Makalah Askep Kolitis - Kel.8 2B - KMB
Makalah Askep Kolitis - Kel.8 2B - KMB
Makalah Askep Kolitis - Kel.8 2B - KMB
Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK Keperawatan
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
serta tanpa kendala apapun.
Makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa Medis Kolitis” ini
kami buat untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah KMB I pada pasien gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi akibat patologis system pencernaan, khusunya pada penyakit
kolitis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suratun selaku dosen pembimbing tugas
makalah mata kuliah keperawatan medical bedah (KMB) dan kepada semua pihak yang
sudah turut membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas.
Kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................v
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB 2.........................................................................................................................................3
2.1.3 Etiologi.......................................................................................................................5
2.1.4 Patofisiologi...............................................................................................................7
2.1.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................12
2.2.1 Pengkajian................................................................................................................14
BAB 3.......................................................................................................................................22
iii
3.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................................25
BAB 4.......................................................................................................................................53
PENUTUP................................................................................................................................53
4.1 Simpulan..........................................................................................................................53
4.2 Saran................................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................54
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Tanda dan gejala umumnya timbul secara perlahan. Tidak seperti Crohn disease, yang
dapat mengenai semua bagian dari traktus gastro-intestinal, kolitis ulseratif seringnya
mengenai usus besar, dan dapat terlihat dengan colonoscopy. kolitis ulseratif merupakan
penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat
pada pasien yang terkena, dan ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan
remisinya gejala klinik (Basson, 2011). Peradangan kolon akut dapat disebabkan oleh
sejumlah agen infeksi yaitu virus, bakteri, atau parasit. Manisfestasi klinik infeksi ini
adalah demam, sakit kejang abdomen bagian bawah, dan diare yang dapat berdarah. Pada
kasus yang berat darah secara kasar dapat ditemukan dalam feses, dan gambaran klinik
dan sigmoidoskopi dapat menyerupai kolitis ulserativa akut.
Kolitis Ulseratif biasanya menyebabkan peradangan mukosa yang terus menerus dan
terbatas pada usus besar, kecuali pada sebagian kecil pasien di mana keterlibatan meluas
ke terminal ileum, yang disebut "Backwash Ileitis". Diare berdarah, sakit perut dan aliran
1
2
mukosa rektum dan darah adalah presentasi utama gejala Kolitis Ulseratif. Selain itu,
manifestasi ekstra-usus juga lazim di Kolitis Ulseratif yang paling umum adalah
reumatologis (ankylosing spondylitis, arthritis aksial), dermatologis (eritema nodosum,
pyoderma gangrenosum), dan oftalmologis (skleritis, episkleritis). (Erni Rahmi, 2020)
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang Askep
pasien dengan kolotis mengingat masih banyak orang awam yang tidak mengetahui akan
penyakit berbahaya ini, karena gejala yang di anggap biasa ternyata membawa dampak
yang berat bagi penderita.
Tujuan dari penyusunan makalah ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan Kolitis
Tujuan Khusus
Tugas utama kolon ialah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. absorpsi terhadap air dan elektrolit
terutama dilakukan di kolon sebelah kanan, yaitu di coecum dan kolon asenden, dan
sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. (Yanti Anggraini dan Hasian Leniwita, 2020)
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut atau
kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan. Kolitis dapat juga
disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang dikenal dengan kolitis iskemik.
Penyebab dapat diklarifikasi sebagai berikut:
3
4
Usus besar bagian usus buntu dan rectum. Fungsi utama dari organ ini adalah
menyerap air dari feses. Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending),
kolon melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rectum.
