Makalah PPOK (Kelompok 9) FIX
Makalah PPOK (Kelompok 9) FIX
Makalah PPOK (Kelompok 9) FIX
Disiusun oleh :
1. Rinaldi (P00320119043)
2. Jeri (P00320119052)
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologic, komplikasi, dan manifestasi klinis penyakit PPOK
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep PPOK
1. Definisi PPOK
Menurut Djojodibroto (2014) istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan
untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa
terhambatnya arus udara pernapasan. Masalah yang menyebabkan
terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan
maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah
bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada
parenkim). Sedangkan menurut Padila (2012) Penyakit Paru Obstruktif
Menahun/Kronik merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk kesatuan
PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema dan asma bronkial. Jadi dapat
disimpulkan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kelompok
penyakit yang bisa disebabkan oleh asma bronkial, emfisema atau bronkitis
kronis yang ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai patofisiologi utamanya. 7
2. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014):
1. Asma: Jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan
yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran nafas yang
menimblkan sesak atau sulit bernafas, selain sesak nafas penderita juga
mengalami nyeri dada, batuk batuk dan juga nyeri
2. Bronkitis kronik: Peradangan yang terjadi pada saluran udara atau saluran
bronkus, serangan bronchitis yang terjadi berulang kali dan berlanjut lebih
dari beberapa minggu dapat bias mengidentifikasikan terjadinya brinkitis
kronik
3. Emfisema: Penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau Alveolus
pada paru-paru, seiring waktu kerusakan kantong udara semakin parah
sehingga sehingga membentuk kantong besar dari beberapa kantong kecil
yang pecah.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah:
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walaupun tidak merokok.
Menurut Kemenkes (2008) faktor resiko penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan yang mempengaruhi
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompk tertentu.
Faktor resiko tersenut meliputi:
a. Faktor penjamu (host)
Faktor penjamu yang utama adalah genetik, hiper responsif jalan napas
dan pertumbuhan paru. Dalam kasus yang jarang terjadi, faktor genetik
dapat menyebabkan orang yang tidak pernah merokok memiliki resiko
terkena PPOK., seperti kelainan genetik yang menyebabkan kekurangan
α1-antitrypsin (AAT) . Defisiensi AAT adalah satu-satunya faktor resiko
genetik PPOK yang ada, kemungkinan beberapa gen merupakan faktor
risiko tambahan, para peneliti belum dapat membuktikan hal ini (Samiadi,
2017). Menurut American Lung Assosiation sejumlah kecil orang memiliki
bentuk PPOK langka yang disebut emfisema terkait hiper-1, bentuk PPOK
ini disebabkan oleh kondisi genetik (warisan) yang mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk menghasilkan protein (Alpha-1) yang melindungi
paru-paru (Association, 2017). Faktor resiko lainnya dapat terjadi jika
anggota keluarga memiliki riwayat mengidap penyakit PPOK sebelumnya,
hal ini akan 9 menimbulkan resiko lebih tinggi terkena penyakit PPOK
pada anggota keluarga yang lainnya (Kemenkes, 2018).
b. Faktor Perilaku (Kebiasaan)
Faktor perilaku atau kebiasaan adalah faktor yang paling riskan
penyebab penyakit PPOK. Faktor risiko utama PPOK adalah merokok,
merokok menjadi penyebab sampai 90% kematian PPOK di dunia menurut
American Lung Association (ALA). Para perokok kira-kira 13 kali lebih
mungkin untuk mengalami kematian akibat penyakit PPOK daripada
mereka yang tidak pernah merokok, paparan jangka panjang terhadap asap
tembakau sangatlah berbahaya.
Semakin lama tahun dan semakin banyak bungkus rokok yang
dihisap, maka semakin besar pula risiko terkena penyakit PPOK. Perokok
batang dan perokok cerutu semuanya sama berisikonya, paparan terhadap
asap rokok pasif (secondhand smoke) juga meningkatkan risiko terkena
PPOK. Asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif pasif mengandung baik
asap dari tembakau yang terbakar dan asap yang dihembuskan perokok
(Samiadi, 2017). Ketika rokok terbakar, ia menciptakan lebih dari 7.000
bahan kimia, banyak yang berbahaya. Racun dalam asap rokok
melemahkan pertahanan paru-paru terhadap infeksi, sehingga saluran udara
menjadi sempit, racunnya juga menyebabkan pembengkakan di saluran
udara dan menghancurkan kantung udara (Association, 2017).
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus
dan obstruksi jalan napas kronik, perokok pasif juga menyumbang terhadap
symptom saluran 10 napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-
paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya (Oemiati, 2013).
c. Faktor Lingkungan (Polusi Udara)
Polutan dalam ruangan dan luar ruangan juga dapat menyebabkan
kondisi penyebab PPOK jika paparan bersifat intens atau berkepanjangan.
Polusi udara dalam ruangan meliputi partikulat dari asap bahan bakar padat
yang digunakan untuk memasak dan pemanasan contohnya termasuk
tungku kayu dengan ventilasi yang buruk, pembakaran biomassa atau
batubara, atau memasak dengan api. Paparan terhadap polusi lingkungan
dalam jumlah besar adalah faktor risiko yang lain, kualitas udara dalam
ruangan memainkan peran penting dalam perkembangan PPOK di negara-
negara berkembang.
Paparan jangka panjang terhadap debu, bahan kimia, dan gas
industri dapat mengiritasi dan mengakibatkan peradangan saluran napas
dan paru-paru, sehingga meningkatkan kemungkinan PPOK. Orang-orang
dengan profesi yang sering berhadapan dengan paparan debu dan uap
kimia, seperti penambang batu bara, pekerja biji-bijian, dan pembuat
cetakan logam, memiliki reiiko lebih besar untuk terkena penyakit ini. Satu
studi di American Journal of Epidemiology menemukan bahwa fraksi
PPOK yang dikaitkan dengan pekerjaan diperkirakan mencapai 19,2%
secara keseluruhan dan 31,1% di antara mereka yang tidak pernah merokok
(Samiadi, 2017). Hampir 3 miliar orang di seluruh dunia menggunakan
biomassa dan batu bara sebagai sumber utama energi untuk memasak,
pemanasan, dan kebutuhan rumah tangga. Banyaknya polusi udara dalam
11 ruangan bertanggung jawab untuk sebagian besar risiko PPOK daripada
merokok atau polusi udara luar (WHO, 2018).
d. Faktor Usia
PPOK paling sering dialami oleh orang yang berusia minimal 40 tahun
yang memiliki riwayat merokok. Insidensi ini meningkat seiring
bertambahnya usia(Samiadi, 2017). PPOK akan berkembang secara
perlahan selama bertahun-tahun, gejala penyakit umumnya muncul pada
pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun (Kemenkes, 2018).
4. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok Komponenkomponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat 12 pengempisan recoil paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil
pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.
(Grece & Borley, 2011)
5. Anatomi
a. Rongga Hidung (Cavum Nasal)
Anatomi sistem pernafasan pada manusia dimulai dari rongga hidung,
udara akan masuk melalui rongga hidung. Rongga hidung berlapis selaput
lendir, didalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudoifera). Berfungsi untuk menangkap benda
asing yang masuk, dan rambut pada hidung berfungsi untuk menyaring
partikel ktoran yang masuk ke saluran bersama udara(Suprapto, 2017)
partikel debu yang kasar akan disaring oleh rambut-rambut yang terdapat
di lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam
laipasn mukus. Gerakan silia (rambut) mendorong lapisan mukus ke
posterior didalam rongga hidung, dan superior didalam sistem pernapasan
bawah menuju ke faring (Wilson, 2014).
