T1 - 462012045 - Bab Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Ruang Lingkup Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti


tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, adolensence memiliki arti
yang lebih luas lagi yaitu mencakup kematangan emosional sosial,
fisik dan mental (Hurlock, 1992). Dalam perkembangan kepribadian
seseorang masa remaja mempunyai arti khusus. Masa remaja
memiliki tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan seseorang. Masa remaja tidak termasuk dalam
golongan anak tetapi ia tidak pula termasuk dalam golongan orang
dewasa maupun golongan tua. Masa remaja menunjukkan dengan
jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status
anak-anak.
Menurut Remplein (dalam Monks et al., 2001) krisis remaja
adalah suatu masa yang ditandai dengan adanya pembelokan
dalam perkembangan, suatu kepekaan dan labilitas yang
meningkat.
2.1.2 Batasan Remaja
Pada dasarnya remaja terbagi dalam kriteria umur, Monks et
al. (2001) membagi masa pra- remaja dari usia 10-12 tahun, masa
remaja awal dari usia 13-15 tahun, remaja pertengahan dari usia
15-18 tahun, remaja akhir dari usia 18-21 tahun. Masa praremaja
disebut juga masa pra pubertas, sedangkan masa remaja awal
disebut juga masa pubertas. Menurut Konopka cit Yusuf (2001)
masa remaja meliputi remaja awal untuk rentang usia 12-15 tahun,
remaja madya untuk usia 15-18 tahun, remaja akhir untuk usia 19-

7
22 tahun. WHO membagi kurun waktu usia remaja dalam 2 bagian
yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 ahun. WHO
menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Di
Indonesia batasan remaja mendekati batasan perserikatan bangsa-
bangsa tentang pemuda, yaitu kurun usia 14-24 tahun yang
dikemukakan dalam sensus penduduk tahun 2010 (Sarwono,2002).
Tabel Batasan Remaja Menurut Para Peneliti

No Peneliti Pra remaja Remaja Remaja Rema ja


awal pertengahan ahkir
(Tahun)
(Tahun) (Tahun) (Tahun)

1 Monk et al.(2001) 10-12 13-15 15-18 18-21

2 Konopka cit - 12-15 15-18 19-22


Yusuf(2001)

3 WHO(2011) - 10-14 - 15-20

2.1.3 Tahap perkembangan Remaja


Menurut Sarwono (2002) dalam proses penyesuaian diri
remaja menuju kedewasaan ada 3 tahap perkembangan, yaitu :
1. Remaja Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
tersebut. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
Kepekaan yang berlebih-lebihan itu ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para
remaja awal ini sulit dimengerti dan mengerti orang dewasa.

2. Remaja Madya (Middle Adolescence)


Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.
Ia akan merasa senang jika banyak teman menyukainya.
Terdapat kecenderungan narcistic, yaitu dengan menyukai diri
sendiri dengan teman-teman yang memiliki kesamaan sifat
dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan
karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis
atau materialis dan sebagainya. Remaja membebaskan dirinya
dari Oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada
masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan
kawan-kawan dari lawan jenis.
3. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini merupakan masa tahapan menuju periode dewasa
dan ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu :
- Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
- Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang
lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
- Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
- Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan
diri sendiri dan orang lain pada tahap ini seorang remaja
sangat terlihat sifat egonya.
- Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private
self) dan masyarakat umum (the public).
2.1.4 Perubahan Sosial Pada Masa Remaja
Salah satu tugas perkaembangan masa remaja yang tersulit
adalah yang berhubungan dengan penyesuian sosial. Remaja
harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri
dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan
teman-teman sebaya, maka pengaruh teman-teman sebaya pada
sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar
daripada pengaruh keluarga. Misalnya mengikuti kebiasaan teman-
temannya yang merokok didalam kelompoknya, maka kesempatan
untuk diterima dikelompoknya lebih besar (Hurlock, 1999)
Kelompok sosial yang paling sering terjadi pada masa
remaja adalah (dalam hurlock, 1999).

1) Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang
teman dekat, atau sahabat karib. Mereka terdiri dari
jenis kelamin yang sama, mempunyai minat dan
kemampuan yang sama. Teman dekat saling
mempengaruhi satu sama lain.
2) Kelompok Kecil
Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman
dekat. Pada mulanya, terdiri dari seks yang sama,
tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
3) Kelompok Besar
Kelompok ini terdiri dari dari beberapa kelompok
kecil dan kelompok teman dekat, berkembang
dengan meningkatnya minat pesta dan berkencan.
4) Kelompok Yang Terorganisasi
Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh
orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para
remaja yang tidak mempunyai klik atau kelompok
besar.

5) Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk kelompok atau
kelompok besar dan merasa tidak puas dengan
kelompok yang terorganisasi akan mengikuti
kelompok geng. Anggotanya biasanya terdiri dari
anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah
untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui
perilaku anti sosial.

2.2 Ruang Lingkup Perilaku Merokok


2.2.1 Perilaku
Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia
dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas
motorik, emosional dan kognitif (Singgih, 2004). Bermacam-macam
bentuk perilaku yang dilakukan manusia untuk menanggapi
stimulus yang diterimanya.

2.2.2 Merokok
Merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah
gulungan tembakau yang berbalut daun nifas atau kertas
(Poerwadarminta dalam Sianturi, 2003). Merokok adalah
menghisap asap tembakau yang dibakar dalam dan
menghembuskan kembali keluar (Amstrong dalam Simanjutak,
2009).
Menurut Tery dan Horn (dalam Permaisih, 2003), di dalam
sebatang rokok yang dihisap terdapat kurang lebih sebanyak tiga
ribu macam bahan kimia, baru 760 macam yang dikenal. Sampai
saat ini belum diketahui persis berapa banyak diantaranya yang
berbahaya terhadap kesehatan.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berkaitan erat


dengan perilaku kesehatan (Notoatmojo, 2005). Perilaku merokok
merupakan salah satu perilaku yang dapat membahayakan
kesehatan. Perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan yang
sangat umum dan meluas pada masyarakat Indonesia. Perokok
berasal dari berbagai jenis kelas yang meliputi : kelompok umum,
sosial dan jenis kelamian. Hal ini menjadi dasar bahwa kebiasaan
merokok sulit untuk dihilangkan.

2.2.3 Fenomena merokok pada remaja

Sitepoe (2002), menglasifikasikan perilaku merokok pada


remaja menjadi empat tahap. Empat tahap perilaku merokok pada
remaja adalah :

1. Tahap persiapan
Tahap ini berlangsung pada saat remaja belum
pernah merokok. Pada tahap ini, remaja mulai
membentuk opini tentang rokok dan perilaku merokok.
Hal ini disebabkan karena adanya perkembangan sikap
pada remaja munculnya tujuan mengenai rokok, dan sitra
perilaku merokok yang diperoleh remaja.
2. Tahap inisiasi
Tahap ini merupakan tahap coba – coba untuk
merokok. Remaja beranggapan bahwa dengan merokok,
remaja akan terlihat dewasa, keren, gagah dan berani.
3. Tahap menjadi seorang perokok
Pada tahap ini remaja memberikan identitas pada
dirinya sebagai seorang perokok. Remaja juga sudah
mulai ketergantungan rokok Burton et, al (1989). Remaja
yang menggambarkan dirinya sebagai seorang perokok,
maka besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang
perokok di masa yang akan datang (Okoli et,al, 2011).
4. Tahap tetap menjadi perokok
Tahap ini dipengaruhi oleh faktor psikologis dan
biologis. Faktor pisikologis yang mempengaruhi remaja
untuk terus merokok adalah: adanya kebiasaan, stres,
depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan,
ketegangan, upaya untuk memiiki teman (Hedman et, al,
2007). Faktor biologis yang mempengaruhi remaja untuk
tetap menjadi perokok yaitu efek dan level dari nikotin
yang dibutuhkan dalam aliran darah (Laily,2007).
Setiap orang memiliki tingkatan merokok yang
berbeda-beda, hal ini tergantung dari seberapa sering
seseorang merokok, jumlah rokok yang dihisap dan
lamanya merokok. Tingkatan-tingkatan merokok
seseorang dapat dilihat dari tipe-tipe perokok yang telah
ada

Tipe-tipe perokok menurut Mu’tadin (2002) yaitu:

a. Perokok sangat berat yaitu perokok yang mengkonsumsi


rokok lebih dari 31 batang sehari dan selang merokoknya
lima menit setelah bangun pagi.
b. Perokok berat yaitu merokok sekitar 21-30 batang dengan
selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.
c. Perokok sedang yaitu perokok yang menghabiskan rokok
11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah
bangun pagi.
d. Perokok ringan yang menghabiskan rokok sekitar 10 batang
dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok


Pada Remaja

Aktivitas merokok merupakan perilaku yang


membahayakan kesehatan/ ironisnya, fakta ini menjadi
kontradiksi dengan realita yang terjadi saat ini pada
masyarakat Indonesia. Rokok sudah menjadi kebiasaan
yang sangat umum dan meluas dimasyarakat Levy (1984).
Setiap individu memiliki kebiasaan merokok yang berbeda
dan biasanya disesuaikan dengan tujuan indivdu untuk
merokok (Nasution, 2007).

Perilaku merokok disebabkan oleh berbagai faktor yang


berasal dari internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor
penyebab perilaku merokok pada remaja, yaitu :
(1)kepuasan psikologis (2) sikap permisif orang tua terhadap
perilaku merokok remaja (3) pengaruh teman sebaya
(Komalsari & Helmi, 2000). Hedmen et,al (2007)
menyebutkan, faktor resiko pencetus remaja merokok
adalah memiliki keluarga yang merokok atau memiliki teman
yang juga sebagai perokok.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mu’tadin (2002)yang


menyebutkan,ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja. Faktor- faktor tersebut adalah :
1 Pengaruh orang tua

Remaja yang tinggal dengan orang tua yang tidak


memperhatikan anak dan adanya hukuman fisik yang keras
dalam keluarga, akan lebih nudah untuk menjadi perokok
(Mu’tadi,2002). Selain itu, salah satu faktor resiko pencetus
bagi remaja untuk merokok adalah memiliki keluarga yang
merokok (Hedman et, al. 2007). Perilaku orang tua dalam
merokok, akan berpengaruh pada anak. Sebab,anak akan
memiliki kecenderungan untuk mengikuti perilaku yang
dicontohkan oleh orang tua.
2. Pengaruh teman
Hedman et, al (2007) menyebutkan bahwa salah
satu faktor resiko pencetus remaja untuk merokok adalah
memiliki teman yang juga sebagai perokok. Al Bachri (1991)
menyebutkan, diantara remaja perokok terdapat 87 % di
antaranya memilki satu atau lebih sahabat yang perokok,
begitu pula dengan remaja bukan perokok.
3. Faktor kepribadian
Salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi
remaja untuk mengonsumsi rokok dan obat – obatan,
adalah sifat konfirmitas sosial (Widianti, 2007). Menurut
Atkinson (1991), individu yang memilki nilai tinggi pada
berbagai tes konfirmitas sosial lebih mudah menjadi
pengguna rokok dan obat – obatan dibandingkan dengan
individu yang memiliki skor rendah.
4. Pengaruh iklan
Remaja tertarik untuk mengikuti perilaku seperti
pada iklan rokok, baik dsri media cetak maupun media
elektronik, yang menggambarkan bahwa perokok terlihat
janta dan gagah (Laily,2007)

2.2.5 Dampak Perilaku Merokok

Ogden (2000) mengklasifikasi dampak perilaku merokok


menjadi dua bagian yaitu :
1. Dampak positif
Smet (1994) menyebutkan, manfaat rokok bagi perokok
adalah mengurangi ketegangan yang individu rasakan,
membantu konsentrasi untuk mengjasilkan sebuah karya,
upaya memperoleh dukungan sosial, dan menjadi relaksasi
yang menyenangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Prof.
Soesmalijah dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
menyebutkan, rokok dapat membuat perokok menjadi lebih
dewasa, mudah konsentrasi dan dapat memunculkan ide-ide
atau inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006).

2. Dampak negatif
Meskipun saat ini sudah tersedia rokok yang memiliki
kandungan tar dan nikotin yang rendah, tetapi tidak ada rokok
yang aman bagi kesehatan. Penyakit yang diakibatkan oleh
rokok, seperti : kanker mulut, kanker faring, kanker faring,
kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin,
penyakit jantung koroner, pneumonia dan lainnya
(Sriamin,2006).
2.3 Ruang Lingkup Harga Diri

2.3.1 Harga Diri


Harga diri menurut Coopersmith (dalam Anggoro 2006)
adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan dengan sikap setuju
atau tidak setuju dan menunjukan bagaimana remaja tersebut
meyakini dirinya itu mampu, penting dan berharga. Dapat dikatan,
harga diri merupakan suatu penilaian pribadi pada perasaan
berharga yang diekspresikan dan dipegang oleh remaja.

Harga diri menurut Clemes dan Hedge (dalam Santoso,


2007) merupakan proses penilaian yang dibuat dan dipertahankan
individu tentang dirinya. Proses penilaian tersebut berasal dari
interaksi dengan lingkungan serta menyangkut aspek-aspek seperti
penerimaan, perlakuan dan penghargaan orang lain terhadap
dirinya. Menurut Worchel (dalam Santoso, 2007) harga diri
dinyatakan sebagai komponen evaluatif dari konsep diri, yang terdiri
dari evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki
seseorang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri


adalah penilaian yang dibuat oleh remaja tentang sejauh mana
kepercayaan individu terhadap kemampuan dirinya, merasa berarti,
dan menghargai diri sendiri yang diperoleh dari hasil interaksi
dengan lingkungannya yang berupa penghargaan, penerimaan, dan
perlakuan orang lain terhadap dirinya.
2.3.2 Tingkat harga diri

Menurut Coopersmith (dalam Dewi, 2010), harga diri dibagi


dalam tiga tingkat yaitu:

1. Harga diri tinggi


Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki ciri: mandiri,
kreatif, yakin akan gagasan-gagasannya, tingkat kecemasan
rendah, mempunyai keyakinan yang tinggi, melihat dirinya
sebagai orang yang berguna dan mempunyai harapan-harapan
yang tinggi, lebih berorientasi pada kebutuhan, mempunyai
pendapat sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Harga diri sedang

Individu yang memiliki harga diri menengah hampir memiliki


ciri sama dengan harga diri tinggi, namun disertai sifat-sifat
memandang lebih baik dari kebanyakan orang dan kurang yakin
terhadap dirinnya sendiri dan selalu bergantung pada penilaian
orang.

3. Harga diri rendah

Individu yang memiliki harga diri rendah memiliki ciri: kurang


mandiri, kreatif, mempunyai rasa cemas yang tinggi, merasa
dirinya kurang berguna kepada orang lain, kurang berorientasi
pada kebutuhan, harapan-harapan rendah, kurang percaya diri,
malas menyatakan diri jika mempunyai gagasan-gagasan baru.

Di pihak lain, Clemes (1995) membagi harga diri dalam dua

tingkat yaitu :

1. Harga diri tinggi, yaitu individu yang mampu bertindak mandiri,


kreatif, yakin akan gagasan-gagasannya, merasa bangga
dengan prestasinya, menunjukan sederet perasaan dan
emosinya yang luas, kecemasan rendah, menghadapi
tantangan baru dengan penuh antusias, melihat dirinya sebagai
rang yang berguna, mempunyai harapan-harapan yang tinggi,
lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat
sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Harga diri rendah, yaitu individu dengan ciri kurang mandiri,
kurang kreatif, selalu berfikir negatif, mempunyai rasa cemas
yang tinggi, merasa dirinya kurang berguna bagi orang lain,
mudah dipengaruhi orang lain, kurang berorientasi pada
kebutuhan dan kurang percaya diri.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri.
Coopersmith (1998) menyebutkan faktor-faktor yang
melatarbelakangi harga diri terdiri atas empat komponen, empat
komponen tersebut yaitu:

1. Lingkungan

Lingkungan yang membuat remaja merasa diterima,


dihargai dan dihormati, akan menjadikan remaja merasa
bahwa dirinya bernilai untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Yusuf (2000) menyebutkan, lingkungan memberikan
dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik
antara remaja dengan orang tua, teman sebaya dan
lingkungan sekitar.

2. Pola asuh

Pola asuh merupakan cara orang tua untuk


memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak
(Sriati & Hernawaty, 2007). Adanya hukuman dalam

19
keluarga yang tidak konsisten serta perilaku orang tua yang
selalu membandingkan anak dapat menurunkan harga diri
anak tersebut ( Potter & Perry, 2005).

3. Pengalaman
Yusuf (2000) mendefinisikan pengalaman sebagai
suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang
pernah dialami individu: dirasalan bermakna san
meninggalkan kesan dalam hidup individu (Sriati &
Hernawati, 2007). Pengalaman individu yang positif dapat
meningkatkan harga diri, seperti restasi yang diraih dan
kompetisi diri dalam berbagai hal. Sedangkan, pengalaman
individu yang negatif dapat menurunkan harga diri, seperti :
merasa dirinya tidak diterim, tidak kompeten dan tidak
bernilai.
4. Sosial ekonomi

Individu dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi,


akan merasa dirinya lebih berarti dan berharga,
dibandingkan dengan orang lain dengan status sosial
ekonomi di bawahnya. Sosial ekonomi merupakan suatu
hal yang mendasari perbuatan individu untuk memenuhi
dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial
(Sriati & Hernawaty, 2007). Sianturi (2004) menyebutkan,
faktor yang mempengaruhi pembentukan harga diri remaja,
yaitu :

 Pengalaman negatif yang berulang


Pengalam negatif yang dialami remaja meliputi aspek
fisik, emosi dan seksual, dapat menyebabkan remaja
melihat dirinya sebagai individu yang tidak berdaya
(Sianturi, 2004). Kegagalan individu dalam

20
menyelesaikan tugasnya secara berulang, akan
menyebabkan individu yang tidak berharga kerena
merasa tidak memiliki kompetensi yang memadai.

 Penyakit mental dan fisik


Penyakit yang dialami remaja akan mempengaruhi
remaja mulai dari dirinya. Remaja akan malu untuk
berhubungan dan bergaul dengan teman-temannya.
Adanya penyakit, pembedahan atau kecelakaan yang
mengubah pola hidup dapat menurunkan harga diri
individu (Potter & Perry, 2005).
 Ketidak hadiran orang yang dipercaya saat dibutuhkan.
Remaja seringkali merasa tidak ada orang lain yang
peduli dan menyayanginya. Hal ini dikarenakan tidak
adanya orang yang mendukung remaja saat remaja
membutuhkan seseorang seseorang untuk membantu
menyelesaikan masalah.
 Sistem keluarga yang disfungsional
Peraturan yang tidak konsisten, kritik yang destruktif,
orang tua yang terlalu melindungi dan mengontrol
remaja, dan minimnya komunikasi dalam keluarga,
adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten
saerta perilaku orang tua yang suka membandingkan
anaknya, dapat menurunkan harga diri anak (Potter &
Perry, 2005).
2.3.4 Keaslian penelitian

N Judul penelitian Peneliti Asal Metodolog Tahun Variabel Hasil


o i
1 Hubungan Young- Korea Kuantitatif 2004 Perilaku Hasil penelitian menunjukan bahwa harga diri
perilaku Ko Him utara korelasi merokok dan kondisi psikologis memi liki hubungan
merokok dengan yang signifikan terhadap pe rilaku merokok
dengan harga harga diri pada remaja di Korea.
diri remaja.
2 Hubungan Norhay Malaysia Kuantitatif 2005 Perilaku Tidak ada hubungan antara merokok dengan
perilaku ati korelasi merokok harga diri remaja.harga diri pada remaja di
merokok Mohd dengan kota Bheru, Kelantan lebih dipengaruhi oleh
dengan harga Noor harga diri kondisi keluarga dan lingku ngan.
diri remaja. et,al
3 Hubungan Valesk Slovakia Kuantitatif 2009 Harga Hasil penelitian ini menunju kan bahwa harga
harga diri a et,al korelasi diri diri menunjukan adanya hub ungan dengan
terhadap dengan awal mula dan keberlanjuta n dalam
perilaku perilaku pengonsumsian rokok dan ganja.
merokok. merokok

22
2.4 Kerangka teori

Faktor yang mempengaruhi


perilaku merokok: Faktor yang mempengaruhi
harga diri:

- Kepuasan psikologis n
- Pengaruh orang tua - Pengalama
- Pengaruh teman - Pola asuh
sebaya - Lingkunganomi
- Faktor kepribadian
- Sosial ekon
- Pengaruh iklan

iri
Perilaku merokok Harga d

Fenomena tahapan merokok


pada remaja: a diri:
Tingkat harg
- Tahap persiapan tinggi
- Tahap inisiasi - Harga diri rendah
- Tahap menjadi seorang - Harga diri
perokok
- Tahap tetap menjadi
seorang perokok

Kombinasi teori Komalasari & Helmi (2000) dan Coopersmith


(1998).

23
2.4 Hipotesis

1. Hipotesis Nol (H0)

Hipotesis Nol (H0) dalam penelitian ini adalah tidak


ada hubungan antara merokok perilaku merokok dengan
harga diri remaja.

2. Hipotesis (H1)

Hipotesis (H1) apabila dalam penelitian ini antar


variabel saling berhubungan.

Anda mungkin juga menyukai