Etika Bisnis Bab 10 - Bisnis, Lingkunag Hidup, Dan Etika
Etika Bisnis Bab 10 - Bisnis, Lingkunag Hidup, Dan Etika
Etika Bisnis Bab 10 - Bisnis, Lingkunag Hidup, Dan Etika
Keadaan suram dan gelap didaerah industri pada waktu dulu sering dipertentangkan
dengan keadaan romantis dikawasan pertanian dan perternakan. Jika didaerah pertanian bau
pupuk alam kadang–kadang bisa menyengat hidung juga tetapi faktor kurang bagus itu hanya
bersifat sementara dan hilang dalam suatu suasana menyeluruh yang positif. Sekarang polusi
yang disebabkan oleh industri mencapai tahap global dan tak terbatas pada beberapa industri
saja.
Cara berproduksi besar-besaran dalam industri modern dulu mengandaikan begitu saja
dua hal yang sekarang diakui sebagai kekeliruan besar. Pertama bisnis modern mengandaikan
bahwa komponen – komponen lingkungan seperti air dan udara merupakan barang umum
sehingga boleh dipakai seenaknya saja. Kedua diandaikan pula bahwa sumber alam seperti
air dan udara itu tidak terbatas.
Krisis lingkungan hidup menjadi masalah serius yang dihadapi oleh Negara-negara di
belahan dunia. Selama beberapa dekade terkahir, masalah lingkungan hidup ditangani dengan
serius oleh beberapa Negara dengan dibukanya The United Nations Conference on the
Human Environment pada 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.
Tanggal itu juga ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Kemudian, pada 3-
14 Juni 1992 diadakan The United Nations Conference on Environment and Development di
Rio de Janeiro, Brazil. Pertemuan itu mengakui “the integral and interdependent nature of the
earth, our home”.
Pertemuan tersebut sekaligus menjadi konferensi PBB untuk pertama kali dalam sejarah
yang berhasil mengumpulkan kepala Negara dari 110 negara, dan memberi kontribusi besar
dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dan sekaligus juga
mengeluarkan lima dokumen yang dengan persetujuan semua Negara anggota PBB harus
mengambil tindakan konkret untuk melindungi lingkungan hidup.
Sebagai tindak lanjut Konferensi Rio de Janeiro ini pada tahun 1997 pada tahun 1997
disetujui Protokol Kyoto yang bermaksud membatasi emisi gas rumah kacaseperti CO2
dengan menetukan kouta yang boleh dikeluarkan oleh Negara partisipan, dengan tujuan pada
tahun 2010 emisi rumah kaca harus dikurangi 5%, dibandingkan dengan tahun 1990.
Bulan Juni 2012 diadakan Konferensi PBB di Rio de Janeiro dengan nama resmi United
Nations Conference on Sustainible Development konferensi tersebut menyetujui dokumen
berjudul The future we want. Pada tahun 2012 di Doha (Dakar) diadakan konferensi PBB
lagi tentang Climate Change yang diperlukan karena pada tahun 2012 Protokol Kyoto
berakhir. Pertemuan Doha menyepakati pemberlakuan Protokol Kyoto delapan tahun lagi
(hingga 2020).
Dilihat dari belakang, usaha PBB untuk menangani lingkungan hidup sebagai masalah
global gagal terus. Sebab utamanya adalah prioritas yang diberikan setiap Negara kepada
keadaan ekonominya saat ini. Walaupun masa depan tetap dinilai sangat penting, tidak ada
Negara yang bersedia mengorbankan (sekurang-kurangnya sedikit) keadaan ekonominya
sekarang kepada masa depan lingkungan hidup yang lebih baik.
Sebelumnya kita lihat bahwa bisnis modern mengandaikan begitu saja status lingkungan
hidup sebagai ranah umum. Dianggapnya disini tidak ada pemilik dan tidak ada kepentingan
pribadi. Pengandaian ini adalah keliru. Kekeliruan itu dapat kita mengerti dengan lebih baik
jika kita membandingkan lingkungan hidup dengan the commons.
The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah
pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama – sama oleh semua penduduknya.
Sering kali the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampong
tempat pengangonan ternaknya.
Dizaman modern dengan bertambahnya penduduk sistem ini tidak dipertahankan lagi dan
ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan. Masalah
lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat dibandingan dengan proses
menghilangnya the commont.
Jalan keluarnya adalah terletak pada bidang moralnya yakni dengan membatasi
kebebasan. Solusi ini memang bersifat moral karena pembatasan harus dilaksanakan dengan
adil. Pembatasan kebebasan itu merupakan suatu tragedi karena kepentingan pribadi harus
dikorbankan kepada kepentingan umum. Tetapi tragedi ini tidak bisa dihindari. Membiarkan
kebebasan semua orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua.
Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar
maka air, udara, dan komponen – komponen yang ada didalamnya akan menjadi barang
langka dan karena itu tidak dapat dipergunakan lagi secara gratis. Akibatnya faktor
lingkungan hidup pun merupakan urusan ekonomi karena ekonomi adalah usaha untuk
memanfaatkan barang dan jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati oleh semua
peminat.
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang berkembang
dengan cepat yaitu filsafat lingkungan hidup. Salah satu ciri khas sikap manusia modern
adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukan alam. Alam dipandang sebagai binatang
buas yang perlu dijinakan oleh manusia.
Tujuan itu dibantu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang perlu disadari
bahwa hubungan manusia dengan alam tidak dapat dipisahkan apalagi bertentangan dengan
alam karena ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lainnya.
Hasil analisa kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai tanggung
jawab moral terhadap lingkungannya walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya
dapat dianggap sebagai sebagian dari alam namun hanya ialah yang sanggup melampaui
status alaminya dengan memikul tanggung jawab.
Isi tanggung jawab dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan
hidup atau memanfaatkan sumber daya alam sedemikian rupa hingga kualitas lingkungnnya
tidak dikurangi tetapi bermutu sama seperti sebelumnya.
Disini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu sendiri seperti sering
terjadi dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda yaitu
Dibawah ini kami menyajikan tiga cara tetapi mustahil ada cara lain lagi untuk
mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup
Persamaan
Prinsip penghematan adil
Keadilan sosial
Jika polusi memang merugikan lingkungan salah satu tindakan yang logis adalah dengan
melarang semua kegiatan yang akan mengakibatkan polusi. Tanggung jawab kita untuk
melindungi lingkungan hidup harus dipertimbangkan terhadap faktor – faktor lain khususnya
tentang kegiatan ekonomis kita.
Siapa yang membayar?
Jika kita menyetujui bahwa terutama bisnis yang mencemari lingkungan dan karena itu
bertanggung jawab untuk melindungi dan memulihkannya kembali maka timbul pertanyaan
siapa yang membayar?
Biasanya ada dua jawaban yang dapat diberikan untuk pertanyaan diatas yang harusnya
membayar adalah sipencemar membayar dan yang menikmati lingkungan bersih yang harus
membayar.
Jika kita menyetujui bahwa semua pihak ikut serta dalam membiayai lingkungan
berkualitas tinggal satu pertanyaan lagi yang harus dijawab yaitu bagaimana beban dibagi?
Bagaimana beban itu dibagi dengan Fair.
Hal itu harus dilakukan pemerintah bersama dengan bisnis. Terutama tiga cara yang dapat
dilakukan yang masing – masing punya kelemahan dan kekuatan, yaitu:
1. Pengaturan
2. Insentif
3. Mekanisme harga