Trend & Isu Kardiovaskuler
Trend & Isu Kardiovaskuler
Trend & Isu Kardiovaskuler
Oleh:
Nurul Maghfirah
(P1337420921246)
Dosen Pengampu:
Supadi, S.Kep., Ns.M.Kep.Sp.MB
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN.... ......………………........................................…………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………..………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..………... 2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………..………. 3
BAB II LITERATUR RIVIEW…………………………………………….………. 4
2.1 Definisi……………………………………………………………………. 4
2.2 Patofisiologi……………………………………………………….………. 5
2.3 Diagnosis…………………………………………………………….…….. 7
2.4 Fitur-fitur Klinis………………………………………………………...…. 8
2.5 Perubahan-perubahan Elektrokardiografi…………………………………. 10
2.6 Penelitian Enzim Jantung………………………………………………….. 11
2.7 Penyebab Lainya Nyeri Dada…………………………………………….... 15
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Waktu tanggap adalah waktu yang dihitung pada saat pasien tiba di depan pintu
rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon time dari 2 petugas Instalasi Gawat
Darurat sampai selesai proses penanganan gawat darurat (Haryatun dan Sudaryanto, 2008).
Mekanisme waktu tanggap, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam,
juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertotolongan yang
diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi gawat darurat memerlukan standar sesuai
1
2
dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat
Darurat rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009). Salah satu
penyakit yang membutuhkan waktu tanggap yang baik adalah penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan suatu kelainan yang terjadi pada
organ jantung dengan akibat terjadinya gangguan fungsional, anatomis serta sistem
hemodinamis (Depkes RI, 2007). Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah ketidaksanggupan
jantung bekerja yang dapat terjadi secara akut maupun kronik dan timbul karena
kekurangan suplai darah pada miokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem
nadi koroner. Manifestasinya dapat berupa angina pektoris, infark miokard, fibrilasi
ventricular atau kematian jantung mendadak (WHO, 2008). PJK terjadi bila pembuluh arteri
koroner tersebut tersumbat atau menyempit karena endapan lemak, yang secara bertahap
menumpuk di dinding arteri. Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan bisa terjadi
di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner (Citrakesumasari, 2008). Faktor
yang berperan penting terhadap timbulnya PJK meliputi 2 faktor resiko, yaitu faktor resiko
yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat
dimodifikasi seperti dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus dan merokok. Sedangkan
faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga
yang menderita penyakit jantung. Semakin banyak faktor resiko yang ada pada seseorang
maka semakin besar pula kemungkinan orang itu menderita PJK (Zahrawardani, 2012).
Sesuai dengan rumusan masalah yang ditulis oleh penulis maka dapat dijelaskan
tujuan penulisannya yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan tentang Tren dan isu
keperawatan keperawatan di Indonesia, pada system Kardiovaskuler “Jantung Koroner”.
BAB II
LITERATUR RIVIEW
2.1 Definisi
Istilah sindroma koroner akut (SKA) telah dikembangkan untuk menggambarkan
kumpulan kondisi-kondisi iskemik yang meliputi spektrum diagnosis dari angina tak stabil
(UA/unstable angina) sampai infark miokard non elevasi ST (Non ST elevation miokard
infarction/NSTEMI). Pasien yang mengalami SKA dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok menurut gambaran elektrokardiogram (EKG) (Gambar 1.1) yaitu: mereka dengan
STEMI dan NSTEMI/UA. Perawatan STEMI memerlukan restorasi darurat aliran darah
dalam arteri koroner yang tersumbat total. Pasien dengan NSTEMI mangestasi yang sering
muncul dalam perubahan EKG meliputi inversi gelombang T, depresi ST atau elevasi ST
yang bersifat sementara, dan kadangkala EKG-nya normal secara keseluruhan. Kelompok
NSTEMI dapat diklasifikasi lebih lanjut mengikuti peningkatan enzim-enzim protein
jantung yang dapat terdeteksi dengan kadar troponin positif pada serum pasien. Sedangkan,
pasien UA ditemukan kadar troponin jantung negatif dan hal ini dibedakan dari NSTEMI
yang memiliki iskemia miokard dengan nekrosis miokardial, sehingga mengakibatkan
peningkatan pelepasan kadar troponin dalam sirkulasi. Deteksi troponin jantung yang
mengikuti SKA merupakan sebuah prediktor kambuhnya iskemia kembali. Namun, hal ini
seharusnya diingat bahwa pasien dengan troponin jantung masih berada pada risiko yang
rentan dari kejadian-kejadian lebih lanjut khususnya mereka dengan nyeri saat beristirahat
atau perubahan dinamika gelombang ST pada EKG mereka.
