Perantara Dagang
Perantara Dagang
Perantara Dagang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana maksud agen dalam hukum dagang?
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Banyak istilah dalam teori hukum praktek ditujukan untuk pengertian agen
atau distributor ini. Misalnya adalah sebagai berikut :
1) Agen
2) Distributor
3) Broker
4) Pialang
5) Dealer
6) Komissioner
7) Ekspeditur
8) Representative
9) Perantara
10) Calo
Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tetapi
istilah “agen” (dalam bahasa Inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam
literature dan lebih mempunyai karakteristik yang umum, sehingga dalam tulisan ini
akan konsisten digunakan istilah agen, kecuali memang ada hal-hal khusus yang ingin
ditekankan.
Apabila dalam wilayah tertentu hanya ditunjuk 1 (satu) agen, maka untuk hal
seperti itu disebut dengan agen tunggal (sole agent).
Golongan Agen
Pada dasarnya perantara agen dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu
1) Agen Penunjang
2) Agen pelengkap
a) Jasa pembimbing/konsultasi
b) Jasa financial
c) Jasa informasi
d) Jasa khusus lainnya
Berdasarkan berbagai macam jasa yang mereka tawarkan tersebut, agen pelangkap
dapat digolongkan kedalam :
a) Agen yang membantu di bidang keuangan, seperti bank
b) Agen yang membantu dalam mengambil keputusan, seperti biro iklan,
lembaga penelitian, doter,dsb.
c) Agen yang membantu dalam penyediaan informasi, seperti televisi, dsb
d) Agen khusus yang tidak masuk dalam tiga golongan dimuka.
Kedua macam perantara ( agen dan pedagang ) tsb sama-sama pentingnya dalam
pemasaran. Perlu diketahui bahwa agen dapat menyewa agen-agen yang lain. Sebagai
contoh : sebuah biro periklanan dapat menggunakan radio atau televise sebagai media
periklanan bagi perusahaan, begitu pula dalam hal pengangkutan, perusahaan
angkutan dapat menyewa alat-alat transport kepada perusahaan lain.
Jenis-Jenis Keagenan
Suatu keagenan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut
:
a) Agen manufaktur
Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik untuk
melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi pabrik
tersebut.
b) Agen penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertuga
untuk menjual barang-barang milik pihak principal kepada pihak konsumen.
c) Agen pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang
bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah
ditentukan.
d) Agen umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan
seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.
e) Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus atau
melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.
f) Agen tunggal/eksklusif
Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili principal
untuk suatu wilayah tertentu.
Kontrak Keagenan
Suatu transaksi keagenan diatur oleh suatu kontak yang dibuat diantara pihak
principal dengan agen, yang disebut dengan kontak keagenan. Pada prinsipnya kontak
keagenan ini berisikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengangkatan keagenan
b. Hak dan keajiban principal
c. Hak dan keajiban agen
d. Masa berlaku kontrak keagenan
e. Wilayah berlakunya keagenan
f. Spesipikasi produk yang akan dijual oleh agen
g. Tentang paten dan merk barang yang akan dijual
h. Tentang komisi atau harga barang
i. Target yang harus dicapai oleh agen
j. Pelayanan penjualan
k. Kemungkinan pengangkatan Sub-Agen
Hal-hal yang biasanya ada dalam setiap perjanjian. Seperti wanprestasi, force
majeure, penyelesaian perselisihan, hokum yang berlaku, dan sebagainya.
Distributor
a. Membeli barang dan jasa dari produsen atau pedagang yang lebih besar
b. Mengklasifikasi barang atau memilahnya sesuai dengan jenis, ukuran, dan
kualitasnya.
c. Memperkenalkan barang atau jasa yang diperdagangkan kepada konsumen,
isalnya dengan reklame atau iklan.
a. Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas ridak
mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
b. Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena
skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
c. Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana
mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
d. Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam
barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing
pabriknya.
Seorang distributor harus memiliki kriteria yang sesuai dari ketentuan-ketentuan yang
telah diberikan oleh pihak perusahaan. Baik mengenai kewajiban. hak. maupun sanksi
terhadap pekerjaan tersebut telah diatur di dalam perjanjian yang dibuat oleh
perusahaan dan distributor itu sendiri.
