Skripsi - Khanalia Anjaviani - 6411417107

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 186

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA


KARYAWAN PRODUKSI WAFER DI PT DUA
KELINCI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat

Oleh :
Khanalia Anjaviani
6411417107

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA
KARYAWAN PRODUKSI WAFER DI PT DUA
KELINCI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat

Oleh :
Khanalia Anjaviani
6411417107

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021

i
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Agustus 2021

ABSTRAK

Khanalia Anjaviani
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada
Karyawan Bagian Produksi Wafer di PT Dua Kelinci
XII + 158 Halaman + 2 Tabel + 9 gambar + 10 Lampiran
Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan
kerugian baik korban jiwa, kerusakan materi, kerusakan produksi, dan juga
kerugian biaya. PT Dua Kelinci merupakan perusahaan makanan yang dengan
tingkat produksi yang tinggi dan menggunakan berbagai mesin yang terdapat
potensi kecelakaan kerja mencapai. Berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan
PT Dua Kelinci pada tahun 2018 mengalami kejadian kecelakaan kerja sebanyak
110 kasus. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan kejadian kecelakaan menjadi
128 kasus. Pada tahun 2020 sampai dengan bulan Oktober jumlah kecelakaan
menurun menjadi 103 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan angka kecelakaan
kerja tertinggi terdapat pada bagian produksi wafer. Pada tahun 2018 produksi
wafer PT Dua Kelinci mengalami kecelakaan sebanyak 62 kasus. Pada tahun 2019
kasus kecelakaan kerja pada produksi wafer meningkat menjadi 67 kasus. Kasus
kecelakaan kerja pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 64 kasus.
Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik dengan pendekatan
kuantitatif, dengan desain studi cross sectional.. Sampel minimal yang ditetapkan
sebanyak 102 dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan
adalah kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan chi square dan uji fisher
(α = 0,05).
Variabel yang berhubungan dengan kecelakaan kerja penelitian ini yaitu
variabel masa kerja (p=0,040; RP=1,4), sikap kerja (p=0,010; RP=1,5),
pengetahuan K3 (p=0,016; RP=1,5). Variabel yang tidak berhubungan dengan
kecelakaan kerja pada penelitian ini yaitu kelelahan kerja (p=0,163; RP=0,3), dan
alat pengaman mesin (p=0,101; RP=1,9).
Perlu adanya peningkatan sikap kerja dengan melakukan pengawasan dan
inspeksi K3 dan peningkatan pengetahuan K3 dengan pelatihan dan safety talk.

Kata Kunci : Kecelakaan Kerja, Faktor Manusia, Faktor Peralatan


Kepustakaan : 84( 2009-2021)

ii
Department of Public Health Science
Faculty of Sports Sciences
Semarang State University
August 2021

ABSTRACT

Khanalia Anjaviani
Factors Related to Occupational Accidents at Employees of Wafer
Production Division in PT Dua Kelinci
XII + 158 Pages + 2 Table + 9 images + 10 Attachment
Every year thousands of accidents occur in the workplace that cause loss
of life, material damage, production damage, and also cost losses. PT Dua Kelinci
is a food company with a high level of production and uses a variety of machines
that have the potential for work accidents. Based on work accident data, the
company PT Dua Kelinci in 2018 experienced work accidents as many as 110
cases. In 2019 there was an increase in the incidence of accidents to 128 cases. In
2020 until October the number of accidents decreased to 103 cases. Based on a
preliminary study, the highest number of work accidents is found in the wafer
production section. In 2018, PT Dua Kelinci's wafer production experienced 62
accidents. In 2019 cases of work accidents in wafer production increased to 67
cases. Work accident cases in 2020 decreased to 64 cases.
This type of research is analytic observational with a quantitative
approach, with a cross sectional study design. The minimum sample set is 102
using simple random sampling technique. The instrument used is a questionnaire.
Data were analyzed using chi square’s test and fisher's test (α = 0.05).
Variables related to work accidents in this study were years of service
(p=0.040; RP=1.4), work attitude (p=0.010; RP=1.5), knowledge of safety
(p=0.016; RP=1.5 ). Variables that are not related to work accidents in this study
are work fatigue (p = 0.163; RP = 0.3), and machine safety devices (p = 0.101; RP
= 1.9)
There is a need to improve work attitudes by monitoring and inspecting
K3 and increasing knowledge of K3 through training and safety talk.

Keywords : Work Accident, Human Factor, Equipment Factor


Literature : 84( 2009-2021)

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam pustaka.

Semarang, 30Agustus 2021

Khanalia Anjaviani
NIM 6411417107

iv
PERSETUJUAN

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

1. Flowers need time to bloom, so do you.

2. Menghargai sebuah proses adalah hal terbaik yang dapat dilakukan.

Persembahan :

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua Orang tua tercinta, Bapak


Solkhan dan Ibu Siti Zulaikhah yang
tak pernah henti memanjatkan doa,
memberikan dukungan serta motivasi
yang berarti.
2. Adikku tersayang (Dea, Rakha,
Satya) atas doa, semangat serta
dukungan yang telah diberikan.
3. Bapak/Ibu dosen dan staff Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat
4. Almamaterku, Universitas Negeri
Semarang.

vi
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada

Karyawan Bagian Produksi Wafer di PT Dua Kelinci”

Skripsi ini dapat terselesaikan tentunya dengan doa, bantuan serta motivasi

dari beberapa pihak, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada yang terhormat :

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu

Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd atas surat keputusan Dosen Pembimbing

Skripsi.

2. Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Negeri Semarang, Bapak Dr. dr. Mahalul Azam, M.Kes

3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr. Irwan Budiono, M.Kes (Epid)

atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan.

4. Ketua peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bapak Drs. Herry

Koesyanto, M.S., atas arahan yang diberikan selama perkuliahan.

5. Pembimbing Akademik Ibu Evi Widowati, S.K.M., M.Kes., atas

bimbingan, arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

vii
6. Bapak Ibu Dosen serta staff Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu yang

telah diberikan.

7. Pembimbing Lapangan, Ibu Anis Shofiyatul Mahbubah S.K.M atas

bantuan dan dukungan.

8. Segenap tim HSE PT Dua Kelinci atas dukungan dan motivasi yang telah

diberikan.

9. Segenap karyawan PT Dua Kelinci yang turut berkontribusi dalam

pelaksanaan penelitian.

10. Orang tua tercinta Bapak Solkhan dan Ibu Siti Zulaikhah atas doa, kasih

sayang dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Rekan seperjuangan Rr. Nirmala, Gayatri Sekar Pertiwi, Della Apriliyani,

Gladis Fiolita, Roufiki Azizamia, Nazla Nuril Ilmi, Adrian Permanahadi

atas dukungan dan semangat.

12. Bryan Arif Thabrani untuk bantuan, dukungan, dan motivasinya.

13. Rekan-rekan peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2019

yang telah memberi bantuan, semangat dan motivasi sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

14. Semua pihak yang berkenan membantu penulis selama penelitian

penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa

proposal ini masih belum dari sempurna, sehingga masukan, kritik, dan saran

viii
yang membangun sangat penulis harapkan. Dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang terkait pada umumnya dan bagi penulis pada

khususnya

Semarang, 30 Agustus 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN..................................................................................................... iv
PERSETUJUAN ..................................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xvi
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 11
1.2.1 Rumusan Masalah Umum..................................................................... 11
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus .................................................................... 11
1.3 TUJUAN ................................................................................................ 11
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 12
1.4 MANFAAT PENELITIAN .................................................................... 12
1.4.2 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat ........................................... 12
1.4.3 Bagi Peneliti .................................................................................... 13
1.5 KEASLIAN PENELITIAN ......................................................................... 13
BAB II ................................................................................................................... 17
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 17
2.1 LANDASAN TEORI ............................................................................. 17
2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja ............................................................. 17

x
2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja ......................................................... 18
2.1.3 Penyebab Kecelakaan Kerja ........................................................... 21
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kecelakaan Kerja ... 27
2.1.5 Kerugian akibat kecelakaan kerja ................................................... 50
2.1.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja ........................................................ 53
2.2 KERANGKA TEORI ............................................................................. 57
BAB III ................................................................................................................. 59
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 59
3.1 KERANGKA KONSEP ......................................................................... 59
3.2 VARIABEL PENELITIAN.................................................................... 59
3.3 HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................... 60
3.4 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN ......................................... 61
3.5 DEFINISI OPERASIONAL................................................................... 62
3.6 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN .......................................... 64
3.6.1Populasi Penelitian................................................................................. 64
3.6.2 Sampel Penelitian ................................................................................. 64
3.7.1. Data Primer .......................................................................................... 66
3.7.2. Data Sekunder ...................................................................................... 66
3.8 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA
.................................................................................................................66
3.8.1 Instrumen Penelitian ............................................................................. 66
3.9 PROSEDUR PENELITIAN ................................................................... 69
3.10 TEKNIK ANALISIS DATA .................................................................. 70
3.10.1 Analisis Univariat............................................................................ 71
3.10.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 71
BAB IV ................................................................................................................. 73
HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 73
4.1.1 GAMBARAN UMUM ....................................................................... 73
4.1.1 PT Dua Kelinci ................................................................................ 73
4.1.2 Visi dan Misi ................................................................................... 75
4.1.3 Proses Produksi Wafer .................................................................... 76

xi
4.2 KECELAKAAN KERJA PADA PRODUKSI WAFER DI PT DUA
KELINCI ........................................................................................................... 82
4.2.1Gambaran Kecelakaan Kerja pada Produksi Wafer PT Dua Kelinci .... 82
4.2.2 Identifikasi Resiko Bahaya dan Kecelakaan pada Produksi Wafer PT
Dua Kelinci .................................................................................................... 84
4.3 HASIL PENELITIAN ................................................................................ 95
4.3.1 Analisis Univariat ................................................................................. 95
4.3.2 Analisis Bivariat ................................................................................. 101
4.3.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat ................................................... 107
BAB V................................................................................................................. 108
PEMBAHASAN ................................................................................................. 108
5.1 PEMBAHASAN .................................................................................. 108
5.1.1 Hubungan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan
Produksi Wafer PT Dua Kelinci .................................................................. 108
5.1.2 Hubungan Sikap Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan
Produksi Wafer PT Dua Kelinci .................................................................. 110
5.1.3 Hubungan Pengetahuan K3 dengan Kecelakaan Kerja pada
Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci ................................................. 112
5.1.4 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada
Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci ................................................. 114
5.1.5 Hubungan Alat Pengaman Mesin dengan Kecelakaan Kerja pada
Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci ................................................. 116
5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN........................... 118
5.2.1 Hambatan Penelitian ..................................................................... 118
5.2.2 Kekurangan Penelitian .................................................................. 119
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 120
6.1 KESIMPULAN .................................................................................... 120
6.2 SARAN ................................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 123
LAMPIRAN ........................................................................................................ 129

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 KeaslianPenelitian................................................................................ 13
Tabel 3. 1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ........................ 62
Tabel 4. 1 Data Kecelakaan Kerja Produksi Wafer .............................................. 82
Tabel 4. 2 Tabel penentuan tingkat keseringan ( likelihood) ................................ 86
Tabel 4. 3 Tabel penentuan tingkat konsekuensi (consequence) .......................... 86
Tabel 4. 4 Matriks Tingkat Risiko ........................................................................ 88
Tabel 4. 5 Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) produksi wafer PT
Dua Kelinci ........................................................................................................... 90
Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Umur Responden ................................................ 95
Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden .......................... 95
Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden ....................................... 96
Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja Responden ...................................... 96
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan K3 Responden ............................. 97
Tabel 4. 11 Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja Responden ............................. 98
Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Alat Pengaman Mesin....................................... 99
Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja.............................................. 99
Tabel 4. 14 Distribusi Jenis Kecelakaan Kerja ................................................... 100
Tabel 4. 15 Distribusi Bagian yang Terluka Akibat Kecelakaan Kerja .............. 100
Tabel 4. 16 Tabulasi silang Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja .................... 101
Tabel 4. 17 Tabulasi silang Sikap Kerja dengan Kecelakaan Kerja ................... 102
Tabel 4. 18 Tabulasi silang Pengetahuan K3 Kerja dengan Kecelakaan Kerja .. 103
Tabel 4. 19 Tabulasi silang Kelelahan Kerja dengan Kecelakaan Kerja ............ 104
Tabel 4. 20 Tabulasi silang Alat Pengaman Mesin dengan Kecelakaan Kerja ... 106
Tabel 4. 21 Tabel Ringkasan Hasil Bivariat ....................................................... 107

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Topi Alat Pelindung Kepala ............................................................. 39


Gambar 2. 2 Goggles............................................................................................. 40
Gambar 2. 3 Masker .............................................................................................. 41
Gambar 2. 4Sarung tangan karet ........................................................................... 42
Gambar 2. 5 Safety shoes ...................................................................................... 42
Gambar 2. 6 Apron ................................................................................................ 43
Gambar 2. 7 Safety belt ......................................................................................... 44
Gambar 2. 8 Kerangka Teori ................................................................................. 58
Gambar 4. 1 Alur Produksi Wafer ........................................................................ 76

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing................................................................. 130


Lampiran 2 Ethical Clearance ............................................................................ 131
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Fakultas Ilmu Keolahragaan kepada PT Dua
Kelinci ................................................................................................................. 132
Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian dari PT Dua Kelinci ........................... 133
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................................ 134
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian ....................................................................... 135
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................ 142
Lampiran 8 Data Hasil Penelitian ...................................................................... 138
Lampiran 9 Data Koding Penelitian.................................................................... 144
Lampiran 10 Uji Statistik Distribusi Responden ................................................ 149
Lampiran 11 Uji Chi Square dan Uji Fisher ....................................................... 153
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 158

xv
DAFTAR ISTILAH

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

ILO : International Labour Organization

K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

HSE : Health Safety Environment

SOP : Standar Operasional Prosedur

PT : Perseroan Terbatas

APD : Alat Pelindung Diri

BPS : Badan Pusat Statistik

HIRA : Hazard Identification and Risk Assessment

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap kegiatan manusia memiliki resiko terjadinya kecelakaan, tidak ada

satu bidang kerja yang memperoleh pengecualian terjadinya kecelakaan.

Kecelakaan kerja dapat terjadi karena setiap pekerjaan memiliki bahaya (hazard)

dalam setiap proses kerja sesuai dengan bidangnya. Menurut Permenaker Nomor

7 Tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia

kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan

kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

menuju tempat kerja atau sebaliknya. Kecelakaan kerja berhubungan dengan

kegiatan pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan yang terjadi

dikarenakan oleh pekerjaan dan pada waktu melakukan pekerjaan serta

kecelakaan yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja (Suma’mur,

2014).

Kecelakaan timbul dari beberapa faktor penyebab yang secara bersamaan

pada tempat kerja. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1962

dalam Suma’mur (2014) faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja terdiri dari

faktor manusia, faktor mekanik, dan faktor lingkungan. Faktor manusia meliputi

faktor dari manusia antara lain usia, jenis kelamin, masa kerja, sikap kerja,

penggunaan APD dan pengetahuan K3. Menurut teori Suma’mur kecelakaan kerja

biasanya lebih sering terjadi pada tenaga kerja dengan masa kerja baru atau relatif

1
2

singkat dibandingkan dengan tenaga kerja yang masa kerjanya lama, hal ini

dikarenakan tenaga kerja baru belum mengetahui seluk beluk pekerjaanya. Hasil

penelitian Pangestuti (2015) mengatakan terdapat hubungan signifikan antara

masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT X Sragen. Selain itu semakin

bertambahnya umur seseorang maka tingkat kelelahan akan semakin tinggi hal ini

tentu saja beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Suwignyo et al.,

2018).

Salah satu upaya perlindungan bagi para tenaga kerja adalah menggunakan

Alat Pelindung Diri (APD) saat melakukan aktivitas bekerja ditempat kerja. Alat

Pelindung Diri (APD) disesuaikan dengan jenis pekerjaan, lingkungan, dan

tingkat risiko. APD tidak secara sempurna dapat melindungi seluruh tubuh,

namun dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Sari &

Cahyati, 2018). Terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian

kecelakan kerja, dalam penelitian ini dikarenakan tindakan tidak aman pekerja

seperti kebiasaan menggunakan APD dan pengalaman dan keterampilan pekerja

dalam bekerja belum dapat dikatakan baik sehingga potensi terjadinya kecelakaan

kerja bisa dikatakan besar (Meilindah C et al., 2018).

Faktor mekanik dan faktor lingkungan kerja juga beresiko menyebabkan

kecelakaan kerja. Faktor lingkungan adalah faktor yang berasal dari lingkungan

kerja seperti suhu, pencahayaan, kebisingan dan lain lain. Faktor mekanik terdiri

dari faktor yang berasal dari mesin dan peralatan kerja contohnya kondisi mesin,

tersedianya alat pengaman mesin dan letak mesin. Efek samping yang tidak dapat

dihindari adalah bertambahnya jumlah dan sumber bahaya bagi pengguna


3

teknologi dan faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (Wirdati et al., 2015).

Gerakan pada mesin memiliki potensi bahaya yang berbeda bagi pekerja.

Pelindung mesin sangat penting untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja

akibat mesin bergerak atau berputar, yang bisa menimbulkan luka gores (laserasi),

patah tulang (fraktur), hingga kematian. Menurut Sensus Tahunan Cedera

Pekerjaaan Fatal, disusun oleh Biro Statistik Tenaga Kerja di AS, data tahun 2017

menunjukan amputasi yang terkait dengan cedera di tempat kerja mempengaruhi

0,5 dari setiap 10.000 pekerja di Amerika Serikat. Insiden amputasi telah

meningkat di bidang manufaktur, terhitung 57 % dari semua amputasi pekerja di

Amerika Serikat (U.S. Bureau of Labor Statistic, 2018). Menurut badan pengawas

Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat sebagian besar amputasi di tempat

kerja terjadi karena tidak adanya pengaman mesin, kurangnya pelatihan yang

memadai dan prosedur tindakan pengamanan (safe guard). Berdasarkan hasil

studi pendahuluan melalui metode observasi dan wawancara dengan HSE PT Dua

Kelinci pada 11 Desember 2020 beberapa mesin selling pada bagian produksi

wafer belum sesuai standar keselamatan dan belum memiliki pengaman yang baik

, selain itu beberapa pekerja yang menggunakan mesin tanpa pengaman juga

mengeluh mengalami kecelakaan kerja. Standar mengenai pengaman mesin

termasuk dalam 10 standar yang memiliki pelanggaran dengan peluang besar

menyebabkan cedera fisik serius bahkan kematian (OSHA, 2019).

Dalam teori domino suatu kecelakaan kerja digambarkan dari salah satu

dari lima faktor dalam urutan yang menyebabkan kerugian. Teori ini
4

menggambarkan kecelakaan seperti kartu domino yang disusun, apabila satu

domino terjatuh, maka secara otomatis akan menjatuhkan domino yang lainnya

sehingga kejadian kecelakaan tidak dapat terhindarkan. Untuk mencegah

timbulnya kecelakaan kerja dan kerugian yang lebih besar maka harus memutus

salah satu rantai sebab akibat domino. Teori domino berkaitan dengan tindakan

tidak aman (unsafe action) sesuai dengan teori Heinrich yang menjelaskan

bahwa 88% penyebab kecelakaan industri adalah unsafe action, 10 % disebabkan

oleh unsafe condition dan 2 % adalah unpreventable. Berdasarkan hasil penelitian

Irawati (2018) menyatakan terdapat hubungan unsafe action dengan kejadian

kecelakaan kerja kemasukan gram pada mata pada pekerja pengelasan dengan

analisa dari 75 orang responden yang bekerja dengan unsafe action sebanyak 15

orang responden (100%) dan semuanya mengalami kecelakaan kerja kemasukan

gram pada mata. Pekerja yang melakukan tindakan tidak aman memiliki resiko

kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan

aman (Winarto et al., 2016).

Kecelakaan dapat menyebabkan berbagai kerugian, terdapat kerugian yang

bersifat non ekonomis seperti luka dan cacat pada pekerja akibat kejadian

kecelakaan dari proses kerja, kerugian non ekonomis paling parah yaitu

kecelakaan yang menyebabkan pekerja meninggal. Kerugian ekonomis adalah

kerugian yang menyebabkan kerugian materi seperti kerusakan mesin, peralatan

dan bangunan, biaya pengobatan dan perawatan korban, hilangnya waktu kerja,

dan menurunnya nama baik tempat kerja. Menurut perkiraan ILO di tahun 2017

sebanyak 2,78 juta pekerja meninggal di tempat kerja karena cedera atau penyakit
5

akibat kerja, sebanyak 374 juta pekerja mengalami kecelakaan non fatal yang

menyebabkan luka ringan hingga serius. Secara global, 1000 orang diperkirakan

meninggal setiap hari karena kecelakaan kerja. Dari data estimasi global tersebut

angka kematian akibat kecelakaan kerja mengalami kenaikan dari tahun 2014

sebanyak 2,3 juta menjadi 2,75 juta pada tahun 2017 (ILO, 2019).

Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan

kerugian baik korban jiwa, kerusakan materi, kerusakan produksi, dan juga

kerugian biaya. Pada tahun 2018 telah terjadi kecelakaan yang berada di tempat

kerja sebanyak 157.313 kasus. Pada bulan Januari hingga September 2019

terdapat 130.923 kasus ini menunjukan terjadi penurunan kasus sebanyak 26,4 %

(Kemnaker, 2020). Namun tantangan yang dihadapi yakni pada tahun 2019

sebanyak 57% dari 126,51 juta total penduduk bekerja memiliki pendidikan yang

rendah (BPS, 2019). Budaya keselamatan dan kesehatan kerja ditentukan oleh

tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

Sehingga rendahnya tingkat pendidikan pekerja dapat berpotensi menyebabkan

rendahnya kesadaran pentingnya perilaku aman dalam bekerja (Endriastuty et al.,

2018).

Keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan

pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja ( PAK),

pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan

rehabilitasi (Sucipto, 2014). Penerapan budaya K3 berkaitan erat dengan

pengetahuan mengenai K3. Pengetahuan memegang peranan penting untuk

terbentuknya perilaku dan akan menghasilkan sikap positif dalam menyikapi


6

bahaya dalam lingkungan kerja. Menurut Rahayu (2015) semakin tinggi tingkat

pengetahuan maka semakin baik pula penerapan budaya K3. Selain itu

pengetahuan K3 juga berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja. Pekerja

yang memiliki pengetahuan yang baik maka mereka akan bertindak positif dan

berusaha untuk menghindari kecelakaan kerja (Syaputra, 2017).

Kelelahan kerja juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

kecelakaan kerja. Kelelahan akibat kerja dapat terjadi pada sebagian besar pekerja

dan meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan data dari

International Labour Organization (ILO) tahun 2010 menyebutkan hampir setiap

tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang

disebabkan oleh faktor kelelahan. Berdasarkan penelitian Aulia et al (2018)

kelelahan memiliki hubungan bermakna terhadap terjadinya kecelakaan kerja .

Pekerja yang mengalami kelelahan lebih beresiko 2,96 kali lebih tinggi untuk

mengalami kecelakaan kerja dari pada pekerja yang tidak mengalami kelelahan.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah mencatat pada tahun

2017 kecelakaan kerja di berbagai wilayah Jawa tengah mencapai 1.468 kasus. Di

tahun 2018 mengalami peningkatan sebanyak 59% menjadi 2329 kasus. Jumlah

kecelakaan kerja di Jawa Tengah tahun 2019 tercatat sebanyak 2205 kasus. Di

tahun 2020 kasus kecelakaan kerja yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja

Transmigrasi Jawa Tengah hanya sebanyak 211 kasus. Penurunan drastis jumlah

kasus kecelakaan kerja berhubungan dengan munculnya pandemi COVID 19 yang

mempengaruhi kegiatan kerja industri di seluruh wilayah Jawa Tengah. Dampak


7

yang terjadi antara lain pengurangan tenaga kerja dan work from home (WFH)

sehingga kegiatan kerja di berbagai sektor industri berkurang.

Perusahaan makanan merupakan salah satu sektor dari perusahaan

manufaktur yang dalam produksinya mengolah bahan mentah menjadi suatu

produk makanan. Dalam proses produksi, perusahaan mengaplikasikan mesin-

mesin, peralatan, teknik rekayasa dan tenaga kerja. Perusahaan makanan rentan

terjadi kecelakaan kerja, hal ini terjadi karena pekerja memiliki proses kerja yang

berhubungan langsung dengan mesin produksi dan memiliki tingkat target

produksi yang tinggi. Target produksi yang tinggi menjadikan pekerja sering tidak

memperhatikan keselamatan dan kesehatan saat melakukan bekerja. Kecelakaan

kerja banyak terjadi pada produksi perusahaan makanan karena penanganan

manual pada saat melakukan proses kerja. Selain itu banyak pekerjaan produksi

dalam pembuatan makanan melibatkan pekerjaan berulang-ulang yang menuntut

secara fisik. Pada proses produksi snack terdapat bahaya panas, terpeleset, terjepit,

terpotong, kejatuhan bahan, sakit punggung dan pegal pada tangan. Badan

Pemerintah Inggris Bidang Kesehatan Kerja menyatakan pekerja dalam lima

tahun terakhir pada perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman

sebanyak 2.840 pekerja mengalami kecelakaan kerja (Health and Safety

Executive, 2020). Luka karena peralatan kerja yang tajam sangat sering terjadi

seperti tersayat, terpotong bahkan kasus terparah menyebabkan amputasi pada

jari. Selain kecelakaan akibat peralatan kerja cedera tergelincir lebih umum terjadi

di industri makanan dan minuman dari pada di sebagian besar industri lainnya

(Health and Safety Executive, 2020)


8

PT Dua Kelinci merupakan salah satu perusahaan makanan ringan yang

terdepan dan terkenal di Indonesia, memproduksi berbagai jenis kacang tanah,

biji-bijian dan butir gandum selain itu dengan inovasi terbaru dan pengembangan

produk. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Raya Pati - Kudus RW 03 Lumpur

Bumirejo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati dengan jumlah pekerja sebanyak

7.250 orang di tahun 2020. Proses produksi memiliki alur yang panjang mulai dari

pembelian bahan baku sampai penyimpanan produk jadi pada gudang. Sehingga

memiliki berbagai resiko bahaya yang berbeda beda. Setiap tahun laporan

kecelakaan kerja ada PT Dua Kelinci mencapai ratusan kasus. BPJS

Ketenagakerjaan Kpc Pati mencatat bahwa selama tahun 2018 - 2020 PT Dua

Kelinci merupakan perusahaan di wilayah Pati yang memiliki data klaim paling

banyak mengenai kecelakaan kerja. Berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan

PT Dua Kelinci pada tahun 2018 terdapat kejadian kecelakaan kerja berjumlah

110 kasus, dengan jumlah kecelakaan ringan sebanyak 109 kasus dan kecelakaan

sedang 2 kasus. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan kasus kecelakan kerja

dengan jumlah 128 kasus, dengan jumlah kecelakaan ringan sebanyak 126 dan

kecelakaan sedang 2 kasus. Pada tahun 2020 jumlah kecelakaan menurun menjadi

103 kasus, dengan jumlah kecelakaan ringan sebanyak 102 dan kecelakaan sedang

1 kasus. Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian HSE Officer PT Dua

Kelinci sebagian besar kecelakaan yang terjadi adalah kecelakaan dengan tingkat

minor atau kecelakaan ringan yang dapat diatasi dengan pertolongan pertama.

Pada PT Dua Kelinci terdapat pelayanan poliklinik yang dapat memiliki fasilitas

untuk melakukan pertolongan pertama akibat kecelakaan kerja.


9

Berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan PT Dua Kelinci bagian

yang memiliki kasus kecelakaan tertinggi dengan frekuensi sering terdapat pada

produksi wafer. Pada tahun 2018 produksi wafer PT Dua Kelinci mengalami

kecelakaan sebanyak 62 kasus. Pada tahun 2019 kasus kecelakaan kerja pada

produksi wafer meningkat menjadi 67 kasus. Kasus kecelakaan kerja pada tahun

2020 mengalami penurunan menjadi 64 kasus. Berdasarkan data di atas dapat

diketahui bahwa jumlah kecelakaan kerja dalam tiga tahun terakhir belum

menunjukan penurunan yang signifikan.

Berdasarkan studi pendahuluan dengan metode observasi, wawancara

dengan Kepala Divisi Produksi, dan studi dokumen SOP proses produksi wafer

pada tanggal 11 Desember 2020 proses produksi wafer terdiri dari beberapa

tahapan. Tahap persiapan terdiri dari grinding,formulasi, mixing, dan milling.

Tahap persiapan merupakan merupakan proses paling awal dengan proses

menyiapkan bahan baku wafer pada proses grinding. Proses persiapan selanjutnya

yaitu formulasi, mixing, dan milling yang merupakan proses pembuatan

isian/pasta pada wafer. Pada proses ini kecelakaan yang terjadi adalah terkena

palet dan ampalan saat proses pengambilan formula dari ruang penyimpanan.

Tahap yang kedua adalah tahap proses yang dimulai dengan backing roll yaitu

proses pembuatan wafer dan pengisian pasta pada wafer menjadi produk wafer

roll. Pada proses backing roll pekerja harus memantau wafer yang dihasilkan agar

tidak terjadi penumpukan wafer dan pasta pada mesin. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Ketua Divisi Produksi Wafer pada tanggal 11 Desember 2020

kecelakaan kerja terjadi pada proses ini karena pekerja tidak mematikan mesin
10

saat membersihkan bagian mesin. Wafer yang telah jadi dilakukan proses

pemotongan menjadi ukuran lebih kecil menggunakan mesin mini bite/mesin

potong. Proses pemotongan wafer merupakan bagian yang sering terjadi

kecelakaan kerja. Beberapa kasus kecelakaan kerja menunjukan kronologi

kecelakaan yang dialami adalah tangan terjepit mesin minibite. Berdasarkan data

kecelakaan kerja PT Dua Kelinci kecelakaan kerja terjepit mesin mini bite hampir

terjadi setiap bulan. Tahap yang terakhir adalah tahap pengemasan/packing.

Proses packing beresiko terjadi kecelakaan kerja pada tahap selling dengan kasus

terjepit mesin selling.

Kecelakaan kerja pada bagian produksi wafer PT Dua Kelinci

dikategorikan sebagai kecelakaan ringan. Kecelakaan kerja ringan merupakan

kecelakan yang membutuhkan pengobatan di hari itu dan dapat melakukan

pekerjaannya kembali atau istirahat kurang dari 2 hari. Seperti tergelincir,

tergores, terkena pecahan kaca, terjatuh dan terkilir (Ihsan, 2011). Walaupun

kecelakaan yang terjadi tergolong dalam kecelakaan ringan namun pada beberapa

kasus kecelakaan terjadi berulang bahkan hampir terjadi setiap bulan. Pencegahan

harus dilakukan agar frekuensi kecelakaan kerja pada bagian produksi wafer PT

Dua Kelinci dapat menurun.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin melakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja

pada karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.


11

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Adakah hubungan masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

2. Adakah hubungan sikap pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

3. Adakah hubungan pengetahuan K3 dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

4. Adakah hubungan kelelahan dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

5. Adakah hubungan alat pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci ?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan pada bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.


12

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Mengetahui hubungan masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

2 Mengetahui hubungan penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

3 Mengetahui hubungan sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

4 Mengetahui hubungan kelelahan dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci..

5 Mengetahui hubungan alat pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan

kerja pada karyawan pada bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

pertimbangan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada perusahaan

dengan mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan pada bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

1.4.2 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sebagai tambahan referensi keilmuan mengenai keselamatan dan

kesehatan kerja, khususnya faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan

kerja.
13

1.4.3 Bagi Peneliti

Sebagai media belajar dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan

keterampilan dalam melakukan penelitian, serta menerapkan ilmu yang diperoleh

selama di bangku perkuliahan.

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1. 1 KeaslianPenelitian
No Judul Nama Tahun dan Rancangan Variabel Hasil Penelitian
Penelitian Peneliti Tempat Penelitian Penelitian
Penelitian

1. Hubungan Annisa 2021 Kuantitatif Variabel terikat Ada hubungan


Durasi Fitrian, Pabrik Cross : Minor injury antara kelelahan
Kerja, Ekawati Tahu X Sectional Variabel bebas : kerja, beban kerja
Beban dkk. Kota Kelelahan kerja, fisik dengan
Kerja Fisik Semarang beban fisik, dan kejadian minor
dan , durasi kerja injury
Kelelahan Tidak ada
Kerja hubungan durasi
Terhadap kerja dengan
Terjadinya kejadian minor
Kejadian injury.
Minor
Injury Pada
Pabrik
Tahu X
Kota
Semarang
2. Analisis Nisatin 2020 Kuantitatif Variabel terikat Ada hubungan
Faktor Asilah Industri Cross : kecelakaan antara unsafe
Kejadian & MG tahu di Sectional kerja action & unsafe
Kecelakaan Catur Kelurahan Variabel bebas : condition dengan
Kerja pada Yuantar Jomblang umur, masa kejadian
Pekerja Kecamatan kerja lama kerja, kecelakaan kerja.
Industri Candisari unsafe action, Tidak ada
Tahu Semarang unsafe condition hubungan antara
umur, masa kerja
dan lama kerja
dengan kecelakaan
kerja.
14

3. Faktor- Ria 2019 Kuantitatif Variabel terikat: Ada hubungan


Faktor Astuti & Pabrik Gula Cross kecelakaan kerja signifikan antara
Yang Zaenab Arasoe Sectional Variabel bebas : pemeriksaan
Berhubung Pelatihan K3, kesehatan,
an Dengan pemeriksaan kecelakaan kerja,
Kejadian kesehatan, ada hubungan
Kecelakaan pengetahuan, pengetahuan,
Kerja Di APD pemakaian APD,
Pabrik Gula dengan kejadian
Bone kecelakaan kerja.
Arasoe
4. Identifikasi Anisah 2017 Studi Human error Dari 17 aktifitas
Human Haidar PT literatur dan pada proses
Eror Pada Alatas Indofood Studi produksi cassava
Proses & Fritolay lapangan chips nilai HEP
Produksi Roudhot Makmur terbesar yaitu
Cassava ul 0,6716 terdapat
Chips Jannah pada task
Dengan K.P memeriksa
Menggunak kematangan chips
an Metode
Sherpa dan
Heart Di
PT.
Indofood
Fritolay
Makmur
5. Factors Ratnaya 2017 Kuantitatif Variabel terikat: Tidak ada
Affecting ka R.M Cross kecelakaan kerja hubungan antara
Industrial et al Sectional Variabel bebas : kesadaran K3,
Accidents: kesadaran K3, lingkungan kerja
Empirical penggunaan dan penggunaan
Evidence APD, APD dengan
from lingkungan kerja kecelakaan kerja
Manufactur
ing Setting

6 Faktor Prilia 2012 Deskriptif Variabel terikat Pada kecelakaan


Penyebab Nor Pabrik Gula Kualitatif : Kecelakaan yang terjadi di
Kecelakaan Pangka kerja unit instalasi
Kerja di Herry Variabel bebas dapat ditarik
Unit Koesyan Penggunaan kesimpulan bahwa
Instalasi to dkk APD, kecelakaan terjadi
Pabrik Gula karakteristik karena faktor
pekerja, tidak
pelatihan K3 menggunakan
dan suhu APD saat
ruangan kecelakaan terjadi,
subjek dengan
karakteristik yang
15

kurang baik,
subjek belum
mengikuti
Pelatihan K3,dan
dengan suhu
ruangan yang
panas sehingga
tidak nyaman
untuk bekerja.

7. Workplace C. 2009 Deskriptif Kecelakaan Dalam hal yang


and Jacintoa, kerja menyangkut faktor
organisatio b, M. tempat kerja lokal
nal factors Canoaa (WPF), studi
in accident dkk. menunjukkan
analysis bahwa prekursor
within the yang paling umum
Food adalah (1)
Industry monoton dan
pengulangan, (2)
tata letak fasilitas,
(3) pengalaman,
(4) perilaku yang
beresiko (5)
pemeliharaan yang
buruk. Di tingkat
manajemen dan
organisasi, kondisi
terkait yang
ditemukan adalah
(1) penilaian risiko
yang tidak
memadai / dangkal
, (2) prosedur kerja
yang buruk (dalam
organisasi kerja
dan tingkat
pengawasan), dan
(3) kurangnya
pelatihan.

Dari keaslian penelitian diatas, terdapat beberapa hal yang membedakan

penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya meliputi:

1. Waktu dan lokasi yang berbeda.


16

2. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci

belum pernah dilakukan.

3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian akan dilakukan pada bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci

Pati .

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2020-Februari 2021.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan

kajian Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai faktor–faktor yang

berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu,

harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses

kerja industri atau yang berkaitan denganya (Tarwaka, 2017).

Menurut Permenaker Nomor 7 Tahun 2017 tentang Program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja Indonesia kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi

berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam

perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya. Kecelakaan

kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dan berangkat dari rumah

menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan yang sama atau wajar

dilalui (Hadipoetro, 2014).

Dengan demikian kecelakan kerja mengandung unsur-unsur sebagai

berikut :

1. Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak

terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan;

2. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan

selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental

17
18

3. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang- kurangnya

menyebabkan gangguan proses kerja. (Tarwaka, 2017)

Menurut Tarwaka (2017) pada pelaksanaannya kecelakaan kerja di

industri dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu :

1. Kecelakaan industri (Industrial Accident) : yaitu suatu kecelakaan yang

terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;

2. Kecelakaan di dalam perjalanan (Community Accident ) : yaitu kecelakaan

kerja yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya

hubungan kerja.

2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Tarwaka (

2017: 19) mengatakan bahwa klasifikasi kecelakaan kerja sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh

b. Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja

c. Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua

benda

d. Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan

e. Terpapar kepada atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi

f. Terkena arus listrik

g. Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dll.

2. Klasifikasi menurut agen penyebabnya


19

a. Mesin-mesin, seperti mesin penggerak kecuali motor elektrik,U

b. transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-

mesin pertanian, dll.

c. Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut kereta, alat

angkut beroda selain kerta, alat angkut di perairan, alat angkur di

udara, dll.

d. Peralatan–peralatan lain, seperti; bejana tekan, tanur/ dapur peleburan,

instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas,

tangga, perancah, dll.

e. Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti; bahan yang mudah

meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dll.

f. Lingkungan kerja, seperti; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas

kebisingan tinggi, getaran, ruang dibawah tanah , dll.

3. Klasifikasi menurut jenis luka dan cederanya

a. Patah tulang

b. Keseleo/dislokasi/ terkilir

c. Kenyerian otot dan kejang

d. Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya

e. Amputasi dan enukleasi

f. Luka tergores dan luka luar lainnya

g. Memar dan retak

h. Luka bakar

i. Asfixia atau sesak napas


20

j. Efek terkena arus listrik

k. Efek terkena paparan radiasi

l. Luka pada tempat di bagian tubuh, dll.

4. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka

a. Kepala; Leher; Badan ;Lengan; Kaki; Berbagai bagian tubuh

b. Luka umum, dll.

Berdasarkan lokasi dan waktu, kecelakaan kerja dibagi menjadi empat

jenis, yaitu (Sedarmayanti, 2011) :

1. Kecelakaan kerja akibat langsung kerja.

2. Kecelakaan pada saat atau waktu kerja.

3. Kecelakaan di perjalanan (dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya, melalui

jalan yang wajar).

4. Penyakit akibat kerja.

Berdasarkan tingkatan akibat yang ditimbulkan kecelakaan kerja dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu (Suma’mur, 2014):

1. Kecelakaan kerja ringan, yaitu kecelakaan kerja yang perlu pengobatan pada

hari itu dan bisa melakukan pekerjaannya kembali atau istirahat < 2 hari.

Contoh: terpeleset, tergores, terkena pecahan beling, terjatuh dan terkilir.

2. Kecelakaan kerja sedang, yaitu kecelakaan kerja yang memerlukan

pengobatan dan perlu istirahat selama >2 hari. Contoh: terjepit, luka sampai

robek, luka bakar.

3. Kecelakaan kerja berat, yaitu kecelakaan kerja yang mengalami amputasi

dan kegagalan fungsi tubuh. Contoh: patah tulang.


21

2.1.3 Penyebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja hanya akan terjadi jika terdapat berbagai faktor

penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi. Suatu

kecelakaan kerja tidak dapat terjadi sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau

beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian (Tarwaka,

2017).

Teori sebab akibat kecelakaan kerja dikenal dengan “Teori Domino” .

Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan atau cedera

disebabkan oleh 5 (lima) faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri

sejajar antara faktor satu dengan faktor lainnya. Kelima faktor tersebut adalah

domino kebiasaan, domino kesalahan,domino tindakan dan kondisi tidak aman

domino kecelakaan; dan domino cedera.

Heinrich menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan

adalah cukup dengan membuang salah satu domino atau memutus rangkaian mata

rantai domino tersebut. Berdasarkan teori Heinrich tersebut, Bird dan Germain

(1986) dalam (Tarwaka, 2017) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan

ke dalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian

kecelakaan.

Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor

manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut penelitian bahwa 80-

85% kecelakaan disebabkan oleh unsafe action (Anizar, 2012).


22

2.1.3.1 Unsafe Action

Yaitu pelanggaran terhadap tata cara kerja yang aman, sehingga dapat

menimbulkan peluang terjadi kecelakaan atau tindakan berbahaya dari para

pekerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab (Tarwaka, 2017:13).

Unsafe action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :

1. Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal

Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal antara lain disebabkan oleh

cacat fisik. Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada

fungsi tubuh antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, pendengaran dan

kemampuan bicara. Penyandang cacat fisik adalah setiap orang yang mengalami

keterbatasan fisik, dalam jangka waktu yang lama dalam berinteraksi dengan

lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara

penuh efektif dengan warga negara lainnya.

Kondisi seorang pekerja yang cacat memungkinkan mereka memiliki

keterbatasan untuk bergerak dengan bebas seperti orang normal biasa dalam

melakukan setiap pekerjaannya, sehingga pekerja yang memiliki cacat fisik akan

kesulitan ketika harus beradaptasi dengan lingkungan kerja, peralatan peralatan

sehingga dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan ketika melakukan proses

kerja. Sehingga mempunyai kemungkinan yang besar menyebabkan tindakan

tidak aman yang menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

2. Kurangnya pengalaman dan keterampilan

Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya


23

pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan

akibat kerja (Cecep Dani Sucipto, 2014:79).Pendidikan dan keterampilan

merupakan hal yang mutlak terutama dalam menghadapi teknologi baru, Sehingga

pekerja dapat menggunakan dan sekaligus memeliharanya apabila terjadi

kerusakan yang dapat berakibat fatal bagi dirinya (Tarwaka, 2017: 87).

3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya

Komponen tugas-tugas tertentu yang sedang dikerjakan mungkin

mempengaruhi tingkat kekerapan suatu kecelakaan kerja. Tugas-tugas yang

dikerjakan mungkin berhubungan dengan kecepatan dan beban tugas berat.

Tugas-tugas yang dikerjakan apabila tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki

akan mengakibatkan stres, penurunan motivasi, kelelahan yang tidak terkontrol.

Interaksi antara pekerja dengan tugas-tugas yang tidak seimbang merupakan

penyebab terjadinya kecelakaan kerja disuatu tempat kerja (Tarwaka, 2017:15).

4. Pemakaian APD yang tidak sesuai dengan ketentuan

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang

digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari

kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2017).

Alat pelindung diri bukanlah alat yang nyaman apabila dikenakan tetapi

fungsi dari alat ini sangatlah besar karena dapat mencegah penyakit akibat kerja

ataupun kecelakaan pada waktu bekerja. Pada kenyataannya banyak para pekerja

yang masih belum mengenakan alat ini karena merasakan ketidaknyamanan dalam

bekerja.
24

Menurut Suma’mur (2014), alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1. Enak dipakai

2. Tidak mengganggu kerja

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya

5. Bingung dan stres karena belum memahami prosedur kerja

Prosedur tertulis seharusnya memuat segala hal yang kita ketahui tentang

bagaimana menjalankan suatu sistem dengan benar dan aman. Prosedur harus

mencantumkan secara tegas tindakan-tindakan yang harus dilakukan pekerja pada

saat pengoperasian mesin, instruksi tugas pun harus tertulis dalam bahasa yang

dapat mudah dipahami oleh pekerja, agar tidak terjadi kesalahan pekerja dalam

menafsirkan prosedur-prosedur yang tertulis tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam

memahami prosedur yang ada, maka pekerja akan membuat sendiri prosedur yang

tidak resmi yang mengakibatkan kesalahan dalam pengoperasian peralatan kerja

yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja pada saat proses

produksi (Sucipto, 2014).

2.1.3.2. Unsafe Condition

Kondisi tidak aman pada mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan,

tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan, dan sistem kerja. Lingkungan dalam

artian luas tidak saja lingkungan fisik, tetapi faktor-faktor yang berkaitan dengan

penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum

bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi


25

dan politik yang dapat mengganggu konsentrasi (Tarwaka, 2017). Unsafe

condition dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain sebagai berikut:

1. Peralatan yang sudah tidak layak pakai

Peralatan kerja adalah alat atau benda yang digunakan untuk

mempermudah sistem kerja sehingga harus didesain, dipelihara dan digunakan

dengan baik. Penggantian komponen peralatan pekerjaan yang sudah tidak layak

pakai harus dilakukan untuk meminimalisir risiko terjadinya kecelakaan kerja

akibat dari sudah tidak berfungsinya komponen-komponen peralatan kerja

tersebut. Pemeliharaan mesin juga harus dilakukan untuk mengetahui kerusakkan

mesin lebih awal. Program pemeliharaan yang efektif akan membuat pabrik dan

peralatan dapat diandalkan untuk digunakan dalam proses kerja (Health and

Safety Executive, 2020).

2. Terdapat api

Api terjadi karena proses persenyawaan antara bahan bakar oksigen, dan

panas. Tanpa salah satu unsur tersebut api tidak akan terjadi. Sumber nyala api

dapat terjadi dari berbagai peristiwa, antara lain listrik, rokok, gesekan mekanik,

pemanasan berlebih (overheating), api terbuka, permukaan panas, lentikan bara

pembakaran, listrik statis, sambaran petir dan reaksi kimia. Timbulnya api dalam

proses industri dapat menyebabkan potensi kebakaran. Kebakaran adalah suatu

insiden akibat dari api yang bekerja tidak pada tempatnya, yang terjadi antara

panas, bahan bakar, dan oksigen. Peristiwa terbakar adalah suatu reaksi yang

hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam (Suma’mur, 2014)

3. Sistem pekerjaan yang mengandung potensi bahaya


26

Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan

untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu

yang bila tidak mendapat perhatian khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan

kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal

dari berbagai kegiatan atau di luar proses kerja, potensi bahaya ditempat kerja

yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan

berbagai faktor diantaranya seperti: kegagalan komponen, kondisi menyimpang,

kesalahan manusia dan organisasi, pengaruh kecelakaan dari luar (Tarwaka,

2017).

Pengetahuan mengenai potensi bahaya dan faktor kecelakaan diperlukan

sebagai upaya pencegahan kejadian kecelakaan kerja. Identifikasi potensi bahaya

dapat bermanfaat dalam pembuatan perencanaan dan langkah-langkah pencegahan

kecelakaan kerja yang merupakan upaya perlindungan terhadap pekerja (Tarwaka,

2017).

4. Sistem keselamatan yang belum benar

Semua komponen dan peralatan pabrik yang digunakan harus dirancang

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Rancangan yang tidak sesuai sering

menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan terjadinya

kerugian. Peralatan kerja yang memiliki potensi bahaya juga harus dibuatkan

pengaman seperlunya. Setiap proses atau instalasi memerlukan suatu sistem

pengaman yang bentuk dan desainnya tergantung pada bahaya dan resiko yang

ada di tempat kerja. Sistem pengaman harus disediakan dengan baik terhadap
27

kemungkinan terjadinya penyimpangan kondisi, kegagalan komponen dan

peralatan serta sarana perlindungan teknis (Tarwaka, 2017).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kecelakaan Kerja

2.1.4.1 Faktor Manusia (Human Factor)

2.1.4.1.1 Umur

Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan. Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkemebang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik (Notoatmodjo, 2010).

Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat

kerja. Memang diakui bahwa pada usia muda seseorang lebih produktif

dibandingkan ketika usia tua. Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang

lebih kuat, dinamis, dan kreatif tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab,

cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Hasibuan, 2014). Golongan umur

tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan

akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda, karena umur mempunyai

reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering mengalami

kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap

tergesa-gesa (Sucipto, 2014).

Kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi,

menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati,
28

lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya daripada tenaga kerja

usia muda. Kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan seperti terjatuh lebih

sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari tenaga kerja berusia

sedang atau muda. Juga angka beratnya kecelakan rata- rata lebih meningkat

mengikuti pertambahan usia (Suma’mur, 2014).

2.1.4.1.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap

dan bentuk- bentuk tingkah laku lain nya di dalam masyarakat tempat ia hidup,

proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang

terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat

memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan

individu yang optimal (Munib, 2011). Pendidikan adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan (Notoatmodjo, 2010).

Budaya keselamatan dan kesehatan kerja ditentukan oleh tingkat

pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Sehingga

rendahnya tingkat pendidikan pekerja dapat berpotensi menyebabkan rendahnya

kesadaran pentingnya perilaku aman dalam bekerja (Endriastuty et al., 2018).


29

2.1.4.1.3 Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja

masuk kerja hingga pekerja berhenti dari pekerjaannya. Semakin lama pekerja

bekerja pada perusahaan pengalaman yang didapat juga semakin banyak, sehingga

para pekerja yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut dapat melakukan

pencegahan terhadap kecelakaan kerja yang mungkin dapat terjadi ketika pekerja

tersebut melakukan suatu pekerjaan ditempat kerja (Sucipto, 2014).

Masa kerja juga merupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya

seseorang bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggalan

waktu yang agak lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah

tempat usaha sampai batas tertentu (Suma’mur, 2014).

Menurut Tulus (1992) dalam Sulhinayatillah (2017) masa kerja

merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga bekerja pada suatu tempat kerja.

Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif pada kinerja apabila dengan

semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam

melaksanakan tugasnya. Sebaliknya dapat memberikan pengaruh negatif apabila

dengan semakin lama masa kerja akan timbul perasaan terbiasa dengan keadaan

dan menyepelekan pekerjaan serta akan menimbulkan kebosanan. Masa kerja

dikategorikan menjadi tiga yaitu :

1. Masa Kerja baru : < 6 tahun

2. Masa Kerja sedang : 6-10 tahun

3. Masa Kerja lama : < 10 tahun


30

Hasil penelitian Pangestuti (2015) mengatakan terdapat hubungan

signifikan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT X Sragen.

Selain itu semakin bertambahnya umur seseorang maka tingkat kelelahan akan

semakin tinggi hal ini tentu saja beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan

kerja (Suwignyo et al., 2018).

2.1.4.1.4 Kelelahan

Terdapat dua jenis kelelahan yaitu, kelelahan otot dan kelelahan umum.

Kelelahan otot merupakan kelelahan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang

terdapat pada otot. Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemampuan

bekerja, yang sebabnya persyaratan atau psikis. Sebab-sebab kelelahan umum

adalah monotoni, intensitas dan lama kerja mental fisik, keadaan lingkungan,

sebab-sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta

penyakit-penyakit. Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul di dalam tubuh dan

mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini tepat menyebabkan seseorang berhenti

bekerja seperti halnya kelelahan fisiologis berakibat tidur. Kelelahan mudah

ditiadakan dengan istirahat. Tetapi, jika dipaksa terus, kelelahan akan bertambah

dan sangat mengganggu. Kelelahan sama halnya lapar dan haus adalah mekanisme

pendukung kehidupan. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan

berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar sampai dengan tidur malam hari (Anizar,

2012)

Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya

dengan kelelahan:
31

1. Perasaan berat di kepala

2. Menjadi lelah di seluruh tubuh

3. Kaki terasa berat

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran

6. Menjadi mengantuk

7. Merasakan beban

8. Kaku dan canggung dalam gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri

10. Mau berbaring

11. Merasa susah berpikir

12. Lelah bicara

13. Menjadi gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi

15. Tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu

16. Cenderung untuk lupa

17. Kurang kepercayaan

18. Cemas terhadap sesuatu

19. Tak dapat mengontrol sikap

20. Tidak dapat tekun dalam bekerja

21. Sakit kepala

22. Kekakuan di bahu

23. Merasa nyeri di punggung


32

24. Merasa pernapasan tertekan

25. Haus

26. Suara serak

27. Merasa pusing

28. Spasme dari kelopak mata

29. Tremor pada anggota badan

30. Merasa kurang sehat

Pertanyaan-pertanyaan 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 11-20

menunjukkan pelemahan motivasi dan 21-30 gambaran kelelahan fisik akibat

keadaan umum (Anizar, 2012).

Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya

produktivitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks biologi ataupun

psikologi dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah atau perubahan

fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan berakibat menurunnya kemampuan kerja

dan kemampuan tubuh para pekerja (Sucipto, 2014).

Kelelahan memiliki hubungan bermakna terhadap terjadinya kecelakaan

kerja. Pekerja yang mengalami kelelahan lebih beresiko 2,96 kali lebih tinggi

untuk mengalami kecelakaan kerja dari pada pekerja yang tidak mengalami

kelelahan (Aulia et al, 2018)

Kelelahan kerja dapat diidentifikasi dengan menggunakan Kuesioner Alat

Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) yang terdiri dari 17 buah pertanyaan.

Kuesioner ini merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja

sebagai gejala subjektif yang dialami oleh pekerja dengan perasaan tidak
33

menyenangkan. Kuesioner ini telah diuji validitasnya untuk digunakan sebagai

kuesioner penelitian dan telah digunakan oleh berbagai penelitian untuk

mengetahui kelelahan kerja.

2.1.4.1.5 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil proses dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan yang dibagi menjadi 6 tingkat (Notoatmodjo, 2014), yaitu :

1. Tahu (Know), diartikan sebagai recall atau mengingat kembali dari sesuatu

yang telah dipelajari atau yang sudah ada sebelumnya setelah mengamati

suatu objek.Memahami (Comprehension), diartikan sebagai kemampuan

memahami suatu objek tetapi tidak sekedar menyebutkan, namun juga

mampu menjelaskan serta menginterpretasikan secara benar terkait objek

yang diketahuinya tersebut.

2. Aplikasi (Application), diartikan apabila seseorang telah mengetahui dan

memahami materi atau objek yang dimaksud kemudian dapat

mengaplikasikan prinsip yang telah diketahuinya tersebut pada situasi dan

kondisi yang sebenarnya.

3. Analisis (Analysis), merupakan kemampuan seseorang dalam menjabarkan

dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi apabila
34

pengetahuan seseorang telah mencapai tingkat analisis yaitu apabila orang

tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan membuat

bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

4. Sintesis (Synthesis), dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis

merupakan kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

5. Evaluasi (Evaluation), merupakan kemampuan seseorang untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu dengan didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri dari norma-norma yang telah berlaku

di masyarakat.

Penerapan budaya K3 berkaitan erat dengan pengetahuan

mengenai K3. Pengetahuan memegang peranan penting untuk

terbentuknya perilaku dan akan menghasilkan sikap positif dalam

menyikapi bahaya dalam lingkungan kerja. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan maka semakin baik pula penerapan budaya K3. Selain itu

pengetahuan K3 juga berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja.

Pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik maka mereka akan

bertindak positif dan berusaha untuk menghindari kecelakaan kerja

(Syaputra, 2017).

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau penyebaran angket yang menanyakan terkait isi materi


35

yang ingin diukur dari responden. Pengukuran tingkat pengetahuan

menggunakan kuesioner dengan skala guttman (benar atau salah).

2.1.4.1.6 Sikap

Sikap merupakan respon tertutup dari seseorang yang melibatkan faktor

pendapat maupun emosional terhadap stimulus atau objek tertentu, dengan kata

lain sikap merupakan kesiapan atau kesediaan dalam melakukan tindakan sebagai

bentuk penghayatan terhadap objek dan belum menampakkan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang dapat diamati dari luar oleh orang lain (Notoatmodjo, 2014)

Menurut Allport (1954) dalam (Notoatmodjo, 2014) menjelaskan bahwa

sikap memiliki tiga komponen pokok, yakni :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya

bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap

objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah

ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga memiliki berbagai tingkatan, yaitu

(Notoatmodjo, 2014) :

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa seseorang mau menerima dan

memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.


36

2. Menanggapi (Responding), diartikan sebagai respons atau memberikan

jawaban maupun tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (Valuing), diartikan seseorang memberi nilai positif terhadap

objek atau stimulus yang dihadapi, dengan kata lain mendiskusikan,

mengajak dan mempengaruhi orang lain untuk ikut merespons stimulus atau

objek.

4. Bertanggung jawab (Responsible), sikap yang paling tinggi tingkatannya

yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dan

diyakininya, dengan kata lain berani mengambil segala resiko apabila

menghadapi suatu tantangan atau adanya resiko lain.

Pengukuran dilakukan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

menggunakan angket atau kuesioner yang memuat pernyataan-pernyataan

hipotesis (Notoatmodjo, 2014).

2.1.4.1.7 Stres

Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang

menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari -hari

(Priyoto, 2014). Stres merupakan respon tubuh terhadap lingkungan disekitarnya,

sehingga dapat menjadi sistem pertahanan diri yang dapat memproteksi diri kita.

Stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk

menghadapi lingkungan.

Stres kerja adalah pola kondisi emosional yang terjadi dalam merespons

terhadap tuntutan dari dalam maupun dari luar organisasi. Dengan kata lain stres
37

kerja memiliki hubungan dengan perasaan negatif karyawan tentang

pekerjaan mereka. Menurut Siagian dalam Fatikhin, dkk, 2017 menyebutkan

bahwa stres kerja merupakan kondisi di mana terjadi ketegangan yang

mengakibatkan perubahan terhadap kondisi fisik, jalan pikiran, dan emosi.

Stres kerja merupakan faktor dasar penyebab terjadinya kecelakan kerja,

menurut teori Loss Causation Model bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan

kerja dapat mempengaruhi terjadinya penyebab langsung yaitu unsafe action

(tindakan tidak aman) dan unsafe condition (kondisi tidak aman). Stres kerja dapat

menimbulkan konsekuensi bagi pekerja. Baik secara fisiologis, psikologis, dan

perilaku. Stres yang dialami secara terus menerus dan tidak terkendali bisa

menyebabkan terjadinya burnout yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis

dan emosi. Apabila hal tersebut muncul dan meningkat maka hal tersebut dapat

meningkatkan munculnya perilaku berbahaya yang berakibat terjadinya

kecelakaan kerja (Farid et al., 2019).

2.1.4.1.8 Penggunaan APD

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang

digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari

kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2017).

Menurut Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi nomor

PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, Alat Pelindung Diri

selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
38

melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh

dari potensi bahaya di tempat kerja.

Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang

disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan syarat tersebut, harus

diperhatikan faktor pertimbangan dimana APD harus :enak dan nyaman dipakai,

tidak mengganggu ketenangan pekerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja,

memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya atau potensi

bahaya, memenuhi syarat estetika, memperhatikan efek samping penggunaan

APD dan mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga

terjangkau (Anizar, 2012).

Menurut Tarwaka (2017) adapun jenis-jenis alat pelindung diri yaitu :

1. Alat pelindung kepala (headwear), fungsi alat pelindung kepala adalah untuk

melindungi rambut terjerat oleh mesin yang berputar yang berputar dan

melindungi kepala dari terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan

benda atau terpukul benda melayang, percikan bahan kimia korosif, panas

sinar matahari, dan lain-lain. Jenis alat pelindung kepala antara lain :

a. Topi pelindung (safety helmet), berfungsi untuk melindungi dari

benda-benda keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena

arus listrik.

b. Tutup kepala, berfungsi melindungi kepala dari dari kebakaran, korosi,

suhu panas atau dingin.


39

c. Topi (hats/cap), berfungsi melindungi kepala atau rambut dari kotoran/

debu atau mesin yang berputar. Topi ini biasanya terbuat dari kain

katun.

Gambar 2. 1 Topi Alat Pelindung Kepala

2. Alat pelindung mata (eyes protection), berfungsi untuk melindungi mata dari

percikan bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang

di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi

gelombang elektromagnetik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau

benturan benda keras. Jenis alat pelindung mata adalah sebagai berikut :

a. Kacamata ( spectacles), berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-

partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik.

b. Goggles,berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan

percikan larutan bahan kimia


40

Gambar 2. 2 Goggles

3. Alat pelindung telinga (ear protection), berfungsi untuk mengurangi intensitas

suara yang masuk ke dalam telinga. Jenis-jenis alat pelindung telinga adalah

sebagai berikut :

a. Sumbat telinga (ear plug), ukuran ear plug harus dipilih sedemikian rupa

sehingga dapat sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran pemakainya.

Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB(A).

b. Tutup telinga (ear muff), alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari dua

buah tutup telinga dan sebuah headband. Alat ini dapat mengurangi

intensitas suara sampai 30 dB(A).

4. Alat pelindung pernapasan (respiratory protection), berfungsi untuk

melindungi pernapasan dari risiko paparan gas, uap, debu, atau udara

terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan. Jenis-jenis

alat pelindung pernapasan antara lain :

a. Maker, alat ini digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-

partikel yang lebih besar masuk ke dalam saluran pernapasan.


41

b. Respirator, alat ini digunakan untuk melindungi pernapasan dari paparan

debu, kabut, uap logam, asap dan gas-gas berbahaya. Jenis-jenis

respirator yaitu chemical respirator dan mechanical filter respirator.

Gambar 2. 3 Masker

5. Alat pelindung tangan (hand protector), berfungsi untuk melindungi tangan

dan bagian lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas

dan dingin, kontak dengan arus listrik. Sarung tangan terbuat dari karet untuk

melindungi kontaminasi terhadap bahan kimia dan arus listrik; sarung tangan

dari kulit untuk melindungi terhadap benda tajam, goresan; sarung tangan dari

kain/katun untuk melindungi kontak dengan panas dan dingin;dll.


42

Gambar 2. 4 Sarung tangan karet

6. Alat pelindung kaki ( feet protection), berfungsi untuk melindungi kaki dan

bagian lainnya dari benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan

kimia, benda panas, kontak dengan arus listrik. Menurut jenis pekerjaan yang

dilakukan sepatu keselamatan dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Sepatu pengaman pada pengecoran baja (foundry leggings)

b. Sepatu pengaman pada yang mengandung bahaya peledakan

c. Sepatu pengaman untuk pekerjaan yang berhubungan dengan listrik

d. Sepatu pengaman pada pekerjaan bangunan

Gambar 2. 5 Safety shoes


43

7. Pakaian Pelindung (body protection), digunakan untuk melindungi seluruh

atau sebagian tubuh dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan

kimia, dll. Pakaian pelindung dapat berupa apron yang menutupi sebagian

tubuh pemakainya yaitu mulai dari daerah dada sampai lutut, atau overall

yaitu menutupi seluruh bagian tubuh. Apron dapat terbuat dari kain drill, kulit,

plastik polyethyline (PVC), karet, asbes, atau kain yang dilapisi alumunium.

Apron tidak boleh digunakan di tempat-tempat kerja dimana terdapat mesin-

mesin yang berputar.

Gambar 2. 6 Apron

8. Sabuk pengaman keselamatan (safety belt ), digunakan untuk melindungi

tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan

mendaki, memanjat dan pada pekerjaan konstruksi bangunan.


44

Gambar 2. 7 Safety belt

2.1.4.2 Faktor Lingkungan

2.1.4.2.1 Faktor fisik

1. Kondisi lantai

Kebersihan dan kerapihan suatu tempat kerja juga dapat menunjang

aktivitas atau produktivitas pekerja, tampilan yang rapi dan bersih menunjukkan

manajemen yang perhatian terhadap segala detail perusahaan termasuk perhatian

terhadap keselamatan para pekerja. Sebaliknya kondisi perusahaan yang tidak

bersih atau rapi serta cenderung berantakan biasanya menunjukkan bahwa pihak

manajemen tidak memberi perhatian pada keselamatan para pekerjanya.

Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras,tahan air

dan bahan kimia yang merusak (Bennet N.B. Silalahi, 1995). Karena lantai licin

akibat tumpahan air,tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya

kecelakaan, seperti terpeleset. Lantai harus mempunyai kemiringan yang sesuai ke


45

saluran pembuangan untuk memungkinkan pergerakan yang efektif dari aliran air

atau limbah air dalam kondisi kerja normal.

2. Kondisi Mesin

Dengan adanya mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat

ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat

lebih berarti (Suma’mur, 2014). Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera

diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Selain memastikan

keadaan mesin layak, pengaman mesin juga dibutuhkan untuk memastikan mesin

aman.

Pengamanan mesin adalah suatu istilah dari suatu sarana yang disediakan

untuk melindungi pekerja secara efektif dari kontak fisik yang membahayakan

dengan bagian-bagian mesin dan alat pengaman lainnya disediakan dan dipelihara

untuk melindungi operator mesin, sedangkan tujuan program penyediaan

pengaman mesin adalah untuk menyediakan persyaratan keselamatan kerja pada

area dimana peralatan kerja mesin digunakan dan untuk membimbing operator

mesin, petugas pemeliharaan, dan supervisor dalam melaksanakan tanggung

jawab untuk menjamin keamanan mesin melalui identifikasi potensi bahaya dan

menilai risiko, mengendalikan risiko melalui rekayasa teknik pengaman mesin,

penyediaan training dan operasi yang selamat sesuai dengan kemampuan,

kebolehan, dan keterbatasan pekerja (Tarwaka, 2017).

3. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi

keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang


46

tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menimbulkan produksi yang

maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja(Sucipto,

2014).

Menurut ILO 1989 dalam Wahyudi (2018) faktor penerangan yang

berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda

mengkilap dan bayang-bayang gelap. Penerangan yang kurang di lingkungan

kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena gangguan pelaksanaan

pekerjaan tetapi juga tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Beberapa

penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah

memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis

pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi

banyaknya kecelakaan. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini

berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat

menyebabkan kecelakaan (Depnaker R1, 1996).

4. Kebisingan

Kebisingan ditempat kerja dapat dipengaruhi terhadap pekerja karena

kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi

sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan,

hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping itu

kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau

menetap. Nilai ambang batas kebisingan adalah 85 dBa untuk 8 jam kerja sehari

atau 40 jam dalam seminggu (Sucipto, 2014)


47

5. Getaran

Getaran merupakan gerakan yang berulang-ulang dan bolak-balik, secara

teratur. Gerakan yang berulang–ulang tersebut sering terjadi pada pekerjaan yang

menggunakan mesin-mesin bermotor. Getaran pada mesin dapat mengganggu

kenyamanan kerja, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi

tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah

dan sirkulasi di tangan (ILO, 2013a). Nilai ambang batas getaran alat kerja kontak

langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan

4 meter per detik kuadrat (m/det2), sedangkan nilai ambang batas getaran yang

kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan 0,5 meter

per detik kuadrat (m/det2)(Permenakertrans,2011).

6. Suhu

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia

akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C-27°C.

Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi

otot sehingga menurunkan kegairahan dalam bekerja. Suhu panas yang berlebih

akan mengakibatkan rasa lelah dan kantuk, mengurangi kestabilan dan

meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja (Swaputri, 2009). Ketika suhu berada

diatas atau di bawah batas normal, keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini

adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa

sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban

di tempat kerja (ILO, 2013a).


48

2.1.4.2.2 Faktor Kimia

Bahaya kimia di lingkungan kerja berasal dari bahan-bahan yang

digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi. Secara umum

bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi bahan kimia mudah

meledak, mudah terbakar, beracun, korosif, oksidator, reaktif, dan radioaktif.

Bahaya yang timbul sesuai dengan sifat bahan tersebut yang terhambur ke

lingkungan (Sucipto, 2014).

2.1.4.2.3 Faktor Biologi

Bahaya biologi di tempat kerja disebabkan oleh jamur, virus, bakteri,

cacing, kutu, pinjal, protozoa, serangga maupun binatang lainnya yang ada di

tempat kerja. Berbagai penyakit dapat timbul seperti infeksi, alergi, maupun

gigitan serangga dan binatang lainnya yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan (Sucipto, 2014).

2.1.4.2.4 Faktor Pekerjaan

1. Lama Jam Kerja

Jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan

lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi

kecelakaan kerja. Waktu tenaga kerja menentukan efisiensi dan produktifitas

pekerja, memperpanjang jam kerja pekerja lebih dari kemampuan pekerja akan

menurunkan efisiensi dan produktivitas serta cenderung timbulnya kelelahan,


49

penyakit, dan kecelakaan kerja. Memperpanjang jam kerja juga dapat

mengurangi waktu kerja dengan keluarga dan masyarakat (Sucipto, 2014).

Lama jam kerja dari tenaga kerja menentukan efisiensi dan produktivitas

pekerja. Beban kerja fisik yang berat (berhubungan dengan waktu kerja yang

lebih dari 8 jam) maka dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas serta

cenderung timbul kelelahan, sakit akibat kerja, dan kecelakaan kerja (Sucipto,

2014).

2. Shift Kerja

Pergeseran waktu atau shift kerja dari pagi, siang dan malam dapat

mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan kerja (Sucipto, 2014).Shift

kerja malam merupakan sumber utama dan stres bagi para pekerja. Pekerja

dengan shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut

dari pada pekerja pagi atau siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan

makan yang menyebabkan gangguan-gangguan perut (Sucipto, 2014).

Perbedaan waktu kerja di pagi, siang dan malam hari juga mempengaruhi

kelelahan tenaga kerja. Tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja pada malam

hari akan lebih besar jika dibandingkan kerja di pagi atau siang hari. Hal ini

dikarenakan jumlah jam kerja yang dipakai tidur bagi pekerja malam pada siang

harinya relatif jauh lebih kecil dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana

siang hari seperti kebisingan, suhu, keadaan terang, beban yang harus diselesaikan

pada siang hari seperti pekerjaan rumah dan mengurus anak dan oleh karena

kebutuhan badan yang tidak dapat diubah seluruhnya menurut kebutuhan, yaitu
50

terbangun oleh dorongan lapar atau buang air kecil yang relatif lebih banyak pada

siang hari.

Frekuensi unsafe action yang menyatakan rendah mengalami penurunan

pada shift sore jika dibandingkan dengan shift pagi dan terjadi penurunan

kembali pada shift malam. Serta ditemukan pekerja yang melakukan unsafe action

dengan kategori tinggi pada shift kerja malam, padahal unsafe action dengan

kategori tinggi tidak ditemukan pada shift pagi dan shift sore (Insanno, 2016).

2.1.5 Kerugian akibat kecelakaan kerja

Sebagian besar pengurus atau manajer perusahaan tidak menyadari berapa

besar biaya yang harus dikeluarkan akibat kejadian kecelakaan. Dari penilaian

secara tradisional di tempat kejadian kecelakaan, mereka hanya melihat biaya

pengobatan dan kompensasi kepada pekerja akibat kecelakaan tersebut. Hal

terburuk, maka dapat menerima biaya yang tidak terelakan yang berhubungan

dengan usahanya atau mengira bahwa biaya kecelakaan telah ditanggung oleh

perusahaan asuransi. Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui bahwa faktor-

faktor yang sama menyebabkan kecelakaan juga menyebabkan kerugian produksi,

penurunan kualitas kerja dan pengeluaran biaya ekstra. Sementara itu, untuk dapat

mengetahui faktor-faktor penyebab kecelakaan adalah dengan melakukan

langkah-langkah besar di dalam upaya pengendalian seluruh kerugian akibat

kecelakaan (Tarwaka, 2017).


51

Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada

manusia, harta benda dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan

kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan

penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa

kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi

terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat

kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan

produktivitas kerja perusahaan (Tarwaka, 2017). Selanjutnya, secara garis besar

kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi:

1. Kerugian/biaya langsung (Direct Costs): yaitu suatu kerugian yang dapat

dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap

rehabilitasi, seperti:

1. Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan

2. Biaya pengobatan dan perawatan

3. Biaya angkut dan biaya rumah sakit

4. Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan

5. Upah selama tidak mampu bekerja

6. Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dll.

2. Kerugian/biaya tidak langsung atau terselubung (Indirect Costs): yaitu

merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang

tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan,

biaya tidak langsung ini antara lain mencakup:

a. Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan keluarganya


52

b. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan

c. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan

rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan

pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit, dll.

d. Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target,

kehilangan bonus, dll.

e. Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya

f. Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti:

1) Mengurangi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan

2) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan

3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan

pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan

4) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru

5) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental

tenaga kerja.

Pada umumnya kita hanya terfokus pada kerugian atau biaya langsung,

padahal pada kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya: yang tidak langsung dan

terselubung jauh lebih besar dan mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini

seperti “Fenomena Gunung Es” dimana puncak gunung es yang nampak hanya

sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung es yang terpendam di

dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian jelas bahwa

disamping kerugian langsung akibat kecelakaan, kerugian yang tidak langsung


53

harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi

kelangsungan proses produksi perusahaan secara keseluruhan (Tarwaka, 2017).

2.1.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya

“Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan

dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja, serta tata cara dalam

melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan

kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia, serta hasil karya

budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja

pada khususnya (Sucipto, 2014).

Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sederhana yaitu dengan

menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan

kondisi tidak aman. Namun dalam prakteknya tidak semudah yang dibayangkan

karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab

langsung, penyebab dasar dan latar belakang. Oleh karena itu mulai berkembang

berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan (Ramli, 2013).

Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranya

dibahas berikut ini:

1) Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber

energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan


54

energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada

aliran energi (pathway) dan penerima.

1. Pengendalian pada sumber energi bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadi kecelakaan dapat dikendalikan langsung

pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau

administrative. Sebagai contoh mesin yang bising dapat dikendalikan dengan

mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan, memodifikasi mesin,

memasang peredam mesin, atau mengganti dengan mesin yang lebih rendah

tingkat kebisingannya.

2. Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan berikut ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada

jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima akan dapat

dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahayanya dengan

memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dan sumber bising, atau

mengurangi waktu paparan.

3. Pengendalian pada penerima

Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima

baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika

pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara

efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima dengan

meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang. Sebagai contoh untuk

mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima energi suara tersebut


55

dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga dampak bising yang timbul

dapat dikurangi (Ramli, 2010).

2) Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan

bahwa 85% kecelakaan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.

Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan

unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga

kesadaran K3 meningkat. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian

mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

1. Pembinaan dan pelatihan

2. Promosi K3 dan kampanye K3

3. Pembinaan perilaku aman

4. Audit K3

5. Komunikasi K3

6. Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practice)

3) Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Upaya mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

1. Rancangan bangunan yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan

teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelalaian instalasi atau

peralatan kerja.
56

2. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah

kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup

pengaman mesin, sistem interlock, sistem alarm, sistem instrumen, dan

lainnya

4) Pendekatan Administratif

Pendekatan administratif dapat dilakukan dengan cara: pengaturan waktu

dan jam kerja agar tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi;

penyediaan alat keselamatan kerja; mengembangkan dan menetapkan prosedur

dan peraturan tentang K3; mengatur pola kerja, sistem produksi, dan proses kerja

(Ramli, 2010).

5) Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak

kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakan. Upaya pencegahan yang

dilakukan antara lain:

1. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)

2. Mengembangkan organisasi K3

3. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk

manajemen tingkat atas (Ramli, 2010).


57

2.2 KERANGKA TEORI

Potensi Kecelakaan Kerja

Unsafe Action Unsafe condition

Faktor Manusia: Faktor Manusia: Faktor


1. Umur(2)(6)(8)(16) 1. Umur(2)(6)(8)(16) pekerjaan:
2. Tingkat 2. Tingkat
1. Lama Jam
pendidikan(2)(6)(16) pendidikan(2)(6)(16)
Kerja(2)(7)
3. Masa kerja(2)(8)(9(16) 3. Masa kerja(2)(8)(9(16) 2. Shift
4. Kelelahan(1)(5)(8) 4. Kelelahan(1)(5)(8) Kerja(2)(16)(21)
5. Pengetahuan(6)(5)(12)(15) 5. Pengetahuan(6)(5)(12)(15)
6. Sikap(6)(10)(15) 6. Sikap(6)(10)(15)
7. Stres(5)(11)(13) 7. Stres(5)(11)(13)
8. Penggunaan APD(1)(3)(14) 8. Penggunaan APD(1)(3)(14)

Potensi Kerugian(2)(5)(18): Pencegahan(3):


1. Kerugian/biaya langsung 1. Pendekatan Energi
(Derect Cost) 2. Pendekatan Manusia
2. Kerugian/ biaya tidak 3. Pendekatan Teknis
langsung (Indirect Cost) 4. Pendekatan Administratif
5. Pendekatan Manajemen

Pencegahan berhasil Pencegahan tidak berhasil

Berkurangnya unsafe action dan Peningkatan unsafe action dan


unsafe condition(3) unsafe condition

Menurunnya angka kejadian Meningkatnya angka kejadian


kecelakaan kerja kecelakaan kerja
58

Gambar 2. 8 Kerangka Teori


Sumber: Anizar, 2012(1); Cecep Dani Sucipto, 2014(2); Soehatman Ramli, 2010(3);
Eka Swaputri, 2009(4); Tarwaka, 2017(5); Soekidjo Notoatmodjo, 2010(6);
ILO, 2013(7); Suma’mur,2014(8) ;Pangestuti,2015(9);Vahedian Shahroodi et al.,
2016(10);Farid et al., 2019(11);Rudyarti, 2017(12);Kim et al., 2017(13) ;Meilindah
C et al., 2018(14); Kalalo et al., 2016(15); Anwar & Sugiharto 2018(16); Putra,
2017(17); Salami,2015(18););Rosanti,2016(19) ; Insanno, 2016(20)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi,

maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat

diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel

(Notoatmodjo, 2010) Kerangka konsep dari penelitian ini adalah:

Variabel Bebas:
1. Masa kerja Variabel Terikat:
2. Sikap
3. Pengetahuan K3 Kecelakaan Kerja
4. Kelelahan
5. Alat pengaman mesin

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2 VARIABEL PENELITIAN

3.1.1 Variabel Bebas

59
60

Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah masa kerja, sikap,

pengetahuan K3, kelelahan, dan alat pengaman mesin pada karyawan bagian

produksi wafer PT Dua Kelinci.

3.1.2 Variabel Terikat

Variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah kejadian

kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi wafer PT Dua Kelinci.

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, atau dalil sementara yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Apabila H0 ditolak p < 0,055 dan Ha diterima (p>0,05) dan Ha ditolak maka

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan

variabel independen (Dahlan, 2014).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha:

1. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

2. Ada hubungan antara sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

3. Ada hubungan antara pengetahuan K3 dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

\
61

4. Ada hubungan antara kelelahan dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

5. Ada hubungan antara alat pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

H0 :

1. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

2. Tidak ada hubungan antara sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

3. Tidak ada hubungan antara pengetahuan K3 dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

4. Tidak ada hubungan antara kelelahan dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

5. Tidak ada hubungan antara alat pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan

kerja pada karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

3.4 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

pendekatan kuantitatif. Observasional analitik merupakan jenis penelitian yang

tidak melakukan intervensi terhadap variabel penelitian. Penelitian observasional

analitik digunakan untuk mengetahui bagaimana fenomena terjadi melalui analisis

statistik korelasi untuk menguji hubungan antara satu variabel dengan variabel

lainnya (Sastroasmoro, 2014).


62

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yaitu studi yang

mempelajari hubungan variabel bebas atau independen dengan variabel terikat

atau dependen secara serentak atau dalam satu waktu di suatu populasi

(Sastroasmoro, 2014)

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Adapun definisi operasional pada penelitian ini adalah:

Tabel 3. 1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel


No. Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala
Operasional

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Masa Kerja Panjangnya waktu Kuesioner 1. Baru, jika Ordinal


terhitung mulai masa kerja
pertama kali pekerja responden
≤ 5 tahun
masuk hingga saat
2. Lama, jika
ini. masa kerja
responden
> 5 tahun
(Pusparini
et al.,
2016)

2. Sikap pekerja Reaksi atau respon Kuesioner 1. Baik , jika Ordinal


yang masih tertutup skor ≥ 30
dari seseorang (rata-rata
hasil
terhadap suatu
skoring)
pentingnya 2. Kurang
keselamatan dan baik, jika <
kesehatan kerja 30 rata-rata
terkait dengan hasil
tindakan tidak aman skoring)
selama bekerja (Arikunto,
2016)
3. Pengetahuan Hasil proses tahu Kuesioner 1. Rendah Ordinal
K3 setelah melalui (jika skor
proses pengindraan jawaban
benar
63

terhadap responden
keselamatan dan ≤75%)
kesehatan terkait 2. Tinggi
(Jika skor
dengan kecelakaan
jawaban
kerja benar
responden
>75%)
(Wawan,
2011)

4. Kelelahan Suatu mekanisme Kuesioner 1. Sangat Ordinal


kerja perlindungan tubuh lelah, jika
agar tubuh terhindar skor >31
2. Lelah, jika
dari kerusakan lebih
skor 23-
lanjut, yang dinilai 31
berdasarkan 3. Kurang
kelelahan subyektif lelah, jika
pada pekerja skor <23
(Safira et
al., 2020)

5. Pengaman Sarana yang Kuesioner 1. Ada (jika Ordinal


mesin disediakan untuk terdapat
melindungi pekerja pengaman
kontak fisik yang mesin)
membahayakan 2. Tidak ada
dengan bagian- ( jika tidak
bagian mesin dan terdapat
alat pengaman pengaman
lainnya disediakan. mesin)
(Sulhinaya
tillah,
2017)

6. Kecelakaan Kecelakaan kerja Kuesioner 1. Pernah Ordinal


kerja adalah kecelakaan (jika
yang terjadi responden
pernah
berhubungan dengan
mengalami
hubungan kerja, kecelakaan
termasuk kecelakaan kerja pada
yang terjadi dalam bagian
perjalanan berangkat produksi
dari rumah menuju wafer)
tempat kerja atau 2. Tidak
pernah
sebaliknya(Permena
64

ker Nomor 7 Tahun (jika


2017 tentang responden
Program Jaminan tidak
pernah
Sosial Tenaga Kerja
mengalami
Indonesia). kecelakaan
kerja pada
bagian
produksi
wafer)

3.6 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.6.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan sejumlah subjek besar yang memiliki karakteristik

tertentu. Dalam hal ini karakteristik yang dimaksud ditentukan sesuai dengan

tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2014). Populasi penelitian ini yaitu karyawan

pada bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci. Jumlah populasi penelitian ini yaitu

1100 orang.

3.6.2 Sampel Penelitian

3.6.2.1 Perhitungan Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki karakteristik

tertentu (Susila & Suyanto, 2014). Sampel merupakan bagian dari populasi yang

dipilih dengan cara sampling dianggap dapat mewakili populasinya

(Sastroasmoro, 2014). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel

merupakan salah satu jenis probability sampling yaitu pengambilan sampel yang
65

memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel

(Susila & Suyanto, 2014).

Rumus sampel menggunakan rumus Taro Yamane/Slovin (Susila &

Suyanto, 2014) :

n=

n=

n = 92
Keterangan :

n = besar sampel

N = jumlah populasi

d = tingkat kepercayaan yang digunakan 0,1 (10%)

Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel minimal

sebesar 92 pekerja. Penambahan sampel minimal sebanyak 10% digunakan untuk

mencegah apabila terdapat ketidaksesuaian sampel pada penelitian sehingga

sampel minimal menjadi sebanyak 102 pekerja.

3.6.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random

sampling. Simple random sampling merupakan teknik yang digunakan untuk

mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dengan

demikian, setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh
66

peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi

(Sastroasmoro, 2014). Jumlah sampel yang digunakan peneliti adalah 102

responden yaitu karyawan bagian produksi wafer di PT Dua Kelinci.

3.7 SUMBER DATA PENELITIAN

3.7.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara

terhadap pekerja yang menjadi responden penelitian dengan menggunakan

kuesioner. Adapun data yang diperoleh adalah masa kerja, sikap, pengetahuan K3,

kelelahan, dan alat pengaman mesin pada karyawan bagian produksi wafer PT.

Dua Kelinci.

3.7.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang atau

pelengkap data primer yang ada relevansinya dengan keperluan penelitian. Data

sekunder diperoleh dari buku, laporan, jurnal, dan referensi lain yang berkaitan

dengan tema penelitian. Adapun data sekunder yang diperoleh dari PT. Dua

Kelinci adalah data kecelakaan kerja dan dokumen/catatan K3 perusahaan.

3.8 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA

3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data saat pelaksanaan penelitian. Instrumen yang digunakan


67

dalam penelitian ini yaitu Kuesioner untuk memperoleh data primer dari

responden.

3.8.1.1 Kuesioner

Kuesioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan

mengajukan beberapa pertanyaan yang tertulis dan telah disusun sebelumnya serta

harus diisi oleh responden (Susila; Suyanto, 2014). Kuesioner penelitian ini

digunakan untuk memperoleh informasi terkait nama, usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan,masa kerja, dan faktor-faktor berdasarkan variabel penelitian seperti

masa kerja, sikap, pengetahuan K3, kelelahan, dan alat pengaman mesin pada

karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci. Peneliti menggunakan alat tulis

untuk mengisi pertanyaan yang tersusun dalam kuesioner. Kamera digunakan

untuk dokumentasi saat pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung.

3.8.1.2 Uji Validitas

Validitas merupakan indeks untuk menyatakan sejauh mana data yang

ditampung pada suatu alat akan mengukur apa yang diukur (Susila & Suyanto,

2014). Guna mengetahui kuesioner yang telah disusun dapat mengukur atau tidak,

maka harus dilakukan uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment.

Apabila seluruh pertanyaan memiliki korelasi yang bermakna (construct validity),

maka seluruh item dalam kuesioner dapat mengukur apa yang diukur.

Pada uji validitas menggunakan cara dimana hasil akhirnya (r hasil)

dibandingkan dengan r tabel. Apabila r hasil > r tabel, maka item pertanyaan
68

tersebut dinyatakan valid. Namun, sebaliknya apabila r hasil < r tabel maka item

pertanyaan dinyatakan tidak valid. Dalam penelitian uji validitas akan dilakukan

di divisi Tic Tac dengan jumlah responden 30 orang.

Diketahui r tabel dengan N = 30 taraf signifikansi 5% yaitu (0,361). Hasil

akhir dari uji validitas dalam penelitian ini membandingkan r hasil dengan r tabel

(0,361). Dari 30 butir pertanyaan yang diajukan, terdapat 5 pertanyaan yang

dinyatakan tidak valid. 5 butir pertanyaan terdiri dari 1 butir yaitu item 7 pada

variabel sikap kerja, 4 butir pada pertanyaaan pengetahuan K3 yaitu item 3, item

4, item 6, item 13. Dari hasil uji validitas terdapat 25 pertanyaan yang dinyatakan

valid, maka total butir pertanyaan yang digunakan untuk instrumen penelitian ada

45 pertanyaan yang terdiri dari 25 butir pertanyaan valid, 17 butir pertanyaan

kelelahan kerja yang diambil dari Kuesioner Umum Perasaan Kelelahan Kerja

(KAUPK2) dan 3 butir pertanyaan kecelakaan kerja.

3.8.1.3 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur

dapat dipercaya, dengan kata lain alat ukur tersebut dikatakan dapat dipercaya

apabila memberikan hasil pengukuran yang relatif ajeg (konsisten) (Susila &

Suyanto, 2014).

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan uji Cronbach’s

Alpha. Apabila nilai r Alpha > r tabel maka item pertanyaan dapat dikatakan

reliabel. Namun, sebaliknya apabila nilai r Alpha < r tabel maka item pertanyaan
69

tidak reliabel (Widiyanto, 2010). Dalam penelitian uji reliabilitas akan dilakukan

di divisi Tic Tac dengan jumlah responden 30 orang.

Diketahui N=30 taraf signifikansi 5% maka menggunakan r tabel (0,361)

untuk membandingkan dengan r Alpha. Dari hasil uji reliabilitas, diperoleh hasil r

Alpha lebih besar nilainya dibandingkan dengan r tabel (0,361), sehingga dari 57

butir pertanyaan yang valid dinyatakan reliabel.

3.9 PROSEDUR PENELITIAN

Langkah pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu:

3.9.1. Tahap Pra Pengambilan Data

Tahap pra pengambilan data adalah kegiatan sebelum melakukan

penelitian.

Adapun langkah-langkah dalam tahap pra pengambilan data:

1. Koordinasi dengan pihak perusahaan tentang tujuan dan prosedur penelitian

2. Penentuan responden yakni karyawan bagian produksi wafer PT. Dua Kelinci.

3. Pengarahan dilakukan pada semua responden penelitian tentang prosedur

pengisian kuesioner.

3.9.2 Tahap Pelaksanaan Perolehan Data

Data merupakan faktor pokok yang sangat penting dalam setiap penelitian.

Untuk memperoleh data yang diinginkan, pelaksanaan penelitian ini dilakukan

dengan cara sebagai berikut:


70

1. Koordinasi dengan pihak K3 mengenai rencana pelaksanaan pengambilan data

di lapangan nanti agar pada saat penentuan sampel, pengambilan kuesioner

berjalan dengan lancar.

2. Penentuan sampel penelitian yakni karyawan pada produksi wafer PT.Dua

Kelinci

3. Membagikan dan meminta agar responden penelitian mengisi kuesioner yang

sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

4. Pengumpulan kembali kuesioner yang telah dibagikan kepada responden agar

data tersebut dapat diolah dan dianalisis.

3.9.3 Tahap Pasca Pengambilan Data

Tahap pasca pengambilan data adalah kegiatan setelah melakukan

pengambilan data. Adapun langkah-langkah pada tahap pasca pengambilan data

adalah:

1. Pencatatan hasil pengambilan data

2. Melakukan pengolahan dan analisis data

3.10 TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data merupakan metode yang digunakan untuk membuat

data menjadi informasi yang lebih mudah dimengerti dan berguna untuk

menemukan solusi masalah. Analisis data dilakukan setelah data diinput dalam

program komputer SPSS. Data yang telah di input dilakukan analisis univariat dan

bivariat, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.


71

3.10.1 Analisis Univariat

Fungsi dari analisis univariat yaitu mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Bentuk analisis univariat bergantung

pada jenis data. Hasil analisis univariat pada umumnya disajikan dalam bentuk

tabel berupa distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel penelitian.

3.10.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan setelah analisis univariat untuk menguji

hipotesis kemaknaan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Hasil dari analisis bivariat berupa distribusi pada tiap variabelnya (Notoatmodjo,

2010)

Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi-Square

karena skala data nominal dan ordinal dengan taraf signifikan 95% dan nilai

kemaknaan 5%. Ketentuan uji Chi-Square adalah :

1. Dalam uji statistik ini tidak boleh ada nilai observed yang nol (0) dan

maksimal nilai Expected (E) < 5 adalah 20% dari jumlah seluruh sel. Jika

tidak memenuhi ketentuan tersebut maka menggunakan uji alternatif Chi-

Square yaitu uji Fisher.

2. Jika menggunakan uji Chi-Square, maka hasil dapat dibaca di bagian Pearson

Chi-Square. Sedangkan, apabila menggunakan uji Fisher maka yang dibaca di

bagian Fisher Exact Test.


72

3. Hasil analisis dapat dilihat dari nilai p. Apabila p value ≥ α (0,05) maka Ho

diterima yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat. Namun, sebaliknya jika p value < α (0,05) maka Ha

diterima yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

variabel bebas dengan variabel terikat.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.1 GAMBARAN UMUM

4.1.1 PT Dua Kelinci

PT Dua Kelinci merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam

bidang penyedia makanan terkemuka di Indonesia. PT Dua Kelinci berlokasi di

Jl. Raya Pati - Kudus RW.3, Lumpur, Bumirejo, Kec. Margorejo, Kabupaten Pati,

Jawa Tengah 59163. Produk perusahaan ini terkenal dengan merek Dua Kelinci.

