Laporan Kasus Ririn Dwi S

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

Laporan Kasus

STROKE HEMORRHAGIC

Oleh:
dr. Ririn Dwi Saputri

Pembimbing:

dr. Apriani, Sp.S

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PRABUMULIH
ANGKATAN II TAHUN 2023
Judul
“ STROKE HEMORRHAGIC ”

Oleh:
dr. Ririn Dwi Saputri

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam


mengikuti Program Dokter Internsip Indonesia di RSU Prabumulih, Sumatera
Selatan Periode II Tahun 2023.

Prabumulih, 2023

dr. Apriani, Sp.S


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan

kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan

Internship Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih. Saya menyadari bahwa, tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai

pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan

laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) dr. Apriani, Sp.S, selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga,

dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus ini;

2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan

material dan moral; dan

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini

membawamanfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………………………

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………

BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................

BAB V KESIMPULAN...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan penyakit


sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian dari CVD.
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari
gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-
tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak
tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American Heart
Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan
cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah,
termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid
(SAH).
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran darah
atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran daah sedangkan stroke
yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik.
Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan
gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke
hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik
menyebabkan lebih banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh RS di

Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun

2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per

mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit Stroke

tertinggi di Sulawesi Utara (10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung

(9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).

Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B,
yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus mampu
memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (kasus gawat darurat).Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah informasi
dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. K

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : DS. IV Alai Lembak

Masuk RS : 10 agustus 2023

Tgl periksa : 15 agustus 2023

2.2 ANAMNESIS ( Autoanamnesis tanggal 10 Agustus 2023)

Keluhan utama:

Kelemahan tubuh sisi kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke IGD RSUD Prabumulih dengan keluhan kelemahan tubuh sisi

kanan sejak 12 JAM SMRS. Keluarga os mengatakan os ditemukan terjatuh di

kamar mandi dan os tidak sadarkan diri , lalu 3 jam kemudian os sandar dan

mengeluhkan kelemahan disisi tubuh kanan dan berbicara pelo, Saat serangan,

penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang.

Keluarga os mengaku bahwa os sering mengeluhkan sakit kepala hilang timbul

selama +- 1 bulan ini, os memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu,

penderita tidak rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit

diabetes mellitus tidak ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung

sebelumnya tidak ada, Tidak ada keluhan BAK dan BAB.


Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama

 Hipertensi (+) tidak terkontrol

 DM (-)

 Asma (-)

 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Hipertensi (-)

 Asma (-)

 Riwayat Keganasan (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Presens

Keadaan umum : Tampak Sakit Berat

Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital

TD : 176/102 mmHg

Nadi : 87 x/menit

RR : 20x /menit

Suhu : 36,8 °C

SpO2 : 100% (Tanpa O2)

Status Psikiatrikus

Sikap : kooperattif Ekspresi Muka : wajar

Perhatian : ada Kontak Psikik : ada


Status Neurologis

A. Kepala

Bentuk : Brachiocephali

Ukuran : Normocephali

Simetris : Simetris

B. Leher

Torticolis : Tidak ada

Kaku kuduk : Tidak ada

Kuduk Kaku : Tidak ada

Deformitas : Tidak ada

Tumor : Tidak ada

Pembuluh darah : Pelebaran(-)

C. Saraf-saraf Otak
1. Nervus Olfaktotius

Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. Nervus Opticus

Kanan Kiri
Visus Tidak ada Tidak ada
Campus Visi Tidak ada Tidak ada
Campus Visi Tidak ada Tidak ada
Anopsia Tidak ada Tidak ada
Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculli
Papil Edma Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
3. Nervus Occulomotorius, Trochlearis, Abducens

Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Exopthalmus Tidak ada Tidak ada
Exopthalmus Tidak ada Tidak ada
Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Segala arah Segala arah
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Reflek Cahaya
Langsung Positif Positif
Konsensuil Positif Positif
Akomodasi Positif Positif
Argyl Robertson Negatif Negatif

4. Nervus Trigeminus
Motorik

Kanan Kiri
Menggigit Lemah Kuat
Trismus Tidak ada Tidak ada
Refleks kornea Positif Postif

Sensorik

Kanan Kiri
Dahi Normal Normal
Pipi Normal Normal
Dagu Normal Normal

5. Nervus Facialis
Motorik

Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Lagoftalmus tidak ada Lagoftalmus tidak ada
Menunjukan gigi Sudut mulut tertinggal
Lipatan Nasolabialis Lipat nasolabialis normal
Bentuk muka
Istirahat Tidak simetris Tidak simetris
Berbicara/bersiul Tidak simetris Tidak simetris
Sensorik

Kanan Kiri
2/3 depan lidah Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Otonom

Kanan Kiri
Salivasi Normal Normal
Lakrimasi Normal Normal
Chvostek’s sign Tidak ada Tidak ada

6. Nervus Cochlearis

Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7. Nervus Vagus dan Glossopharyngeus

Kanan Kiri
Arcus pharynx Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara bicara Normal Normal
Denyut jantung BJ I dan II Normal
Refleks
Muntah Tidak dilakukan pemeriksaan
Batuk Tidak dilakukan pemeriksaan
Occulocardiac Normal
Sinus karotikus Normal

Sensorik
Kanan Kiri
1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Nervus Accesorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Kuat Kuat
Memutar kepala Tidak ada hambatan Tidak ada hambatan

9. Nervus Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disartria Tidak ada
D. Badan dan Anggota Gerak

MOTORIK

Lengan Kanan Kiri

Gerakan Kurang Cukup

Kekuatan 0 5

Tonus Menurun Normal

Refleks fisiologis

Biceps Menurun Normal

Triceps Menurun

Normal

Radius Menurun Normal

Ulna Menurun Normal

Refleks patologis

Hoffman Ttromner (-) (-)

Leri (-) (-).

Meyer (-) (-)

Trofik (-) (-)

TUNGKAI Kanan Kiri

Gerakan Kurang

Cukup

Kekuatan 0 5

Tonus Menurun Normal

Paha Menurun Normal

Kaki Menurun Normal


Refleks fisiologis

KPR Menurun Normal

APR Menurun Normal

Refleks patologis

Babinsky (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Rossolimo (-) (-)

Mendel Bechterew (-) (-)

Refleks kulit perut

Atas tidak ada kelainan

Tengah tidak ada kelainan

Bawah tidak ada kelainan

Refleks cremaster tidak ada kelainan

Trofik tidak ada kelainan

SENSORIK

Tidak ada kelainan

G. FUNGSI VEGETATIF

Miksi : Normal

Defekasi : Normal
KOLUMNA VERTEBRALIS

Kyphosis : (-)

Lordosis : (-)

Gibbus : (-)

Deformitas : (-)

Tumor : (-)

Meningocele : (-)

Hematoma : (-)

Nyeri ketok : (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAl

Kanan Kiri

Kaku kuduk (-)

Kerniq (-)

Lasseque (-)

Brudzinsky

- Neck (-)

- Cheek (-)

- Symphisis (-)

- Leg I (-)

- Leg II (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN

Gait Keseimbangan dan Koordinasi

Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg : Belum dapat dinilai

Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri : Belum dapat dinilai


Scissor : Belum dapat dinilai - jari-jari : Tidak ada kelainan

Propulsion : Belum dapat dinilai - jari hidung : Tidak ada kelainan

Histeric : Belum dapat dinilai - tumit-tumit : Belum dapat dinilai

Limping : Belum dapat dinilai Rebound phenomen :Belum dapat dinilai

Steppage : Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis: Belum dapat dinilai

Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai

Limb Ataxia : Belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Athetosis : (-)

Ballismus : (-)

Dystoni : (-)

Myocloni : (-)

FUNGSI LUHUR

Afasia motorik : (-)

Afasia sensorik : (-)

Apraksia : (-)

Agrafia : (-)

Alexia : (-)

Skor Siriraj
Siriraj Stroke Score :
= (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 0) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 100) – (3X0) – 12
=1,5
2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin

PEMERIKSAAN Hasil SATUAN NILAI NORMAL

Jumlah Leukosit 8.2 /uL 3.6-11

Jumlah eritrosit 3.61 /uL 3.8-11

Hemoglobin 10.7 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit 32.4 % 35-47

MCV 89.8 fL 80-100

MCH 29.7 Pg 26-34

MCHC 33.1 g/dL 32-36

Trombosit 227 uL 150-459

Hitung jenis

Basofil 0 % 0-1

Eosinofil 1 % 2-4

Neutrofil 75 % 50-70

Limfosit 19 % 25-40

Monosit 5 % 2-8

Kimia Darah
Ureum 40 mg/dL < 48

Creatini 20 mg/dL 0.5-1.1

Glukosa sawaktu 94 mg/dL < 200

Kolesterol 234 mg/dL < 200

Trigliserida 139 mg/dL 70-140

HDL 73 mg/dL 37-92

LDL 133 mg/dL < 130

Elektrolit

Natrium 137 mmol/l 135-147

Kalium 2.7 mmol/l 3.5-5.0

Chloride 101 mmol/l 95-105

Calcium ion 1.39 mmol/l 0.5-1.32

Urine : tidak diperiksa

Feses : tidak diperiksa

Liquor cerebrospinalis : tidak diperiksa

2.5 Pemeriksaan Khusus

 Rontgen foto cranium : tidak diperiksa

 Rontgen thorak : terlampir

 Rontgen foto columna vertebralis : tidak diperiksa

 Electroencephalography : tidak diperiksa

 Arteriography : tidak diperiksa

 Electrocardiography : terlampir

 Pneumography : tidak diperiksa

 Lain-lain (CT-Scan) : direncanakan CT-Scan Non Kontras

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Rontgen Thorax
Ekspertise :

X FOTO TORAKS AP SUPINE

- COR: CTR >50 %

- Apeks jantung bergeser ke laterocaudal

- PULMO : Corakan bronkovaskuler tak meningkat

- Tak tampak bercak pada paru kanan kiri

- Hemidiafragma kana setinggi costa 9 posterior

- Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip

- Os costae, scapulae dan claviculae kanan kiri yang

tervisualisasi tampak normal

KESAN:

- Cardiomegaly

-Pulmo tak tampak infiltrat

PEMERIKSAAN EKG
Gambar : Hasil Pemeriksaan EKG

Sinus bradikardi dengan RBBB complete + T inversi v3 dan v6

CT Scan

Kepala :

 Tampak lesi hiperdens densitas perdarahan pada corona radiata kiri, capsula
interna kiri, capsula esterna kiri da thalamus kiri Differensiasi substansia alba

an substansia grisea tampak normal

 Sulkus kortikalis dan fissura Sylvii kiri sempit

 Ventrikel lateral kiri sempit, III dan IV tampak normal

 Cisterna perimesencephalic dan basalis tampak normal

 Tak tampak midline shifting

 Batang otak dan cerebellum baik

Kesan :

 Intracerebral hemorrhage pada corona radiata kiri, capsula interna kiri, capsula

esterna kiri dan thalamus kiri Tampak tanda-tanda peningkatan

tekanan intracranial

2.6 Diagnosa

Diagnosa Klinik : hemiparese dextra tipe sentral

Diagnosa Topik : hemisfer cerebri sinistra

Diagnosa Etiologi : Storke hemoragic

Diagnosa banding : Stroke non hemoragic

2.7 Penatalaksana

1. Perawatan

- Bed rest total tidak boleh duduk

- Diet cair per NGT

- Posisi semi flower 30 derajat

2. Medikamentosa ( tatalaksana IGD)

- IVFD Nacl 0,9% gtt XX makro

- Inj. Citicoline 2x250 mg

- Inj. Omeprazole 2x40 mg


- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg

- Inj. Ketorolac 2x30 mg

- Amlodipine 1x10 mg

- Candesartan 1x16mg

- Ksr 2x1

- NGT

2.8 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanationam : dubia

2.9 FOLLOW UP

Tanggal Follow Up hari ke-1

KAMIS
S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan (+), demam (-), mual (-), muntah(-)
10-08-2023

O : Tampak sakit sedang

- Kesadaran CM
- TD : 176/102 mmHg
- HR : 87 x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 38,6 ℃
- SpO2 : 100 %
- Kekuatan otot
0 5

0 5
A : hemiparase dextra ec SH

P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro


Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Diet cair per NGT

Follow Up hari ke-2

JUMAT S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan (+), muntah(+) 1 kali, lemas

11-08-2023
O : Tampak sakit sedang

- Kesadaran CM

- TD : 150/90 mmHg

- HR : 85x/menit

- RR : 20 x/menit

- T : 38,6 ℃

- SpO2 : 100 %

- Kekuatan otot

0 5

0 5
A : CVD hemoragic

P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro

Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Diet cair per NG

Follow Up hari ke-3

SABTU S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan

12-08-2023
O : Tampak sakit sedang

- Kesadaran CM

- TD : 142/90 mmHg

- HR : 85x/menit

- RR : 20 x/menit

- T : 38,6 ℃

- SpO2 : 100 %

- Kekuatan otot

0 5

0 5
A : CVD hemoragic

P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro

Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Diet cair per NG

Follow Up hari ke-4

MINGGU S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan

13-08-2020
O : Tampak sakit sedang
- Kesadaran CM
- TD : 142/90 mmHg
- HR : 85x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 38,6 ℃
- SpO2 : 100 %
- Kekuatan otot
0 5

0 5

A : CVD hemoragic
P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro

Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Diet cair per NGT

Follow Up hari ke-5

SENIN S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan

14-08-2023
O : Tampak sakit sedang
- Kesadaran CM
- TD : 142/90 mmHg
- HR : 85x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 38,6 ℃
- SpO2 : 100 %
- Kekuatan otot
0 5

0 5

A : CVD hemoragic
P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro

Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Codein 1x16 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Diet cair per NGT

Follow Up hari ke-6

SELASA S : kelemahan sisi tubuh sebelah kanan

15-08-2023
O : Tampak sakit sedang
- Kesadaran CM
- TD : 142/90 mmHg
- HR : 85x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 38,6 ℃
- SpO2 : 100 %
- Kekuatan otot
0 5

0 5

A : CVD hemoragic
P : IVFD Nacl 0,9% gtt xx/i makro

Inj citicoline 2x250 mg

Inj asam tranexamat 3x500 mg

Inj Omeprazole 2x40 mg

Inj ketorolac 2x30 mg

Codein 1x16 mg

Amlodipine 1x10 mg

Candesartan 1x16 mg

Ksr 2x1 tab

Aff NGT

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena

gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik

atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di

otak yang mengalami kerusakan. Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai

manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global

(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai

menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler. Pada

umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis yang disertai

dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi luhur.
Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang

diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur.

3.2 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak

A. Anatomi

Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik. Otak hanya

memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak

output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,

pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem

vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler

vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Tabel 1.Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral

Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)

Anterior Koroid Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah

Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di sekitarnya

dan korpus kalosum anterior

Serebri Media Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal serta substantia

alba di sekitarnya

Cabang Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas

Lentikulostriata

Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)

Arteri serebelar Medulla dan serebelum inferior

basiler posterior

inferior

Arteri serebelar Pons inferior dan media serta serebelum media


anterior inferior

Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior

Superior

Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba disekitarnya.

posterior Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior

Cabang Thalamus

thalamoperforata

B. Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini

memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia,

atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan

gangguan lapang pandang.

C. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini

memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks

(jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan

saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese

alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan

gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan

sistem vertebrobasiler.

3.3 Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,

serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.

Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di


Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan

Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke

hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh

stroke yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab

kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian

stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di

Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke.

