Kelompok 2 - Resume Jurnal CBT - Reg A 2020
Kelompok 2 - Resume Jurnal CBT - Reg A 2020
Kelompok 2 - Resume Jurnal CBT - Reg A 2020
Disusun Oleh :
Kelompok 2
JUPITA ASTUTI 04021181015002 SINTIKA 04021281015027
MERLI JUNITA SARI 04021181015006 ERINA SEPTIANI 04021281015031
FAURELIA PRAMESTI 04021181015010 ANISA MUTIARA 04021281015036
S. P. FARHANI
ELSA 04021181015014 FAJAR RERIN 04021281015042
ALYA RUSMI SAPUTRI 04021181015018 GALIH PERMADI 04021281015046
DEBBY ANISYAH 04021181015022 SUCI SALSABILA 04021281015050
Dosen Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
Jurnal 1
Judul :
Gratitude Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Kualitas Hidup pada Perempuan
dengan HIV/AIDS
Tahun : 2020
Latar Belakang :
Jurnal ini mempunyai latar belakang berdasarkan Risiko perempuan terinfeksi HIV/AIDS dua
sampai empat kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang akan menimbulkan dampak
yang sangat besar baik pada aspek fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual pada perempuan
HIV/AIDS. Keadaan ini mengarah pada kualitas hidup yang rendah. Hal ini dikarenakan
HIV/AIDS merupakan suatu kondisi kronis yang masih menjadi ancaman berat untuk
kesejahteraan seseorang dan kualitas hidupnya (Brenda & Wet, 2010).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam kelompok dengan menggunakan rancangan small-n tipe single
case A-B-A. Instrumen yang digunakan adalah Skala Kualitas Hidup WHOQOL-HIV BREF,
Skala Bersyukur versi Indonesia, dan lembar penilaian diri. Partisipan dalam penelitian ini
adalah dua orang perempuan dengan HIV/AIDS yang mendapatkan status HIV dari suaminya,
dan telah menjalani terapi ARV.
Hasil Penelitian
Penelitian ini berhasil menguji efektivitas Gratitude Cognitive Behavior Therapy (G-CBT) untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan HIV/AIDS. Hal ini ditunjukkan dengan
perubahan skor skala kualitas hidup antara sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi. Hal ini
juga nampak pada peningkatan skor suasana hati dan penurunan skor beban sebagai ODHA pada
kedua partisipan.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan efek dari G-CBT yang diberikan terbukti dapat
bertahan Paling tidak selama satu minggu. Mendukung meningkatnya suasana hati dan
menurunnya beban sebagai ODHA pada partisipan. Selain itu, hasil cek manipulasi
menunjukkan bahwa intervensi telah berjalan sesuai dengan tujuan peneliti. Kedua partisipan
merasakan manfaat mengikuti G-CBT terutama dengan adanya tugas menghitung berkah.
Dibandingkan dengan sebelum intervensi, mereka dapat lebih mengendalikan emosi, dapat lebih
bersyukur, dan berpikir dengan lebih positif.
Kelebihan penelitian ini adalah penggunaan teori yang sudah memadi, sementara kekurangannya
terletak pada analisis yang kurang mendalam.
Jurnal 2
Judul :
Pengaruh Terapi Cognitive Behaviour Terhadap Tingkat Harga Diri Pada Pasien Human
Immunodeficiency Virus
Volume : Volume 8 No 4
Tahun : 2020
Latar Belakang :
Berdasarkan hasil survey awal pada 10 orang penderita HIV di dapatkan data 100% orang
mengalami harga diri rendah ditunjukkan dengan respon penderita HIV yaitu menarik diri,
depresi, isolasi sosial. Hal ini menunjukkan banyaknya penderita HIV yang mengalami harga diri
rendah. Dengan semakin rendah harga diri maka pasien HIV akan mengalami penurunan sistem
imun dan begitu pula sebaliknya (Saefulloh, 2017). Dibutuhkan terapi terutama yang bersifat
komplementer yang mampu meningaktkan harga diri pasien dengan HIV. Salah satunya dengan
CBT (cognitive behavior Terapi).Terapi cognitive behaviour adalah psikoterapi berdasarkan atas
kognisi, asumsi, kepercayaan, dan perilaku dengan tujuan mempengaruhi emosi yang terganggu
(Wikipedia, 2008). Terapi cognitive behaviour lebih efektif dari pada kondisi tanpa pengobatan,
dengan ukuran efek sedang (Van Straten, dkk, 2010).
untuk mengetahui pengaruh terapi cognitive behaviour terhadap harga diri pada pasien HIV
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pre eksperimen dengan rancanggan one goup pre test - post test design.
Populasi penelitian adalah penderita terbaru di KDS Friendship Plus yang berjumlah 32 orang.
Sampel dalam penelitian ini 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
dengan menggunakan purposive sampling. Data dikumpulkan dengan lembar observasiAnalisa
data dengan bantuan sistem komputerisasi dimana analisa univaiat dengan menggunakan
distribusi frekuensi dan analisa bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxo
Hasil Penelitian
Tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar (60%) dari responden berjenis keamin perempuan
dengan retang usia pertengahan (53%). Jenjang pendidikan sebagian besar (60%) menenagha
keatas dengan pekerjaan utama adalah swasta (53%). Hampir setengah (43%) dari responden
janda/duda.
Tabel 2 menunjukan bahwa seluruh (100%) dari responden sebelum diberikan terapi mengalami
HDR (harga diri rendah). Namun setelah diberikan terapi mengalami peningkatan menjadi harga
diri sedang. Dari hasil uji analisa bivariat diketahui pada a : 0,05 diperoleh nilai Pv sebesar 0,000
sehingga disimpulkan Ho ditolak dan H1 diterima diintepretasikan ada pengaruh terapi CBT
terhadap harga diri pada pasien HIV
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di KDS Friendship Plus Kediri didapatkan
kesimpulan sebagai berikut: sebelum diberikan sebagian besar responden mengalami harga diri
rendah namun setalh diberikan terapi CBT harga diri repsonden pada tingkatan sedang.
Didaptkan ada pengaruh CBT terhadapat harga diri pasien dengan HIV
Kelebihan penelitian ini adalah bisa dibuktikan bahwa ada pengaruh CBT terhadap harga diri
pasien dengan HIV, Metode penelitiannya jelas.
Kekurangan : -
Jurnal 3
Judul :
Efektivitas Cognitive Behavioural Therapy Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Pada Idu
(Injection Drug Users) Yang Terinfeksi HIV
Tahun : 2014
Latar Belakang :
Sejak awal decade 1980-an sampai dengan saat ini, penyakit Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) telah menjadi fenomena dan masalah baru dalam bidang kedokteran maupun
ilmu-ilmu sosial (Carroll dalam Tambunan, 2000).
HIV (Human Immunodefiency Virus) akan diderita seumur hidup oleh penderita dan sangat
mudah menular melalui berbagai macam cara yaitu hubungan heteroseksual, baik dari laki-laki
kepada perempuan atau sebaliknya. Pernyataan di atas di perkuat dengan hasil wawancara
dengan bapak K, salah satu cara penggunaan narkoba membutuhkan alat bantu berupa jarum
suntik. Menurut bapak kah yang merupakan salah satu anggota rapat yang dilakukan oleh KPAI
dan BNN pada tahun 2003 hal tersebut mendorong perilaku bergantian jarum suntik yang
mengakibatkan merebaknya HIV pada IDU (Injection Drug User's). Berdasarkan hasil
wawancara dengan subjek A yang merupakan mantan pengguna narkoba dengan jarum suntik
dan terinfeksi HIV. Menurut subjek a menular dan HIV dapat terjadi pada kelompok beresiko
seperti para pemakai narkoba dengan jarum suntik, di mana mereka menggunakan jarum suntik
yang sama dengan pengguna lain sehingga terjadi kontaminasi dalam darah dan kelompok ini
yang paling banyak terkena virus HIV.
Dari hasil wawancara tersebut, kondisi beberapa ODHA menunjukkan adanya perasaan dan
pikiran bahwa mereka tidak yakin mampu menjalani kehidupan, perasaan tidak berharga, ada
perasaan bersalah, tidak percaya diri dengan kondisi fisik, pikiran ditolak oleh lingkungan sekitar
dan upaya membatasi bahkan menarik diri dari lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa kondisi
yang dialami oleh ODHA di atas adalah kurangnya penerimaan diri.
Berdasarkan wawancara lebih lanjut dengan subjek D, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
ODHA dalam kaitannya untuk meningkatkan penerimaan diri adalah memberikan dukungan
kelompok.
Congnitive behavioural therapy dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk kelompok terapi
dengan pertimbangan bahwa terapi kelompok membantu individu mengurangi isolasi sosial,
memperoleh dukungan, motivasi membangun lingkungan yang aman untuk menguji pemikiran
dan perilaku melalui masukan perspektif dari anggota lain, mencontoh dan mempelajari
bagaimana strategi yang diterapkan anggota lain. Alasan diberikan psikoedukasi dalam terapi ini
adalah untuk pengetahuan dan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan
yang ada. Pemberian tugas rumah (home work) adalah untuk memonitoring perunahan yang ada
pada subjek penelitian dan melatih kemampuan atau keterampilan yang telah diberikan saat
proses terapi.
Oleh karena itu judul penelitian yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Efektivitas
Cognitive Behavioural Therapy Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Pada Idu (Injection Drug
Users) Yang Terinfeksi Hiv”.
untuk mengamati efektivitas terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan penerimaan diri pada
Penasun (Pengguna Narkoba Suntik) dengan infeksi HIV.
Metode Penelitian :
Sumber Penelitian data yang digunakan penelitian pada ODHA sesuai karakteristik.
Rancangan Penelitian :
Rancangan peneliti an yang digunakan dalam penelitian ini adalah The One Group Pre-test –
Post-test Design yaitu sebuah rancangan yang digunakan dengan cara memberikan perlakuan
pada jangka waktu tertentu serta mengukurnya dengan tes sebelum (pre-test) dan sesudah (post-
test) perlakuan dilakukan.
Hasil Penelitian :
Analisis Visual Inspection menunjukkan perbandingan adanya perubahan penerimaan diri pada
tiap-tiap subjek penelitian pada saat pre-test, post-test, dan follow up.
Kesimpulan :
Kelebihan : Penelitian ini dapat dibuktikan bahwa efektivitas cognitive behavioural therapy
mampu meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Infection Drug Users) yang terinfeksi HIV ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat penerimaan diri yang signifikan.
Kelemahan : -
Daftar Pustaka
Kusumawati, Martina. (2014). Efektivitas Cognitive Behavioural Therapy Untuk Meningkatkan
Penerimaan Diri Pada Idu (Injection Drug Users) Yang Terinfeksi HIV. Sekolah Tinggi
Psikologi Yogyakarta
Eva Dwi Ramayanti, Erik Irham Lutfi, Wiwin Sulistyawati. 2020. Pengaruh Terapi Cognitive
Behaviour Terhadap Tingkat Harga Diri Pada Pasien Human Immunodeficiency Virus.
