LP Diare Pada Anak
LP Diare Pada Anak
LP Diare Pada Anak
SYAUQIYAH SALSABILA
NIM. 211133073
Mahasiswa,
Syauqiyah Salsabila
NIM. 211133073
Mengetahui,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,
(.........................................) (........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN DI A R E
A. DEFINISI
Diare merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami defekasi berupa feses cair atau feses tidak berbentuk dalam frekuensi
yang sering (Lynda Juall, 2012).
Diare adalah pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk (NANDA, 2012).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare merupakan
situasi dimana seorang individu mengalami sensasi rasa sakit perut seperti melilit
atau mulas kemudian defekasi berupa feses yang encer atau lunak dan tidak
berbentuk serta dikeluarkan secara terus- menerus dengan frekuensi lebih dari 3
kali.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan
kualitas defekasi.
2. Diare Kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu
B. ETIOLOGI
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun
adanya infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, iriitable bowel syndrome, enterokolitis,
dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau
higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh
gangguan malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis,
misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi
usus oleh saraf parasimpatis.Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh
pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini
antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini
memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J. Corwin, 2007).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut,
rasa tidak enak, nyeri perut.
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
- Demam.
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
- Penurunan BB dan nafsu makan.
- Demam indikasi terjadi infeksi.
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi
patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.
Difficile ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan
berdasarkan ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan
prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED,
biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum,
vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit
siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum
menyingkirkan giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus
yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk
pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah
lebih menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras
karena, bahkan ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan
kolitis mikroskopik (misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit
Crohn atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan
cara paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi
hormonharus dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan
belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada
riwayat perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit
(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer
(atau kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik.
F. PATHWAY
Pathway diare
Infeksi Makanan Psikologi
Isi usus
Penyerapan makanan di
usus
Diare
Mual muntah
Hilang cairan & elektrolit
berlebihan
Nafsu makan
Kerusakan integritas
Gangguan keseimbangan
kulit
cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan
Dehidrasi nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan
loperamid (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-
infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda
atau lansia.
Keterangan:
CWL: Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah yang
terus menerus.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak
tak jenuh.
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang
berantai sedang atau tak jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas kebutuhan
kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.
Kebutuhan kalori
a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
d. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)
Kebutuhan Asam amino
a. BBLR 2,5 – 3/ Kg BB
b. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
c. Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB
Kebutuhan Mikronutrien
a. Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB
b. Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare.
Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus
bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak
usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tepung beras 30
gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula pasir 20 gram, serta air
200 ml. Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama: tempe di blender
ditambah 20 cc, campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung
beras, gula pasir, margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata, lalu
mask diatas api sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua: tempe
direbus lalu dihaluskan, campur tempe , tepung beras, margarine, gula pasir
dengan sisa rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas api sampai
mengental kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
3. Obat-obatan
Tabel anti diare(Kee, 1996)
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan
Opiat
Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tts, q.i.d. dicampur dengan air nonspesifik. Obat golongan II
Camphorated: 5-10 mL, 1-4
kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ hari Untuk diare. Obat golongan
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4 kali/ III
hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare
Agen-agen opiat
related
Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut, nonspesifik.
atropin (Lomotil) Obat golongan V.
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg, Dosis untuk anak bervariasi
setiap hari dalam dosis terbagi sesuai dengan umur.
4 atau 2 mg, 3-5 kali setiap
hari
Loperamid (Imodium) D: PO: M: 4 mg, kemudian 2 Untuk diare. Obat bebas
mg setelah buang air cair. terbaru. Kategori kehamilan
Tidak melebihi 16 mg/ hari. B. Tidak mempengaruhi SSP.
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, dosis Kurang dari 1% yang
dapat diulangi, tidak melebihi mencapai sirkulasi sistemik.
4 mg/ hari
Adsorben
Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan
(Kaopectate) setelah setiap kali buang air
cair. Obat bebas.
Garam-garam bismut Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan
(Pepto-Bismol) lambung. Dalam bentuk cair
atau tablet.
Kombinasi
Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiat related Lihat agen-agen opiat related
atropin (Lomotil)
Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik dan
kaopecatate
Donnagel D: PO: M: 30 mg, kemudian Mengandung atropin dan
15-30 mg setelah setiap kali kaopectate
buang air cair
A: PO: 5-10 mg setelah setiap
kali buang air cair
Donnagel P-G D: PO: 15 mg, setiap 3 jam Mengandung opium, atropin,
dan kaopectate
Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula; TR: tingtur;
>: lebih dari; tts: tetes.
H. ANALISA DATA
Masalah Diagnosa
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan Keperawatan
Diare
Batasan karakteristik :
berhubungan
1. - Ada dorongan Diare Malabsorbsi
dengan
untuk defekasi
1. malabsorbsi
- Bising usus
(00013)
hiperaktif
- Defekasi feses cair
>3 dalam 24 jam
- Kram
- Nyeri abdomen
- Diare
- Kehilangan rambut
berlebihan
- Bising usus
hiperaktif
- Kurang makanan
- Kurang informasi
- Penurunan berat
badan dengan
asupan makanan
adekuat
- Membran mukosa
pucat
- Ketidakmampuan
memakan makanan
- Tonus otot
menurun
- Mengeluh
gangguan sensasi
rasa
- Cepat kenyang
setelah makan
- Sariawan rongga
mulut
- Kelemahan otot
pengunyah
- Klemahan otot
untuk menelan
4. Batasan karakteristik : Resiko Kelembapan Kerusakan
- Kerusakan lapisan kerusakan integritas kulit
kulit (dermis) integritas kulit (00047)
- Gangguan
permukaan kulit
(epidermis)
- Invasi struktur
tubuh
I. RENCANA KEPERAWATAN
Hypovolemia
Management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2. Monitor tingkat HB
dan hematokrit
3. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
4. Monitor berat badan
3. Ketidakseimbang Setelah dilakukan Nutrition management
an nutrisi kurang tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan selama 3 x 24 jam, makanan
tubuh diharapkan kebutuhan 2. Kolaborasi dengan
berhubungan nutrisi pasien dapat ahli gizi untuk
dengan teratasi dengan kriteria menentukan jumlah
Ketidakmampuan hasil: kalori dan nutrisi
mencerna yang dibutuhkan
- Berat badan ideal
makanan (00002). pasien
sesuai dengan
3. Anjurukan pasien
tinggi badan
untuk meningkatkan
- Tidak ada tanda-
intake IV
tanda malnutrisi
4. Anjurkan pasien
- Menunjukan
untuk meningkatkan
peningkatan fungsi
protein dan vitamin C
pengecapan dari
5. Berikan substansi
menelan
gula
- Tidak terjadi
6. Monitor jumlah
penurunan berat
nutrisi dan
badan yang berarti
kandungan kalori
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, HB, dan
kadar HT
11. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
4. Resiko kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management:
integritas kulit tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien
(00047) selama 3 x 24 jam, untuk menggunakan
diharapkan kerusakan pakaian yang longgar
integritas kulit pasien 2. Jaga kebersihan kulit
dapat teratasi dengan agar tetap bersih dan
kriteria hasil: kering
3. Mobilisasi pasien
- Integritas kulit
yang baik bisa ( ubah posisi pasien)
dipertahankan setiap 2 jam sekali
(sensasi, elastisitas, 4. Oleskan lotion atau
temperatur, hidrasi, minyak/baby oil
pigmentasi) pada daerah tertekan
- Tidak ada luka 5. Monitor aktivitas dan
atau lesi pada kulit mobilisasi pasien
- Perfusi jaringan 6. Memandikan pasien
baik dengan sabun dan air
- Menunjukkan hangat
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidere
berulang
- Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
Daftar Pustaka
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.Edisi
15.Alih Bahasa A. Samik Wahab.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi
Subekti.Jakarta: EGC.
Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.