Makalah Klp. 4 Tof
Makalah Klp. 4 Tof
Makalah Klp. 4 Tof
B. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Penyakit jantung bawaan terdiri dari berbagai jenis dan salah satunya adalah
tetralogi of fallot, yang mana tetralogi of fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan
bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik. penyakit jantung bawaan
ialah kelainan” susunan” jantung “ mungkin “ sudah terdapat sejak lahir. Perkataan
“susunan” berarti menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan “mungkin” sudah
terdapat sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa
minggu/bulan setelah lahir. Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease
adalah suatu kelainan formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung.
"congenital" hanya berbicara tentang waktu tapi bukan penyebabnya. Itu artinya "lahir
dengan" atau "hadir pada kelahiran".
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung bawaan adalah
kelainan jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi
sebelum bayi lahir. Tetapi kelaianan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala
segera setelah bayi lahir tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien
berumur beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun
2. . Epidemiologi
Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung sianotik kongenital yang
paling sering terjadi dengan perkiraan kejadian 1 per 3.500 kelahiran hidup.
Sebanyak 7-10% malformasi jantung kongenital adalah Tetralogy of Fallot. Sebuah
penelitian systematic review menyebutkan bahwa prevalensi Tetralogi of Fallot
lebih tinggi lagi yakni 421 per 1 juta kelahiran hidup atau 1 per 2.375 kelahiran
hidup. Angka pasien Tetralogi of Fallot yang mengalami survival hingga dewasa
bervariasi 20-79%. Data epidemiologi Tetralogy of Fallot di Indonesia masih belum
jelas. Namun dilaporkan bahwa penyakit jantung bawaan ditemukan dalam 8 per
1.000 kelahiran hidup..
3. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak di
ketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
a. Faktor endogen
1) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
b. Faktor eksogen
1) Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB atau suntuik, minum
obat – obatan tanpa resep dokter
2) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3) Pajanan terhadap sinar –x
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90 % kasus
penyebab adalah multifaktor. Adapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan
pembentukan jantung janin sudah selesai. TOF lebih sering di temukan pada anak –
anak yang menderita sindrom down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung
sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh
tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruaan) dan sesak nafas.
Mungkin gejalah sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami
serangan sianotik karena menyusu atau menangis.
4. Patofisiologi
Proses pembentukan jaringan pada janin mulai terjadi pada hari ke -18 usia
kehamilan. Pada minggu ke -3 jantung hanya berbentuk tabung yabg di sebut fase
tubing. Mulai akhirminggu ke -3 sampai minggu ke -4 usi kehamilan, terjadi fase
looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan
ruang – ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada
minggu ke -5 sampai ke -8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi,
proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa
kehamilan terjadi faktor – faktor resiko. Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat
berakibat letak aorta yang abnormal(overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan
lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel
yang besar, stenosis pulmonal infundibular atau valvular, dekstro pangkat aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung
pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya
infundibuler.
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
a. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada
septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga
terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
b. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
c. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila
tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan
mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
d. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis
pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis
pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke
dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal
inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh
karena pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke tubuh.
Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian dapat
berkembang menjadi episode menakutkan, tiba-tiba kulit membiru setelah menangis
atau setelah pemberian makan. Defek septum ventrikel ini menuju ventrikel kiri. Pada
Tetralogi fallot jumlah darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat
stenosis pulmonal dan ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan
pengurangan aliran darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O2
sebagian mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan
penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis
terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru sehingga
menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan mendadak jumlah darah
yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak mengalami cyanotic spells atau
disebut juga paroxysmal hypolemic spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi
sangat biru, bernapas dengan cepat dan kemungkinan bisa meninggal.
Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah untuk
melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal
(hipertrofi ventrikel kanan). Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum
berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF
mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru),
mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien
menjadi kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera,
misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu
memberikan posisi lutut ke dada (knee chest position)Defek septum ventrikular rata-
rata besar. Pada pasien dengan tetralogy of fallot, diameter aortanya lebih besdar dan
norma, sedang ateri pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif
jarang terjadi karena tekanan di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat
defek septum tersebut. Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad
sianosis berhubungan dengan beratnya obtruksi anatomik terhadap aliran darah dari
ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner selain dengan status fisiologik anak tersebut.
5. Pathway
- Kehamilan (+) rubella Terpapar faktor endogen Anak dengan syndrom down
- Gizi buruk saat kehamilan dan eksogen selama
- Ibu alkoholik kehamilan trimester I-II
Obstruksi paru
hipoksemia
sesak - Ggn pola Serangan
nafas hipersianotik
Kelemahan tubuh
Resiko keterlambatan perkembangan
Bayi/anak cepat lelah
jika menetek,
berjalan, beraktifitas
- keletihan
6. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
a. Sianosis (sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat
lahir, bertambah berat secara progresi. Serangan sianotik atau “ blue speels( Tet
apeels)” yang di tandai oleh dyspnea; pernafasan yang dalam dan menarik dan
nafas panjang, bradikardia keluhan ingin pingsan, serangan kejang, dan
kehilangan kesadaran, yang semua ini dapat terjadi setelah pasien melakukan
latihan, menangis, mengejan, mengalami infeksi, atau damam (keadaan ini dapat
terjadi karena penurunan oksigen pada otak akibat peningkatan pemintasan atau
shunting aliran darah dari kanan ke kiri yang mungkin disebabkan oleh spasme
jalur keluar ventrikel kanan, peningkatan aliran balik sestemik atau penurunan
resistensi arterial sistemik).
b. Serangan hipersianotik
1) Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
2) Sianosis akut
3) Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan
pingsan dan akhirnya menimbilkan kejang, strok dan kematian
c. Gagal tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB yang tipe
biru, resiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada tiga sebab yaitu:
1) Asupan kalori yang tidak adekuat
2) Gangguan pencernaan makanan (melabsorpsi)
3) Pengaruh hormon pertumbuhan
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang di sebut “blue spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak
melakukan aktifitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
7. Klasifikasi TOF
TOF dibagi dalam 4 derajat :
a. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
b. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
c. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku terlihat cembung, saat
beraktifitas sianosis bertambah, ada dispneu.
d. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat,clubbing fingers
8. Pencegahan
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini sebenarnya tidak
diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa diambil untuk mengurangi
risiko mendapat bayi yang mengidap masalah jantung, yaitu:
a. Sebelum mengandung seseorang wanita itu perlu memastikan ia telah
mendapatkan imunisasi rubella.
b. Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
c. 3. Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes,
Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu
mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian antibiotik
pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap endokarditis
bakterialis apabila mereka menjalani:
a. Pembedahan tonsil dan adenoid.
b. Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan saluran kemih.
c. Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin 2 mg (maksimal 80
mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur berkenaan. Dan hendaknya
diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat tersebut. Obat ulangan itu boleh
diganti dengan Amoxicillin 25 mg (maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan
resiko rendah
9. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk
mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi
Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
c. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
d. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dngan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan
belum teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menitmmberikutnya.
e. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
10. Komplikasi
Penderita dengan TF sebelum perbaikan rentan terhadap beberapa
komplikasi yang serius:
a. Trombosis otak, biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan
kadang-kadang pada arteri serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat.
Paling sering terjadi pada penderita di bawah 2 tahun.
b. Abses otak, lebih jarang daripada kejadian-kejadian vaskuler otak. Penderita
biasanya di atas 2 tahun. Terdapat kenaikan tekanan intrakranial.
c. Endokarditis bakterialis, terjadi pada penderita yang tidak dioperasi pada
infundibulum ventrikel kanan atau pada katup pulmonal, katup aorta dan
jarang pada katup trikuspid.
1. 4. Gagal jantung kongestif, adalah tanda biasa pada orang-orang dengan
tetralogi fallot. Namun, tanda ini dapat terjadi pada bayi muda dengan TF
”merah” atau asianotik. Karena derajat penyumbatan pulmonal memburuk
bila semakin tua.
11. Farmakologi
a. Pemberian Morfin subkutan dengan dosis tidak melebihi 0,2 mg/kg BB pada
bayi.
b. Pemberian Fenilefrin intravena dapat meningkatkan resistensi vascular dan
memperbaiki keluaran ventrikel kanan.
c. Neonatus yang tetap mengalami sianotik, diberikan prostaglandin E1 (0.01-
0.20 µg/kgBB/menit) agar duktus arteriosus tetap terbuka untuk memperbaiki
aliran darah ke paru-paru.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
7. Data psikososial
Mekanisme koping anak/ keluarga, Pengalaman hospitalisasi
sebelumnya
8. Pemenuhan kebutuhan dasar (di rumah dan di Rumah Sakit)
a. Nutrisi, cairan dan elektrolit
Pada bayi perlu diketahui susu apa yang diberikan : air susu ibu
(ASI) atau pengganti air susu ibu (PASI), ataukah keduanya. Bila
ASI apakah diberikan secara eksklusif atau tidak. (Abdul, 2000;
13).
b. Hygene perseorangan :Bagaimana cara perawatan diri pada
anak khususnya pada gigi geligi.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Anak terlihat biru, terutama pada bagian wajah dan
ektremitas atas/bawah, terlihat clubbing finger
b. TTV :
1) Nadi : laju nadi pada TF biasanya bradikardia, iramanya disritmia
pada keadaan ini denyut nadi teraba lebih cepat pada waktu
inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi
2) Tekanan darah : tekanan darah biasanya menurun karena akibat
dari sirkulasi udara yang mengalami hambatan oleh hipertrofi
ventrikel kanan.
3) Pernapasan : pada penderita TF anak akan mengalami dispneu bila
melakukan aktivitas fisik, yang dapat disertai juga sianosis dan
takipneu. perlu diperhatikan apakah distres terjadi terutama pada
inspirasi atau ekspirasi.
4) Suhu : pada TF normal (36oC-37,5oC)
5) Berat badan : pada bayi TF usia 9 bulan berat badan tidak
mengalami pertumbuhan.
2. . Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
jantung, perubahan tekanan jantung.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan.
d. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kecepatan dan kedalaman pernafasan.
2) Catat kesimetrisan pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, dan
retraksi otot intercostal.
3) Observasi status mental atau tingkat kesadaran pasien.
d. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
4) Pantau saturasi O2
5) Observasi adanya sianosis terutama di mukosa mulut.
6) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
7) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
8) Kolaborasi pemberian bronkodilator dengan nebulaizer.
Intervensi:
Intervensi:
1) Observasi keterbatasan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Kaji faktor yang menyebabkan kelelahan.
2) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas (takikardi, sesak nafas,
diaporesis, pucat).
3) Monitor pola tidur dan lamanya tidur.
4) Bantu klien untuk mengidetifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
5) Memotivasi klien untuk meningkatkan aktivitas sesuai dengan
kemampuan.
d. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi.