasila sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang maha esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2) Landasan sosiologis
a)Pengertian tentang landasan sosiologis
Sosiologi pendidikan merupaka analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial
di dalam system pendidikan.Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4
bidang:
1) Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah
3) Pengaruh sosial pada perilaku anggotanya
4) sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain
di dalam komunitasnya
b)Masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologis sistem pendididkan nasional(sisdiknas)
Masyarakat sebagai kesatuan hidup meiliki ciri utama antara lain:
a) Ada interaksi antara warga-warganya
b) Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat,norma-norma hukum dan aturan-aturan yang khas
c) Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
3. Landasan Kultural
a) Pengertian tentang landasan kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait
dengan pendidikan
4. Landasan Psikologis
Pemahaman peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah
satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Peserta didik selalu berada dalam
proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupun perkembangan. pertumbuhan terutama
karena pengaruh factor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan,
sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan. Salah satu aspek dari
pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian,
utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri.
BAB IV
A. Perkiraan Masyarakat Masa Depan
Pendidikan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan latar kemasyarakatan dan kebudayaan
Indonesia, landasan sosio-kultural ini merupakan salah satu dasar utama dalam menentukan arah
program pendidikan. Selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai pilar utama pelestarian dan
pengembangan kebudayaan setiap masyarakat sehingga pendidikan dan latar sosio cultural saling
berpengaruh. Perkembangan masyarakat serta kebudayaannya semakin mengalami percepatan yang
disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Kecenderungan Globalisasi
Dengan kata lain menjadikan dunia sebagai satu keutuhan, satu kesatuan.
Menurut Emil Salim (1990, 8 – 9) terdapat empat bidang kekuatan gelombang globalisasi yang
paling kuat dan menonjol daya dobraknya. Beberapa kecenderungan globalisasi dari keempat
bidang tersebut adalah :
a. Bidang IPTEK
Bidang IPTEK mengalami perkembangan yang semakin dipercepat, utamanya dengan penggunaan
berbagai teknologi canggih, seperti komputer dan satelit.
b. Bidang Ekonomi
Bidang ini mengarah ke ekonomi regional atau ekonomi global tanpa mengenal batas – batas
negara.
c. Bidang Lingkungan Hidup
Bidang ini telah menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai pertemuan internasional, yang
mencapai puncaknya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi.
d. Bidang Pendidikan
Bidang pendidikan berkaitan dengan identitas bangsa, termasuk budaya nasional dan budaya –
budaya nusantara.
Kecenderungan globalisasi juga tampak dalam bidang politik, hukum dan hak – hak asasi
manusia, dan paham demokrasi.
Sebagai contoh, pelaksanaan pemilihan umum di suatu negara akan dipantau langsung oleh
berbagai negara dengan mengirim para peninjau baik sebelum atau saat pemilu itu
berlangsung. Oleh karena itu, banyak gagasan dalam menghadapi globalisasi yang
menekankan perlunya berpikir dan berwawasan global namun harus tetap menyesuaikan
keputusan dan tindakan dengan keadaan nyata disekitarnya.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Globalisasi perkembangan IPTEK dapat berdampak positif dan negative tergantung pada
kesiapan bangsa dan individu itu sendiri dalam menerima informasi teknologi tersebut. Segi
positifnya adalah memudahkan untuk mengikuti perkembangan IPTEK di dunia hingga dapat
mengaplikasikannya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Sedangkan segi negativenya
adalah akan timbul masalah – masalah baru apabila kondisi bangsa dan sosio budayanya belum
mampu menerimanya.
Perkembangan Iptek terkait dengan beberapa landasan, yaitu :
a. Landasan Ontologis
Objek dari landasan ini merupakan pengalaman atau pengetahuan yang didapat melalui indra
karena telah ditemukan alat atau bagian yang dapat membantu indra tersebut.
a. Landasan Epistemologis
Cara yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan adalah ilmu pengetahuan yang telah mengalami
perkembangan seiring dengan waktu.
a. Landasan Aksiologis
Landasan ini menekankan pada tujuan Iptek itu sendiri yang tertuju pada kesejahteraan masyarakat.