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung akan masuk ke faring, faring merupakan
percabangan 2 saluran yaitu saluran pernafasan (nasofaring) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
Fungsinnya yaitu untuk menyediakan saluran bagi udara yang keluar
masuk dan juga sebagai jalan makanan ke saluran pencernaan(Suprapto,
2017) 13
c. Pangkal Tenggorokan (Laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan, laring
berada diantara orofaring dan trakea didepan lariofaring. Laring diselaputi
oleh membran mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup
tebal sehingga kuat untuk menaan getaran-getaran suara pada
laring(Suprapto, 2017). Pada bagian laring terdapat pita suara, ruang
berbentuk segitiga di antara pita suara (glotis) bermuara ke trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Pada waktu
menelan gerakan laring ke atas, glotis akan menutup dan fungsi seperti
pintu dari epligotis berperan untuk mengarahkan makanan dan cariran
masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk
melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan menghalau benda
dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah (Wilson, 2014).
d. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (thorak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan. Batang tenggorokan (trakea) terletak di sebelah depan
kerongkongan(Suprapto, 2017). Trakean disokong oleh cincin tulang
rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5
cm (5 inci), trakea bercabang menjadi 2 yang disebut bronkus (Wilson,
2014). 14
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea
yaitu hanya tulang rawan, bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen
dengan sempurna. Bronkus bencabang-cabang lagi menjadi brokiolus yang
menuju ke paru-paru(Suprapto, 2017). Cabang utama bronkus kanan dan
kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus
segmentalis, percabangan ini berjalan terus menjadi ukuran yang lebih
kecil disebut bronkiolus terminalis yang akan menyalurkan udara menuju
paru-paru (Wilson, 2014).
f. Bronkiolus Bronkiolus
Merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya
lebih tipis. Bronkiolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus
yang membawa udara menuju ke alveolus untuk pertukaran gas (Suprapto,
2017).
g. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru merupakan organ utama sistem pernapasan yang berada
di dalam rongga dada, terdiri atas paru kanan dan paru kiri. Paru-paru
dibungkus kantung yang dibentuk oleh pleura parientalis dan pleura
viseralis. Di antara paru-paru kanan dan paru-paru kiri terdapat
mediastinum yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah
vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Kedua paru sangat lunak dan elastis, mampu 15
mengembang dan mengempis secara bergantian, dikerenakan adanya
serat-serat jaringan ikat elastis dan tegangan permukaan alveolus. Masing-
masing paru memiliki apeks yang tumpul menjorok ke atas, masuk ke
leher kira-kira 2,5 cm diatas klavikula (Syaifuddin, 2016). Paru-paru
terletak didalam didalam rongga dada bagian atas, dibagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paruparu
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus (Suprapto, 2017). Anatomi paru-paru
dimulai dari bronkus yang memiliki 2 cabang utama bronkus segmentalis
dan bronkus lobaris yang percabangannya berjalan terus menjadi ukuran
semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran
udara terkecil pada paru yang menghantarkan udara menuju alveoli
(tempat pertukaran gas). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru
(Alveolus) (Wilson, 2014).
h. Alveolus
Alveolus adalah bagian dari anatomi paru merupakan kelompok terkecil
yang disebut kantong alveolar di ujung bronkiolus. Setiap alveoli adalah
rongga berbentuk cekung yang dikelilingi oleh banyak kapiler kecil,
fungsinya sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Alveoli
kemudian menyerap oksigen dari udara yang dibawa oleh 16 bronkiolus
dan mengalirkannya ke dalam darah. Setelah itu, karbon dioksida yang
merupakan produk limbah dari sel-sel tubuh mengalir dari darah ke alveoli
untuk dihembuskan keluar. Pertukaran gas ini terjadi melalui dinding
alveoli dan kapiler yang sangat tipis (Andini, 2018). Alveolus pada
hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan
kapiler dan hanya mempunyai satu lapis sel yang diameternya kecil
dibandingkan dengan diameter sel darah merah, fungsi utama dari alveolus
adalah untuk pertukaran gas. Pertukaran gas ini terjadi melalui dinding
alveoli dan kapiler yang sangat tipis, dalam setiap paru terdapat sekitar
300 juta alveolus (Wilson, 2014). Dinding alveolus sangat tipis setebal
selapis sel, lembab, berdekatan dengan kapiler-kapiler darah. Pada bagian
alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel
darah, sedangkan pertukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas
terjadi(Suprapto, 2017).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejalagejala yang
merupakan ciri dari PPOK yaitu: malfungsi kronis pada sistem pernafasan
yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk- batuk dan produksi dahak
khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek sedang yang berkembang
menjadi nafas pendek akut
7. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:
a. Pemberian obat obatan
1) Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik
2) Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid
positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau
sistemik
3) Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola
kuman setempat.
4) Mukolitik Tidak diberikan secara rutin.
Hanya digunakan sebagai 19 pengobatan simptomatik bila tedapat dahak
yang lengket dan kental.
5) Antitusif Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.
b. Pengobatan penunjang
1. Rehabilitasi
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
c) Latihan fisik dan respirasi
d) Nutrisi
2. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka
panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat
menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan
jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki
kualiti hidup
3. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat.
Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah
sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
4. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi
paru (masih dalam proses penelitian di negara maju)
5. Vaksinasi influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi
influensa diberikan pada:
a) Usia diatas 60 tahun
b) PPOK sedang dan berat
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1. Radiologi (foto toraks)
2. Spirometri
3. Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah
terjadi hipoksia kronik)
4. Analisa gas darah
5. Mikrobiologi sputum diperlukan untuk pemilihan antibiotic bila terjadi
eksaserbasi.
9. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut irman soemantri,
(2009) :
1. Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai pa02
<55Mmhg.dengan nilai saurasi oksigen ,85% pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood penurunan konsentrasi dan menjadi pelupa.
Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat peningkatan nilai paCO2 (Hipercapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizznes, takipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus
dan rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa
4. Gagal Jantung
Teutama kor pulmunal (Gagal jantung kanan akibat penyakit paru).
Harus di obserfasi terutama pada klien dispnea berat. Komplikasi ini
seringkali berhubungan dengan bronchitis kronis tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami ini.
5. Kardia Disritmia
Timbul karena hipoksemia penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayr yang berhubungan asma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensian mengancam kehidupan, dan
seringkali tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan 2.2
Konsep Bersihan Jalan nafas
B. Definisi
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan keadaan yang dimana
individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013).
Pengertian lainnya juga menyebutkan bahwa bersihan jalan napas tidak efektif
merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas agar tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).
Jadi, bersihan jalan napas tidak efektif pada PPOK adalah suatu masalah
keperawatan yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan batuk secara
efektif atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap
paten pada pasien yang mengalami perdangan parenkim paru.
C. Penyebab
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari bersihan jalan
napas tidak efektif antara lain:
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuscular
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hyperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi dan respon alergi
9) Efek agen farmakolog
D. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik bersihan jalan napas tidak efektif menurut Nurjannah
(2015):
1. Dispneu, Penurunan suara nafas
2. Orthopneu
3. Cyanosis
4. Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
5. Kesulitan berbicara 6. Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
7. Mata melebar
8. Produksi sputum
9. Gelisah
10. Perubahan frekuensi dan irama nafas
E. Faktor yang berhubungan
Faktor yang berhubungan dengan bersihan jalan napas tidak efektif menurut
Heather, Shigemi (2018) :
a) Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
b) Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus,
alergi jalan nafas, asma.
c) Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas
F. Konsep Fisioterapi Dada
1. Definisi Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat
berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun
kronis. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan
pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan
restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif
karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat
ventilasi mekanik.
Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang
terdiri atas perkusi dan vibrasi, postural drainase, latihan pernapasan/napas
dalam, dan batuk yang efektif. (Brunner & Suddarth, 2002: 647). Tujuan:
untuk membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.
2. Tujuan Fisioterapi Dada (FTD)
Tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah:
1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan\
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan
aliran sekret
4. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
5. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen
yang cukup
6. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan. Fisioterapi dada ini
dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru
obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan
neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim
paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik.
Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi,
dan vibrasi.
Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti
kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif,
sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah
tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan
kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.
2. Konsep Fisiologis Fisioterapi Dada.
1) Clapping/ Perkusi Dada
a. Pengertian
Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan ringan
pada dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang dibentuk
seperti mangkuk, tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah
atas menuju kebawah.Selalu perhatikan ekspresi wajah klien untuk
mengkaji kemungkinan nyeri. Setiap lokasi dilakukan perkusi selama 1-2
menit.
b. Tujuan
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau
melonggarkan secret yang tertahan.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural
drainase,jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah
indikasi perkusi.
2) Vibrasi
a. Pengertian
Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan
yang diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase ekshalasi
pernapasan.Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan
turbulensi udara ekspirasi sehingga dapat melepaskan mucus kental yang
melekat pada bronkus dan bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan
secara bergantian
b. Tujuan
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan
bergantian dengan perkusi.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi Kontra indikasinya adalah patah
tulang dan hemoptisis yang tidak diobati.
3) Postural Drainase
Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai segmen paru
dengan bantuan gravitasi. Postural drainase menggunakan posisi khusus
yang memungkinkan gaya gravitasi membantu mengeluarkan sekresi
bronkial. Sekresi mengalir dari bronkiolus yang terkena ke bronki dan
trakea lalu membuangnya dengan membatukkan dan pengisapan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA
B. RIWAYAT KELUARGA
Status Imunisasi K
N Nama J Hubungan Umur Pendidikan Pekerjaa BC Polio DPT Hepatitis Campa e
o K dg KK n G k t
Ibu rumah
2 ny. p P Anak 43 Sd tangga
4 an. s Cucu 3 - -
L
2. Genogram :
X X X X
Keterangan :
: perempuan
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : tidak bekerja
Alamat pekerjaan :-
Berapa jarak dari rumah :-
Alat transportasi :-
Pekerjaan sebelumnya :-
Sumber pendapatan & Kecukupan :-
terhadap Kebutuhan :-
E. RIWAYAT REKREASI
Hobby / Minat : Menonton TV
Keanggotaan Organisasi : Tidak ada
Liburan Perjalanan : Tidak ada
Keluarga dan lansia mengatakan hanya berkurang yaitu suami lansia karena
sudah meninggal.
G. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola Komunikasi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Lansia sudah memasuki masa manoupouse dan sudah tidak memiliki suami.
5. Fungsi Ekonomi
fungsi ekonomi dipenuhi oleh menantu yang bekerja sebagai petani dan dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tercukupi.
I. STRESS DAN KOPING KELUARGA
1. Stressor Jangka Pendek
Anggota keluaraga mengadapi masalah dengan secara sehat atau kepala dingin.
6. Harapan Keluarga Terhadap Petugas Kesehatan Yang Ada
Keluarga berharap dengan adanya petugas kesehatan dapat membantu
meningkatkan kesehatan keluarga terutama pada lansia
J. SISTEM PENDUKUNG
Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterapi : bidan
Jarak dari rumah : 7 km
Rumah Sakit : 1 Km
Klinik : 1 Km
Pelayanan Kesehatan dirumah : baik
Makanan yang dihantarkan : nasi
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : lansia masih bisa berkativitas
Lain-lain
K. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual :-
Yang Lainnya :-
L. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama : tidak ada
setahun yang lalu
Status kesehatan umum selama 5 : tidak ada
tahun yang lalu
OBAT-OBATAN :
N Nama Obat Dosis Keterangan
o
.
- - -
2. Mata
Kebersihan : kurang bersih
Bawah mata : sembab dan
berwarna gelap
3. Hidung
Kesimetrisan : simetris
Kebersihan : bersih
Pernapasan cuping hidung : tidak
ada
4. Telinga
Kesimetrisan : simetris kiri dan
kanan
Kebersihan : bersih
Fungsi pendengaran : sudah mulai
pekak
5. Mulut
Bibir : mukosa bibir kering
Keadaan gigi : warna kuning, ada
caries/ karang gigi
Lidah : tidak ada lesi , keadaan
bersih
6. Ekstremitas
-Atas :
Kebersihan : bersih
Warna kulit : sawo matang
Turgor kulit : tidak elastis
Kondisi kulit : kering
Lanugo : ada
Kuku tangan : bersih
-Bawah :
Kebersihan : bersih
Turgor kulit : tidak elastis
Kondisi kilit : kering
Edema : tidak ada
Kuku kaki : bersih
Nyeri tekan : ada nyeri tekan (kaki
kanan di bagian lutut )
7. Abdomen
Kebersihan : bersih
Bising usus : 25x/ menit
Nyeri tekan : tidak ada
8. Payudara
Tidak terkaji
9. Genetalia
Tidak terkaji
K. STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL
SKORE KRITERIA
Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
A kamar kecil, berpakaian dan mandi
SKORE
+ - No. PERTANYAAN JAWABAN
1. Tanggal berapa hari ini ? Lansia lupa tanggal
hari ini
2. Hari apa sekarang ini ? Rabu
3. Apa nama tempat ini ? Rumah saya
4. Berapa nomor telpon Anda ? Lansia tidak
mempunyai notelp.
Kesambe baru
4.a. Dimana alamat Anda ?
(tanyakan bila tidak memiliki telpon)
5. Berapa umur Anda ? 62 tahun
6. Kapan Anda lahir ? Tahun 1959
7. Siapa Presiden Indonesia sekarang ? Jokowi
8. Siapa Presiden sebelumnya ? Jokowi
9. Siapa nama kecil ibu Anda ? Marwah
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 10-3= 7
dari setiap angka baru, semua secara
menurun ?
Jumlah Kesalahan Total 1
KETERANGAN :
1. Kesalahan 0 – 2 Fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3 – 4 Kerusakan intelektual Ringan
3. Kesalahan 5 – 7 Kerusakan intelektual Sedang
4. Kesalahan 8 – 10 Kerusakan intelektual Berat
Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 (satu) kesalahan bila subyek hanya
berpendidikan SD
Bisa dimaklumi bila kurang dari 1 (satu) kesalahan bila subyek mempunyai
pendidikan lebih dari SD
Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 (satu) kesalahan untuk subyek kulit hitam,
dengan menggunakan kriteria pendidikan yang lama.
Dari Pfeiffer E (1975)
REGISTRASI
3 Nama 3 Obyek (1 detik untuk mengatakan masing-
3 masing) tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah
mengatakan. Beri 1 point untuk tiap jawaban yang
benar, kemudian ulangi sampai ia mempelajari ke 3
nya jumlahkan percobaan & catat. Percobaan : bantal,
kursi, tv
PERHATIAN & KALKULASI
2 Seri 7's ( 1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban,
5 berganti eja kata ke belakang) ( 7 kata dipilih eja dari
belakang)
MENGINGAT
3 3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point
untuk tiap kebenaran.
BAHASA
8 Nama pensil & melihat (2 point)
9 Mengulang hal berikut tak ada jika ( dan atau tetapi) 1
point
30 23 Nilai Total
KETERANGAN :
SKORE URAIAN
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih
B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia & sesuatu tidak dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa & memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis / kecil hati tentang masa depan
C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal
D KETIDAK PUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas
E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat beuruk / tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah
I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat berkerja ± sebaik-baiknya
L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya
M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
KETERANGAN :
PENILAIAN
0-4 Depresi Tidak Ada / Minimal
5–7 Depresi Ringan
8 - 15 Depresi Sedang
16 + Depresi Berat
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining Singkat Yang dapat digunakan untuk
mengkaji Fungsi Sosial lansia
Selalu : Skore 2
Kadang-kadang : Skore 1
Hampir Tidak Pernah : Skore 0
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga,
atau komunitas terhadap suatu masalah kesehatan aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi untuk mencapai hasil
yang menjadi tanggung gugat perawat. Diagnosa keperawtan pada pasien dengan
Penyakti Paru Obstruksi Kronik meurut Doenges (2012) adalah : Bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan bronkopasma, peningkatan produksi
sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
2.4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu proses Intervensi keperawatan adalah
suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal
tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan,
siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
Intervensi keperawatan mencakup :
1.Perawat Langsung
Yaitu penanganan yang dilaksanakan setelah berinteraksi dengan klien.
Misal klien menerima intervensi langsung berupa obat, pemasangan infus
intravena, dan konseling saat berduka.
2. Perawatan Tidak Langsung
Yaitu penanganan yang dilakukan tanpa adanya klien, namun tetap
respresentif untuk klien. Misal pengaturan lingkungan klien (Deden, 2012)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan, tirah baring atau imobilitas,
kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
imobilitas, gaya hidup monoton
2.4.6 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Deden, 2012). Menurut
Rosyidin (2013) fisioterapi dada meliputi beberapa rangkaian yaitu dengan
postural drainase (membaringkan klien dalam posisi yang sesuai dengan segmen
paru yang tersumbat) bertujuan untuk membantu mengalirkan pengeluaran
sekresi dengan cara memposisikan klien berlawanan dengan letak segmen paru
yang ada sumbatannya selama 5 menit, perkusi dada (tepukan atau energi
mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru) bertujuan untuk
melepaskan atau melonggarkan sekret yang tertahan dengan cara menghimpitkan
3 jari kemudian ditepukkan ke segmen paru yang tersumbat dengan melakukan
fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara bergantian dengan cepat selama 2
menit, vibrasi (melakukan kompresi dada menggetarkan sekret ke jalan nafas)
dilakukan bersamaan dengan batuk efektif bertujuan untuk mendorong agar
sekret mudah keluar dengan cara menginstruksikan klien untuk bernafas dalam
dengan lambat melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut dengan bibir
membentuk huruf ‘o’ kemudian di getarkan dengan cepat (getaran tersebut dapat
membantu paru-paru melepaskan mukus hal ini dilakukan selama 5 kali berakhir
dengan batuk efektif dengan cara melakukan nafas dalam sebanyak 3 kali
kemudian menahan nafas 3 hitungan kemudian dibatukkan (Fitria dkk, 2017).
2.4.8 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawtan, rencana keperawatan
dan implementainya. Meskipun tahap evaluasi diletakan pada akhir proses
keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan
apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2008).
Berdasarkan tindakan fisioterapi dada yang telah dilakukan untuk meningkatkan
bersihan jalan nafas pada dengan hasil frekuensi pernafasan (RR: 28 x/menit),
irama pernafasan (reguler), mampu mengeluarkan sputum, batuk berkurang, dan
masih terdapat suara nafas tambahan yaitu ronki sehingga masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian. Sedangkan pada hasil
frekuensi pernafasan (RR: 26 x/menit), irama pernafasan (reguler), mampu
mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas (vesikuler), batuk jarang, sehingga
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas sudah teratasi. Kemudian klien
dianjurkan untuk membatasi aktivitas supaya tidak terlalu kelelahan dan sering
meminum air putih hangat agar dahak tetap encer sehingga mudah keluar.
BAB 1V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga
Tn.s dengan Salah satu Anggota Keluarga Ny.m Menderita Gastritis di Desa
Teladan Tahun 2021, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:Hasil pengkajian didapatkan kesamaan data dari kasus yang diangkat
dengan teori yang ada, dimana keluarga Tn. S khususnya Ny.m sedang mengalami
nyeri uluhati, mual dan muntah, skala nyeri 5, dan ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah adalah bahwa belum mengetahui tentang pengertian Gastritis,
etiologi dan tanda atau gejala Gastritis.
Diagnosa yang muncul pada kasus sebanyak 2 diagnosa keperawatan
dengan diagnosa utamanya adalah Nyeri akut pada keluarga Tn.S khususnya
Ny.m berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam mengenal masalah.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada keluarga Tn.s khususnya Ny.m berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Intervensi keperawatan yang direncanakan tergantung pada masalah keperawatan
yang ditemukan. Intervensi yang dilakukan dirumuskan berdasarkan diagnosa
yang telah ditetapkan dan berdasarkan 5 tugas khusus keluarga yaitu mengenal
masalah, memutuskan tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit,
memodifikasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
3.2 SARAN
Berusaha dan selalu bekerja sama akan membawa kita menuju
keberhasilan dalam menyelesaikan masalah dan mengerjakan tgas dan
menyelesaikan tugas dengan penuh tanggung jawab akan membuat kita menjadi
semakin dewasa dan mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Fajriah, S. N. (2014). Pengaruh Respiratory Muscle Stretch Gymnastics (RMSG)
Terhadap Peningkatan Mobilitas Dinding Dada Pada Penderita Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK).http://eprints.ums.ac.id/30810, (diakses 6 Mei 2015).
Gillum, R.F., & Mehari, A. (2015). Chronic obstructive pulmonary disease in
African- and European-American women: morbidity, mortality and health care
utilizationintheUSA.http://informahealthcare.com/doi/abs/10.1586/17476348.2015
.1016502, (diakses 10 Mei 2015).
Zukhruf, T. (2014). Karya Tulis Ilmiah. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Tidak di Publikasikan. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.