Filsafat Dakwah Tugas
Filsafat Dakwah Tugas
Filsafat Dakwah Tugas
Said Qutub
Nim :
Pengertian
.1. Al-Quran
Dua. Filsafat
c. Al-Asyifa (obat). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah
penyakit Psikologis)
e. Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah di perselisikan umat Islam
terdahulu
Istilah filsafat merupakan istilah asing dan berasal dari bahasa Yunani, karenanya istilah filsafat
tidak disebut di dalam Al-Quran. Jika istilah filsafat diartikan dengan makna cinta pada
kebijaksanaan, maka dalam Al-Quran istilah tersebut dengan kata al-hikmah.
Selain kata al-Hikmah, Al-Quran juga banyak memberikan dorongan kepada manusia untuk
senantiasa mengembangkan pikiran dan hatinya. Al-Quran mendorong manusia untuk
memikirkan penciptaan langit, bumi, manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang dan sebagainya. Al-
Quran sangat mencela orang-orang yang bersikap taklid dan jumud kepada warisan leluhurnya
sehingga mereka enggan menggunakan akalnya untuk memikirkan kebenaran dan berpikir bebas
guna mencapai kebenaran.
1
Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 10.
Al-Qur’an juga menjelaskan agar umatnya untuk berfilsafat, antara lainnya :
“dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda
kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Al-An’am: 97)
“Alif laam miim raa[764]. ini adalah ayat-ayat Al kitab (Al Quran). dan kitab yang diturunkan
kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman
(kepadanya).” (Q.S. Ar-Ra’d: 1)
Uraian Al-Quran di atas menjealskan bahwa dalam ajaran islam, akal mempunyai kedudukan
yang tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri.
Pembahasan tentang Tuhan merupakan pembahasan yang tidak pernah selesai, baik di kalangan
Filosof, Teolog, Ilmuwan, Budayawan dan para ahli lainnya. Tuhan selalu menarik untuk
dibicarakan; siapa Tuhan, mengapa kita harus menyembah Tuhan, bagaimana kita berhubungan
dengan Tuhan, bagaimana peran Tuhan dalam kehidupan manusia, dan berbagai pertanyaan lain
yang senantiasa menghantui diri manusia. Menariknya Tuhan untuk selalu dibicarakan karena
Tuhan bersifat non-empiris, sementara eksistensi dan peran Tuhan dalam kehidupan di alam
dunia ini dapat dirasakan oleh manusia.
Dalam keimanan Islam, diajarkan bahwa untuk mengenal Tuhannya orang-orang Islam, kita
harus mengenal ciptaan-Nya, pencipta dikenal melalui ciptaan-Nya. Karena Tuhan Maha
pencipta, maka untuk mengenal Tuhan, kita harus mengenal ciptaan-Nya.
Manusia juga sejak lahir telah dibekali keimanan oleh Allah swt. Iman adalah fithrah
setiap manusia ‘dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
‘Bukankah aku ini Tuhanmu?’ mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi’. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: ‘Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)’ (QS. 7:172).
Wacana Al-Qur’an Tentang Manusia
Al-Qur’an memberikan perhatian yang besar terhadap manusia, ini terbukti dengan begitu
banyaknya ayat al-Qur’an yang membicarakan hal ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya.
Bentuk perhatian al-Qur’an terhadap manusia juga dapat dilihat dengan nama-nama yang
diberikan al-Qur’an untuk menyebut manusia. Secara terminologis, ketika berbicara tentang
manusia, AlQur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri
atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata
basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.2 Dapat dipahami setidaknya
terdapat tiga kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu
insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau durriyat adam.
Penciptaan Bertahap
Ayat-ayat di dalam al-Quran juga menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan alam
semesta melalui proses, tidak terjadi begitu saja secara kebetulan. Dapun ayat-ayat al-Quran
yang menjelaskan tentang penciptaan secara bertahap (sittatu ayyam) dijelaskan dalam tujuh
ayat, yaitu: Surah al-A`raf ayat 54, Surah Yunus ayat 3, Surah Hud ayat 7, Surah al-Furqan ayat
59, Surah al-Sajadah aat 4, Surah Qaf ayat 38, Surah al-Hadid ayat 38.
Surah Al-Araf : 54
2
M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 2007), hal. 367.
ْ َار ي
طلُبُهُ َحثِيثًا ِ ْ َعلَى ْال َعرeض فِي ِستَّ ِة أَي ٍَّام ثُ َّم ا ْست ََوى
َ َش يُ ْغ ِشي اللَّي َْل النَّه َ ْت َواألَر َ َإِ َّن َربَّ ُك ُم هّللا ُ الَّ ِذي َخل
ِ ق ال َّس َما َوا
٥٤﴿ َاركَ هّللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِمين
َ َر تَبeُ ق َواألَ ْم
ُ ت بِأ َ ْم ِر ِه أَالَ لَهُ ْالخَ ْل
ٍ م ُم َس َّخ َراeَ س َو ْالقَ َم َر َوالنُّجُو
َ ﴾ َوال َّش ْم
Artinya:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
Kata ‘langit’, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al-
Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan
dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta ‘mengalami
perluasan atau mengembang’. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa
kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu
pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa
permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi
modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-
menerus ‘mengembang’.
٣٠﴿ َض َكانَتَا َر ْتقًا فَفَتَ ْقنَاهُ َما َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َماء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّي أَفَاَل ي ُْؤ ِمنُون
َ ْت َواأْل َر َ ﴾أَ َولَ ْم يَ َر الَّ ِذينَ َكفَرُوا أَ َّن ال َّس َم
ِ اوا
Artinya:
‘Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?’
(Q.S. Al-Anbiya: 30)
Kata ‘ratq’ yang di sini diterjemahkan sebagai ‘suatu yang padu’ digunakan untuk merujuk pada
dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan ‘Kami pisahkan antara keduanya’
adalah terjemahan kata Arab ‘fataqa’, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui
peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari ‘ratq’. Perkecambahan biji dan munculnya
tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata
ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan
bumi adalah subyek dari kata sifat ‘fatq’. Keduanya lalu terpisah (‘fataqa’) satu sama lain.
Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa
satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu,
termasuk ‘langit dan bumi’ yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik
tunggal yang masih berada pada keadaan ‘ratq’ ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat,
sehingga menyebabkan materimateri yang dikandungnya untuk ‘fataqa’ (terpisah), dan dalam
rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Kesimpulan
Dari berbagai macam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Al-Quran sangat
berpengaruh penting dalam kehidupan manusia terutama dalam aktivitasnya sebagai khalifah
di muka bumi dan aktivitasnya dalam melakukan kegiatan berpikir terhadap objek yang
terhampar di muka bumi agar bisa diambil pelajaran.
Wacana Al-Quran terhadap munculnya filsafat dakwah sangat penting sekali karena
akan mendekatkan manusia tentang esensi kehidupan dan siapa yang menciptakannya
sehingga manusia khususnya umat Islam semakin yakin dengan adanya Tuhan Yang
Mahaesa, yakni Allah SWT.
Pada intinya, Al-Quran sebagai inspirasi filsafat dakwah adalah untuk menanamkan
kepada manusia agar hanya mentauhidkan Allah SWT sebagai pencipta kehidupan dan
segala isinya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, bahwa di dalam Al-Quran
membicarakan tentang kedudukan dan peran Al-Quran, wacana Al-Quran tentang filsafat,
wacana Al-Quran tentang Tuhan, diskursus Al-Quran tentang manusia dan diskursus Al-
Quran tentang alam semesta.