3.4 Klasifikasi

Menurut Perdossi stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik,

patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang

berbeda-beda in perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan,

preventif, dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

1) Stroke iskemik

a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)

b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2) Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

- Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

a. TIA

b. Stroke-in-evolution

c. Completed stroke
- Berdasarkan sistem pembuluh darah

a. Sistem karotis

b. Sistem vertebro-basilar

Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah

otak yang mengalami iskemik atau infark. Walaupun telah terdapat

pengelompokkan stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik

dan stroke hemoragik, namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun

non-hemoragik) tidak dapat semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi

klinis saja, karena semua gejala pada kedua kelompok stroke ini hampir sama.

Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan yang lebih komprehensif untuk

menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.

3.5 Faktor Resiko

A. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Umur

Dengan meningkatya usia resiko stroke juga turut meningkat. Dalam studi

OXVASC, tingkat stroke meningkat dari 1,76 per 1000 individu per tahun

untuk individu berusia 55-64 tahun sampai 16,47 untuk mereka yang berusia

85 atau lebih. Peningkatan insidensi dengan usia terlihat pada stroke iskemik

serta untuk perdarahan intraserebral (ICH) dan juga sampai batas tertentu

untuk perdarahan subarachnoid. Risiko stroke lebih dari dua kali lipat dengan

setiap dekade peningkatan usia setelah 55 tahun setidaknya sampai usia 84.

Setelah usia 84 tahun, risiko stroke akan terus meningkat.


2. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki meningkatkan risiko stroke iskemik. Risiko stroke

bagi pria adalah sekitar 1,3 kali lebih tinggi untuk wanita pada usia tertentu

kecuali pada usia tertinggi. Namun, perbedaan gender ini kurang jelas saat

memperhitungkan faktor risiko di masing-masing individu. Menopause dini

telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke dan selepas menopause.

Perbedaan dalam risiko antara jenis kelamin tampakya hilang pada usia di

atas 80-85 tahun. Risiko gender berbeda untuk perdarahan subakachnoid

dimana risikonya lebih tinggi untuk Wanita.

3. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun

paternal, berhubungan dengan meningkatya insiden stroke. Hal in disebabkan

oleh banyak faktor diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya

hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan.

B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko stroke yang utama, baik iskemik maupun

hemoragik. Mengendalikan hipertensi terbukti menurunkan insiden stroke.

2. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat

hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis

(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh

terhadap terjadinya stroke.

3. Transient Ischemic Attack (TIA)

Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan

benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke

dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke

dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke

35-60% dalam waktu lima tahun.

4. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes

melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat

meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya

akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.

5. Hiperkolestrolemia

Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko,

tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga

menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low

Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah

dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar

kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.

6. Merokok

Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh

(termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong

terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah

mudah menggumpal.

7. Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,

sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan


dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain.

Semua in mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alcohol berlebihan

meningkatkan risiko terkena stroke

2-3 kali.

3.6 Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik

mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala

sensorik, gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut

dapat disertai nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain

sebagainya. Diagnosis stroke seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu

Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis, topis dan etiologis. Pemahaman

ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan intrakranial di sekitarnya,

sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak diperlukan dalam

menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan fisik

neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan

dalam sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis

dalam pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang

harus segera disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan

tepat.

1. Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana

didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya

dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh

darah otak tertentu. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan : gangguan

penglihatan, gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer


serebri dominan, gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral,

dan gangguan sensorik. Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan :

gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus

oksipital, gangguan nervi kranalis bila mengenai batang otak, gangguan

motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik, gangguan

kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa keadaan didapat gangguan

neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia maupun amnesia.

2. Diagnosis Topik

Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi

a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di

bawah:

- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)

- Hemianopia kontralateral

- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia

b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah

ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:

- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)

- Hemianopia kontralateral

- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia

c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:

- Gangguan motorik murni

- Gangguan sensorik murni

- Hemiparesis dengan ataksia

d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:

- Diplopia
- Disfagia

- Vertigo

- Disartria

- Hemiparesis alternans

- Gangguan motorik/sensorik bilateral

- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign

3. Diagnosis Etiologi

Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CT-

scan kepala. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah

dan urin), elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal,

elektroensefalogram, arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk

membantu diagnosis etiologis stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau

iskemik (emboli, trombosis) serta mencari faktor risiko.

