ASKEP Osteomielitis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 68

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN POST OP
OSTEOMIELITIS DI RUANG CENDANA RUMAH
SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH :
UBAIDILLAH
NPM : 1830702050

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021
HALAMAN JUDUL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN POST OP


OSTEOMIELITIS DI RUANG CENDANA RUMAH
SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH :
UBAIDILLAH
NPM : 1830702050

Laporan tugas akhir


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan
Pada
Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir dengan Judul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Osteomielitis di Ruang Cendana Rumah
Sakit Umum Kota Tarakan” adalah karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Laporan Tugas Akhir ini.
Penulisan ini ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.

Tarakan, 18 Juni 2021

Ubaidillah
NPM 1830702050

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Laporan Tugas Akhir : Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Post Op
Osteomielitis di Ruang Cendana Rumah Sakit Umum
Kota Tarakan.
Nama : Ubaidillah
NPM : 1830702050

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Maria Imaculata Ose, S.Kep., Ns., M.Kep Ahmat Pujianto, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 198510112019032014 NIP.198612042019031009

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diujikan pada tanggal 18 Juni 2021


Dan disetujui untuk disusun sebagai Laporan Tugas Akhir dengan judul

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN POST OP


OSTEOMIELITIS DI RUANG CENDANA RUMAH
SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

Tim Penguji :

1. Ramdya Akbar Tukan. S.Kep., Ns., M.Kep (......................................)


NIP: 198508082019032016
2. Sulidah, S.Kep., Ns.,M.Kep (......................................)
NIP. 196902061999031003
3. Maria Imaculata Ose, S.Kep., Ns., M.Kep (......................................)
NIP.198510112019032014

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan, kesempatan dan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan Post Op Osteomielitisdi Ruang Cendana Rumah Sakit Umum Kota Tarakan”
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan program pendidikan Jurusan Keperawatam Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun setelah mahasiswa
mengikuti ujian akhir program tahap satu di Rumah Sakit dan mahasiswa diharuskan
mengelola sebuah kasus dalam bentuk asuhan keperawatan. Selama penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan LTA ini dapat terselesaikan.
2. dr. Joko Haryanto, MM selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tarakan beserta
jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
praktik dan mengambil kasus di Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
3. Bapak Sulidah, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan dan juga selaku penguji dua yang selalu memberikan
masukan dan ajaran.
4. Ibu Yuni Retnowati, SST., M.keb, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan.
5. Bapak Alfianur, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

vi
6. Ibu Fitriya Handayani, S.Kep, Ns., M.kep, selaku sekertaris Jurusan Keperawatan,
dan selaku pembimbing akademi penulis yang selalu memberikan nasehat dan
motifasi.
7. Ibu Paridah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan
8. Ibu Maria Immaculata Ose, S.kep,Ns.,M.kep, selaku dosen pembimbing satu yang
dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan membimbing
penulis selama proses Laporan Tugas Akhir ini serta selaku dosen penguji tiga
Laporan Tugas Akhir ini.
9. Bapak Ahmat Pujianto, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing dua yang
dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan membimbing
penulis selama proses Laporan Tugas Akhir ini.
10. Ibu Ramdya Akbar Tukan. S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji satu yang telah
memberikan masukan dan bimbingan.
11. Mama dan bapak yang tidak putus putusnya mendoakan penulis sehingga bisa
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
12. Hawrataqqiah, istri tercinta yang selalu menemani, menguatkan dan menyemangati
dalam proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
13. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Borneo tarakan, terima kasih atas dukungan, bantuan dan bimbingannya selama
ini.
14. Klien Tn. S dan keluarga atas kerjasamanya sehingga penulis tidak banyak
mendapat kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan keperawatan
sebagai klien binaan.
15. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan (Eritrosit) yang telah memberi dorongan semangat
dan doa kepada penulis.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak
pihak yang berssifat membangun demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini di masa
yang akan datang.
Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca
dan pengembangan ilmu keperawatan.

Tarakan, 18 Juni 2021

Ubaidillah

viii
ABSTRAK

GAMBARAN TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN OSTEOMIELITIS DI RSUKT KOTA TARAKAN TAHUN 2021
Osteomielitis merupakan peradangan pada tulang yang dapat disebabkan oleh
adanya keterlibatan infeksi dari organisme-organisme tertentu umumnya organisme
yang mengidentifikasi adalah bakteri Staphylococcus aureus. Penatalaksanaan
osteomielitis harus dilakukan dengan cepat dan tepat mengingat bahwa osteomielitis
merupakan kasus kegawatdaruratan dalam ortopedi dimana penatalaksanaannya
dipengaruhi oleh gambaran histologi dan durasi (akut dan kronis). Dalam penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini penulis menggunakan studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan dengan tahapan pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Tujuan umum Laporan Tugas Akhir ini adalah
mendapatkan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan Osteomielitis dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif. Subjek
penelitian adalah Tn. S dengan Post Op Osteomielitis di Ruang Cendana RSUKT
Tarakan dari tanggal 15 Maret 2021-17 Maret 2021. Hasil yang didapatkan terdapat
tiga diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn. S, nyeri akut, gangguan
integritas kulit, defisit pengetahuan. Saran untuk masyarakat umum diberikan
pemahaman baik tentang pengertian, penyebab, pencegahan, faktor resiko serta gejala
umum yang dapat terjadi. Selain itu perlu diedukasi pula mengenai bahaya dari
osteomielitis termasuk komplikasinya.

Kata kunci: Osteomielitis, proses keperawatan.

ix
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii


PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
1.3 Metode Penelitian....................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 Konsep Dasar Osteomielitis ....................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Osteomielitis..................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Osteomielitis .................................................................... 5
2.1.3 Etiologi Osteomielitis ......................................................................... 6
2.1.4 Tanda dan gejala Osteomielitis .......................................................... 7
2.1.5 Penatalaksanaan Osteomielitis ........................................................... 7
2.1.6 Komplikasi Osteomielitis ................................................................... 8
2.2 Konsep Dasar Keperawatan ....................................................................... 8
2.2.1 Pengkajian .......................................................................................... 8
2.2.2 Diagnosis ........................................................................................... 10
2.2.3 Intervensi ............................................................................................ 11
2.2.4 Implementasi ...................................................................................... 23

iii
2.2.5 Evaluasi ............................................................................................. 24
BAB 3 LAPORAN KASUS ........................................................................... 25
3.1 Pengkajian .................................................................................................. 25
3.1.1 Identitas pasien ................................................................................... 25
3.1.2 Alasan masuk Rumah Sakit ................................................................ 25
3.1.3 Keluhan utama .................................................................................... 25
3.1.4 Riwayat pengkajian saat ini ................................................................ 25
3.1.5 Riwayat kesehatan .............................................................................. 25
3.1.6 Riwayat psikososial ............................................................................ 27
3.1.7 Riwayat spiritual................................................................................. 27
3.1.8 Aktifitas sehari-hari ............................................................................ 27
3.1.9 Pemeriksaan penunjang ...................................................................... 32
3.1.10 Terapi saat ini ................................................................................... 32
3.1.11 Klasifikasi data ................................................................................. 32
3.1.12 Penyimpangan KDM…………...…………………………………. 34
3.2 Diagnosis…………...…………………………………………………….. 35
3.3 Intervensi .................................................................................................... 35
3.4 Implementasi .............................................................................................. 36
3.5 Evaluasi ...................................................................................................... 41
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 43
4.1 Pengkajian .................................................................................................. 43
4.2 Diagnosis .................................................................................................... 46
4.3 Intervensi .................................................................................................... 47
4.4 Implementasi .............................................................................................. 48
4.5 Evaluasi ..................................................................................................... 49
BAB 5 PENUTUP .......................................................................................... 50
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50
5.2 Saran .......................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.7 Pemeriksaan Laboratorium


Tabel 3.1.8 Terapi Obat

v
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Genogram Keluarga Tn. S


Bagan 3.2 Penyimpangan KDM Tn. S

vi
DAFTAR ISTILAH

CRT : Capillary Refill Time


DM : Diabetes Meletus
GJK : Gagal Jantung Kongesif
GCS : Glasgow Coma Scale
IMT : Indeks Masa Tubuh
IV : Intravena
KMB : Keperawatan Medikal Bedah
RL : Ringer Lactate
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
SIKI : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
TPM : Tetes Per Menit

vii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang
berawal dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian,
kemudian meluas sehinggan melibatkan periosteum daerah sekitar. Kondisi ini dapat
dikategorikan menjadi akut, subakut dan kronis, tergantung pada gambaran klinis
(Topazian RG, 2002) . Osteomielitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan
inflamasi pada tulang yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala terjadi
dalam waktu 2 minggu setelah infeksi. Pada osteomielitis kronis, nekrosis tulang
dapat terjadi hingga 6 minggu pasca infeksi (Schmitt, S.K, 2017).
Osteomielitis merupakan patologi infeksi yang bersifat inflamasi pada tulang,
yang lebih sering diamati pada pasien dari negara berkembang, merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena morbiditas yang tinggi terkait dengan potensi kecacatan
pada orang tersebut karena penyakitnya. Oleh karena itu, jika tidak diobati dengan
benar, ia memiliki efek yang menghancurkan dan prognosis yang buruk bagi individu
yang terkena. Agen penyebab osteomielitis umumnya terkait dengan faktor risiko
tertentu yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu. Di antara agen
infeksi yang paling sering dikaitkan dengan penyakit ini adalah agen bakteri seperti
Staphylococcus aureus. Namun, dalam beberapa kasus, terutama bila ada beberapa
jenis gangguan sistem kekebalan atau penyakit kronis yang melemahkan, agen
etiologi yang terlibat mungkin bakteri atipikal atau agen jamur (Freire, LFL,
Gavilanes, 2019).
Sekitar 50-70% kasus osteomielitis disebabkan oleh kuman Staphylococcus
aureus. Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka terbuka seperti patah
tulang terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah othopedi (Suratun dkk, 2008).
Penatalaksaan pada pasien osteomielitis antara lain adalah tindakan
pembedahan, yang mana tindakan ini dilakukan jika tidak menunjukkan respon

1
terhadap antibiotik (Suratun dkk, 2008). Kelainan yang timbul pascabedah dapat
terjadi akibat tindakan bedah luka bedah akibat anestesi nya atau akibat faktor lain
faktor lain ini termasuk status imunologi seperti komorbiditas atau masalah
psikologis (Syamsuhidayat, 2005).
Pada kasus yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Tarakan Tahun 2021, kepada
Tn. S mengalami luka pada tangan yang terjadi saat kerja, kemudian klien tidak
langsung membawanya ke fasilitas kesehatan, hanya melakukan perawatan dirumah.
Saat klien merasakan nyeri berat klien memutuskan membawanya ke IGD Rumah
Sakit Daerah Tarakan. Klien oleh dokter di diagnosis osteomilitis karena infeksi dan
harus dilakukan operasi. Penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan
mencakup pengkajian, perumusan diagnosis, penyusunan rencana tindakan,
melaksanakan intervensi, dan evaluasi keperawatan pada kasus Tn. S dengan
osteomielitis pasca tindakan operasi.
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan post op
Osteomielitis di Ruang Cendana Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Menerapkan proses keperawatan yang dilaksanakan pada klien Tn.S dengan post
op Osteomielitis
2) Mengidentifikasi Kesenjangan antara teori dan praktek keperawatan yang
dilakukan pada Tn.A dengan post op osteomielitis
3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan proses
keperawatan pada Tn. S dengan post op osteomielitis
4) Melaksanakan pemecahan masalah pada Tn. S dengan post op osteomielitis
1.3 METODE PENULISAN
Penyusunan laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif dalam
bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Pada metode ini
menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:
1) Wawancara