Sekum adalah kantung di awal usus besar. Area ini memungkinkan makanan lewat dari
usus halus ke usus besar. Kolon adalah tempat lunakan dan garam diserap dan
memanjang dari sekum ke rektum. Bagian terakhir dari usus besar adalah rektum, yang
mana kotoran (bahan limbah) disimpan sebelum meninggalkan tubuh melalui anus. Usus
besar atau kolon memiliki panjang 1 meter. Di antara intestinum tenue (usus halus) dan
intestinum (crissum) usus besar terdapat secum (usus buntu). Pada ujung sekum terdapat
tonjolan kecil yang terdapat appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel darah putih
yang berperan dalam imunitas.
1) Sekum
2) Kolon asenden
3) Kolon transversus
4) Kolon desenden
5) Sigmoid
6) Rectum
1. Proses pencernaan di dalam usus besar
Jika melihat proses pencernaan di dalam usus besar dapat dilihat zat-zat sisa didalam
usus besar ini didorong kebagian belakang dengan gerakan peristaltik. Zat-zat sisa ini
5
masih mengandung banyak air dan garam mineral yang diperlukan oleh tubuh. Air dan
garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu kolon ascendens.
Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1-4 hari. pada saat itu terjadi proses
pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri Escherichia coli, yang mampu
membentuk vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, zat sisa ini
terdorong sedikit demi sedikit kesaluran akhir dari pencernaan yaitu rectum dan akhirnya
keluar dengan proses defekasi melewati anus.
Zat-zat yang tidak diserap di usus halus selanjutnya akan masuk ke usus besar atau
kolon. Di usus besar ini terjadi penyerapan air dan pembusukan sisa-sisa makanan oleh
bakteri pembusuk. Pembusukan dilakukan oleh bakteri yang hidup di usus. Akhirnya sisa
makanan dikeluarkan dalam bentuk kotoran (feses) melalui anus. Pada usus besar
terdapat bagian yang disebut usus buntu. Pada manusia fungsi usus buntu tidak jelas.
Pada hewan-hewan pemakan tumbuhan, seperti kelinci dan marmot, usus buntu
membantu mencerna selulosa.
2.1.3 Etiologi
Etiologi persis dari CU (kolitis ulseratif) tetap sulit dipahami dan tampaknya bersifat
poligenik dan multifaktorial. Teori yang paling umum bahwa kolitis ulseratif disebabkan
oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem imun yang salah, penggunaan obat-obatan
anti inflamasi non-steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor stress,
pengaruh dari lingkungan.
Penyakit autoimun dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit
Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa lapisan dinding
kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis dapat disebabkan
Zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang merusak lapisan mukosa kolon,
dikenal dengan kolitis kemikal (Virly Nanda Muzellina,2020)
Faktor lingkungan berperan penting dalam manifestasi penyakit, dan juga prognosis
kolitis ulseratif. Yang lebih penting lagi, istimewanya CU (kolitis ulseratif) terjadi di
usus besar yang mengandung bakteri dengan kontribusi tertinggi. Apalagi komposisi dan
fungsi mikrobiota di kolitis ulseratif, dan pouchitis tidak normal. Hal ini menunjukkan
6
bukti adanya hubungan yang kuat antara mukosa microbiota dan pengembangan CD.
(Dina Aprillia,2008).
1. Faktor genetik
Hipotesis terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan seseorang
memperoleh kelainan pada respon imun humoral dan respon imun yang dimediasi
sel dan/atau respon imun secara umum yang direaktivasi oleh bakteri komensal dan
menyebabkan disregulasi respon imun pada mukosa sehingga mengakibatkan
inflamasi pada kolon.
Penyakit ini lebih sering di jumpai pada orang kulit putih dari pada orang kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat 3-6 kali lipat pada orang Yahudi
dibandingkan dengan orang non Yahudi.
2. Faktor Infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi.
Infeksi: Trichuris vulpis, Ancylostoma sp, Entamoeba histolytica, Balantidium coli,
Giardia spp, Trichomonas spp, Salmonella spp, Clostridium spp, Campylobacter
spp, Yersinia enterolitica, Escherichia coli, Prototheca, Histoplasma capsulatum,
dan Phycomycosis.
3. Faktor Imunologik
Reaksi imun yang membahayakan integritas barier epitel usus dapat
menyebabkan kolitis ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang sifatnya
melawan sel epitel usus mungkin terlibat. Adanya antibodi antineutrofil
sitoplasma/antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) dan antiSaccharomyces
cerevisiae antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri utama dari penyakit inflamasi usus.
Selain itu, abnormalitas yang terjadi pada sistem imun dianggap sedikit
berperan pada rendahnya insiden kolitis ulseratif pada pasien yang telah menjalani
operasi usus buntu sebelumnya. Pasien-pasien yang telah menjalani appendektomi
memiliki insidens yang rendah untuk terkena kolitis ulseratif. Pada 60-70% pasien
dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic
cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam pathogenesis
penyakit kolitis ulseratif, namun lebih cenderung menjadi HILA-DR4 positif
7
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri
yang mereduksi sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar pasien
dengan kolitis ulseratif, dan produksi sulfat pada lebih tinggi pada pasien kolitis
ulseratif 16 dibandingkan pasien-pasien lainnya. Ada hubungan terbalik antara
operasi apendiktomi dan penyakit koitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden
penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani
operasi apendiktomi pada dekade ke-3.
5. Etiologi Lainnya
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kolitis ulseratif, antara lain:
a) Vitamin A dan E, di mana keduanya merupakan antioksidan, memiliki kadar
yang rendah pada anak-anak dengan kolitis ulseratif eksaserbasi.
b) Stress psikologik dan stress psikososial berperan pada kolitis ulseratif dan dapat
mempresipitasi terjadinya eksaserbasi
c) Merokok biasanya tidak berhubungan dengan kolitis ulseratif. Hal ini
berkebalikan dengan penyakit Crohn
d) Konsumsi susu dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini
2.1.4 Patofisiologi
IBD adalah gangguan peradangan usus kronis tanpa etiologi yang tepat. Hipotesis
utama pada patogenesis IBD menyatakan bahwa itu tidak tepat dan respon inflamasi
yang terlalu agresif mikroba enterik dalam inang yang rentan secara genetik dengan
faktor lingkungan yang memicu timbulnya atau reaktivasi penyakit. Ada bukti aktivasi
imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain.
Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun yang mendukung adanya
infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD.
Hipotensi kedua adalah bahwa dietary antigen atau mikroba non pathogen yang
normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suuatu mekanisme
penghambat yang gagal pada tikus, defek genetic pada fungsi sel T atau produksi sitokin
menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal kolon. Hipotensi
ketiga bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel
intensinal. Pada teori ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen
lumenal, yang tetap dan diperkuat karena kesamaan antara antigen lumenal dan protein
tuan rumah. Hipotensi autonium ini meliputi pengrusakan sel-sel epithelial oleh
8
Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi mukosa kolon dari
gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan
pada kolitis maka sistem imunnya malah menyerang sel-sel dikolon sehingga
menyebabkan ulkus. Ulkus terjadi disepanjang permukaan dalam (mukosa) kolon atau
rectum yang menyebabkan darah keluar bersamaan dengan feses. Darah yang keluar
biasanya berwarna merah, karena darah ini tidak masuk dalam pencernaan tetapi darah
yang berasal dari pembuluh darah didaerah kolon yang rusak akibat ulkus, selain itu
ulkus yang lama kemudian akan menyebabkan peradangan menahan sehingga terbentuk
pula nanah (pus). Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon baik, pada sekum, kolon
asenden, kolon tranversum maupun kolon sigmoid.
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi,
sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita
tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan
pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada
rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama
atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak
sel darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah
tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita
buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Gejala kolitis ulseratif dapat berbeda pada tiap penderita, sesuai tingkat
keparahannya. Beberapa gejala yang sering muncul pada penyakit ini adalah:
Kadang gejala di atas dapat dirasakan lebih ringan atau bahkan tidak muncul sama
sekali selama beberapa minggu atau beberapa bulan. Kondisi ini disebut periode remisi.
Periode remisi kemudian dapat diikuti dengan munculnya kembali gejala, yang disebut
11
dengan periode relaps. Pada kasus yang parah, penderita dapat mengalami jantung
berdebar hingga sesak napas. (My Doctor, 2021).
1. Pemeriksaan darah untuk melihat kemungkinan anemia atau infeksi sebagai tanda
infeksi akibat kolitis ulseratif
2. Pemeriksaan sampel tinja untuk mendeteksi sel-sel darah putih pada tinja. Sampel
feses dilakukan untuk memeriksa apakah feses mengandung sel darah putih. Sel darah
putih pada feses termaasuk salah satu gejala kolitis ulseratif.
3. Rontgen atau CT scan
Jika terdapat kemungkinan komplikasi dan bisa menunjukan berat dan penyebaran
penyakit. Gambaran CT-scan paa kolitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal
secara simetris dan kalua terpotong secara cross-sectional maka terlihat gambar
target sign.
4. Kolonoskopi
Biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena adanya resiko
perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif penyakit.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk
meyakinkan tidak adanya kanker dan untuk melihat rongga usus besar dan dinding
bagian dalam usus. Pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk melihat seluruh usus
besar menggunakan tabung tipis, fleksibel, dan terang dengan kamera terpasang.
Selama prosedur, dokter dapat mengambil sampel kecil jaringan (biopsy) untuk
analisis laboratorium.
5. Sigmoidoskopi fleksibel
Prosedur pemeriksaan ini menggunakan tabung berbentuk ramping, lentur dan terang
untuk memeriksa rectum dan sigmoid, yaitu bagian terakhir dari usus besar.
12
6. Protosigmoi doskopi
Memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder
mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena
nekrosis dan ulkus terjadi pada 35% bagian ini.
7. Sitologi dan biopsy rectal
Membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat
dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
8. Enema barium
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada kelainan
pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka persiapan saluran
cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Periapan dilakukan selama 2 hari
berturut-turut dengan memakan makanan rendah serat atau rendah residu, tetapi
minum air putih yang banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan laksatif
peroral. Barium enema juga merupakan kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas
dugaan pasien dengan kolitis ulseratif.
9. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan penebalan dinding
usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa kolon
yang terlibat tampak menebal dan berstruktur hipoekhoik akibat dari edema. Usus
menjadi kaku, berkurangnya Gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat
ditemukan target sign atau pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-
sectional. Dengan USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi
penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus
tersebut.
10. Gambaran Endoskopi
Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon
secara difusi kontinu, dimulai dari rectum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data
dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif
adalah 80% pada rectum dan rectosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side kolitis),
dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis). (Dina Aprillia,2008).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan medis untuk penyakit crohn dan kolitis ulseratif ditujukan dalam upaya
mengurangi inflamasi, menekan respons imun yang tidak tepat, mengistirahatkan usus
13
yang sakit sehingga proses pemulihan dapat dimulai, meningkatkan kualitas kehidupan
dan mencegah atau meminimalkan komplikasi. (Yanti Anggraini dan Hasian Leniwita,
2020)
Obat – obatan sedatife dan anti diare atau antiperistaltik digunakan untuk mengurangi
peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Terapi ini
dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi feses pasien mendekati normal.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Masukan diet dan lunakan: lunakan oral, diet rendah residu-tinggi protein- tinggi
kalori, dan terapi suplemen vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi. Ketidak-seimbangan lunakan dan elektrolit yang dihubungkan dengan
dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya
makanan yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat menimbulkan diare pada
individu intoleran terhadap lactose. Selain itu makanan dingin dan merokok juga dapat
dihindari, karena keduanya dapat meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi parenteral total
dapat diberikan. (Brunner & Suddarth, 2002,).
14
Tanda:
Tanda:
Tanda:
Tanda
Tanda;
1. Potensial perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
adanya mual.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
1) Klien tidak mual
2) Nafsu makan klien membaik
3) Klien tidak merasa nyeri dibagian abdomen-nya
4) Berat badan klien bertambah
5) Pola eliminasi kembali normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Tingkat intake makanan melalui 1. Cara khusus untuk meningkatkan
- Mengurangi gangguan dari nafsu makan klien
lingkungan 2. Memberikan informasi tentang
- Jaga privasi klien kebutuhan diet atau keefektifan
- Jaga kebersihan lingkungan terapi
2. Timbang berat badan tiap hari 3. Meneangkan peristaltic dan
3. Anjurkan istirahat sebelum makan meningkatkan energi untuk
4. Batasi makanan yang dapat makan
menyebabkan kram abdomen, flatus 4. Mencegah serangan
(misalnya produk susu) akut/eksaserbasi gejala
5. Kolaborasi dengan tim gizi, untuk 5. Memungkinkan saluran usus
menambahkan diet sesuai indikasi. untuk mematikan Kembali proses
6. Berikan nutrisi parental total, terapi pencernaan, protein perlu untuk
IV sesuai indikasi penyembuhan intergitas jaringan
6. Programkan untuk
mengistirahatkan saluran GI,
sementara memberikan nutrisi
penting.
19
INTERVENSI RASIONAL
1. Atur posisi klien 1. Meningkatkan rasa nyaman
2. Berikan kompres panas lokal 2. Mengurangi rasa mulas dengan
3. Kurangi aktivitas vasodialitasi pembuluh darah
4. Observasi tingkat, lokasi, frekuensi, melancarkan peredaran darah
dan Tindakan penghilang rasa nyeri 3. Menurunkan kualitas skala nyeri
yang digunakan 4. Informasi memberikan data dasar
5. Berikan pilihan Tindakan nyaman untuk mengevaluasi kebutuhan
6. Dorong Teknik relaksasi, distraksi keefektifan intervensi
aktivitas hiburan 5. meningkatkan relaksasi dan
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik memampukan pasien untuk
memfokuskan perhatian dapat
meningkatkaan koping
6. Dapat membantu mengurangi
nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan klien untuk tirah baring 1. Menurunkan peristaltik usus
2. Batasi aktifitas 2. Membantu mengurangi kelebihan
3. Memfasilitasi aktifitas yang dapat 3. Dapat membantu pasien dalam
20
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi kepada klien 1. Meningkatkan pengetahuan
mengenai penyakitnya tentang penyakitnya
2. Ajarkan cara pencegahan dan 2. Mengurangi terjadinya penyakit
alternatif pengobatannya. serupa pada keluarganya
3. Konsul dengan dokter ahli gizi untuk 3. Membantu menentukan jenis diet
menentukan dietnya. yang sesuai untuk mempercepat
4. Melakukan edukasi kepada klien kesembuhan
mengenai proses penyakit, perawatan 4. Edukasi pada klien juga
penyakit, dan regimen serta jadwal bermanfaat dalam proses
terapinya perawatan, dengan adanya
5. Memberikan informasi yang tepat dan informasi klien akan mampu
akurat sesuai dengan kebutuhan klien mengidentifikasi masalahnya
6. Mengintrusikan kepada klien untuk sehingga memudahkan tenaga
bertanya kepada penyedia layanan kesehatan untuk menggali data
kesehatan pada klien.
21
22
23
Pasien mengatakan sebelum sakittidak pernah BAB lebih dari 5x/hari, setelah
sakit BAB lebih sering dan bentuk feses lunak dan terkadang bercamur dengan
darah.
Pasien juga mengatakan, tidak ada masalah pada pola BAK.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Pasien mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak semenjak sakit.
4) Kebersihan Diri
Pasien mengatakan tidak dapat mandi seperti saat sehat 2x/hari karena
keterbatasan aktivitas.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Kesadaran compos mentis, TD 100/80 mmHg, suhu 39▫C dan
pernafasan 20x/mnt, nadi 80x/mnt. Dengan TB pasien 160 cm, dan BB 55 Kg
dari 60 kg.
8. Data Fokus
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- RR; 20x/mnt
- Pasien tampak lesu
- Wajah pasien tampak
pucat
- Turgor kulit tampak
buruk
- Bibir pasien tampak
kering
2 Pukul 09.00 - Identifikasi pneyebab diare S; TTD
WIB (inflamasi - Pasien mengatakan
Gastrointestinal) fesesnya berbentuk
- Monitor warna, volume, setengah lunak dan
frekuensi, dan bercampur darah
konsistensi tinja - Pasien mengatakan
- Monitor jumlah sering BAB
pengeluaran diare O;
- Anjurkan makanan porsi - Terdapat bising usus
kecil dan sering 20x/menit
- Defekasi tampak lebih
dari 5x dalam 24 jam
- Konsistensi feses
setengah lunak
3 Pukul 09.30 - Monitor asupan dan S; TTD
WIB keluarnya makanan dan - Pasien mengatakan
lunakan serta kebutuhan merasa mual, makanan
kalori terasa pahit dan ingin
- Timbang BB muntah
- Pasien mengatakan tidak
selera makan
- Pasien mengatakan berat
badan turun 5 kg dalam 1
bulan terakhir
O;
- Pasien tampak lesu
35
- - Suhu; 38.7°C
- Pasien tampak berbaring
di tempat tidrunya.
1 Pukul 11.10 - Observasi TTV S; TTD
WIB - kolaborasikan pemberian - pasien mengatakan
lunakan dan elektolit suhu tubuh berkurang
intravena sedikit, tetapi masih
tidak nyaman untuk di
bawa tidur.
O;
- Suhu; 38.7°C
- Pasien tampak
berbaring di tempat
tidrunya.
- Pasien terpasang
lunakan IV
2 Pukul 11.30 - Kolaborasikan pemberian S; - TTD
obat pengeras feses.(mis. O;
atapulgit) - Pasien tampak
meminum obat
pengeras feses.
3 Pukul 11.55 - Ajarkan keterampilan S;
WIB koping untuk - Pasien mengatakan
penyelesaian masalah enggan untuk makan
perilaku makan karena mual
O;
- Paasien tampak
kooperatif
4 Pukul 13.00 - Berikan Teknik S; TTD
WIB nonfarmakologis untuk - Pasien mengatakan
mengurangi nyeri nyeri sedikit mereda
(kompres hangat) O;
- Fasilitasi istirahat dan - Pasien tampak lebih
tidur nyaman
- TD: 100/80 mmHg
37
- Nadi : 80 x/ menit
5 Pukul 13.30 - Sediakan lingkungan S;
nyaman dan rendah - Pasien mengatakan
stimulus sedikit lebih nyaman
- Anjurkan tirah baring apabila beraktivitas
- Anjurkan melakukan O;
aktivitas secara Pasien dapat beraktivitas
bertahap ringan
- Ajarkan koping untuk
mengurangi kelelahan
-
1 Kamis, 26 - Observasi TTV S; TTD
Agustus 2021 - Sediakan lingkungan - Pasien mengatakan suhu
Pukul 8.30 yang dingin tubuh nya sudah tidak
WIB - Longgarkan atau sepanas kemarin
lepaskan pakaian sehingga bisa untuk di
pasien bawa tidur
- Berikan lunakan O;
peroral - Suhu; 37°C
- anjurkan tirah baring - Pasien tampak lebih
nyaman
- Pasien tampak bisa tidur
lebih nyaman
2 Pukul 9.00 - Monitor warna, S; TTD
WIB volume, frekuensi, dan - Pasien mengatakan
konsistensi tinja fesesnya masih
- Monitor jumlah berbentuk setengah
pengeluaran diare lunak dan bercampur
- Anjurkan menghindari darah
makanan pembentuk - Pasien mengatakan
gas, pedas dan laktosa frekuensi BAB 5x
dalam 24 jam
O;
- Terdapat bising usus
38
19x/menit
- Defekasi tampak 5x
dalam 24 jam
- Konsistensi feses masih
setengah lunak
3 Pukul 9.20 - Monitor asupan dan S; TTD
WIB keluarnya makanan dan - Pasien mengatakan
lunakan serta kebutuhan nafsu makan sedikit
kalori meningkat
- Timbang BB O;
- Makanan yang di
habiskan 1/3 porsi
- BB; 55Kg
4 Pukul.10.00 - Jelaskan penyebab, S; TTD
WIb periode, pemicu nyeri - Pasien mengatakan
- Jelaskan strategi nyeri hanya sedikit
meredakan nyeri berkurang
- Ajarkan Teknik non O;
farmakologis untuk - Pasien tampak
mengurangi nyeri. kooperatif
5 Pukul 10.30 - Sediakan lingkungan S; TTD
WIB nyaman dan rendah - Pasien mengatakan
stimulus sudah dapat
- Kolaborasi dengan beraktivitas yang
ahli gizi untuk ringan
meningkatkan asupan O;
makanan - Pasien tampak sedikit
bisa beraktivitas
1 Pukul 11.00 - Observasi TTV S; -
WIB - Sediakan lingkungan O;
yang dingin - Pasien tampak bisa
- Anjurkan tirah baring beristirahat
- Suhu; 37°C
- Pasien tampak lebih
nyaman
39
- Pasien mengatakan
konsistensi feses
masih lembek tapi
tidak lunak.
O;
- Defekasi pasien
tampak masih 5x
dalam 24 jam
- Konsistensi feses
berbentuk lembek
- Masih terdapat darah
pada feses
A;
Masalah teratasi Sebagian,
intervensi dilanjutkan
P;
- Monitor warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
- Monitor jumlah
pengeluaran diare
- Ambil sampel feses
untuk kultur jika perlu
- Anjurkan menghindari
makanan pembentuk
gas, pedas dan laktosa
- Kolaborasikan
pemberian obat pengeras
feses.(mis. atapulgit)
3 Pukul 10.10 - Monitor asupan dan S; TTD
WIB keluarnya makanan dan - Pasien mengatakan
lunakan serta nafsu makan sedikit
kebutuhan kalori meningkat, tetapi masih
- Timbang BB rutin mual.
42
dilanjutkan
P;
- Monitor asupan dan keluarnya
makanan dan lunakan serta
kebutuhan kalori
- Timbang BB rutin
- Diskusi perilaku makan dan jumlah
aktivitas fisik (olahraga) yang
sesuai.
- Kolaborasikan dengan ahli gizi
tentang target berat badan.
9. 26 Agustus Nyeri akut B.d S; TTD
2021 Pukul Agen pencedera - Pasien mengatakan nyeri sedikit
10.50 WIB fisiologis mereda
(Inflamasi) - Pasien mengatakan sudah dapat
(SDKI D.0077) beraktivitas hanya terbatas
karena nyeri.
O;
- Pasien tampak lebih nyaman.
- Pasien sudah dapat beraktivitas
ringan terbatas.
A; masalah teratasi Sebagian, intervensi
dilanjutkan
P;
- Identifikasi lokasi, karakteristik,,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non
verbal
- Identifikasi factor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
48
dilanjutkan
P;
- Monitor asupan dan keluarnya
makanan dan lunakan serta
kebutuhan kalori
- Timbang BB rutin
- Diskusi perilaku makan dan
jumlah aktivitas fisik (olahraga)
yang sesuai.
- Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
14. 27 Agustus Nyeri akut B.d S; TTD
2021 Pukul Agen pencedera - Pasien mengatakan nyeri pada
10.50 WIB fisiologis bagian kiri bawah masih terasa
(Inflamasi) sedikit terutama jika dibawa
(SDKI D.0077) beraktivitas.
- Pasien mengatakan skala nyeri
nya menjadi 4
O;
- Pasien tampak bisa beraktivitas
ringan tetapi terbatas.
- Skala nyeri tampak 4
- TD: 100/80 mmHg
- Nadi : 80 x/ menit
A;
Masalah teratasi Sebagian, intervensi
dilanjutkan.
P;
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetic secara tepat
Ajarkan Teknik non farmakologis
51
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kolitis ulseratif merupakan salah satu jenis penyakit radang usus yang dapat
menyebabkan peradangan jangka panjang dan timbulnya ulkus atau luka pada saluran
cerna. Adanya iritasi atau peradangan di dinding usus dapat mengganggu proses
mencerna dan menyerap nutrisi makan ke dalam tubuh. Peradangan yang terjadi kadang
kala bisa menyebabkan perdarahan sampai menimbulkan nanah dan lendir.
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, sering kali
dengan demam, sakit perut, peritonitis (radang selaput perut) dan penurunan berat badan
pada kasus berat banyak sekali pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus
ini, diantaranya adalah kolonoskopi, CT can, USG, Enema barium, dan lain sebagainya.
Dalam makalah ini sudah tercantum dengan lengkap materi Kolitis beserta sumber
yang dapat di akses sebagai bahan referensi dalam belajar.
4.2 Saran
Kepada pasien dengan diagnosa kolitis disarankan agar memeriksakan kembali
keadaanya apabila ada keluhan yang dirasakan dan diharapkan agar pasien menjaga
makanan sehingga tidak terjadi tanda dan gejala kolitis yang memperparah pasien.
Kepada mahasiswa perawat yang nantinya akan menjadi seorang tenaga kesehatan
sudah menjadi keharusan untuk memahami betul asuhan keperawatan pada berbagai jenis
penyakit. Seorang mahasiswa tenaga kesehatan, alangkah lebih baiknya untuk
menggunakan banyak buku referensi dalam pembuatan suatu karya tulis (makalah), agar
banyak di dapatkan informasi yang lebih detail pada lembar makalahnya.
52
DAFTAR PUSTAKA
Amin dan Hardi.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc.Jilid 2. Yogyakarta : Penerbit Mediaction Jogja
Aprillia, Dina. 2008. Kolitis Ulsoratif Ditinjau Dari aspek Etiologi, Klinik, dan Patogenesa.
Universitas Sumatera Utara. Diakses melalui url
[http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3381/08E00077.pdf?
sequence=1&isAllowed=y]
Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn). Dalam: Asdie
AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000. Hal.1577-91
Priyo, Agik. 2018. Modul Praktik Keperawatan Medikal Bedah II. Surakarta: Prodi D3
Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Rubin GP, Hungin APS, Kelly PJ, Ling J. Inflammatory bowel disease: epidemiology and
management in an English general practice population. Aliment Pharmacol Ther.
2000;14(12):1553–1559.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim POkja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
53
54
“Insiden penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira15 per 100.000 penduduk…”
(Rezky Aulia Nurleili, Intan Airlina F, Anna Mira Lubis, 2016)
“Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rectum…”
(Yanti Anggraini dan Hasian Leniwita, 2020 )
“UC biasanya menyebabkan peradangan mukosa yang terus menerus dan terbatas pada usus
besar…” (Erni Rahmi, 2020)
“Tugas utama kolon ialah untuk menyimpan sisa makanan…” (Yanti Anggraini dan Hasian
Leniwita, 2020 )
“Kadang gejala di atas dapat dirasakan lebih ringan atau bahkan tidak muncul sama
sekali…” (My Doctor, 2021)
“Selain itu, kolitis dapat disebabkan Zat kimia akibat radiasi…” (Virly Nanda
Muzellina,2020)