Infark miokard juga dapat diklasifikasi dengan etiologi yang mendasar yang
didefinisikan oleh European Society of Cardiology:
1. Tipe 1. Infark miokard spontan yang berkaitan dengan iskemia karena kejadian serangan
jantung seperti erosi dan/atau pecah plak atau diseksi.
2. Tipe 2. Infark miokard sekunder sampai iskemia karena meningkatnya kebutuhan
oksigen atau berkurangnya pasokan, misalnya: spasme arteri koroner, emboli koroner,
anemia, aritmia, hipertensi atau hipotensi.
3. Tipe 3. Kematian jantung mendadak yang tak terduga, termasuk serangan jantung, sering
dengan gejala yang menunjukkan iskemia miokard, beriringan dengan elevasi ST
4
5
4. yang mungkin baru, atau LBBB baru, atau bukti trombus segar dalam arteri koroner
dengan angiografi dan/atau otopsi, tapi kematian terjadi sebelum sampel darah
diperoleh, atau pada suatu waktu sebelum munculnya tanda biologis jantung dalam
darah.
5. Tipe 4a. Infark miokard yang berkaitan dengan IKP (Intervensi Koroner Perkutan).
6. Tipe 4b. Infark miokard yang berkaitan dengan trombosis stent yang didokumentasikan
dengan angiografi atau pada otopsi.
7. Tipe 5. Infark miokard berkaitan dengan CABG (Coronary Artery Bypass Graft).
Perubahan ST
EKG normal
Invasif / Non-invasif
2.2 Patofisiologi
Banyak episode dari iskemia miokard umumnya dipercaya berasal dari penurunan
mutlak dalam aliran darah miokard regional dibawah level-level paling dasar, dengan
subendokardium membawa sebuah beban terbesar dari defisit aliran dari epikardium, apakah
dipicu oleh sebuah penurunan besar dalam aliran darah koroner atau sebuah peningkatan
dalam kebutuhan oksigen. Beragam sindroma koroner akut membagikan sebuah substrat
patologi yang lebih-atau-kurang umum. Perbedaan-perbedaan presentasi klinis dihasilkan
secara besar dari perbedaan-perbedaan dalam besaran oklusi koroner, durasi oklusinya,
pengaruh berubahnya aliran darah lokal dan sistemik, dan kecukupan kolateral-kolateral
koroner.
