Tafsir Hadist Indah
Tafsir Hadist Indah
Tafsir Hadist Indah
ٰ ٰ ْ ِِّين َحنِيفًا ۚ ف
ِ َّق ٱهَّلل ِ ۚ َذلِكَ ٱلدِّينُ ْٱلقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر ٱلن
اس اَل ِ اس َعلَ ْيهَا ۚ اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل
َ َّط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِى فَطَ َر ٱلن َ َفَأَقِ ْم َوجْ ه
ِ ك لِلد
َيَ ْعلَ ُمون
2. Terjemah Arti: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.1
3. Mufrodat
a. أَقِ ْم : berasal dari kata ُاَقَا َم ْالعُوْ َد َوقَ َّو َمه , yakni bila dia meluruskan kayu itu.
Artinya dia telah meluruskan dan melepangkan kayu itu. Sedang makna yang
dimaksud di sini ialah menerima agama islam dan teguh di dalam
memegangnya.2
b. َحنِيفًا : berasal dari kata al-hanif yang artinya allah dapat diselidiki
dalam diri manusia yaitu mau menerima kebenaran dan persiapan untuk
menemukannya.
c. ق ِ خَلْ ِ هَّللا: yang dimaksud adalah fitrah yang telah di sebutkan tadi.
ْ
d. القَيِّ ُم : lurus yang tidak ada kebengkokan dan ada penyimpangan.
e. Kata ( )ﻓﻄﺮ ﺓfithrah terambil dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara
pakar menambahkan, fitrah adalan mencipta sesuatu pertama kali tanpa ada
contoh sebelumnya.
4. Munasabah
Sebelum Surat Ar Rum ayat 30 Allah menjelaskan tentang sikap orang-orang
zalim yang selalu mengikuti hawa nafsunya, padahal mereka tidak memiliki ilmu untuk
menunjukkan jalan yang mereka tempuh. Dengan kondisi semacam itu Allah
menyampaikan bahwa bersikap tanpa dilandasi dengan ilmu akan mudah tersesat dan
siapakah orang yang member petunjuk jika telah disesatkan oleh Allah.
Jika mereka telah meninggalkan (agama) fitrah dan tersesat, pada ayat
selanjutnya (ayat 31) Allah memerintahkan untuk bertaubat dan bertakwa kepada-Nya.
Perintah bertaubat dengan mendirikan salat, menunaikan zakat, dimaksudkan agar
mereka kembali kepada jalan yang lurus dan terhindarkan masuk ke dalam golongan
orang-orang yang menyekutukan Allah.
Setiap manusia terlahir dari rahim seorang ibu kecuali Nabi Adam dan Hawa,
karena mereka manusia pertama yang diciptakan oleh Allah swt. Semua orang pun telah
ditentukan takdirnya, matinya, rezekinya, dan amal perbuatannya. Hal ini pun dijelaskan
oleh Rasulullah saw. di dalam hadis sebagai berikut:
3 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Alquran (Tangerang : Lentera Hati, 2007), 35
لَّ َم4 ِه َو َس4صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي
َ ِ َح َّدثَنَا َرسُو ُل هللا:ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل ِ ع َْن اَبِ ْي َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن َم ْسعُوْ ٍد َر
َ 4 ِ َل َذل4ك َعلَقَةً ِم ْث
ك ثُ َّم َ ِط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِع ْينَ يَوْ ًما ثُ َّم يَ ُكوْ نُ فِ ْي َذل
ْ َإِ َّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِى ب ق
ُ ق ْال َمصْ دُو
ُ َوه َُو الصَّا ِد
ِه4ِ ِه َوأَ َجل4ِب ِر ْزق ٍ أَرْ بَ ِع َكلِمَا4ِؤ َم ُر ب4ُْ رُّ وْ َح َوي4 ِه ال4ْك فَيَ ْنفُ ُخ فِي
ِ ت بِ َك ْت ُ َ ُل ْال َمل4ك ثُ َّم يُرْ َس
َ 4ِك ُمضْ َغةً ِم ْث َل َذلَ ِيَ ُكوْ نُ فِ ْي َذل
َّونَ بَيْنَهُ َوبَ ْينَهَا إِال4 ِل ْال َجنَّ ِة َحتَّى مَا يَ ُك4َو َع َملِ ِه َو َشقِ ٌّى أَوْ َس ِع ْي ٌد فَ َوالَّ ِذى الَ إِلَهَ َغ ْي ُرهُ إِ َّن أَحَ َد ُك ْم لَيَعْمَ ُل بِ َعمَ ِل أَ ْه
) (رواه البخاري ومسلم. َوبَ ْينَهَا إِالَّ ِذ َرا ٌع فَيَ ْسبِ ُق َعلَ ْي ِه ْال ِكتَابُ فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ْال َجنَّ ِة فَيَ ْد ُخلُهَا.
Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud r.a., ia berkata, Rasulullah saw. yang
dialah orang yang jujur dan terpercaya pernah bercerita kepada kami.
Berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah saw. telah menjelaskan kepada kita bahwa
tahapan penciptaan manusia itu dimulai dari berupa janin di dalam perut ibunya. Lalu
selama 120 hari janin itu mengalami tiga fase. 40 hari pertama adalah fase berupa
mani/sperma. Sedangkan 40 hari kedua adalah fase berupa segumpal darah. Dan 40 hari
ketiga adalah fase berupa segumpal daging.Lalu setelah genap empat bulan atau 120 hari
tersebut, Allah swt. pun mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin itu.
Allah swt. juga memerintahkannya untuk menuliskan empat takdirnya. Rezekinya,
ajalnya, amal perbuatannya, dan bahagia serta celakanya. Sementara tidak ada yang tahu
rezeki apa yang dituliskan malaikat itu, kapan ajal/kematian kita datang, apa yang akan
kita lakukan esok, serta termasuk golongan bahagia atau celakakah kita nanti.Oleh karena
itu, hadis ini menjadikan motivasi kita untuk memperbanyak amal shalih, karena di antara
kita semua tidak ada yang tahu kapan kematian akan menghampiri.Hadis ini juga
mengajarkan kita akan pentingnya tawakkal kepada Allah swt., serta tidak takut kepada
kefakiran, karena rezeki kita telah dituliskan dan ditentukan Allah swt. semenjak kita
berumur 120 hari di dalam kandungan ibu.
Selain itu, hadis ini juga mewaspadai kita terhadap kematian yang suul khatimah,
yakni kematian yang menghampiri saat kita jauh dari Allah swt. Oleh sebab itu, sudah
semestinya kita senantiasa berdoa kepada Allah swt. supaya mengambil nyawa kita
dalam keadaan husnul khatimah, keadaan yang baik dan dekat kepada Allah swt.Hal ini
disebabkan karena meskipun saat ini kita merasa dekat kepada Allah swt. dengan
menjalankan perintahNya dan laranganNya, namun kita tidak dapat menjamin akhir
hidup kita apakah akan istiqamah seperti itu atau tidak. Sebagaimana gambaran
Rasulullah saw. di dalam hadis tersebut, betapa orang alim selama hidupnya justru
meninggal dalam keadaan suul khatimah yang dapat menjerumuskannya ke dalam
neraka, dan ada pula orang yang sangat buruk amalnya, namun ia mati dalam keadaan
husnul khatimah yang dapat menghantarkannya ke dalam surga.Hal tersebut juga
mengingatkan kita agar tidak mudah menghakimi hidup seseorang akan mati dalam
keadaan suul khatimah karena perbuatan buruknya selama di dunia. Karena bisa jadi ia
justru akan bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah swt. di masa akhir hayatnya.
Oleh karena itu, hal yang dapat kita lakukan ketika melihat orang buruk akhlaknya adalah
mendoakannya agar segera diberikan hidayah oleh Allah swt. bukan malah mendoakan
sebaliknya.
Dalam hadis dikemukakan bahwa setiap insan itu dilahirkan dalam keadaan
memilki fitrah. Fitrah tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan lingkungan
pendidikan yang mengitarinya, sebagai tertuang dalam hadis berikut:
Artinya: Menceritakan kepada kami Zuhair ibn Harb, menceritakan kepada kami
Jarir, dari A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairat, katanya Rasulullah saw.,
bersabda, “Tidak seorang jua pun bayi yang baru lahir melainkan dalam keadaan
fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi,
Nasrani, dan musyrik. Lalu bertanya seorang laki-laki, “Ya, Rasulullah !
Bagaimana kalau anak itu mati sebelumnya (sebelum disesatkan orang tuanya) ?”
Jawab beliau, “Allah jualah yang Maha Tahu apa yang mereka lakukan.” (HR.
Muslim).
hadis tersebut menekankan fitrah yang dibawah semenjak lahir anak itu
sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan. Karena itu pengaruh pendidikan sangat
besar dalam upaya pengembangan potensi. Potensi dapat diibaratkan lembaga
pada tumbuh-tumbuhan. Ujudnya baru akan tampak nyata apabila dipelihara,
dirawat, dibimbing serta dikembangakan atau bakat yang dimiliki setiap manusia.
Kodratnya memang manusia dianugrahi oleh Penciptaan berupa kemampuan
potensial dasar.4
4 Nizar Samsul, Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi Membangu Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, Cet. II; Jakarta: Kalam
Mulia, 2011.
manusia terdiri dari empat potensi utama yang secara fitrah dianugerahkan Allah
kepadanya, yaitu pertama, potensi naluriyah (hidayat al-ghariziyyat) merupakan
doronganprimer yang berfungsi memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup
manusia. Kedua, potensi indrawi (hidayat al-hissiyat), peluang manusia untuk
mengenal duni luarnya. Ketiga, potensi akal (hidayat al-aqliyyat), memberikan
kemampuan kepada manusia untuk memahami symbol-simbol, hal-hal abstrak,
menganalisa membedakan yang benar dan salah. Keempat, potensi keagamaan
(hidayat al-diniyyat), berupa dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang
dianggapnya memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
)طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan
perempuan” (H.R Ibn Abdulbari)
)من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل هللا حتى يرجع (رواه الترمذى
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu
termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap
5 Nanang Gojali, Tafsir Hadis Tentang Pendidikan, (Cet. I; Bandung: CV.Pustaka Setia, 2013), h. 89-90
potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu
proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga
untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman
modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi,
yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang
memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh
Allah SWT dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2): 30]. Ketika Allah menjadikan
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi
beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki
tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk
akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang
tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat
bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau
dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam
justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha
mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa
(waj’alna li al-muttaqina imaama).6
6 https://mazguru.wordpress.com/2008/11/14/tafsir-ayat-ayat-tentang-tujuan-pendidikan/