Nazhir

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam buku fiqih muamalah karangan Dr. Hendi Suhendi, menurut
Bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti Radiah (terkembalikan), al Tahbis
(tertahan), al tasbil (tertawan), dan al man’u (mencegah). 1
Sering di bahas dalam berbagi literature bahwa Wakaf merupakan salah
satu ibadah kebendaan yang penting yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit
dalam kitab suci Al-qur’an. Oleh karena itu ulama telah melakukan identifikasi
untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka
juga akhirnya melahirkan berbagai nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada
bagian berikut.2 Wakaf sebagai Al-Khayr (kebaikan), Sadaqah jariyah yang
amalannya tak putus meskipun orang yang bersadaqah tersebut telah meninggal
dunia, dan sebagai Al-Ahbas.
Disadari atau tidak berwakaf merupakan salah satu cara yang ampuh untuk
mensejahterakan kehidupan umat. Karena wakaf pada umumnya memang
diperuntukan untuk halayak umum, seperti: pembangunan masjid, sekolah,
perpustakaan, dan sarana dan prasarana lain yang bisa digunakan oleh orang
banyak dan tidak hanya orang muslim saja. Wakaf juga kini bisa difungsikan
sebagai alat untuk usaha atau wakaf produktif.
Dalam perkembangannya, wakaf kini sudah mendapat perhatian lebiah
dari pemerintah. Perhatian tersebut berbentuk atuaran atau UU yang mengatur
tentang bagaimana tatacara pengelolaan yang baik dan benar, dimulai dari
peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik,
Buku III Kompilasi Hukum Islam yang disebarkan dengan Instruksi Presiden

1
Muhammad Al Syarbini al Khatib, Al-‘ikna fi Hall al-Alfadz Abi Syura,Dar al-ihya al-kutub:
Indonesia, tt, hlm 319
2
Prof. Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Simbiosa Rekatam Media, Bandung 2008. Hlm 7

1
Nomor 1 Tahun 1991, UU Nomor 1 Tahun 2004. Nadzir berikut rukun dan
syaratnyapun tak luput dalam perhatian.
Bahkan dalam perkembangannya sekarang, wakaf tidak hanya dalam
bentuk benda yang diam atau tidak bergerak seperti tanah dan benda lain yang
tidak bisa dipindahkan melainkan benda yang bergerak atau bisa dipindahkanpun
bisa diwakafkan seperti wakaf tunai atau uang.
Dengan kata lain wakaf adalah sebuah instrumen penting dalam
pembangunan. Oleh karena itu perlu pengkajian yang lebih spesifik karena tidak
menutup kemungkinan akan ditemukan jenis wakaf lain yang berguna untuk
pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Kriteria nadzir yang bagaimanakah yang baik dan bagaimanakah cara
pengelolaannya yang benar itu harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan
wakaf.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah. Diantaranya:
1. Apa dan bagaimana Pengertian dan ketentuan nadzir yang baik dan benar?
2. Bagai mana ketentuan Nazhir menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2006 ?
3. Bagaimanakah parameter nadzir yang professional?
4. Bagaimana tugas dan masa bakti nadzir?
5. Apa hubungan LKS (lembaga keuangan syariah) dan nadzir wakaf uang?

2
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Mendafatkan deskripsi tentang bagaimana Pengertian dan ketentuan nadzir
yang baik dan benar.
b. Mendapatkan deskripsi tentang Bagaimanakah parameter nadzir yang
professional.
c. Mendafatkan deskripsi tentang ketentuan nazhir persefektif peraturan
pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 ?
d. mengetahui Bagaimana tugas dan masa bakti nadzir.
e. mengetahui Apa hubungan LKS (lembaga keuangan syariah) dan nadzir
wakaf uang
2. Manfaat
a. Sebagai sumbangsih pemikiran dalam persoalan Nazhir agar lebih memiliki
nilai keadilan.
b. Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya dalam
hukum wakaf
c. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pembuat hukum dalam
merumuskan ketetapan-ketetapan hukum, khususnya yang berkaitan dengan
upaya perlindungan hukum benda wakaf agar tidak disalah gunakan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nazhir
Nazhir berasal dari basa arab yaitu nadzara-yanzaran yang mampunyai arti,
manjaga, mamelihara, mengelola dan mengawasi, adapun nazhir adalah isim fail
dari kata nazhir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa adalah isim fail dari
kata nazhir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa idonesia degan
pengawas (penjaga)3 sedangkan nazhir wakaf atau bisa disebut nnazhir adalah
orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf.
Secara istilah nazhir adalah orang atau sekelompok orang dan badan hukum
yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang berwakaf) mengelola wakaf.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian pentingnnya kedudukan
nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagai maukuf alaih
sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan
kepadanya.
Pada umumnya, para ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan nazhir wakaf
hanya tebatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
wakaf yang dikehendaki wakif. Asaf A.A. Fyzee berpendapat, sebagai mana
dikutip oleh Dr. uswatun hasanah bahwa kewajiban nazhir adalah mengerjakan
segala sesuatu yang layak untuk menjaga dan mengelola harta. Sebagai pengawas
harta wakaf, nazhir dapat memperkerjakan beberapa wakil atau pembantu untuk
menyelenggarakan urusan-urusan yang berkenaan dengan tugas dan
kewajibannya. Oleh karena itu nazhir dapat berupa nazhir perseoranga, organisasi

3
Mahasiswa Aktif Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

4
maupun badan hukum. Nazhir sebagai pihak yang berkewajiban mengwasi dan
memelihara wakaf tidak boleh menjual, menggadaikan atau menyewakan harta
wakaf kecuali diizinkan oleh pengadailan ketentuan ini sesuai dengan masalah
kewarisan dalam kekuasaan kehakikan yang memiliki wewenang untuk
mengontrol kegiatan nazhir.
Sehingga dengan demikian keberadaan harta wakaf yang ada ditangan
nazhir dapat dikelola dan diberdayakan secara maksimal untuk kepentingan
kesejahtraan masyaraka banyak yang bisa dipertanggug jawabkan secara moral
dah hukum Allah SWT.

B. Nazhir Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006


Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf ditegaskan bahwa
nazhir mencakup tiga macam : (1) nazhir perorangan, (2) nazir organisasi, (3)
nazir badan hukum. 4
1. Kewajiban Dan Sanksi Bagi Nazir Perorangan
Secara umum ketentuan mengenai nazhir dalam peraturan pemerintah
dapat dibedakan menjadi dua; (a) ketentuan umum; (b) ketentuan khusus yang
berkaitan dengan nazhir perorangan, prganisasi, dan badan hukum.
Ketentuan umum yang berkaitan dengan nazhir, pertama, harta banda
wakaf harus di daftarkan atas nama nazhir untuk kepentingan pendayagunaan
wakaf sebagai tercatat dalam Akta Ikrar Wakaf sesuai dengan peruntukannya.
kedua, pendaftran harta benda wakaf atas nama nazhir, tidak membuktikan
kepemilikan nazhir atas harta benda wakaf. Ketiga, pengggantian nazhir tidak
mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan.5
Hal-hal lain yang berkaitan dengan syarat-syarat nazhir perorangan yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
adalah :
a. Nazhir ditunjuk oleh wakif memenuhi persyaratan yang ditetaplan oleh
undang-undang