Pada pasien dengan angina tak stabil, banyak episode iskemia saat beristirahat
yang muncul tanpa perubahan-perubahan diatas pada kebutuhan oksigen miokardium
namun dipicu oleh penurunan primer dan episodik dalam aliran darah koroner. Perburukan
gejala- gejala iskemik pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil bisa dipicu oleh
faktor- faktor ekstrinsik seperti anemia parah, tirotoksikosis, takiaritmia akut, hipotensi,
dan obat- obat yang mampu meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium; bagaimanapun
dalam banyak kasus, tidak ada pemicu eksternal yang jelas yang dapat diidentifikasi. Pada
pasien- pasien ini yang merupakan mayoritas evolusi dari angina yang tak stabil dan
komplikasi- komplikasi klinisnya adalah hasil dari sebuah kompleks yang saling
mempengaruhi yang melibatkan plak aterosklerosis koroner dan stenosis, pembentukan
trombus trombosis fibrin, dan bunyi vaskular abnormal. Beberapa studi menunjukkan
bahwa plak ateroskelosis menyebabkan sindroma koroner akut tak stabil dengan ciri
memiliki sebuah fisura atau ruptur dalam topi fibrosa-nya, sangat sering dibagian bahu
(persimpangan bagian dinding arteri yang normal dan segmen bantalan-plak). Plak-plak
ini cenderung memiliki topi-topi fibrosa aselular yang diinfiltrasikan dengan sel-sel busa
atau makrofag dan kolam eksentrik inti lipid yang lembut dan nekrotik. Studi-studi klinis
dan angiografi menunjukkan bahwa plak fisura mengakibatkan angina tak stabil atau
infark miokard akut yang tidak hanya muncul pada area stenosis aterosklerosis parah,
namun juga lebih umum pada stenosis koroner minimal. Rentetan observasi angiografi
telah menunjukkan bahwa perkembangan dari angina stabil ke tak stabil berkaitan dengan
perkembangan penyakit aterosklerosis pada 60-75% pasien. Hal ini mencerminkan
episode-episode yang berlanjut dari mural trombosis dan penggabungan dalam plak-plak
7
yang mendasar. Studi-studi ini dan studi-studi lainnya telah menunjukkan bahwa awalnya
lesi-lesi koroner menutupi area arteri koroner kurang dari 75% dan mengakibatkan angina
yang tak stabil atau infark miokard; lesi-lesi menutupi lebih dari 75% yang kemungkinan
mengakibatkan oklusi total, namun kurang mungkin mengakibatkan infark miokard,
mungkin karena kemungkinan perkembangan darah vesel kolateral dalam arteri-arteri
stenotik yang parah. Lebih lanjut lagi, pemodelan positif kembali keluar (efek glagov) dari
segmen-segmen arteri koroner yang mengandung plak-plak aterosklerosis besar dapat
meminimalkan kompromi luminal dan menaikkan kerentanan terhadap gangguan plak.
Meskipun mekanisme-mekanisme tepatnya tidak diketahui, beberapa hipotesis
menjelaskan kecenderungan plak terhadap ruptur. Hal-hal ini meliputi stres-stres
hemodinamik yang berkaitan dengan denyut dan tekanan arteri, pendarahan intra-plak dari
fisura-fisura intimal kecil, vasokontriksi, serta memutar dan membungkuknya arteri-arteri.
Kemungkinan-kemungkinan lainnya adalah proses-proses inflamasi yang
melibatkan elaborasi dari enzim-enzim penurun-matriks (kolagenase, elastase, stromelisin,
katepsin) yang dilepaskan oleh sel-sel busa atau makrofag dan sel-sel meserchymal pada
plak-plak dalam merespon stimuli yang tidak jelas (meliputi: liporotein densitas rendah
(LDL) teroksidasi). Sebuah akses dari aktivitas enzimatik penurun-matriks dapat
berkontribusi menghilangkan kolagen dalam plag topi fibrosa protektif, sehingga
membuatnya mudah mengalami gangguan. Sama halnya dengan berkurangnya sintesis
kolagen, dihasilkan dari naiknya kematian sel-sel otot halus pensintesis matrik oleh
apoptosi, yang juga berkontribusi pada gangguan plak. Patogen-patogen intraselular,
seperti chlamydophila pneumoniae, helicobacter pylori, cytomegalovirus (CMV), dan
aktivasi imun baru-baru ini menunjukkan penyebab respon-respon inflamasi dalam plak-
plak aterosklerosis dan diimplikasikan sebagai pemicu potensial untuk ruptur plak.
2.3 Diagnosis
a) Presentasi
Nyeri dada merupakan alasan umum dari pasien yang datang ke rumah sakit, dicatat
lebih dari 5% kunjungan di bagian gawat darurat dan 40% yang masuk rumah sakit. Sekitar
50% pasien yang datang dengan nyeri dada memiliki riwayat SKA, yang membutuhkan
rawat inap dan terapi medis secara intensif. Bagian ini memberikan panduan dalam
8
hsTn
Potensi
Nonkardiak
Pertimbangan Disebabkan
Tn
STEMI
↑ hsTn
Banyak pasien SKA datang dengan ketidaknyamanan dada, baik pada STEMI
maupun 80% dari NSTEMI dimana hal ini berkepanjangan dan berlangsung lebih dari 20
menit. Angina cepat atau onset angina terkini muncul pada 20% pasien dengan NSTEMI,
ketidaknyamanan restroternal, parah dan menjalar ke leher, lengan atau punggung. Sering
dikaitkan dengan mual, berkeringat dan muntah karena adanya pelepasan racun dari sel- sel
miokard yang cedera dan aktivasi otonom. Hal ini biasanya tidak terpengaruh oleh
perubahan postur, gerakan atau respirasi. Nyeri yang dirasakan bisa atipikal (berlokasi di
epigastrium, leher, lengan atau punggung atau dengan karakter yang tak biasa). Terutama
dengan infark rendah, nyeri ini bisa sulit dibedakan dengan dispepsia. Gejala-gejala atipikal
mungkin bisa muncul pada pasien muda (usia 25-40 tahun), pasien usia lanjut (usia diatas
75 tahun), perempuan, orang-orang dengan diabetes, gagal ginjal kronis dan penderita
demensia. Pada beberapa pasien, nyeri yang dirasakan minimal atau bahkan tidak ada,
dengan gejala-gejala yang dominan meliputi mual, muntah, dispnea, lemah, pusing atau
sinkop (atau kombinasi dari hal-hal tersebut). Kadang SKA hadir bertepatan (dan sering
retrospektif) dengan adanya kelainan pada EKG selain naiknya tanda-tanda biokimia. Hal
ini juga penting untuk membedakan mereka dengan nyeri dada non-kardiak dari orang-
orang dengan gejala-gejala angina. Angina tipikal diketahui dengan munculnya tiga fitur di
bawah ini:
1. Ketidaknyamanan yang mengganggu di dada, dan/atau leher, bahu, rahang atau lengan
2. Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres psikologi
3. Hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin sekitar 5 menit.
Jika hanya ada dua dari fitur-fitur di atas, hal ini dianggap sebagai angina atipikal.
Jika satu atau tidak ada dari fitur-fitur tersebut yang muncul, pasien dianggap memiliki
nyeri dada non-angina. Angina kurang mungkin jika nyeri tak berkaitan dengan aktivitas,
dibawa oleh inspirasi, atau berhubungan dengan gejala-gejala seperti jantung berdebar,
kesemutan atau disfagia. Jika nyeri dada non-angina didiagnosis maka penyebab lain untuk
nyeri ini harus dipertimbangkan.
10
STEMI didiagnosis dengan munculnya karakteristik nyeri dada yang lebih dari
30 menit dan elevasi segmen-ST ≥ 2mV (2mm) pada dua atau lebih lead perikordial atau
> 1mV (1mm) pada dua atau lebih lead adjacent limb atau blok berkas cabang baru.
Pada pasien dengan tipe infark miokard yang berkembang:
1. Elevasi ST berkembang cepat (30 sampai 60 detik) setelah oklusi koroner, dan
biasanya berkaitan dengan oklusi total yang panjang dari arteri koroner.
2. Elevasi ST selesai selama beberapa jam dalam merespon reperfusi koroner spontan
atau terapeutik. ST elevasi yang bertahan merupakan tanda dari gagalnya reperfusi,
dan berkaitan dengan infark yang besar dan prognosis yang parah. Inversi
gelombang-T, patologi gelombang Q dan hilangnya gelombang R sering berkembang
dalam zona infark ketika reperfusi terlambat atau tidak lengkap, mengindikasi
munculnya nekrosis miokard luas. Ketika reperfusi berhasil muncul dengan cepat,
dalam perjalanan waktu infark miokard elevasi ST berkembang, akan ada sedikit
nekrosis miokard, preservasi gelombang R dan tanpa formasi gelombang Q. Kadang,
terapi reperfusi bisa diberikan sangat cepat dimana infark dibatalkan.