Terdapat serangkaian kegiatan pengembangan dan pemanfaatan iptek, yakni :
(1) Penelitian dasar ( basic research )
(2) Penelitian terapan ( applied research )
(3) Pengembangan teknologi ( technological depelopment )
(4) Penerapan teknologi
Biasanya langkah – langkah tersebut diikuti oleh langkah evaluasi, apakah hasil iptek
tersebut dapat diterima masyarakat, umpamanya dari segi etis-politis-relegius dan sebagainya.
Karena perkembangan iptek sangat cepat maka penilaian tersebut dimulai sedini mungkin, dimulai
drngan pengarahan awal, dilanjutkan dengan pemantauan selama rangkaian kegiatan itu berlansung,
dan akhirnya penilaian akhir seperti tersebut diatas. Dan telah dikemukakan bahwa globalisasi
perkembangan iptek tersebut merupakan peluang dan tantangan. Terbuka peluang bagi kita untuk
mengikuti perkembangan iptek tersebut secara dini. Sebaliknya apabila masyarakat belum siap
menerimanya, maka akan berubah menjadi tantangan.
Perkembangan Iptek ini dapat terhambat apabila terjadi kesenjangan antara masyarakat ilmuwan
dan masyarakat terdidik nonilmuwan sehingga masyarakat masa depan diupayakan memiliki
wawasan yang luas agar dapat berjalan beriringan dengan kedua golongan tersebut.
3. Perkembangan Arus Komunikasi yang Semakin Padat dan Cepat
Salah satu perkembangan IPTEK yang luar biasa adalah yang berkaitan dengan informasi
dan komunikasi, computer dan sebagainya. Pemakaian satelit komunikasi dan computer telah
membuka peluang surat elektronik, surat kabar elektronik, siaran televisi secara langsung dari
satelit ke rumah – rumah.
Pada umumnya bentuk komunikasi langsung dikenal sebagai komunikasi antarpribadi, baik
komunikasi antara dua orang ataupun dalam kelompok kecil dengan ciri pokok adanya dialog
diantara pihak – pihak yang berkomunikasi. Sedangkan komunikasi yang bercirikan monolog
adalah komunikasi public, yang dibedakan atas komunikasi pembicara – pendengar, contohnya
pada suatu rapat umum dan komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya
yang menyangkut penerima yang sangat luas. Proses komunikasi meliputi beberapa unsur dasar,
yaitu :
a. Sumber pesan, seperti harapan, gagasan, perasaan, atau perilaku yang diinginkan oleh
penerima pesan.
b. Penyandian yakni pengubahan atau penerjemahan isi pesan ke dalam bentuk yang serasi
dengan alat pengiriman pesan.
c. Transmisi (pengiriman) pesan.
d. Saluran
e. Pembuka sandian yakni penerjemahan kembali apa yang diterima ke dalam isi pesan oleh
penerima.
f. Reaksi internal penerima sesuai pemahaman pesan yang diterimanya.
g. Gangguan atau hambatan yang dapat terjadi pada semua unsur dasar lainnya.
Perkembangan komunikasi dengan arus informasi yang makin padat dan akan dipercepat di
masa depan, mencakup keseluruhan unsur – unsur dalam proses komunikasi tersebut. Contohnya,
sejak diluncurkannya Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa pada tahun 1976 dan
ditopang oleh penggunaan antenna parabola, pengguna komputer, dan lain – lain, maka arus
informasi yang padat dan cepat telah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Telah sering diadakan
siaran langsung dari seluruh penjuru dunia tentang berbagai peristiwa penting yang terjadi ataupun
wawancara jarak jauh melalui televisi. Hal itu mau tak mau memaksa kita mempunyai konsep baru
tentang berita, yakni apa yang telah terjadi tetapi apa yang sedang terjadi.