2
Melaksanakan teknik ini dengan cara tanya jawab langsung antara perawat dengan
klien atau keluarga.
2) Observasi
Melaksanakan Teknik ini dilakukan secara langsung untuk mengenali mengamati dan
memperoleh data tentang kesehatan klien
3) Pemeriksaan Fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara head to toe, setiap sistem serta menilai
hasil pemeriksaan penunjang untuk memperoleh data sesuai dengan kasus yang
dikelola.
4) Studi Dokumentasi
Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan keperawatan klien
medical record seperti pencatatan medis terapi dari dokter ataupun langsung dari
laporan perkembangan klien.
5) Studi Kepustakaan
Menggunakan bahan-bahan yang ada kaitan dengan laporan tugas akhir ini. Berupa
buku-buku, data base dari internet meliputi artikel-artikel ilmiah dan hasil penilitian
yang dapat didukung dengan teori yang ada.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Penyusunan laporan tugas akhir ini terdiri dari 5 bab yang disusun secara sistematis
sesuai dengan urutan sebagai berikut:
BAB 1, berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penyusunan
tujuan metode yang digunakan dalam penulisan dan sistematika dari penulisan.
BAB 2, berisi tentang dasar teori yang terbagi menjadi dua bahasan yang
pertama yaitu konsep dasar penyakit yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala
pengobatan. sedangkan bahasan yang kedua adalah pengertian, tanda dan gejala dan
Asuhan Keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan, evaluasi dari tindakan yang dilakukan
BAB 3, berisi tentang tinjauan kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

3
BAB 4, berisi tentang pembahasan yaitu pembahasan tentang adanya
Kesenjangan antara teori dan penerapan langsung di lapangan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
BAB 5, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran,
dimana kesimpulan mengacu pada Tujuan penulisan, melaksanakan proses
keperawatan, membandingkan antara teori dan praktek asuhan keperawatan,
mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan
proses keperawatan dan melaksanakan pemecahan masalah

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR OSTEOMIELITIS


2.1.1 Pengertian
Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang
mengenai tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi yang mengenai jaringan
lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan tulang baru disekeliling jaringan juga mati
(Brunner dan Suddarth, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut yang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering setelah
kontaminasi fraktur terbuka (osteomielitis oksogen) (Corwin, 2015).
Osteomielitis merupakan penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses
local. Abses tulang biasanya memiliki suplai darah yang buruk, dengan demikian
pelepasan swl imun dan antibiotik terbatas (Corwin, 2015).
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut kejadiannya osteomielitis ada 2 yaitu (Suratun dkk, 2008):
1) Osteomielitis Primer, Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme
berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2) Osteomielitis Sekunder adalah Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya
akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.
Berdasarkan lamanya infeksi, osteomielitis dapat dibagi menjadi 3 antara lain
(Suratun dkk, 2008):
1) Osteomielitis akut yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi.
Pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya
terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai
komplikasi dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis hematogen).

5
2) Osteomielitis sub-akut yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
3) Osteomielitis kronis Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan
kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka
atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada
tulang yang fraktur (Suratun dkk, 2008).
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama osteomilitis adalah bakteri staphylococcus aureus. Bakteri
tersebut bisa terdapat dikulit atau di hidung dan umumnya tidak menimbulkan
masalah kesehatan. Namun, saat sistem kekebalan tubuh sedang lemah karena suatu
penyakit, maka bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi.
Masuknya bakteri staphylococcus hingga ke tulang dapat melalui beberapa cara,
yaitu:
1. Melalui aliran darah: Bakteri dari bagian tubuh lain dapat menyebar ke tulang
melalui aliran darah.
2. Melalui jaringan atau sendi yang terinfeksi: Kondisi ini memungkinkan bakteri
bisa menyebar ke tulang di dekat jaringan atau sendi yang terinfeksi.
3. Melalui luka terbuka: Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka
terbuka seperti patah tulang terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah
ortopedi.
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme
patogenik lainnya yang sering di jumpai yaitu proteus, pseudomonas, dan escherichia
coli. Infeksi dapat terjadi melalui: (Suratun dkk, 2008)
1) Penyebaran ematogen dari fokus infeksi di yempat lain: tonsil yang terinfeksi,
infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
2) Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskular.
3) Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatik (luka
tembak, pembedahan tulang).

6
2.1.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis meliputi demam, bengkak, nyeri, dan keterbatasan
gerak. Tulang yang paling terpengaruh adalah tibia, tulang paha dan pada tingkat
lebih rendah dari tungkai atas. Kekambuhan infeksi terjadi pada pasien dengan
fraktur dan perubahan keselarasan segmen fraktur. Diperkirakan bahwa tulang
terinfeksi antara 1 dan 2% dari operasi musculoskeletal (Reyes, H., Navarro, P,
2001).

Gejala osteomielitis dapat terjadi secara akut atau kronis. Berikut ini adalah
penjelasannya:
1) Osteomielitis akut
Osteomielitis jenis ini terjadi secara mendadak dan berkembang dalam waktu 7
sampai 10 hari.
2) Osteomielitis kronis
Osteomielitis kronis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala selama beberapa
bulan bahkan tahun, sehingga terkadang sulit untuk dideteksi. Osteomielitis jenis
ini juga dapat terjadi akibat osteomielitis akut yang sulit ditangani dan terjadi
secara berulang untuk waktu yang lama.
2.1.5 Penatalaksanaan
Antibiotik dapat diberikan pada individu yang mengalmi patah tulang atau luka
tusuk pada jaringan lunak yang memgelilingi suatu tulang sebelum tanda-tanda
infeksi timbul. Apabila infeksi tulang terjadi, diperlukan antibiotik agresif (Corwin,
2015).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteomielitis antara lain
(Suratun dkk, 2008):
1) Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyaman dan
mencegah terjadinya fraktur.
2) Lakukan rendaman air hangat selama 20 menit beberapa kali sehari untuk
mengingkatakan aliran darah.
3) Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi.

7
4) Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotik intravena. Jika infeksi
tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
5) Pembedahan dilakukan jika tidak menujukkan respon terhadap antibiotic
6) Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan purulen
dan jaringan nekrotik di angkat. Terapi antibiotic dilanjutkan.

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit ini antara lain (Suratun dkk, 2008):
1) Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen
2) Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.
3) Lingkungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden osteomielitis
4) Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan
5) Teknik merawat luka aseptik pada pasca operasi
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi osteomielitis akut meliputi (Reyes, H., Navarro, P, 2001):
1) Osteomielitis berulang.
2) Osteomielitis kronis.
3) Amiloidosis.
4) Perubahan ganas.
5) Deformitas ortopedi permanen.
6) Impotensi fungsional
2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
Pada pengkajian osteomielitis, diagnosis, perencanaan tindakan, implementasi
dan evalusi penulis menyusun asuhan keperawatan tersebut dengan pendekatan
perencanaan dan intervensi bedah. Disebabkan keterbatasan literatur. Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam mengumpulkan data dari beberapa Sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Data bergantung pada durasi/ keparahan
dari masalah-masalah dasar dan keikutsertaan dari sistem tubuh lainnya. Mengacu
kepada rencana khusus keperawatan untuk dan studi diagnosis yang relevan dengan

8
prosedur dan diagnosis keperawatan tambahan. Berikut adalah data pengkajian pada
pasien dengan post op bedah (Marilyn E, Doenges & Frances, 2014):
1) Sirkulasi
Gejala: Riwayat masalah jantung, gagal jantung kongesti (GJK), edema pulmonal,
penyakit vaskular perifer, atau statis vaskular (peningkatan risiko pembentukan
thrombus).
2) Integritas ego
Gejala: Perasaan cemas, takut, marah, apatis. Faktor-faktor stres multiple,
misalnya finansial, hubungan, gaya hidup.
Tanda: Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang. Stimulasi
simptis.
3) Makanan/cairan
Gejala: Insufisiensi pancreas/ DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis).
Malnutrisi, Membran mukosa yang kering (pembatasan pemasukan atau periode
penguasa pra operasi).
4) Pernapasan
Gejala: Infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala: Alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester dan larutan. Defisiensi
imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan).
Munculnya kanker/ terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignan/ reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatik (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/ reaksi transfusi
Tanda: Munculnya proses infeksi yang melelahkan; demam.
6) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan antikoagulasi, steroid antibiotic, antihipertensi, kardiotonik,
glikosit, antidisritmia, bronkodilator, diuretic, dekongestan analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat obat-obatan rekreasi rekreasional. Penggunaan alcohol (resiko akan kerusakan

9
ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anesthesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).
2.2.2 Diagnosis
Diagnosis keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, mengatasi
kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah actual dan resiko tinggi.
Label diagnosis keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian
identifikasi masalah dari proses keperawatan (Marilyn E, Doenges & Frances, 2014).
Adapun diagnosis setelah pembedahan dilakukan pada post bedah adalah sebagai
berikut (Marilyn E, Doenges & Frances, 2014):
1) Pola nafas tidak efektif dapat dihubungkan dengan neuromuscular,
ketidaksimbangan perseptual/ kognitif, peningkatan ekspansi paru, energy.
Obstruksi trakeobronkial dibuktikan dengan perubahan pada frekuensi dan
kedalaman pernafasan, pengurangan kapasitas vital, apnea, sianosis, pernafsan
yang gaduh.
2) Perubahan persepsi/ sensori: (uraikan) proses pikir, perubahan dapat dihubungkan
dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obatan parmasi, hipoksia. Lingkungan
terapuetik yang terbatas: stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologis.
Dibuktikan oleh disorientasi terhadap orang, tempat, waktu: perubahan dalam
membeikan respon terhadap stimulus.
3) Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap, faktor resiko meliputi:
pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur/ medis/
adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tindak normal seperti melalui
kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah. Usia dan berat badan yang
berlebihan.
4) Nyeri akut dihubungkan dengan: gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot,
trauma musculoskeletal/ tulang. Munculnya saluran dan selang. Dibuktikan
dengan: melaporkan rasa sakit, perubahan pada tonus otot; masker wajah rasa
sakit, distraksi/ penjagaan/ prilaku protektif. Pemfokusan diri; pandangan yang
sempit. Respons autonomik.

10
5) Kerusakan integritas kulit/ jaringan dihubungkan dengan: interupsi mekanis pada
kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi;
akumulasi drein; perubahan status metabolis dibuktikan dengan: gangguan pada
permukaan/ lapisan kulit dan jaringan.
6) Perfusi jaringan, perubahan, resiko tinggi terhadap. Faktor resiko: gangguan aliran
vena, arteri, hiperpolemik dibuktikan.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan
dihubungkan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi
informasi. Tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif dibuktikan
dengan pertnyaan/ permintaan informasi. Pernyataan kesalahan konsep. Intruksi
lanjutan yang tidak akurat/ perkembangan komplikasi yang tidak dapat dicegah.
2.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan
pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan
menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi, yang
berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang telah dipilih.
Intervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi
kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien yang
telah diidentifikasi bila memungkinkan. Dalam intervensi/ tindakan keperawatan
dibagi menjadi dua yaitu, mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif (dilakukan
oleh pemberi perawatan lainnya). Contoh: Independen, menciptakan lingkungan yang
tenang, nyaman, mengurangi, kebisingan/ aktifitas lingkungan, dan membatasi
jumlah pengunjung serta lamanya waktu di rawat. Kolaboratif, memberikan obat
antiansietas seperti yang dipesankan (Marilyn E, Doenges & Frances, 2014).
1. Pola nafas tidak efektif dapat dihubungkan dengan neuromuscular,
ketidaksimbangan perseptual/ kognitif, peningkatan ekspansi paru, energy.
Obstruksi trakeobronkial dibuktikan dengan perubahan pada frekuensi dan
kedalaman pernafasan, pengurangan kapasitas vital, apnea, sianosis, pernafsan
yang gaduh.

11
Kriteri hasil: Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas dari sianosis
atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi:
1) Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperektensi
rahang, aliran udara faringeal oral. R/ mencegah obstruksi jalan nafas
2) Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow, dan
keheningan setelah ekstubasi. R/ kurangnya suara napas adalah indikasi adanya
obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi
atau penghisapan. Berkurangnya suara pernapasan diperkirakan telah
terjadinya atelectasis. Suara ini menunjukkan adanya spasme bronkus, di mana
suara crow dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.
3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot-otot bantu
pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
warna kulit, dan aliran udara. R/ dilakukan untuk memastikan efektivitas
pernapasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.
4) Pantau tanda tanda-tanda vital secara terus menerus. R/ meningkatnya
pernapasan takikardia dan bradikardia menunjukkan kemungkinan terjadinya
hipoksia.
5) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan. R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah
terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong pentilasi
Pada lobus paru bagian bawah dan menunjukkan tekanan pada diafragma.
6) Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot-otot pernafasan. R/ setelah
pemberian otot relaksasi otot selama masa intraoperatif, pengembalian fungsi
otot pertama kali terjadi pada diafragma otot-otot intercostal, dan laring yang
akan diikuti dengan relaksasi kelompok otot-otot utama seperti leher, bahu dan
otot abdominal. Selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang seperti
lidah, faring, otot-otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah
dan jari-jari tangan.

12
7) Lakukan latihan gerak segera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan
pada periode pasca operasi. R/ ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus,
mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas
anestesi; batuk membantu mengeluarkan sekresi dari sistem pernafasan.
8) Observasi terjadinya somnolen yang berlebihan. R/ induksi narkotik dan akan
menyebabkan terjadinya depresi pernapasan atau menekan relaksasi otot-otot
dalam sistem pernapasan. Kedua hal ini mungkin terjadi dan membentuk siklus
yang memberi pola depresi dan keadaan darurat kembali. Selain itu, pentotal
diabsorpsi dalam jaringan lemak dan dengan adanya pergerakan sirkulasi, obat-
obatan ini dapat terdistribusi kembali melalui aliran darah.
9) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan. R/ obstruksi Jalan napas dapat
terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorokan atau trakea.
10) Kolaborasikan, berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan. R/ dilakukan
untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan
diikat oleh hb yang menggantikan tempat gas anestesi dan mendorong
pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi.
11) Kolaborasikan, berikan obat-obatan IV seperti nalokson (Narkan) atau
Doksapram (dopram). R/ narkan akan mengubah induksi narkotik yang
menekan susunan saraf pusat dan dopram menstimulus gerakan otot
pernapasan. Kedua obat ini bekerja secara alami dalam siklus dan depresi
pernapasan mungkin akan terjadi kembali.
2. Perubahan persepsi/ sensori: (uraikan) proses pikir, perubahan dapat dihubungkan
dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obatan parmasi, hipoksia. Lingkungan
terapuetik yang terbatas: stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologis.
Dibuktikan oleh disorientasi terhadap orang, tempat, waktu: perubahan dalam
membeikan respon terhadap stimulus.
Kriteria hasil: Meningkatkan tingkat kesadaran, mengenali keterbatasan diri dan
mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.

13
Intervensi:
1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari pengaruh
anestesi; menyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan. R/ karena pasien
telah meningkat kesegarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu
menghilangkan anestesi.
2) Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membentak, sadar
penuh akan apa yang diucapkan minimalkan diskusi yang bersifat negatif dalam
jangkauan pendengaran pasien (misalnya: masalah-masalah personal atau
masalah pasien). Jelaskan prosedur yang akan dilakukan meskipun pasien
belum pulih secara penuh. R/ tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar
penuh, namun sensori pendengaran perubahan kemampuan yang pertama kali
akan pulih; oleh karena itu sangatlah penting untuk tidak mengatakan sesuatu
yang mungkin menimbulkan kesalahan interpretasi. Berikan informasi-
informasi yang membantu pasien dalam meningkatkan rasa percaya diri dan
dalam persiapan untuk melakukan aktivitas.
3) Evaluasi sensasi pergerakan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai. R/
pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang
bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur
yang dilakukan.
4) Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengangkatan jika
diperlukan. R/ berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah
terjadinya cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan
perlawanan selama masa disorientasi.
5) Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter bila dipasang, dan pastikan
kepatenannya. R/ pada pasien yang mengalami disorientasi mungkin akan
terjadi bendungan pada aliran impuls dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas
atau tertekuk.
6) Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman. R/ stimulus eksternal seperti
suara bising, cahaya, sentuhan mungkin menyebabkan abstraksi psikis ketika

14
terjadi disosiasi obat-obatan anestesi yang telah diberikan (misalnya obat
ketamin)
7) Observasi akan adanya halusinasi, dilusi, depresi atau keadaan yang berlebihan.
R/ keadaan-keadaan ini mungkin mengikuti trauma dan mengidentifikasi
adanya keadaan delirium. Pada pasien yang meminum alkohol secara berlebihan
diperkirakan akan mengalami delirium yang hebat.
8) Kaji kembali pengembalian kemampuan sensorik dan proses berpikir untuk
persiapan pulang sesuai indikasi. R/ pasien yang mengalami perbedahan dan
telah melakukan ambulasi harus dapat merawat dirinya sendiri dengan bantuan
orang yang dekat untuk mencegah terjadinya perlukaan setelah pulang.
9) Kolaborasi, pertahankan untuk tingkat di dalam ruang pasca operasi sebelum
pulang. R/ masa disorientasi.
3. Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap, faktor resiko meliputi:
pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur/ medis/
adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tindak normal seperti melalui
kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah. Usia dan berat badan yang
berlebihan.
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan Keseimbangan cairan yang adekuat,
sebagaimana ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi
denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa
lembab, dan pengeluaran urin individu yang sesuai.
Intervensi:
1) mungkin timbul dan orang yang dekat dengan pasien mungkin tidak akan dapat
menolong pasien apabila ini terjadi di rumah.
2) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, termasuk pengeluaran cairan
gastrointestinal. Tinjau ulang catatan intraoperasi. R/ dokumentasi yang akurat
akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan
penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.

15
3) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan. R/ mungkin akan menjadi penurunan ataupun penghilangan setelah
prosedur pada sistem genitourinaria dan struktur yang berdekatan.
4) Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan misalnya privasi,
posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di atas
perineum. R/ meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya
penggosokan.
5) Pantau tanda-tanda vital. R/ hipotensi, takikardi, peningkatan pernapasan
mengidentifikasi kekurangan cairan, misalnya dehidrasi/ hipovolemia.
6) Catat munculnya mual/ muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan. R/ wanita,
pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk
perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa
pascaoperasi. Selain itu, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko
mual muntah.
7) Periksa pembalut, alat drain pada interval regular, kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan. R/ perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/ hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengidentifikasi
formasi hematoma/ perdarahan.
8) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. R/ kulit yang dingin/ lembab, denyut
yang lemah mengidentifikasi penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
menggantikan cairan tambahan.
9) Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah/ plasma expander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan. R/ gantikan kehilangan
cairan yang telah didokumentasikan, catat waktu penggantian volume sirkulasi
yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidakseimbangan
elektrolit, dehidrasi, pingsan kardiovaskular.
10) Kolaborasi, pasang kateter urinarius dengan atau tanpa urinemeter sesuai
kebutuhan. R/ memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius
secara akurat.

16
4. Nyeri akut dihubungkan dengan: gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot,
trauma musculoskeletal/ tulang. Munculnya saluran dan selang. Dibuktikan
dengan: melaporkan rasa sakit, perubahan pada tonus otot; masker wajah rasa
sakit, distraksi/ penjagaan/ prilaku protektif. Pemfokusan diri; pandangan yang
sempit. Respons autonomik.
Kriteria hasil: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkonrol/ dihilangkan. Tampak
santai, dapat beristirahat tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi:
1) Ulangi rekaman intraoperasi/ ruang penyembuhan untuk tipe anestesi dan
medikasi yang diberikan sebelumnya. R/ munculnya narkotika atau droperidol
pada sistem dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius
dengan Floathane dan Ethrane yang tidak memiliki efek analgesik residual.
Selain itu, intraoperasi blok regional/ lokal memiliki berbagai durasi misalnya,
1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam untuk local.
2) Evaluasi rasa sakit secara reguler (misalnya setiap 2 jam x 12) catat
karakteristik, lokasi, dan intensitas, skala 0-10. R/ sediakan informasi mengenai
kebutuhan atau efektivitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan oksipital
mungkin berkembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal,
mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan
pemberitahuan ahli anastesi.
3) Catat munculnya rasa cemas/ takut dan hubungkan dengan lingkungan dan
persiapkan untuk prosedur. R/ perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misalnya
hasil biopsy) dan persiapan adekuat (misalnya appendectomy darurat) dapat
memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit.
4) Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi, dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit. R/ dapat
mengidentifikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. Catatan: sebagian
pasien mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah yang akan kembali
ke dalam jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil dihilangkan.