4
Peraturan Pemerintah Nomor 2006, pasal 3
5
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, pasal 2.

5
b. nazhir wajib didaftarkan kepada Mentri Agama dam badan Wakaf
Indonesia melalui kantor urusan agama (KUA) setempat.
c. Apabila disuatu daerah tidak terdapt KUA, pendaftaran Nazir dilakukan
melalui KUA terdekat, kantor Departeman Agama, atau perwakilan Badan
Wakaf Indonesia di Provinsi/kabupaten atau kota.
d. Badan Wakaf Indonesia menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir.
e. Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari
sekurang kurangnya tiga orang dan salah seorang diangkat menjadi ketua.
f. Salah satu Nazhir perseorangan harus bertempat tinggal di kecamatan
tempat benda Wakaf berada.6
Kewajiban dan sanksi bagi nazhir karena mengabaikan kewajibannya
adalah bahwa Nazhir yang tidak melaksanakan kewaiban dalam jangka waktu
1 (satu) tahun sejak Akta Ikrar Wakaf dibuat, kepala KUA atas insiatif sendiri,
atas usul wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada Badan Wakaf
Indonesia untuk pemberhentian dan penggantian nazhir.7
2. Nazhir Organisasi
Mengenai nazhir yang berbentuk organisasi: Pertama, nazhir organisasi wajib
didaftarkan pada Mentri Agama dan Badan Wakaf Indonesia melalui KUA
setempat.8 Kedua, Nazhir organisasi yang melaksanakan pemdaftaran harus
memenuhi persyaratan : (a) organisasi yang bergerak dibidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan dan atau Keagamaan Islam; (b) pengurus
organisasi harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan; (c) salah seorang
pengurus berdomisili di kabupaten atau kota tempat benda wakaf berada.
3. Nazhir Badan Hukum
Ketentuan nazhir badan hukum pada umumnya sama dengan ketentuan nazhir
organisasi. Pertama, nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Mentri
Agama dan Badan Wakaf Indonesia melalui KUA setempat. 9 Kedua, nazhir

6
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, pasal 4, ayat (2) –(6)
7
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, pasal 6, ayat (4).
8
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, pasal 7, ayat (1), apabila tidak ada KUA di tempat
organisasi berada, pendaftaran Nazhir organisasi dilakukan melalui KUA terdekat, Kantor
Departemen Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia provinsi /kabupaten/kota.
9
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006, pasal II, ayat (I)

6
badan hukum yang melaksanakan pendaftaran yang harus memenuhi
persyaratan-persyaratan seperti halnya nazhir organisasi.

C. Nadzir Professional
Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan
berhasil atau tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu
seseorang atau sekelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh
wakif (orang yang mewakafkan harta) untuk mengelola wakaf.10
Terlalu banyak contoh pengelolaan harta wakaf yang dikelola oleh nadzir
yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan memadai, sehingga harta wakaf
tidak berfungsi secara maksimal, bahkan tidak memiliki manfaat sama sekali
kepada sasaran wakaf. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi ukuran
penting dalam pengelolaan wakaf jenis apapun.11 Kualifikasi profesionalisme
nadzir secara umum dipersyaratkan menurut fiqih secara berikut, yaitu: beragama
islam, muallaf (memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum), baligh
(dewasa) dana akil (berakal sehat), memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf
(professional) dan memiliki sifat amanah, jujur dan adil. Menurut Eri Sudewo,
dari persyaratan minimal seseorang atau lembaga nadzir dalam pandangan fiqih
bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Syarat Moral
a. Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tujuan syariah maupun
perundang-undangan Negara RI.
b. Jujur, amanah, adil dan ihsan sehingga dapat dipercaya dalam proses
pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf.
c. Punya kecerdasan baik emosional maupun spiritual.
2. Syarat Menejemen
a. Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
b. Visioner

10
Panduan pemberdayaan tanah wakaf produktif strategis di Indonesia, direktorat
pemberdayaan wakaf dpartemen Agama RI, tahun 2006, hlm 39
11
ibid

7
c. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan
pemberdayaan.
d. Propfesional dalam bidang penegelolaan harta.
3. Syarat Bisnis
a. Mempunyai keinginan.
b. Mempunyai pengalaman atau siap dimagangkan.
c. Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya
enterpreuneur.
Dari persyartan yang telah dikemukakan diatas menunjukan bahwa nadzir
menempati pos yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf. Ditinjau
dari segi tugas nadzir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan
dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang
berhak menerimanya, jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf
tergantung pada nadzir. Meskipun demikian, nadzir tidak memiliki kekuasaan
mutlak terhadap harta yang diamanatkan kepadanya. Para ulama sepakat bahwa
kekuasaan nadzir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki oleh wakif.

