Infective Endokarditis
Infective Endokarditis
Infective Endokarditis
Divisi Kardiologi
Narasumber:
1. Divisi Bedah Torak Kardiak dan Vaskuler FK USU/RS HAM
2. Departemen Farmakologi Klinik FK USU / RSUP HAM
3. Departemen Radiologi FK USU/ RSUP HAM
4. Departemen Psikologi FKUSU/ RSUP HAM
5. Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUP/HAM
6. Direktur Penunjang Medik dan Keperawatan RSUP HAM
7. Divisi Tumbuh Kembang Dep. IKA FK USU / RSUP HAM
8. Divisi Kardiologi IKA FK-USU/ RSUP HAM
PENDAHULUAN
Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang
paling sering ditemukan.1 Insidens DSV berkisar antara 1,5 sampai 3,5 dari 1000
kelahiran hidup dan merupakan 20% dari kelainan jantung bawaan.2 DSV adalah
kelainan jantung bawaan dimana tetap terbukanya dinding septum ventrikel. Defek
ventrikel ini dapat terjadi pada semua bagian septum ventrikel, dapat tunggal atau
multiple, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi.3
Berdasarkan lokasi terjadinya, DSV dapat diklasifikasikan yaitu: DSV
perimembran, DSV muskular, defek subarterial (Doubly Commited Subarterial
Defect (DCSA)). Tipe DSV perimembran merupaka tipe VSD yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 70% dibandingkan tipe lainnya.3 Sedangkan berdasarkan
besarnya defek terbagi 3 yaitu, defek ukuran kecil, sedang, dan besar. 4 Gejala
klinis DSV pada umumnya ditemukan desah sistolik, infeksi saluran napas
berulang, pertumbuhan dan perkembangan yang terlambat, penurunan aktivitas,
dan ditemukan tanda klinis dari gagal jantung kongestif.2-4 Pada elektrokardiografi
ditemukan pembesaran ventrikel kiri, dan bisa saja terlihat pembesaran atrium kiri.
Lokasi dan ukuran dari DSV dapat dilihat dengan menggunakan ekokardiografi.2,4
Gagal jantung pada pasien DSV sedang atau besar diperlukan tata laksana
yang adekuat. Tiga aspek yang penting dalam penatalaksanaan gagal jantung yaitu
1
pengobatan terhadap gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi, dan disritmia), termasuk
pengobatan medikamentosa gagal jantung yakni meningkatkan kontraktilitas otot
jantung, dan mengurangi beban jantung.2-4
Endokarditis infektif pada anak, pada dasarnya merupakan suatu komplikasi
dari PJB dan tindakan bedah jantung. Defek Septum Ventrikel, Tetralogy of Fallot
(TOF), stenosis aorta, regurgitasi aorta, Duktus Arteriosus Persisten (DAP), dan
Transposisi Arteri Besar (TAB) merupakan lesi-lesi jantung yang berisiko tinggi
mengalami endokarditis infektif.3 Endokarditis infektif merupakan defek pada
endokardium yang melibatkan disfungsi endotel, dan sistem imun yang belum
sepenuhnya dipahami. Penyakit ini sangat sulit untuk dideteksi secara dini. Anak
dengan endokarditis infektif selalu datang terlambat dan baru dikenali ketika
kondisi penyakit sudah memburuk.5 Studi di Inggris mencatat insiden dari
endokarditis infektif dalam 10 tahun terakhir. Studi yang dimulai dari Januari 2000
hingga Juli 2013 mencatat kenaikan insiden dari penyakit tersebut dari 20
kasus/10.000.000 orang menjadi 30 kasus/10.000.000 orang. 6 Di Indonesia angka
kejadian endokarditis infektif pernah dilaporkan oleh Sastroasmoro dkk pada tahun
1989 dengan angka kejadian yang cukup tinggi, yaitu 1 dari 740 pasien yang
dirawat inap di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta.3
Tindakan bedah diindikasikan jika dijumpai keterlibatan katup dengan
gagal jantung yang intractable. Jika temuan klinis gagal jantung disertai resiko
emboli, maka tindakan bedah sebaiknya dipilih sebagai terapi defenitif.7 Penutupan
defek secara transkateter dan operasi dapat dilakukan dengan mortalitas dan
morbiditas yang minimal.8
Tujuan dari studi kasus longitudinal ini adalah untuk melaporkan pengamatan
jangka panjang anak laki-laki penderita defek septum ventrikel dan infektif
endokarditis pasca operasi penggantian katup pulmonal dan penutupan
defek septum ventrikel.
2
dengan aktivitas. Pasien mengalami sesak napas saat beraktivitas ringan. Sesak
tidak disertai dengan biru pada daerah bibir. Riwayat biru sebelumnya tidak
dijumpai. Riwayat sering mudah lelah dialami pasien sejak 1 tahun ini terutama
jika pasien berjalan atau beraktivitas berat. Riwayat batuk berulang dialami pasien
sejak 3 bulan ini. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal. Demam
tidak dijumpai. Riwayat demam berulang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Demam
bersifat naik turun dan suhu tidak terlalu tinggi. Riwayat nyeri menelan disangkal.
Riwayat infeksi pada kulit disangkal. Berat badan menurun disadari oleh orang tua
pasien dalam 1 bulan terakhir. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas
normal.
Pemeriksaan Fisik
Sensorium: composmentis Suhu: 37,3 °C
Status nutrisi:
Status Lokalisata:
3
Ekstremitas : nadi 102 kali/ menit, regular, tegangan/ volume cukup, akral
hangat, CRT < 2 detik. TD: 100/70 mmHg (N: 96-114/59-74
mmHg)
Urinalisa FCM
Warna : kuning jernih Eri : 0-1
Glukosa : negatif Leuk : 0-1
Bilirubin:negatif Epitel: 0-1
Berat Jenis : 1,015 Kristal: negatif
pH :6 Bakteri: 0
Nitrit : negatif Cast : negatif
Leukosit : negatif
Darah : negatif
4
Situs solitus, AV-VA concordance, normal pulmonary venous drainage, intact
intraventricular septum. Moderate DCSA VSD Ø3-4 mm, left – right shunt, left
sided enlargement, severe PR, vegetation in pulmonary valve Ø5x9 mm. Left aortic
arch, no CoA, no PDA, no PE. Well contracting ventricle, no paradoxical
movement.
Kesimpulan:
- Infective endocarditis
- Moderate DCSA VSD
- Severe PR
- Vegetation in pulmonary valve
Diagnosis
- CHF NYHA III ec. Moderate DCSA-VSD + Endokarditis infektif
Severe TR + Gizi Kurang
Terapi selama perawatan di RSHAM (17 Juli 2017 – 14 Agustus 2017)
- Posisi semi fowler
- O2 nasal kanul 1-2 l/menit
- IVFD D5% NaCl 0.9% 4 cc/jam
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 6 jam/ iv diberikan selama 4 minggu
- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam/iv diberikan selama 4 minggu
- Inj. Furosemide 10 mg/12 jam/iv
- Captopril 2x 6.25 mg
- Aspilet 1x100 mg
- Spironolakton 2x25 mg
- Urdafalk 3x 100 mg
- Diet MB 1400 kkal dengan 40 gr protein
Pada tanggal 14 Agustus, pasien berobatan jalan dengan terapi furosemide 2x10
mg, aspilet 1x100 mg dan kaptopril 2x6,25 mg. Pasien dianjurkan untuk kontrol
teratur ke poliklinik kardiologi anak untuk pemantauan dan evaluasi lanjutan.
Usia ibu pasien saat hamil adalah 26 tahun. Kehamilan tersebut merupakan
kehamilan yang direncanakan. Selama hamil ibu dalam keadaan sehat, tidak pernah
mengkonsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan selain atas anjuran tenaga kesehatan.
Ibu pasien memeriksakan kehamilan secara rutin ke bidan setiap bulan. Ibu tidak
menderita penyakit diabetes, hipertensi atau demam tinggi saat hamil. Pasien lahir
5
secara spontan, cukup bulan, ditolong bidan dengan berat badan lahir 3200 gram.
Ibu lupa panjang badan lahir.
Pasien dapat menegakkan kepala saat usia 4 bulan, tengkurap pada usia 5
bulan, duduk pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 8 bulan, berdiri berpegangan
pada usia 12 bulan dan berjalan tanpa berpegangan pada usia 15 bulan. Pasien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Tinggi badan ayah 173 cm dan tinggi
badan ibu 160 cm, sehingga diperoleh potensi tinggi genetik pasien pada rentang
164.5 cm – 181.5 cm. Saat ini tinggi badan pasien berada diantara presentil 10-25
kurva pertumbuhan. Tidak dijumpai anggota keluarga lain yang menderita penyakit
seperti pasien.
Ekosistem Mikro
Ibu berusia 37 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Ibu kesan terbuka, penyayang
dan ramah. Ibu peduli dan memperhatikan kesehatan anaknya dan mendukung
pengobatan pasien.
Ekosistem Mini
Ayah berusia 37 tahun, suku Banjar, agama Islam, pendidikan Sekolah Teknik
Menengah (STM), bekerja sebagai karyawan di pabrik percetakan kemasan
makanan. Ayah pasien adalah orang yang sabar, tegas dan penyayang. Hubungan
kedua orangtua pasien cukup harmonis. Pasien memiliki 2 adik laki-laki. Adik
pertama berusia 5 tahun dan yang ke-dua berusia 1,5 tahun. Hubungan pasien
dengan adiknya cukup dekat dan baik.
Ekosistem Meso
6
pertolongan bila ada yang mengalami kesulitan. Waktu tempuh dari rumah pasien
ke RS. H. Adam Malik sekitar 1 jam perjalanan dengan angkutan umum dan
sepeda motor. Sarana kesehatan terdekat yaitu klinik yang berjarak sekitar 300
meter, dan dari Puskesmas sekitar 5 kilometer dari rumah pasien. Pasien bersekolah
di SMP kelas 2. Sarana Pendidikan berupa sekolah dasar (SD), sekolah menengah
pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) berjarak sekitar 1 kilometer dari
rumah pasien dengan waktu perjalanan 15 menit menggunakan angkutan umum.
Asuh
Sejak lahir penderita dirawat oleh kedua orangtuanya. Pemberian ASI sampai usia
18 bulan. Bubur susu saat usia 6 bulan, nasi tim saring diberikan pada usia 8 bulan,
dan nasi biasa/makanan keluarga mulai diberikan saat usia 12 bulan sampai
sekarang. Imunisasi dasar pasien kesan lengkap dan diperoleh dari kegiatan
Posyandu. Kesadaran orangtua terhadap kesehatan dan kesembuhan anaknya cukup
baik.
Asih
Ibu dan ayah membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu lebih dekat
dan perhatian kepada anak-anaknya terutama pada pasien karena penyakit yang
dideritanya. Ayah juga mempunyai hubungan yang dekat dengan penderita.
Penderita lebih sering diantar ayah atau neneknya untuk berobat kontrol ke RS
karena ibu pasien menjaga kedua adiknya yang masih kecil.
Asah
Ayah dan ibu berusaha mengajarkan perihal agama dan budi pekerti kepada pasien
dan adiknya. Ibu yang paling banyak berperan dalam mengajarkan dan memberi
stimulasi kepada pasien di rumah karena ayah bekerja.
7
2. Kepatuhan orangtua dan pasien dalam pengobatan
3. Kekhawatiran orangtua terhadap kondisi psikologis dan masa depan anaknya
4. Kekhawatiran orangtua terhadap efek samping terapi
5. Kecemasan orangtua terkait pertumbuhan dan perkembangan pasien
PENGAMATAN LANJUTAN
8
September dilakukan joint conference dengan Departemen Bedah Thorak dan
Kardiovaskuler untuk rencana tindakan evakuasi vegetasi, penutupan defek septum
ventrikel dan penggantian katup pulmonal pada tanggal 11 Januari 2018. Pasien
dilakukan persiapan operasi dengan mengkonsulkan pasien ke departemen THT,
Gigi dan Mulut, pemeriksaan foto thorak pada bulan Desember 2017.