Perjalanan perusahaan ini dimulai sejak tahun 1972 di Surabaya. Berawal dari

usaha repacking kacang garing yang berlabel “Sari Gurih” yang berlogo gambar

dua kelinci. Dengan berkembangnya bisnis, pada tanggal 15 Juli 1985,

didirikanlah PT Dua Kelinci yang kini menjelma menjadi produsen kacang

terkemuka di Indonesia dengan menerapkan sistem manajemen kualitas produk

berstandar internasional. Usaha repacking kacang ini yang didirikan oleh Bapak

Ho Sie Ak dan Ibu Lauw Bie Giok di Pati Jawa Tengah merupakan cikal bakal

tumbuhnya industri kacang garing besar di Indonesia. Selanjutnya sejak

didirikannya perusahaan oleh Bapak Ali Arifin dan Bapak Hadi Sutiono merek

produk pun berubah dikarenakan sebagian besar konsumen lebih suka menyebut

Dua Kelinci dibandingkan dengan Sari Gurih.

Perkembangan usaha kacang ini semakin meningkat dengan pesat, sejak

tahun 2000 perusahaan terus melakukan pengembangan produk dengan

73
74

memproduksi varian kacang kulit, kacang berbalut tepung, serta produk makanan

ringan berbahan dasar tepung. Hal ini seiring dengan pengembangan teknologi

modern pada peralatan dan mesin produksi. Selanjutnya perusahaan

mengembangkan produk yang berbasis pada biji-bijian atau serealia. Dengan visi

“menjadi yang terbaik di bidang food and beverage industry”, perusahaan

berkomitmen untuk terus memperbaiki mutu produksi dengan menerapkan

standar manajemen yang berstandar internasional, serta menjaga manajemen

keamanan dan kehalalan pangan. Saat ini produk Dua Kelinci tidak hanya dapat

memenuhi permintaan konsumen dalam negeri saja, namun juga mampu hingga

menembus pasaran internasional seperti, Australia, Malaysia, Singapura, Brunei

Darussalam, Filipina, Thailand, Hong Kong, China, Jepang, Saudi Arabia,

Amerika Serikat, Kanada, Belanda, dan beberapa negara lainnya. Beberapa

produk PT Dua Kelinci antara lain Kacang Garing “Dua Kelinci”, Garlic Nut,

Super Nut, Sanghai, Sukro, Tic-Tac, Krip-krip, Polongmas, Polongku, Koroku,

Marningku, Lofet, Mix Nut, Sir Jus, Tortilla, dan Wafer.

Total pekerja yang terdapat di PT Dua Kelinci berjumlah 7000 karyawan

yang terbagi di tiap unit gedung. PT Dua Kelinci menerapkan hari kerja

karyawannya selama 6 hari dalam seminggu, mulai hari Senin sampai hari Sabtu

dengan jam kerja 8 jam/hari. Pembagian karyawan terbagi menjadi 4 yaitu non

shift, shift 1, shift 2 dan shift 3 dengan jam produksi 24 jam produksi dalam sehari.

Pada penelitian ini dilakukan pada divisi wafer dengan fokus pada area

produksi wafer. Pada divisi wafer memproduksi produk wafer dengan berbagai

macam varian seperti, wafer mini bites, Deka Wafer Roll kemasan kaleng, deka
75

crepes, dan lain-lain. Dengan berbagai macam varian tersebut penulis berfokus

pada Deka Wafer Roll kemasan kaleng karena deka wafer roll kemasan kaleng

diproduksi secara continue pada tiap bulannya dan memiliki permintaan terbanyak

dibandingkan dengan produk lainnya. Jumlah karyawan pada divisi wafer

sebanyak 1000 orang dan jam produksi 24 jam dalam sehari. Dalam melakukan

proses produksinya divisi wafer menggunakan tipe produksi campuran antara

make-to-order dan make-to-stock, namun lebih dominan menggunakan tipe

produksi make-to-order yang artinya memproduksi barang ketika ada pesanan

dan memproduksi barang untuk safety stock.

4.1.2 Visi dan Misi

4.1.2.1 Visi PT Dua Kelinci

Menjadi produsen makanan ringan paling populer di Indonesia, dan akan

menjadi pelopor kesempurnaan dalam metode pengolahan makanan dan etika

bisnis.

4.1.2.2 Misi PT Dua Kelinci

Untuk mencapai visi tersebut, PT Dua Kelinci terus akan berusaha untuk:

1. Meningkatkan daya saing dengan fokus pada kualitas, efisiensi dan perbaikan

teknologi.

2. Bekerja secara konsisten untuk meningkatkan kinerja dan memperkuat merek

perusahaan dengan memanfaatkan jaringan dan memperluas distribusi global

kami.
76

3. Bersaing dalam kualitas dengan menjadi efisien dan menerapkan teknologi

baru, dan tetap responsif terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen di

Indonesia dan Internasional.

4.1.3 Proses Produksi Wafer

Alur produksi wafer PT Dua Kelinci

Raw Material Ware House

Grinding Formulasi

Mixing Milling

Backing Roll

Wafer roll Wafer minibites

Packing

Finishing

Gambar 4. 1 Alur Produksi Wafer


Proses produksi wafer adalah sebagai berikut :

1. Persiapan

Persiapan adalah dilakukan sebelum proses produksi yang terdiri dari tahap

sebagai berikut :
77

a Transfer dari luar gedung produksi ke ruang antara

Transfer dari luar gedung produksi ke ruang antara merupakan proses

pemindahan bahan baku dari luar gedung produksi ke dalam gedung

produksi. Ruang antara sendiri merupakan ruang yang digunakan untuk

menyimpan bahan baku sementara dari luar gedung. Ruang antara berfungsi

untuk menjaga agar kualitas bahan tetap terjaga kebersihannya dan terhindar

dari hewan serta serangga. Selain itu orang yang bertugas di ruang antara

tidak boleh keluar ruang antara demi menjaga kebersihan produk bahan baku.

Alat dan bahan yang digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet,

ampalan, dan bahan mentah yang akan digunakan dalam produksi

b Transfer dari ruang antara ke ruang raw material

Transfer dari ruang antara ke ruang raw material adalah proses pemindahan

bahan baku ke dalam ruang penyimpanan sebelum dibawa ke ruang

formulasi. Di dalam ruang material sangat dijaga suhu dan kebersihannya.

Suhu maksimal di dalam ruang antara adalah 25⁰C. Alat yang digunakan

dalam proses ini antara lain hand pallet, ampalan, ember, sedangkan bahan

yang dibutuhkan adalah bahan mentah yang akan digunakan dalam produksi

c Transfer dari raw material

Transfer dari ruang raw material ke ruang formulasi adalah proses

pemindahan bahan baku untuk dibawa ke ruang formulasi. Ruang formulasi

merupakan ruangan untuk meracik bahan-bahan yang akan di proses, dan

menimbang bahan-bahan agar sesuai dengan takaran yang dibutuhkan. Alat

yang digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet, ampalan, ember,
78

sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu bahan mentah yang akan digunakan

dalam produksi

d Grinding

Grinding adalah proses menyaring dan membuat takaran bahan untuk adonan

kulit wafer sehingga menghasilkan bahan yang halus dan siap untuk

dilakukan proses pencampuran. Alat yang digunakan dalam proses ini antara

lain hand pallet, ampalan, ember besar, ember kecil, timbangan, sarung

tangan. Bahan yang dibutuhkan dalam proses ini adalah bahan mentah untuk

wafer seperti tepung, gula, garam, pewangi makanan dll.

e Formulasi

Formulasi adalah proses mengambil dan menimbang bahan untuk takaran

adonan pasta sesuai dengan kriteria dan rasa yang akan dibuat. Selain itu juga

dilakukan persiapan dan penimbangan untuk pewarna, perasa, garam glucose,

maltitol, minyak goreng, lecithin sesuai dengan ketentuan yang ada. Alat

yang digunakan dalam proses ini antara lain spidol board marker, papan

tulis,, krat hand pallet, ampalan, ember besar, ember kecil, timbangan 600 gr,

timbangan 6 kg timbangan 150 kg, sarung tangan. Bahan yang digunakan

dalam proses ini adalah bahan mentah untuk formulasi pasta seperti pewarna,

perasa, garam glucose, maltitol, minyak goreng, lecithin dll.

2. Mixing

Mixing adalah proses pencampuran bahan bahan baku kulit di dalam mesin

tank mill (TM). Dengan lama waktu mixing selama 15 menit. Alat yang

digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet, ampalan, ember besar, ember
79

kecil, sarung tangan, dan mesin Turbo Mix. Bahan yang digunakan dalam proses

ini adalah semua formulasi yang didapatkan dari proses grinding.

3. Milling

Milling adalah proses pencampuran bahan baku pasta di dalam mesin ball

mill (BM). Untuk membuat adonan pasta diperlukan waktu kurang lebih selama 1

jam. Alat yang digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet, ampalan,

ember besar, ember kecil, sarung tangan, toples, gayung, solet dan mesin Ball Mill

Machine Cyclone KBM 500. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah

semua formulasi dari proses formulasi pasta

4. Backing roll

Backing roll adalah proses pembuatan wafer roll pengisian pasta ke dalam

adonan kulit yang sudah berbentuk roll (tabung) setelah dipanaskan di dalam

mesin WS. Alat yang digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet,

ampalan, ember besar, solet, pisau pembersih, kursi, sarung tangan dan mesin

Wafer Stick Machine KWS3RVS. Bahan yang digunakan dalam proses ini antara

lain adonan dari proses mixing untuk kulit wafer dan milling untuk pasta/isian

5. Pemotongan wafer

Pemotongan wafer dilakukan untuk wafer roll dengan variasi mini bites

dengan proses pemotongan wafer menjadi ukuran lebih kecil menggunakan mesin

mini bite. Alat yang digunakan dalam proses ini antara lain hand pallet, ampalan,

box, pisau pembersih, kursi, sarung tangan dan mesin mini bite. Bahan yang

digunakan dalam proses ini adalah wafer stick .


80

6. Packing

Packing adalah tahap pengemasan wafer yang sudah jadi. Proses packing

terdiri dari beberapa tahap yaitu :

a. Packing standing pouch

Packing standing pouch adalah packing wafer mini bite dengan variasi

kemasan standing pouch. Kemasan dalam bentuk standing pouch tidak

dikemas lagi menggunakan kaleng melainkan langsung menggunakan

kardus. Alat yang digunakan dalam proses ini antara lain box, ampalan,

kemasan standing pouch dan mesin standing food Multihead Weigher Zy-

2010. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah wafer mini bite.

b. Packing gusete

Packing gusete adalah proses awal packing deka wafer roll kemasan kaleng.

Dibungkus dengan gusete terlebih dahulu dengan tujuan agar wafer terjaga

kebersihannya dan tahan lama serta tidak bersentuhan langsung dengan

kaleng yang berbahan dasar dari alumunium. Setelah dimasukan dalam

kemasan gusete kemasan di timbang untuk memastikan bahwa berat dari

wafer deka roll yang dimasukkan ke dalam gusete sudah sesuai dengan

standar yang tercantum di dalam kemasan kaleng. Jika berat sudah sesuai

dilakukan sealing gusete menggunakan mesin sealing manual yang

dijalankan oleh pekerja. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah box,

ampalan, sarung tangan, timbangan, kemasan gusete, tray, bed timbang, bed

wafer stick, meja, pallet dan mesin sealing MSn4W. Bahan yang digunakan

dalam proses ini adalah wafer mini bite.


81

c. Packing kaleng

Proses ini merupakan proses untuk memasukkan kemasan gusete yang

sudah di lop ke dalam kemasan kaleng. Alat yang digunakan dalam proses

ini antara lain box, ampalan, kemasan kaleng, selotip kaleng. Bahan yang

digunakan adalah wafer kemasan gusete

d. Packing kardus

Proses ini dilakukan dengan memasukkan ke dalam kardus dan ditimbang

Kembali untuk memastikan berat dari kardus tersebut sudah sesuai dengan

netto yang tertera dalam kardus. . Alat yang digunakan dalam proses ini

antara lain box, ampalan, kemasan kardus, selotip, pemotong selotip, spidol

hand pallet. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah wafer kemasan

kaleng, kardus kecil dan kemasan standing packing

7. Finishing

Finishing dilakukan dengan transfer wafer packing kardus ke area barang

jadi untuk dilakukan pengecekan akhir oleh QA. Pemeriksaan akhir oleh QA

adalah proses pemeriksaan akhir yang dilakukan oleh QA dengan beberapa

indikator penilaian seperti berat produk, kemasan produk, kadar air, dan lain-lain.

Jika lolos pemeriksaan akhir maka produk akan dikirim ke Gudang dan jika tidak

lolos maka akan masuk ke dalam produk reject yang biasanya dijual di dalam

koperasi PT Dua Kelinci. Produk deka wafer roll yang sudah lolos pemeriksaan

QA dinaikkan ke atas conveyor menuju Gudang penyimpanan.


82

4.2 KECELAKAAN KERJA PADA PRODUKSI WAFER DI PT DUA

KELINCI

4.2.1 Gambaran Kecelakaan Kerja pada Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan PT Dua Kelinci bagian

yang memiliki kasus kecelakaan tertinggi dengan frekuensi sering terdapat pada

produksi wafer. Berikut data kecelakaan kerja pada bagian produksi wafer PT Dua

Kelinci :

Tabel 4. 1 Data Kecelakaan Kerja Produksi Wafer

Tahun Total Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Kecelaka Ringan (%) Sedang (%) Berat (%)
an Kerja (Kasus) (Kasus) (Kasus)
2018 62 56 90,4 % 6 9,6 % 0 0
2019 67 57 85 % 10 15 % 0 0
2020 64 58 90,6 % 6 9,4 % 0 0

. Pada tahun 2018 produksi wafer PT Dua Kelinci mengalami kecelakaan

sebanyak 62 kasus dengan jumlah kasus kecelakaan ringan sebanyak 56 kasus

(90,4%) dan kecelakaan sedang 6 kasus (9,6%). Pada tahun 2019 kasus

kecelakaan kerja pada produksi wafer meningkat menjadi 67 kasus dengan

kecelakaan ringan sebanyak 57 kasus (85%) dan kecelakaan sedang sebanyak 10

kasus (15%). Kasus kecelakaan kerja pada tahun 2020 mengalami penurunan

menjadi 64 kasus dengan jumlah kecelakaan ringan sebanyak 58 kasus (90,6%)

dan kecelakaan ringan sebanyak 6 kasus (9,4%). Kecelakaan kerja pada bagian

produksi wafer hampir sepenuhnya merupakan jenis kecelakaan ringan sampai

sedang sehingga dalam perawatanya hanya dilakukan tindakan oleh bagian

poliklinik PT Dua Kelinci. Pada beberapa kasus kecelakaan kerja yang


83

memerlukan tindakan medis lebih lanjut akan dirujuk ke rumah sakit rujukan

yaitu Rumah Sakit Keluarga Sehat.

Berdasarkan data kecelakaan di atas selama 3 tahun terakhir tidak terdapat

kecelakaan kerja jenis berat. Sebagian besar kecelakaan kerja yang terjadi di

produksi wafer PT Dua Kelinci adalah kecelakaan ringan contoh kasus kecelakaan

kerja ringan yaitu terlalu kencang saat mendorong hand pallet sehingga terjatuh

dan terkena kaki kanan, diagnosa oleh bagian poliklinik yaitu contusio dengan

proses penyembuhan 1 hari. Kasus kecelakaan kerja ringan yang lain adalah jatuh

saat melakukan packing wafer secara manual dengan diagnosa dari bagian

poliklinik yaitu nyeri lutut dengan proses penyembuhan istirahat selama 1 hari.

Selain kecelakaan kerja ringan juga terjadi kecelakaan kerja sedang, kasus

diantaranya adalah saat memotong wafer menggunakan mesin potong jari tangan

mengalami luka robek (vulnus laceratum) dan dilakukan tindakan oleh bagian

poliklinik juga rujukan ke Rumah Sakit Keluarga Sehat. Proses penyembuhan

yang dibutuhkan luka kecelakaan kerja sedang seperti kasus tersebut berkisar

lebih dari 2 hari.

Kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di produksi wafer yang memiliki

frekuensi terbanyak dan berulang dalam tiga tahun terakhir adalah kecelakan pada

bagian pemotongan wafer dengan mesin potong mini bite, kecelakaan pada saat

melakukan proses selling, kecelakaan kerja terkena ampalan dan hand pallet. Pada

tahun 2018 dari 62 kasus kecelakaan kerja terjadi kecelakaan kerja pada bagian

proses pemotongan wafer sebanyak 19,3% (12 kasus), sebanyak 11% (7 kasus)

kecelakaan kerja pada bagian proses selling, dan sebanyak 4,8% (3 kasus)
84

kecelakaan pada proses kerja menggunakan ampalan dan hand pallet. Pada tahun

2019 dari 67 kasus kecelakan kerja terdapat kasus kecelakaan kerja pada bagian

proses pemotongan wafer sebanyak 34,3% (23 kasus), sebanyak 9% (6 kasus)

kecelakaan kerja pada proses selling, dan sebanyak 6% (4 kasus) kecelakaan kerja

pada proses kerja menggunakan ampalan dan hand pallet. Pada tahun 2020 dari

64 kasus terdapat 28 % (18 kasus) kecelakaan kerja pada bagian proses

pemotongan wafer, sebanyak 11% (7 kasus) pada bagian proses selling, sebanyak

9,3% (6 kasus) kecelakaan kerja pada proses kerja menggunakan ampalan dan

hand pallet. Selain kejadian kecelakan di atas terdapat kecelakaan kerja lain yang

bervariatif diantaranya terkena mesin, terpeleset, terkena tangki yang panas,

terkena alat kerja dengan permukaan tajam, terkena percikan las saat memperbaiki

mesin, terjepit mesin dan lain-lain.

Berdasarkan data kecelakaan dan wawancara dengan pihak K3 perusahaan

dan kepala mandor bagian, kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan karena

kurangnya konsentrasi pada saat bekerja, kurang memperhatikan pemakaian alat

kerja yang digunakan dan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP)

4.2.2 Identifikasi Resiko Bahaya dan Kecelakaan pada Produksi Wafer PT

Dua Kelinci

Identifikasi resiko bahaya dan kecelakaan kerja pada produksi wafer PT

Dua Kelinci salah satunya dilakukan dengan pembuatan dokumen Hazard

Identification and Risk Assessment (HIRA). HIRA merupakan salah satu metode

identifikasi kecelakaan kerja dengan penilaian risiko sebagai salah satu poin
85

penting untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3). Pembuatan HIRA bertujuan untuk mengidentifikasi

potensi-potensi bahaya yang terdapat di suatu perusahaan untuk dinilai besarnya

peluang terjadinya suatu kecelakaan atau kerugian. Cara melakukan identifikasi

bahaya dengan mengidentifikasi seluruh proses/area yang ada dalam segala

kegiatan kerja, mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek keselamatan dan

kesehatan kerja pada setiap proses/area yang telah diidentifikasi sebelumnya dan

identifikasi K3 dilakukan pada suatu proses kerja baik pada kondisi normal,

abnormal, emergency, dan maintenance.

Dokumen HIRA untuk proses produksi wafer belum dibuat oleh pihak K3

PT Dua Kelinci, maka dari itu dokumen HIRA proses produksi wafer dibuat oleh

peneliti. Langkah- langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan dokumen

HIRA adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari proses produksi wafer melalui metode observasi langsung dan

studi dokumen instruksi kerja dan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Mengidentifikasi proses dan potensi bahaya secara langsung menggunakan

metode observasi pada bagian produksi wafer.

3. Menganalisis dan menilai tingkat keseringan ( likelihood) kecelakaan yang

terjadi dengan metode wawancara dengan kepala bagian dan studi dokumen

data kecelakaan kerja pada bagian produksi wafer PT Dua Kelinci. Penilaian

tingkat keseringan terdapat beberapa kategori yang dibagi dalam tabel

dibawah ini :
86

Tabel 4. 2 Tabel penentuan tingkat keseringan ( likelihood)

Skala Tingkat Definisi Penjelasan


keseringan
1 Rare Hampir tidak Terjadi 1 kali dalam masa
pernah, sangat lebih dari 1 tahun
jarang terjadi
2 Unlikely Jarang Bisa terjadi 1 kali dalam 1
tahun
3 Possible Dapat terjadi Bisa Terjadi 1 kali dalam 1
sekali-sekali bulan
4 Likely Sering Bisa Terjadi 1 kali dalam 1
minggu
5 Almost Certain Dapat terjadi setiap Terjadi hampir setiap hari
saat
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 2004

4. Menganalisis dan menilai tingkat konsekuensi (consequence) dengan

memperhatikan aspek keparahan. Penilaian keparahan dibagi kedalam 5

kategori yang dibagi ke dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4. 3 Tabel penentuan tingkat konsekuensi (consequence)

Skala Tingkat Definisi Penjelasan


keseringan
1 Insignificant Tidak terjadi cedera, Terjadi insiden kecil atau
kerugian finansial disertai kerugian material
sedikit. nihil sampai dengan sanga
kecil ( Rp 0 s/d Rp 50.000)
per orang
2 Minor Cedera ringan, Terjadi kecelakaan dan
87

kerugian finansial dibutuhkan tindakan P3K


sedang. setempat, atau disertai
kerugian materi sedang (
Rp 50.000 s/d Rp 100.000)
per orang.
3 Moderate Cedera sedang, perlu Terjadi kecelakaan dan
penanganan medis, dibutuhkan bantuan tenaga
kerugian finansial medis (berobat jalan), atau
besar. disertai dengan kerugian
materi cukup besar ( Rp
100.000 s/d Rp 400.000)
per orang.
4 Major Cedera berat >1 Terjadi kecelakaan dan
orang, kerugian besar, dibutuhkan perawatan inap
gangguan produksi. di rumah sakit, atau
disertai dengan kerugian
materi besar (Rp 400.000
s/d Rp 10.000.000) per
orang sehingga
menghambat proses
produksi.
5 Catastrophic Fatal > 1 orang, Terjadi kecelakaan yang
kerugian sangat besar menimbulkan cacat tetap
dan dampak sangat atau kematian, atau
luas terhentinya disertai dengan kerugian
seluruh kegiatan. materi yang sangat besar (
> Rp 10.000.000) per
orang dan dapat
menghentikan seluruh
kegiatan proyek.
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 2004
88

5. Menganalisis dan melakukan perhitungan risiko tingkat risiko dengan metode

analisis semi kuantitatif yang dibagi ke dalam matriks risiko yang dijelaskan

di dalam tabel dibawah ini

Tabel 4. 4 Matriks Tingkat Risiko

Frekuensi Dampak Risiko

Risiko 1 2 3 4 5

5 H H E E E

4 M H H E E

3 L M H E E

2 L L M H E

1 L L M H H

Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 2004

Keterangan :

E : Ekstrim Risk, tidak dapat ditoleransi sehingga perlu penanganan dengan

segera.

H : High Risk, risiko yang tidak diinginkan, hanya dapat diterima jika

pengurangan risiko tidak dapat dilaksanakan sehingga perhatian khusus

dari pihak manajemen.

M : Moderate Risk, risiko yang dapat diterima namun memerlukan tanggung

jawab yang jelas dari manajemen.

L : Low Risk, risiko yang dapat diatasi dengan prosedur rutin.

6. Melakukan diskusi & konsultasi dengan pihak K3 PT Dua Kelinci


89

Dari langkah- langkah pembuatan HIRA diatas didapatkan penilaian risiko

dalam bentuk HIRA. Berikut dokumen HIRA pada produksi wafer PT Dua

Kelinci :
90

Tabel 4. 5 Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) produksi wafer PT Dua Kelinci

Area Proses kerja Resiko Bahaya Perhitungan Risiko Nilai Tingkat Resiko
L C Risiko
(Likelihood) (Conseque
nce)
Formulasi Memindahan bahan Kaki atau badan terkena, 3 2 M Moderate Risk
mentah dan bahan hand pallet, ampalan dan
formula ke bagian bahan mentah berat.
timbangan Terpeleset karena lantai licin. 2 2 L Low Risk
Gangguan pernapasan saat 2 2 L Low Risk
menimbang bahan serbuk dan
formula.
Memindahan bahan Kaki atau badan terkena, 3 2 M Moderate Risk
formula dan bahan hand pallet, ampalan dan
mentah ke ruang bahan mentah berat
batching Kejatuhan bahan mentah saat 2 2 L Low Risk
menata dengan bahan formula
Mixing Memindahan bahan Kaki atau badan terkena, 3 2 M Moderate Risk
formula dan bahan hand pallet, ampalan dan
mentah dari ruang bahan mentah berat.
batching ke area Terpeleset karena lantai licin. 2 2 L Low Risk
mixing.
Mengambil air Terkena mesin boiler 1 3 M Moderate Risk
panas dari mesin Terkena air panas
91

boiler
Menuangkan bahan Kejatuhan bahan mentah saat 2 2 L Low Risk
mentah ke dalam menuangkan
mesin turbo mix Gangguan pernapasan saat 2 2 L Low Risk
menuangkan bahan serbuk.
Terkena air panas saat saat 2 3 M Moderate Risk
melakukan pencampuran
bahan.
Terpeleset karena lantai licin. 3 2 M Moderate Risk
Mengambil bahan Bahaya ergonomis karena 2 2 L Low Risk
formulasi wafer harus jongkok secara
yang sudah berulang
tercampur
Memindahkan Kaki atau badan terkena, 2 2 L Low Risk
bahan formulasi hand pallet, troli, ampalan
wafer yang sudah dan bahan formulasi yang
tercampur ke berat
bagian backing roll
Kejatuhan bahan formulasi 2 2 L Low Risk
saat pengangkatan
Milling Memindahan bahan Kaki dan badan terkena, hand 3 2 M Moderate Risk
formula dan bahan pallet, ampalan dan bahan
mentah dari ruang mentah berat.
batching ke area
milling.
92

Mengambil air Terkena mesin boiler 2 2 L Low Risk


panas dari mesin Terkena air panas
boiler Terpeleset karena lantai licin. 2 2 L Low Risk
Menuangkan bahan Kejatuhan bahan mentah saat 2 2 L Low Risk
formulasi ke dalam menuangkan
mesin Ball Mill Gangguan pernapasan saat 1 2 L Low Risk
Machine menuangkan bahan serbuk.
Terkena air panas saat saat 2 3 M Moderate Risk
melakukan pencampuran
bahan.
Terpeleset karena lantai licin. 2 2 L Low Risk
Memindahkan Kaki dan badan terkena, hand 3 2 M Moderate Risk
bahan formulasi pallet, troli, ampalan dan
wafer yang sudah bahan formulasi yang berat
tercampur ke
bagian backing roll
Kejatuhan bahan formulasi 2 2 L Low Risk
saat pengangkatan

Backing Menuangkan bahan Kejatuhan ember yang berisi 2 2 L Low Risk


roll mentah wafer dan bahan formulasi
bahan pasta ke Terpeleset karena lantai licin. 3 2 M Moderate Risk
dalam mesin wafer
stick
93

Memotong Jari terkena mesin yang 3 3 H High Risk


gulungan wafer berputar.
yang tidak Terjatuh dari tempat 2 2 L Low Risk
sempurna pemantauan roll wafer.
Heat stress 2 2 L Low Risk
Memantau Heat stress 2 2 L Low Risk
pengaturan / setting
mesin
Memantau bed Tangan tergulung karena 2 3 M Moderate Risk
wafer stick mengambil barang asing
Pemotong Memotong wafer Tangan/ jari terluka terkena 4 3 H High Risk
an wafer menggunakan mesin potong.
mesin mini bite/ Bahaya ergonomi 2 2 L Low Risk
mesin potong Terjatuh dari tempat injakan. 2 2 L Low Risk
Packing Packing standing Bahaya ergonomi 2 2 L Low Risk
pouch Kejatuhan basket saat 2 2 L Low Risk
mengangkat barang jadi
Packing gussete Jari/ tangan terkena sealing 4 3 H High Risk
injak
Packing kardus Jari terkena alat pemotong 2 2 L Low Risk
selotip
Bahaya ergonomi 2 2 L Low Risk
Kaki atau badan terkena hand 2 2 L Low Risk
pallet, ampalan atau troli.
94

Finishing Memindahkan Kaki atau badan terkena hand 3 2 M Moderate Risk


barang jadi ke QC pallet, ampalan atau troli.
Kaki kejatuhan barang jadi 2 2 L Low Risk
95

4.3 HASIL PENELITIAN

4.3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel penelitian. Analisis ini

akan menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang

diteliti.

4.3.1.1. Umur

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan umur responden yang disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Umur Responden

Umur Frekuensi Persentase (%)


Tua ( ≥30 tahun) 48 47,1
Muda (< 30 tahun) 54 52,9
Jumlah 102 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang

memiliki umur muda dengan jumlah 54 orang (52,%) lebih banyak dari pada

responden yang umur tua dengan jumlah 48 (47,1%).

4.3.1.2. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan tingkat pendidikan responden yang disajikan

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


SMP 9 8,8
SMA/SMK 92 90,2
D3/S1 1 1,0
Jumlah 102 100,0
96

Berdasarkan tabel 4.7 tingkat pendidikan dengan responden paling banyak

yaitu SMA/SMK yaitu sebanyak 92 orang (90,2%) dan tingkat pendidikan dengan

responden paling sedikit yaitu D3/S1 dengan jumlah 1 orang (1%).

4.3.1.3. Masa Kerja

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan masa kerja responden yang disajikan dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden

Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)


Baru (≤ 5 tahun) 49 48,0
Lama (> 5 tahun) 53 52,0
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 responden dengan masa kerja lama (≤ 5 tahun)

dengan jumlah 53 orang (52%) lebih banyak dari pada responden yang memiliki

masa kerja lama (> 5 tahun) yaitu sebanyak 49 orang (48%).

4.3.1.4. Sikap Kerja

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan sikap kerja disajikan dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja Responden

Sikap Kerja Frekuensi Persentase (%)


Baik 45 41,1
Kurang Baik 57 55,9
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 jumlah terbanyak terdapat pada tabel sikap kerja

kurang baik yaitu sebanyak 57 orang (55,9 %), diikuti sikap kerja baik yaitu
97

sebanyak 45 orang (41,1%). Penilaian sikap kerja responden dilakukan dengan

membandingkan skor responden dengan cut of point yaitu 30 ( rata –rata

skoring), apabila skor ≥ 30 maka mendapatkan kategori sikap kerja baik dan skor

> 30 maka mendapatkan kategori sikap kerja kurang baik. Sikap kerja negatif

yang dilakukan paling banyak oleh responden adalah mengobrol ketika

melakukan proses kerja dengan dengan jumlah 54 orang (42,7%) mengatakan

setuju dan sangat setuju. Setelah sikap negatif tersebut diikuti sikap kerja

mengangkat beban yang lebih untuk mempercepat pekerjaan dan mendapat kan

penilaian baik dengan jumlah 47 orang (45,6%) mengatakan setuju dan sangat

setuju. Sikap kerja negatif ketiga terbanyak yaitu jarang menegur rekan kerja yang

tidak menerapkan K3 ditempat kerjanya dengan jumlah 34 orang (33%)

mengatakan setuju dan sangat setuju.

4.3.1.5. Pengetahuan K3

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan pengetahuan K3 disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan K3 Responden

Pengetahuan K3 Frekuensi Persentase (%)


Tinggi 15 14,7
Rendah 87 85,3
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 jumlah terbanyak terdapat pada responden dengan

pengetahuan rendah yaitu sebanyak 87 orang (85,3%), diikuti jumlah responden

dengan pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 15 orang (14,7%). Penilaian tingkat


98

pengetahuan K3 responden dilakukan dengan membandingkan skor responden

dengan kategori pengetahuan K3 tinggi jika skor jawaban benar responden ≤75%

dan pengetahuan K3 rendah jika skor jawaban benar responen > 75%Pertanyaan

mengenai pengetahuan K3 yang memiliki jumlah jawaban salah terbanyak adalah

contoh tindakan tidak aman dalam lingkungan kerja dengan jumlah 48 orang

(47%) memberikan jawaban salah, diikuti oleh pertanyaan mengenai definisi

keselamatan dan kesehatan kerja dengan jumlah 46 orang (45%) memberikan

jawaban salah. Pernyataan ketiga yang memiliki jumlah jawaban salah terbanyak

adalah pelaksanaan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja dengan jumlah 34

orang ( 33,3%) memberikan jawaban salah.

4.3.1.6. Kelelahan Kerja

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan kelelahan K3 disajikan dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 4. 11 Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja Responden

Kelelahan Kerja Frekuensi Persentase (%)


Sangat Lelah 0 0,0
Lelah 5 4,9
Kurang Lelah 97 95,1
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.11 jumlah terbanyak terdapat pada responden dengan

tingkat kelelahan kurang lelah dengan jumlah 97 orang (95,1%), diikuti dengan

responden dengan kelelahan kerja kategori lelah yaitu sebanyak 5 orang (4,9 %).
99

4.3.1.7. Alat Pengaman Mesin

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan alat pengaman mesin disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Alat Pengaman Mesin

Alat Pengaman Mesin Frekuensi Persentase (%)


Ada 83 81,4
Tidak Ada 19 18,6
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.12 jumlah terbanyak terdapat pada responden yang

tempat kerjanya memiliki alat pengaman mesin sebanyak 83 orang (41,1%)

diikuti dengan responden yang tempat kerjanya tidak memiliki alat pengaman

mesin yaitu sebanyak 19 orang (18,6%). Dalam penelitian ini jenis pengaman

mesin yang dimaksud adalah penutup dari mesin yang berputar dan mesin yang

memiliki permukaan tajam. Sebanyak 79 responden ( 76,7%) mengatakan bahwa

alat pelindung mesin di tempat kerja mereka dapat berfungsi dengan baik.

4.3.1.8. Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dengan media google form

diperoleh distribusi data berdasarkan kecelakaan kerja disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja Frekuensi Persentase (%)


Pernah 58 56,9
Tidak Pernah 44 43,1
Jumlah 102 100,0
100

Berdasarkan tabel 4.13 seluruh responden yang pernah mengalami

kecelakaan kerja sebanyak 58 orang (56,9%) dan responden yang tidak pernah

mengalami kecelakaan kerja sebanyak 44 orang (43,6%).

Tabel 4. 14 Distribusi Jenis Kecelakaan Kerja

Jenis Kecelakaan Frekuensi Persentase (%)


Kerja
Terpotong 9 15,8
Terjatuh 18 31,6
Tertusuk 2 3,5
Tersayat 6 10,5
Terkena Mesin 13 22,8
Lain-lain 9 15,8
Jumlah 57 100,0

Berdasarkan tabel 4.14 responden yang pernah mengalami jenis

kecelakaan kerja terbanyak yaitu terjatuh sebanyak 18 orang (31,6%) dan terkena

mesin sebanyak 13 orang (22,8%) dan jenis kecelakaan paling sedikit yaitu

tertusuk sebanyak 2 orang (3,5%).

Tabel 4. 15 Distribusi Bagian yang Terluka Akibat Kecelakaan Kerja

Bagian Terluka Frekuensi Persentase (%)


Kepala 2 2,0
Leher 1 1,0
Badan 8 7,8
Tangan 35 34,3
Kaki 11 10,8
Jumlah 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.15 bagian tubuh yang terluka terbanyak adalah

tangan dengan jumlah 35 orang (35%)dan paling sedikit adalah bagian leher 1

orang (1,0%).
101

4.3.2 Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian di PT Dua Kelinci diperoleh hasil analisis

bivariat dari masing-masing faktor kecelakaan kerja pada responden yaitu sebagai

berikut:

4.3.2.1. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diperoleh hubungan antara masa kerja

responden dengan kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. 16 Tabulasi silang Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja
Masa Pernah Tidak Jumlah RP
p value
Kerja Pernah (95% CI)
∑ % ∑ % ∑ %
Baru 33 32,4 16 15,7 49 48
(≤ 5 tahun)
1,428 p
Lama 25 24,5 28 27,5 53 52
(1,011-2,016) (0,040)
(>5 tahun)
Jumlah 58 56,9 44 43,1 102 100

Berdasarkan tabel 4.16 dapat dilihat bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci jumlah responden dengan masa kerja lama (>5 tahun) lebih banyak dari

pada responden dengan masa kerja baru (≤ 5 tahun). Dari 49 responden (48%)

yang memiliki masa kerja baru, sebanyak 33 responden (32,4%) pernah

mengalami kecelakaan kerja, jumlah ini lebih banyak dari pada responden yang

tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 16 responden (15,7%).

Sedangkan dari 53 responden (52%) yang memiliki masa kerja lama, sebanyak 28

responden (27,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja, jumlah ini lebih

banyak dari pada responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja dengan
102

jumlah 25 responden (24,5%). Sehingga kelompok yang mendominasi sampel

adalah responden dengan masa kerja baru yang pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Hasil yang ditunjukkan pada tabel tersebut diketahui p value 0,040 (p <

0,05) yang artinya masa kerja berhubungan dengan kecelakaan kerja. Rasio

Prevalens sebesar 1,428 diperoleh dari perhitungan Risk Estimate yang

menunjukan bahwa responden dengan masa kerja baru 1,428 kali berpeluang

mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden dengan masa kerja

lama.