D. Nazhir Wakaf Tradisional-Konsumtif


Salah satu hal yang selama ini menjasi hambataan rill dalam
pengembangan wakaf di Indonesia adalah keberadaan nazhir (pengelola) wakaf
yang masih tradisional. Keteradisionalan nazhir dipengaruhi, diantaranya:
1. Karena masih kuatnya mayoritas umat islam yang masih stagnan (beku)
terhadap persoalan wakaf. Selama ini, wakaf hanya diletakan sebagai ajaran
agama yang kurang memiliki posisi penting. Apalagi arus utama mayoritas
uma mayoritas ulama Indonesia lebih mementingkan aspek keabadian banda
wakaf dengan mengesampingkan asfek kemanfaatan. Sehingga banyak sekali
benda-banda wakaf yang kurang memberi manfaat kepada masyaarakat
banyak, bahkan dibiarkan begitu saja karena adanya pemahaman mengikuti
pendapat imam syafi’i yang melarang adanya prubahan benda-benda wakaf,

8
meskipun benda tersebut telah rusak sekalipun.dari sinilah kemudian banda-
banda wakaf tidak bisa dikembangkan secara lebih optimal.
2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia nazhir wakaf. Sebagai mana
disebutkan diatas bahwa banyak para wakif yang diserahi harta wakaf lebih
karena didasarkan pada kepercayaan kepada tokoh agama seperti kyai, ustadz,
ajengan, tuan guru dan lain sebagainya, sedangkan merenka kurang atau tidak
mempertimbangkan kualitas (kemampuan) manajerialnya, sehingga benda-
benda wakaf banyak yang tidak terurus (terbengkalai).
3. Lemahnya kemauan para nazhir wakaf juga menambah ruwetnya kondisi
wakaf di tanah air. Banyak nazhir wakaf yang tidak memiliki militansi yang
kuat dalam membangun semangat pemberdayayaan wakaf untuk kesejahtraan
umat, naifnya lagi, diantara sekian banyak nazhir di tanah air ada yang justru
mengambil keuntungan secara sepihak dengan menyalahgunakan peruntukan
benda wakaf seperti menyewakan tanah wakaf untuk bisnis demi kepentingan
pribadi atau ada juga yang secara sengaja menjual dengan pihak ketiga dengan
cara yang tidak sah.
Padahal, kehadiran sebagai pihak yang diberikan kepercayaan dalam
pengelolaan harta wakaf sangatlah penting, yang tidak bisa dipandang sebelah
mata. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nadzir sebagai salah satu rurkun
wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf
yang mampu, baik yang bersifat perseorangan maupun kelembagaan (badan
hukum). Pengangkatatan nazhir wakaf yang mampu ini bertujuan agar harta wakaf
tetap terjaga dan terurus, sehingga harta wakat itu tidak sia-sia.
Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi
wakf mempunyai kedudukan yang penting dalam per dalam perwakafan.
Sedemikian pentingnya dedudukan nazhir dalam perwakafan, nazhir harus
memenuhi syarat-syarat yang memungkinkan, agar wakaf bisa diperdayaakan
sebgai mana mestinya.
Mengingat salah satu tujuan wakaf ialah manjadikannya sebagai sumber
dana yang produktif, tentu memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-
tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab. Apabila nazhir tidak mampu

9
melaksanakan tugas (kewajiban) nya, maka qadhi (pemerintah) wajib
menggantinya dengan tetap menjelaskan alasan-alasan.

E. Kesedian Bank Syari’ah Manjadi Nazhir Wakaf Uang


Manajeman wakaf tunai melibakan tiga pihak utama (1) Wakif, (2) Nazir
yang sekaligus dapat bertindak sebagai manajer investasi, dan (3) maquf alaih
yang didistribusikan kepada pihak-pihak yang berhak. Dalam pandangan Antonio,
lembaga investasi yang bergerak dibidang pasar modal dapat menjalankan fungsi
nazhir membuktikan bahwa pasar modal cendrung volatile (mudah berubah
pendirian). Oleh karena itu, bank-bank syariah lebih tepat jika ditunjuk untuk
manjadi manajer investasi wakaf uang dengan alasan bahwa bank syariah mampu:
(1) mangakses calon wakif, (2) menginvestasikan dana wakaf, (3) melakukan
administrasi beneficiary, dsan (4) mendistribusikan hasil investasi dana wakaf. Di
samping itu, alasan lainnya adalah bahwa bank syariah mempunyai kredibilitas di
mata masyarakat, dan decontrol oleh regulasi yang ketat. 12 Dana wakaf dapat
diinvestasikan oleh bank-bank syariah pada sektor-sektor yang aman dan
sekaligus dapat memberikan keuntugannya kepada pihak-pihak yang berhak.

F. Tugas Dan Masa Bakti Nazhir


Dalam peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 mengenai pelaksanaan
undang-undang nomor 41 tahun 2006 tentang Wakaf juga ditetapkan tugas dan
masa bakti nazhir.
Menurut peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 mengenai
Pelaksanan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tugas-tugas
nazhir adalah (1) Nazhir berkewajiban unutuk mengadministasikan, mengelola,
mengembangkan dan mengawasi harta benda wakaf; (2) Nazhir berkewajiban
membuat laporan secara berkala kepada pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia
mengenai kegiatan kewakafan. 13
Sedangkan ketentuan mengenai masa bakti Nazhir perseorangan adalah
lima tahun dan dapat diangkat kembali. Kedua, pengangkatan kembali Nazhir di
12
Muhammad Syafei’I Antonio, “ Bank Syariah Sebagai Pengelolaan Wakaf” hal. 5-7
13
Wawancara tanggal 10 juni 2008; responden; Abdul Gani Abdullah, di Kantor Mahkamah Agung
Jakarta.

10
lakukan oleh Badan Wakaf Indonesia dengan syarat ia telah melaksanankan
tugasnya (track record) dengan baik sesuai ketentuan prinsip syariah dan
peraturan

BAB III
PENUTUP

11
A. Kesimpulan

Secara istilah nazhir adalah orang atau sekelompok orang dan badan hukum
yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang berwakaf) mengelola wakaf. Nazhir
adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf ditegaskan bahwa
nazhir mencakup tiga macam : (1) nazhir perorangan, (2) nazir organisasi, (3)
nazir badan hukum.
profesionalisme nadzir menjadi ukuran penting dalam pengelolaan wakaf
jenis apapun, Kualifikasi profesionalisme nadzir secara umum dipersyaratkan
menurut fiqih secara berikut, yaitu: beragama islam, muallaf (memiliki kecakapan
dalam melakukan perbuatan hukum), baligh (dewasa) dana akil (berakal sehat),
memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf (professional) dan memiliki sifat
amanah, jujur dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

12
Achmad Djunaedi Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Mumtaz
Publishing, 2007,
Mubarok, Jaih. 2008, Wakaf Produktif, Simbiosa Rekatama Mesdia, Bandung.
Muhammad Syafei’I Antonio, “ Bank Syariah Sebagai Pengelolaan Wakaf”
Muhammad Al Syarbini al Khatib, Al-‘ikna fi Hall al-Alfadz Abi Syura,Dar al-
ihya al-kutub: Indonesia
Prof. Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Simbiosa Rekatam Media, Bandung 2008

Mahasiswa Aktif Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai