Laporan Kasus TTH Rahma Eka Fauziyyah 712019063
Laporan Kasus TTH Rahma Eka Fauziyyah 712019063
Laporan Kasus TTH Rahma Eka Fauziyyah 712019063
Laporan Kasus
Oleh:
Rahma Eka Fauziyyah, S.Ked
712019063
Pembimbing:
dr. Yesi Astri, Sp. N, M.Kes
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan
laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyaki Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Yesi Astri, Sp.N., M.Kes selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
1
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identifikasi
Nama : Tn. A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Plaju, Palembang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
1.2 Anamnesa
Pasien datang ke poli Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
dengan keluhan nyeri kepala seperti ditekan benda berat.
Keluhan muncul sejak 3 hari yang lalu. Keluhan dirasakan hilang
timbul dengan durasi hanya beberapa detik hingga 1 menit. Nyeri dirasakan
diseluruh bagian kepala. Saat merasakan nyeri, pasien beberapa kali masih
dapat menahan dan melanjutkan pekerjaan, meskipun kadang harus
menghentikannya. Pasien lebih nyaman ketika berada di ruangan yang
gelap. Keluhan tidak disertai mual muntah, tidak disertai pandangan mata
kabur, mata silau atau pandangan ganda, dan tidak disertai keluhan telinga
berdenging. Tidak ada keluhan penurunan kesadaran, kelumpuhan sesisi
tubuh, mulut mengot dan bicara pelo, dan gangguan sensibilitas.
Keluhan nyeri kepala telah dialami pasien sejak 2 tahun terakhir
karena pasien sedang deadline menyelesaikan pekerjaannya. Tidak ada
riwayat trauma kepala atau terjatuh. Pasien tidak memiliki riwayat stroke
dan sakit pada telinga. Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
serupa.
1.3 Pemeriksaan
Status Praesens
2
Gizi : Baik
Suhu Badan : 37°C
Nadi : 72 x/m reguler
Pernapasan : 20 x/m
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Skala Nyeri : 4-5
Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris
Palpasi : Pericranial Tenderness (+)
3
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
Campus visi
D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
- Trofik Negatif Negatif
Sensorik
Tida ada kelainan
8
I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada
J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa
K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
KIMIA
Glukosa Sewaktu 108 mg/dL <140
Cholestrol Total 129 mg/dL 125-200
HDL 46 mg/dL 45-100
LDL 75 mg/dL <100
Trigliserida 100 mg/dL 72-172
Creatinin 0,7 mg/dL 0.6-1,2
Ureum 21 mg/dL 10-50
SGOT 23 u/L 0-35
SGPT 12 u/L 0-35
Asam urat 3,2 Mg/dL 2,0-7,0
Natrium 136 mEq/L 135-148
Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5,5
Tulang-tulang intak
Soft tissue baik
Kesan : Tidak tampak kelainan thorax
Didapatkan:
• Irama Sinus
• HR : 108 x/menit
• Normal
• Gelombang P normal : tinggi <1mm, lebar <0,12 sec
• PR interval normal: 3 kotak kecil
• Durasi QRS normal: 0,04 detik
• Morfologi QRS normal
• Deviasi segmen ST: (-)
• Morfologi gelombang T: normal
• Morfologi gelombang U: normal
Kesan : Normal EKG
12
CT Scan Kepala
Interpretasi:
Sulci/fissura sylvii baik. Differensiasi gray and white matter
kanan jelas
Ventrikel baik
Tak tampak pergeseran struktur garis tengah
Infratentorial cerebellum pons/CPA baik
SPN/pneumatisasi air cell mastoid kanan kiri baik
Bulbus oculi dan ruang tretroorbita kanan kiri baik
Kesimpulan: Tidak ada kelainan kepala
1.6 Diagnosa
13
1.7 Tatalaksana
Non Farmakologi
Bed rest
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Edukasi keluarga mengenai penyakit
Farmakologi
Aspirin 1000 mg/ hari per oral
1.8 Prognosa
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
14
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
15
2.3 Epidemiologi
Tension Type Headache dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah
25-30 tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar
40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan untuk menderita nyeri kepala ini adalah 3:1. TTH
episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi
1-tahun sekitar 38–74%. Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Satu studi
menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%.4
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling
sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang
18
mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah
mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. TTH episodik adalah nyeri
kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi 1-tahun sekitar 38–
74%. Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Satu studi menyebutkan prevalensi TTH
sebesar 87%. Prevalensi TTH di Korea sebesar 16,2% sampai 30,8% di Kanada
sekitar 36% di Jerman sebanyak 38,3%, di Brazil hanya 13%. Insiden di Denmark
sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Suatu survei populasi di USA menemukan
prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan TTH kronis sebesar 2,2%.
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun
puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH
memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita
migren. Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada
laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita
TTH adalah dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun.
Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.5
2.4. Etiologi
Stres, kurang tidur dan tidak makan tepat waktu adalah pencetus sakit kepala
paling umum yang dilaporkan oleh pasien TTH. Kadang-kadang alkohol dan
menstruasi juga telah dilaporkan sebagai pencetus sakit kepala oleh beberapa
pasien dengan TTH. Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related
health), tidak mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam
setiap malam dan usia muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain
kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan
pola tidur, caffeine withdrawal dan fluktuasi hormonal wanita. Stress dan konflik
emosional adalah pemicu tersering TTH. Gangguan emosional berimplikasi
sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan mental dan stres adalah faktor-
faktor tersering penyebab TTH. Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres
terbukti nyata pada penderita TTH.8
19
2.5. Klasifikasi
Menurut International Headache Society Classification, TTH terbagi atas 4
bagian yaitu: 3
2.6. Patofisiologi
Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga
penyebab TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal selama
berolahraga (static muscle exercise). Aktivitas EMG (electromyography)
menunjukkan peningkatan titik-titik pemicu di otot wajah (myofascial trigger
points). Riset terbaru membuktikan peningkatan substansi endogen di otot
trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Juga ditemukan nitric oxide
sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat produksi nitric oxide
dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan otot dan nyeri yang
berkaitan dengan TTH.8
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik,
sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan
inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme sentral berperan
utama pada TTH kronis. Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) di sistem saraf
pusat karena perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli)
dari jaringan-jaringan miofasial perikranial tampaknya bertanggung-jawab untuk
konversi TTH episodik menjadi TTH kronis. TTH episodik dapat berevolusi
menjadi TTH kronis: A. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis
menyebabkan elevasi glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA
mengaktivasi NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-
enzim lainnya. Tingginya kadar nitric oxide menyebabkan vasodilatasi struktur
intrakranial, seperti sinus sagitalis superior, dan kerusakan nitrosative memicu
terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya seperti dura. B. Nyeri kemudian
ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-neuron nociceptive Aδ
menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC (trigeminocervical complex),
tempat mereka bersinap dengan second-order neurons. C. Pada beragam sinap ini,
terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron mekanoreseptor yang
dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian
dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.9
21
fonofobia (63%), kualitas tidak berdenyut (57%). Pengaruh nyeri kepala pada
kehidupan penderita dapat diketahui dengan kuesioner Headache Impact Test-6
(HIT-6).10
2.8. Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk
potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya
TTH. Pada TTH juga dijumpai variasi TrPs, yaitu titik pencetus nyeri otot (muscle
trigger points). Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai di otot-otot leher dan bahu
penderita TTH. TrPs berlokasi di otot-otot splenius capitis, splenius cervicis,
semispinalis cervicis, semispinalis capitis, levator scapulae, upper trapezius, atau
suboccipital. TrPs di otot-otot superior oblique, upper trapezius, temporalis, sub
occipital, dan sternocleidomastoid secara klinis relevan untuk diagnosis TTH
episodik dan kronis.11
sering serta periodisitas tahunan. CH dapat dipicu oleh alkohol dan nitrogliserin
selama periode cluster. Berbeda dengan CH dan PH, SUNCT sangat sering dipicu
oleh rangsangan kulit.14
2.12. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri
kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi abortive.
Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang. Masyarakat sering mengobati
sendiri TTH dengan obat analgesik yang dijual bebas, produk berkafein, pijat,
atau terapi chiropractic. Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan
kombinasi analgesik. Parasetamol aman untuk anak. Asam asetilsalisilat tidak
direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena kewaspadaan
terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan anti-inflamasi non steroid
efektif untuk terapi TTH episodik. Hindari obat analgesik golongan opiat
(butorphanol). Pemakaian analgesik berulang tanpa pengawasan dokter, terutama
yang mengandung kafein atau butalbital, dapat memicu rebound headaches.14
Beberapa obat yang terbukti efektif yaitu aspirin (1000 mg), ibuprofen
(400 mg), parasetamol (1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif
daripada parasetamol. Kafein dapat meningkatkan efek analgesik. Analgesik
sederhana, nonsteroidal anti-infl ammatory drugs (NSAIDs). Suntikan botulinum
toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala primer, seperti: tension-type
headache, migren kronis, nyeri kepala harian kronis (chronic daily headache).
Botulinum toxin adalah sekelompok protein produksi bakteri Clostridium
botulinum. Mekanisme kerjanya adalah menghambat pelepasan asetilkolin di
sambungan otot, menyebabkan kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat mengatasi
kondisi di mana hiperaktivitas otot berperan penting. Riset tentang Botox masih
berlangsung.15
Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif,
terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy, atau
kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan gaya hidup. Misalnya:
istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap. Peregangan leher dan otot bahu 20-
30 menit, idealnya setiap pagi hari, selama minimal seminggu. Hindari terlalu
28
BAB III
ANALISA KASUS
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
33
34