1. Dasar Hukum
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW yang menyatakan bahwa,
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak
terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian distributor tidak hanya
didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau
Jasa (Permendag 11/2006).
2. Karakteristik Perjajian
Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perntara untuk melakukan transaksi bisnis
tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan yang lain atau yang
menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. Perjanjian
Keagenan adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam BW.
Pihak-pihaknya antara lain : Pihak yang memberi perintah disebut prinsipal,
sedangkan pihak diminta untuk melakukan perbuatan hukum disebut agen.
Hubungan prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan,
yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi prinsipal dan pada
sisi lain prinsipal setuju atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen tersebut.
Sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut, maka tanggung jawab atas perbuatan
hukum yang dilakukan oleh agen dibebankan pada prinsipal.
Agen pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan hukum
untuk dan atas nama prinsipal karena pada dasarnya agen bukanlah pemilik
barangdan /atau jasa, pemilik barang dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.
2. Harga, dan
1. Dalam perjanjian keagenan, agen bertindak sebagai peantara untuk dan atas
nama prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, distributor bertindak untuk
dan atas namanya sendiri
2. Dalam perjanjian keagenan, barang dan/atau jasa yag dipasarkan oleh agen
adalah bukan milik agen, tetapi milik prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian
distributor, barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh distributor adalah milik
distributor sepenuhnya.
3. Dalam perjanjian keagenan, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan
hukum agen ditanggung oleh dan dibebankan kepada prinsipal. Sedangkan dalam
perjanjian distributor, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum distributor
sepenuhnya ditanggung oleh pihak distributor.
Dimanakah diaturnya dasar hukumnya suatu keagenan ini ? Dasar hukum pengaturan
keagenan kita dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Hubungan principal berbeda antara agen dengan distributor. Seorang agen akan
menjual barang atau jasa untuk dan atas nama pihak prinsipalnya, sementara seorang
distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri (independent tender).
2. Pendapatan Perantara
Pendapatan seorang agen adalah berupa komis dari hasil penjualan barang/jasa
kepada konsumen, sementara bagi distributor, pendapatannya adalah berupa laba dari
selisih beli (dari prinsipal) dengan jual kepada konsumen.
3. Pengiriman Barang
Dalam hal keagenan barang dikirim lansung dari principal kepada konsumen,
sedangkan dalam hal distribusi, barang dikirim kepada distributor dan baru dari
distributor dikirim kepada konsumen. Jadi dalam hal distribusi, pihak principal
bahkan tidak mengetahui siapa konsumen itu.
Prinsip prinsipal akan lansung menerima pembayaran harga dari pihak konsumen
tanpa melalui agen, sedangkan dalam hal distribusi, pihak distributorlah yang
menerima harga bayaran dari konsumen.
B. PEDAGANG KELILING
Pedangang keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar kantor
untuk memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara majikan
(pengusaha)dan pihak ketiga.
Pedang keliling ini erat kaitannya dengan majikannya karena pedagang berkeliling
adalah perantara untuk mendistribusikan barang-barang produksi. Hubungan hukum
yang dilakukan antara majikan dengan pedagang keliling adalah perjanjian kerja.
Perbedaan antara agen perusahaan dan pekerja keliling adalah pada hubungan kerja
dan tempat kedudukan, seperti diuraikan berikut:
C. MAKELAR
Pengertian
Makelar dalam kitab-kitab fiqh terdahulu disebut dengan istilah “samsarah” atau
simsarah. Makelar berasal dari bahasa arab, yaitu samsarah yang berarti perantara
perdagangan atau perantara antarapenjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli.
Makelar adalah pedagang perantara yag berfungsi menjualkan barang orang lain
dengan mengambil upah tanpa menanggung resiko, dengan kata lain makelar ialah
penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Makelar yang
terpercaya tidak dituntut risiko sehubungan dengan rusaknya atau hilangnya baarang
dengan tidak sengaja.
