Dinda Safitri-M1b118011-Tugas Ke 2 Otk2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

NAMA : DINDA SAFITRI

NIM : M1B118011

TUGAS KE -2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di era pembangunan seperti saat ini, kebutuhan akan semen cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini, mengakibatkan keberadaan pabrik semen di tiap daerah tidak terelakkan.
Seiring dengan berkembangnya industri semen, ternyata muncul dampak negative dari industri
ini, yaitu tercemarnya udara di sekitar pabrik. Oleh karena itu, polusi udara ini perlu dikurangi
dan sebisa mungkin dicegah dari sumbernya. Dalam rangka untuk mengetahui cara mengurangi
dan mencegah polusi tersebut, maka perlu diketahui terlebih dahulu sumber dan jumlah gas
penyebab polusi tersebut. Proses utama dalam industri pembuatan semen adalah proses
pembakaran. Dalam proses pembakaran terjadi reaksi perubahan dari bahan baku menjadi
klinker yang disertai dengan pelepasan gas CO 2 .
Unit pembakaran utama dalam industri semen adalah rotary kiln. Saat ini, unit pembakaran
tidak hanya terdiri dari rotary kiln, tetapi juga dilengkapi dengan preheater. Terdapat dua jenis
preheater, yaitu grate preheater yang digunakan sejak tahun 1929 dan suspension preheater yang
digunakan sejak tahun 1950. Grate preheater saat ini sudah jarang digunakan karena transfer
panas yang terjadi kurang sempurna, sedangkan pada suspension preheater, transfer panas antara
bahan dengan gas panas terjadi secara searah pada saluran lengkung antar cyclone yang disebut
riser duct, sehingga transfer panas yang terjadi lebih efektif dan sempurna. Rotary kiln
merupakan suatu silinder dengan kemiringan horizontal 3-4% dan berputar 1-4 rev/min.
Material masuk melalui ujung atas dan kemudian turun, arus material berlawanan dengan gas
panas dari api yang berasal dari ujung bawah. Suhu material maksimal sekitar 1450°C, yang
tercapai pada burning zone. Material di burning zone berupa semisolid dan akan memadat
sempurna pada cooling zone ). Bagian dalam rotary kiln dilapisi dengan batu tahan api untuk
melindungi dinding kiln. Batu tahan api harus bersifat tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap
perubahan suhu mendadak, tahan terhadap serangan kimia, tahan terhadap abrasi dan memiliki
sifat coatability.
1.2. Tujuan Makalah
Tujuan dari makalah ini ada untuk:
1. Mengetahui prinsip kerja dari rotary kiln
2. Mengetahui mekanisme kerja rotary kiln
3. Mengetahui serta reaksi reaksi yang terjadi di Rotary Kiln

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan Masalah pada makalah ini yaitu :
1. Bagaimana prinsip kerja pada rotary kiln ?
2. Bagaimana mekanisme kerja pada rotary kiln ?
3. Apa saja reaksi apa yang terjadi pada rotary kiln ?
BAB II
PERANCANGAN ROTARY KILN PADA PABRIK SEMEN
2.1. Pengertian Rotary Kiln

Rotary Kiln merupakan peralatan paling utama pada proses pembuatan semen. Fungsi
utamanya adalah sebagai tempat terjadinya kontak antara gas panas dan material umpan kiln
sehingga terbentuk senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Kiln
putar ini berbentuk silinder yang terbuat dari baja yang dipasang secara horizontal dengan
kemiringan sekitar 4°. Kiln tanur mampu membakar umpan dengan kapasitas 7800 ton/jam
hingga menjadi terak klinker.

Gambar 1. Rotary Kiln

2.2. Prinsip Kerja Rotary Kiln

Perputaran kiln yang berlawanan arah dengan arah jarum jam dan dengan posisi kiln
yang miring menyebabkan terjadinya gaya dorong umpan sehingga material bisa bergerak keluar
kearah clinker cooler setelah mengalami kontak dengan gas panas.

2.3. Mekanisme Kerja Rotary Kiln


Umpan kiln dari preheater akan masuk melalui inlet chamber. Tenaga gerak dari motor
dan main gear menyebabkan kiln berputar. Perputaran pada kiln diatur oleh girth gear yang
berfungsi sebagai pengaman dan mengurangi beban main gear. Karena pengaruh kemiringan dan
gaya putar kiln, maka umpan kiln akan bergerak perlahan disepanjang kiln. Dari arah yang
berlawan gas panas hasil pembakaran batu bara dihembuskan oleh burner, sehingga terjadi
kontak panas dan perpindahan panas antara umpan kiln dengan gas panas. Kontak panas tersebut
akan mengakibatkan terjadinya reaksi kimia untuk membentuk komponen semen. Pembakaran
akan terus berlangsung sampai terbentuk klinker dan akan keluar menuju clinker cooler. Selama
proses pembakaran, material akan melewati 4 zona dalam kiln dengan range suhu yang berbeda-
beda sehingga dalam kiln akan terjadi reaksi kimia pembentukan senyawa penyusun semen.
Zona-zona tersebut, yaitu :
1. Zona kalsinasi, yaitu proses di mana material yang baru masuk ke dalam kiln akan
terkalsinasi dikarenakan mendapatkan panas yang lebih tinggi dari pada di dalam suspension
preheater (SP), yaitu berkisar antara 1100- 1200C, sehingga mengakibatkan perubahan
bentuk pada material tersebut yang tadinya berupa serbuk-serbuk padat menjadi serbuk-
serbuk yang mulai terlihat meleleh.
2. Zona transisi, yaitu proses di mana material mandapatkan pemanasan yang lebih tinggi
berkisar antara 1200-1300 C, dimana pada proses ini material hampir mendekati cair.
3. Zona pembakaran, yaitu proses di mana material benar-benar mendapatkan pemanasan
secara penuh dari kiln hingga material tersebut mencair dan panasnya mencapai 1400–1600
C.
4. Zona pendinginan, pada proses ini material yang telah masuk ke cooler mendapatkan
pendinginan secara cepat atau proses pendinginan yang mendadak karena pada cooler ini
panas pada material harus lebih dingin dibandingkan di dalam kiln dimaksudkan supaya
klinker tersebut tidak lengket pada great plat dan panas pada cooler mencapai 150- 200 C.
Panas yang dihasilkan didalam tungku kiln tidak serta merta berimbas keluar di karena pada
dinding kiln dilapisi oleh bata tahan api yang mampu menahan panas yang sangat tinggi
hingga 1600 C sehingga lingkungan yang disekitar kiln tidak terlalu panas pada saat kita
berada disekitar area kiln.

Gambar 2. Zona Pada Rotary Kiln


Peralatan utama kiln, selain shell kiln itu sendiri adalah batu tahan api (refractory) dan
burner. Bentuk api yang dihasilkan oleh proses pembakaran sangat menentukan proses
perpindahan panas yang terjadi dan pada akhirnya akan mementukan kualitas klinker.
Sedangkan batu tahan api selain berfungsi untuk melindungi shell kiln dan mengurangi
panas yang mengalir ke lingkungan juga berpengaruh terhadap pembentukan coating.
1. Refractory Lining Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi
dipindahkan ke suspension preheater dan prekalsiner, sehingga proses yang terjadi di
dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Gerakan antara
material dan gas panas hasil pembakaran batubara berlangsung secara counter
current. Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh
proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas
terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk
selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis
batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Refraktori (batu tahan api) adalah
material non-metal yang dapat dipakai untuk konstruksi atau melapisi tungku yang
beroperasi pada temperatur tinggi dan juga mampu untuk mempertahankan bentuk
dan komposisi kimianya pada temperatur tinggi. Fungsi refraktori pada industri
semen adalah untuk melindungi bagian metal agar tidak langsung kontak dengan
nyala api atau gas/padatan yang sangat panas.
Sebagai contoh shell kiln akan sangat turun kekuatannya pada temperatur di atas
400 C sementara itu temperatur klinker berkisar 1350- 1550 C, serta nyala api di
kiln bisa mencapai 1900 C. Selain itu refraktori juga berfungsi untuk mencegah
kehilangan panas sehingga berada pada kondisi yang masih bisa ditoleransi (12-22 %
dari panas pembakaran). Hal ini penting untuk mempertahankan temperatur nyala
sehingga proses yang terjadi di dalam kiln akan terjamin kualitasnya. Konsumsi
refraktori berkisar 0,05-0,15 kg/ton klinker. Jadi secara ringkas fungsi refraktori
adalah sebagai proteksi (pengaman operasi) kiln shell terhadap temperatur tinggi,
sebagai bahan untuk memperpanjang umur teknis shell kiln , dan sebagai isolator
panas.
2. Burner Proses pembakaran untuk menghasilkan klinker diawali dengan menyiapkan
bahan bakarnya terlebih dahulu baru kemudian melakukan pembakaran. Tujuan dari
proses pembakaran ini ialah untuk menghasilkan klinker bermutu baik dengan
pemakaian energi serendah mungkin dan operasi pembakaran berlangsung stabil
dalam waktu yang lama. Salah satu faktor utama untuk mendapatkan hasil
pembakaran yang baik ialah rancangan kiln feed (raw mix design) yaitu menentukan
komposisi kimia dan ukuran partikel atau kehalusan dari raw mix. Raw mix
dirancang untuk menghasilkan klinker bermutu baik yang mempunyai senyawa alite
(C3S), belite (C2S), aluminate (C3A), ferrite (C4AF) dalam jumlah cukup dan
mudah digiling. Proses pada tahap ini meliputi pemanasan awal umpan baku di
preheater (pengeringan, dehidrasi dan dekomposisi), pembakaran di kiln
(klinkerisasi) dan pendinginan di grate cooler (quenching). Selanjutnya klinker yang
dihasilkan disimpan di clinker silo. Beberapa reaksi kimia yang berlangsung dalam
proses pembuatan klinker yaitu:
1. Proses Pemanasan Awal Proses pemanasan awal adalah proses penguapan air dan
proses kalsinasi pada umpan kiln (raw meal) pada suhu 600-800 C. Proses ini
terjadi dalam peralatan preheater.
Reaksinya adalah : CaCO3  CaO + CO2 MgCO3  MgO + CO2
2. Proses Klinkerisasi Proses klinkerisasi dalam pembuatan semen adalah proses
pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung dalam material untuk membentuk
senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF.  Pembentukan dicalsium silicate (C2S) yang
terjadi pada temperatur 900- 1400°C.
Reaksinya yaitu : 2CaO +SiO2  2CaO.SiO2 Reaksi berlangsung sampai SiO2
habis.  Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate ferrite
(C4AF) yang terjadi pada temperatur 1100 – 1338 °C.
Reaksinya yaitu:
a) Pembentukan C3A 3CaO + Al2O3  3CaO. Al2O3
b) Pembentukan C4AF 4CaO + Al2O3 + FeCO3  4CaO.Al2O3.Fe2O3
c) Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadar kalsium
monoksida (CaO) bebas yang terjadi pada temperatur 1420 - 1450°C.
Reaksinya yaitu : 2CaO.SiO2 + CaO + SiO2 3CaO.SiO2

Proses pemanasan pada rotary kiln menggunakan gas, pada ujung outletnya dilengkapai
dengan sumber api gas yang bisa diatur bukaan gasnya. Prosentasi bukaan gas akan menetukan
tinggi rendahnya temperatur yang diinginkan. Penggunaan gas akan menyebabkan biaya
operational akan menjadi lebih murah dibanding dengan menggunakan listrik. Penggunaan listrik
dapat menyebabkan proses pemanasan akan lebih lama dan daya yang digunakan akan lebih
besar. Material di burning zone berupa semisolid dan akan memadat sempurna pada cooling zone
Di dalam rotary kiln selain jumlah panas yang dibutuhkan untuk pembakaran raw mix harus
terpenuhi, perlu juga diperhatikan bentuk nyala saat pembakaran bahan bakar pada burner.

Bentuk nyala ini mempengaruhi kualitas klinker yang dihasilkan. Kedua parameter ini
dipengaruhi oleh proses pembakaran saat bahan bakar mulai keluar dari ujung burner hingga
habis terbakar. Secara umum, pembakaran terjadi melalui 4 tahapan proses, yaitu : Pencampuran
 Penyalaan  Reaksi Kimia  Penyebaran Panas/Produk Pembakaran Untuk mendapatkan
bentuk nyala yang diinginkan merupakan pekerjaan yang cukup kompleks sebab selain dengan
mengatur aliran di burner tip, bentuk nyala juga dipengaruhi oleh kondisi di dalam kiln itu
sendiri. Ada dua kemungkinan pengaturan bentuk nyala, yaitu:

1. Bentuk nyala cone flame, di mana bentuk ini dihasilkan dengan komponen kecepatan aliran
aksial diletakkan di bagian dalam sedang komponen radial di bagian luar.
2. Bentuk nyala hollow cone flame, di mana bentuk ini diperoleh dengan meletakkan
komponen aksial di bagian luar sedang komponen radialnya di bagian dalam. Dari bentuk
nyala ada beberapa hal penting yang berpengaruh terhadap kualitas klinker yang dihasilkan,
yaitu :
1) Laju Pembakaran (Burning Rate) Laju pembakaran ini sangat berpengaruh terhadap
ukuran komponen alite (C3S) yang terbentuk. Komponen alite yang berukuran
kecil akan mengakibatkan klinker yang dihasilkan tidak dusty, sehingga
mempunyai potensi kuat tekan yang tinggi dan proses penggilingannya mudah.
2) Temperatur tertinggi (Maximum Temperature) Pada temperatur tertinggi yang
sesuai akan dihasilkan klinker dengan litre weight yang baik, sehingga mempunyai
potensi kuat tekan yang tinggi dan akan mudah digiling. Tetapi pada temperatur
tertinggi yang terlalu tinggi akan dihasilkan klinker yang sifatnya berlawanan
dengan sifat-sifat tersebut.
3) Waktu pembakaran (Burning Time) Kondisi ini sangat berpengaruh pada ukuran
belite (C2S), yaitu kenaikan waktu pembakaran akan memperbesar ukuran belite
sehingga potensi kuat tekannya akan tinggi serta akan mudah digiling. Selain itu
kenaikan waktu pembakaran akan menurunkan kandungan CaO bebas.
4) Laju pendinginan (Cooling Rate) Kondisi ini sangat berpengaruh pada warna belite
(C2S) yang mengindikasikan struktur kristalnya. Pendinginan yang lambat akan
menghasilkan klinker dengan kuat tekan yang rendah

Hal lain yang erat sekali kaitannya dengan proses pembakaran di kiln ini adalah
parameter yang disebut dengan beban panas kiln (thermal load). Dua parameter yang mewakili
thermal load ini antara lain:

1. Beban panas volumetrik (volumetric thermal load) didefinisikan sebagai produksi klinker
(TPD) dibagi dengan volume bersih kiln (m 3 ), sehingga satuan dari beban panas volumetrik
adalah TPD/m 3 .
2. Beban panas zona pembakaran (burning zone thermal load) adalah beban panas hasil
pembakaran bahan bakar di kiln (kkal/jam atau sering ditulis kkal/h) dibagi dengan luas
penampang kiln (m 2 ). Dengan demikian satuan parameter beban panas zona pembakaran
adalah kkal/h/m

Anda mungkin juga menyukai