Berat badan pasien selama pemantauan ke-dua yaitu 32 kg dengan tinggi badan 141
cm dengan status gizi baik (BB/TB=94,11%) dan status pubertas A0P3G2 Pada
awal Januari, pasien kontrol kembali ke poliklinik kardiologi untuk persiapan
operasi. Pasien menjalani pemeriksaan laboratorium dan dikonsulkan ke divisi
Bedah Torak Kardiak dan Vaskuler, Posyansus dan Anestesi untuk rencana
tindakan operasi torakotomi. Pasien dirawat inap untuk tindakan evakuasi vegetasi,
penggantian katup pulmonal dan penutupan defek septum ventrikel.
9
warfarin dan transfusi PRC. Pengukuran INR dilakukan 3 hari setelah tindakan
operasi. Pasien dipulangkan untuk berobat jalan pada tanggal 18 Januari 2018. Saat
dipulangkan, tidak ditemukan adanya keluhan pada pasien. Pasien dipulangkan
dengan obat-obatan cefadroxil, furosemide 2x15 mg, kaptopril 2x12,5 mg dan
warfarin 1x1 mg.
10
Hasil Foto Thorak (11/01/2018- post operasi penutupan defek)
- Kardiomegali
Small DCS VSD Ø2,4 mm, balanced 4 chambers, mild TR and PR, good
contractility, no pericardial effusion, competent pulmonal valve.
Kesimpulan:
- Small residual VSD
- Mild TR and PR
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
11
AMVO (Amplatzer VSD Occluder). Saat itu, perlengkapan alat transkateter dengan
menggunakan AMVO tidak tersedia di RSUP. H Adam Malik, sehingga pasien
masih menunggu tersedianya alat sambil tetap rutin datang untuk kontrol dan
melanjutkan pengobatan.
Small residual VSD, ر3 mm, DCSA type. Balanced 4 chambers, no vegetation
seen, no PE, well contracting ventricle. No paradoxical movement
12
Pengamatan Ke-empat ( Januari 2019- Oktober 2019)
Pada periode ini, pasien masih datang secara rutin ke RSUP H. Adam Malik untuk
pemantauan rutin dan melanjutkan pengobatan. Tidak dijumpai adanya keluhan
berupa sesak nafas dan mudah lelah. Menurut orangtua, pasien juga masih tetap
aktif bermain bersama teman-temannya seperti anak lainnya. Orangtua masih
khawatir dengan penyakit pasien, sehingga orangtua membatasi anaknya untuk
melakukan aktifitas berlebihan seperti olahraga. Berat badan pada pengamatan ke
empat yaitu 36 kg dengan tinggi badan 148 cm. Status nutrisi pasien adalah gizi
baik dengan BB/TB 92%. Status pubertas pasien yaitu A1P4G3. Hasil
ekokardiografi pada januari 2019 menunjukkan masih adanya residual VSD dan
mild TR. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan AMVO dan menunggu
ketersediaan alat di RS.
13
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien 17,4 17,8 17,8 17,4
Kontrol 14,20 14,00 14 14
INR 1,20 1,26 1,26 1,28
APTT
Pasien 40,9
Kontrol 33,2
Waktu Trombin
Pasien 14,8
Kontrol 18,9
KGD (mg/dL) 67
Ginjal
BUN (mg/dL) 5
Ureum (mg/dL) 11
Kreatinin (mg/dL) 0.58
Elektrolit
Natrium (mEq/L) 136
Kalium (mEq/L) 3,7
Clorida (mEq/L) 105
Small residual VSD, ر2 mm, DCSA type. Balance 4 chambers, mild TR, no
vegetation seen, no PE, well contracting ventricle. No paradoxical movement
Rencana: AMVO
14
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki masalah psikososial
(kognitif, emosi dan perilaku).
Diskusi
Defek septum ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara
keduanya terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan.9
Pertama kali dikemukakan oleh Dalrymple pada 1847.1 Defek ini merupakan salah
satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni sekitar 20-30% dari seluruh
PJB, 1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup, 1 dari 1000 anak usia sekolah, frekuensi
pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%, sering dijumpai pada sindroma Down.
Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan
DSV adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital, serta insidens
tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi
aterm.1,9
15
dari kiri ke kanan melalui defek. Ketika pirau yang terjadi besar, ventrikel kanan,
sirkulasi pulmonal, atrium kiri, dan ventrikel kiri menjadi volume overload relatif.
Pada awalnya, peningkatan aliran darah balik ke ventrikel kiri meningkatkan
volume sekuncup (melalui mekanisme Frank-Starling), tapi seiring berjalan waktu
peningkatan beban jantung ini dapat menyebabkan dilatasi ruang jantung, disfungsi
sistolik, dan gejala gagal jantung.10,11 Pada pasien ini telah dijumpai pembesaran
ruang jantung dan gejala gagal jantung berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang.
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis dimana jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, untuk memompa
balik darah vena secara memadai, atau kombinasi keduanya. Pada anak, tanda dan
gejala gagal jantung kongestif meliputi respon kompensasi terhadap gangguan
fungsi jantung berupa takikardia, irama Gallop, dan nadi yang lemah. Bendungan
vena pulmonalis berupa takipnea, sesak napas saat melakukan aktivitas, dan
ortopnea. Bendungan vena sistemik berupa hepatomegali, peningkatan tekanan
16
vena jugularis, dan edema tungkai.14 Insidensi dan prevalensi gagal jantung anak
belum diketahui secara pasti. Pada anak, gagal jantung merupakan manifestasi
klinis dari berbagai etiologi.15 Diagnosis gagal jantung pada anak dibuat
berdasarkan kombinasi tanda klinis, dengan penilaian keparahan gangguan jantung
melalui pemeriksaan seperti uji latihan fisik, pemeriksaan pencitraan non-invasif
dan profil penanda biologis (biomarking profiling).16
Pada DSV kecil gambaran foto thoraks normal. Pada defek yang lebih
besar, pembesaran ruang jantung bervariasi, tergantung besarnya pirau dari kiri ke
kanan. Derajat kardiomegali yang bervarasi ini termasuk pembesaran atrium kiri,
ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Dapat dijumpai gambaran peningkatan vaskuler
paru.1,10 Pada pasien ini hasil foto thoraks menunjukkan kardiomegali.
17
mengidentifikasi jumlah, ukuran, lokasi defek yang tepat, memperkirakan tekanan
arteri pulmonal, mengindentifikasi kelainan lain yang menyertai, dan
memperkirakan besar dan aliran pirau.1 Hasil ekokardiografi pada tanggal 18 Juli
2017 menunjukkan adanya infective endocarditis, moderate DCSA VSD, left- right
shunt, severe PR dan vegetasi di katup pulmonal.
18
prosthesis, abses, atau regurgitasi baru yang sebelumnya tidak dijumpai. 19,23
Kriteria minor termasuk demam, tanda emboli vaskuler, fenomena imun kompleks
seperti glomerulonephritis, artritis, faktor rheumatoid, nodus Osler dan Roth spot,
kultur darah positif dijumpai 1 saja, bukti serologis positif dan pemeriksaan
ekokardiografi yang tidak sesuai dengan kriteria mayor.19 Modifikasi kriteria Dukes
dilakukan dengan menambah beberapa kriteria minor berikut: dijumpainya
clubbing finger, splenomegaly, splinter hemorrhage dan ptechiae, peningkatan laju
endap darah, peninggian nilai CRP, pemasangan vena sentral, vena perifer dan
hematuria mikrositik.3 Dua kriteria mayor, 1 mayor dan 3 minor, serta 5 minor
dapat dijadikan dasar penegakan endokarditis infektif. 19 Pemeriksaan
ekokardiografi pasien menunjukkan adanya vegetasi pada katup pulmonal dan
severe PR. Pemeriksaan fisik pasien dijumpai demam, adanya penyakit jantung
bawaan berupa DSV. Hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peningkatan laju
endap darah, faktor rheumatoid dan peningkatan nilai CRP. Pasien memenuhi
kriteria Dukes dengan ditemukannya 1 kriteria mayor dan 4 kriteria minor.
