Infective Endokarditis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus Longitudinal Kepada Yth:

Divisi Kardiologi

Narasumber:
1. Divisi Bedah Torak Kardiak dan Vaskuler FK USU/RS HAM
2. Departemen Farmakologi Klinik FK USU / RSUP HAM
3. Departemen Radiologi FK USU/ RSUP HAM
4. Departemen Psikologi FKUSU/ RSUP HAM
5. Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUP/HAM
6. Direktur Penunjang Medik dan Keperawatan RSUP HAM
7. Divisi Tumbuh Kembang Dep. IKA FK USU / RSUP HAM
8. Divisi Kardiologi IKA FK-USU/ RSUP HAM

PENGAMATAN JANGKA PANJANG ANAK LAKI-LAKI PENDERITA


DEFEK SEPTUM VENTRIKEL DAN INFEKTIF ENDOKARDITIS PASCA
OPERASI PENGGANTIAN KATUP PULMONAL DAN PENUTUPAN
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

Penyaji : Ratna Suwita Batubara


Hari/ Tanggal : Rabu/ 04 Desember 2019
Pembimbing : dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
Supervisor : dr. Tina CL Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)
dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), Sp.A

PENDAHULUAN
Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang
paling sering ditemukan.1 Insidens DSV berkisar antara 1,5 sampai 3,5 dari 1000
kelahiran hidup dan merupakan 20% dari kelainan jantung bawaan.2 DSV adalah
kelainan jantung bawaan dimana tetap terbukanya dinding septum ventrikel. Defek
ventrikel ini dapat terjadi pada semua bagian septum ventrikel, dapat tunggal atau
multiple, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi.3
Berdasarkan lokasi terjadinya, DSV dapat diklasifikasikan yaitu: DSV
perimembran, DSV muskular, defek subarterial (Doubly Commited Subarterial
Defect (DCSA)). Tipe DSV perimembran merupaka tipe VSD yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 70% dibandingkan tipe lainnya.3 Sedangkan berdasarkan
besarnya defek terbagi 3 yaitu, defek ukuran kecil, sedang, dan besar. 4 Gejala
klinis DSV pada umumnya ditemukan desah sistolik, infeksi saluran napas
berulang, pertumbuhan dan perkembangan yang terlambat, penurunan aktivitas,
dan ditemukan tanda klinis dari gagal jantung kongestif.2-4 Pada elektrokardiografi
ditemukan pembesaran ventrikel kiri, dan bisa saja terlihat pembesaran atrium kiri.
Lokasi dan ukuran dari DSV dapat dilihat dengan menggunakan ekokardiografi.2,4
Gagal jantung pada pasien DSV sedang atau besar diperlukan tata laksana
yang adekuat. Tiga aspek yang penting dalam penatalaksanaan gagal jantung yaitu

1
pengobatan terhadap gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi, dan disritmia), termasuk
pengobatan medikamentosa gagal jantung yakni meningkatkan kontraktilitas otot
jantung, dan mengurangi beban jantung.2-4
Endokarditis infektif pada anak, pada dasarnya merupakan suatu komplikasi
dari PJB dan tindakan bedah jantung. Defek Septum Ventrikel, Tetralogy of Fallot
(TOF), stenosis aorta, regurgitasi aorta, Duktus Arteriosus Persisten (DAP), dan
Transposisi Arteri Besar (TAB) merupakan lesi-lesi jantung yang berisiko tinggi
mengalami endokarditis infektif.3 Endokarditis infektif merupakan defek pada
endokardium yang melibatkan disfungsi endotel, dan sistem imun yang belum
sepenuhnya dipahami. Penyakit ini sangat sulit untuk dideteksi secara dini. Anak
dengan endokarditis infektif selalu datang terlambat dan baru dikenali ketika
kondisi penyakit sudah memburuk.5 Studi di Inggris mencatat insiden dari
endokarditis infektif dalam 10 tahun terakhir. Studi yang dimulai dari Januari 2000
hingga Juli 2013 mencatat kenaikan insiden dari penyakit tersebut dari 20
kasus/10.000.000 orang menjadi 30 kasus/10.000.000 orang. 6 Di Indonesia angka
kejadian endokarditis infektif pernah dilaporkan oleh Sastroasmoro dkk pada tahun
1989 dengan angka kejadian yang cukup tinggi, yaitu 1 dari 740 pasien yang
dirawat inap di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta.3
Tindakan bedah diindikasikan jika dijumpai keterlibatan katup dengan
gagal jantung yang intractable. Jika temuan klinis gagal jantung disertai resiko
emboli, maka tindakan bedah sebaiknya dipilih sebagai terapi defenitif.7 Penutupan
defek secara transkateter dan operasi dapat dilakukan dengan mortalitas dan
morbiditas yang minimal.8

Tujuan dari studi kasus longitudinal ini adalah untuk melaporkan pengamatan
jangka panjang anak laki-laki penderita defek septum ventrikel dan infektif
endokarditis pasca operasi penggantian katup pulmonal dan penutupan
defek septum ventrikel.

Kasus (Data Awal)


Pasien datang pertama kali ke poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik pada tanggal 17 Juli 2017, anak laki-laki, DS, usia 10 tahun 11
bulan, alamat Desa Klumpang Kampung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten
Deli Serdang dengan keluhan utama sesak napas, yang dialami oleh pasien sejak 3
bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu ini. Sesak napas berhubungan

2
dengan aktivitas. Pasien mengalami sesak napas saat beraktivitas ringan. Sesak
tidak disertai dengan biru pada daerah bibir. Riwayat biru sebelumnya tidak
dijumpai. Riwayat sering mudah lelah dialami pasien sejak 1 tahun ini terutama
jika pasien berjalan atau beraktivitas berat. Riwayat batuk berulang dialami pasien
sejak 3 bulan ini. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal. Demam
tidak dijumpai. Riwayat demam berulang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Demam
bersifat naik turun dan suhu tidak terlalu tinggi. Riwayat nyeri menelan disangkal.
Riwayat infeksi pada kulit disangkal. Berat badan menurun disadari oleh orang tua
pasien dalam 1 bulan terakhir. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas
normal.
Pemeriksaan Fisik
Sensorium: composmentis Suhu: 37,3 °C

Status nutrisi:

Berat badan: 24 Kg Tinggi badan: 135 cm

BB/U: 94.4% TB/U: 93,10% BB/TB: 82,76%

Kesan: Gizi kurang

Status Lokalisata:

Kepala : Mata : refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra

inferior tidak pucat (+/+)

Telinga : dalam batas normal

Hidung : pernafasan cuping hidung (+)

Mulut : dalam batas normal

Leher : TVJ R+2 cm H2O

Dada : simetris fusiformis, retraksi epigastrial

Frekuensi jantung : 102 kali/ menit, regular, murmur pansistolik

grade III/6 dengan punctum maksimun di


parasternalis kiri ICR III-IV

Frekuensi nafas : 38 kali/ menit, regular, ronki (-/-),wheezing(-/-)

Perut : soepel, peristaltik normal. Hepar dan lien tidak teraba

3
Ekstremitas : nadi 102 kali/ menit, regular, tegangan/ volume cukup, akral
hangat, CRT < 2 detik. TD: 100/70 mmHg (N: 96-114/59-74
mmHg)

Hasil laboratorium RSUP H. Adam Malik tanggal 19 Juli– 14 Agustus 2017


Jenis Pemeriksaan 19/7/2017 29/7/2017 09/08/2017
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (g/dl) 7,2 8.8 10.0
Hematokrit (%) 24 32 34
Leukosit (/uL) 7.220 8.970 7.830
Trombosit(/uL) 266.000 579.000 308.000
MCV (fl) 60 65 65
MCH (pg) 18.2 18.2 19.3
MCHC (g%) 30.3 27.9 29.6
LED (mm/jam) 120
KGD (mg/dL) 87
Hati
AST/SGOT (U/L) 183 39
ALT/SGPT (U/L) 118 34
Ginjal
BUN (mg/dL) 10 8
Ureum (mg/dL) 21 17
Kreatinin (mg/dL) 0.6 0.57
Procalcitonin (mg/dL) 0.36
CRP Kuantitatif (mg/dL) 2.8
ASTO <200
Faktor Rheumatoid 16
(iU/mL)

Urinalisa FCM
Warna : kuning jernih Eri : 0-1
Glukosa : negatif Leuk : 0-1
Bilirubin:negatif Epitel: 0-1
Berat Jenis : 1,015 Kristal: negatif
pH :6 Bakteri: 0
Nitrit : negatif Cast : negatif
Leukosit : negatif
Darah : negatif

Hasil Kultur Darah (19 Juli 2017):

- Tidak ada pertumbuhan kuman

Hasil Foto Thorak (21 Juli 2017)

- Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

Hasil Ekokardiografi (18 Juli 2017):

4
Situs solitus, AV-VA concordance, normal pulmonary venous drainage, intact
intraventricular septum. Moderate DCSA VSD Ø3-4 mm, left – right shunt, left
sided enlargement, severe PR, vegetation in pulmonary valve Ø5x9 mm. Left aortic
arch, no CoA, no PDA, no PE. Well contracting ventricle, no paradoxical
movement.

Kesimpulan:

- Infective endocarditis
- Moderate DCSA VSD
- Severe PR
- Vegetation in pulmonary valve
Diagnosis
- CHF NYHA III ec. Moderate DCSA-VSD + Endokarditis infektif
Severe TR + Gizi Kurang
Terapi selama perawatan di RSHAM (17 Juli 2017 – 14 Agustus 2017)
- Posisi semi fowler
- O2 nasal kanul 1-2 l/menit
- IVFD D5% NaCl 0.9% 4 cc/jam
- Inj. Ampicillin 1 gr/ 6 jam/ iv  diberikan selama 4 minggu
- Inj. Gentamisin 40 mg/24 jam/iv  diberikan selama 4 minggu
- Inj. Furosemide 10 mg/12 jam/iv
- Captopril 2x 6.25 mg
- Aspilet 1x100 mg
- Spironolakton 2x25 mg
- Urdafalk 3x 100 mg
- Diet MB 1400 kkal dengan 40 gr protein

Pada tanggal 14 Agustus, pasien berobatan jalan dengan terapi furosemide 2x10
mg, aspilet 1x100 mg dan kaptopril 2x6,25 mg. Pasien dianjurkan untuk kontrol
teratur ke poliklinik kardiologi anak untuk pemantauan dan evaluasi lanjutan.

Faktor Genetik/ Heredokonstitusional

Usia ibu pasien saat hamil adalah 26 tahun. Kehamilan tersebut merupakan
kehamilan yang direncanakan. Selama hamil ibu dalam keadaan sehat, tidak pernah
mengkonsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan selain atas anjuran tenaga kesehatan.
Ibu pasien memeriksakan kehamilan secara rutin ke bidan setiap bulan. Ibu tidak
menderita penyakit diabetes, hipertensi atau demam tinggi saat hamil. Pasien lahir

5
secara spontan, cukup bulan, ditolong bidan dengan berat badan lahir 3200 gram.
Ibu lupa panjang badan lahir.

Pasien dapat menegakkan kepala saat usia 4 bulan, tengkurap pada usia 5
bulan, duduk pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 8 bulan, berdiri berpegangan
pada usia 12 bulan dan berjalan tanpa berpegangan pada usia 15 bulan. Pasien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Tinggi badan ayah 173 cm dan tinggi
badan ibu 160 cm, sehingga diperoleh potensi tinggi genetik pasien pada rentang
164.5 cm – 181.5 cm. Saat ini tinggi badan pasien berada diantara presentil 10-25
kurva pertumbuhan. Tidak dijumpai anggota keluarga lain yang menderita penyakit
seperti pasien.

Faktor Lingkungan (Ekosistem)

Ekosistem Mikro

Ibu berusia 37 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Ibu kesan terbuka, penyayang
dan ramah. Ibu peduli dan memperhatikan kesehatan anaknya dan mendukung
pengobatan pasien.

Ekosistem Mini

Ayah berusia 37 tahun, suku Banjar, agama Islam, pendidikan Sekolah Teknik
Menengah (STM), bekerja sebagai karyawan di pabrik percetakan kemasan
makanan. Ayah pasien adalah orang yang sabar, tegas dan penyayang. Hubungan
kedua orangtua pasien cukup harmonis. Pasien memiliki 2 adik laki-laki. Adik
pertama berusia 5 tahun dan yang ke-dua berusia 1,5 tahun. Hubungan pasien
dengan adiknya cukup dekat dan baik.

Ekosistem Meso

Pasien tinggal di Desa Klumpang Kampung, Kecamatan Hamparan Perak,


Kabupaten Deli Serdang. Bangunan rumah permanen dengan ukuran sekitar 6x12
m2, berlantai keramik. Rumah memiliki 3 kamar tidur, satu kamar mandi, dapur,
dan ruang keluarga. Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur gali
dan penerangan menggunakan listrik dari PLN. Ventilasi dan sirkulasi udara rumah
memadai.

Tetangga di sekitar rumah merupakan masyarakat dengan tingkat sosial


ekonomi menengah ke bawah dengan mata pencaharian sebagai buruh pabrik dan
petani. Hubungan orangtua dengan tetangga baik dan saling memberikan

6
pertolongan bila ada yang mengalami kesulitan. Waktu tempuh dari rumah pasien
ke RS. H. Adam Malik sekitar 1 jam perjalanan dengan angkutan umum dan
sepeda motor. Sarana kesehatan terdekat yaitu klinik yang berjarak sekitar 300
meter, dan dari Puskesmas sekitar 5 kilometer dari rumah pasien. Pasien bersekolah
di SMP kelas 2. Sarana Pendidikan berupa sekolah dasar (SD), sekolah menengah
pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) berjarak sekitar 1 kilometer dari
rumah pasien dengan waktu perjalanan 15 menit menggunakan angkutan umum.

Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Asuh

Sejak lahir penderita dirawat oleh kedua orangtuanya. Pemberian ASI sampai usia
18 bulan. Bubur susu saat usia 6 bulan, nasi tim saring diberikan pada usia 8 bulan,
dan nasi biasa/makanan keluarga mulai diberikan saat usia 12 bulan sampai
sekarang. Imunisasi dasar pasien kesan lengkap dan diperoleh dari kegiatan
Posyandu. Kesadaran orangtua terhadap kesehatan dan kesembuhan anaknya cukup
baik.

Asih

Ibu dan ayah membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu lebih dekat
dan perhatian kepada anak-anaknya terutama pada pasien karena penyakit yang
dideritanya. Ayah juga mempunyai hubungan yang dekat dengan penderita.
Penderita lebih sering diantar ayah atau neneknya untuk berobat kontrol ke RS
karena ibu pasien menjaga kedua adiknya yang masih kecil.

Asah

Ayah dan ibu berusaha mengajarkan perihal agama dan budi pekerti kepada pasien
dan adiknya. Ibu yang paling banyak berperan dalam mengajarkan dan memberi
stimulasi kepada pasien di rumah karena ayah bekerja.

Masalah yang Dihadapi


A. Masalah medis
1. Diperlukan konsumsi obat jangka panjang setelah penggantian katup
pulmonal dan penutupan Defek Septum Ventrikel.
2. Pemantauan efek smaping penggunaan obat terhadap pasien
3. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pasien
B. Masalah non medis
1. Kepatuhan orangtua dan pasien dalam melakukan kontrol rutin untuk
pemantauan jantung anak

7
2. Kepatuhan orangtua dan pasien dalam pengobatan
3. Kekhawatiran orangtua terhadap kondisi psikologis dan masa depan anaknya
4. Kekhawatiran orangtua terhadap efek samping terapi
5. Kecemasan orangtua terkait pertumbuhan dan perkembangan pasien

Upaya Pemecahan Masalah


A. Masalah medis
1. Memberikan catatan jadwal pengobatan kepada orangtua dan mengingatkan
orangtua agar memberikan obat kepada anak sesuai jadwal.
2. Menjadwalkan pemantauan ke RSUP H. Adam Malik untuk mendeteksi
gangguan fungsi jantung dan efek samping yang terjadi sesegera mungkin,
3. Memantau pertumbuhan dan perkembangan pasien secara berkala serta
mengupayakan terpenuhinya asah, asih dan asuh secara optimal.
B. Masalah non medis
1. Memberikan penjelasan tentang penyakit, terapi, efek samping dan prognosis
penderita serta pentingnya keteraturan pengobatan dan pemantauan dalam
proses pengobatan
2. Menekankan pentingnya dukungan keluarga dalam proses pengobatan
3. Memberikan pendekatan psikologis dan informasi tentang kondisi psikologis
pasien saat ini, sehingga dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam
membantu pasien menghadapi masalah.
4. Menjelaskan kepada orangtua agar tidak terlalu cemas dan membatasi
aktifitas pasien agar pasien dapat tumbuh dan berkembang sesuai usianya.

PENGAMATAN LANJUTAN

Pengamatan Pertama (Bulan Agustus 2017 – Desember 2017)


Pasien kontrol teratur ke RS. H. Adam Malik. Berat badan pasien saat itu 28 kg,
tinggi badan 135 cm dan status pubertas A0P2G1. Pasien selalu dibawa oleh nenek
dan kadang di damping oleh ayah pasien saat kontrol. Keluhan seperti demam dan
sesak nafas tidak dijumpai tetapi pasien belum dapat beraktifitas berat. Pasien rutin
mengkonsumsi obat-obatan yaitu furosemid 2x10 mg, kaptopril 2x6,25 mg dan
aspirin 1x100 mg. Hasil ekokardiografi menunjukkan masih terdapat vegetasi di
katup pulmonal, dan tidak terdapat penurunan ukuran vegetasi yang bermakna
meskipun dengan pemberian antibiotik sebelumnya, sehingga pada tanggal 26

8
September dilakukan joint conference dengan Departemen Bedah Thorak dan
Kardiovaskuler untuk rencana tindakan evakuasi vegetasi, penutupan defek septum
ventrikel dan penggantian katup pulmonal pada tanggal 11 Januari 2018. Pasien
dilakukan persiapan operasi dengan mengkonsulkan pasien ke departemen THT,
Gigi dan Mulut, pemeriksaan foto thorak pada bulan Desember 2017.

Hasil Ekokardiografi (18/9/2017)

Situs solitus, AV-VA concordance, normal pulmonary venous drainage, intact


intraventricular septum. Small DCSA VSD Ø3-4 mm, left – right shunt, mild TR,
severe PR, vegetation in pulmonary valve Ø3x4 mm. Left aortic arch, no CoA, no
PDA. Well contracting ventricle, no paradoxical movement.

Kesimpulan: Infective endocarditis, DCSA VSD

Hasil foto thorak (28/12/2019)


-Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

Jawaban konsul THT


- Tidak ada kelainan di bidang THT

Jawaban konsul Gigi dan Mulut


- Caries dentis
- Tindakan : tambal sementara

Pemantauan Ke-dua (Januari 2018- Juni 2018)

Berat badan pasien selama pemantauan ke-dua yaitu 32 kg dengan tinggi badan 141
cm dengan status gizi baik (BB/TB=94,11%) dan status pubertas A0P3G2 Pada
awal Januari, pasien kontrol kembali ke poliklinik kardiologi untuk persiapan
operasi. Pasien menjalani pemeriksaan laboratorium dan dikonsulkan ke divisi
Bedah Torak Kardiak dan Vaskuler, Posyansus dan Anestesi untuk rencana
tindakan operasi torakotomi. Pasien dirawat inap untuk tindakan evakuasi vegetasi,
penggantian katup pulmonal dan penutupan defek septum ventrikel.

Tindakan pembedahan dilakukan pada tanggal 11 Januari 2018. Tidak


dijumpai hambatan selama tindakan. Penutupan defek septum ventrikel
menggunakan Gore-Tex patch dan katup pulmonal digantikan dengan katup Bio
Magna Ease nomor 21. Pasien dirawat selama 5 hari di ICU dan selanjutnya di
ruang rawatan semi intensif. Selama perawatan, pasien mendapat pengobatan
dengan injeksi Cefepime, injeksi ranitidine, injeksi furosemide, parasetamol,

9
warfarin dan transfusi PRC. Pengukuran INR dilakukan 3 hari setelah tindakan
operasi. Pasien dipulangkan untuk berobat jalan pada tanggal 18 Januari 2018. Saat
dipulangkan, tidak ditemukan adanya keluhan pada pasien. Pasien dipulangkan
dengan obat-obatan cefadroxil, furosemide 2x15 mg, kaptopril 2x12,5 mg dan
warfarin 1x1 mg.

Pasien tetap kontrol teratur ke poli kardiologi anak untuk melanjutkan


pengobatan, pemeriksaan INR rutin dan pemantauan ekokardiografi. Selama pasien
berobat jalan di poli kardiologi anak, pasien secara rutin mengkonsumsi obat yaitu
warfarin 1x1 mg dan kaptopril 2x12,5 mg.

Hasil laboratorium RSUP H. Adam Malik tanggal 3 Januari – 18 Januari2017


Jenis Pemeriksaan 3/1 11/1 12/1 16/1 18/1
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (g/dl) 10,7 10,3 11,7 11,1
Hematokrit (%) 36 32 36 34
Leukosit (/uL) 11.030 7.480 11.250 8.870
Trombosit(/uL) 380.000 176.000 212.000 220.000
MCV (fl) 60 69 68 67
MCH (pg) 18 22,3 22,1 21,7
MCHC (g%) 29,9 32,3 32,3 32,6
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien 16,9 22,5 37,5 23,7 20,4
Kontrol 14,3 14,5 14,5 14,0 14,5
INR 1,16 1,53 2,51 1,61 1,4
APTT
Pasien 44,7 38,4 33,9
Kontrol 34 34 34,0
Waktu Trombin
Pasien 18 16,2 18,2
Kontrol 20 20,2 20,2
Hati
AST/SGOT (U/L) 27
ALT/SGPT (U/L) 18
Ginjal
BUN (mg/dL) 9 6 18
Ureum (mg/dL) 19 17 39
Kreatinin (mg/dL) 0.6 0,64 0,71
Elektrolit
Kalsium (mg/dl) 8,40 8,5 7,7
Natrium (mEq/L) 137 144 144
Kalium (mEq/L) 3.8 4,4 5,0
Clorida (mEq/L) 105 102 111
Imunoserologi
HBsAg Non reaktif
Anti HIV (3 Methode) Non reaktif

10
Hasil Foto Thorak (11/01/2018- post operasi penutupan defek)
- Kardiomegali

Hasil Ekokardiografi (16/1/2018 – 5 hari setelah tindakan penutupan defek)

No residual VSD, no pulmonary regurgitation, no aortic regurgitation and no


pericardial effusion, no paradoxical movement.

Kesimpulan: No residual VSD, no PE.

Hasil Ekokardiografi (21/1/2018 – 10 hari setelah tindakan penutupan defek)

No pulmonal stensosis and regurgitation, no residual VSD, no LVOT obstruction,


jet from sinus valsava to right ventricle (+), no pericardial effusion, well
contracting ventricle. No paradoxical movement.

Kesimpulan: rupture sinus valsava?

Anjuran: ekokardiografi 3 bulan lagi

Hasil Ekokardiografi (26/4/2018 -3 bulan setelah penutupan defek)

Small DCS VSD Ø2,4 mm, balanced 4 chambers, mild TR and PR, good
contractility, no pericardial effusion, competent pulmonal valve.

Kesimpulan:
- Small residual VSD
- Mild TR and PR

Hasil laboratorium RSUP H. Adam Malik


Jenis Pemeriksaan 22/2 26/4 26/6

Faal Hemostasis
Waktu Protrombin

Pasien 19,1 17,8 16,5

Kontrol 14,00 14,00 14,00


INR 1,33 1,29 1,2

Pengamatan Ke-tiga (Juli 2018 – Desember 2018)


Tidak dijumpai keluhan pada pengamatan periode ke tiga. Anak beraktifitas seperti
biasa. Batuk dan sesak nafas tidak dijumpai. Perkembangan fisik pasien sesuai
dengan usia. Berat badan pasien 34 kg dan tinggi badan 145 cm, BB/TB 91,8%
dengan status nutrisi gizi baik dan status pubertas A0P3G2. Pemantauan dengan
ekokardiografi menunjukkan bahwa masih terdapat small residual VSD sehingga
pasien direncanakan untuk dilakukan penutupan defek dengan menggunakan

11
AMVO (Amplatzer VSD Occluder). Saat itu, perlengkapan alat transkateter dengan
menggunakan AMVO tidak tersedia di RSUP. H Adam Malik, sehingga pasien
masih menunggu tersedianya alat sambil tetap rutin datang untuk kontrol dan
melanjutkan pengobatan.

Hasil Ekokardiografi (16/7/2018- 6 bulan setelah penutupan defek)

Small residual VSD, ر3 mm, DCSA type. Balanced 4 chambers, no vegetation
seen, no PE, well contracting ventricle. No paradoxical movement

Kesimpulan: small residual VSD

Hasil laboratorium RSUP H. Adam Malik September – Desember 2018


Jenis Pemeriksaan 25/9 23/11
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (g/dl) 11,5
Hematokrit (%) 38
Leukosit (/uL) 7.690
Trombosit(/uL) 327.000
MCV (fl) 61
MCH (pg) 18,5
MCHC (g%) 30,4
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien 15,9 15,6
Kontrol 14,20 14,50
INR 1,16 1,08
APTT
Pasien 44,0
Kontrol 34
Waktu Trombin
Pasien 16,6
Kontrol 19,5
KGD (mg/dL) 80
Ginjal
BUN (mg/dL) 8
Ureum (mg/dL) 17
Kreatinin (mg/dL) 0.57
Elektrolit
Natrium (mEq/L) 136
Kalium (mEq/L) 4,4
Clorida (mEq/L) 105

12
Pengamatan Ke-empat ( Januari 2019- Oktober 2019)

Pada periode ini, pasien masih datang secara rutin ke RSUP H. Adam Malik untuk
pemantauan rutin dan melanjutkan pengobatan. Tidak dijumpai adanya keluhan
berupa sesak nafas dan mudah lelah. Menurut orangtua, pasien juga masih tetap
aktif bermain bersama teman-temannya seperti anak lainnya. Orangtua masih
khawatir dengan penyakit pasien, sehingga orangtua membatasi anaknya untuk
melakukan aktifitas berlebihan seperti olahraga. Berat badan pada pengamatan ke
empat yaitu 36 kg dengan tinggi badan 148 cm. Status nutrisi pasien adalah gizi
baik dengan BB/TB 92%. Status pubertas pasien yaitu A1P4G3. Hasil
ekokardiografi pada januari 2019 menunjukkan masih adanya residual VSD dan
mild TR. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan AMVO dan menunggu
ketersediaan alat di RS.

Bulan Maret 2019, pasien direncanakan untuk tindakan sirkumsisi. Pasien


kemudian dikonsulkan ke Departemen Urologi dan dilakukan persiapan untuk
tindakan sirkumsisi pada tanggal 14 Maret 2019. Sebelum dilakukan tindakan
sirkumsisi, konsumsi warfarin dihentikan sampai 1 minggu setelah sirkumsisi.
Tidak dijumpai hambatan selama dan sesudah tindakan sirkumsisi. Pasien tetap
rutin kontrol ke poliklinik kardiologi anak untuk meneruskan pengobatan

Hasil laboratorium RSUP H. Adam Malik Januari – Oktober 2019


Jenis Pemeriksaan 08/1 5/4 31/5 2/8
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (g/dl) 10,4
Hematokrit (%) 35
Leukosit (/uL) 6.470
Trombosit(/uL) 333.000
MCV (fl) 61
MCH (pg) 18,3
MCHC (g%) 18,1

13
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien 17,4 17,8 17,8 17,4
Kontrol 14,20 14,00 14 14
INR 1,20 1,26 1,26 1,28
APTT
Pasien 40,9
Kontrol 33,2
Waktu Trombin
Pasien 14,8
Kontrol 18,9
KGD (mg/dL) 67
Ginjal
BUN (mg/dL) 5
Ureum (mg/dL) 11
Kreatinin (mg/dL) 0.58
Elektrolit
Natrium (mEq/L) 136
Kalium (mEq/L) 3,7
Clorida (mEq/L) 105

Hasil Ekokardiografi (28/1/2019- 12 bulan setelah penutupan defek)

Small residual VSD, ر2 mm, DCSA type. Balance 4 chambers, mild TR, no
vegetation seen, no PE, well contracting ventricle. No paradoxical movement

Kesimpulan: Small VSD residual DCSA, mild TR

Rencana: AMVO

Hasil Foto Thorak (09/01/2019)

- Kardiomegali dengan RVH ec suspek CHD dengan device terpasang

Pasien dikonsulkan ke divisi Tumbuh Kembang. Evaluasi kualitas hidup


dilakukan dengan penilaian PedsQL modul jantung. Hasil penilaian terdiri atas 6
skala masalah jantung dan terapi (92,8%), terapi II (90%), penampilan fisik
(100%), cemas terhadap tindakan terapi (100%), masalah kognitif (95%) dan
komunikasi (100%). Secara keseluruhan hasil tersebut menunjukkan bahwa pasien
memiliki kualitas hidup yang baik. Untuk melihat ada atau tidaknya masalah
psikososial pada pasien dilakukan pemeriksaan dengan Pediatric symptom
checklist-17 (PSC-17). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa skor total adalah 3,

14
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki masalah psikososial
(kognitif, emosi dan perilaku).

Hasil pemeriksaan psikologis menunjukkan bahwa pasien memiliki


kapasitas intelektual di atas rata-rata dengan daya tangkap dan nalar yang cukup
optimal. Kelemahan yang cukup menonjol adalah rasa kurang percaya diri. Pasien
disarankan untuk mengikuti aktifitas pengembangan diri yang berhubungan dengan
kesenangan pasien/hobi sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri
pasien.

Diskusi

Defek septum ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara
keduanya terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan.9
Pertama kali dikemukakan oleh Dalrymple pada 1847.1 Defek ini merupakan salah
satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni sekitar 20-30% dari seluruh
PJB, 1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup, 1 dari 1000 anak usia sekolah, frekuensi
pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%, sering dijumpai pada sindroma Down.
Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan
DSV adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital, serta insidens
tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi
aterm.1,9

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara


pasti, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada DSV disebutkan adanya
pengaruh genetik sebagai penyebab dari defek. Walaupun belum ada tes genetik
yang secara langsung menghubungkan DSV dengan kelainan kromosom atau
kelainan gen tunggal, risiko DSV dapat terjadi pada orang tua yang memiliki defek
ini. Orang tua laki-laki dengan DSV berisiko untuk mendapatkan anak dengan
defek yang sama sebesar 2%, sedangkan orang tua perempuan dengan DSV
berisiko 6-10%.10 Pada pasien ini tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
menderita DSV maupun kelainan jantung bawaan lainnya.

Perubahan hemodinamik yang menyertai DSV tergantung dari ukuran defek


dan resistensi relatif dari vaskularisasi pulmonal dan sistemik. DSV dapat tidak
kelihatan pada saat kelahiran oleh karena tekanan antara ventrikel kanan dan kiri
hampir sama serta sedikitnya pirau yang terjadi antara kedua ventrikel. Setelah
kelahiran, resistensi vaskular pulmonal menurun, sehingga meningkatkan
perbedaan tekanan antara kedua ventrikel, yang menyebabkan peningkatan pirau

15
dari kiri ke kanan melalui defek. Ketika pirau yang terjadi besar, ventrikel kanan,
sirkulasi pulmonal, atrium kiri, dan ventrikel kiri menjadi volume overload relatif.
Pada awalnya, peningkatan aliran darah balik ke ventrikel kiri meningkatkan
volume sekuncup (melalui mekanisme Frank-Starling), tapi seiring berjalan waktu
peningkatan beban jantung ini dapat menyebabkan dilatasi ruang jantung, disfungsi
sistolik, dan gejala gagal jantung.10,11 Pada pasien ini telah dijumpai pembesaran
ruang jantung dan gejala gagal jantung berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang.

Berdasarkan lokasi terjadinya, DSV dapat diklasifikasikan yaitu DSV


perimembran, DSV muskular, defek subarterial (Doubly Commited Subarterial
Defect (DCSA)). Tipe DSV perimembran merupaka tipe VSD yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 70% dibandingkan tipe lainnya.3 Sedangkan berdasarkan
besarnya defek terbagi 3 yaitu, defek ukuran kecil, sedang, dan besar. 4 Defek
perimembran pada posisi subaorta, atau DSV doubly commited, dapat berhubungan
dengan regurgitasi aorta yang progresif.11 Berdasarkan hasil ekokardiografi pada
awal masuk RS, pada pasien ini dijumpai DSV DCSA moderat (diameter defek 4
mm) yang disertai severe PR.

Murmur pada DSV adalah pansistolik atau holosistolik. Tingkatan dari


murmur tergantung kecepatan aliran, lokasi dari murmur tergantung dari lokasi
defek. Lebih kecil defek terdengar lebih keras dan dapat dijumpai thrill.10 Pada
DSV kecil ukuran jantung normal atau sedikit membesar, dapat ditemukan murmur
pansistolik dan thrill yang paling keras terdengar di sela iga 3-4 pada pinggir
sternum kiri. Suara jantung kedua normal. Pada DSV sedang thrill dapat teraba
dengan jelas di sela iga 3-4 pinggir kiri sternum, murmur terdengar kuat dan kasar.
Pada DSV besar, jantung membesar oleh karena peningkatan aktifitas kedua
ventrikel. Thrill sistolik teraba pada sela iga 3-4.12,13 Pada pemeriksaan fisik
auskultasi pasien dijumpai murmur pansistolik grade III/6 dengan punctum
maksimum di linea parasternalis sinistra di sela iga 3-4 dan tidak dijumpai adanya
thrill.

Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis dimana jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, untuk memompa
balik darah vena secara memadai, atau kombinasi keduanya. Pada anak, tanda dan
gejala gagal jantung kongestif meliputi respon kompensasi terhadap gangguan
fungsi jantung berupa takikardia, irama Gallop, dan nadi yang lemah. Bendungan
vena pulmonalis berupa takipnea, sesak napas saat melakukan aktivitas, dan
ortopnea. Bendungan vena sistemik berupa hepatomegali, peningkatan tekanan

16
vena jugularis, dan edema tungkai.14 Insidensi dan prevalensi gagal jantung anak
belum diketahui secara pasti. Pada anak, gagal jantung merupakan manifestasi
klinis dari berbagai etiologi.15 Diagnosis gagal jantung pada anak dibuat
berdasarkan kombinasi tanda klinis, dengan penilaian keparahan gangguan jantung
melalui pemeriksaan seperti uji latihan fisik, pemeriksaan pencitraan non-invasif
dan profil penanda biologis (biomarking profiling).16

Pada pasien ini sejak 1 tahun sebelum masuk RS sering mengeluhkan


mudah lelah dan sesak nafas saat beraktifitas berat. Berat badan pasien juga sulit
naik dan sering mengalami batuk berulang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
dyspnea, dan takikardi. Foto thorak menunjukkan kardiomegali sehingga pasien
didiagnosis dengan gagal jantung kongestif. Berdasarkan New York Heart
Association (NYHA) Functional Classification maka pasien termasuk pada
klasifikasi kelas III.

Pada DSV kecil gambaran foto thoraks normal. Pada defek yang lebih
besar, pembesaran ruang jantung bervariasi, tergantung besarnya pirau dari kiri ke
kanan. Derajat kardiomegali yang bervarasi ini termasuk pembesaran atrium kiri,
ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Dapat dijumpai gambaran peningkatan vaskuler
paru.1,10 Pada pasien ini hasil foto thoraks menunjukkan kardiomegali.

Tabel 2. Klasifikasi klinis gagal jantung.19


Klasifikasi NYHA Klasifikasi Ross
Kelas Dewasa dan anak besar Bayi dan anak
I Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik; Tidak ada keterbatasan atau
tidak ada gejala dengan aktivitas biasa gejala

II Sedikit keterbatasan aktivitas fisik; Takipnu ringan dan /atau


ada gejala dengan aktivitas biasa diaphoresis saat menyusu,
dyspnea saat mengerahkan
tenaga pada anak yang lebih
besar; tidak ada gagal tumbuh

III Keterbatasan berat aktivitas fisik; Takipnu berat dan / atau


ada gejala dengan aktivitas ringan diaphoresis saat menyusu/
beraktivitas; waktu menyusu
yang menjadi lama dengan gagal
tumbuh
IV Ketidakmampuan beraktivitas fisik tanpa Takipnu dan gejala saat
merasa lelah; ada gejala saat istirahat beristirahat, retraksi atau
diaphoresis

Pemeriksaan ekokardiografi merupakan alat non invasif yang dapat


mengevaluasi morfologi DSV secara akurat.10 Pemeriksaan ini dapat

17
mengidentifikasi jumlah, ukuran, lokasi defek yang tepat, memperkirakan tekanan
arteri pulmonal, mengindentifikasi kelainan lain yang menyertai, dan
memperkirakan besar dan aliran pirau.1 Hasil ekokardiografi pada tanggal 18 Juli
2017 menunjukkan adanya infective endocarditis, moderate DCSA VSD, left- right
shunt, severe PR dan vegetasi di katup pulmonal.

Endokarditis infektif (EI) disebabkan oleh disfungsi endotel yang


diakibatkan oleh shear stress, atau aliran turbulens pada struktur jantung. 20
Disfungsi endotel akan memicu terbentuknya trombus yang dimanfaatkan oleh
bakteri sebagai nidus dan membentuk vegetasi. 18,19 Disfungsi endotel dapat dipicu
oleh perubahan anatomi ruang jantung. 18 Di antara semua pasien dengan EI, 10%-
15% di antaranya memiliki penyakit jantung bawaan. 20 Insidensi terjadinya EI pada
penderita VSD sebesar 0,2%-2%.21 Endokarditis yang terjadi pada jantung bagian
kanan melibatkan katup trikuspid dan pulmonal sebesar 5%-10% dari seluruh EI.
Sementara itu, insidensi EI pada daerah pulmonal hanya sekitar 2%. 22 Pada kasus
ini, pasien menderita penyakit jantung bawaan berupa VSD. Hasil ekokardiografi
menunjukkan bahwa vegetasi terdapat pada katup pulmonal.

Biakan darah merupakan pemerikasaan penunjang yang paling penting pada


endokarditis infektif. Dengan fasilitas dan cara pengambilan spesimen yang baik,
biakan darah positif pada 70 sampai 85% kasus yang dilaporkan. Beberapa
pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah korekan lesi pada kulit, pemeriksaan
urin, cairan sinovial, abses dan jika dijumpai meningitis, pemeriksaan cairan
serebrospinal juga dilakukan.23 Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus
merupakan penyebab yang paling sering pada anak. 6 Staphylococcus merupakan
penyebab paling sering pada kasus yang tidak disertai kelainan pada jantung.
Streptococcus viridans paling sering dijumpai pada anak yang mendapat tindakan
pada gigi. Enterococcus grup D paling sering dijumpai pada anak yang mendapat
tindakan pada saluran cerna bagian bawah dan saluran kemih. Pseudomonas
aeruginosa atau Serratia marcescens sering dijumpai pada anak yang mendapat
obat intravena dalam waktu lama. Staphylococcus koagulase negative biasa
dijumpai pada anak dengan kateter vena sentral.19 Pada pasien hasil kultur darah
menunjukkan tidak terdapat pertumbuhan kuman.

Kriteria Dukes dapat membantu menegakkan diagnosa endokarditis


infektif.18,19 Kriteria mayor terdiri dari: (1) kultur darah positif dari dua kultur yang
berbeda dengan agen penyebab yang telah diketahui, dua atau lebih patogen yang
belum dikenal. (2) bukti endokarditis melalui pemeriksaan ekokardiografi berupa
massa intrakardiak pada katup atau tempat lain di jantung, arus regurgitasi pada

18
prosthesis, abses, atau regurgitasi baru yang sebelumnya tidak dijumpai. 19,23
Kriteria minor termasuk demam, tanda emboli vaskuler, fenomena imun kompleks
seperti glomerulonephritis, artritis, faktor rheumatoid, nodus Osler dan Roth spot,
kultur darah positif dijumpai 1 saja, bukti serologis positif dan pemeriksaan
ekokardiografi yang tidak sesuai dengan kriteria mayor.19 Modifikasi kriteria Dukes
dilakukan dengan menambah beberapa kriteria minor berikut: dijumpainya
clubbing finger, splenomegaly, splinter hemorrhage dan ptechiae, peningkatan laju
endap darah, peninggian nilai CRP, pemasangan vena sentral, vena perifer dan
hematuria mikrositik.3 Dua kriteria mayor, 1 mayor dan 3 minor, serta 5 minor
dapat dijadikan dasar penegakan endokarditis infektif. 19 Pemeriksaan
ekokardiografi pasien menunjukkan adanya vegetasi pada katup pulmonal dan
severe PR. Pemeriksaan fisik pasien dijumpai demam, adanya penyakit jantung
bawaan berupa DSV. Hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peningkatan laju
endap darah, faktor rheumatoid dan peningkatan nilai CRP. Pasien memenuhi
kriteria Dukes dengan ditemukannya 1 kriteria mayor dan 4 kriteria minor.

Pemberian antibiotik harus segera diberikan jika diagnosis sudah


ditegakkan. Penundaan pemberian antibiotik akan menyebabkan kerusakan
endocardium yang progresif dan mengakibatkan komplikasi yang lebih berat.
Antibiotik diberikan selama sekurang-kurangnya 4 minggu dan dapat dilanjutkan
sampai 6-8 minggu.18 Terapi empiris diberikan sambil menunggu identifikasi agen
kausal oleh kultur. Pemberian penicillin antistaphylococcus semisintetis
(ampicillin, nafcillin, oxacillin, atau methicillin) dikombinasikan dengan
aminoglycoside (gentamisin) merupakan terapi empiris terbaik. Enterococcus
diterapi dengan injeksi ampicillin dan gentamicin selama 4 sampai 6 minggu. 6 Pada
pasien ini diberikan injeksi ampicillin gentamisin selama 4 minggu. Antibiotik
tetap diberikan meskipun hasil kultur negatif sebagai protektif untuk mencegah
kejadian reinfeksi.

Jika infeksi dijumpai pada katup disertai dengan gejala gagal jantung,
pemberian diuretik, agen penurun afterload, dan digitalis harus disertakan. 18 Pada
pasien diberikan furosemide, kaptopril dan spironolakton. Tindakan bedah
diindikasikan jika dijumpai keterlibatan katup aorta, mitral, atau katup prostetik
dengan gagal jantung yang intractable.7 Jika temuan klinis gagal jantung disertai
dengan resiko emboli, maka tindakan bedah sebaiknya dipilih sebagai terapi
definitif. 7

Tindakan bedah merupakan terapi lini kedua pada EI. Waktu yang tepat
untuk melakukan tindakan bedah masih kontroversial, meskipun demikian

19
intervensi dini perlu dilakukan untuk mengurangi komplikasi berat dan untuk
memperbaiki prognosis.24 Indikasi dilakukan tindakan bedah pada EI dengan
mempertimbangkan beberapa keadaan seperti gagal jantung kanan akibat
regurgitasi trikuspid yang berat atau tidak respon terhadap obat-obatan, infeksi
persisten yang tidak respon antibiotik, vegetasi di katup trikuspid >20 mm dan
embolisme yang berulang.25 Pada kasus ini, pasien tidak menunjukkan respon
terhadap pemberian antibiotik empiris yang digunakan. Hal ini terlihat dari
pemantauan ekokardiografi dimana tidak terjadi pengurangan ukuran vegetasi di
katup pulmonal. Selain itu, adanya vegetasi pada katup pulmonal merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya emboli.

Tindakan bedah dilakukan untuk evakuasi vegetasi, memperbaiki kerusakan


jantung dan koreksi kelainan struktural.26 Tindakan torakotomi pada pasien
bertujuan untuk mengevakuasi vegetasi di katup pulmonal. Katup pulmonal tampak
mengalami perforasi, sehingga katup pulmonal diganti dengan katup bioprosthesis.
Selain itu juga dilakukan koreksi kelainan struktural berupa penutupan DSV.
Operasi pembedahan pada penutupan DSV memberikan hasil yang baik dengan
angka mortalitas dan morbiditas mendekati nol.27 Sementara itu jika DSV
merupakan bagian dari PJB yang lain seperti TOF, atau AVSD komplit, maka
angka mortalitas berkisar 1%-5% dan 1%-16%.28

Secara global, kejadian pirau residual berkisar antara 15%-25% pada saat
intraoperative dan 20-46% defek terdeteksi pasca operasi saat di ICU dan 35%-
38% setelah perawatan di RS.29 Pada kasus, terdapat small residual VSD yang
ditemukan saat pemantauan ekokardiaografi 3 bulan setelah tindakan penutupan
defek.

Selain pemantauan klinis, pemantauan perkembangan juga perlu dilakukan


terhadap anak dengan penyakit jantung bawaan. Anak dengan penyakit jantung
bawaan rentan mengalami gangguan perkembangan dengan mekanisme yang sama
dengan penyebab malnutrisi.1 Kemampuan kognitif anak PJB lebih rendah
dibandingkan anak sehat pada umumnya. Semakin berat penyakit jantung yang di
derita, maka semakin rendah kemampuan kognitif anak. Anak dengan PJB sianotik
dilaporkan memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan dengan
PJB asianotik.30 Kualitas hidup anak perlu dipantau mengingat angka harapan hidup
anak dengan PJB semakin baik. Kualitas hidup dipengaruhi oleh keparahan
penyakit, usia, dukungan orang tua, kondisi sosial ekonomi, instabilitas emosi,
masalah perkembangan dan kapasitas dalam melakukan aktifitas, Domain yang
paling bayak terlibat adalah fisik dan psikososial.31 Pasien memilki kualitas hidup

20
yang baik. Hal ini disebabkan oleh orangtua dan lingkungan keluarga yang selalu
memberikan dukungan terhadap pasien.

RINGKASAN

Telah dilkaukan pengamatan jangka panjang terhadap seorang anak laki-laki


penderita defek septum ventrikel dan endokarditis infektif pasca operasi
penggantian katup pulmonal dan penutupan defek septum ventrikel. Perbaikan
klinis yang signifikan dijumpai setelah dilakukan tindakan. Meskipun masih
dijumpai adanya small residual VSD, tetapi hal ini tidak mengganggu
hemodinamik pasien secara bermakna. Pemantauan lebih lanjut secara
komprehensif dan berkesinambungan perlu dilakukan untuk mangatasi hal ini.
Edukasi orangtua, dukungan secara psikologis, psikososial, dan lingkungan sekitar
diharapkan membantu peningkatan kualitas hidup penderita.

Daftar Pustaka

1. Park, MK. Ventricular Septal Defect. Dalam: Park MK ed. Pediatric Cardiology
for Parctitioners, ed.5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008, p. 212-21.
2. Keane JF, Fyler DC. Ventricular septal defect. Dalam: Keane JF, Lock JE, Fyler
DC, penyunting. Nada’s pediatric cardiology. Edisi ke-2. Philadelphia: Elseivers
Inc. 2006. h. 527- 47.
3. Soeroso S, Sastrosoebroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:
Sastroasmoro S, Madiyono B. penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi
kesatu. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. h.191- 233.
4. Mcdaniel NL, Gutgesell HP. Ventricular septal defect. Dalam: Allen HD, Clark
EB, Gutgessel HP, Driscoll DJ, penyunting. Moss and Adam’s heart disease in
infant, children, and adolescents including the fetus and young adult. Edisi ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2001. h. 637- 651
5. Brown M, Griffin GE. Immune response in endocarditis. Heart. 1998;79:1-2.
6. Dayer MJ, Jones S, Prendergast B, Baddour LM, Lockhart PB, Thornhill MT.
Incidence of infective endocarditis in England 2000-13: A secular trend,
interrupted time series analysis. Lancet. 2015;385:1219-28.
7. Malhotra A, Prendergast BP,. Evaluating treatment options for patients with
infective endocarditis: when is it the right time for surgery?. Future
Cardiol.201;8(6):87-61.
8. Penny JG, Vick GW. Ventricular septal defect. Lancet.2011;377:1103-12.
9. Lisa C, Wahab AS. Defek Septum Ventrikel. Dalam: Wahab AS ed. Kardiologi
Anak, Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC, 2009, p. 37-67.

21
10. Minette MS, Sahn DJ. Ventricular Septal Defects. Circulation. 2006;114:2190-
7.
11. Chen YB, Liberthson RR, Freed MD. Congenital Heart Disease. Dalam: Lilly
LS ed. Pathophysiologi of Heart Disease, ed 3. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2003,p. 347-58.
12. Fulton DR. Congenital Heart Disease. Dalam: Fuster V, O’Rourke RA, Walsh
RA, Poole-Wilson P eds. Hurst’s The Heart, vol.2, ed.12. New York: Mc Graw
Hill, 2007, p. 1860-6.
13. Jordan SC, Scott O. Acyanotic lesions with left-to-right shunts. Dalam: Jordan
SC, Scott O. Heart Disease in Paediatrics, ed.3. London: Butterworths, 1989,p.
81-95.
14. Park MK. Congestive Heart Failure. In: Troxler RG, editor. Pediatrics
Cardiology. Mosby. 2002. p.299-315.
15. Madriago E, Silberbach M. Heart Failure in Infants and Children. Pediatr Rev.
2010;31:4-11
16. Hsu DT, Pearson GD. Heart Failure in Children. Part II: Diagnosis, Treatment,
and Future Directions. Circ Heart Fail. 2009;2:490-8.
17. Hsu DT, Pearson GD. Heart Failure in Children. Part I: History, Etiology, dan
Pathophysiology. Circ Heart Fail. 2009;2:63-70
18. Park, MK. Infective endokarditis. Dalam: Park MK, Troxler RG, ed. Pediatric
Cardiology for Parctitioners, ed.4. Philadelphia: Mosby Mosby, 2002, p.434-47.
19. Bernstein D. Infective endocarditis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Geme J,
Schor NF, Behrman RE, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
20. Philadelpia: Elsevier; 2015.h2263-9.
20. Dayer MJ, Jones S, Prendergast B, et al. Incidence of infective endocarditis in
England, 2000-13: a secular trend, interrupted time-series analysis. Lancet
2015;385:1219–28.
21. Berglund E, Johansson B, Dellborg M, et al. High incidence of infective
endocarditis in adults with congenital ventricular septal defect. Heart.
2016;102:1835‐1839.
22. Chan P, Ogilby JD, Segal B. Tricuspid valve endocarditis. Am Heart J.
1989;117:1140‐1146
23. Fitzsimmons K, Bamber H, Smalley HB. Infective endocarditis: changing
aetiology of disease. British Journal of Biomedical Science. 2010;67:35-41.
24. Shi X, Wang X, Wang C, Zhou K, Li Y, Hua Y. A rare case of pulmonary artery
dissection associated with infective endocarditis. Medicine (Baltimore) 2016;
95(19):e3358.
25. Baddour LM, Wilson WR, Bayer AS, et al. Infective endocarditis in adults:
diagnosis, antimicrobial therapy, and management of complications: a scientific
statement for healthcare professionals from the American Heart Association.
Circulation. 2015;132:1435‐1486.
26. Kang DH. Timing of surgery in infective endocarditis. Heart 2015;
101(22):178691.
27. Mavroudis C, Becker CL, Jacobs JP. Ventricular septal defect. Dalam:
Mavroudis C, Becker CL,et al. Pediatric cardiac surgery., ed 3.Philadelphia:
Mosby,2003, h.298-320.
28. Hirsch JC, Bove FL. Tetralogy of Fallot. Dalam: Mavroudis C, Becker CL,et al.
Pediatric cardiac surgery., ed 3.Philadelphia: Mosby,2003, h.321-38
29. Rosenfeld HM, Gentles TL, Wernovsky G, et al. Utility of intraoperative
transesophageal echogardiographhy in the assessment of residual cardiac defects
in infant and children. Anesthesiology, 1992;76:165-72
30. McMahon CJ,Feltes TF, Fraley JK, Bricker JT, Grifka RG, Tortoriello TA, et al.
National history of growth of secunden atrial septal defects and implications for
transcatheter closure. Heart, 2002;67:256-9

22
31. Karsdorp PA, Everaerd W, KIndt M, Mulder BJM. Psychologycal and cognitive
functioning in children and adolescent with congenital heart disease: a meta
analysis. J pediatr Psychol. 2007;32:527-61.

23

Anda mungkin juga menyukai