Makelar ialah seorang perantara antara si pembeli dan si penjual barang. Pekerjaan
makelar, ialah mengadakan perjanjian-perjanjian atas nama, atas perintah dan biaya
orang lain.
Seorang makelar bertindak sebagai pesuruh dengan hak perwakilan, tetapi makelar
tidak boleh mempunyai hubungan kerja yang tetap dengan penyuruhnya, misalnya
seorang kuasa usaha(procutariehouder) dari suatu perseroan terbatas, tidak
diperbolehkan menjadi makelar dati PT itu.
Makelar bertindak atas nama mereka yang menyuruh, dengan kata lain ia menyiapkan
perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak. Seorang hanya dapat menjadi
makelar untuk satu macam barang saja, misalnya makelar semen.
Makelar untuk beberapa barang atau makelar untuk segala macam barang dapat juga,
asal hal itu dinyatakan dengan tegas dalam akta pengangkatannya. masyarakat
perdagangan mengenal juga makelar barang-barang tak bergerak, meskipun hal
demikian tidak disebut dalam undang-undang.
Pada jaman hindia-belanda pejabat itu adalah Gubernur Jenderal atau pembesar
lainnya yang diwajibkan oleh gubernur jenderal itu. Pada waktu sekarang terdapat
dua pendapat tentang pejabat negara yang berhak mengangkat makelar itu:
2. Menurut Prof. Subekti, makelar itu diangkat oleh Presiden RI atau oleh
pembesar lain yang oleh Presiden telah dinyatakan berwenang untuk itu.
Menurut pasal 65 ayat 2 KUHD, makelar tidak boleh berdagang untuk kepentingan
sendiri baik secara individu ataupun dengan perantara orang lain, atau bersama-sama
dengan orang lain, ataupun menjadi penanggung. Larangan ini berarti bahwa seorang
makelar yang diangkat dalam hal jual-beli efek misalnya, tidak diperkenankan turut
ambil bagian dalam transaksi yang bersangkutan, apabila ini dilanggar maka menurut
Pasal 71 KUHD ia harus dibebaskan dari tugasnya (dischors) atau dilepaskan dari
jabatannya, Schorsing dan pemecatan ini dilakukan oleh pejabat umum yang
mengangkatnya, dan berdasarkan Pasal 73 KUHD ia (makelar) tidak dapat diangkat
kembali dalam jabatan itu. Seorang makelar harus bertanggung jawab atas kerugian
akibat kesalahannya.
Selanjutnya dalam Pasal 69 KUHD disebutkan tentang Jual beli dengan contoh
(monster). Perjanjian jual-beli dengan contoh adalah berlainan dengan perjanjian jual-
beli secara percobaan (koop of proef), koop of proef diatur dalam pasal 1463 KUHS
disebutkan suatu jual-beli ditentukan, bahwa barang yang dibeli harus dicoba terlebih
dahulu oleh si pembeli, misalnya jual-beli radio/mobil dan lain-lain.
Dalam hal jual beli secara percobaan tergantung dari pendapat si pembeli pada saat
mencoba barang, apakah jual-beli akan dilanjutkan atau tidak. Selama pembeli belum
menentukan pendapatnya, tentang barang itu, jual beli belum dapat dilalaksanakan.
Akan tetapi perjanjian jual beli sudah terjadi, hanyalah dengan syarat. Alasan
menolak barang barang itu harus terletak pada pendapat tentang baik buruknya
barang yang dibeli. Jika barang ternyata baik, jual beli harus dilanjutkan.
Dalam hal ini pihak pembeli yang berkuasa menetapkan pendapat apakah sesuatu
barang baik atau tidak. Berlainan halnya dengan jual beli dengan contoh (koop of
monster). Koop of monster tidak diatur dalam KUHS.
Jual beli dengan contoh hanya disinggung dalam pasal 69 KUHD tetapi selanjtunya
tidak diatur dalam undang-undang akan tetapi dalam praktek sehari-hari sering
terjadi. Apabila pada waktu jual-beli diadakan, si pembeli belum melihat barang yang
akan dibeli, melainkan ditunjukkan saja suatu contoh dari barang yang akan dibeli,
misalnya kain-kain, atau beras.