Jika infeksi dijumpai pada katup disertai dengan gejala gagal jantung,
pemberian diuretik, agen penurun afterload, dan digitalis harus disertakan. 18 Pada
pasien diberikan furosemide, kaptopril dan spironolakton. Tindakan bedah
diindikasikan jika dijumpai keterlibatan katup aorta, mitral, atau katup prostetik
dengan gagal jantung yang intractable.7 Jika temuan klinis gagal jantung disertai
dengan resiko emboli, maka tindakan bedah sebaiknya dipilih sebagai terapi
definitif. 7
Tindakan bedah merupakan terapi lini kedua pada EI. Waktu yang tepat
untuk melakukan tindakan bedah masih kontroversial, meskipun demikian
19
intervensi dini perlu dilakukan untuk mengurangi komplikasi berat dan untuk
memperbaiki prognosis.24 Indikasi dilakukan tindakan bedah pada EI dengan
mempertimbangkan beberapa keadaan seperti gagal jantung kanan akibat
regurgitasi trikuspid yang berat atau tidak respon terhadap obat-obatan, infeksi
persisten yang tidak respon antibiotik, vegetasi di katup trikuspid >20 mm dan
embolisme yang berulang.25 Pada kasus ini, pasien tidak menunjukkan respon
terhadap pemberian antibiotik empiris yang digunakan. Hal ini terlihat dari
pemantauan ekokardiografi dimana tidak terjadi pengurangan ukuran vegetasi di
katup pulmonal. Selain itu, adanya vegetasi pada katup pulmonal merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya emboli.
Secara global, kejadian pirau residual berkisar antara 15%-25% pada saat
intraoperative dan 20-46% defek terdeteksi pasca operasi saat di ICU dan 35%-
38% setelah perawatan di RS.29 Pada kasus, terdapat small residual VSD yang
ditemukan saat pemantauan ekokardiaografi 3 bulan setelah tindakan penutupan
defek.
20
yang baik. Hal ini disebabkan oleh orangtua dan lingkungan keluarga yang selalu
memberikan dukungan terhadap pasien.
RINGKASAN
Daftar Pustaka
1. Park, MK. Ventricular Septal Defect. Dalam: Park MK ed. Pediatric Cardiology
for Parctitioners, ed.5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008, p. 212-21.
2. Keane JF, Fyler DC. Ventricular septal defect. Dalam: Keane JF, Lock JE, Fyler
DC, penyunting. Nada’s pediatric cardiology. Edisi ke-2. Philadelphia: Elseivers
Inc. 2006. h. 527- 47.
3. Soeroso S, Sastrosoebroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:
Sastroasmoro S, Madiyono B. penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi
kesatu. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. h.191- 233.
4. Mcdaniel NL, Gutgesell HP. Ventricular septal defect. Dalam: Allen HD, Clark
EB, Gutgessel HP, Driscoll DJ, penyunting. Moss and Adam’s heart disease in
infant, children, and adolescents including the fetus and young adult. Edisi ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2001. h. 637- 651
5. Brown M, Griffin GE. Immune response in endocarditis. Heart. 1998;79:1-2.
6. Dayer MJ, Jones S, Prendergast B, Baddour LM, Lockhart PB, Thornhill MT.
Incidence of infective endocarditis in England 2000-13: A secular trend,
interrupted time series analysis. Lancet. 2015;385:1219-28.
7. Malhotra A, Prendergast BP,. Evaluating treatment options for patients with
infective endocarditis: when is it the right time for surgery?. Future
Cardiol.201;8(6):87-61.
8. Penny JG, Vick GW. Ventricular septal defect. Lancet.2011;377:1103-12.
9. Lisa C, Wahab AS. Defek Septum Ventrikel. Dalam: Wahab AS ed. Kardiologi
Anak, Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC, 2009, p. 37-67.
21
10. Minette MS, Sahn DJ. Ventricular Septal Defects. Circulation. 2006;114:2190-
7.
11. Chen YB, Liberthson RR, Freed MD. Congenital Heart Disease. Dalam: Lilly
LS ed. Pathophysiologi of Heart Disease, ed 3. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2003,p. 347-58.
12. Fulton DR. Congenital Heart Disease. Dalam: Fuster V, O’Rourke RA, Walsh
RA, Poole-Wilson P eds. Hurst’s The Heart, vol.2, ed.12. New York: Mc Graw
Hill, 2007, p. 1860-6.
13. Jordan SC, Scott O. Acyanotic lesions with left-to-right shunts. Dalam: Jordan
SC, Scott O. Heart Disease in Paediatrics, ed.3. London: Butterworths, 1989,p.
81-95.
14. Park MK. Congestive Heart Failure. In: Troxler RG, editor. Pediatrics
Cardiology. Mosby. 2002. p.299-315.
15. Madriago E, Silberbach M. Heart Failure in Infants and Children. Pediatr Rev.
2010;31:4-11
16. Hsu DT, Pearson GD. Heart Failure in Children. Part II: Diagnosis, Treatment,
and Future Directions. Circ Heart Fail. 2009;2:490-8.
17. Hsu DT, Pearson GD. Heart Failure in Children. Part I: History, Etiology, dan
Pathophysiology. Circ Heart Fail. 2009;2:63-70
18. Park, MK. Infective endokarditis. Dalam: Park MK, Troxler RG, ed. Pediatric
Cardiology for Parctitioners, ed.4. Philadelphia: Mosby Mosby, 2002, p.434-47.
19. Bernstein D. Infective endocarditis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Geme J,
Schor NF, Behrman RE, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
20. Philadelpia: Elsevier; 2015.h2263-9.
20. Dayer MJ, Jones S, Prendergast B, et al. Incidence of infective endocarditis in
England, 2000-13: a secular trend, interrupted time-series analysis. Lancet
2015;385:1219–28.
21. Berglund E, Johansson B, Dellborg M, et al. High incidence of infective
endocarditis in adults with congenital ventricular septal defect. Heart.
2016;102:1835‐1839.
22. Chan P, Ogilby JD, Segal B. Tricuspid valve endocarditis. Am Heart J.
1989;117:1140‐1146
23. Fitzsimmons K, Bamber H, Smalley HB. Infective endocarditis: changing
aetiology of disease. British Journal of Biomedical Science. 2010;67:35-41.
24. Shi X, Wang X, Wang C, Zhou K, Li Y, Hua Y. A rare case of pulmonary artery
dissection associated with infective endocarditis. Medicine (Baltimore) 2016;
95(19):e3358.
25. Baddour LM, Wilson WR, Bayer AS, et al. Infective endocarditis in adults:
diagnosis, antimicrobial therapy, and management of complications: a scientific
statement for healthcare professionals from the American Heart Association.
Circulation. 2015;132:1435‐1486.
26. Kang DH. Timing of surgery in infective endocarditis. Heart 2015;
101(22):178691.
27. Mavroudis C, Becker CL, Jacobs JP. Ventricular septal defect. Dalam:
Mavroudis C, Becker CL,et al. Pediatric cardiac surgery., ed 3.Philadelphia:
Mosby,2003, h.298-320.
28. Hirsch JC, Bove FL. Tetralogy of Fallot. Dalam: Mavroudis C, Becker CL,et al.
Pediatric cardiac surgery., ed 3.Philadelphia: Mosby,2003, h.321-38
29. Rosenfeld HM, Gentles TL, Wernovsky G, et al. Utility of intraoperative
transesophageal echogardiographhy in the assessment of residual cardiac defects
in infant and children. Anesthesiology, 1992;76:165-72
30. McMahon CJ,Feltes TF, Fraley JK, Bricker JT, Grifka RG, Tortoriello TA, et al.
National history of growth of secunden atrial septal defects and implications for
transcatheter closure. Heart, 2002;67:256-9
22
31. Karsdorp PA, Everaerd W, KIndt M, Mulder BJM. Psychologycal and cognitive
functioning in children and adolescent with congenital heart disease: a meta
analysis. J pediatr Psychol. 2007;32:527-61.
23