Pada sebagian kecil pasien dengan nyeri dada dan infark miokard yang
berkembang (sekitar 5%), EKG menunjukkan blok berkas cabang (biasanya kiri). Hal
ini umumnya terkait dengan infark anterior yang luas dan prognosis yang buruk.
Distribusi perubahan- perubahan EKG memberikan beberapa informasi tentang area
miokardium yang terlibat:
3. Perubahan dalam II, III dan sebuah FV menunjukkan iskemia inferior atau nekrosis
11
pada arteri koroner kanan (Gambar 1.4). Dibandingkan pasien dengan infark anterior
yang luas, pasien-pasien ini memiliki insiden yang rendah akan gagal jantung,
kenaikan insiden dari bradiaritmia (sejak iskemia nodal atrioventrikular (AV) atau
aktivasi vagal sering beriringan dengan oklusi dari arteri koroner kanan) dan
prognosis yang relatif baik.
temporal yang berhubungan dengan lebih dari dua kali batas atas normal dianggap sebagai
diagnostik. Kreatin kinase secara luas didistribusikan dalam jaringan non-kardiak, dan
karena itu memiliki tingkat yang signifikan dengan hasil positif-salah. Isoenzim, CK-MB,
dominan terletak di miokardium, dan untuk alasan ini sebelumnya telah menjadi standar
penanda emas untuk nekrosis miokard. Protein dengan bobot molekuler yang rendah,
mioglobin, dilepaskan sebagai akibat dari kerusakan berbagai otot. Sementara untuk cedera
miokard yang non-spesifik, rilis mioglobin relatif terjadi segera setelah infark miokard,
dengan tingkatan yang dapat terdeteksi dalam waktu 2 jam, membuatnya menjadi tanda
biologis awal yang berguna untuk triase pasien dengan nyeri dada didepartemen gawat
darurat
Gambar 1.3. Infark miokard anterolateral. Catatan elevasi ST dalam baris V2-V6, I dan aVI.
Gambar 1.4. Infark miokard lateral tinggi. Catatan elevasi ST pada baris I dan aVL
dengan perubahan resiprokal dalam baris-baris inferior. Angiografi koroner
menunjukkan 95 % stenosis dalam cabang diagonal yang tinggi.
13
Gambar 1.5.Infark miokard inferior akut. Catatan elevasi segmen ST pada baris yang
berhadapan dengan dinding inferior (II, III, aVF). Perubahan resiprokal terlihat secara
diametrik berlawanan dengan lead (I dan aVL) yang berlokasi pada plane yang sama
(frontal).
Gambar 1.6. Infark miokard dinding posterior. Catatan gelombang R tinggi pada baris V1-
V3 berkaitan dengan tekanan ST.
Pada beberapa dekade terakhir, troponin jantung telah diganti dengan penanda biologis
dalam deteksi nekrosis miokard yang berdasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas. Setiap
pasien yang menunjukkan troponin dengan kenaikan yang khas dan penurunan bertahap yang
berhubungan dengan gejala-gejala iskemik atau perubahan EKG harus didiagnosis dengan
pasti telah memiliki infark miokard. Troponin kompleks merupakan bagian integral dari
miofibril jantung yang dilepaskan setelah kerusakan miokardium. Dua komponen regulasi,
troponin I dan T, dirilis oleh mikro-infark miokard, perifer dapat dideteksi, menunjukkan
14
bahwa nekrosis miokard telah terjadi. Sifat khusus mereka, troponin jantung sangat sensitif,
dengan deteksi tinggi yang terjadi setelah nekrosis <1 g jaringan miokard. Troponin terdeteksi
3-4 jam setelah onset infark, puncaknya pada 12 jam dan bisa tetap tinggi sampai 2 minggu.
a. Protokol harus berada ditempat untuk stratifikasi pasien nyeri dada dengan risiko
SKA. 12-rekaman EKG merupakan pusat triase departemen gawat darurat dari
pasien dengan SKA. Pasien dikelompokkan kedalam salah satu sub kelompok
berikut (lihat juga dibawah ini).