3.7 Stroke Hemoragik

1. Klasifikasi Stroke Hemoragik

Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab perdarahannya

yaitu:

a. Perdarahan Intraserberal

Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer

dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan

oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta

pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat


adanya anomaly vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun

akibat obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab

perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik.

b. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid

sehingga menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat

dan bahkan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat

pecahnya aneurisma sakuler.

2. Patogenesis Stoke Hemoragik

Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage,

hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi

akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan

patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh

darah tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya

aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok

dan meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma,

sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari

timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma expansion). Pada fase hematoma

expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan

intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan mengganggu integritas

jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama

kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder dan terbentuknya

edema serebri (fase peri-hematoma edema). Pada fase ini defisit neurologis,

yang mulai tampak pada fase hematoma expansion, akan terus berkembang.

Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya

tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif

darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,

menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya menjadi

lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin berkembang.

Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.

Perdarahanyang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau

menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa

merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-

fungsi neurologi. Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar,

maka akan merusak struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial

dan bahkan dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen

magnum. Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan

menyebar hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan

intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan

akan memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan

meningkatkan resiko kematian hingga 93%.

3. Gejala Stroke Hemoragik

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang bersifat

akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan fungsi

luhur, maupun gangguan pada batang otak. Gejala klinis dari stroke hemoragik

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Gejala perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun. Perdarahan

intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:


a. Terjadi pada waktu aktif

b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran

c. Adanya riwayat hipertensi kronis

d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi pada

thalamus)

e. Hemiparese kontralateral

2. Gejala perdarahan subarachnoid

Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis berupa:

a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak

b. Hilangnya kesdaran

c. Fotofobia

d. Meningismus

e. Mual dan muntah

f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.

4. Diagnosis Stroke Hemoragik

a. Anamnesis

Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau

bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu,

pada anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes

mellitus atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit

dalam keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat

kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis


dan fungsi saraf kranial. Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma

Scale (GCS) yaitu sebagai berikut :

Respon Skor

a. Membuka mata

1) Membuka spontan 4

2) Membuka dengan perintah 3

3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2

4) Tidak mampu membuka mata 1

b.Kemampuan bicara

1) Orientasi dan pengertian baik 5

2) Pembicaraan yang kacau 4

3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3

4) Dapat bersuara, merintih 2

5) Tidak ada suara 1

c.Tanggapan motoric

1) Menanggapi perintah 6

2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5

3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4

4) Tanggapan fleksi abnormal 3

5) Tanggapan ekstensi abnormal 2

6) Tidak ada Gerakan 1

Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)

Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai

melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup

kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya. Penilaian kekuatan otot

dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai kepentingan dalam

penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan dan bukan suatu

tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu kelumpuhan.

Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :

0 : Tidak ada kontraksi otot

1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata

2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki

3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi

4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa

5 : Kekuatan penuh

Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks

patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner.

Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky,

Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.

Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui

otak, berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf

kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang

memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI,

XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).


Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi

c. I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya


penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia (penglihatan kembar),
akomodasi ptosis; midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya kemampuan
platum dan telinga luar; sekresi mengecap pada duapertiga
kelenjar lakrimalis, submandibula anterior lidah; mulut kering;
dan sublingual; ekspresi wajah hilangnya lakrimasi; paralisis
otot wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
menerus); vertigo;nistagmus

IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya daya pengecapan


faring dan telinga; mengangkat pada sepertiga posterior lidah;
palatum; sekresi kelenjar parotis anestesi pada faring; mulut
kering sebagian

X: Vagus Pengecapan; sensasi umum pada Disfagia (gangguan menelan)


faring, laring dan telinga; suara parau; paralisis palatum
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan Suara parau; kelemahan otot
bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah

Pemeriksaan Penunjang

 CT scan

- Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke

infark dengan stroke perdarahan.


- Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan

gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran

hiperdens.

1. Intracranial Hemorrhage

Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran radiologi akan

terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam – 5 hari) akan terlihat

isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.

Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih

2. Subarachnoid Hemorrhage

Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan memperlihatkan ruangan

yang diisi dengan CSF menjadi isodens.

 Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat

sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama untuk
mendeteksi pendarahan posterior.

 Pemeriksaan Angiografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau

vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada

pembuluh darah.

 Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan

ada tidaknya stenosis arteri karotis.

 Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke

perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau

berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross

hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

 Pemeriksaan Penunjang Lain.

Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen kimia

darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit

darah, foto toraks, EKG, echocardiografi.

d. Tatalaksana Stroke Hemoragik

1. Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan

tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak

tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan

kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer

lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan

lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien

serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

2. Stadium Akut

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,

perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung

memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau

15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130

mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan

darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2

menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv

0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan

tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala

dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan

hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

3. Terapi umum:

a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah

posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah

stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai

didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi

dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung

kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan

elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.

Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150

mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia

(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan

dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai

gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik

≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130

mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan

infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan

darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium

nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,

diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500

mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu

tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit

sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100

mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,

karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan

peroral jangka panjang.

f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25

sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan

umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5

hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,


dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

4. Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah

mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya

kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus

akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan

perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan

ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis

Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun

gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena

(arteriovenous malformation, AVM).

5. Stadium Subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,

dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang

panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit

dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan

program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:

a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

b. Penatalaksanaan komplikasi,

c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

d. Prevensi sekunder

e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

e. Prognosis
1. Perdarahan Intraserebral

Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)

adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma

Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat

digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas

sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan

volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan

MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi

prognosis buruk. Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki

tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian

19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke

intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa

memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat

gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat

dilakukan secara akurat dengan CT scan. N Secara klinis, edema berperan dalam efek

massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak

intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan

outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah

edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.

2. Perdarahan Subarachnoid

Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik

perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan

subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat

membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata
waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.

BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1 Anamnesa

Os datang ke IGD RSUD Prabumulih dengan keluhan kelemahan tubuh sisi


kanan sejak 12 JAM SMRS. Keluarga os mengatakan os ditemukan terjatuh di kamar

mandi dan os tidak sadarkan diri , lalu 3 jam kemudian os sandar dan mengeluhkan

kelemahan disisi tubuh kanan dan berbicara pelo, Saat serangan, penderita mengalami

sakit kepala, mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Keluarga os mengaku bahwa

os sering mengeluhkan sakit kepala hilang timbul selama +- 1 bulan ini, os memiliki

riwayat darah tinggi sejak ± 2 tahun yang lalu, penderita tidak rutin minum obat &

kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada. Riwayat trauma tidak

ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada, Tidak ada keluhan BAK dan BAB.

4.2 Pemeriksaan (10 Agustus 2023)

Status Generalis

Kesadaran: GCS : 15 (E:4, M:5, V:6)

Gizi : baik

Tekanan Darah : 176/102 mmHg

Pernapasan : 20 x/m

Nadi : 87 x/m

Suhu Badan : 36,5ºC

Status Neurologikus

Nn. Cranialis

N. Okulomotorius

Pupil bulat, isokor, RC +/+, diameter pupil 3mm/3mm

N. Facialis

Plica Nasolabialis kanan sedikit datar (+)

Sudut mulut kanan tertinggal

N. Hypoglossus
Deviasi lidah ke kanan

Fungsi Motorik ka ki

Gerakan N

Kekuatan 0 5

Tonus N

Klonus N

R. Fisiologis N

R. Patologis - -

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

GRM : tidak ada kelainan

Gerakan abnormal : tidak ada

Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai

4.3 Diagnosa

Diagnosa Klinik : hemiparese dextra tipe sentral

Diagnosa Topik : hemisfer cerebri sinistra

Diagnosa Etiologi : Storke hemoragic

Diagnosa banding : Stroke non hemoragic

4.4 Penatalaksana

1. Perawatan

- Bed rest total tidak boleh duduk

- Diet cair per NGT


- Posisi semi flower 30 derajat

2. Medikamentosa ( tatalaksana IGD)

- IVFD Nacl 0,9% gtt XX makro

- Inj. Citicoline 2x250 mg

- Inj. Omeprazole 2x40 mg

- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg

- Inj. Ketorolac 2x30 mg

- Amlodipine 1x10 mg

- Candesartan 1x16mg

- Ksr 2x1

- NGT

4.5 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanationam : dubia

4.6 Diagnosis Banding Topik

1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Sinistra

Lesi di korteks hemisferium cerebri


Pada penderita ditemukan gejala:
sinistra, gejalanya:

Defisit motorik Hemiparese dextra tipe sentral

Tidak ada kejang pada sisi yang


Gejala iritatif (kejang pada sisi kanan)
lemah
Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama Kelemahan lengan dan tungkai kanan
berat) lebih berat, parese N VII dan N XII
tipe sentral

Defisit sensorik pada sisi yang lumpuh Tidak ada


Afasia global Tidak ada

Jadi kemungkinan lesi di cortex cerebri hemisferium sinistra dapat disingkirkan.

2. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Sinistra

Lesi di capsula interna hemisferium


Pada penderita ditemukan gejala:
sinistra, gejalanya:
Hemiparese/hemiplegic typical
Hemiparese dextra tipe sentral

Parese N VII dekstra sentral disertai


Parese N. VII dan N. XII dextra sentral
parese N XII dekstra sentral
Kelemahan sisi yang lumpuh sama berat Kelemahan sisi yang lumpuh sama berat

Jadi kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium sinistra belum dapat disingkirkan

3. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Sinistra

Lesi di subkorteks hemisferium


Pada penderita ditemukan gejala:
cerebri sinistra, gejalanya:
Defisit motorik (hemiparese dextra
Hemiparese dextra tipe sentral
sentral)

Afasia motorik murni Tidak ada

Jadi kemungkinan lesi di subcortex cerebri hemisferium sinistra dapat disingkirkan.

Kesimpulan:
Kapsula interna hemisferium sinistra

4.7 Diagnosis Banding Etiologi

Skor Stroke Siriraj


Siriraj Stroke Score :
= (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 0) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 100) – (3X0) – 12
=1,5
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan
≤ -1 : Non Hemorragik
≥1 : Hemorragic

Kesimpulan:
Hemorragik
Algoritma Gajah Mada

Pada Ny. K terdapat nyeri kepala (+)

Kesimpulan:
PIS (Perdarahan Intraserebral)
4.8 Diagnosis Banding Etiologi Berdasarkan Anamnesis

1. Hemoragia Cerebri

Hemoragia cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:


Kehilangan kesadaran > 30 menit kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktifitas Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan Dengan sakit kepala, tidak ada mual
muntah dan muntah
Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi

Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.

2. Emboli Cerebri

Emboli cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:


Kehilangan kesadaran < 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Ada arterial fibrilasi Tidak ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas Terjadi saat aktivitas

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan.

3. Trombosis cerebri

Trombosis cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:


Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat Terjadi saat aktivitas

Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan.

Kesimpulan:

Diagnosis Etiologi  Hemoragik Cerebri


DAFTAR PUSTAKA

Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.

Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study. Bull


World Health Organ. 1980; 58:113–30.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.

Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi

Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik,

Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia.

Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline

Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of

Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals From the

American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the American

Heart Association. (http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses Maret 18, 2017).

Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.

Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar

cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.

Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral Hemmorhage:

Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review). MUMJ. Vol 10 No.1

halaman 15-22.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis

cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.

Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6.

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. (Http://www.merck.com/

mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Diakses Maret 18, 2017).

Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.

(Http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com Diakses Maret, 2017).

Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan

intraserebral supratentorial dari infark. (Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.

Diakses Maret 18, 2017).

Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung:

Bagian Ilmu Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD

Anda mungkin juga menyukai