17
5) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi. R/
ketidaknyamanan mungkin disebabkan/ diperburuk dengan penekanan pada
kateter indwelling yang tidak tetap, selang NGT, jalur parenteral (sakit kandung
kemih, akumulasi cairan dan gas Gaster dan infiltrasi cairan/ medikasi.
6) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan. R/
pahami penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian
suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam pascaoperasi, sakit kepala sinus
yang diasosiasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorokan dan disediakan
jaminan emosional. Catatan: paresthesia bagian-bagian tubuh dapat
menyebabkan cedera saraf. Gejala-gejala mungkin bertahan sampai berjam-jam
atau bahkan berbulan-bulan dan membutuhkan evaluasi tambahan.
7) Lakukan reposisi sesuai petunjuk misalnya semi fowler/ miring. R/ mungkin
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi, posisi semi fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artritis sedangkan
miring mengurangi tekanan dorsal.
8) Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya, latihan nafas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi. R/ lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan
perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
9) Berikan perawatan oral regular. R/ mengurangi ketidaknyamanan yang
dihubungkan dengan membran mukosa yang kering pada zat-zat anestesi,
restriksi oral.
10) Observasi efek analgesic. R/ respirasi mungkin menurun pada pemberian
narkotik dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat
anestesi.
11) Kolaborasi, berikan obat sesuai petunjuk. Analgesik IV (setelah mengulangi
catatan anestesi untuk kontraindikasi dan munculnya zat-zat yang dapat
menyebabkan analgesia) menyediakan analgesia setiap saat dengan dosis
penyelamatan yang intermiten. R/ analgesic IV akan dengan segera mencapai
pusat rasa sakit menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat
dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama dan keefektifannya

18
bergantung pada tingkat dan absorpsi sirkulasi. Catatan: dosis narkotik harus
dikurangi seperempat atau sepertiga setelah penggunaan Innovar atau Inafsin
untuk mencegah perpanjangan tranquilisasi selama 10 jam pertama
pascaoperasi. Penelitian yang terbaru akan mendukung kebutuhan untuk
memberikan analgesik setiap saat daripada prn dalam rangka untuk mencegah
daripada mengobati rasa sakit.
5. Kerusakan integritas kulit/ jaringan dihubungkan dengan: interupsi mekanis pada
kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi;
akumulasi drein; perubahan status metabolis dibuktikan dengan: gangguan pada
permukaan/ lapisan kulit dan jaringan.
Kriteria hasil: mencapai penyembuhan luka, mendemonstrasikan tingkah laku/
teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi:
1) Beri penguatan pada balutan awal penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik
aseptik yang tepat. R/ melindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.
Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
2) Secara hati-hati lepaskan perekat sesuai arah pertumbuhan rambut dan pembalut
pada waktu mengganti. R/ mengurangi risiko trauma kulit dan gangguan pada
luka.
3) Gunakan sealant/ barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan
perangkat yang halus/ silk (hipoalergi/ perekat mountgoumery/ elastis untuk
membalut luka yang membutuhkan penggantian balutan yang sering. R/
menurunkan risiko terjadinya trauma kulit dan abrasi dan memberi
perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus.
4) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari
balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas. R/ dapat mengganggu
atau membentuk sirkulasi pada luka sekaligus bagian distal dari ekstremitas.
5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit. R/ pengenalan
akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka atau berkembangnya
komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius .

19
6) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka. R/ menurunnya cairan menandakan
adanya evolusi dan proses penyembuhan apabila pengeluaran cairan terus-
menerus atau adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi
(misalnya pembentukan fistula, perdarahan, infeksi).
7) Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan, berikan kantong penampung
cairan pada drain/ insisi yang mengalami pengeluaran cairan yang berbau. R/
fasilitas letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan
kecelakaan secara kimiawi pada jaringan/ kulit.
8) Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan. R/ meningkatkan
pengembalian aliran vena dan menurunkan pembentukan edema. Catatan:
meningkatkan daerah yang mengalami insufisiensi pada vena mungkin
menyebabkan kerusakan.
9) Tekan areal/ insisi dan abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama
batuk atau bergerak. R/ menetralisir tekanan pada luka, meminimalkan resiko
terjadinya rupture/ dehisens.
10) Ingatkan untuk tidak menyentuh daerah luka. R/ mencegah kontaminasi luka.
11) Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup
dengan kain kasa tipis/ bantalan Telfa sesuai kebutuhan. R/ membantu
mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberian
cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka/ sutura
bergesekan dengan pakaian linen.
12) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau
dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup. R/
menurunkan kontaminasi kulit membantu dalam membersihkan eksudat.
13) Kolaborasi, berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan. R/ menurunkan
pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat
diidentifikasi pada luka selama periode pascaoperasi tertentu.
14) Kolaborasi, gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan. R/ memberi
pengencangan tambahan pada insisi yang berisiko tinggi (misalnya pada pasien
yang obesitas).

20
15) Kolaborasi, irigasi luka; bantu dengan melakukan debridement sesuai
kebutuhan membuang jaringan nekrotik atau luka yang sudah untuk
meningkatkan penyembuhan.
6. Perfusi jaringan, perubahan, resiko tinggi terhadap. Faktor resiko: gangguan aliran
vena, arteri, hiperpolemik.
Kriteria hasil: mendemostrasikan adanya perfusi jaringang yang adekuat dengan
tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat; kulit hangat/
kering; kesadaran normal, dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi:
1) Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama
pada pasien yang mendapatkan obat anastesi Flouthane). R/ mekanisme
vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi.
2) Bantu latihan tentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut. R/
menstimulasi sirkulasi perifer membantu mencegah terjadinya vena statis
sehingga menurunkan risiko pembentukan thrombus.
3) Bantu dengan ambulasi awal. R/ meningkatkan sirkulasi dan mengembalikan
fungsi normal organ.
4) Cegah dengan menggunakan bantal yang diletakkan di bawah lutut. Ingatkan
pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki tergantung lama.
R/ mencegah terjadinya sirkulasi statis yang menurunkan resiko tromboflebitis.
5) Kaji ekstremitas bagian bawah seperti adanya eritema, tanda Homan positif. R/
sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi selama proses operasi,
sementara itu obat-obatan anestesi dan menurunnya aktivitas dapat mengganggu
tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan vaskular dan peningkatan resiko
pembentukan trombus.
6) Pantau tanda-tanda vital; palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/ warna kulit,
dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine. R/
merupakan indikator dari volume sirkulasi dan fungsi organ perfusi jaringan
yang adekuat.

21
7) Kolaborasi, beri cairan atau produk-produk darah sesuai kebutuhan. R/
mempertahankan volume sirkulasi mendukung terjadinya frekuensi jaringan.
8) Kolaborasi, berikan obat-obatan antiembolik sesuai indikasi. R/ meningkatkan
pengembalian aliran vena dan mencegah aliran vena statis pada kaki untuk
menurunkan resiko trombosis.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan
dihubungkan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi
informasi. Tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif dibuktikan
dengan pertnyaan/ permintaan informasi. Pernyataan kesalahan konsep. Intruksi
lanjutan yang tidak akurat / perkembangan komplikasi yang tidak dapat dicegah.
Kriteria hasil: menuturkan pemahaman kondisi efek prosedur dan pengobatan
dengan tepat. Menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam program perawatan.
Intervensi:
1) Tinjau ulang pembedahan/ prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa
datang. R/ sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2) Tinjau ulang dan minta pasien atau orang terdekat untuk menunjukkan
perawatan luka atau/ balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber
untuk persediaan. R/ meningkatkan kompetensi perawatan diri dan
meningkatkan kemandirian.
3) Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor risiko, misalnya pemanjangan pada
lingkungan/ orang yang terinfeksi. R/ mengurangi potensial untuk infeksi yang
diperoleh.
4) Diskusikan terapi obat-obatan meliputi penggunaan resep dan analgesik yang
dijual bebas. R/ Meningkatkan kerjasama dengan regiment mengurangi resiko
reaksi merugikan atau efek-efek yang tidak dapat menguntungkan.
5) Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus, R/ mencegah ragangan yang tidak
diinginkan di lokasi operasi.

22
6) Rekomendasikan bencana/ latihan progresif. R/ meningkatkan pengembalian ke
fungsi normal dan meningkatkan perasaan sehat.
7) Jadwalkan periode istirahat adekuat. R/ mencegah kepenatan dan
mengumpulkan energi untuk kesembuhan.
8) Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat. R/ sediakan
elemen yang dibutuhkan untuk meregenerasi/ penyembuhan jaringan dan
mendukung fungsi jaringan dan fungsi organ.
9) Dorong penghentian merokok. R/ meningkatkan risiko infeksi pulmonal.
Menyebabkan pasokan dan mengurangi kapasitas penjepitan oksigen oleh darah
yang mengakibatkan fungsi seluler dan potensial penyimpangan penyembuhan.
10) Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi medical,
misalnya mual/ muntah, kesulitan dalam berkemih, demam, drein luka yang
berlanjut/ berbau, pembengkakan insisional, eritema, atau pemisahan tapi
karakteristik tanda sakit yang tidak terpecahkan atau berubah. R/ pengenalan
awal dan pengobatan perkembangan komplikasi (misalnya, ileus, retensi
urinenarius, infeksi, penundaan penyembuhan dapat mencegah perkembangan
ke arah situasi yang lebih serius untuk membahayakan jiwa.
11) Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan. R/ memantau perkembangan
penyembuhan dan mengevaluasi keefektifan regiment.
12) Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi
tertulis/ materi pengajaran. R/ memberikan sumber-sumber tambahan untuk
referensi setelah penghentian.
13) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia (misalnya, layanan perawatan di
rumah, kunjungan perawat, makanan pada terapi luar, nomor telepon untuk
saling berhubungan dan bertanya. R/ meningkatkan dukungan untuk pasien
selama periode penyembuhan dan memberikan evaluasi tambahan pada
kebutuhan yang sedang berjalan atau perhatian baru.
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data

23
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,
serta menilai data yang baru (Budiono, 2016).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Budiono,
2016).
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau
perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasil sudah
tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Marilyn E, Doenges
& Frances, 2014). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
diantara diantaranya sebagai:
1) Subjektif
Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dapat diukur.
2) Objektif
Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan
atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
sesuai dengan hasil observasi.
3) Analisis
Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masih
tetap atau muncul masalah baru, atau ada data yang kontraindikasi dengan masalah
yang ada dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
4) Perencanaan
perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat.

24
BAB 3
LAPORAN KASUS

Dalam bab ini membahas hasil dari pelaksaan asuhan keperawatan pada klien
Tn. S di ruang cendana Rumah Sakit Daerah Tarakan dengan masalah utama post op
osteomielitis. Penulis melaksanakan asuhan keperawatan ini mulai tanggal 15 april
2021 s/d 17 april 2021. Pada asuhan keperawatan terdiri dari 5 tahapan yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan tindakan, pelaksaan dan evalusi.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien Tn. S, berusia 54 tahun, berjenis kelamin laki-laki, status menikah, beragama
Islam, pendidikan SMP, pekerjaan wirausaha, beralamat jl. Angsa blok A RT. 11 kota
Tarakan, dengan diagnosis medis Osteomielitis.
3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri, luka dikarenakan kecelakaan
dalam pekerjaan, klien sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk membawanya ke
Rumah Sakit Kota Tarakan.
3.1.3 Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri.
3.1.4 Riwayat pengkajian saat ini
Klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri, nyeri seperti tersayat-sayat dengan
skala 5. Nyeri hilang timbul dengan durasi 4-5 menit. Nyeri bertambah saat digerakkan
dan beraktifitas. Klien tampak meringis dan menahan sakit.
3.1.5 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri sudah dirasakan selama 3 hari, karena sudah mengganggu
dalam pekerjaan klien akhirnya memutuskan untuk membawanya ke IGD Rumah
Sakit Kota Tarakan. Setelah melalui pemeriksaan di IGD klien mengatakan dirinya
didiagnosis osteomielitis dan akhirnya klien masuk ruang rawat inap karena oleh

25
dokter klien akan dilakukan tindakan operasi. Klien tidak mengetahui tentang cara
perawatan pada penyakitnya. Saat di rumah klien sering mengurut tangannya yang
sakit. Klien tampak cemas dan tidak mengerti. Saat ini klien menjalani perawatan
di hari pertama post operasi.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Klien mengatakan tidak ada penyakit sebelumnya, tidak pernah mengalami
kecelakaan dan tidak pernah dioperasi di rumah sakit. Klien tidak memiliki alergi
makanan dan obat-obatan. Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan
minuman terlarang. Klien seorang perokok aktif.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Genogram

Keterangan:
x x x x
Laki-laki

Perempuan

Klien

? 54 ? 50 46 ? X Meninggal

keturunan

Hubungan keluarga
28 26 19

Umur tidak diketahui


?

