Laporan Pendahuluan Ispa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

STASE KEPERAWATAN ANAK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Anak

Program Profesi Ners

Disusun Oleh :

Ade Tri Krismonika

4121017

PENDIDIKAN PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

TAHUN 2021
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak  diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernafasan
Saluran nafas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara
atmosfer dan kantong udara (alveolus). Saluran pernafasan terdiri dari (Sherwood,
2014):
1) Hidung (nasal)
2) Faring
3) Laring (kotak suara)
4) Plica vocalis
5) Epiglotis
6) Bronkus
7) Bronkiolus
8) Alveolus

Udara memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal yang luas.
Permukaan yang luas dan bergelombang ini berfungsi untuk menghangatkan,
melembabkan dan menyaring udara yang masuk. Sekret yang berasal dari sinus
paranasal dialirkan ke dalam faring oleh gerakan mukosilier epitel respiratorik
bersilia. Jaringan limfoid (adenoid) dapat menyebabkan obstruksi orifisium tuba
eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan bagian posterior nasofaring.

Epiglotis membentu melindungi laring saat proses menelan dengan


mengarahkan makanan ke arah esofagus. Kartilago aritenoid yang membantu
proses pembukaan dan penutupan glotis kurang jelas pada anak daripada orang
dewasa. Sebuah struktur berbentuk V dibentuk oleh pita suara. Di bawah pita
suara, dinding ruang subglotis menyempit ke arah krikoid yang merupakan bagian
dari trakea, pada anak usia kurang dari 3 tahun, cincin krikoid merupakan bagian
tersempit jalan nafas. Cincin tulang rawan melingkupi kurang lebih 320 derajat
jalan nafas berfungsi untuk menyangga trakea dan bronkus utama. Dinding
posterior trakea merupakan jaringan membran. Saluran respiratori yang berada di
bagian distal dari bronkus lobaris tidak lagi memiliki tulang rawan penyangga
(Carter dan Marshall, 2014).

Paru kanan memiliki tiga lobus (superior, media dan inferior), paru kiri
memiliki dua lobus (superior dan inferior). Paru memiliki kapasitas luar biasa
untuk tumbuh. Bayi cukup bulan memiliki kurang lebih 25 juta alveoli, orang
dewasa memilki 300 juta alveoli. Sebagian besar pertumbuhan alveoli tersebut
terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dan selesai pada usia 8 bulan ketika
volume paru bertambah sesuai pertumbuhan linear namun alveoli paru biasanya
tidak terbentuk (Carter dan Marshall, 2014).

b. Fisiologi Sistem Pernafasan


Fungsi utama respirasi adalah memperoleh oksigen untuk digunakan oleh
sel tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi oleh sel. Paru
memiliki peran utama dalam proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida
antara udara dan darah. Anatomi jalan nafas, mekanik otot pernafasan dan
kerangka costae, sifat alami alveolus kapiler, sirkulasi pulmonal, metabolisme
jaringan dan kontrol neuromuskular terhadap ventilasi merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertukaran gas. Udara memasuki paru saat tekanan di dalam
rongga thoraks lebih rendah dibandingkan tekanan atmosfer. Saat inspirasi,
tekanann negatif di dalam rongga thorax terjadi akibat kontraksi dan gerakan
diafragma ke arah bawah. Otot otot aksesori pernafasan tidak digunakan saat
seseorang bernafas tennag, namun digunakan saar olahraga atau dalam keadaan
sakit untuk memperbesar rongga toraks. Ekshalasi pada umumnya merupakan
suatu proses pasif tetapi pada ekshalasi aktif, otot-otot abdomen dan intercostal
internal ikut terlibat (Carter dan Marshall, 2014).
Resistensi jalan napas dipengaruhi oleh diameter dan panjang saluran
respiratori, viskositas gas daan sifat alami aliran udara. Saat bernafas tenang,
aliran udara di saluran respiratori kecil biasanya bersifat laminar dan resistensi
berbanding terbalik dengan pangkat empat dari diameter saluran pernafasan. Pada
frekuensi respiratori yang lebih tinggi aliran turbulen terutama di saluran
pernafasan besar, meningkatkan resistensi. Perubahan yang relatif kecil pada
diameter saluran respiratori dapat menyebabkan perubahan resistensi yang besar.
Volume gas yang ada di dalam paru disebut dengan residual fungsional (KRF).
Volume gas ini mempertahankan pertukaran oksigen selama ekshalasi. Daya
mengembang paru merupakan besaran yang menyatakan sejauh mana paru mudah
untuk dikembangkan. Kondisi-kondisi yang yang menurunkan daya mengembang
paru dapat menyebabkan penurunan KRF. Sebaliknya, KRF dapat meningkat
pada penyakit paru obstruktif akibat terperangkapnya gas di dalam paru. Selama
pernafasan tidak normal, volume paru biaanya berada di rentang tengah inflasi.
Volume residual (VR) adalah volume gas yang tersisa dalam paru di akhir
ekshalasi maksimal, sedangkan kapasitas paru total (KPT) adalah volume gas di
dalam paru di akhir inhalasi maksimal. Kapasitas vital adalah jumlah udara
maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru dan merupakan selisih antara KPT
dan VR (Carter dan Marshall, 2014).
Ventilasi alveolar didefinisikan sebagai pertukaran karbon dioksida antara
alveoli dan lingkungan eksternal. Pada kondisi normal, sekitar 30% udara
pernafasan mengisi jalan nafas yang tidak berfungsi dalam pertukaran udara
(ruang rugi anatomik). Mengingat ruang rugi anatomik relatif konstan,
peningkatan volume tidal dalam meningkatkan efiisiensi ventilasi. Sebaliknya,
jika volume tidal berkurang, rasio ruang rugi per volume tidal meningkat,
sehingga ventilasi alveolar akan menurun. Pertukaran gas tergantung pada
ventilasi alveolar, aliran darah kapiler paru dan difusi melalui membran alveolar
kapiler. Pertukaran karbon dioksida ditentukan oleh ventilasi alveolar, sedangkan
pertukaran oksigen terutama ditentukan oleh kesesuaian ventilasi dengan aliran
darah paru (Carter dan Marshall, 2014).

3. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya
antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella,
dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri
stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk
dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke
musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan.
Factor Pencetus ISPA
a. Usia Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua
karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
b. Status Imunisasi Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik  dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
c. Lingkungan Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-
kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada
anak.
Faktor Pendukung Penyebab ISPA

a. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong
peningkatan  jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit
ISPA dan Pneumonia pada Balita.
b. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi
Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang
masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit
ISPA.
c. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku
bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan
penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
e. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit
ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit
maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin.

4. Patofisiologis
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1) Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3) Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada
di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas
SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A.
Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak.
Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada
pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi
pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara
nafas.
5. Komplikasi
1) Penemonia
2) Bronchitis
3) Sinusitis
4) Laryngitis
5) Kejang deman

SPA (saluran pernafasan akut ) sebenarnya merupakan self limited disease yang
sembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjaidi infasi kuman lain, tetapi  penyakit
ispa  penyakit ispa yang tidak yang tidak mendapatkan pengibatan mendapatkan
pengibatan dan perawatan dan perawatan yang baik dapat yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti : sinusitis paranosal, penutupan tuba eustachii,
laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan brhoncopneumonia dan berlanjut pada kematian
karna adanya sepsis yang meluas.

6. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut :
a. Batuk
b. Nafas cepat
c. Bersin
d. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
e. Nyeri kepala
f. Demam ringan
g. Tidak enak badan
h. Hidung tersumbat
i. Kadang-kadang sakit saat menelan

Tanda-tanda bahaya klinis ISPA:

a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau
hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardi ycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, terangsang, sakit kepala,
kepala,  bingung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat berkeringat banyak

7. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA
oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan
cairan pleura.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
 Kultur : Kultur tenggorok tenggorok dapat dilakukan dilakukan untuk
mengidentifikasi mengidentifikasi organisme organisme yang menyebabkan
faringitis.
 Biopsi : Prosedur Prosedur biopsi mencakup mencakup tindakan tindakan
mengeksisi mengeksisi sejumlah sejumlah kecil  jaringan  jaringan tubuh,
dilakukan dilakukan untuk memungkinkan memungkinkan pemeriksaan
pemeriksaan sel-sel sel-sel dari faring, faring, laring, dan rongga hidung.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberianmultivitamin dll.
b. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
 Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2019).
 Jenis kelamin : Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak  perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark  (Anggana Rafika, 2019).
 Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang,  jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik
secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2019)
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
 Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti
yang dialaminya sekarang)
 Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien)
 Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
c. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
1) Inspeksi :
a) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema
c) Tampak batuk tidak produktif 
d) Tidak ada jaringan parut pada leher
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung.
2) Palpasi
a) Adanya demam
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3) Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2. Pathway

3. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
d. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
4. Intervensi
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap
keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
 Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
 Antipiretika Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan selanjutnya
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses
konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal
dan tidak akan menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
 Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
 Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
 Tidak menunjukkan tanda malnutrisi\
Intervensi:

a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.


b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan
klien.

Rasionalisasi:

a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan


evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan
menyenangkan. d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik 
d. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal.
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0  –  10 ), faktor yang
memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia,
asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat d. Kolaborasi: berikan obat
sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:

a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu


hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat
pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk
mengurangi nyeri
4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya
infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan
penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:

a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius


b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O ₂ dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur
dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik  karena risiko tinggi.

C. Daftar Pustaka
Meadow,Sir Roy dan Simen.2017. Lectus Notes : Pediatrika. Jakarta: PT.Gelora Aksara
Pratama
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Suriadi,Yuliani R,2019,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-
2002,Philadelpia,USA Departemen Kesehatan RI, 2002.
Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan  Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990).
Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai