Askep Nyeri Akut

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERWATAN NYERI AKUT Nn.

F di RSUD Prof
Dr. H.M, Anwar Makatutu Kab. Bantaeng

HASRINI
NIM. 2109017

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benjolan payudara atau tumor mammae menjadi trend untuk kalangan
perempuan dan laki-laki berdasarkan Breast Cancer Awareness di Jakarta bahwa
benjolan payudara dapat terjadi oleh semua kaum. Tidak hanya kaum hawa, kaum
lelaki pun tetap menjadi target dari penyakit ini. Meskipun begitu, sebagian besar
penyakit ini dialami perempuan, bahwa perempuan dan lelaki memiliki hormon
estrogen dalam kadar berbeda. Namun selain dihasilkan oleh tubuh, hormon yang
berperan dalam fungsi reproduksi hingga menjaga kesehatan kulit ini juga bisa
didapat dari luar tubuh, seperti ketidakseimbangan pola pikir, pola makan yang
berlemak, dan pola hidup seperti suka begadang, merokok, minum alkohol, dan stres
memicu perubahan hormon estrogen dalam tubuh. Hal ini mendorong jumlah
estrogen berlebihan dan memicu munculnya benjolan. Oleh karena itu penting untuk
melakukan pola hidup sehat agar tidak mengganggu jumlah normal hormon estrogen
dalam tubuh.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 8-9% wanita yang
mengalami tumor payudara. Ini menjadikan tumor payudara sebagai jenis tumor
yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru
tumor payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat.
Masih menurut WHO, tahun 2010 diperkirakan 1,5 juta wanita terdiagnosis tumor
payudara.
Menurut Departemen Kesehatan di Indonesia Penderita tumor payudara pada
tahun 2005 (sebagaimana dikutip dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010)
sebanyak 5.207 kasus. Setahun kemudian pada 2011, jumlah penderita tumor
payudara meningkat menjadi 7.850 kasus. Tahun 2012, penderita tumor
payudara meningkat menjadi 8.328 kasus dan pada tahun 2013 sebanyak 8.277
kasus.
Penderita tumor payudara jinak di Indonesia sangat tinggi, hal ini terlihat dari data
Jakarta Breast Center, klinik Jakarta yang mengkhususkan untuk penanganan
keluhan pada payudara, menunjukkan bahwa dari 2.495 klien yang datang pada
tahun 2009-2010,ternyata 79% menderita tumor payudara jinak dan hanya 14% yang
menderita kanker.
Provinsi Jawa Barat tahun 2013 dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia :
yaitu 40.737.594 orang, Wanita : 49,5 %, Angka Kejadian tumor/kanker 0,5 %.
Estimasi kejadian 26/100.000 wanita (Jawa barat sekitar 5200 kasus).
Menurut Medical Record 2018, data 10 penyakit terbesar di Ruang Wijaya
Kusuma RSUD Ciamis periode Januari sampai Desember 2017, menunjukan bahwa
urutan pertama penyakit yang diderita adalah hernia sebanyak 112 dengan presentase
20%, urutan kedua adalah tumor jaringan lunak dengan jumlah kasus 95 dengan
presentase 19 %, urutan ke tiga adalah ulcus diabetes melitus dengan jumlah kasus
76 dengan presentase 17%, urutan ke empat adalah appendicitis kronis dengan
jumlah kasus 31 dengan presentase 14%, urutan ke lima adalah haemoroid dengan
jumlah kasus 26 dengan presentase 13%, adapun urutan ke enam adalah tumor
mammae dengan jumlah kasus 22 dengan presentase 11%, urutan ke tujuh adalah
appendicitis acute dengan jumlah kasus 21 dengan presentae 7%, urutan ke delapan
adalah collelithiasis dengan jumlah kasus 17 dengan presentase 6%, urutan ke
sembilan adalah benign prostatic hyperplasia dengan jumlah kasus 17 dengan
presentase 5%, urutan ke sepuluh adalah struma nodus nontoksik dengan jumlah
kasus 15 dengan presentase 4%. Data yang didapat dari Ruang Wijaya Kusuma III
bahwa kasus Tumor Mammae masuk dalam sepuluh penyakit terbesar resiko untuk
terkena tumor payudara, maka sangat perlu untuk di perhatikan sehubungan dengan
adanya dampak terhadap gangguan kebutuhan dasar manusia seperti beraktifitas dan
kepercayaan diri. Disini peran perawat sangat di butuhkan untuk membangun
kesadaran masyarakat tentang pentingnya perawatan payudara sehingga dapat
mengurangi dan menekan angka kejadian tumor mammae melalui tindakan
keperawatan seperti memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan
profesional kepada klien tentang tentang perawatan payudara untuk mencegah serta
dalam mengambil tindakan awal apabila ditemukan gejala dari tumor mammae.
Perawat di harapkan mampu mengelolah atau tepatnya melakukan manajemen
nyeri pada post op dapat di lakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah
melalui tindakan farmakologi dan non farmakologi. Adapun tindakan farmakologi
dengan diberikannya obat golongan analgetik seperti (Keterolac, Tramadol, dll)
sedangkan non farmakologi berupa intervensi perilaku kognitif seperti teknik
relaksasi, terapy music, imagery dan biofeedback. Pada klien yang menderita post op
tumor mammae diberikan tindakan Distraksi Terapi Musik di ruang Wijaya Kusuma
III RSUD Ciamis.
Berdasarkan pengamatan langsung yang di lakukan oleh penulis di Rumah Sakit,
di peroleh data bahwa distraksi terapi musik khususnya pada manajemen nyeri post
op sebagian besar menggunakan terapi musik. Menurut jurnal terapi musik tersebut
lebih efesien. Karena Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphin
(subtansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri)
yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri disistem saraf pusat, sehingga sensasi
nyeri dapat berkurang.
Berdasarkan data yang di dapat pada jurnal Distrubusi frekuensi re-rata respon
nyeri setelah dilakukan perlakukan di RSUD A. Dadi Tjokrodipo dapat diketahui
rata-rata respon nyeri sebelum terapi musik adalah 8,35 dan rata-rata respon nyeri
setelah terapi musik adalah 5,71.hal tersebut berarti bahwa ada pengaruh yang
signifikan pemberian terapi musik dikombinasikan dengan terapi standar post
operasi dalam menurunkan respon nyeri pada klien dengan post operasi
pembedahan.
Mengingat begitu banyak masalah keperawatan yang muncul pada klien post
operasi, maka penulis sangat tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada
klien dan membuatnya menjadi karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Post op Biopsy Excisi atas Indikasi Tumor Mammae
Dextra dengan Masalah Keperawatan Nyeri akut di ruang Wijaya Kusuma III RSUD
Ciamis”
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan mengaplikasikan asuhan keperawatan

2. Tujuan Khusus

a. Mengetaahui defenisi tumor mamme

b. Mengetahui etiologi tumor mammae

c. Mengtahui patofisiologi tumor mammae

d. Mengetahui manifestasi klinik tumor mammae


e. Mengetahui komplikasi tumor mammae

d. Mengetahui pemeriksaan diagnostic tumor mammae

e. Mengetahui penatalaksanaa tumor mammae


BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Medis

a. Definisi
Neoplasma atau tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk segala
pembengkakan atau benjolan yang disebabkan oleh apa pun baik oleh
pertumbuhan jaringan baru maupun adanya pengumpulan cairan seperti kista atau
benjolan yang berisi darah akibat benturan. Namun, istilah tumor umumnya
digunakan untuk menyatakan adanya benjolan yang di sebabkan oleh
pertumbuhan jaringan baru,tetapi bukan radang. Tumor berasal dari kata tumere
dalam bahasa latin yang berarti “bengkak”. Pertumbuhannya dapat
digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign). (Nugroho T.
2011)
Tumor mammae adalah adanya ketidakseimbangan yang dapat terjadi pada
suatu sel/jaringan di dalam payudara dimana ia tumbuh secara liar dan tidak bisa
di kontrol (Nugroho T. 2011)
Tumor mammae adalah pertumbuhan sel-sel yang abnormal yang
mengganggu pertumbuhan jaringan tubuh terutama pada sel epitel di mammae
(Sylvia. 2015)
Biopsi payudara (breast biopsy) merupakan tindakan untuk mengambil
contoh jaringan payudara dan dilihat di bawah lensa mikroskop untuk mengetahui
adanya sel kanker payudara. Tindak biopsy payudara biasanya dilakukan untuk
mengetahui lebih lanjut benjolan payudara yang ditemukan saat pemeriksaan
dengan mammogram atau USG payudara. Hasil biopsy payudara akan
memberikan jawaban apakah contoh jaringan payudara pada benjolan merupakan
bersifat kanker-ganas (malignant) atau non kanker-jinak (benign). (Lab. UPF
Bedah. 2010)
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat simpulkan bahwa tumor
mammae dengan tindakan biopsy excisi merupakan tahap awal dari pengecekan
benjolan yang di ambil di dalam payudara, benjolan tersebut akan di cek apakah
dia termasuk jinak atau ganas.
b. Etiologi dan Faktor Predispoposisi
Menurut Nugroho T. (2011) Sampai saat ini,penyebab pasti tumor payudara
belum diketahui. Namun, ada beberapa faktor resiko yang telah terindentifikasi
yaitu:
a) Jenis kelamin
Wanita lebih beresiko tumor payudara dibandingkan dengan pria. Prevalensi
tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor payudara.
b) Riwayat Keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara beresiko
tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
c) Faktor usia
Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia
d) Riwayat Reproduksi
Melahirkan anak pertama di atas 35 tahun,menikah tapi tidak melahirkan anak
serta ibu yang tidak menyusui
e) Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara.
Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi dibandingkan
penggunaan pada usia lebih tua.
f) Riwayat menstruasi
Early menarche (sebelum 12 tahun) dan late menopouse (setelah 50 tahun)

c. Manifestasi Klinik

Pada masa awal pertumubuhan tumor,gejala sulit di deteksi sehingga kasus

ini biasanya baru diketahui setelah muncul benjolan yang sudah mencolok dan

bisa di raba. Tanda-tanda fisik yang biasa ditemui adalah (Nugroho T. 2011):

a) Terbentuknya massa utuh atau jaringan yang tidak biasa,sifatnya

kenyal,muncul di payudara atau sekitarnya, misalnya di bawah lengan.


b) Penderita merasakan nyeri di tempat massa tersebut

c) Lekukan pada permukaan payudara dan kulit berada di atas tumor menjadi

seperti kulit jeruk

d) Lepasnya papilla mammae


e) Puting susu mengeluasrkan cairan yang tidak normal,bahkan bisa
mengeluarkan darah.
f) Ada batas yang tegas dan ada penekanan jaringan sekitar
g) Memiliki kapsul dan soliter
d. Klasifikasi Tumor Payudara
Menurut (Nugroho T. 2011) Benjolan jinak pada payudara berasal dari
perubahan normal pada perkembangan payudara, siklus hormonal, dan perubahan
reproduksi. Terdapat tiga siklus kehidupan yang dapat menggambarkan perbedaan
fase reproduksi pada kehidupan wanita yang berkaitan dengan perubahan
payudara, yaitu :
a) Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan duktus dan
stroma payudara. Pada periode ini umumnya dapat terjadi benjolan FAM dan
juvenil hipertrofi (Perkembangan payudara berlebihan)
b) Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus hormonal
mempengaruhi kelenjar dan stroma payudara.
c) Fase ketiga adalah inovasi dari lolubus dan duktus yang terjadi sejak usia 35-
55 tahun.
Tumor Jinak memiliki berbagai bentuk, antara lain :
a) Kelainan fibrokistik
Perubahan fibrostik adalah ragam kelainan dimana terjadi akibat dari
peningkatan dan distorsi perubahan siklik payudara yang terjadi secara
normal selama daur haid. Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan
nonproliferatif dan perubahan proliferatif. Kelainan sering ditemukan,
bersifat jinak dan non–neoplastik tetapi memiliki hubungan dengan
meningkatnya resiko terjadinya keganasan. Fibrokistik payudara ditandai
dengan rasa nyeri dan benjolan yang ukurannya berubah–ubah. Benjolan ini
membesar sebelum periode menstruasi serta mengeluarkan cairan puting
yang tidak normal. Pada periode menjelang menopause, sifat benjolan pada
kelainan ini tidak berbatas tegas dan kenyal seperti karet.
b) Fibroadenoma
Tumor jinak yang banyak terdapat pada wanita muda. Fibroadenoma teraba
sebagai tumor benjolan bulat dengan permukaan yang licin dan konsistensi
padat kenyal. Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat
mudah digerakkan. Benjolan ini biasanya tidak nyeri, bisa tumbuh banyak
(multipel). Pertumbuhan tumor bisa cepat sekali selama kehamilan dan
menyusui atau menjelang menopause saat rangsangan estrogen tinggi tapi
setelah menopause tumor jenis ini tidak ditemukan lagi.
c) Tumor filoides
Tumor phylloides adalah fibroadenoma besar di payudara, dengan stroma
serupa-sarkoma yang sangat selular. Tumor ini termasuk neoplasma jinak,
namun kadangkala menjadi ganas. Tumor ini bersifat agrasif lokal dan dapat
bermetastasis, dan diperkirakan berasal dari stroma intralobulus. Umumnya,
tumor ini berdiameter 3 hingga 4 cm, namun dapat tumbuh hingga
berukuran besar, mungkin masif sehingga payudara membesar. Sebagian
mengalami lobulasi dan menjadi kistik. Karena pada potongan
memperlihatkan celah yang mirip daun, maka tumor ini disebut tumor
filoides.
d) Papiloma intraduktus
Tumor jinak dari saluran air susu (duktus laktiferus) dan 75% tumbuh di
bawah areola payudara. Gejalanya berupa keluarnya cairan berdarah dari
puting susu.
e) Adenosis sclerosis
Secara klinis, tumor ini teraba seperti kelainan fibrokistik tetapi secara

histopatologi tampak proliferasi jinak.

f) Mastitis sel plasma


Tumor ini merupakan radang subakut yang didapat pada sistem saluran di
bawah areola payudara. Gambarannya sulit dibedakan dengan tumor ganas
yaitu berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan
retraksi putting pada payudara akibat pembentukan jaringan ikat (fibrosis)
sekitar saluran dan bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
g) Nekrosis lemak
Biasanya disebabkan oleh cedera berupa massa keras yang sering agak nyeri
tetapi tidak membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya biasanya
tidak rata. Secara klinis, sukar dibedakan dengan tumor ganas.
h) Kelainan lain
Tumor jinak lemak (Lipoma), tumor jinak otot polos (leimioma), dan kista
sebasea (kelenjar minyak) merupakan tumor yang mungkin terdapat di
payudara tetapi tidak bersangkutan dengan jaringan kelenjar payudara.
e. Patofisiologi
Benjolan jinak payudara yang sering ditemukan pada masa reproduksi yang
disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan setempat
yang berlebihan terhadap estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan
dalam mamary displasia. Benjolan biasanya ditemukan pada kuadran luar atas,
merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di
sekitarnya. Pada gambaran histologis menunjukkan stroma dengan proliferasi
fibroblast yang mengelilingi kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan
bentuk dan ukuran yang berbeda. Pembagian benjolan jinak payudara berdasarkan
histologik yaitu (Sander M, Aleq. 2012) :
1. Kelenjar yang berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa

lapis.

2. Jaringan ikat yang mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar

berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen yang sempit atau

menghilang. Pada saat menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran

sedikit dan pada saat menopause terjadi regresi.

f. Pemeriksaan Fisik

Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi riwayat reproduksi dan

ginekologi. Anamnesis ini meliputi pertanyaanpertanyaan yang dapat menggali

terperinci tentang faktor resiko yang menyertai, seperti usia menarche, riwayat

menstruasi, paritas dan menyusui. Usia menarche dan perubahan pada fase

menstruasi berkorelasi bermakna dengan penyakit jinak dan ganas. Pertanyaan

tentang terapi hormone yang mencakup kontrasepsi, tindakan bedah sebelumnya


perlu ditanyakan untuk memastikan kemungkinan keterlibatan hormonal dalam

penyakit payudara (Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 2010).

Pada inspeksi, klien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring.

Kemudian, inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, warna kulit,

lekukan, retraksi papil, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus, dan

benjolan. Cekungan kulit akan terlihat lebih jelas bila klien diminta untuk

mengangkat lengannya lurus ke atas (Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 2010).

Palpasi lebih baik dilakukan pada klien yang berbaring dengan bantal tipis di

punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas jari

pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan tanpa

tekanan pada setiap kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada

sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih

mudah ditemukan. Perabaan aksila pun lebih mudah dilakukan pada posisi

duduk.. Palpasi dilakukan guna untuk menentukan apakah benjolan melekat ke

kulit dan atau dinding dada (Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 2010).

Dengan memijat halus puting susu, dapat diketahui adanya pengeluaran

cairan, berupa darah atau bukan. Pengeluaran darah dari puting payudara di luar

masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma,

papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ektasia duktus

(Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 2010).

Meskipun pemeriksaan fisik yang terbaik, tetapi tidak dapat meneuntukan

secara pasti setiap gumpalan pada payudara. Pemeriksaan fisik dapat menentukan

ada atau tidaknya gumpalan dan konsistensi, pergerakan kekerasan dan perkiraan

ukuran. Akan tetapi, satu-satunya jalan untuk mendapatkan diagnose patologik

adalah dengan teknik sampel yang memakai jaringan untuk pemeriksaan

patologik (Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, 2010).


g. Pemeriksaan Penunjang
Dua jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi dini benjolan pada payudara
adalah mammografi dan ultrasonografi (USG). menggunakan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dan Nuklear skintigrafi (Nugroho T. 2011).
1) Mammografi
Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba;
jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Ketepatan 83 – 95%,
tergantung dari teknisi dan ahli radiologinya. Mammografi adalah metode
terbaik untuk mendeteksi benjolan yang tidak teraba namun terkadang justru
tidak dapat mendeteksi benjolan yang teraba atau kanker payudara yang dapat
dideteksi oleh USG. Mammografi digunakan untuk skrining rutin pada wanita
di usia awal 40 tahun untuk mendeteksi dini kanker payudara (Nugroho T.
2011).
2) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan lesi solid dan kistik. (Nugroho T.
2011)
h. Penatalaksanaan
a. Pembedahan (Sylvia. 2015)
a) Biopsy excisi
Dilaksanakan dengan mengangkat seluruh jaringan tumor beserta sedikit
jaringan sehat di sekitarnya bila tumor <5 cm
b) Eksterfasi FAM
Adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk pengangkatan
tumor yang terdapat pada payudara. Dimana tumor ini sifatnya masih jinak
namun jika dibiarkan makan akan terjadi penambahan pada massa tumor
dan tumor ini terdapat di bawah kulit dan mempunyai selaput atau seperti
kapsul, mudah di goyangkan, dan lunak. Terapi dari fibroadenoma dengan
operasi pengangkatan tumor ini tidak akan merubah bentuk payudara, tetapi
hanya akan meninggalkan jaringan parut yang nanti akan di ganti oleh
jaringan normal secara perlahan.
SS

2. KONSEP NYERI
a. DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan, sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi
(transien,intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir
atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen
kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri
juga berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom
( Mochamad Bahrudin, Volume 13 Nomor 1 Tahun 2017).
b. Klasifikasi Nyeri
Menurut Andarmayo (2013) nyeri diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang timbul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau di
gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode waktu. Nyeri ini berlagsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera
spesifik.
c. Etiologi
1.Nyeri akut
a) Cedera biologis (infeksi, iskemia, neoplasma)
b) Cedera fisik (abses, amputasi, luka bakar)
c) Cedera kimiawi (klorida, metilen)
2. Hambatan imobilisasi fisik
a) Ansietas
b) Intoleransi aktivitas s
c) Kaku sendi
d) Deficit perawatan diri

d. Batasan Karateristik Nyeri


Menurut Andarmayo (2013) karaterisrik nyeri sebagai berikut :
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi pernafasan
e. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah, merengek, menangis)
f. Melaporkan nyeri secara verbal
g. Gangguan tidur
e. Penanganan Nyeri
a. Management Nyeri Farmakologi
Management Nyeri Farmakologi dimana terapi menggunakan obat analgetik
yang diberikan guna menganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
(Andarmayo, 2013).
b. Management Nyeri Non Farmakologi
Menurut Andarmayo (2013) management nyeri Nonfarmakologi dibagi menjadi
:
1) Stimulasi kulit.
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan
otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan
impuls nyeri.
2) Stimulasi electric (TENS).
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri.
Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus
electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan
menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk
mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit,
bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang
dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
4) Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik
relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil
optimal. Dengan relaksasi klien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
5) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian klien pada sesuatu selai
pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik
kognitif efektif lainnya. Imajinasi terbimbing adalah menggunakan
imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk
mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar
efektif, di butuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya
dan waktu untuk klien mempraktekkannya.
6) Hipnosis.
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini
mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama
dalam situasi sulit.
2.2.6 Pengkajian Skala Nyeri
Pengkajian nyeri menurut Andarmayo (2013) yaitu :
a. Numeric Rating Scale
Lebih digunakan sebagai pengganti alat pengganti dan pendeskripsi kata.
Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
penting efektif digunakan saat menkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intevensi terapeutik.
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : Secara objektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik

4-6 : Nyeri sedang

: Secara objektof klien mendesis,


menyeringai, dapat menunjukan
lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik

7-9 : Nyeri berat : Secara objektif terkadang klien


tidak dapat mengikuti perintah, tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukan
lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat : klien sudah tidak
mampulagi, berkomunikasi, memukul.

b. Skala analog visual


Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala
ini memberikan klien kebebasan penuh
mengidentifikasi keparahan nyeri. Salah satunya alat ukurnya adalah skala
wajah yang dibuat oleh Wong DL, Baker.

f. PATOFISIOLOGI NYERI SECARA POST OP


Nyeri post operasi merupakan dikelompokkan sebagai nyeri akut yang
dihubungkan dengan respon otonom, metabolik – endokrin, fisiologi dan perilaku.
Cidera jaringan tubuh pada pembedahan akan meningkatkan pelepasan substansi
kimia yang dapat menstimulasi resepetor nyeri seperti histamin, prostaglandin,
bradikinin dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri dan menjadi
sumber stres bagi tubuh. Substansi kimia ini mengakibatkan tubuh melakukan
perlawanan dengan mengaktivasi sistem saraf simpatis untuk membuat
serangkaian perubahan pada tubuh. Mekanisme penghentian respon stres dapat
diperoleh dengan tehnik relaksasi. Respon relaksasi adalah kebalikan dari respon
alarm dan respon tersebut mengembalikan tubuh pada keadaan seimbang.
(Tubagus Erwin Nurdiyansah, volume VI,nomor 1, april 2015).

g. PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP RESPON NYERI PADA KLIEN


POST OPERASI
1. Terapi musik
Terapi musik adalah penggunaan musik dan elemen musik (suara, irama,
melodi,harmoni) oleh seorang terapis musik terhadap klien atau kelompok
dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal,
belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau
mencapai berbagai tujuan terapi lainnya. Proses dirancang untuk memenuhi
kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial, maupun kognitif dalam upaya
pencegahan, rehabilitas.
Terapi musik bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperbaiki
fungsi individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasi dengan
orang lain agar dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang baik.
Terapi musik akan bermanfaat jika dijadikan sarana pencegahan jangka
panjang, misalnya: terapi musik pada masa kehamilan, kelahiran dan awal
kehidupan dapat mencegah terjadinya gangguan emosi dan perilaku
dikemudian hari (Djohan, 2011).
2. Respon Fisiologi Terapi musik
Terapi musik mengandalkan kekuatan tatanan suara (baik dalam bentuk
suara murni maupun musik dan lagu) untuk memberikan bantuan pada klien
dalam mengahadapi masalah, gangguan maupun penyakit yang di deritanya
(Djohan, 2011).
Dalam terapi musik, kerangka musik disediakan untuk dapat menemukan
tingkat psikologis yang mendalam, efek musik terhadap aspek fisik klien tidak
boleh diabaikan. Karena itu, sangat penting untuk memahami respon fisiologis
dan bagaimna musik dapat mempengaruhi tubuh manusia. Beberapa indikator
fisik dan fisiologis yang tidak dapat diabaikan adalah jantung, tekanan darah,
pernapasan, suhu kulit, gelombang otak.
Musik – musik stimulatif cenderung meningkatkan energi tubuh ,
menyebabkan tubuh berekasi, meningkatkan detak jantung, dan tekanan darah.
Sementara musik-musik sedatif atau relaksasi menurunkan detak jantung dan
tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum membuat
tenang .
Beberapa peneliti telah mencoba membuat rantai antara detak jantung,
tekanan darah, dan kecemasan, tetapi banyak alasan mengapa detak jantung
dan tekanan darah akan berubah pada setiap individu sehingga setiap lagu dan
spesifikasi tertentu tidak dapat digeneralisir. Selera dan rasa suka – tidak suka
seseorang terhadap musik tertentu juga menjadikan efeknya bervariasi
(Djohan, 2011).
3. Pengaruh Terapi musik pada klien yang post operasi
Terapi musik sebagai tehnik relaksasi yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik disesuaikan
dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumental dan slow musik.
(Tubagus Erwin Nurdiyansah, volume VI,nomor 1, april 2015)
Mendengarkan musik dapat mempengaruhi zat endorphins (substansi
sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri)
yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri di sistem saraf pusat,
sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, musik juga bekerja pada sistem
limbik yang akan dihantarkan pada sistem saraf yang mengatur kontraksi
otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi kontraksi otot.
Manfaat terapi musik pada periode pasca bedah yaitu meningkatkan
kenyamanan klien karena relaksasi mampu menurunkan spasme otot,
mengurangi kecemasan, dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Pada
keaddan rileks tubuh akan di stimulasi untuk memproduksi endorfin yang
bereaksi menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa tenang (Tubagus
Erwin Nurdiyansah, volume VI,nomor 1, april 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Balitbang kemenkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI

Eva Agustina, Fariani Syahrul. 2017. Pengaruh Prosedur Operasi Terhadap


Infeksi pada Klien Operasi Bersih Terkontaminasi. Fakultas kesehatan
masyarakat

Fitria Nita. 2011. Terapi Psikospiritual. Http: //arsipnitafitria.wordpress. diakses


17 Juli 2018

Grece Frida Rasubala, Lucky Tommy Kumaat, Mulyadi. 2017. Pengaruh


Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pada Klien Post
Operasi di RSUP Prof. Dr. D. Kandau dan RS TK III R. W. Mongisidi
Teling Manado. Jurnal Keperawatan Volume 5 no. 1 Februari 2017

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan
Kusuma Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan NANDA NIC NOC. Penerbit Mediaction

Mawei, Nikita Mayumi. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan


Intensitas Nyeri pada Klien Post Operasi Apendiktomi. Skripsi Manado:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sam Ratulangi
Moh. Alimansur, Agung Setiawan. 2013. Perbedaan Tingkat Kecemasan
Pada Klien Pre dan Post Operasi di Ruang Seruni RSUD Pare.
Jurnal ilmu kesehatan, Vol. 1 no. 2. Mei 2013

Solehati Tetti & Kokasih Cecep Eli. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi
Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai