MAKALAH KLP. 4 TOF Fix
MAKALAH KLP. 4 TOF Fix
MAKALAH KLP. 4 TOF Fix
(TETRALOGY OF FALLOT)
DOSEN
OLEH :
KELOMPOK 4
IRNAWATI (201901012)
YAYAN (201901041)
2021
A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskular
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan. Organ ini
terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada)
disebelah anterior dan vertebra ( belakang) di posterior. Jantung memiliki dasar lebar
diatas dan meruncing membentuk titik diujungnya, dibagian bawah yang disebut
apeks. Jantung terletak menyudut dibawah sternum sedemikian sehingga dasarnya
terutama terletak dikanan dan apeks di kiri sternum.ketika jantung berdenyut kuat,
apeks sebenarnya memukul bagian dalam dinding dada di sisi kiri. Jantung adalah
organ tunggal namun sisi kanan dan kiri jantung berfingsi sebagai dua pompa
terpisah.
Jantung dibagi menjadi paruh kanan dan kiri serta memiliki empat rongga
yaitu, satu rongga atas dan satu rongga bawah di masingmasing paruh. Rongga-
rongga atas yang disebut atrium, menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkan kerongga bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung.
Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan yang
membawa darah dari ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung
dipisahkan oleh septum, suatu partisi berotot kontiyu yang mencegah pencampuran
darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting separuh kanan jantung
menerima dan memompa darah miskin O2, sementara sisi kiring jantung menerima
dan memompa darah kaya O2.
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai mediastinum.
Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam
kantong fibrosa tipis yang disebut perikardium. Perikardium melindungi permukaan
jantung agar dapat berfungsi dengan
baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam pericardium berisi
sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama
kontraksi otot jantung.
Kamar jantung: sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua
kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kamar kiri
disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi
atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat
penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Katup
jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah dalam jantung. katup, yang
tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan menutup secara pasif
sebagai respon terhadap perubahan tekanan darahdan aliran darah. Ada dua jenis
katup : Atrioventrikularis dan semilunaris.
1. Katup Atrioventrikularis.
Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel disebut sebagai katup
atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun
atas tiga kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan.
Katup mitral atau bikuspidalis ( dua kuspis ) terletak diantara atrium dan
ventrikel kiri.
2. Katup semilunaris.
Katup semilunaris terletak diantara tiap ventrikel dan arteri yang
bersangkutan. Katup anatara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut
katup pulmonalis; katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aorta.
Katup semilunaris normalnya tersusun atas tiga kuspis, yang berfungsi
dengan baik tanpa otot papilaris dan korda tendinea.
Arteri Koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung., yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap okesigen dan nutrisi. Jantung
menggunakan 70% sampai 80% oksigen yang dihantarkan melalui; arteri
koronaria; sebagai organ perbandingan, organ lain hanya menggunakan rata-rata
seperempat oksigen yang dihantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat
hulunya di ventrikel kiri. Dinding disisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang
lebih banyak melalui arteri koronaria utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi
dua cabang besar ke bawah (arteri desendens anterior sinistra )dan melintang
( arteri sirkumfleksa ) sisi kiri jantung.
Otot Jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung
dinamakan otot jantung. secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik
( skelet ), yang berada dibawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot
jantung menyerupai otot polos karena sifatnya folunter. Jantung adalah organ
berongga dan berotot yang terletak ditengah thoraks, dan ia menepati rongga
ditengah paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g ( 10,6 oz ), meskipun berat
dan ukuran dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan
kebiasaan fisik dan penyakit jantung.
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai O2 dan zat
nutrisi lain sambil mengangkut CO2 dan sampah hasil metabolisme. Sebenarnya
terdapat dua pompa jantung, yang terletak disebelah kanan dan kiri. Kerja pompa
jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmit dinding otot. Selama
kontraksi otot ( sistolik ), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah
disemburkan ke luar. Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik ) , kamar
jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya.
Jantung dewasa normal akan berdetak sekitar 60 –80 kali/menit, menyemburkan
sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel perdetakan, dan keluaran totalnya sekitar
5 L/menit
A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Penyakit jantung bawaan terdiri dari berbagai jenis dan salah satunya adalah
tetralogi of fallot, yang mana tetralogi of fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan
bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik. penyakit jantung bawaan
ialah kelainan” susunan” jantung “ mungkin “ sudah terdapat sejak lahir. Perkataan
“susunan” berarti menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan “mungkin” sudah
terdapat sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa
minggu/bulan setelah lahir. Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease
adalah suatu kelainan formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung.
"congenital" hanya berbicara tentang waktu tapi bukan penyebabnya. Itu artinya "lahir
dengan" atau "hadir pada kelahiran".
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung bawaan adalah
kelainan jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi
sebelum bayi lahir. Tetapi kelaianan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala
segera setelah bayi lahir tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien
berumur beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun
2. . Epidemiologi
Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung sianotik kongenital yang
paling sering terjadi dengan perkiraan kejadian 1 per 3.500 kelahiran hidup.
Sebanyak 7-10% malformasi jantung kongenital adalah Tetralogy of Fallot. Sebuah
penelitian systematic review menyebutkan bahwa prevalensi Tetralogi of Fallot
lebih tinggi lagi yakni 421 per 1 juta kelahiran hidup atau 1 per 2.375 kelahiran
hidup. Angka pasien Tetralogi of Fallot yang mengalami survival hingga dewasa
bervariasi 20-79%. Data epidemiologi Tetralogy of Fallot di Indonesia masih belum
jelas. Namun dilaporkan bahwa penyakit jantung bawaan ditemukan dalam 8 per
1.000 kelahiran hidup..
3. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak di
ketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
a. Faktor endogen
1) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
b. Faktor eksogen
1) Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB atau suntuik, minum
obat – obatan tanpa resep dokter
2) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3) Pajanan terhadap sinar –x
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90 % kasus
penyebab adalah multifaktor. Adapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan
pembentukan jantung janin sudah selesai. TOF lebih sering di temukan pada anak –
anak yang menderita sindrom down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung
sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh
tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruaan) dan sesak nafas.
Mungkin gejalah sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami
serangan sianotik karena menyusu atau menangis.
4. Patofisiologi
Proses pembentukan jaringan pada janin mulai terjadi pada hari ke -18 usia
kehamilan. Pada minggu ke -3 jantung hanya berbentuk tabung yabg di sebut fase
tubing. Mulai akhirminggu ke -3 sampai minggu ke -4 usi kehamilan, terjadi fase
looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan
ruang – ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada
minggu ke -5 sampai ke -8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi,
proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa
kehamilan terjadi faktor – faktor resiko. Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat
berakibat letak aorta yang abnormal(overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan
lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel
yang besar, stenosis pulmonal infundibular atau valvular, dekstro pangkat aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung
pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya
infundibuler.
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
a. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada
septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga
terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
b. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
c. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila
tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan
mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
d. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis
pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis
pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke
dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal
inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh
karena pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke tubuh.
Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian dapat
berkembang menjadi episode menakutkan, tiba-tiba kulit membiru setelah menangis
atau setelah pemberian makan. Defek septum ventrikel ini menuju ventrikel kiri. Pada
Tetralogi fallot jumlah darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat
stenosis pulmonal dan ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan
pengurangan aliran darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O2
sebagian mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan
penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis
terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru sehingga
menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan mendadak jumlah darah
yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak mengalami cyanotic spells atau
disebut juga paroxysmal hypolemic spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi
sangat biru, bernapas dengan cepat dan kemungkinan bisa meninggal.
Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah untuk
melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal
(hipertrofi ventrikel kanan). Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum
berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF
mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru),
mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien
menjadi kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera,
misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu
memberikan posisi lutut ke dada (knee chest position)Defek septum ventrikular rata-
rata besar. Pada pasien dengan tetralogy of fallot, diameter aortanya lebih besdar dan
norma, sedang ateri pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif
jarang terjadi karena tekanan di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat
defek septum tersebut. Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad
sianosis berhubungan dengan beratnya obtruksi anatomik terhadap aliran darah dari
ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner selain dengan status fisiologik anak tersebut.
5. Pathway
- Kehamilan (+) rubella Terpapar faktor endogen Anak dengan syndrom down
- Gizi buruk saat kehamilan dan eksogen selama
- Ibu alkoholik kehamilan trimester I-II
Obstruksi paru
hipoksemia
sesak - Ggn pola Serangan
nafas hipersianotik
Kelemahan tubuh
Resiko keterlambatan perkembangan
Bayi/anak cepat lelah
jika menetek,
berjalan, beraktifitas
- keletihan
6. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
a. Sianosis (sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat
lahir, bertambah berat secara progresi. Serangan sianotik atau “ blue speels( Tet
apeels)” yang di tandai oleh dyspnea; pernafasan yang dalam dan menarik dan
nafas panjang, bradikardia keluhan ingin pingsan, serangan kejang, dan
kehilangan kesadaran, yang semua ini dapat terjadi setelah pasien melakukan
latihan, menangis, mengejan, mengalami infeksi, atau damam (keadaan ini dapat
terjadi karena penurunan oksigen pada otak akibat peningkatan pemintasan atau
shunting aliran darah dari kanan ke kiri yang mungkin disebabkan oleh spasme
jalur keluar ventrikel kanan, peningkatan aliran balik sestemik atau penurunan
resistensi arterial sistemik).
b. Serangan hipersianotik
1) Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
2) Sianosis akut
3) Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan
pingsan dan akhirnya menimbilkan kejang, strok dan kematian
c. Gagal tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB yang tipe
biru, resiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada tiga sebab yaitu:
1) Asupan kalori yang tidak adekuat
2) Gangguan pencernaan makanan (melabsorpsi)
3) Pengaruh hormon pertumbuhan
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang di sebut “blue spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak
melakukan aktifitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
7. Klasifikasi TOF
TOF dibagi dalam 4 derajat :
a. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
b. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
c. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku terlihat cembung, saat
beraktifitas sianosis bertambah, ada dispneu.
d. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat,clubbing fingers
8. Pencegahan
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini sebenarnya tidak
diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa diambil untuk mengurangi
risiko mendapat bayi yang mengidap masalah jantung, yaitu:
a. Sebelum mengandung seseorang wanita itu perlu memastikan ia telah
mendapatkan imunisasi rubella.
b. Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
c. 3. Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes,
Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu
mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian antibiotik
pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap endokarditis
bakterialis apabila mereka menjalani:
a. Pembedahan tonsil dan adenoid.
b. Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan saluran kemih.
c. Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin 2 mg (maksimal 80
mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur berkenaan. Dan hendaknya
diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat tersebut. Obat ulangan itu boleh
diganti dengan Amoxicillin 25 mg (maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan
resiko rendah
9. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk
mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi
Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
c. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
d. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dngan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan
belum teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menitmmberikutnya.
e. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
10. Komplikasi
Penderita dengan TF sebelum perbaikan rentan terhadap beberapa
komplikasi yang serius:
a. Trombosis otak, biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan
kadang-kadang pada arteri serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat.
Paling sering terjadi pada penderita di bawah 2 tahun.
b. Abses otak, lebih jarang daripada kejadian-kejadian vaskuler otak. Penderita
biasanya di atas 2 tahun. Terdapat kenaikan tekanan intrakranial.
c. Endokarditis bakterialis, terjadi pada penderita yang tidak dioperasi pada
infundibulum ventrikel kanan atau pada katup pulmonal, katup aorta dan
jarang pada katup trikuspid.
1. 4. Gagal jantung kongestif, adalah tanda biasa pada orang-orang dengan
tetralogi fallot. Namun, tanda ini dapat terjadi pada bayi muda dengan TF
”merah” atau asianotik. Karena derajat penyumbatan pulmonal memburuk
bila semakin tua.
11. Farmakologi
a. Pemberian Morfin subkutan dengan dosis tidak melebihi 0,2 mg/kg BB pada
bayi.
b. Pemberian Fenilefrin intravena dapat meningkatkan resistensi vascular dan
memperbaiki keluaran ventrikel kanan.
c. Neonatus yang tetap mengalami sianotik, diberikan prostaglandin E1 (0.01-
0.20 µg/kgBB/menit) agar duktus arteriosus tetap terbuka untuk memperbaiki
aliran darah ke paru-paru.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
7. Data psikososial
Mekanisme koping anak/ keluarga, Pengalaman hospitalisasi
sebelumnya
8. Pemenuhan kebutuhan dasar (di rumah dan di Rumah Sakit)
a. Nutrisi, cairan dan elektrolit
Pada bayi perlu diketahui susu apa yang diberikan : air susu ibu
(ASI) atau pengganti air susu ibu (PASI), ataukah keduanya. Bila
ASI apakah diberikan secara eksklusif atau tidak. (Abdul, 2000;
13).
b. Hygene perseorangan :Bagaimana cara perawatan diri pada
anak khususnya pada gigi geligi.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Anak terlihat biru, terutama pada bagian wajah dan
ektremitas atas/bawah, terlihat clubbing finger
b. TTV :
1) Nadi : laju nadi pada TF biasanya bradikardia, iramanya disritmia
pada keadaan ini denyut nadi teraba lebih cepat pada waktu
inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi
2) Tekanan darah : tekanan darah biasanya menurun karena akibat
dari sirkulasi udara yang mengalami hambatan oleh hipertrofi
ventrikel kanan.
3) Pernapasan : pada penderita TF anak akan mengalami dispneu bila
melakukan aktivitas fisik, yang dapat disertai juga sianosis dan
takipneu. perlu diperhatikan apakah distres terjadi terutama pada
inspirasi atau ekspirasi.
4) Suhu : pada TF normal (36oC-37,5oC)
5) Berat badan : pada bayi TF usia 9 bulan berat badan tidak
mengalami pertumbuhan.
2. . Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
jantung, perubahan tekanan jantung.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan.
d. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kecepatan dan kedalaman pernafasan.
2) Catat kesimetrisan pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, dan
retraksi otot intercostal.
3) Observasi status mental atau tingkat kesadaran pasien.
d. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
4) Pantau saturasi O2
5) Observasi adanya sianosis terutama di mukosa mulut.
6) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
7) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
8) Kolaborasi pemberian bronkodilator dengan nebulaizer.
Intervensi:
Intervensi:
1) Observasi keterbatasan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Kaji faktor yang menyebabkan kelelahan.
2) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas (takikardi, sesak nafas,
diaporesis, pucat).
3) Monitor pola tidur dan lamanya tidur.
4) Bantu klien untuk mengidetifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
5) Memotivasi klien untuk meningkatkan aktivitas sesuai dengan
kemampuan.
d. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tetralogy of Fallot. Dalam : Pedoman Pelayanan Medis.
Jakarta, 2010.
Perdana, F., & Adriane, P. (2017). Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan
Kardiomiopati Dilatatif disertai Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung. JAI
(Jurnal Anestesiologi Indonesia), 9(1), 10-18
Ruslie R, Darmadi. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogy of Fallot. Dalam : CKC-202
vol.40 no.3, 2013
Yunaidi Y, Dony YH, Bambang BS. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK
UL Buku Ajar Kardiovaskuler. Jilid 2. Jakarta : Sagung Seto. 2017. P.537-40
LAPORAN KASUS
Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif Disertai
Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung
ABSTRACT
Tetralogy of Fallot defined as a condition of congenital heart defect which is
classically understood to involve comprises right ventricular (RV) outflow tract
obstruction (RVOTO) (infundibular stenosis), Ventricular septal defect (VSD), aorta
dextroposition, and RV Hypertrophy. This condition was worsen by cardiomyopathy
leading to heart failure and multiple thrombus formation in all chamber of the heart.
Perioperative challenges include “tet spell” at any time during the pre CPB period,
which is can cause by anesthetic induction and manipulation of the heart and great
vessels by the sugeon, and decrease of the heart fuction caused by cardiomyopathy
can lead to heart failure. Postoperatively, patients may encounter low cardiac output
syndrome. A 2 years and 10 months child, diagnose as TOF with dilatative
cardiomyopathy and multiple thrombus formation, undergoing total correction
procedure. She hospitalized with serious complications such as heart failure and
severe decrease of left and right ventricle fuction. Patient were monitored with
standard electrocardiogram, pulse oximetry and non invasive blood pressure. The
patient was performed anesthesia with inhalation induction with sevoflurane, then
performed invasive blood pressure in left radial artery and central venous catheter
(CVC) in right jugular vein The operation was performed to evacuated all thrombus,
VSD closure with goretex patch and infundibulum resection and then performed
pericardial patch to dilate Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Patient had low
cardiac ouput syndrome in post operative periods, were treated for 21 days in ICU,
and tracheostomy was performed on day 9 of care. The patient was successfully
weaned from the ventilator at day 13. A total correction procedure for TOF patient
with dilatative cardiomyopathy is a challenge for anesthesiologists. Good pre-
operative preparation, durante operation management and careful monitoring on
postoperative care produce good results.
stenosis pada supravalvar, valvar dan subvalvar, adanya ventricle septal defect (VSD),
dextroposisi dari aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kondisi ini diperberat dengan
kardiomiopati dilatatif yang menyebabkan pasien jatuh pada keadaan gagal jantung
dan pembentukan trombus multipel di semua ruang jantung. Tantangan perioperatif
adalah terjadinya tet spell pada periode pre CardioPulmonary By pass (CPB), dan
depresi kontraktilitas dapat menyebabkan gagal jantung. Pasca operasi beresiko tinggi
untuk terjadi low cardiac output syndrome. Anak usia 2 tahun 10 bulan dengan
diagnosis TOF dan kardiomiopati dilatatif disertai pembentukan trombus multipel
yang menjalani prosedur total koreksi, dengan penyulit penyerta gagal jantung yang
membaik dengan terapi medikamentosa, fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan yang
turun. Pasien dipasang monitoring standar EKG, SpO2, dan NIBP, kemudian
dilakukan induksi inhalasi dengan sevofluran, selanjutnya dilakukan pemasangan
invasif blood pressure pada arteri radialis kiri dan pemasangan kateter vena sentral
(CVC) pada vena jugularis kanan. Dilakukan tindakan evakuasi trombus, penutupan
VSD dengan goretex patch dan reseksi infundibulum kemudian dilakukan pericardial
patch untuk melebarkan Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Pasca operasi pasien
mengalami low cardiac ouput syndrome,dirawat selama 21 hari di ICU, dan dilakukan
trakeostomi pada perawatan hari ke-9. Pasien berhasil disapih dari ventilator pada
perawatan hari ke-13 dan pindah dari ICU ke ruang perawatan pada hari ke-21.
Prosedur total koreksi pada pasien TOF dengan disertai kardiomiopati dilatatif
merupakan tantangan tersendiri bagi dokter ahli anestesi. Persiapan pre-operasi yang
baik, manajemen durante operasi dan monitoring yang seksama serta perawatan pasca
operasi yang berkesinambungan menghasilkan hasil yang baik.
Kata kunci : TOF, total koreksi, kardiomiopati dilatatif, low cardiac output syndrome,
trombus
4,5, cuff (+), batas bibir 12 cm. Mainte- pada anak-anak banyak disebabkan oleh
nance dengan Sevoflurane dan oksi- penyakit jantung kongenital dan
gen. Selama operasi diberikan suple-
men Fentanyl dan vecuronium.Alat
monitoring invasif dipasang arteri line
pada arteri radialis sinistra, dan kateter
vena sentral pada V. Jugularis Interna
dextra. Dilakukan transesofageal
ekokardiografi sebelum dan setelah
koreksi. Tindakan operasi yang dil-
akukan adalah evakuasi thrombus, pe-
nutupan VSD dengan goretex patch dan
reseksi infundibulum kemudian dil-
akukan pericardial patch untuk
melebarkan RVOT. Pasca operasi
pasien disedasi dengan kontrol penuh
ventilasi. Hemodinamik ditopang
dengan adrenalin dan milrinon. Dil-
akukan trakeostomi pada hari rawat ke-
9. Pasien dapat diekstubasi pada hari
rawat ke-13 dan pindah ke ruang
perawatan biasa pada hari rawat ke-19.
katkan pengisian
diastolik
Pada kasus ini pasca CPB kontraktilitas LV dan RV tidak terlalu baik dengan Tapse 1,0
dan LVEF 35%, dengan per- timbangan pasien ini dengan gagal jan- tung maka sudah
dalam keadaan beta reseptor down regulation dan pasien sudah diprediksi resiko timggi
jatuh pada keadaan low cardiac ouput syn- drome,oleh karena itu pemilihan ino- tropic
adalah inotropic kuat dengan adrenalin dan inotropic non beta reseptor yaitu milrinon.
Pada guideline penggunaan milrinon, indikasi milrinon diantaranya gagal jantung
kongestif, fase low cardiac output pasca bedah jantung, pasien yang refrakter dengan
inotropic beta reseptor, sebagai profil- aksis pasien yang resiko tinggi terjadi low
cardiac output syndrome pasca be- dah jantung seperti Arterial switch dan TOF.
DAFTAR PUSTAKA