Meskipun teknologi komunikasi dan informasi telah mengalami perkembangan yang cepat
namun belum merata pada semua negara. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk
merebut teknologi tersebut. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam upaya – upaya
tersebut, yaitu :
1. Pengembangan teknologi satelit yang mutakhir.
2. Penggunaan teknologi digital yang mampu menyalurkan signal yang beragam seperti, suara, video,
dan data.
3. Penggunaan VDT (video display terminal) dalam media cetak, surat kabar elektronik, dan sistem
cepat jarak jauh.
4. Penggunaan DBS (direct broadcast satellite) dalam media elektronik.
Kesemuanya itu akan mempercepat terwujudnya suatu masyarakat informasi sebagai masyarakat
masa depan.
Salah satu ciri penting masyarakat masa depan adalah meningkatnya kebutuhan layanan
professional dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan perkembangan IPTEK yang
semakin cepat maka anggota masyarakat masa depan akan memiliki wawasan, pengetahuan dan
daya kritis yang semakin tinggi. Oleh karena itu, manusia masa depan tersebut semakin menuntut
suatu kualitas hidup yang lebih baik termasuk berbagai layanan yang dibutuhkan.
Layanan yang diberikan oleh pemangku profesi tertentu atau layanan professional akan
semakin penting untuk kebutuhan masyarakat tersebut. Profesi adalah suatu lapangan pekerjaan
dengan persyaratan tertentu, suatu vokasi khusus yang mempunyai ciri – ciri : expertise (keahlian),
responsibility (tanggung jawab), corporateness (kesejawatan).
Robert W. Richey (1974) dan D. Westby – Gibson (1965) mengemukakan beberapa ciri
profesi, yaitu :
a. Lebih mengutamakan pelayanan kemanusiaan yang ideal dan layanan itu memperoleh pelayanan
masyarakat.
b. Terdapat sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang
unik.
c. Terdapat suatu mekanisme saringan berdasarkan kualifikasi tertentu, hanya yang kompeten yang
diperbolehkan melaksanakan layanan profesi itu.
d. Terdapat kode etik suatu profesi mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap, dan cara kerja dari
anggotanya.
e. Terdapat organisasi profesi yang melindungi kepentingan dan kesejahteraan anggotanya.
f. Pemangku profesi memangdang profesinya sebagai karier hidup dan menjadi seorang anggota yang
relatif permanent dan untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya sendiri.
Diperlukan suatu perjuangan panjang yang terus – menerus dan bertahap melalui semi
professional penuh. Howsan, et.al. (1976 : 7 – 9) mengemukakan lima lingkaran konsentris dari
titik tengah berturut – turut :
1. profesi tertua yakni hukum, kesehatan, teologi, dan dosen.
2. profesi baru yakni arsitektur, insinyur, (engineering) dan optometri.
3. pekerjaan yang segera diakui sebagai profesi (emergent professions).
4. Semi profesional.
5. pekerjaan biasa yang tidak berusaha memperoleh status profesional.
Mc. Cully (1969, dari T. Raka Joni, 1981 : 5 – 8) mengemukakan enam tahap dalam proses
profesionalisme, yaitu :
a. Penetapan dan pemantapan layanan unik yang diberikan oleh suatu profesi sehingga memperoleh
pengakuan masyarakat dan pemerintah.
b. Penyepakatan antara kelompok profesi dan lembaga pendidikan prajabatan tentang standar
kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh setiap calon profesi tersebut.
c. Akreditasi, yakni pengakuan resmi tentang kelayakan suatu program pendidikan prajabatan yang
ditugasi menghasilkan calon tenaga profesi yang bersangkutan.
d. Mekanisme sertifikasi dan pemberian izin praktik.
e. Secar perseorangan ataupun kelompok, pemangku profesi bertanggung jawab penuh terhadap segala
aspek pelaksanaan tugasnya yakni kebebasan mengambil keputusan secara professional.
f. Kelompok profesional memiliki kode etik yang berfungsi ganda, yakni :
1. perlindungan terhadap masyarakat agar memperoleh layanan yang bermutu.
2. perlindungan dan pedoman peningkatan kualitas anggota.
Masyarakat masa depan dengan kecenderungan globalisasi, utamanya dalam perkembangan
IPTEK dan arus informasi yang makin dipercepat, akan menjadi masyarakat yang menuntut
kualitas tenaga profesional yang optimal.
Sehubungan dengan kecenderungan permasalahan manusia yang bersifat holistic dan
memerlukan penanganan multidisiplin, maka tuntutan layanan profesional semakin tinggi pula.
Ketiga aspek tersebut pada dasarnya terpadu dalam membentuk sikap seseorang.
Taksonomi tujuan pendidikan dalam tanah afektif tersebut dikemukakan ntara lain oleh Krathwohl,
Bloom, dan Masia ( 1964, dari Bloom, Hastings, dan Madaus, 1971 : 229 ) yang menekankan
proses internalisasi yang rendah sampai yang tertinggi sebagai berikut :
Perubahan nilai dan sikap dalam rangka mengautisipasi masa depan haruslah diupayakan
sedemikian rupa sehingga dapat di wujudkan keseimbangan dan keserasian antara aspek pelestarian
dan aspek pembaruan. Nilai 2u luhur yang mendasari kepribadian dankebudayaan Indonesia
seyogianya akan tetap di lestarikan, agar terhindar dari krisis identitas.
b. Pengembangan Kebudayaan
Salah satu upaya penting dalam mengantisipasi masa depan adalah upaya yang berkaitan
dengan pengembangan kebudayaan dalam arti luas, yaitu termasuk hal – hal yang berkaitan dengan
sarana kehidupan manusia. Kebudayaan mencakup unsur – unsur mulai dari sistem religi,
kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, sampai dengan sistem teknologi
dan peralatan.
Unsur – unsur tersebut paling mudah menerima pengaruh bukan hanya budaya setempat tetapi
juga budaya dunia. Maka dari itu dalam menghadapi berbagai pengaruh tersebut setiap individu
diharapkan dapat menyelaraskan dengan baik agar dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang
selalu berubah tersebut dengan berhasil.
Dalam hal sejarah tercatat bagaimana puncak kebudayaan pada suatu wilayah tertentu akan
mempengaruhi kebudayaan lain di dunia lain. Berkaitan dengan hal itu UNESCO telah menetapkan
konsep Dasawarsa Kebudayaan Sedunia yang menekankan bahwa pengembangan kebudayaan
dunia masa kini harus meliputi 4 dimensi, yakni :
Pelestarian nilai – nilai luhur Pancasila sebagai inti ketahanan budaya bangsa tersebut menjadi
acuan pokok dalam memilih segala pengaruh yang datang agar tidak terjadi kritis identitas bangsa
Indonesia. Peranan pendidikan merupakan faktor penentu dalam membangun dan memperkuat
ketahanan budaya tersebut.
c. Pengembangan Sarana Pendidikan
Pengembangan sarana pendidikan sebagai salah satu prasyarat utama untuk menjemput masa
depan dengan segala kesempatan dan tantangannya. Menjelang pelaksanaan PJP II, sector
pendidikan telah meletakkan kerangka dasar pengembangannya melalui UU RI No. 2 tahun 1989.
Dasar perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia di masa yang akan datang juga di
atur dalam Undang – undang, 1992 : 27.
Meskipun Menteri Dikbud yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional akan
tetapi penyelenggaraannya tersebar di berbagai lembaga pendidikan baik jalur sekolah atau di luar
sekolah, serta dikelola berbagai pihak (Dekdikbud, pemerintah non-departemen, dan masyarakat).
Kebijakan penting menjelang PJP II tersebut adalah yang berkaitan dengan pendidikan dasar yaitu
dari 6 tahun menjadi 9 tahun serta kualifikasi awal guru SD dari SPG dan sederajat menjadi
pendidikan tinggi (D2 dan Sarjana).
Wajib belajar 9 tahun merupakan kebijakan awal yang akan bermuara pada peningkatan
SDM, yaitu manusia Indonesia yang mampu “think globally but act locally” (Mochtar Buchari,
1990 :17) ke arah peningkatan mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, dan terbentuknya
masyarakat terdidik yang mampu terus belajar mandiri.
Secara tradisional, permasalahan pendidikan di Indonesia adalah masalah – masalah
kuantitas, kualitas, pemerataan, dan relevansi. Namun masalah tersebut dapat diupayakan melalui
PJP I dan PJP II. Khusus untuk menyongsong era globalisasi yang makin tidak terbendung, terdapat
beberapa hal yanbg secara khusus memerlukan perhatian dalam bidang pendidikan. Santoso S.
Hamijaya (1990 : 33) mengemukakan 5 strategi dalam era globalisasi, yakni :
1. pendidikan untuk pengembangan IPTEK
2. pendidikan untuk pengembangan keterampilan manajemen
3. pendidikan untuk pengelolaan kependudukan, lingkungan, dan kesehatan
4. pendidikan untuk pengembangan sistem nilai, termasuk filsafat, agama, dan ideologi
5. pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan kepelatihan
Khusus untuk pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan berkembangnya pola pemecahan masalah
secara multidisiplin. Oleh karena itu, diperlukan suatu program pendidikan yang kuat dalam dasar
keahlian yang akan memperluas wawasan keilmuan dan membuka peluang kerja sama dengan
bidang keahlian lainnya.
BAB V
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENGERTIAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
LATAR BELAKANG
Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia
dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini itu sendiri. Meskipun selama ini
pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai program layanan pendidikan bagi
anak usia dini. Namun kenyataannya hingga saat ini masih banyak anak usia dini yang belum
memperoleh pendidikan, kata Gutama, Direktor Pendidikan Anak Usia Dini Departemen
Pendidikan Nasional, pada sosialisi pendidikan anak usia dini bagi tokoh agama se-JABOTABEK
di Jakarta.
Gutama menyebutkan, dari sekitar 26 juta anak usia dini, baru sekitar 28 % yang tersentuh
layanan pendidikan. Sosialisasi pendidikan anak usia dini juga diakui belum menyentuh secara
merata pada lapisan masyarakat terbawah di tingkat kecamatan dan kabupaten atau kota.
Direktor Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Fasli Jalal menyebutkan sejumlah
masalah mendasar lainnya berkaitan dengan pendidikan usia dini. Menurut Fasli, hingga saat ini
belum ada sistem yang bersifat holistik untuk menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia
dini. Masih banyaknya anak usia dini yang tidak tersentuh pendidikan apapun juga disebabkan
masih sangat tebatasnyajumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk mereka. Hal itu diperburuk
oleh relatif rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada. Fasli menambahkan bahawa faktor geografis
dan kendala transportasi juga menajdi masalah mendasar. Sebab anak-anak usia dini, yang
sehrusnya mendapat layanan pendidikan, berada di wilayah yang sangat terpencar. Bahkan,
sebagian berada di daerah yang sulit dijangkau karena kendala trasportasi. “ketersediaan prasarana
dan sarana pendidikan bagi anak usia dini juga masih minim, terutama bagi mereka yang berusia di
bawah 4 tahun” ungkap Fasli. Menurut Fasli jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus
pendidikan anak usia dini pun masih terbatas. Adapun penelitian di bidang pendidikan usia dini
juga masih terbatas. Gutama menjelaskan, pihaknya telah mengembangkan kerjasama dengan
berbagai perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tersebut diantaranya dengan
universitas negeri Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Universitas Negeri
Padang, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Andalas ( Harian Kompas Rabu, 7 Januari
2004).
Salah satu misi pendidikan sebagimana dituangkan dalam penjelasan UU No 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, adalah membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi
anak bangsa secara utuh sejak lahir sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat
belajar. Misi ini dijabarkan dalam pasal 28 ayat (1-6), yang membahas lebih detil tentang
pendidikan anak dini usia (PADU), pasal 28 (1) UU No 20 tahun 2003 ini menyebutkan
penyelenggaraan PADU adalah bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun dan bukan merupakan
persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar. Berdasarkan ketentuan itu, direktorat PADU dirjen
pendidikan luar sekolah pemuda (PLSP) depdiknas memberikan pengertian PADU adalah
pendidikan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang diselenggarakan di jalur
nonformal dalam bentuk Taman Penitipan Anak, Taman Bermain, dan Satuan PADU sejenis, guna
mempersiapkan tumbuh kembang anak secara optimal agar anak siap memasuki jenjang pendidikan
dasar. PADU memiliki misi yang sangat penting yaitu mengupayakan pemerataan pelayanan
peningkatan mutu dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dini. Selain itu, PADU mengemban
MISI meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam memberikan pelayanan
pendidikan pada usia dini. Anak usia dini merupakan aset sangat vital bagi negara untuk
melangsungkan khidupan sebuah bangsa, karena anak adalah penerus generasi. Pengasuhan dan
pendidikan anak saat ini dituntut lebih baik, karena tantangan zaman sekarang jauh lebih berat
dibanding tantangan yang dialami orang tua terdahulu. Untuk menjadikan bangsa yang dapat
survival dan eksis berkarya dalam percaturan dunia, generasi mudanya harus benar-benar teruji dan
tahan banting. Sekarang, anak-anak kita hidup di abad modern dimana di segala bidang diperlukan
orang yang tidak hanya memiliki kepintaran tetapi juga kecerdasan. Kecerdasan bukan hanya
didapat dibangku sekolah, tetapi lebih pada pengalaman. Dalam program PADU yang holistik hal
itu yang diutamakan. Karena kecerdasan bukan hanya IQ, EQ, dan SQtetapi ada 9 kecerdasan lain.
Seperti dikemukakan Gardner, 9 kecerdasan itu adalah visual atau spesial; verbal, musik, kinestetis,
logis/matematis. Interpersonal, intrapesonal, naturalis, eksistensial/karisma diri. Untuk
mendapatkan kecerdasan tentu tidak hanya dengan belajar tetapi juga dari bermain. Dalam bermain,
anak memperoleh banyak pengalaman yang sangat berguna. Seperti disampaikan Drs. H. Anta
Sukma kasubdin, PLSP provinsi Kal-Sel, pada pembukaan diklat menggambar untuk guru TK di
Banjarmasin pada 6-8 Juni 2005.ia mengatakan, kecerdasan anak akan tergali melalui kegiatan
bermain dan belajar yang menghasilkan pengalaman. Terlebih pada kegiatan menggambar. Dalam
menggambar segala imajinasi anak dapat terapresiasi. Bila segala potensi yang dimiliki anak dapat
dikembankan sesuai konsep tumbuh kembang anak maka anak akan kaya pengalaman, dan
pengalaman adalah guru yang paling baik. Anak yang kaya pengalaman, kelak dewasa akan jadi
orang yang berkepribadian tangguh dan andal, mampu menghadapi segala tantang zaman. Manusia
sejak dalam rahim ibunya, oleh Tuhan dibekali struktur otak yang lengkap baik neuron sel glia dan
synap yang sama banyaknya tidak dikurangi atau dilebihkan. Selain itu diberi kemampuan untuk
belajar, kreatif dan produktif yang tidak tebatas. Setiap anak berpeluang sama untuk menjadi jenius,
sepanjang pemberian stimulus pada otak dilakukan sejak dini. Bila stimulus diberikan dengan
benar, maka terjadi percepatan yang besar dalam proses melekatnya neuron melalui sel glia untuk
membentuk synap. Kecepatan sambungan antar synap ini yang menyebabkan anak menjadi jenius.