• Elevasi segmen ST atau LBBB baru: spesifitas tinggi untuk perkembangan
STEMI; kelayakan akses reperfusi.
• Depresi segmen ST: konsisten dengan atau sangat sugestif dari iskemia;
mendefinisikan subset risiko tinggi pasien dengan UA/ NSTEMI. Sangat penting
jika ada perubahan EKG baru atau dinamis. Korelasi klinis diperlukan untuk
menafsirkan sepenuhnya.
• EKG nondiagnostik atau normal: penilaian lanjutan biasanya diperlukan;
protokol evaluasi harus mencakup pengulangan EKG atau pemantauan segmen ST
yang terus-menerus dan penanda serial jantung. Pencitraan miokard atau
ekokardiogram 2D mungkin berguna selama pengamatan medis pada pasien
tertentu. Pengujian noninvasif (yaitu tes stres/ pencitraan jantung) harus
dipertimbangkan jika EKG dan penanda serial tetap nomal.
b. Dokter harus hati-hati mempertimbangkan diagnosis SKA bahkan tanpa adanya
ketidaknyamanan dada yang khusus. Mempertimbangkan SKA pada pasien dengan:
• Gejala ekuivalen angina, seperti dispnea (disfungsi LV), palpilasi, presinkop, dan
sinkop (aritmia ventrikel iskemik)
• Nyeri atipikal prekordial kiri atau keluhan gangguan pencernaan atau dyspepsia
• Nyeri atipikal pada orangtua, wanita, dan orang dengan diabetes
• Terapi fibrinolitik: ditangani sesegera mungkin, optimal pemberian obat waktu
≤30 menit
15
16
• IKP: segera mengidentifikasi calon reperfusi dan mencapai inflasi balon sesegera
mungkin dengan IKP primer: optimal pemberian balon inflasi waktu ≤90 menit.
• Mempertimbangkan IKP primer jika tersedia atau jika pasien tidak memenuhi syarat
untuk fibrinolitik
• IKP (atau CABG jika ada indikasi) adalah pengobatan reperfusi pilihan untuk pasien
dengan syok kardiogenik
d. Untuk semua pasien dengan risiko sedang hingga tinggi NSTEMI dan STEMI
• Cepat diberikan aspirin (160 sampai 325 mg) kecuali kalau diberikan dalam 24 jam
yang lalu
• Klopidogrel (300 mg muatan dosis)
17
• Beta-bloker oral untuk semua pasien tanpa kontraindikasi, saat stabil; Beta- bloker
IV untuk pasien dengan hipertensi atau takiaritmia tanpa kontraindikasi; sebaliknya
Beta-bloker tidak disarankan rutin diberikan
e. Nitrogliserin IV untuk awal 24 sampai 48 jam hanya pada pasien dengan AMI dan CHF,
infraksi anterior besar, iskemia tetap atau berulang, atau hipertensi.
Penilaian risiko pada pasien dengan nyeri dada akut
Pasien dengan nyeri dada dan perubahan EKG iskemik memerlukan rawat inap
dan perawatan yang sesuai. STEMI dapat didiagnosis dengan cepat melalui perubahan
karakteristik EKG. Namun, perubahan EKG bisa kurang jelas atau tidak adanya pasien
dengan NSTEMI, yang membuat perolehan riwayat menjadi hal yang penting. Jika ada
sebuah pola nyeri dada iskemik (khususnya nyeri saat beristirahat atau bertahan lebih dari 15
menit) maka rawat inap diperlukan untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut; pasien- pasien
ini memiliki SKA sampai dibuktikan oleh hal-hal lain. Level-level troponin harus diukur
saat pasien sampai di rumah sakit dan setelah 12 jam. Pasien yang terdeteksi dengan elevasi
troponin berada pada peningkatan risiko efek samping jantung awal. Mereka memerlukan
perawatan rumah sakit yang terpercaya dan pemantauan lebih lanjut.
Jika kadar troponin tidak meningkat, pasien dengan gejala yang tidak stabil dan
memiliki fitur-fitur lain yang berisiko tinggi masih harus diselidiki dan diperlakukan sebagai
pasien rawat inap dengan cara yang sama. Pasien yang didiagnosis dengan angina stabil,
tanpa peningkatan kadar troponin, berada pada risiko yang lebih rendah dari efek samping
jantung yang terjadi lebih awal. Mereka harus diberi perawatan yang tepat untuk gejala yang
dirasakan serta untuk pencegahan sekunder. Mereka kemudian dapat dikelompokkan
berdasarkan risiko dengan menggunakan uji fungsional seperti tes latihan treadmill atau
dengan teknik pencitraan yang lebih sensitif seperti ekokardiogram stres dobutamin atau
pemindaian perfusi miokard (misalnya melalui MRI jantung atau skintigrafi radioisotop).
Sekitar 50% pasien yang hadir dengan nyeri dada memiliki penyebab non-kardiak; sebuah
diagnosis alternatif yang tegas bisa dijelaskan (sebagai contoh, pneumotoraks dengan rontgen
dada abnormal, atau perikarditis dengan elevasi ST cekung yang tersebar luas). Saat diagnosis
tidak jelas, pasien dengan nyeri dada non-kardiak yang jelas dapat dikeluarkan dari rumah sakit
setelah penyebab lainnya dikecualikan. Pasien dengan nyeri dada non-spesifik yang memiliki
18
EKG non-diagnostik dan tidak ada serum troponin yang terdeteksi harus menjalani pengujian
lebih lanjut untuk menetapkan atau menyangkal diagnosis dari penyakit koroner. Pengujian
fungsional memiliki keterbatasan dan dapat menimbulkan hasil positif-salah pada pasien
tanpa penyakit koroner. Sebaliknya, pasien dengan penyakit koroner mungkin memiliki tes
stres negatif-salah jika mereka tidak memiliki batas-aliran lesi koroner. Teknik pencitraan
baru yang menggunakan computed tomography (CT) telah digunakan untuk
mengelompokkan risiko pasien melalui penilaian kalsium serta CT angiografi untuk
memberikan informasi anatomi lanjut dibagian yang ditentukan. Studi terbaru CT multi-
slice yang dipublikasikan telah menunjukkan kemampuannya yang dengan cepat bisa
mengidentifikasi pasien tanpa penyakit koroner (atau kondisi lain seperti emboli paru dan
diseksi aorta), sehingga memungkinkan pasien untuk dikeluarkan lebih awal dengan aman.
Tabel 1.1. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian setelah nyeri dada
pertama kali muncul
Nyeri dada pertama kali Risiko tertinggi/ kemungkinan Risiko terendah/ kemungkinan
- Mual-muntah
- Aritmia-takikardia
Konteks, risiko riwayat Usia >40 tahun, riwayat penya- - Usia <40 tahun
penyakit kit sebelumnya (infark miokard,
stroke, PE), faktor risiko riwayat - Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
penyakit yang diperbaharui (pero-
kok, HTN, hiperkolesterolemia, - Tidak ada faktor risiko riwayat penyakit
- Hipertemia
Nyeri iskemik jantung Retro-sternal, penyempitan, - Rusuk, iradiasi perut
iradiasi rahang/serviks/lengan/
punggung, spontan, bekepanjan- - Tidak ada gejala neuro- vegetatif
gan >20 mnt. +sulit bernapas,
berkeringat, ringan, mual
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi, Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta, sedangkankan Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan
oleh banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya. Berikut salah satu contoh kasus issue
keperawatan pada saat ini : Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit
jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri
koroner. Penyakit ini disebabkan oleh penyempitan arteri.
4.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta.
21