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 – 576.
Adhiningtyas Putri Nanda & Muhana Sofiati Utami. 2020. Gratitude Cognitive Behavior
Therapy untuk Meningkatkan Kualitas Hidup pada Perempuan dengan HIV/AIDS.
GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY. VOLUME 6, NO.
1, 2020: 92-106. ISSN 2407-7801
GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY ISSN 2407-7801 (Online)
VOLUME 6, NO. 1, 2020: 92-106 https://jurnal.ugm.ac.id/gamajpp
DOI: 10.22146/gamajpp.54234
Abstract. Women living with HIV/AIDS often experience physical, psychological, and social
problems. They tend to feel lonely, worthless, dissatisfied with life, anguish and even desperate.
Such condition can lead to low quality of life in women with HIV/AIDS. This study aimed to
examine the effectiveness of Gratitude Cognitive Behavior Therapy (G-CBT) in improving the
quality of life on women living with HIV/AIDS. The hypothesis of this research was G-CBT can
improve the quality of life on women living with HIV/AIDS. The participants in this study were
two women living with HIV/AIDS who gained HIV status from their husbands and had
undergone ARV therapy. This study was conducted in groups using small-n single-case with A-
B-A design. The instruments used were WHOQOL-HIV BREF Scale, Indonesia's Gratitude
Scale, and self-assessment sheets. Quantitative analysis with visual inspection techniques
showed that G-CBT could improve the quality of life on women living with HIV/ AIDS.
Descriptive analysis showed that G-CBT had positive effect on both participants, such as
increasing positive feeling and patience in their lives.
Abstrak. Perempuan dengan HIV/AIDS (ODHA) sering kali mengalami permasalahan baik
secara fisik, psikologis, dan sosial. Hal tersebut dapat membuat mereka merasa kesepian,
merasa tidak berharga, tidak puas dengan kehidupannya, sering kali merasa sedih bahkan
putus asa. Kondisi tersebut dapat mengarah pada rendahnya kualitas hidup. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efektivitas Gratitude Cognitive Behavior Therapy (G-CBT) untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan HIV/AIDS. Hipotesis penelitian ini adalah G-
CBT dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan HIV/AIDS. Partisipan dalam
penelitian ini adalah dua orang perempuan dengan HIV/AIDS yang mendapatkan status HIV
dari suaminya, dan telah menjalani terapi ARV. Penelitian ini dilakukan dalam kelompok
dengan menggunakan rancangan small-n tipe single case A-B-A. Instrumen yang digunakan
adalah Skala Kualitas Hidup WHOQOL-HIV BREF, Skala Bersyukur versi Indonesia, dan
lembar penilaian diri. Analisis kuantitatif dengan teknik inspeksi visual menunjukkan bahwa
G-CBT dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan HIV/AIDS. Analisis deskriptif
menunjukkan bahwa G-CBT memberikan efek positif pada kedua partisipan, seperti suasana
hati yang lebih positif dan lebih sabar dalam hidupnya.
92 E-JOURNAL GAMAJPP
GRATITUDE COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, KUALITAS HIDUP, PEREMPUAN, HIV/AIDS
Di Indonesia fenomena AIDS sudah dikenal Dampak psikologis yang dihadapi seperti
dan menjadi isu pada awal Januari 1986, stres dan cemas yang dapat berpengaruh
yakni dengan meninggalnya pasien di RSIJ terhadap sistem imun orang dengan
yang menjalani uji darah dengan HIV/AIDS (ODHA). Selain itu, proses
menggunakan metode ELISA diketahui penerimaan juga akan lebih sulit pada
mengidap AIDS (Djoerban, 1999). perempuan ketika menghadapi kenyataan
Yogyakarta sendiri termasuk dalam bahwa dirinya terinfeksi HIV, terlebih jika
sepuluh besar provinsi di Indonesia dengan mereka harus berhadapan dengan perasaan
AIDS case rate tertinggi sampai Maret 2017 dikhianati, ditinggalkan, bahkan kehilangan
(Kementerian Kesehatan Republik dukungan finansial, jika mereka datang
Indonesia, 2018). tanpa dukungan keluarga dan situasi yang
Risiko perempuan terinfeksi ditinggalkan (Barboza et al., 2017).
HIV/AIDS dua sampai empat kali lebih Dampak sosial yang diterima yaitu
besar dibandingkan dengan laki-laki. Hal berupa stigma dan diskriminasi. Stigma
ini salah satunya dikarenakan bentuk yang dimaksud antara lain mereka
anatomi alat kelamin perempuan yang dianggap orang yang melanggar aturan dan
memudahkan penularan virus HIV/AIDS mempunyai perilaku menyimpang, mereka
melalui hubungan seksual (Azza, 2010). juga harus dijauhi dan sebaiknya tidak
Selain itu, kerentanan penularan HIV/AIDS boleh keluar rumah agar tidak menularkan
pada perempuan disebabkan oleh penyakitnya pada orang lain (Azza, 2010).
minimnya informasi tentang hak Sementara dari aspek spiritual, perempuan
reproduksi dan hak seksual bagi dengan HIV/AIDS memiliki kualitas hidup
perempuan (Yulianti, 2013). Infeksi HIV yang rendah karena sebagian besar
pada perempuan tidak hanya karena perempuan dengan HIV/AIDS masih belum
ketidaktahuan atau ketidakpahaman dapat menerima kenyataan mengenai
tentang cara pencegahan HIV/AIDS, namun statusnya dan merasa bahwa Tuhan tidak
juga terjadi karena perempuan tidak adil (Rachmawati, 2013).
memiliki kekuatan sosial dan ekonomi Kualitas hidup merupakan komponen
untuk melindungi diri mereka, sehingga penting dalam evaluasi kesejahteraan dan
terjadi ketidaksetaraan dan ketidakadilan kehidupan ODHA (Hardiansyah,
gender (Yulianti, 2013). Amiruddin, & Arsyad, 2014). Hal ini
HIV/AIDS pada perempuan akan dikarenakan HIV/AIDS merupakan suatu
menimbulkan dampak yang sangat besar kondisi kronis yang masih menjadi
baik pada aspek fisik, psikologis, sosial, ancaman berat untuk kesejahteraan
maupun spiritual. Kondisi tersebut semakin seseorang dan kualitas hidupnya (Brenda &
berat apabila perempuan tersebut dalam Wet, 2010). Tingginya kualitas hidup yang
kondisi hamil, melahirkan, dan mempunyai dimiliki akan meningkatkan semangat
bayi (Safarina, 2012). Dampak fisik seperti hidup ODHA. Sebaliknya, rendahnya
perubahan berat badan dan bentuk badan, kualitas hidup pasien HIV akan
mudah lelah, hormon menjadi tidak stabil, memengaruhi kesehatan dari pasien itu
dan gangguan reproduksi (Spiritia, 2014). sendiri. Peningkatan kualitas hidup tidak
E-JOURNAL GAMAJPP 93
ADHININGTYAS & UTAMI
hanya dapat dilakukan melalui proses kata lain, kualitas hidup seseorang akan
penyembuhan secara fisik, namun hal yang baik apabila ia bersyukur dengan segala
utama adalah meningkatkan pemahaman apa yang dimilikinya (Putri, Sukarti, &
pasien tentang penyakitnya dan mengubah Rachmawati, 2016).
orientasi pemikiran pasien dari Adanya rasa syukur juga diperlukan
kesembuhan menjadi ke arah penyerahan bagi ODHA perempuan, sebagai bentuk
diri kepada Tuhan dan hubungan dengan apresiasi terhadap hal-hal yang dimiliki,
orang lain (Superkertia, Astuti, & Lestari, meskipun dengan kondisinya sebagai
2016) penderita HIV/AIDS. Melalui bersyukur,
Kualitas hidup merupakan penilaian mereka dapat menemukan emosi positif
individu terhadap posisi mereka di dalam (Emmons & Mccullough, 2003),
kehidupan, dalam konteks budaya dan meningkatkan harapan (Mccullough, Tsang,
sistem nilai di mana mereka hidup dalam & Emmons, 2004) serta dapat lebih tenang
kaitannya dengan tujuan individu, harapan, dan tidak panik ketika menghadapi
standar serta apa yang menjadi perhatian masalah (Makhdlori, 2007).
individu (World Health Organization Syukur dapat muncul melalui proses
[WHO] Division of Mental Health, 1996). berpikir dan membiasakan perilaku. Hasil
Dengan demikian, kualitas hidup setiap dari proses berpikir yang positif akan
orang dapat berbeda-beda karena kualitas menghasilkan emosi yang positif pula.
hidup ini bersifat subjektif, yang dapat Sebagai bentuk emosi, syukur juga
dilihat dari berbagai aspek yaitu kesehatan merupakan suatu kondisi yang diperoleh
fisik, psikologis, hubungan sosial, dan dari dua tahap proses kognitif, yaitu: a)
lingkungan (WHO Division of Mental mengenali bahwa seseorang memperoleh
Health, 1996). hasil yang positif dan b) mengenali adanya
Pada aspek psikologis terdapat sumber eksternal yang berperan hingga
perasaan positif yang berkaitan dengan hasil positif itu ada (Weiner, dalam
adanya rasa syukur yang dimiliki seseorang Emmons & Mccullough, 2004). Oleh karena
(Seligman, 2005). Perasaan positif tersebut itu, peneliti bermaksud mengembangkan
akan mendorong seseorang untuk sebuah terapi untuk memunculkan
melakukan berbagai tindakan yang positif, kebersyukuran pada perempuan yang
seperti membangun relasi yang baik terinfeksi HIV/AIDS melalui metode
dengan masyarakat, memiliki pikiran dan Cognitive Behavior Therapy (CBT) dengan
semangat optimisme, memiliki kesehatan harapan dapat meningkatkan kualitas
rohani yang baik, memiliki keluarga yang hidup mereka. Tujuan dari penelitian ini
harmonis, memiliki semangat saling adalah menguji efektivitas Gratitude
menolong, hidup rukun dengan tetangga, Cognitive Behavior Therapy (G-CBT) untuk
tahu berterima kasih, mengucap syukur meningkatkan kualitas hidup perempuan
atas apa yang dimiliki, dan menghargai dengan HIV/AIDS.
atau menghormati orang lain, unsur-unsur
inilah yang membuat seseorang memiliki
kebahagiaan sejati (Seligman, 2005). Dengan Metode
94 E-JOURNAL GAMAJPP
GRATITUDE COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, KUALITAS HIDUP, PEREMPUAN, HIV/AIDS
E-JOURNAL GAMAJPP 95
ADHININGTYAS & UTAMI
Tabel 1.