Disamping itu anak usia dini merupakan masa kriti, terutama dari segi gizi, kesehatan dan
spikologi. Oleh karena itu, kebutuhan tumbuh kembang anak mencakup kebutuhan gizi seimbang,
kesehatan, pendidikan dan spikososial. Kebutuhan itu merupakan satu kesatuan yang utuh untuk
dikembangkan pada masa usia balita tersebut. Dapat disimpulkan betapa pentingnya program
PADU untuk ditumbuhkembangkan dalam pembinaan anak.
PENDEKATAN HOLISTIK
Pengasuhan dan pengembangan anak dini usia sangat tergantung pada konsep pendekatan
yang digunakan. Pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan holistik (menyeluruh). Dengan
pendekatan holistik diharapkan mampu mengembangkan potensi anak dari berbagai aspek, baik
aspek fisik, mental maupun intelektual dan moral sosial. Dalam strategi, penerapannuya bisa
dilakukan secara terintegrasi, parsial dan sektoral. Selain itu, implementasi PADU perlu
memperhatikan faktor lingkungan yang kondusif untuk pengasuhan dan pengembangan anak baik
di lingkungan mikro (TPA, playgroup dan lain-lain). Maupun lingkungan makro (tempat tinggal).
PADU dengan pendekatan holistik di dalamnya menyangkut hak anak untuk bermain dan
melakukan kegiatan yang merangsang seluruh aspek perkembangan potensi anak. Aspek itu
mencakup pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi yang seimbang, stimulasi intelektual dan
memberikan kesempatan luas kepada anak untuk mengeksplorasi dunianya melalui belajar sambil
bermain. Dengan belajar dan bermain anak secara aktif memacu pengembangan sosial dan
emosionalnya, pengasuhan dan bimbingan untuk memahami potensi diri anak. PADU dengan visi
terwujudnya anak dini usia yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia, berpotensi dapat
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Kendala terbesar yang dihadapi dalam menjalankan
program PADU selama ini adalah kurangnya perhatian pemerintah khususnnya Pemda di untuk
merespon positif PADU. Hal ini terungkap pada sosialisasi PADU wilayah Timur pada beberapa
waktu lalu di Mataram NTB. Dan itu tidak hanya terjadi di satu dua provinsi, tetapi hampir di
seluruh tanah air kita. Padahal, jika Pemda menangani dengan serius bukan tidak mungkin problem
anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang yang meliputi kemampuan verbal, intelektual
dan spikomotorik sebanyak 10-30% dari jumlah keseluruhan anak dapat diatasi. Kurangnya
perhatian selama ini, tidak semuanya kesalahan pemerintah. Rendahnya pengetahuan orang tua dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya PADU ditambah kurangnya keterampilan dan
pemahaman pendidik terhadap konsep PADU serta rendahnya mutu pendidik juga menjadi
masalah. Seandainya peemrintah antusias dalam menangani masalah ini, tentu akan dapat
mengatasi masalah tingginya angka tinggal kelas di SD yakni 13% dari seluruh anak SD. Direktur
PADU Ditjen PLSP Depdiknas, Gutama mengimbau pengambil kebijakan di daerah melalui ketua
TP PKK di daerah agar memberikan perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dini usia.