Dalam jual beli jenis ini sering timbul kesulitan, misalnya apabila contohnya hilang,
ataupun si pembeli menganggap bahwa barang yang diserahkan tidak cocok dengan
contoh, kesulitan ini dapat dihindarkan, apabila para pihak sejak semula telah
menegaskan maksud yang sebenarnya dari perjanjian mereka.
Kalau penegasan ini tidak ada, maka Hakimlah yang akan menentukan kebenaran
pendapat masing-masing pihak berdasarkan kejujuran. Bahwa demi untuk
kepentingan principal dan pihak lawannya dalam hal penjualan dengan contoh, maka
makelar harus menyimpan contoh itu sampai pada penyerahan barang –barang yang
dijual dengan diberi tambahan catatan sepatutnya untuk mengenali contoh itu.
Menurut KUHD pasal 70 dalam hal jual-beli surat wesel dan surat-surat berharga
lainnya, maka tiap-tiap makelar yang telah menutup jual-beli surat-surat wesel
berharga harus menyerahkan itu kepada si pembeli.
Seperti halnya dengan setiap orang yang menerima perintah, maka makelar
mempunyai hak retentie disebutkan dalam pasal 1812 KUHS yang menyatakan, hak
pihak penerima kuasa untuk menahan segala apa kepunyaan si pembeli kuasa yang
berda di tangannya, sekian lamanya hingga telah dibayar lunas segala apa yang dapat
dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (lastgeving).
d. Dalam hal jual beli wesel, menanggung bahwa tanda tangan penjual adalah
tanda tangan yang benar(sah).
Jika ditinjau dari segi hukum perdata, tugas makelar dikuasai oleh ketentuan-
ketentuan mengenai pemberian kuasa untuk menyelenggarakan sesuatu bagi yang
memberi kuasa(lastgeving), lihat pasal 1792 dst. KUH perdata dan pasal 63 KUH
Dagang.
Syarat yang menimbulkan kesulitan “Apabila perbuatan tidak diakui seluruhya”. Ini
harus diarttikan, bahwa jika telah ada petunjuk-petunjuk mengenai adanya perjanjian,
kekuatan bukti termaksud dalam undang-undang, telah menjadi kenyataan. Harus
diartikan pula bahwa dari pihak lain, terdapat bukti (sekedar bukti) tentang adanya
perjanjian walaupun pihak yang bersangkutan tidak mengakuinya!. Dalam
menjalankan pekerjaan makelar, timbul banyak persoalan-persoalan juridis yang
perlu dibahas. Dalam praktek sering terjadi, makelar membeli barang untuk”majikan
yang namanya akan ditentukan”. Harus diartikan demikian: tanpa menyebut nama
dari orang yang menyuruhnya terlebih dahulu dalam membuat perjanjian jual beli.
Dalam hal demikian, makelar wajib dalam waktu yang layak memberikan nama dari
yang menyuruh. Tetapi dapat juga terjadi, makelar membeli barang-barang tanpa ada
orang yang menyuruhnya, dengan maksud dan harapan, kelak kemudian mencarikan
majikan/orang yang menyuruhnya. Demikianlah makelar menimbulkan bayangan
palsu pada si penjual, karena pada hakekatnya ia membeli barang-barang tanpa ada
yang menyuruhnya. Ia juga tidak membeli barang-barang itu untuk keperluan sendiri.
Meskipun ia kemudian dapat menemukan seorang pembeli, akan tetapi perbuatannya
tetap merupakan pembelian tanpa suruhan(opdracht). Sebenarnya harus dipandang
sebagai perbuatan tanpa perjanjian jual beli. Jadi jika makelar kemudian dapat
menemukan seorang pembeli, maka suruhan dari pembeli ini dianggap sebagai
pengesahan perbuatan makelar tersebut diatas. Dalam hal sedemikian, sebaiknya
kedua perbuatan itu, pembelian(oleh makelar terlebih dahulu) dan suruhan(oleh
seorang pembeli kemudian) harus terjadi sebelum pelaksanaan jual beli terjadi.
Dengan cara yang sama, kita dapat mengesahkan suatu penyerahan barang-barang
yang berdasarkan suatu pembelian tidak sah, dengan perjanjian jual beli yang baru
kemudian diadakan. Demikian pula kita dapat dianggap suruhan yang kemudian
diadakan, sebagai pengesahan dari pada perbuatan makelar, yang membeli barang-
barang tanpa adanya suruhan terlebih dahulu itu.
Dalam hal makelar tidak dapat menemukan seorang pembeli yang betul-betul
menyuruhnya, dengan sendirinya penjual tidak boleh dirugikan pada pihak penjual,
dalam praktek ini dikenal 2 cara yaitu:
b. Dalam soal ini kita berpendirian, bahwa biarpun ia tidak membeli barang untuk
majikan, makelar tetap dianggap membelinya untuk keperluan sendiri. Makelar
dianggap sebagai pihak dalam perjanjian, sehingga juridis pihak penjual ada dalam
kedudukan sama, seperti halnya benar-benar ada penyuruh. Cara terkhir ini dalam
praktek merupakan cara penyelesaian yang dapat diterima dan dipuji, meskipun
sebenarnya tidak ada suatu jual beli. Pertanggung jawab makelar dalam hal demikian,
harus didasarkan atas kepercayaan yang ada pada pihak penjual terhadap perbuatan
makelar. Makelar harus dipandang membeli barang untuk diri sendiri, akan tetapi
tidak berdasae perjanjian jual beli yang lazim terjadi, melainkan berdasarkan
pertanggungjawab, karena menimbulkan kepercayaan pada pihak penjual. Semua ini
mengenai ajaran tentang kepercayaan yang ditimbulkan.
D. KOMISIONER
Pengertian
Mengenai komisioner diatur dalam pasal 76 sampai dengan pasal 85 KUHD. Dalam
pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang yang
menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup
persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan taggungan orang lain
dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
4. Tetapi komisioner juga dapat bertindak atas pemberi kuasanya (pasal 79).
Dalam hal ini maka dia tunduk pada Bab XVI, buku II KUHPER tentang pemberian
kuasa, mulai pasal 1972 dan seterusnya. Konisioner mempunyai hubungan kerja tidak
tetap dan koordinatif dengan pengusaha.
Berakhirnya pemberian kuasa perjanjian komisioner :
Hubungan pihak ketiga dengan komisioner adalah hubungan para pihak dalam
perjanjian dimana komiten tidak dapat menggugat pihak ketiga sedangkan pihak
ketiga tidak perlu tahu untuk siapa komisioner bertindak, begitu pula komiten tidak
perlu tahu dengan siapa komisioner bertindak, tetapi semua biaya yang dikeluarkan
oleh komisioner untuk melaksanakan perjanjian harus ditanggung oleh komiten
(Pasal 76&77).
1. Hak retensi, hak komisioner untuk menahan barang komiten, bila provisi dan
biaya yang lain belum dibayar
1. Agen :
e. Hak provisi
2. Makelar
3. Komisioner
1. Sama – sama pemegang kuasa, bertindak atas nama pemberi kuasanya tapi
tanggungjawab masih berada ditangan si pemberi kuasa (Prinsipal), karena pemberi
kuasa merupakan para pihak dalam perjanjian
E. EKSPENDITUR
Tugas ekspeditur
Ekspeditur bertugas untuk mencarikan alat angkut yang tepat untuk mengirim barang.
Kewajiban ekspeditur
Ciri-ciri ekspeditur
Hubungan hukum
1. Ekspeditur – Principal
2. Ekspeditur – Pengangkut
Tunduk pada KUHD tentang perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan atau
perjanjian pemindahan barang ialah perjanjian yang berupa hubungan hukum yang
timbul karena pemindagan barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat lain.
Para pihak
Rusaknya barang
Ekspeditur antara
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam UU No. 13 tahun 2003 dijelakan secara mendetail mengenai hak dan
kewajiban antara pengusaha dan pembantu-pembantunya, hal ini sebagai
penyempurnaan dari KUHPer dan KUHD yang telah dulu berlaku.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bakry dan Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Cipta Prakarsa:
Jakarta