Rincian Sesi G-CBT
Pertemuan Sesi Rincian Waktu Kegiatan
1 1 20 Pembukaan, perkenalan dan persetujuan
(100 menit) keikutsertaan
2 10 Harapan terhadap proses terapi
3 30 Psikoedukasi CBT
4 15 Pemberian tugas rumah “Kejadian hidup sehari-hari”
5 20 Relaksasi otot progresif
6 5 Penutup
2 1 5 Pembukaan pertemuan kedua
(120 menit) 2 15 Sharing tugas rumah “Kejadian hidup sehari-hari”
3 40 Restrukturisasi kognitif (disertai dengan penayangan
video 1)
4 25 Penguatan rasa syukur ”symbolic modeling” (disertai
dengan penayangan video 2)
5 10 Pemberian tugas rumah “Menghitung Berkah”
6 20 Relaksasi nafas dan doa
7 5 Penutup
3 1 5 Pembukaan pertemuan ketiga
(100 menit) 2 20 Sharing tugas rumah “Menghitung Berkah”
3 40 Penguatan rasa syukur : Prososial
4 10 Pemberian tugas rumah “Menghitung Berkah”
5 20 Relaksasi nafas dan doa
6 5 Penutup
4 1 5 Pembukaan pertemuan keempat
(120 menit) 2 15 Sharing tugas rumah “menghitung berkah”
3 50 Mengekspresikan rasa syukur
4 20 Evaluasi harapan peserta
5 20 Evaluasi keseluruhan proses terapi
6 10 Penutupan
96 E-JOURNAL GAMAJPP
GRATITUDE COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, KUALITAS HIDUP, PEREMPUAN, HIV/AIDS
Partisipan dalam penelitian ini yaitu merasa bahwa tes VCT untuk anaknya
LM dan SA. LM mengetahui bahwa dirinya bukan merupakan hal yang mendesak.
terinfeksi HIV/AIDS yaitu sejak tahun 2013.
Saat ini LM tinggal dengan ibu dan anak Hasil
perempuannya. Anak perempuan LM juga
positif HIV/AIDS. Keluarga LM tidak ada Data kuantitatif
yang mengetahui status LM. Perasaan kaget Gambar 1 menunjukkan bahwa pada
dan sedih saat petugas rumah sakit partisipan LM menunjukkan peningkatan
memberitahukan status LM, namun LM skor bersyukur dari pretest ke posttest (9
juga bersyukur karena ia mengetahui poin), dan meningkat kembali pada saat
statusnya saat kondisi fisiknya baik, follow-up (6 poin), sedangkan pada
sehingga ia dapat hidup sehat dan normal partisipan SA, skor bersyukur mengalami
seperti orang-orang pada umumnya hingga peningkatan dari pretest ke posttest (19
saat ini. Sedangkan SA mengetahui bahwa poin), namun sedikit mengalami penurunan
dirinya terinfeksi HIV di awal tahun 2017. skor pada saat follow-up (3 poin). Hal ini
Saat itu SA dalam keadaan sakit menunjukkan bahwa pemberian intervensi
dikarenakan adanya infeksi paru-paru. G-CBT dapat meningkatkan kualitas hidup
Dengan kondisi fisik SA yang terus- kedua partisipan, namun pada saat
menerus mengalami penurunan, dokter pengukuran follow-up (satu minggu setelah
kemudian menyarankan untuk melakukan intervensi dilakukan) menunjukkan hasil
VCT (Voluntary Counselling and Testing), yang berbeda, di mana skor bersyukur LM
dan didapatkan bahwa SA terinfeksi masih mengalami peningkatan sedangkan
HIV/AIDS. SA memiliki satu anak skor bersyukur SA mengalami sedikit
perempuan yang saat ini berusia 11 tahun penurunan.
namun SA belum memeriksakan keadaan Pada Gambar 2 terlihat bahwa kedua
anaknya dikarenakan belum siap jika partisipan mengalami peningkatan skor
anaknya positif terinfeksi HIV dan melihat kualitas hidup antara fase pretest, posttest,
bahwa kondisi anaknya sehat sehingga SA dan follow-up. Hal ini menunjukkan bahwa
E-JOURNAL GAMAJPP 97
ADHININGTYAS & UTAMI
diberikan. Pada gambar di atas juga terlihat Pada fase pretest, SA memiliki suasana
bahwa saat pengukuran pretest, skor hati yang lebih positif dibandingkan
kualitas hidup SA (skor=69,3) lebih rendah partisipan LM saat belum diberikan
dibandingkan skor kualitas hidup LM intervensi. Pada fase posttest, data pada LM
(skor=71,3), namun pada pengukuran dan SA dikatakan tidak stabil karena
posttest dan follow-up terlihat bahwa skor tingkat stabilitas <80% yaitu sebesar 27,27%
kualitas hidup SA mengalami peningkatan (LM) dan 68,18% (SA). LM menunjukkan
yang cukup signifikan bahkan melebihi peningkatan level antara fase pretest dan
skor kualitas hidup LM. posttest, namun mengalami penurunan level
98 E-JOURNAL GAMAJPP
GRATITUDE COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, KUALITAS HIDUP, PEREMPUAN, HIV/AIDS
E-JOURNAL GAMAJPP 99
ADHININGTYAS & UTAMI
menunjukkan arah yang mendatar. Pada selalu menjaga kesehatannya, di sisi lain ia
fase follow-up, data kedua partisipan dapat berusaha agar kondisi tersebut tidak
dikatakan stabil karena tingkat stabilitas mengganggu aktivitasnya.
sebesar 100%. LM menunjukkan tidak Berdasarkan hasil wawancara, lembar
adanya perubahan penurunan level beban kerja, dan tugas rumah dari awal proses
sebagai ODHA dari fase posttest ke follow- hingga akhir, didapatkan bahwa partisipan
up, kemudian penurunan level beban LM memiliki motivasi yang tinggi untuk
sebagai ODHA dalam fase follow-up. mengikuti proses terapi. Hal ini nampak
Sedangkan SA menunjukkan adanya pada keaktifan partisipan dalam mengikuti
penurunan level dari fase posttest ke follow proses, interaksi yang diberikan baik
up, namun terjadinya peningkatan level kepada terapis dan peserta lain, serta
beban sebagai ODHA pada fase follow up. komitmen dalam menyelesaikan tugas-
Kecenderungan arah grafik (trend) fase tugas yang diberikan. Keluarga LM tidak
follow-up LM menunjukkan arah yang ada yang mengetahui status LM sebagai
menurun, sedangkan pada SA tidak ODHA, termasuk ibu kandung LM. Ibu LM
menunjukkan perubahan kecenderungan hanya mengetahui jika LM harus
arah grafik (trend). Rerata skor pada kedua mengonsumsi obat secara rutin seumur
partisipan mengalami penurunan dari fase hidup. Lingkungan sekitar juga tidak ada
posttest menuju fase follow-up. yang mengetahui statusnya, sehingga ia
pun menganggap bahwa ia tidak berbeda
Data deskriptif dengan teman-temannya. LM tetap
Partisipan LM. Harapan yang diungkapkan beraktivitas dan bersosialisasi seperti
LM mengikuti intervensi yaitu agar dapat layaknya orang pada umumnya.
mengelola emosi dan menerima keadaan Perubahan yang dirasakan LM setelah
sekarang, sehingga dapat hidup ke depan mengikuti rangkaian terapi yaitu ia merasa
dengan lebih baik dan selalu semangat. LM menjadi lebih sabar dan lebih legowo, serta
melihat bahwa keadaannya saat ini tidak lagi banyak menuntut diri sendiri. LM
merupakan keadaan sehat dan sakit, ”sakit menuliskan rasa syukurnya karena
kok kelihatan sehat, sehat tapi kok minum obat.” diberikan rezeki yang cukup, memiliki ibu
Menurut LM, syukur berarti tidak memiliki yang selalu mendampingi, anak yang selalu
tuntutan dalam hidupnya. Perasaan sedih patuh untuk terapi ARV, teman-teman yang
dan kaget ketika diberitahu oleh konselor mendukung, serta bersyukur karena ia
mengenai statusnya. Pikiran utama yang mengetahui statusnya sebagai ODHA di
muncul yaitu hidupnya yang tidak lagi saat kondisinya masih sehat, sehingga ia
lama, namun pikiran tersebut diganti masih dapat hidup seperti orang sehat pada
dengan pikiran yang lebih positif, yaitu umumnya.
dengan mengetahui diagnosis lebih awal, ia
masih dapat hidup sehat seperti saat ini. Partisipan SA. Harapan yang diungkapkan
LM berusaha menjadikan “status ODHA” SA mengikuti intervensi yaitu untuk
sebagai sahabat, karena dimusuhi pun akan menambah pengetahuan, memiliki
tetap ada. Di satu sisi, ia berusaha agar kemampuan untuk mengelola emosi dan
menjadi lebih semangat menjalani hidup. membesarkan anak sampai dewasa dan
SA mengungkapkan bahwa ia sangat menjadi orang yang sukses dan berharap
terkejut saat mengetahui bahwa dirinya agar selalu diberikan kemudahan untuk
terinfeksi HIV. Saat itu kondisinya dalam membahagiakan orang lain.
keadaan drop di rumah sakit karena
penyakit infeksi paru-paru. Diskusi
Menurut SA, syukur yaitu menikmati
dan menerima segala sesuatu dengan sabar Penelitian ini berhasil menguji efektivitas
dan ikhlas. Kondisi SA saat ini sehat Gratitude Cognitive Behavior Therapy (G-CBT)
sehingga ia dapat lebih fokus untuk untuk meningkatkan kualitas hidup
menjaga kesehatannya dan menjalani perempuan dengan HIV/AIDS. Hal ini
hidupnya seperti saat kondisinya belum ditunjukkan dengan perubahan skor skala
sakit. Orang di sekitar yang mengetahui kualitas hidup antara sebelum dan sesudah
bahwa SA baru sembuh dari sakit paru- mendapatkan intervensi. Hal ini juga
paru, memberikan dukungan besar agar SA nampak pada peningkatan skor suasana
terus menjaga kesehatannya, salah satunya hati dan penurunan skor beban sebagai
adalah terus mengingatkan agar SA agar ODHA pada kedua partisipan.
tidak lagi merokok. SA merasa memiliki Status sebagai perempuan dengan
teman-teman yang peduli dan perhatian HIV/AIDS membawa dampak pada
pada SA. kehidupan partisipan, terlebih karena
Berdasarkan hasil wawancara, lembar mereka mendapatkan status tersebut dari
kerja, dan tugas rumah dari awal proses suaminya. Perasaan kaget, sedih, tidak
hingga akhir, nampak bahwa SA memiliki percaya, dan ketakutan akan masa depan
motivasi yang tinggi untuk mengikuti dialami oleh kedua partisipan. Hal ini
proses terapi. SA aktif dalam mengikuti sesuai dengan pendapat Fatmawati,
diskusi dan berkomitmen menyelesaikan Widodo, dan Wakhid (2016) bahwa respons
tugas-tugas yang diberikan. SA pun masih awal ODHA saat mengetahui dirinya positif
melakukan “menghitung berkah” meskipun HIV/AIDS terbagi dalam tiga tahap yaitu
sesi terapi sudah selesai tahap kehilangan, perasaan duka cita, dan
Perubahan yang dirasakan SA yaitu ia penolakan terhadap pemberitahuan bahwa
merasa menjadi lebih sabar dan tidak telah terdiagnosis HIV/AIDS. Partisipan
sombong. SA merasa mendapatkan ilmu juga belum siap terbuka dengan statusnya
dan pengetahuan untuk dapat berubah ke karena kekhawatiran akan stigma dan
arah yang lebih baik, serta ia menjadi lebih diskriminasi dari masyarakat yang
sabar dalam menghadapi suatu masalah. mungkin mereka dapatkan setelah
SA mengungkapkan rasa syukur kepada mengetahui status mereka sebagai ODHA.
Allah SWT karena selalu diberikan Kondisi tersebut berdampak pada kualitas
kemudahan, kekuatan dan kesabaran, hidup yang mereka miliki.
memiliki keluarga yang sangat peduli, serta Intervensi G-CBT yang diberikan
tetangga dan sahabat yang baik. SA berdoa mengacu pada langkah sederhana dalam
agar diberikan umur panjang agar dapat menciptakan rasa syukur dengan
satu emosi positif yang muncul karena rasa intervensi telah selesai diberikan. Hal ini
syukur yaitu suasana hati yang lebih baik. senada dengan penelitian sebelumnya oleh
Emmons dan Mccullough (2003) juga Cahyandari, Nashori, dan Sulistyarini
mengungkapkan bahwa adanya rasa (2015) pada pasien penyakit paru obstruktif
syukur dapat memunculkan emosi positif kronik (PPOK) yang menunjukkan bahwa
dan menurunkan emosi negatif. Pelatihan Kebersyukuran dapat
Pada skor beban sebagai ODHA, meningkatkan kualitas hidup hingga tahap
rerata skor kedua partisipan mengalami tindak lanjut (dua minggu setelah pelatihan
penurunan pada saat posttest. Hal ini sejalan berakhir).
dengan penelitian yang dilakukan oleh Peningkatan kualitas hidup pada
Cahyono (2014) yang menunjukkan bahwa kedua partisipan didukung dengan
Pelatihan Kebersyukuran dapat peningkatan rasa syukur yang mereka
menurunkan tingkat stres apabila miliki. Baik pada LM maupun SA,
didukung oleh proses kognitif yang menunjukkan bahwa rasa syukur yang
memadai karena di dalam syukur terdapat diukur dengan skala bersyukur versi
2 aspek yang utama yaitu berpikir positif Indonesia mengalami peningkatan dari
untuk melihat nilai tambah yang ada pada pretest ke posttest. Skor tersebut juga terus
suatu situasi atau kondisi yang sedang mengalami peningkatan pada pengukuran
dihadapi seseorang dan melakukan saat follow up. Kedua partisipan mengalami
tindakan nyata sebagai suatu wujud rasa peningkatan skor pada saat pengukuran
terima kasih atas pemberian tersebut posttest dan follow-up.
dengan diiringi keyakinan secara religius. Keterbatasan utama dalam penelitian
Weiten dan Llyof (dalam Hidayanti, 2013) ini yaitu terletak pada validitas
mengatakan bahwa koping merupakan eksternalnya, dan dalam penelitian single
upaya-upaya untuk mengatasi, case, hasil penelitian tidak dapat
mengurangi, atau menerima beban digeneralisasikan. Meskipun intervensi
perasaan yang tercipta karena stres. terbukti efektif untuk satu individu, namun
Perempuan dengan HIV/AIDS yang belum tentu efektif untuk individu lain, dan
mampu mengembangkan strategi koping efek intervensi mungkin tidak akan sama
yang positif dapat terus bertahan dengan ketika diberikan di kemudian hari pada
penyakit dan segala konsekuensi hidup individu yang sama (Nock et al., 2007).
yang dijalani (Hidayanti, 2013), dan syukur Keterbatasan lain terletak pada validitas
merupakan salah satu strategi koping yang internal seperti social desirability dan testing
positif. effect. Pada pengukuran yang dilakukan
Pada pengukuran yang dilakukan dengan self report, social desirability
pada satu minggu setelah intervensi selesai bertanggung jawab atas sebagian besar
diberikan, terlihat bahwa skor kualitas varians data yang dikumpulkan. Adapun
hidup kedua partisipan mengalami testing effect merupakan efek yang
peningkatan. Dengan kata lain, intervensi dihasilkan oleh pengukuran variabel
G-CBT yang diberikan kepada partisipan tergantung. Pada penelitian ini pengukuran
masih dirasakan dampaknya meskipun dilakukan sebanyak tiga kali pada variabel
meningkatkan kualitas hidup pasien Sawwa: Jurnal Studi Gender, 9(1), 89–
penyakit paru obstruktif kronik 106.
(PPOK). Jurnal Intervensi Psikologi, Kementerian Kesehatan Republik
7(1), 1-14. doi: Indonesia. (2018). Infodatin: Situasi
10.20885/intervensipsikologi.vol7.iss1. umum HIV & AIDS dan tes HIV.
art1 Jakarta: Kementerian Kesehatan
Cahyono, E. W. (2014). Pelatihan gratitude Republik Indonesia.
(bersyukur) untuk penurunan stres Listiyandini, R. A., Nathania, A., Syahniar,
kerja karyawan di PT.X. Calyptra, 3(1), D., Sonia, L., Nadya, R., Psikologi, F.,
1-15. … Indonesia, U. (2015). Mengukur
Djoerban, Z. (1999). Membidik AIDS, ikhtiar rasa syukur : Pengembangan model.
memahami HIV dan ODHA. Jurnal Psikologi Ulayat, 2(2), 473–496.
Yogyakarta: Galang Press. doi: 10.24854/jpu22015-41
Emmons, R. A., & Hill, J. (2001). Words of Makhdlori, M. (2007). Bersyukurlah maka
gratitude: For mind, body and soul. USA: engkau akan kaya. Yogyakarta: Diva
Templeton Foundation Press. Press.
Emmons, R. A., & Mccullough, M. E. (2003). Mccullough, M. E., Tsang, J., & Emmons, R.
Counting blessings versus burdens : A. (2004). Gratitude in intermediate
An experimental investigation of affective terrain : Links of grateful
gratitude and subjective well-being in moods to individual differences and
daily life. Journal of Personality and daily emotional experience. Journal of
Social Psychology, 84(2), 377–389. doi: Personality and Social Psychology, 86(2),
10.1037/0022-3514.84.2.377 295–309. doi: 10.1037/0022-
Emmons, R. A., & Mccullough, M. E. (2004). 3514.86.2.295
The psychology of gratitude. United Muhammad, N. N., Shatri, H., Djoerban, Z.,
States: Oxford University Press. & Abdullah, M. (2017). Uji kesahihan
Fatmawati, F., Widodo, G. G., & Wakhid, A. dan keandalan kuesioner World
(2016). Kualitas hidup orang dengan Health Organization Quality of Life-
HIV/AIDS (ODHA) berdasarkan quality HIV Bref dalam Bahasa Indonesia
of life di Kota Semarang. Semarang: untuk mengukur kualitas hidup
Stikes Ngudo Waluyo. pasien HIV/AIDS. Jurnal Penyakit
Fitzgerald, P (1998). Gratitude and justice. Dalam Indonesia, 4(3), 112–118. doi:
Ethics, 109, 119-153. doi: 10.7454/jpdi.v4i3.137
10.1086/233876 Nock, M. K., Michel, B. D., & Photos, V. I.
Hardiansyah, Amiruddin, R., & Arsyad, D. (2007). Small samples and N-of-1
S. (2014). Kualitas hidup orang dengan designs. In D. McKay (Ed.), Handbook
HIV dan AIDS di Kota Makassar. of Research Methods in Abnormal and
Makassar: Universitas Hasanuddin. Clinical Psychology (hal. 337–350).
Hidayanti, A. (2013). Strategi coping stress Thousand Oaks: SAGE Publications,
perempuan dengan HIV/AIDS. Inc.
Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Utami, M.S., Shalihah, M., Adhiningtyas,
Character strengths and virtues: A N.P., Rahmah, S., & Ningrum, W.K.
Handbook and classification. New York: (2017). Gratitude-cognitive behavior
Oxford University Press. therapy (G-CBT) untuk menurunkan
Putri, D. A., Sukarti, & Rachmawati, M. A. stres pada mahasiswa (Manuskrip tidak
(2016). Pelatihan kebersyukuran dipublikasikan). Yogyakarta:
untuk meningkatkan kualitas hidup Universitas Gadjah Mada.
guru sekolah inklusi. Jurnal Intervensi Watkins, P. C., Woodward, K., Stone, T., &
Psikologi, 8(1), 21–40. doi: Kolts, R. L. (2003). Gratitude and
10.20885/intervensipsikologi.vol8.iss1. happiness: Development of a measure
art2 of gratitude and subjective well-being.
Rachmawati, S. (2013). Kualitas hidup Social Behavior and Personality, 31(5),
orang dengan HIV/AIDS yang 431–452. doi:
mengikuti terapi antiretroviral. Jurnal 10.2224/sbp.2003.31.5.431
Sains dan Praktik Psikologi, 1(1), 48-62. World Health Organization Division of
Safarina, L. (2012). Pengalaman hidup Mental Health. (1996). WHOQOL-Bref:
perempuan di Kota Cimahi (Studi Introduction, administration, scoring and
fenomenologi). Diakses melalui generic version of the assessment.
http://stikesayani.ac.id/publikasi/ejour Diakses melalui
nal/files/2012/201212/201212-003.pdf https://apps.who.int/iris/handle/10665
Seligman, M. E. P. (2005). Authentic /63529
happines: Menciptakan kebahagiaan Yulianti, A. P. (2013). Kerentanan
dengan psikologi positif. Bandung: perempuan terhadap penularan HIV
Mizan Pustaka. & AIDS : studi pada ibu rumah
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook tangga pengidap HIV/AIDS di
of positive psychology. New York: Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Oxford University Press. Palastren, 6(1), 185–200.
Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H.
(2005). Pengantar penelitian dengan
subyek tunggal. Jepang: CRICED.
Spiritia. (2014). Infeksi HIV primer. Diakses
melalui
http://spiritia.or.id/informasi/detail/4
Superkertia, I. G. M. E., Astuti, I. W., &
Lestari, M. P. L. (2016). Hubungan
antara tingkat spiritualitas dengan
tingkat kualitas hidup pada pasien
HIV/AIDS di Yayasan Spirit
Paramacitta Denpasar. Coping:
Community of Publishing in Nursing,
4(1), 49–53.
ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menurunkan kekebalan tubuh manusia dengan cara
membunuh atau merusak sel-sel yang berperan dalam kekebalan tubuh sehingga kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi menurun. Dari 30 penderita HIV di KDS Friendship Plus Kediri terdapat 100% mengalami
penurunan harga diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi cognitive behaviour terhadap
harga diri pada pasien HIV di KDS Friendship Plus Kediri. Desain penelitian yaitu pre eksperimen one
goup pre test - post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah 32 responden yang diambil dengan
menggunakan teknik purposive sampling diperoleh sampel 30. Analisa data menggunakan uji normalitas
data Shapiro-wilk didapatkan nilai p value sebelum dan sesudah terapi mengalami peningkatan harga diri,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi Cognitive Behaviour terhadap harga diri pada
penderita HIV. Berdasarkan uji wilcoxon signed rank test di dapatkan p value < 0,05 yang artinya ada
pengaruh terapi cognitive behaviour terhadap harga diri pada penderita HIV di KDS Friendship Plus Kediri.
ABSTRACT
Human Immunodeficiency Virus is a virus that lowers human immunity by killing or destroying cells that
play a role in immunity so that the body's ability to fight infection decreases. Of the 30 HIV sufferers in KDS
Friendship Plus Kediri, 100% experienced a decrease in self-esteem. The purpose of this study was to
determine the effect of cognitive behavior therapy on self-esteem in HIV patients at KDS Friendship Plus
Kediri. The research design was pre-experimental one-group pre-test-post-test design. The population in this
study were 32 respondents who were taken using purposive sampling technique, obtained a sample of 30.
Data analysis using the Shapiro-Wilk data normality test showed that the p value before and after therapy
had increased self-esteem, so it could be concluded that there was an effect of Cognitive Behavior therapy on
self-esteem in people with HIV. Based on the Wilcoxon signed rank test, p value <0.05, which means that
there is an effect of cognitive behavior therapy on self-esteem in HIV sufferers at KDS Friendship Plus
Kediri.
571
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 - 576
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
mengalami harga diri rendah ditunjukkan bahwa intervensi terapi cognitive behaviour
dengan respon penderita HIV yaitu menarik efektif meningkatkan harga diri pada
diri, depresi, isolasi sosial. Hal ini mahasiswa yang mengalami distress
menunjukkan banyaknya penderita HIV yang psikologis. Hal ini terlihat dari peningkatan
mengalami harga diri rendah. Dengan semakin skor harga diri dan penurunan skor distress
rendah harga diri maka pasien HIV akan psikologis, penurunan emosi negative yang
mengalami penurunan sistem imun dan begitu dirasakan dan perubahan perilaku dimana
pula sebaliknya (Saefulloh, 2017). partisipan mengurangi perilaku menghindar
Dibutuhkan terapi terutama yang bersifat (Della, 2010). Berdasarkan uraian latar
komplementer yang mampu meningaktkan belakang tersebut penting untuk dilakukan
harga diri pasien dengan HIV. Salah satunya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
dengan CBT (cognitive behavior Terapi). pengaruh terapi cognitive behaviour terhadap
Terapi cognitive behaviour adalah psikoterapi harga diri pada pasien HIV.
berdasarkan atas kognisi, asumsi, kepercayaan,
dan perilaku dengan tujuan mempengaruhi METODE
emosi yang terganggu (Wikipedia, 2008). Penelitian menggunakan pre eksperimen
Terapi cognitive behaviour lebih efektif dari dengan rancanggan one goup pre test - post
pada kondisi tanpa pengobatan, dengan ukuran test design. Populasi penelitian adalah
efek sedang (Van Straten, dkk, 2010). penderita terbaru di KDS Friendship Plus yang
berjumlah 32 orang. Sampel dalam penelitian
Terapi cognitive behaviour berfokus pada ini 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang
kognisi yang dimodifikasi secara langsung, digunakan adalah dengan menggunakan
yaitu ketika individu mengubah pikiran purposive sampling. Data dikumpulkan dengan
maladaptifnya maka secara tidak langsung lembar observasiAnalisa data dengan bantuan
juga mengubah tingkah lakunya yang tampak sistem komputerisasi dimana analisa univaiat
(Spiegler & Guevremont, 2003). Terapi dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
cognitive behaviour bertujuan membantu analisa bivariat dengan menggunakan uji
pasien merubah sistem keyakinan yang Wilcoxon.
negative, irasional dan mengalami
penyimpangan (distorsi) menjadi positif dan HASIL
rasional sehingga secara bertahap mempunyai Tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar
perilaku yang lebih sehat dan normal (Happle, (60%) dari responden berjenis keamin
2004). perempuan dengan retang usia pertengahan
(53%). Jenjang pendidikan sebagian besar
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan (60%) menenagha keatas dengan pekerjaan
bahwa terdapat perubahan harga diri baik dari utama adalah swasta (53%). Hampir setengah
aspek kognitif maupun perilaku yang (43%) dari responden janda/duda.
signifikan terhadap harga diri. Sesudah
dilakukan intervensi terapi cognitive behaviour Tabel 2 menunjukan bahwa seluruh (100%)
klien GGK di unit hemodialisa khususnya dari responden sebelum diberikan terapi
pada klien yang mengalami gangguan mengalami HDR (harga diri rendah). Namun
psikososial (Bond & Dryden, 2002). Selain itu, setelah diberikan terapi mengalami
evaluasi kualitatif juga menunjukkan peningkatan menjadi harga diri sedang.
peningkatan positif aspek kognitif, afektif, dan Dari hasil uji analisa bivariat diketahui pada a :
perilaku subjek penelitian. Oleh karena itu, 0,05 diperoleh nilai Pv sebesar 0,000 sehingga
terapi cognitive behaviour dikatakan efektif disimpulkan Ho ditolak dan H1 diterima
meningkatkan harga diri pada penyitas diintepretasikan ada pengaruh terapi CBT
kekerasan dalam pacaran (Amaral, 2011). terhadap harga diri pada pasien HIV.
Pada hasil penelitian lain juga menunjukkan
572
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 - 576
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Tabel 1.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada pasien HIV (n=30)
Jenis kelamin f %
Jenis kelamin:
Laki-laki 12 40
Perempuan 18 60
Usia:
Dewasa awal 12 40
Dewasa tenagh 16 53
Usia Lanjut 2 7
Pendidikan:
SD 3 10
SMP 5 17
SMA 18 60
Diploma/Sarjana 4 13
Pekerjaan:
Petani 6 23
Swata 17 57
Buruh 2 7
IRT 5 13
Status:
Menikah 6 20
Janda /duda 13 43
Tiak menikah 11 37
Tabel 2.
Distribusi harga diri sebelum dan setelah diberikan terapi cognitive behaviour pada pasien HIV
Harga diri f %
Pre
HDR 30 100
HD sedang 0 0
HD Tinggi 0 0
Post
HDR 0 0
HD Sedang 21 70
HD Tinggi 9 30
a : 0.05 , Pv: 0,000
573
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 - 576
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Berdasarkan tabel 1 memberikan informasi Distribusi harga diri sesudah diberi terapi
bahwa sebagian besar responden yaitu 43,3% terapi cognitive behaviour terhadap tingkat
memiliki status marital duda/janda. Hasil harga diri pada pasien HIV
penelitian sebelumnya (Nojomi, 2008) pasien Berdasarkan hasil penelitian pada 30
yang menikah memiliki kondisi lebih baik responden sesudah diberi terapi cognitive
pada domain sosial dan lingkungan dibanding behaviour terjadi peningkatan harga diri
pasien janda/duda. Hasil penelitian tersebut sedang. Penelitian menunjukkan bahwa
sama dengan teori yang dikemukakan (Stuart Penyakit HIV yang mengubah pola hidup
& Sunden, 2001) bahwa orang yang bercerai, dapat juga menurunkan perasaan nilai diri.
pisah, janda/duda cenderung beresiko tinggi Menurut Kaplan dan Saddock (2004), terapi
mengalami gangguan harga diri rendah yang dibutuhkan pada pasien HIV dapat
dibanding yang suudah menikah. Peneliti berupa terapi psikososial, seperti : Terapi
berpendapat bahwa faktor yang dapat Cognitive Behaviour. Terapi cognitive
mempengaruhi adalah status marital behaviour bertujuan membantu pasien untuk
janda/duda, sebagian besar berpisah dengan dapat merubah sistem keyakinan yang
pasangannya, karena ada yang tertular dari negative, irasional dan mengalami
pasangannya yang tidak memberitahu bahwa penyimpangan (distorsi) menjadi positif dan
dirinya sudah terinfeksi HIV. rasional sehingga secara bertahap mempunyai
perilaku yang lebih sehat dan normal (Happle,
Sebagian besar responden yaitu 60% 2004). Hasil penelitian ini menunjukkan
berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas bahwa seluruh responden terjadi peningkatan
(SLTA). Penelitian sebelumnya (Soekidjo, harga diri. Terapi CBT yang diberikan pada
2003) mengatakan bahwa pendidikan tinggi klien mempu meningkatkan percaya diri klien
lebih mampu mengatasi atau menyelesaikan dan mengurangi kecemasan sehingga afirmasi
masalah dengan menggunakan koping yang diri klien positif. Dimana konsep akan diri ang
efektif dan konstruktif dari pada seseorang positif akan melepaskan endorfin sehingga
dengan pendidikan rendah, semakin tinggi pada akhirnya sistem kekebalan tubuh pasien
pendidikan seseorang maka akan lebih mudah akan membaik (Wahidah, 2018).
menerima informasi kesehatan jiwa yang
diberikan oleh petugas kesehatan sehingga Pengaruh terapi cognitive behaviour
mempengaruhi pikiran seseorang dalam terhadap tingkat harga diri pada pasien
mengambil keputusan. HIV
Pada penelitian harga diri pada penderita HIV
Berdasarkan teori (Alserouri, dkk. 2010) yaitu pada pre test harga diri rendah sedangkan
pendidikan adalah salah satu senjata yang pada post test mengalami peningkatan harga
paling ampuh untuk mencegah penularan HIV. diri. Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai
Peneliti berpendapat faktor yang dapat signifikan (p value) = 0,000 (˂ α= 0,05)
mempengaruhi adalah pendidikan, dengan sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan
berpendidikan tinggi seseorang diharapkan H1 diterima yag artinya ada pengaruh terapi
dapat berperilaku sehat yaitu memiliki cognitive behaviour terhadap harga diri pada
pemahaman kesehatan tentang pencegahaan pasien HIV di KDS Friendship Plus Kediri.
penularan HIV. Sebagian besar responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh
yaitu 56,7% memiliki pekerjaan swasta. responden terjadi peningkatan harga diri.
Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa
pelanggan dari pekerja seks komersial Hasil penelitian sebelum diberikan terapi
terbanyak dari pekerja swasta (Notoatmojo, cognitive behaviour menunjukkan bahwa rata-
2003). Peniliti berpendapat faktor yang dapat rata harga diri pada responden adalah 61,57.
mempengaruhi adalah jenis pekerjaan yang Sebagian besar responden berjenis kelamin
memiliki peran dalam menimbulkan suatu perempuan, yaitu 18 orang (60%), dan hampir
permasalahan dari faktor stres terhadap setengah dari responden berusia 31-55 tahun
pekerjaan, jauh dari pasangan dan keluarga. yaitu 16 orang (53,3%). Sebagian besar
responden memiliki status marital duda/janda,
574
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 - 576
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Azwar. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Guevremont, S. &. (2003). The Contemporary
Rineka Cipta : Jakarta. Behaviour Therapy (4 editan). USA:
Thomson Wadstwort.
Beltman MW, Oude Voshaar RC, Speckens
AE. (2010). Cognitive-behavioural H, G. M. (2010). Retrieved from Self-esteem
therapy for depression in people with a across the lifespan:Issue and
somatic disease: meta-analysis of interventions.
randomised controlled trials. The
H. J. (2004). Psychotherapies with older
British Journal of Psychiatry. 2010
people:an overview psychiatric
Doi: 10.1192/bjp.bp.109.064675
treatment , 10,371-377.
BKKBN.(n.d.). Keluarga Berencana,
I, K. H., & J, S. B. (2004). Comprehensive text
Kesehatan Maternal, HIV/AIDS Dan
book of psichiatry. philadelpphia:
Kesehatan Reproduksi Remaja
Lippincott william S & Wilkins.
Perpektif Stakeholder..
Kennerley, W. D., &, & K. J. (2007). An
Crocker, J., & Wolfe, C. T. (2001).
Introduction to Cognitive Behaviour
Contingencies of self-
Therapy. London: Sage.
worth.Psychological Review, 108, 593–
623. Doi: 10.1037/0033- Nojomi, M., et all. (2008). Health related
295x.108.3.593 quality of life in patients with HIV/AIDS.
575
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 4, November 2020, Hal 571 - 576
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
576
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY
UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI
PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
Martina Kusumawati
Abstract
The research aims to observe the effectiveness of cognitive behavioral therapy to improve
self-acceptance in IDU (Injection Drug Users) with HIV infection. The cognitive
behavioral therapy is therapy that emphasizing the change of thoughts pattern, emotions
or feelings and maladaptive behavior becomes more rational and adaptive. This therapy
uses a series of behavior cognitive treatment through cognitive and behavioral
combination that consist of: (a) psychoeducation, (b) self-presentation, ( c) home work,
(d) thought catching, (e) reality testing, (f) positive thinking, (g) focus group discussions,
and (h) relaxation. The research subjects are five IDU (Injection Drug Users s) with HIV
infection. The data collection base is conducted using self-acceptance scale, interviews
and observations. The research design used is The One Group Pre Test- Post Test Design.
The analysis used is visual inspection analysis, quantitative analysis and qualitative
analysis. The quantitative analysis with hypothesis test is usingnon-parametric
Wilcoxon test to observe the existence or absence of the cognitive behavioral therapy
influence to improve self-acceptance in IDU (Injection Drug Users s) whit HIV infection.
The qualitative analysis is based on interviews, observations and worksheet given during
therapy. The results on the effectiveness of cognitive behavioral therapy to improve self-
acceptance in IDU (InjectionDrug Users s) with HIV infection indicated that there is
significant improvement. According to the statistical tests results of pre-test and post-test
measurement with value of Z= -2.023 and p = 0.043, p <0.05. The value also represents
the post-test measurement and follow-up stated that there is significant improvement. The
conclusion is the cognitive behavioral therapy can improve self-acceptance in IDU
(Injection Drug Users) with HIV infection.
Keywords: cognitive behavioral therapy, self acceptance, IDU (Injection Drug Users),
HIV/AIDS
Sejak awal dekade 1980-an sampai berbagai macam masalah psikososial dan
dengan saat ini, penyakit Acquired etika.
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah AIDS itu sendiri adalah penyakit yang
menjadi fenomena dan masalah baru dalam merupakan kumpulan gejala yang timbul
bidang kedokteran maupun ilmu-ilmu sosial karena runtuhnya sistem kekebalan tubuh,
(Carroll dalam Tambunan, 2000). Penyakit akibat infeksi HIV (Human
yang sejak berhasil diidentifikasi untuk Immunodefiency Virus). HIV adalah sejenis
pertama kalinya tersebut sampai saat ini virus perusak sel pusat sistem pertahanan
telah menjadi pandemi penyakit menular tubuh, sehingga sistem
yang paling serius dalam masyartakat pertahanan/kekebalan tubuh menjadi tidak
modern, serta menjadi prioritas yang tinggi berfungsi. Bila sistem
dalam agenda kesehatan dunia. Selain itu pertahanan/kekebalan tubuh menjadi rusak,
sebagai masalah kesehatan, kasus-kasus tubuh tidak lagi memiliki “benteng” sebagai
dengan penyakit ini juga dimuati oleh pelindung terhadap berbagai macam
penyakit. Akibatnya, berbagai macam tidak berharga, merasa kurang percaya diri,
penyakit dapat bersarang di dalam tubuh. muncul perasaan takut dan belum siap
Keadaan semacam ini, pada akhirnya akan menerima keadaannya.
menyebabkan kematian dan penderitaan Dari hasil wawancara tersebut,
secara psikologis (Tambunan, 2000). kondisi beberapa ODHA menunjukkan
HIV (Human Immunodefiency Virus) adanya perasaan dan pikiran bahwa mereka
akan diderita seumur hidup oleh penderita tidak yakin mampu menjalani kehidupan,
dan sangat mudah menular melalui berbagai perasaan tidak berharga, ada perasaan
macam cara yaitu hubungan heteroseksual, bersalah, tidak percaya diri dengan kondisi
baik dari laki-laki kepada perempuan atau fisik, pikiran ditolak oleh lingkungan sekitar
sebaliknya. Selain hal tersebut penularan dan upaya membatasi bahkan menarik diri
HIV melalui jarum suntik biasanya pada dari lingkungan. Kondisi ODHA dengan
pengguna narkoba secara bergantian dan pikiran dan perasan tersebut
perempuan yang terinfeksi HIV juga dapat menggambarkan bahwa mereka memiliki
menularkan pada anaknya selama pandangan negatif dan rendah tentang
kehamilan. Pernyataan di atas diperkuat dirinya sendiri. Dimana perasaan bahkan
dengan hasil wawancara dengan Bapak K, pikiran negatif akan muncul, karena selain
salah satu cara penggunaan narkoba dampak secara fisik pada umumnya ODHA
membutuhkan alat bantu berupa jarum merasakan yang lebih berat secara
suntik. Maraknya operasi yang dilakukan psikologis. Dapat disimpulkan bahwa
oleh pihak kepolisian terhadap peredaran kondisi yang di alami oleh ODHA di atas
jarum suntik mengakibatkan jumlah jarum adalah kurangnya penerimaan diri. Menurut
suntik menjadi semakin sedikit dan sulit Supratiknya (1995), penerimaan diri adalah
diperoleh. Menurut Bapak K yang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap
merupakan salah satu anggota rapat yang diri sendiri, atau tidak bersikap sinis
dilakukan oleh KPAI dan BNN pada tahun terhadap diri sendiri. Penerimaan diri
2003, hal tersebut mendorong perilaku berkaitan dengan kerelaan membuka diri
bergantian jarum suntik yang atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan
mengakibatkan merebaknya HIV pada IDU reaksi kepada orang lain, kesehatan
(Injection Drug Users). psikologis individu serta penerimaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan terhadap orang lain. Penerimaan diri pada
subjek A yang merupakan mantan pengguna ODHA adalah suatu proses yang
narkoba dengan jarum suntik dan terinfeksi berkelanjutan setelah positif dinyatakan
HIV. Menurut subjek A penularan HIV terkena HIV/AIDS.
dapat terjadi pada kelompok beresiko HIV adalah singkatan dari Human
seperti para pemakai narkoba dengan jarum Immunodeficiency Virus. Virus yang
suntik, dimana mereka menggunakan jarum menyebabkan rusaknya/melemahnya
suntik yang sama dengan pengguna lain sistem kekebalan tubuh manusia. Sementara
sehingga terjadi kontaminasi dalam darah AIDS (Acquired Immunodeficiency
dan kelompok ini yang paling banyak Syndrome) adalah suatu penyakit fatal yang
terkena virus HIV. Selain itu perilaku seks disebabkan oleh virus penurun kekebalan
tidak aman atau bebas, individu yang tubuh manusia (HIV), biasanya ditularkan
berganti-ganti pasangan dan tidak dalam hubungan seksual atau dengan
menggunakan alat kontasepsi meskipun menggunakan jarum suntik yang
telah mengetahui terkena virus tersebut. sebelumnya terinfeksi oleh orang yang
Dampak secara fisik dari virus HIV adalah positif terinfeksi HIV. Penyakit ini
rusaknya sistem kekebalan tubuh dan menurunkan sistem imun hingga ke tingkat
penderita mudah terkena berbagai macam yang membuat seseoarang akhirnya tewas
penyakit. Sementara dampak psikologis karena kanker atau karena salah satu dari
adalah beberapa penderita merasa dirinya sejumlah infeksi yang di alami oleh
berperilaku. Proses kognisi ini akan menjadi terapi dukungan sosial yang hanya
faktor penentu dan menjelaskan bagaimana menangani gejala-gejala yang terlihat dari
manusia berpikir, merasa dan bertindak. luar saja dan tidak menangani akar
Alasan kedua adalah pikiran, perasaan dan permasalahan yang sebenarnya sehingga
tingkah laku saling berhubungan secara kondisi tersebut dapat memungkinkan
kasual atau saling berpengaruh. Dengan terulang kembali gangguan yang dialami
demikian pendekatan yang digunakan harus individu tersebut. Menurut Nevid (1997),
dapat mengatasi kecenderungan yang cognitive behavioural therapy merupakan
dialami oleh ODHA yang kurang dalam gabungan beberapa teknik terapi yang tidak
penerimaan diri dalam hal ini sudah muncul hanya berfokus pada perilaku tetapi juga
perilaku seperti marah, membatasi kesalahan berpikir dan kognisi, sehingga
pergaulan bahkan menarik diri. peneliti ingin melakukan penelitian
Cognitive behavioural therapy mengenai efektivitas terapi kognitif
dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk perilaku untuk meningkatkan penerimaan
kelompok terapi dengan pertimbangan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang
bahwa terapi kelompok membantu individu terinfeksi HIV.
mengurangi isolasi sosial, memperoleh Cognitive behavioural therapy
dukungan, motivasi, membangun merupakan hasil dari evolusi pemikiran dari
lingkungan yang aman untuk menguji beberapa tokoh seperti Aaron Beck, Albert
pemikiran dan perilaku melalui masukan Ellis dan Donald Meichenbaum secara
perspektif dari anggota lain, mencontoh dan bertahap dalam ilmu psikologi yang dimulai
mempelajari bagaimana strategi yang sebagai reaksi dari teori psikoanalisa yang
diterapkan anggota lain. Sesuai dengan mendominasi psikologi klinis dan psikiatri
konsep Yalom (Bieling, Mccabe & Antony, pada tahun 1960an. Teori behavior atau
2006) yang mendeskripsikan sembilan perilaku yang muncul pada tahun 1960an
faktor terapeutik yang relevan yang dan awal tahun 1970an memiliki asumsi
disediakan oleh kelompok dan bagaimana bahwa perkembangan dan pemeliharaan
tiap faktor dapat dikembangkan dalam perilaku mengacu pada prinsip-prinsip
lingkungan kelompok untuk menghasilkan belajar.
perubahan. Sembilan faktor tersebut adalah Cognitive behavioural therapy
penanaman harapan, universality, memberi berusaha untuk mengintegrasikan teknik-
atau menanamkan informasi, altruisme, teknik terapeutik yang berfokus untuk
rekapitulasi korektif dari kelompok membantu individu untuk melakukan
keluarga utama dan pembelajaran perubahan-perubahan, tidak hanya pada
interpersonal, perkembangan teknik-teknik perilaku nyata, tetapi juga dalam pemikiran,
sosialisasi, perilaku meniru, kohesi keyakinan dan sikap yang mendasarinya.
kelompok, dan katarsis. Te o r i c o g n i t i v e b e h a v i o r y a n g
Cognitive behavioural therapy dikembangkan oleh Aaron Beck yang
merupakan kombinasi strategi kognitif dan berfokus pada proses pikir dan emosi klien,
perilaku. Konsep dasar terapi ini adalah terapis mengkonfrontasi pikiran dan emosi
bahwa pola pemikiran manusia terbentuk yang salah dengan memodifikasi proses
melalui proses rangkaian stimulus-kognisi- berpikir klien terhadap masalah yang
respon, yang saling terkait dan membentuk dihadapinya. Terapis diharapkan mampu
jaringan dalam otak. Terapi lain seperti membantu klien untuk mencari keyakinan
terapi kognitif tidak dipilih oleh peneliti yang bersifat dogmatis dalam diri klien dan
dikarenakan terapi NLP (Neuro Linguistic secara kuat dicoba untuk menguranginya
Programming) hanya menfokuskan pada (Sundberg, 2007).
perubahan skema kogntif dan kurang tidak Pendekatan dalam cognitive
berperan dalam mengubah perilaku yang behavioural therapy juga menggunakan
maladaptif pada ODHA, begitu pula dengan model psikoedukasi, menekankan pada
peran tugas rumah, menempatkan tanggung Helmi (1998) yang menyatakan penerimaan
jawab pada klien untuk secara aktif diri yang baik adalah sejauhmana seseorang
mengikuti terapi baik selama proses terapi dapat menyadari dan mengakui
ataupun diluar terapi,memberikan karakteristik pribadi dan menggunakannya
gambaran tentang proses kognitif dan dalam menjalani keberlangsungan
strategi perilaku untuk menciptakan hidupnya. Sikap penerimaan diri
perubahan, sehingga terapi tepat digunakan ditunjukkan oleh pengakuan seseorang
untuk social problem solving. Menurut terhadap kelebihan-kelebihannya sekaligus
D'Zurilla (dalam Sundberg, 2007) bahwa kelemahannya tanpa menyalahkan orang
intervensi dan prevensi klinis berdasarkan lain dan mempunyai keinginan yang terus
asumsi bahwa social problem solving menerus untuk mengembangkannya.
berkorelasi positif dengan kompetensi Berdasarkan hasil wawancara
sosial dan berkorelasi negatif dengan yang dilakukan pada ODHA mantan
psikopatologi atau perilaku maladaptif. Hal pengguna narkoba jarum suntik
ini juga diasumsikan bahwa latihan menjelaskan bahwa mereka merasa tidak
ketrampilan mengatasi masalah akan mampu menghadapi kehidupan, tidak
meningkatkan kompetensi sosial dan berharga, merasa dirinya lebih rendah dari
membantu mengurangi perilaku maladaptif orang lain, tidak mampu memikul tanggung
serta membantu orang mengatasi stres dan jawabnya dan membatasi pergaulan. Hal ini
masalah-masalah baru. menunjukkan bahwa OHDA tersebut tidak
Masalah kesehatan dalam memiliki penerimaan diri yang baik.
kehidupan kita sangat menarik perhatian, Sarafino (2002) yang telah melakukan
setiap hari bahkan setiap saat. Berita-berita penelitian dan wawancara terhadap orang-
mengenai timbulnya penyakit baru, yang orang yang terinfeksi HIV/AIDS
belum ditemukan penanggulangannya, menjelaskan bahwa mereka mengalami
pengobatan, bahkan penyebabnya, sangat beberapa masalah seperti penolakan, marah
mencemaskan kita semua Penyakit kronis dan penerimaan diri.
yang telah lama merupakan tantangan di Pada penelitian ini cognitive
bidang kesehatan, seperti penyakit kanker, behavioural therapy yang akan dilakukan
penyakit jantung, diabetes dan hepatitis, untuk meningkatkan penerimaan diri pada
ditambah lagi munculnya virus HIV/AIDS ODHA mantan pengguna narkoba jarum
yang masih merupakan masalah baru, suntik, komponen yang akan diberikan
semua itu merupakan sumber stres/stresor adalah psikoedukasi, self presentation,
yang tak dapat diabaikan. Sehat menjadi tugas rumah (home work), thought catching,
idaman, bahkan dambaan setiap orang dan testing realitas, berpikir positif, FGD (focus
perlu disadari, bahkan sehat dan sakit group discussion) dan relaksasi. Adapun
dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, alasan diberikan psikoedukasi dalam terapi
antara lain kondisi fisik, latihan fisik, ini adalah untuk pengetahuan dan
kondisi makan, kondisi stres, hubungan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan
sosial, gaya hidup, pola perilaku, dengan permasalahan yang ada. Pemberian
penyesuaian diri dan penerimaan diri tugas rumah (home work) adalah untuk
(Partosuwido, 1995). memonitoring perunahan yang ada pada
Cronbach (1963) menjelaskan subjek penelitian dan melatih kemampuan
bahwa penerimaan diri merupakan atau ketrampilan yang telah diberikan saat
karakteristik yang ada pada seseorang proses terapi. Subandi (2003) menjelaskan
dimana orang tersebut menyadari dan thought catching adalah penangkapan
menerima bahwa dirinya memiliki pikiran untuk memantau dan merekam atau
keterbatasan, kelemahan dan memunculkan dialog pada diri sendiri saat
ketidaksempuraan namun mampu mampu dihadapkan pada situasi apapun, thought
menjalani kehidupannya. Sejalan dengan catching juga akan dimanfaatkan pada
atas menunjukan adanya peningkatan skor therapy berhasil meningkatkan diri pada
post-test penerimaan diri setelah pemberian IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi
cognitive behavioural therapy. Pada hasil HIV. Hasil penelitian ini secara umum
tindak lanjut (follow Up) atau pengukuran menemukan bahwa cognitive behavioural
ulang kepada subjek penelitian setelah satu therapy mampu membantu IDU yang
bulan mendapatkan cognitive behavioural terinfeksi HIV dalam meningkatkan
therapy diketahui tidak ada penurunan penerimaan diri. Hasil analisa statistik
penerimaan diri berdasarkan kategori. Dan terhadap uji hipotesis menyatakan adanya
terdapat satu subjek yang mengalami perbedaan yang signifikan pada tingkat
peningaktan penerimaan dari tingkat sedang penerimaan diri pada subjek setelah
ke tingkat tinggi. mendapat cognitive behavior therapy. Pada
Hipotesis dalam penelitian ini saat pengukuran ulang (Follow Up) terlihat
adalah cognitive behavioural therapy juga peningkatan penerimaan diri pada
memiliki efektivitas dalam meningkatkan subjek.
penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Berdasarkan hasil dari berbagai
Users) yang terinfeksi HIV. Ada analisa yang dilakukan, secara analisa
peningkatan penerimaan diri pada subjek visual inspection, analisa kuantitatif dan
penelitian antara sebelum dan sesudah analisa kualitiatif ditemukan adanya
diberikan terapi kognitif perilaku. peningkatan penerimaan diri pada IDU yang
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji terinfeksi HIV. Peningkatan penerimaan diri
statistik Non-Parametric Wilcoxon. Hasil tidak terjadi secara dramatis namun secara
analisis data dengan uji 2 related sample bertahap, karena adanya insight dan proses
Wilcoxon terdapat pada tabel di bawah ini : pengenalan serta pembelajaran mengenai
ketrampilan baru selama terapi.
Rangkuman Uji statistik Non- Peningkatan yang dialami oleh subjek
Parametric Wilcoxon penelitian dipantau melalui pre-test, post-
test dan follow up. Banyak proses yang
Pengukuran Z p Keterangan dialami oleh subjek penelitian sehingga di
Pre test-Post - 0,043 Signifikan awal terapi, baik terapis dan subjek berusaha
test 2,023 menjalin rapport yang baik untuk
Post test- - 0,043 Signifikan memberikan rasa nyaman dan aman selama
Follow up 2,023 terapi berlangsung.
Pada tabel 11 menunjukkan bahwa Secara analisa visual inspection
pada pre-test dan post-test ada perbedaan yang didapatkan dari hasil pre-test, post-test
penerimaan diri yang signifikan pada subjek dan follow up menunjukkan adanya
penelitian, hal ini ditunjukkam dengan nilai peningkatan penerimaan diri dengan hasil
Z= -2,023, p=0,043 (p<0,05). Pada post test yang beragam. Pada pre-test, terdapat empat
dan follow up ada perbedaan penerimaan dari lima subjek yang berada pada kategori
diri pada subjek penelitian, hal ini penerimaan diri rendah dan satu subjek
ditunjukkan dengan Z= -2,023, p=0,043. berada pada kategori penerimaan diri
Dari hasil uji hipotesis dapat sedang. Subjek dengan kategori penerimaan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diri sedang adalah DI, diketahui dari hasil
penerimaan diri yang signifikan setelah wawancara yang telah dilakukan DI
diberikan terapi pada subjek penelitian dab mengaku bahwa dirinya mempunyai
ada perbedaan penerimaan diri pada subjek kesadaran akan resiko sebagai IDU
setelah dilakukan follow up. (Injection Drug Users), yaitu dapat dengan
mudah terinfeksi HIV. Berbeda dengan
Analisis Kualitatif subjek-subjek yang lain, kurang adanya
Penelitian ini bertujuan untuk kesadaran tentang resiko menjadi IDU.
melihat apakah cognitive behavioural Faktor lain yang berkaitan adalah dukungan
orang terdekat, DI mengaku bahwa dirinya berusaha untuk membuka diri terhadap
mendapatkan dukungan dari orang terdekat lingkungan dan mau bersosialisasi seperti
yaitu pacar. DI mempunyai keberanian orang pada umumnya.
untuk “open status” dengan pacarnya dan Dari beberapa keberhasilan subjek
mendapatkan respon yang baik, berbeda yang mengikuti terapi, yaitu SH dan LD
dengan kondisi yang dialami oleh DA yang adalah dua orang subjek yang terlihat secara
berada pada kategori penerimaan diri sungguh-sungguh mengikuti apa yang telah
rendah. DA menceritakan bahwa dirinya diajarkan selama terapi. Peningakatan
mengalami penolakan bahkan perceraian perilaku yang dialami, dibuktikan dengan
dengan orang terdekatnya (isteri) ketika DA berkurangnya perasaan gelisah, cemas dan
berusaha untuk “open status”. Sehingga pola tidur yang membaik. Di awal terapi
dapat dikatakan bahwa dukungan dari orang semua subjek penelitian mengaku
terdekat juga memberikan pengaruh mengalami kekhawatiran, kecemasan,
terhadap penerimaan diri pada subjek gelisah dan ada masalah pola tidur, tetapi
penelitian. yang berhasil mengalami peningkatkan
Temuan lain pada analisa visual hanya SH dan LD. Mereka berdua melatih
inspection adalah terdapat dua subjek yang (melakukan di rumah) apa yang diajarkan
berada pada kategori penerimaan diri tinggi dalam hal ini adalah relaksasi selama terapi
setelah mengikuti cognitive behavioural sedangkan tiga subjek lain tidak
therapy, dua subjek tersebut adalah DI dan melakukannya.
LD. Dari data yang ada diketahui bahwa Keberhasilan terapi ini sangat
kedua subjek ini memiliki latar belakang didukung oleh kemauan dan keseriusan para
pendidikan yang lebih tinggi (mahasiswa subjek selama mengikuti terapi. Selain dari
strata-1) dibandingan dengan tiga subjek faktor internal, terdapat pula faktor lain
yang lain (lulusan SMA). Dengan ini dapat yang berpengaruh selama proses terapi yaitu
disimpulkan bahwa latar belakang kegiatan yang dilakukan melibatkan subjek
pendidikan ikut berpengaruh terhadap secara aktif dengan mengerjakan lembar
peningkatan penerimaan diri. kerja dan tugas rumah. Walaupun selama
Secara analisa kualitatif ditemukan mengerjakan lembar kerja menimbulkan
bahwa masalah-masalah yang seringkali kebosanan, namun subjek diajak secara
dialami oleh subjek penelitian mulai langsung untuk berpikir dan mengenali
menemukan cara penyelesaiannya. dirinya sendiri, sehingga mereka tidak
Permasalahan seperti perasaan tidak berperan pasif selama proses terapi. Latar
mampu menjalani masa depan, perasaan belakang pendidikan, dukungan orang
tidak berharga, tidak percaya diri, menarik terdekat dan pengetahuan yang
diri dari lingkungan dan stigma negatif dari berhubungan dengan penyakit yang diderita
masyarakat terhadap IDU yang terinfeksi merupakan faktor eksternal yang
HIV. Permasalahan tersebut diatasi dengan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
cara berpikir positif, subjek LD dan SH penerimaan diri.
mengaku ketika mereka berpikir secara Faktor ekternal lainnya adalah
positif maka harapan-harapan akan tercapai. proses terapi ini dilakukan secara
Menurut SH, berpikir positif juga berkelompok, yaitu dengan lima orang yang
memberikan pengaruh terhadap positif terinfeksi HIV yang tertular melalui
kesehatannya dan aktivitasnya. DI dan LD narkoba dengan jarum suntik. Hal ini
mengutarakan mampu menumbuhkan berpengaruh dalam peningkatan
kepercayaan diri dan mereka yakin mampu penerimaan diri pada subjek karena mereka
untuk melanjutkan kuliahnya lagi yang tidak merasa sendiri mengalami
sempat tertunda. Ada keinginan dari permasalahan yang dihadapi dalam
beberapa subjek yang akan mengikuti VCT kehidupan. Hal ini membuat mereka bisa
dan ARV. Semua subjek mengaku telah lebih terbuka selama proses terapi
menilai dirinya buruk atau memiliki harga melalui psikoedukasi, dan relaksasi dirasa
diri rendah akan merasa dirinya terasing, memberikan pengaruh terhadap
tertekan dan kurang berani melakukan peningkatan penerimaan diri. Sejalan
sesuatu. dengan Safren, dkk (2004) yang telah
Menurut Sheeres (dalam Machdan terlebih dahulu melakukan penelitian pada
& Hartini, 2012) adapun faktor yang penderita HIV yang mengalami depresi
menghambat penerimaan diri adalah sikap dengan memberikan cognitive behavioural
anggota masyarakat yang tidak therapy. Dalam terapinya terdapat beberapa
menyenangkan atau kurang terbuka, ada tahapan seperti cognitive restructuring,
hambatan dalam lingkungan, memiliki pemberian keterampilan problem solving,
hambatan emosional yang berat, selalu pemantauan aktivitas sehari-hari dan
berpikir dengan masa depan. Beberapa relaksasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor penghambat tersebut dialami oleh cognitive behavior therapy efektif diberikan
subjek penelitian, subjek merasa bahwa kepada ODHA
dirinya tidak mampu menjalin hidup dan
merasa tidak mempunyai masa depan. SIMPULAN DAN SARAN
Upaya yang dilakukan untuk
menumbuhkan kembali harapan dan Simpulan
semangat subjek penelitian, dalam terapi ini Hasil penelitian mengenai
mengajarkan untuk membuat goal setting. efektivitas cognitive behavioural therapy
Goal setting membantu untuk meningkatkan penerimaan diri pada
mengidentifikasikan tujuan hidup yang IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi
jelas, sehingga subjek termotivasi untuk HIV ini menunjukan bahwa ada
menjalani hidup lebih baik. peningkatan tingkat penerimaan diri yang
Untuk mengatasi masalah lain yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil
dirasakan oleh subjek seperti perasaan analisis data dan pembahasan yang telah
cemas dan gangguan tidur (subjek susah dijelaskan pada bab sebelumnya sehingga
tidur), terapis mengajarkan relaksasi. kesimpulan dari penelitian ini adalah
Relaksasi disini bertujuan untuk cognitive behavioural therapy dapat
mengurangi kecemasan, membuat subjek meningkatkan penerimaan diri pada IDU
lebih tenang, dan mampu menghindari yang terinfeksi HIV.
reaksi yang berlebihan karena adanya stress. Secara analisis kuantitif, ada
Goldfried dan Trier (dalam Subandi, 2003) peningkatan penerimaan diri pada IDU yang
menjelaskan relaksasi dapat digunakan positif terinfeksi HIV. Dibuktikan hasil
sebagai ketrampilan coping yang aktif jika dengan analisis statistik Non Parametric
digunakan untuk mengajar individu kapan Wilcoxon dengan nilai p= 0,043 < (p= 0,05)
dan bagaimana menerapkan relaksasi di yang artinya ada perbedaan yang signifikan
bawah kondisi yang menimbulkan sebelum dan sesudah diberikan terapi atau
kecemasan. Dalam cognitive behavioural perlakuan.
therapy, proses relaksasi yang dilakukan Secara analisis visual inspection, ada
subjek telah terbukti menggurangi peningakatan penerimaan diri pada IDU yang
kecemasan dan subjek merasa lebih tenang positif terinfeksi HIV setelah mengikuti
serta lebih mudah untuk tidur. Relaksasi cognitive behavioural therapy. Latar
dapat dilakukan kapan saja, ketika subjek belakang pendidikan, pengetahuan yang
merasa tidak nyaman dan membutuhkan berkaitan dengan penyakit yang diderita dan
ketenangan. dukungan orang terdekat merupakan faktor
Tahapan-tahapan dalam cognitive yang mempengaruhi peningkatan
behavioural therapy pada penelitian ini penerimaan diri. Cognitive behavioural
seperti self presentation, testing realita, therapy efektif diberikan kepada subjek
pemberian keterampilan dan pengetahuan yang berpendidikan di atas SMA.
Bieling, P. J., McCabe, R. E. & Antony, M. Davison, G. C., Neale. & Kring. (2006).
M. (2006). Cognitive Behavioural Psikologi Abnormal. Edisi Ke-
Therapy in Groups. New York: The Sembilan. Jakarta: Raja Grafindo
Guilford. Persada.
Bungin, B. (2007). Metodelogi Penelitian Gray, P. S., Williamson, J. B., Karp, D. A. &
Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Dalphin, J. R. (2007). The
Persada. Research Imagination : An
Introduction To Qualitative And
Burns, D. D. (1988). Terapi Kognitif. Quantitative Methods. New York :
Pendekatan baru Bagi Penanganan Cambridge University Press.
Depresi. Jakarta: Penerbit
Airlangga Haeba, N., Moordiningsih. (2009). Terapi
Kognitif Perilakuan untuk
Calhoun, J. F & Acocella, J. R. (1990). Penanganan Depresi Pasca
Psychology of Adjustment and Melahirkan. Jurnal Intervensi
Human Relatioonships. New York: Psikologi. Vol. 1. No. 1. Hal 41-68.
McGrow Hill. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.
Campbell, D. T & Cook, D. T. (1979).
Quasi-Experimentation, Design Helmi, A. F., Handayani, M. M. &
And Analysis Issues For Field Ratnawati, S. (1998). Efektivitas
Setting. Boston : Houghton Mifflin Pelatihan Pengenalan Diri
Company. Terhadap Peningkatan Penerimaan
Diri dan Harga Diri. Jurnal
Campbell, D. T & Stanley, J. C. (1966). Psikologi No.2. Hal.47-55.
Experimental And Quasi Yogyakarta: Universitas Gajah
Experimental Design For Mada.
Research. Chicago : Rand Mcnally
College Publishing Company. Hjelle, L. A & Ziegler, D. J. (1997).
Personality Theories: Basic
Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Assumptions, Research and
Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Applications. Tokyo: Mc Graw
Persada. Hill.