Sebenarnya, penguasa daerah adalah pilar utama dalam pengembangan PADU di daerahnya yang
diprakarsai oleh TP PKK dengan kegiatan posyandu, bina keluarga balita. Kader PKK merupakan
ujung tombak dalam mengembangkan programPADU. Namun, selamaini pengeambil kebijakan di
daerah baik kepal daerah, dinas terkait maupun legilatif tidak begitu peduli terhadap masalah anak
usia dini. Seharusnya dalam setiap kegiatan PADU, Ditjen PLSP dan instansi terkait tidak hanya
mengikutkan isteri kepala daerah tetapi juga gubernur, bupati, walikota dan anggota dewan di
daerah. Selanjutnya mereka dapat memberi perhatian kepada program PADU melalui penyediaan
anggaran khusus untuk kelancaran pengembangan PADU di daerahnya. Selama ini, mutu
pendidikan di negara kita sangat jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Singapura,
Brunei Darussalam, Malaysia bahkan Vietnam. Menurut penelitian Internasional Education
Achievement (IEA) pada 1999, kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada ada urutan ke-
38 dari 39 negara yang diteliti.
Menurut data tahun 2001, dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia baru 7,1 juta atau
sekitar 25% anak yang telah mendapatkan pendidikan terdiri atas 9,6% terlayani di Bina Keluarga
di bawah 5 tahun, 6,5% di Taman Kanak- Kanak, 1,4 Raudatul Atfhal, 0,13% di Kelompok
Bermain, 0,5% di Tempat Penitipan Anak lainnya, 9,9% terlayani di Sekolah Dasar. Ini
menunjukkan, pentingnya pendidikan usia dini belum mendaptkan perhatian dengan baik.
Kemampuan ekonomi menajdi salah satu faktor penyebab dari terhambatnya pendidikan anak usia
dini, sedikitnya pendekatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut
bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan perhatian akan pendidikan
anak usia dini terbengkalai. Pendidikan usia dini juga kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pendidikan Anak Usai Dini (RPP PAUD)
yang mengatur pendidikan usia dini, ternyata belum terlaksana dengan baik. Contoh, terbatasnya
jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini. Lembaga yang sudah
adapun hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal, sehingga tidak semua
lapisan masyarakat dapat merasakan pendidikan usai dini. Kendala lain, lembaga pendidikan itu
tidak meiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak adanya keterpaduan antara pendidikan,
layanan gizi, perawatan atau pengasuhan, serta kesehatan. Di negara lain pendidikan anak usia dini
mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seperti halnya di Singapura dan Korea Selatan, hampir
seluruh anak-anak usia dini telah mendapatkan pendidikan. Human Development Index (HDI) atau
tingkat pengembangan sumber daya manusia kedua negara itu jauh di atas Indonesia. Singapura
peringkat ke-25 Korea Selatan ke-27 sedangkan Indonesia hanya berada diperingkat 110 dari 173
negara. Masalah itu agar mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan instansi lainnya.
Lembaga pendidikan usia dini agar mendapat prioritas dari pemerintah tidak hanya dari pengadaan
sarana tapi juga kurikulum dan program yang terstruktur. Faktor ekonomi adalah salah satu yang
menjadi penyebab terhambatnya pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara
agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Saat penunjang lain yang
tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian. Sarana
kesehatan seperti posyandu, berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak, gizi mempengaruhi
tingkat kecerdasan anak atau IQ. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka beresiko kehilangan
IQ 20-13 poin, kini jumlah anak yang kekurangan gizi mencapai 1,3 juta, berarti potensi kehilangan
IQ anak di negara ini 22 juta poin. Organisasi yang terkait dalam pemberdayaan yang berperan
dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak
perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Organisasi itu agar dapat
memberikan pendidikan dan informasi kepada para orang tua dan masyarakat tentang pentingnya
pendidikan anak usia dini. Komponen lain yang paling berpengaruh, keluarga dan masyarakat
berperan penting dalam pertumbuhan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, keluarga dan
masyarakat harus dapat memberikan contoh baik, karena pada dasarnya seorang anak akan
senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orang tua pun harus mengembangkan
potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, melalui media masa ataupun
media elektronik. Terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orang tua bisa
menjadi pusat informasi (tempat bertanya yang baik bagi anak). Pendidikan anak usai dini dapat
berjalan secara baik jika semua pihak dapat saling bekerjasama.