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn. S

Klien mengatakan anak ke 2 dari 2 saudara, klien tinggal serumah dengan istri dan 1
orang anak terakhirnya. Klien tidak memiliki penyakit keturunan atau degenerative.
Dalam keluarga klien adalah seorang kepala keluarga sebagai pengambil keputusan.
Tidak ada dari anggota keluarga klien yang memiliki riwayat gangguan jiwa.

26
3.1.6 Riwayat psikososial
Klien mengharapkan bisa kembali pulih sehinggga bisa berkumpul kembali
bersama keluarga dirumah dan kembali bisa beraktifitas. Klien tidak mengerti dengan
masalah penyakitnya. Klien tinggal dirumah sendiri. Hubungan klien dengan keluarga
harmonis dan sering berkumpul data hari-hari besar seperti lebaran. Klien adalah
pengambil keputusan dalam keluarganya. Perekonomian keluarga klien tercukupi.
Hubungan klien dengan tetangga baik. Klien aktif mengikuti kegiatan sosial di daerah
tempat tinggalnya. Klien mengharapkan dapat membaik dan kembali pulang
kerumahnya.
3.1.7 Riwayat spiritual
Klien mengatakan beragama Islam. klien taat sholat 5 waktu, puasa, zakat, infak dan
kegiatan keagamaan lainnya.
3.1.8 Aktifitas sehari-hari
1) Nutrisi
Sebelum sakit: Klien mengatakan selera makan baik. Makanan kesukaan klien
pecel dan sate. klien makan 2-3 kali sehari 1 porsi habis.
Saat sakit: Klien mengatakan selera makan baik. Makanan kesukaan klien pecel
dan sate. makan 3 kali sehari 1 porsi habis sesuai diit rumah sakit.
2) Cairan
Sebelum sakit: Klien mengatakan minum air putih dalam sehari 8-10 gelas/hari.
Klien minum dengan mandiri menggunakan gelas.
Saat sakit: Klien mengatakan minum air putih 10 gelas/hari. Klien terpasang infus
RL 20 TPM, habis selama 8 jam= 3 kolf/hari. Klien minum dengan mandiri
menggunakan gelas.
3) Eliminasi
BAB
Sebelum sakit: Klien mengatakan BAB 1 kali dalam sehari. dengan konsistensi
lunak, bewarna coklat kekuningan, berbau khas, tidak ada kesulitan buang air
besar, dan tidak menggunakan obat pencahar.
Saat sakit: klien mengatakan belum pernah BAB selama di Rumah sakit.

27
BAK
Sebelum sakit: Klien mengatakan BAK 5-6 kali dalam sehari. Berwarna putih,
berbu khas, tidak ada kesulitan dalam BAK, Klien BAK di wc dengan mandiri.
Saat sakit: Klien mengatakan BAK 5 kali dalam sehari. Berwarna putih, berbau
khas, tidak ada kesulitan saat BAK, Klien BAK di wc dengan mandiri.
4) Istirahat tidur
Sebelum sakit: Klien mengatakan tidur siang jarang, kadang tidur kadang tidak.
Jika tidur klien tidur 1-2 jam. Saat malam klien tidur selama 8 jam. Tidur klien
nyenyak tidak ada gangguan saat tidur dan kebiasaan sebelum tidur berdoa.

Saat sakit: Klien mengatakan tidur siang 2 jam dan tidur malam 8 jam. Tidur klien
nyenyak dan tidak ada gangguan saat tidur. Klien terbangun saat ingin buang air
kecil. Kebiasaan sebelum tidur berdoa.

5) Personal hygiene
Sebelum sakit: Klien mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, klien
keramas dengan menggunakan shampo tiap mandi, klien gosok gigi dengan
menggunakan pasta gigi, klien potong kuku 1 kali dalam seminggu, Klien
melakukannya dengan mandiri.
Saat sakit: Klien mengatakan belum mandi, keramas, gosok gigi, dan potong kuku
selama di rumah sakit. klien hanya berbaring ditempat tidur.
6) Aktifitas/ mobilitas fisik
Sebelum sakit: klien mengatakan kegiatan sehari-harinya berkerja, klien tidak
memiliki jadwal rutin kecuali berkerja. Klien tidak menggunakan alat bantu dalam
beraktifitas. Tidak ada kesulitan dalam pergerakan tubuh klien.
Saat sakit: klien mengatakan hanya berbaring ditempat tidur, tidak ada jadwal
rutin, klien tidak menggunakan alat bantu dalam beraktifitas, Klien mengatakan
sangat berhati-hati menggerakkan tangan kirinya karena ada luka operasi.
7) Rekreasi

28
Sebelum sakit: klien mengatakan saat waktu luang klien berkumpul bersama
keluarga dirumah. Saat hari libur klien hanya dirumah bersama cucu dan keluarga
lainnya.
Saat sakit: Klien mengatakan saat ini klien hanya berbaring di tempat tidur rumah
sakit
8) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran klien Composmentis.
Adapun nilai GCS (Glasgow Coma Scale) pasien adalah: Eye (mata) 4, Motorik
6, Verbal 5.
2. Tanda-tanda vital
Suhu: 36.4 C, Nadi: 79 x/m, Respirasi: 20 x/m, TD :126/81 mmhg
3. Antropometri
Tinggi Badan: 170 cm, Berat Badan: 69 kg.
69 (𝐾𝐺)
IMT = = 23,8 (BB ideal)
1,70 (𝑀)2

4. Sistem pernafasan
a) Hidung: Simetris, tidak terdapat secret, tidak ada polip, tidak ada epitaksis
(mimisan).
b) Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada tumor
c) Dada: Inspeksi: Bentuk dada normo chest, tidak ada terdapat lesi pada bagian
dada, gerakan dada simetris kanan – kiri, tidak terdapat retraksi dinding dada,
tidak menggunakan otot bantu pernapasan. Palpasi: Vocal premitus sama
antara dada kiri dan dada kanan. Perkusi: sonor. Auskultasi: Bunyi nafas
Vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan.
5. Sistem cardiovascular
Konjungtiva klien normal tidak anemis. Bibir klien tampak mukosa kering.
Arteri carotis teraba kuat. Tekanan vena jugularis tidak meninggi. Bunyi
jantung klien S1 Lup – S2 Dup, ictus cordis teraba. Capillary refilling time < 2
detik.

29
6. Sistem pencernaan
Sklera ikterik. Bibir mukosa tampak kering. Mulut baik, tidak ada sariawan,
ukuran tonsil T1, tidak terdapat kesulitan berbicara, tidak ada kesulitan
mengunyah dan menelan. Abdomen, inspeksi: tidak ada jaringan parut, massa,
kongesti vena dan asites. auskultasi: bising usus 16 x/menit. Palpasi: tidak ada
nyeri tekan. perkusi: timpani. Anus tidak dilakukan pengkajian.
7. Sistem pengindraan
a) Mata: Kelopak mata simetris kiri dan kanan, bulu mata dan alis mata merata.
Ukuran pupil isokor, bereaksi terhadap cahaya. Klien mengatakan
menggunakan kaca mata saat membaca buku atau Koran.
b) Hidung: Fungsi pengciuman baik. Polip tidak ada. Terdapat silia, warna
membrane mukosa merah mud a dan tidak terdapat secret.
c) Telinga: Keadaan daun telinga baik, simetris antara kiri dan kanan. Terdapat
serumen, fungsi pendengaran, dapat mendengar dengan baik. Tes fungsi
pendengaran tidak dilakukan pengkajian.
8. Sistem persyarafan
a) Fungsi cerebral :Klien dapat mengingat tentang dirinya, waktu, dan tempat
dengan baik,
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran klien Composmentis. Adapun nilai GCS
(Glasgow Coma Scale) pasien adalah: Eye (mata) 4, Motorik 6, Verbal 5.
c) Fungsi cranial: N.I (olfaktorius) Klien dapat membedakan bau minyak kayu
putih dengan kopi.N.II (optikus) Klie menggunakan kacamata untuk
membaca. N.III (okulomotorius) Pupil klien isokor ketika diberikan reflek
cahaya. N.IV (trokhlearis) Klien dapat menggerakkan bola mata ke atas,
bawah, kiri dan kanan. N.V (trigeminus) Klien dapat membuka mulut dengan
lebar, klien dapat menutup mulut, dan dapat mengunyah. N.VI (abdusen)
Klien merespon terhadap sentuhan halus. Terdapat reaksi terhadap cahaya.
N.VII (fasialis) Klien dapat mengangkat alis, klien dapat memejamkan mata,
klien dapat mengkerutkan dahi. N.VIII (vestibulokokhlearis) Klien dapat
mendegarkan detak jam tangan, klien dapat berjalan. N.IX, N.X

30
(glosofaringeus,vagus) Klien dapat menelan dengan baik. N.XI (asesorius)
Klien tidak dapat mengangkat bahu dengan baik. N.XII (hiplogosus) Lidah
simetris, tidak ada atrofi, klien dapat menjulurkan lidah dan menarik dengan
cepat.
9. Sistem integument
a) Rambut: Warna hitam keputihan tipis, tidak rontok, tidak terdapat ketombe
b) Kulit: Warna sawo matang, akral hangat, kering, terdapat bulu halus, terdapat
tahi lalat. Pada jari manis tangan kiri terdapat balutan plester post op
osteomielitis, balutan menutupi keseluruhan dari jari manis.
c) Kuku: Warna putih dan tidak mudah patah, kuku bersih
10. Sistem musculoskeletal
a) Kepala: Bentuk kepala klien bulat, terdapat rambut yang tumbuh merata,
tidak ada benjolan.
b) Vertebra: Klien tidak mengalami kelainan pada tulang belakang. Pada
ektrimitas klien dapat bergerak tanpa bantuan. Pada tangan kiri klien
terdapat nyeri saat gerak karena adanya luka bekas operasi.
c) Lutut: Lutut klien dapat bergerak normal.
d) Kaki: Kaki klien normal, dapat berjalan menuju ke kursi roda
e) Tangan: tangan kiri klien terdapat nyeri saat digerakkan dikarena adanya
luka bekas operasi. Tangan kanan klien dapat bergerak normal
f) Cara berdiri klien: berdiri klien normal, dapat berdiri secara mandiri tanpa
bantuan.
g) Postur tubuh klien saat duduk: Normal

31
3.1.9 Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium (14 April 2021)
Table 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hb 16.4 g/dl L= 14 – 18 . P = 12 – 16
Leukosit 7.600 ribu/cc 4.000 – 11.000
Eritrosit 5.62 juta/cc L= 4,5 – 6,5. P = 3,0 – 6,0
Trombosit 249.000 ribu/cc 150.000 – 450.000
Neotrofil 70.5 % 50-70
Limposit 23.8 % 20-40
Monosit 5.7 % 2-8
Hematocrit 47.9 % L = 40 – 48 . P = 37 – 43
MCV 85.4 Fl 82,9 – 92,9
MCH 29.1 Pg 27,0 – 33,0
MCHC 34.2 g/dl 30,1 – 38,1
3.1.10 Terapi saat ini
Cefotaxime via IV 1 gr 2x1

Ondansentron via IV 8 gm 1

Ranitidine via IV 5 mg 1

Dexamerhazone via IV 5 mg 1

3.1.11 Klasifikasi data


1) Data subjektif
1. klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri
2. klien mengatakan nyeri seperti tersayat-sayat
3. Klien mengatakan nyeri skala 5
4. Klien mengatakan nyeri hilang timbul dengan durasi 4-5 menit
5. Klien mengatakan tidak mengerti dengan masalah penanganan untuk penyakitnya
6. klien mengatakan seorang perokok.
7. Klien mengatakan nyeri bertambah bila menggerakkan tangannya.
2) Data objektif
1. Tampak pada jari manis tangan kiri klien terdapat balutan plester post op
osteomielitis, balutan menutupi keseluruhan dari jari manis.
2. Klien tampak terpasang cairan RL 20tpm di tangan kanan

32
3. Klien tampak meringis dan menahan sakit
4. Klien tampak gelisah
5. Klien tampak tegang.
6. Klien tampak cemas dan tidak mengerti
3.1.12 Analisis data
1) Pengelompokan data 1
1. Data subjektif:
a) klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri
b) klien mengatakan nyeri seperti tersayat-sayat
c) skala 5
d) Nyeri hilang timbul dengan durasi 4-5 menit
e) Klien mengatakan nyeri bertambah bila menggerakkan tangannya.
2. Data objektif:
a) Klien tampak meringis dan menahan sakit
b) Klien tampak gelisah
3. Penyebab: Agen pencedera fisik (prosedur operasi)
4. Masalah: Nyeri akut
2) Pengelompokan data 2
1. Data subjektif:
a) klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri
b) klien mengatakan nyeri seperti tersayat-sayat dengan
2. Data objektif:
a) Klien tampak meringis dan menahan sakit
b) Pada jari manis tangan kiri terdapat balutan plester bekas operasi, balutan
menutupi keseluruhan dari jari manis.
3. Penyebab: Faktor mekanis (penyakit pada tulang)
4. Masalah: Gangguan integritas jaringan
3) Pengelompokan data 3
1. Data subjektif:
a) Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya

33
b) klien mengatakan seorang perokok.
2. Data objektif:
a) Klien tampak gelisah
b) Klien tampak tegang.
c) Klien tampak cemas dan tidak mengerti
3. Penyebab: kurang terpapar informasi : tentang penyakit yang dialaminya
4. Masalah: Defisit pengetahuan
3.1.12 Penyimpangan KDM
Bakteri staphylococcus
areus

Infasi kedalam tulang


Tindakan invasif

Stressor meningkat
Reaksi Imunologi
Pintu masuknya agen
infeksi
Koping tidak adekuat
Osteomielitis
Fungsi proteksi kulit hilang

Kecemasan
Merangsang pengeluaran
zat bradkinin, cherotin, dan
Ganggung integritas prostaglandin
kulit/jaringan Kurang pengetahuan

Merangsang saraf efferent

Thalamus

Nyeri

Gambar 3.2 Penyimpangan KDM Tn. S

34
3.2 Diagnosis
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d klien tampak meringis
dan menahan rasa sakit.
2) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis (penyakit pada tulang) d.d
pada jari manis tangan kiri terdapat balutan plester bekas operasi, balutan
menutupi keseluruhan dari jari manis.
3) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi : tentang penyakit yang
dialaminya d.d klien tampak gelisah, cemas dan tidak mengerti tentang
penyakitnya.
3.3 Intervensi
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d klien tampak meringis
dan menahan rasa sakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
nyeri klien dapat berkurang/ hilang dengan kriteri hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang menjadi skala (4-1)
Intervensi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, insensitas nyeri, dan
skala nyeri.
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi mengurangi rasa nyeri,
teknik relaksasi nafas dalam (RND)
4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
6. Kolaborasikan pemberian obat pereda nyeri
2) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis (penyakit pada tulang) d.d
pada jari manis tangan kiri terdapat balutan plester bekas operasi, balutan
menutupi keseluruhan dari jari manis.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
integritas kulit klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:

35
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, rasa panas, bengkak, kemerahan)
2. Menunjukkan proses penyembuhan luka
Intervensi:
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
3. Ajarkan keluarga tentang perawatan luka agar luka tetap steril, bersih, selama
masa penyembuhan
4. Observasi luka, lokasi dimensi, kedalaman, karakteristik, warna, tanda-tanda
infeksi local
5. Kolaborasikan dengan ahli gizi tentang pemberian diit yang cukup
6. Kolaborasikan pemberian obat antibiotik
3) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi : tentang penyakit yang
dialaminya d.d klien tampak gelisah, cemas dan tidak mengerti tentang
penyakitnya.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
klien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
1. Klien mengetahui faktor dan penyebab penyakitnya
2. Klien mengetahui tanda dan gejala dari penyakitnya
Intervensi:
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien
2. Jelaskan tentang penyakit yang dialami klien
3. Diskusikan motivasi penghentian merokok
4. Diskusikan bersama klien tentang gaya hidup yang baik
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Anjurkan mengelola antibiotik sesuai resep
3.4 Implementasi
Implementasi hari ke-1 (kamis, 15 maret 2021).
1) Diagnosis keperawatan 1
1. Pukul 12.30: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
insensitas nyeri, dan skala nyeri.

36
Hasil: klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri, seperti tersayat-sayat,
skala 5 berdurasi 4-5 menit. klien tampak meringis
2. Pukul 13.00: Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
Hasil: klien menatakan nyeri bertambah saat tangan digerakkan, dan berkurang
saat didiamkan.
3. Pukul 13.58: Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri, teknik relaksasi nafas dalam (RND)
Hasil: klien mengatakan mengerti dan cara melakukan RND, klien tampak
melakukannya.
4. Pukul 14.32: Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Hasil: Klien mengatakan mengipas tangannya untuk mengurangi nyeri, istri
klien tampak mengipas tangannya. Klien mengatakan ac nya kurang dingin.
5. Pukul 15.40: Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
Hasil: klien mengatakan paham, klien tampak paham
6. Pukul 16.26: Mengkolaborasikan pemberian obat pereda nyeri ranitidine via IV
secara bolus 5gm 1x.
Hasil: klien mengatakan setelah diberi obat rasa nyeri berkurang.
2) Diagnosis keperawatan 2
1. Pukul 13.30: Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Hasil: klien mengatakan tangannya luka saat kerja dan dilakukan operasi.
Tangan klien tampak terpasang balutan perban.
2. Pukul 14.14: Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Hasil: klien mengatakan selalu berselimut. Balutan luka klien tampak bersih dan
kering
3. Pukul 14.49: Mengajarkan keluarga tentang perawatan luka agar luka tetap
steril dan bersih, selama masa penyembuhan.
Hasil: klien dan keluarga mengatakan paham dan mengerti. klien tampak paham
4. Pukul 15.37: Mengobservasi luka, lokasi dimensi, kedalaman, karakteristik,
warna, tanda-tanda infeksi lokal.

37
Hasil: klien mengatakan luka pada jari manis tangan kiri dan tidak ada tanda
bengkak, kemerahan, gatal, rasa panas pada luka
5. Pukul 15.48: Mengkolaborasikan dengan ahli gizi tentang pemberian diit yang
cukup.
Hasil: klien mengatakan makan makanan yang disediakan oleh rumah sakit.
klien tampak makan dengan diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein).
6. Pukul 16.15: Mengkolaborasikan pemberian obat antibiotik, Cefotaxime via IV
bolus 1 gr
Hasil: klien mengatakan nyaman
3) Diagnosis keperawatan 3
1. Pukul 13.30: Mengidentifikasi tingkat pengetahuan klien.
Hasil: klien mengatakan hanya mengetahui penyakitnya adalah penyakit pada
tulang yang disebabkan luka saat kerja yang klien anggap biasa saja.
2. Pukul 14.35: Menjelaskan tentang penyakit yang dialami klien.
Hasil: klien mengatakan sudah mengerti dengan pnyakitnya. klien tampak
paham
3. Pukul 14.57: Mendiskusikan motivasi untuk penghentian merokok.
Hasil: klien mengatakan akan pelan-pelan untuk berhenti merokok
4. Pukul 15.09: Mendiskusikan bersama klien tentang gaya hidup yang baik.
Hasil: klien mengatakan paham dan akan melakukan, melaksanakan gaya hidup
yang sehat dan baik
5. Pukul 15.48: Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
Hasil: klien mengatakan paham dan akan melakukan
6. Pukul 16.20Menganjurkan mengelola antibiotik sesuai resep
Hasil: klien mengatakan paham, dan akan mengkonsumsi obat sesuai anjuran
dokter.
Implementasi hari ke-2 (Jum’at, 16 maret 2021).
1) Diagnosis keperawatan 1
1. Pukul 13.00: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
insensitas nyeri, dan skala nyeri.

38
Hasil: klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri dengan skala 4
berdurasi 3 menit.
2. Pukul 14.16: Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
Hasil: klien menatakan nyeri bertambah saat menggerakkan tangannya.
3. Pukul 14.25: Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
dengan terapi music.
Hasil: klien mengatakan paham dan mengerti.
4. Pukul 15.37: Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Hasil: klien mengatakan nyaman saat meningikan daerah kepala dan ac terasa
dingin.
5. Pukul 15.43: Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Hasil: klien tampak paham dan mengerti.
6. Pukul 16.30: Kolaborasikan pemberian obat pereda nyeri, ranitidine via IV
bolus 5mg.
Hasil: klien mengatakan nyeri berkurang
2) Diagnosis keperawatan 2
1. Pukul 13.04: Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Hasil: klien mengatakan luka bekas opersi
2. Pukul 13.16: Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Hasil: luka klien tampak bersih dan masih kering
3. Pukul 14.24: Mengobservasi kembali luka, lokasi dimensi, kedalaman,
karakteristik, warna, tanda-tanda infeksi lokal.
Hasil: Klien mengatakan tidak merasakan gatal dan sensasi panas luka, luka
tampak tidak bengkak dan memerah.
4. Pukul 15.30: Mengkolaborasikan kembali dengan ahli gizi tentang pemberian
diit yang cukup
Hasil: klien mengatakan makan habis makanan yang diberikan oleh orang gizi.
klien tampak makan makanan dengan diit TKTP (tinggi kalori dan tinggi
protein)

39
5. Pukul 16.25: Kolaborasikan pemberian obat antibiotik, Cefotaxime via IV bolus
1 gr
Hasil: klien mengatakan nyaman saat setelah minum obat.
3) Diagnosis keperawatan 3
1. Pukul 13.10: Mengidentifikasi kembali tentang pengetahuan klien.
Hasil: klien mengatakan tidak mengerti tentang pencegahan tetang penyakitnya.
2. Pukul 14.25: Menjelaskan tentang pencegahan penyakit yang dialami klien
Hasil: klien mengatakan mengerti dan paham
3. Pukul 15.31: Mendiskusikan kembali tentang penghentian merokok
Hasil: klien mengatakan akan berhenti merokok
4. Pukul 15.40: Mendiskusikan pada klien tentang gaya hidup yang baik
Hasil: klien tampak bercerita sambil menjelaskan
5. Pukul 16.19: Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Hasil: klien tampak paham
6. Pukul: 16.30: Anjurkan mengelola antibiotik sesuai resep
Hasil: klien mengatakan akan mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter
Implementasi hari ke-3 (sabtu, 17 maret 2021).
1) Diagnosis keperawatan 1
1. Pukul 08.00: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
insensitas nyeri, dan skala nyeri.
Hasil: klien mengatakan nyeri pada jari manis tangan kiri dengan skala 3
berdurasi 3 menit.
2. Pukul 09.20: Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
Hasil: klien menatakan nyeri bertambah saat menggerakkan tangannya.
3. Pukul 10.29: Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
dengan aroma terapi
Hasil: klien mengatakan paham dan mengerti.
4. Pukul 11.00: Kolaborasikan pemberian obat pereda nyeri, ranitidine via IV
bolus 5mg.

40
Hasil: klien mengatakan nyeri berkurang dengan meminum obat
2) Diagnosis keperawatan 2
1. Pukul 08.15: Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Hasil: luka klien tampak bersih dan masih kering
2. Pukul 09.22: Mengobservasi kembali luka, lokasi dimensi, kedalaman,
karakteristik, warna, tanda-tanda infeksi lokal.
Hasil: Klien mengatakan tidak merasakan gatal dan sensasi panas luka, luka
tampak tidak bengkak dan memerah.
3. Pukul 10.57: Kolaborasikan pemberian obat antibiotik, Cefotaxime via IV bolus
1 gr
Hasil: klien mengatakan nyaman saat setelah minum obat.
3) Diagnosis keperawatan 3
1. Pukul 08.25: Mendiskusikan kembali tentang penghentian merokok
Hasil: klien mengatakan akan berhenti merokok
2. Pukul 09.39: Mendiskusikan pada klien tentang gaya hidup yang baik
Hasil: klien tampak bercerita sambil menjelaskan
3. Pukul: 10.20: Menganjurkan kembali cara mengelola antibiotik sesuai resep
Hasil: klien mengatakan akan mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter
3.5 Evaluasi
Sabtu, 17 maret 2021

1) Pukul 11.00: Evaluasi keperawatan diagnosis ke-1


Subjektif: klien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala 2

Objektif: klien tampak nyaman

Assesment: intervensi teratasi

Planning: intervensi dihentikan


2) Pukul 11.30: Evaluasi keperawatan diagnosis ke-2
Subjektif: klien mengatakan tidak ada rasa panas dan gatal pada luka
Objektif: tampak tidak terlihat tanda-tanda infeksi dan luka masih terbalut dengan
perban sehinggan belum bisa terlihat adanya tanda-tanda/ proses penyembuhan luka.

41
Assesment: masalah teratasi
Planning: intervensi dihentikan
3) Pukul 12.00: Evaluasi keperawatan diagnosis ke-3
Subjektif: klien mengatakan mengerti mengenai penyakitnya

Objektif: klien tampak paham

Assesment: intervensi teratasi

Planning: intervensi dihentikan

42
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada konsep
dasar teori dengan studi kasus pada Tn. S dengan masalah osteomielitis di ruang
cendana Rumah Sakit Daerah Tarakan. Proses asuhan keperawatan ini berlangsung
pada tanggal 15 april 2021 s/d 17 april 2021. Pelaksaan asuhan keperawatan ini
terdiri atas 5 tahapan yaitu, pengkajian, diagnosis, perencanaan tindakan, pelaksaan
dan evalusi.
4.1 Pengkajian
Saat melakukan pengkajian dengan mewawancarai klien, penulis tidak mengalami
kesulitan karena klien dan keluarga bersifat terbuka dan sangat kooperatif dalam
menjawab pertanyaan dan mengungkapkan masalah yang dialaminya. Penulis juga
bekerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi dan data
mengenai perkembangan kesehatan klien. Adapun kesenjangan dalam pengkajian
antara kasus yang dialami Tn.S dengan teori yang ada, adalah sebagai berikut:
1) Sirkulasi
Pada pengkajian sirkulasi klien berisiko mengalami komplikasi kardiovaskuler
akibat kehilangan darah secara aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek
samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan potensi mekanisme regulasi
sirkulasi normal. Pengkajian kecepatan denyut jantung dan irama jantung yang teliti
serta pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler klien
(Syamsuhidayat, 2005). Berdasarkan data pengakajian post op bedah yang terdapat
pada (Marilyn E, Doenges & Frances, 2014), pasien dengan post op bedah terdapat
gejala seperti berikut: riwayat masalah jantung, gagal jantung kongesti (GJK), edema
pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau statis vaskular (peningkatan risiko
pembentukan thrombus). Gagal jantung kongesti (GJK) adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi (Black & Hawks, 2014).

43
Penyulit pascabedah yang sering dijumpai adalah akibat kelebihan cairan atau
kekurangan cairan. Secara khusus penyulit dari segi jantung yang dapat diamati pada
masa pascabedah adalah adanya gangguan irama jantung. Jenis yang sering dijumpai
adalah takikardia atau bradikardia yang dapat diraba pada denyut nadi
(Syamsuhidayat, 2005). Takikardia adalah keadaan dimana laju denyut jantung lebih
dari 100 kali/menit. Berdasarkan sumber terjadinya, takikardia dapat dibagi menjadi
takikardia supraventrikel berasal dari jaringan jantung di atas berkas His. Keterlibatan
jaringan dibawah berkas His tidak harus mengesampingkan adanya takikardia
supraventrikel. Menurut (Syamsuhidayat, 2005), pasien dengan post op bedah
memiliki gejala takikardi. Berdasarkan pengkajian pada Tn. S tidak ditemukan
takikardia dengan hasil tekanan darah: 126/81 mmHg dan nadi: 79 x/m.
2) Integritas ego
Berdasarkan data pengakajian post op bedah yang terdapat pada (Doengos,
2014), pasien dengan post op bedah terdapat gejala integritas ego seperti berikut:
Perasaan cemas, takut, marah, apatis. Perasaan cemas adalah suatau perasaaan yang
tidak menyenangkan yang digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dan
tanda-tanda hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi
simpatik, parasimpatik dan endokrin. Berdasarkan pengkajian pada Tn. S klien
mengalami kecemasan ditandai dengan klien mengatakan tidak mengerti dengan
masalah penanganan untuk penyakitnya, klien tampak gelisah dan tegang.
Rasa takut emosi tidak menyenangkan yang disebabkan oleh ancaman bahaya, rasa
sakit, atau pengrusakan. Rasa takut sebagai respon terhadap ancaman dan
ketidakpastian. (Passyn & Sujan, 2006). Marah adalah suatu yang sangat normal dan
merupakan perasaan yang sehat. Marah merupakan potensi perilaku yakni emosi yang
dirasakan dalam diri seseorang (Duffy, 2012). Apatis adalah ketidakpedulian individu
dimana seseorang tidak memiliki minat atau tidak adanya perhatian terhadap aspek-
aspek tertentu seperti kehidupan sosial maupun aspek fisik. (Ermita, E 2012).
Perubahan keadaan mental ini biasanya ditemukan pada orang tua, walaupun juga dapat
terjadi pada anak muda. Umumnya faktor penyebab yang memegang peran yang
penting adalah faktor somatic, seperti dehidrasi, hiponatremia, hipoksia ,ureum dan

44
hipoglikemia (Syamsuhidayat, 2005). Berdasarkan pada kasus Tn. S tidak didapatkan
gejala tersebut.
3) Makanan/cairan
Berdasarkan data pengakajian post op bedah yang terdapat pada (Marilyn E,
Doenges & Frances, 2014), pasien dengan post op bedah terdapat gejala pada
masalah makanan/cairan seperti berikut: insufisiensi pancreas/ DM (predisposisi
untuk hipoglikemia/ ketoasidosis). Malnutrisi.
Diabetes meletus adalah Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hipeglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif. A.H & Kusuma. H, 2015).
Malnutrisi adalah Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak
dalam ketidakseimbangan komposis hidangan penyedian makanan. (Akhmad Djaeni.
2004). Mual dan muntah dapat disebabkan oleh obat-obatan, ileus obstruktiva,
distensi lambung, peninggian tekanan intracranial, gangguan keseimbangan elektrolit,
dan uremia. Akan tetapi, bila terdapat hematemesis, harus dipikirkan kemungkinan
tukak stress atau perdarahan dari varises esophagus (Syamsuhidayat, 2005).
Berdasarkan kasus pada Tn. S tidak didapatkan gejala tersebut ditandai dengan BB:
69. TB: 170. IMT: 23.8 (BB ideal).
4) Pernafasan
Berdasarkan data pengakajian post op bedah yang terdapat pada (Doengos,
2014), pasien dengan post op bedah terdapat gejala pada masalah pernafasan seperti
berikut: Infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
Batuk dan sesak napas, pada paru perlu dipikirkan aspirasi dan pneumonia.
Kemungkinan aspirasi yang tersedak besar sekali sewaktu anestesia. Pneumonia
akibat aspirasi mudah terjadi karena pernafasan tidak bebas sewaktu anestesia/
operasi dan refleks batuk sangat terganggu pada pasca bedah (Syamsuhidayat, 2005).
Berdasarkan pada kasus Tn. S, menurut syamsuhidayat (2005) pasien dengan post op

45
bedah terdapat sesak dan sedangkan tidak ditemukan pada Tn. S dengan hasil
pernafasan 20 x/m.
4.2 Diagnosis
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka penulis menyusun diagnosis
keperawatan Tn. S dengan post op osteomielitis. Penulis mengambil sumber dari
buku terkait penegakan diagnosis menurut Marilyn E, Doenges & Frances (2014),
dan pada sistem penulisan menggunakan sumber PPNI (2017). Menurut Doenges,
Moorhouse, Geissler, (2014). ada tujuh diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan
pada kasus post op bedah, namun ada empat yang tidak ditemukan pada kasus Tn. S,
yaitu:
1) Pola nafas tidak efektif dapat dihubungkan dengan neuromuscular,
ketidaksimbangan perseptual/ kognitif, peningkatan ekspansi paru, energy.
Obstruksi trakeobronkial dibuktikan dengan perubahan pada frekuensi dan
kedalaman pernafasan, pengurangan kapasitas vital, apnea, sianosis, pernafsan
yang gaduh. Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2017). Berdasarkan pengkajian pada kasus
Tn. S tidak ditemukan tanda dan gejala (seperti: sesak nafas, penggunaan otot
bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal) sebagaimana
yang ada pada teori, sehingga tidak bisa mengangkat diagnosis ini.
2) Perubahan persepsi/ sensori: (uraikan) proses pikir, perubahan dapat dihubungkan
dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obatan parmasi, hipoksia. Lingkungan
terapuetik yang terbatas: stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologis.
Dibuktikan oleh disorientasi terhadap orang, tempat, waktu: perubahan dalam
membeikan respon terhadap stimulus. Gangguan persepsi sensori terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi (PPNI, 2017). Sedangkan, berdasarkan
pengkajian pada kasus Tn. S tidak ditemukan tanda dan gejala (seperti: mendengar
suara bisikan atau bayangan, merasakan sesuatu melalui indra, distorsi sensori,
respon tidak sesuai, menyendiri, melamun, menyatakan kesal) sebagaimana yang
ada pada teori, sehingga tidak bisa mengangkat diagnosis ini.

46
3) Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap, faktor resiko meliputi:
pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur/ medis/
adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui
kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah. Usia dan berat badan yang
berlebihan. Resiko ketidakseimbangan cairan adalah berisiko mengalami
penurunan, peningkatan, atau percepatan perpindahan cairan dari intravascular,
interstisial atau intraseluler (PPNI, 2017). Berdasarkan pengkajian pada kasus Tn.
S tidak ditemukan tanda dan gejala sebagaimana yang ada pada teori, sehingga
tidak bisa mengangkat diagnosis ini.
4) Perfusi jaringan, perubahan, resiko tinggi terhadap. Faktor resiko: gangguan aliran
vena, arteri, hiperpolemik. Resiko perfusi jaringan perifer tidak efektif adalah
berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolism tubuh (PPNI, 2017). Sedangkan, berdasarkan pengkajian
pada kasus Tn. S tidak ditemukan tanda dan gejala sebagaimana yang ada pada
teori, sehingga tidak bisa mengangkat diagnosis ini.
4.3 Intervensi
Penulis tidak mendapatkan banyak kesulitan pada proses ini. Semua intervensi
keperawatan yang disusun oleh penulis sesuai dengan teori ada dan berdasarkan
diagnosis keperawatan yang telah diangkat dan juga telah disesuaikan dengan
keadaan klien saat itu. Adapun beberapa tindakan perencanaan pada Tn. S dengan
post op osteomielitis yang terdapat pada teori tetapi tidak dimasukkan dalam
perencanaan:
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d klien tampak meringis
dan menahan rasa sakit. Berdasarkan teori Doenges, Moorhouse, Geissler, (2014)
pada kasus post op bedah terdapat beberapa intervensi sebagai berikut:
1. Catat munculnya rasa cemas/ takut dan hubungkan dengan lingkungan dan
persiapkan untuk prosedur. Tindakan ini tidak dimasukkan kedalam
perencanaan karena penulis melakukan asuhan keperawatan dengan Tn. S
setelah operasi dilakukan.

47
2) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis (penyakit pada tulang) d.d
pada jari manis tangan kiri terdapat balutan plester bekas operasi, balutan
menutupi keseluruhan dari jari manis. Berdasarkan teori Doenges, Moorhouse,
Geissler, (2014) pada kasus post op bedah terdapat beberapa intervensi sebagai
berikut:
1. Beri penguatan pada balutan awal penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik
aseptik yang tepat. Tindakan ini tidak dimasukkan kedalam perencanaan
dikarenakan Tn. S saat dilakukan asuhan keperawatan masih post op hari
pertama
2. Secara hati-hati lepaskan perekat sesuai arah pertumbuhan rambut dan pembalut
pada waktu mengganti. Tindakan ini tidak dimasukkan kedalam perencanaan
dikarenakan Tn. S saat dilakukan asuhan keperawatan masih post op hari
pertama
3. Gunakan sealant/ barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan
perangkat yang halus/ silk (hipoalergi/ perekat mountgoumery/ elastis untuk
membalut luka yang membutuhkan penggantian balutan yang sering. Tindakan
ini tidak dimasukkan kedalam perencanaan dikarenakan Tn. S saat dilakukan
asuhan keperawatan masih post op hari pertama.
4.4 Implementasi
Dalam melakukan tindakan keperawatan penulis melakukan semua yang telah
direncanakan sesuai waktu yang ditetapkan, penulis tidak menemukan kesenjangan
dalam fase ini. Selama tahap implementasi penulis terus melakukan pengumpulan
data dari evaluasi proses. Dalam melakukan implementasi keperawatan pada Tn. S,
penulis mendapat dukungan dari keluarga klien yang cukup kooperatif dan bersedia
berperan aktif terhadap impelementasi keperawatan. Pada saat melakukan
implementasi pada Tn. S, penulis memodifikasi beberapa implementasi berikut:
1) Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri, teknik
relaksasi nafas dalam (RND, dengan mengajarkan teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan terapi musik dan aromaterapi.

48
Menurut Potter & Perry (2006), terapi musik yaitu menggunakan musik untuk
menunjukkan kebutuhan fisik, psikologis, kognitif dan sosial individu yang menderita
cacat dan penyakit. Aromaterapi adalah cara memanfaatkan minyak alami dengan
diekstrak dari tumbuhan dengan tujuan meningkatkan kesehatan secara fisik maupun
psikis. Terapi memperbaiki gerakan atau komunikasi fisik, mengembangkan ekspresi
emosional, memperbaiki ingatan, dan mengalihkan rasa nyeri.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan untuk menilai asuhan
keperawatan yang telah diberikan pada Tn. S dengan Osteomielitis selama tiga hari
yang dimulai tanggal 15 april 2021 s/d 17 april 2021. Evaluasi yang dilakukan pada
asuhan keperawatan dalam kasus ini adalah evaluasi sumatif. Dari diagnosis-
diagnosis keperawatan yang ditemukan oleh penulis semua, satu diantaranya teratasi
dan duanya intervensi dilanjutkan selama melakukan asuhan keperawatan. Dari tiga
diagnosis yang ditemukan pada klien didapatkan semua diagnosis keperawatan dapat
teratasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

49
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S yang dirawat di Rumah sakit
daerah Tarakan dengan post op osteomielitis selama tiga hari mulai tanggal 15 april
2021 s/d 17 april 2021, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1) Pelaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. S yang meliputi pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, membuat perencanaan keperawatan,
melakukan implementasi dan evaluasi. Penulis dapat melaksanakan setiap tahapan
sesuai dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis.
2) Dengan melakukan beberapa tahapan dari proses keperawatan penulis menemukan
beberapa kesenjangan antara teori dan kasus pada Tn. S dengan post op
osteomielitis diantaranya adalah sebagai berikut : Sirkulasi, integritas ego,
makanan/ cairan dan pernafasan. Penegakan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada teori namun tidak terdapat pada kasus Tn. S diantara pola nafas
tidak efektif, perubahan persepsi/ sensori, kekurangan volume cairan, perubahan
perfusi jaringan. Pada penyusunan rencana tindakan keperawatan terdapat
beberapa intervensi yang tidak dilakukan karena penulis mengambil rujukan
intervensi dari teori yang ada pada PPNI (2018) sehingga tindakan tersebut tidak
dimasukkan dalam perencanaan pada kasus Tn. S.
3) Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien adalah
sikap klien dan keluarga yang ramah dan kooperatif pada setiap tindakan yang
dilakukan, izin yang diberikan pihak rumah sakit serta tersedianya fasilitas dari
institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien. Dalam
melaksakan asuhan keperawatan pada Tn. S, penulis tidak menemukan adanya
hambatan dalam proses perawatan.
4) Pemecahan masalah yang dilakukan pada Tn .S di dapatkan dari pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan baik berdasarkan rencana yang

50
telah disusun yaitu dengan cara melakukan tindakan mandiri dan berkolaborasi
dengan tim medis lainnya. Dalam asuhan keperawatan terdapat tiga diagnosis, dan
satu sudah teratasi yaitu, deficit pengetahuan. Sedangkan dua yaitu: Nyeri akut dan
kerusakan integritas kulit dan jaringan masih teratasi sebagian. Semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan sudah didokumentasikan dengan baik dan sesuai
dengan yang diharapkan penulis.
5.2 Saran
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan post op
osteomielitis kemudian penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dan dapat
dilakukan secara menyeluruh. Berikut adalah saran kepada pembaca yaitu :
1) Saran untuk penulis
Setelah melaksakan asuhan keperawatan pada Tn. S diharapkan penulis
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien dengan post op osteomielitis.
2) Saran untuk mahasiswa
Diharapkan dapat menerapkan konsep teori dan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan pada Tn. S dengan post op osteomielitis. Peluang untuk mengatasi
masalah seperti ini sangat terbatas oleh karena itu diharapkan mahasiswa juga
mampu membuka wawasan dan keterampilan dasar untuk memperbaruhi ilmu
tentang proses keperawatan.
3) Saran untuk rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan kualitas serta sarana dan prasarana
dalam perawatan pasien khususnya pada pasien dengan masalah pada sistem
musculoskeletal.
4) Saran untuk sistematika pebelajaran.
Diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran asuhan keperawatan yang sesuai
dengan standar praktik keperawatan, jika ini dilakukan pada Tn. S dengan post op
osteomielitis.

51
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. (2014). Keperawatan medical bedah. Indonesia: Cv . Pentasada


Media Edukasi.
Brunner & Suddarth. (2015). Buku ajar keperwatan medical bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Budiono, Pertami Sumirah Budi. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Editor Suryani
Parman, Restu Damayanti. Cet 1. Jakarta : Bumi Medika
Corwin, Elizabeth J. (2015). Patofisiologi: Buku saku. Jakarta: EGC
Duffy, J. (2012) Managing Anger and anggresion: Practical guidance for School.
South eastern education and library board: psychology/ behavior support
section.
Ermita, E. (2012). Hubungan Antar Manusia dan semangat kerja pegawai. Jurnal
pedagogi, 12 (2), 70-20
Freire, LFL, Gavilanes, JMG, Caillagua, YSS, López, JAM, Velasco, SJS, Vargas,
AMA, & Ramírez, AVC. (2019). Osteomielitis: pendekatan diagnostik
terapeutik. Arsip Farmakologi dan Terapi Venezuela , 38 (1), 53-62.
Hatzenbuehler, J. and T. Pulling. (2011). Diagnosis and management of osteomielitis,
Am, Fam. Physician. 84(9): p. 325-360.
Lew, Daniel P & Waldvogel, Francis A (2004). Osteomielitis. The Lancet, 364
(9431), 369-379.
Doenges, Moorhouse, Geissler, (2014). Rencana asuhan keperawatan: pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, edisis 3.
Jakarta: EGC
NANDA Internacional, I. (2015). Diagnósticos enfermeros: definición y
clasificación. Nanda-Noc-Nic.
Nurarif. A.H & Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogyakarta : Medi Action
Passyn, K & Sujan, M. (2006). Self-accountability emotions and fear appeals:
Motivating behavior, Journal of consumer research, 32(4), 583-589.
https://dx.doi.org/10.1086/500488
Potter, P.A,. Perry, A.G., (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep proses
dan praktik, edisi 4 vol. 2. Jakarta: EGC.

52
Reyes, H., Navarro, P., Jiménez, E., & Reyes, H. (2001). Osteomielitis: tinjauan dan
pembaruan. Jurnal Fakultas Kedokteran , 24 (1), 47-54.
Schmitt, S.K. (2017). Osteomielitis. Infectious Disease Clinics of North America, 31,
325-338 DOI: https://doi.org/10/1016/j.idc.2017.01.010.
Suratun, dkk. (2008). Klien dengan sistem musculoskeletal: Seri asuhan
keperawatan. Jakatra: EGC
Syamsuhidayat, R. (2005). Buku ajar ilmu bedah, Ed. 2. Jakarta: EGC.
Tim PPNI. (2017). Standart Diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indicator
diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Topazian RG. (2002). Osteomielitis of jaws. In Topazian RG, Goldberg MH (eds).
Oral and maxilliofacial infections, 3rd ed. Pp 251-286. Philadelphia, PA:
Saunders.
Zakaria. (2015). Bimbingan orang sakit: agar sakit berubah pahala dan hikmah.
Jakarta: Cakrawala Publishing.

53

Anda mungkin juga menyukai