4.3.2.2. Hubungan antara Sikap Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh hubungan antara sikap kerja

responden dengan kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. 17 Tabulasi silang Sikap Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja
Sikap Pernah Tidak Jumlah RP
p value
Kerja Pernah (95% CI)
∑ % ∑ % ∑ %
Baik 32 31,4 13 12,7 45 44,1
1,559 p
Kurang baik 26 25,5 31 30,4 57 55,9
(1,111-2,188) (0,010)
Jumlah 58 56,9 44 43,1 102 100

Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci jumlah responden yang memiliki sikap kerja kurang baik lebih banyak

dari pada responden yang memiliki sikap kerja baik. Dari 45 responden (44,1%)

dengan sikap kerja baik, sebanyak 32 responden (31,4%) pernah mengalami

kecelakaan kerja, jumlah tersebut lebih banyak dari pada responden yang tidak

pernah mengalami kecelakaan kerja yang hanya jumlah 13 responden (12,7%).


103

Sedangkan dari 57 responden (55,9%) dengan sikap kerja kurang baik, sebanyak

31 responden (30,4%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja, jumlah ini lebih

banyak dari pada responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu

berjumlah 26 responden (25,5%). Sehingga kelompok yang mendominasi sampel

adalah responden dengan sikap kerja baik yang pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Hasil yang ditunjukkan pada tabel tersebut diketahui p value 0,010 (p <

0,05) yang artinya sikap kerja berhubungan dengan kecelakaan kerja. Nilai Rasio

Prevalens (RP) sebesar 1,559 yang diperoleh dari perhitungan Risk Estimate yang

menyatakan bahwa responden dengan sikap kerja kurang baik 1,559 kali

berpeluang mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden yang

memiliki sikap kerja baik.

4.3.2.3. Hubungan antara Pengetahuan K3 dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh hubungan antara pengetahuan

K3 responden dengan kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. 18 Tabulasi silang Pengetahuan K3 Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja
Pengetahu Pernah Tidak Jumlah RP
p value
an K3 Pernah (95% CI)
∑ % ∑ % ∑ %
Rendah 13 12,7 2 2,0 15 14,7
1,676 p
Tinggi 45 44,1 42 41,2 87 85,3
(1,261-2,226) (0,012)
Jumlah 58 56,9 44 43,1 102 100

Berdasarkan tabel 4.18 dapat dilihat bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci jumlah responden yang memiliki pengetahuan K3 tinggi lebih banyak dari
104

pada responden yang memiliki pengetahuan K3 rendah. Dari 15 responden

(14,7%) yang memiliki pengetahuan K3 rendah sebanyak 13 responden (12,7%)

pernah mengalami kecelakaan kerja, jumlah tersebut lebih banyak dari pada

responden yang tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yang hanya berjumlah

2 responden (2%). Sedangkan dari 87 responden (85,3%) yang memiliki

pengetahuan K3 tinggi, sebanyak 45 responden (44,1%) pernah mengalami

kecelakaan kerja, jumlah ini lebih banyak dari pada responden yang tidak pernah

mengalami kecelakaan kerja yang berjumlah 42 responden (41,2%). Sehingga

kelompok yang mendominasi adalah responden dengan pengetahuan K3 tinggi

dan pernah mengalami kecelakaan kerja.

Hasil yang ditunjukkan pada tabel tersebut diketahui p value 0,012 (p <

0,05) yang artinya pengetahuan K3 berhubungan dengan kecelakaan kerja. Nilai

Rasio Prevalens (RP) sebesar 1,261 yang diperoleh dari perhitungan Risk Estimate

yang menyatakan bahwa responden dengan pengetahuan K3 kategori rendah

1,522 kali berpeluang mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan

responden dengan tinggi.

4.3.2.4. Hubungan antara Kelelahan Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh hubungan antara kelelahan

kerja responden dengan kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. 19 Tabulasi silang Kelelahan Kerja dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja
Kelelahan Pernah Tidak Jumlah RP
p value
Kerja Pernah (95% CI)
∑ % ∑ % ∑ %
105

Lelah 1 1,0 4 3,9 5 4,9


Kurang 57 55,9 40 39,2 97 95,1 0,340 p
Lelah (0,058-1980) (0,163)
Jumlah 58 56,9 44 43,1 102 100

Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci dari 5 responden (4,9%) yang mengalami kelelahan kerja kategori lelah,

sebanyak 1 responden (1%) pernah mengalami kecelakaan kerja, jumlah ini

sedikit dari pada responden yang tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu

berjumlah 4 responden (3,9%). Sedangkan dari 97 responden (95,1%) yang

mengalami kelelahan kategori kurang lelah, sebanyak 57 responden (55,9%)

pernah mengalami kecelakaan kerja,jumlah ini lebih banyak dari pada responden

yang tidak pernah mengalami kecelakaan kerja dengan jumlah 40 responden

(39,2%). Sehingga kelompok yang mendominasi adalah responden dengan

kategori kurang lelah dan pernah mengalami kecelakaan kerja.

Pada penelitian ini dikarenakan data tidak memenuhi syarat untuk

melakukan uji chi square (adanya 50% dari 4 sel yang ada memiliki nilai expected

count dibawah 5) maka uji statistik hubungan kelelahan kerja dengan kecelakaan

kerja menggunakan uji fisher.

Berdasarkan hasil uji didapatkan p value 0,163 (p > 0,05) yang berarti

tidak ada hubungan antara kelelahan kerja dengan kecelakaan kerja.

4.3.2.5. Hubungan antara Alat Pengaman Mesin dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diperoleh hubungan antara alat

pengaman mesin responden dengan kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :
106

Tabel 4. 20 Tabulasi silang Alat Pengaman Mesin dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja
Alat
Pernah Tidak Jumlah RP
Pengaman p value
Pernah (95% CI)
Mesin
∑ % ∑ % ∑ %
Tidak Ada 14 13,7 5 4,9 19 18,6
1,390 p
Ada 44 43,1 39 38,2 83 81,4
(0,993 -1946) (0,101)
Jumlah 58 56,9 44 43,1 102 100

Berdasarkan tabel 4.20 dapat dilihat bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci jumlah tempat kerja yang ada pengaman mesinnya lebih banyak dari pada

tempat kerja yang tidak ada alat pengaman mesin. Dalam penelitian ini alat

pengaman mesin yang dimaksud adalah penutup dari mesin yang berputar dan

mesin yang memiliki permukaan tajam . Dari 19 responden (18,6%) yang tempat

kerjanya tidak ada alat pengaman mesin, sebanyak 14 responden (13,7%) pernah

mengalami kecelakaan kerja, jumlah ini lebih banyak dari pada responden yang

tidak pernah mengalami kecelakaan kerja dengan jumlah 5 responden (4,9%).

Sedangkan dari 83 responden (81,4%) yang tempat kerjanya ada alat pengaman

mesin sebanyak 44 responden (43,1%) pernah mengalami kecelakaan kerja,

jumlah ini lebih banyak dari pada responden yang tidak pernah mengalami

kecelakaan kerja yang berjumlah 39 responden (38,2%). Sehingga kelompok yang

mendominasi sampel adalah responden yang tempat kerjanya terdapat pengaman

kerja dan pernah mengalami kecelakaan kerja.

Hasil yang ditunjukkan pada tabel tersebut diketahui p value 0,0101 (p >

0,05) yang artinya alat pengaman mesin tidak berhubungan dengan kecelakaan

kerja.
107

4.3.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka diperoleh rekapitulasi hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat yang disajikan dalam tabel berikut

ini.

Tabel 4. 21 Tabel Ringkasan Hasil Bivariat

No Variabel Bebas p value RP 95%CI Keterangan


1. Masa Kerja 0,040 1,428 1,011-2,016 Ada hubungan
2. Sikap Kerja 0,010 1,559 1,111-2,188 Ada hubungan
3. Pengetahuan K3 0,012 1,676 1,261-2226 Ada hubungan
4. Kelelahan Kerja 0,163 0,340 0,058-1,980 Tidak ada hubungan
5. Alat Pengaman 0,101 1,390 0,993-1,946 Tidak ada hubungan
Mesin

Berdasar tabel tersebut diketahui bahwa variabel bebas yang berhubungan

dengan kecelakaan kerja yaitu masa kerja, sikap kerja, dan pengetahuan K3.

Sedangkan variabel kelelahan kerja dan alat pengaman mesin tidak ada hubungan

dengan kecelakaan kerja.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 PEMBAHASAN

5.1.1 Hubungan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan

Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara masa kerja

dengan kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi wafer PT Dua Kelinci (p

value = 0,040). Dari 49 responden (48%) yang memiliki masa kerja baru,

sebanyak 33 responden (32,4%) pernah mengalami kecelakaan kerja d. Sedangkan

dari 53 responden (52%) yang memiliki masa kerja lama, sebanyak 25 responden

(24,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja.

Berdasarkan hasil analisis memperlihatkan menunjukan bahwa pekerja

dengan masa kerja baru cenderung mengalami kecelakaan kerja dibandingkan

dengan pekerja dengan masa kerja lama. Dalam penelitian ini mengungkapkan

pekerja dengan masa kerja baru 1,4 kali berpeluang mengalami kecelakaan kerja

di bandingan dengan responden dengan masa kerja lama.

Hasil ini searah dengan penelitian Azizah (2021) yang menunjukan

hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja

bagian operasional (p value =0,005). Pada pekerja yang masa kerjanya baru

cenderung mengalami kecelakaan kerja dibandingkan tenaga kerja dengan masa

kerja lama. Hasil penelitian Juliana et al. (2018) mendukung hal tersebut yang

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian

108
109

kecelakaan kerja (p=0,000). Penelitian Puteri & Afrianti (2019) juga memiliki

hasil yang sama yaitu terdapat hubungan antara masa kerja dengan kecelakaan

kerja pada karyawan dengan jumlah persentase jumlah responden yang

mengalami kecelakaan kerja dengan masa kerja baru sebanyak 81 %.

Masa kerja berhubungan langsung dengan pengalaman kerja, semakin

kurangnya masa kerja maka semakin sedikit pula pengalaman dan

keterampilanya, sehingga pekerja kurang memahami bagaimana bekerja dengan

aman untuk menghindarkan diri dari kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang baru

umumnya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaannya dan

lingkungan kerjanya. Selain itu pekerja yang memiliki masa kerja baru didominasi

oleh usia muda sehingga masih labil dalam konsistensi pekerjaanya . Hal tersebut

juga didukung oleh penelitian Dasril et al.(2021) yang menyebutkan bahwa

kecelakaan pada pekerja dengan masa kerja baru disebabkan oleh tidak betahnya

pekerja dengan pekerjaan yang dilakukan karena pada umumnya pekerja masih

banyak berusia muda dan ini disebabkan oleh kelabilan pekerja.

Pada pekerja dengan masa kerja lama maka akan memiliki pengalaman

yang lebih banyak mengenai pekerjaannya. Menurut Wilson (1989) dalam (Thanh

Nguyen, 2018) menjelaskan bahwa perpaduan pengetahuan dan pengalaman akan

membantu untuk menghadapi masalah dalam pekerjaan dengan aman dan baik.

Sehingga pekerja yang memiliki masa kerja lama memiliki resiko kecelakaan

lebih rendah karena mengerti dengan resiko bahaya pada pekerjaanya. Semakin

lama pekerja bekerja pada perusahaan pengalaman yang didapat juga semakin
110

banyak, sehingga para pekerja yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut

dapat melakukan pencegahan terhadap kecelakaan kerja yang mungkin dapat

terjadi ketika pekerja tersebut melakukan suatu pekerjaan ditempat kerja (Sucipto,

2014).

5.1.2 Hubungan Sikap Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan

Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap kerja

dengan kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi wafer PT Dua Kelinci (p

value = 0,010). Dari 45 responden (44,1%) dengan sikap kerja baik, sebanyak 32

responden (31,4%) pernah mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan dari 57

responden (55,9%) dengan sikap kerja kurang baik, sebanyak 26 responden

(25,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja.

Berdasarkan hasil analisis memperlihatkan menunjukan bahwa pekerja

dengan sikap kerja kurang baik cenderung mengalami kecelakaan kerja

dibandingkan dengan pekerja dengan sikap kerja baik. Dalam penelitian ini

mengungkapkan pekerja dengan sikap kerja kurang baik 1,5 kali berpeluang

mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden dengan sikap kerja

baik.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Herlisa (2018) yang menunjukan

bahwa terdapat hubungan antara sikap kerja dengan kecelakaan kerja (p = 0,015).

Penelitian Rahman et al. (2020) juga mendukung hal tersebut yaitu terdapat
111

hubungan antara sikap dengan kecelakaan kerja (p = 0,000). Semakin banyak

pekerja yang memiliki sikap negatif maka kecenderungan terjadinya kecelakaan

akan semakin banyak dan pekerja yang memiliki sikap positif maka resiko

terjadinya kecelakaan kerja juga berkurang (Rahman et al., 2020).

Pekerja yang memiliki sikap baik akan sadar bahwa pencegahan terhadap

kejadian tidak diinginkan seperti kecelakaan kerja perlu dilakukan. Mereka akan

merasa dan sadar bahwa prosedur dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja

dibuat dan dibentuk untuk melindungi dan meningkatkan produktivitas pekerja.

Sikap kerja yang baik dan sesuai dengan peraturan keselamatan kerja akan

menciptakan perilaku keselamatan (safety behavior). Tempat kerja yang

pekerjanya sudah melaksanakan perilaku keselamatan yang baik akan

menciptakan iklim kerja/lingkungan kerja yang aman bagi pekerja lain (Li et al.,

2019). Hal ini juga sejalan dengan penelitian (Jamaludin & Fauzan, 2021) bahwa

sikap berhubungan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja, sikap positif

cenderung terhindar dari kecelakaan kerja.

Sikap kerja yang baik dipengaruhi oleh sifat kehati-hatian dengan bahaya

di tempat kerjanya yang akhirnya akan membentuk perilaku aman (safety

behavior) (Pei-Luen et al., 2018). Sebaliknya pekerja yang memiliki sikap kurang

baik maka akan cenderung tidak peduli dengan lingkungan dan bahaya

disekitarnya. Tidak jarang pekerja menganggap prosedur kerja dan peraturan

keselamatan kerja hanya akan membuat akan menghambat kinerja dan

menghabiskan waktu yang lama. Dengan perilaku tersebut maka akan

menyebabkan tindakan tidak aman (unsafe action) dan akan menyebabkan


112

kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Pangestu (2020) bahwa sikap

negatif dominan melakukan tindakan tidak aman yang dapat menyebabkan

kecelakaan kerja.

5.1.3 Hubungan Pengetahuan K3 dengan Kecelakaan Kerja pada

Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Hasil penelitian menunjukan dari 51 responden (50%) dengan pengetahuan

K3 kategori rendah, sebanyak 35 responden (34,3%) pernah mengalami

kecelakaan kerja. Sedangkan sebanyak 51 responden (50%) dengan pengetahuan

K3 kategori tinggi, sebanyak 23 responden (22,5%) pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Berdasarkan hasil analisis memperlihatkan menunjukan bahwa pekerja

dengan pengetahuan K3 yang rendah cenderung mengalami kecelakaan kerja

dibandingkan dengan pekerja dengan pengetahuan K3 yang tinggi(p value =

0,012). Dalam penelitian ini mengungkapkan pekerja dengan pengetahuan K3

yang rendah 1,5 kali berpeluang mengalami kecelakaan kerja dibandingkan

dengan responden dengan pengetahuan K3 yang tinggi.

Hasil penelitian ini searah dengan penelitian Syaputra (2017) yaitu

terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kecelakaan kerja (p=0,000) dengan

hasil analisis sebanyak 72,5% responden yang mengalami kecelakaan kerja tinggi

dan 27,6% responden yang mengalami kecelakaan rendah. Hal ini juga didukung
113

oleh penelitian Astuti & Zaenab (2019) yaitu terdapat hubungan antara

pengetahuan K3 dengan kecelakaan kerja (p=0.032).

Menurut Sucipto (2014) yang menyatakan bahwa pengetahuan memegang

peranan yang penting untuk terbentuknya perilaku. Perilaku seseorang yang

didasari pengetahuan akan lebih bersifat lama daripada perilaku seseorang yang

tanpa didasari pengetahuan. Semakin positif perilaku yang dilakukannya, maka

akan mampu menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Pengetahuan K3

menjadi faktor penting untuk membentuk perilaku aman karena mempengaruhi

dan meningkatkan perilaku aman (safety behavior) (Zulkifly et al., 2021).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki

tingkat pengetahuan K3 yang tinggi memiliki risiko lebih rendah mengalami

kecelakaan kerja. Pekerja yang memiliki tingkat pengetahuan K3 dan

menerapkannya di tempat kerja akan dapat memahami dan mengidentifikasi

bahaya keselamatan di tempat kerja (Huang & Yang, 2019). Tujuan dari

identifikasi bahaya yang dimaksud yaitu untuk penilaian resiko dengan

memperkirakan keparahan yang timbul jika pekerja mengalami kecelakaan kerja.

Hubungan tingkat pengetahuan K3 pada pekerja di suatu tempat kerja

adalah dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan K3 pada pekerja maka akan

semakin rendah kejadian kecelakaan kerja (Hedaputri et al.,2021) Selain itu

pekerja dengan pengetahuan K3 yang tinggi akan menerapkan prinsip

keselamatan dalam pekerjaanya. Menurut Westerman dan Donogue (1997) dalam

Aswar et al. (2016) menjelaskan bahwa cara pengembangan sikap/pengetahuan

/keahlian yang diperlukan seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya


114

secara memadai adalah melakukan pelatihan yang rutin. Selain itu bentuk

peningkatan pengetahuan K3 pekerja berupa safety talk, pendidikan K3, dan

pelatihan K3 secara rutin serta diperlukan penyusunan regulasi untuk mendukung

terlaksananya K3 ditempat kerja.

5.1.4 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada

Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa di produksi wafer PT Dua

Kelinci dari 5 responden (4,9%) yang mengalami kelelahan kerja kategori lelah,

sebanyak 1 responden (1%) pernah mengalami kecelakaan kerja dan sebanyak 4

responden (3,9%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan dari 97

responden (95,1%) yang mengalami kelelahan kategori kurang lelah, sebanyak 57

responden (55,9%) pernah mengalami kecelakaan kerja dan 40 responden (39,2%)

tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Hasil penelitian ini uji didapatkan p value 0,163 (p > 0,05) yang berarti

tidak ada hubungan antara kelelahan kerja dengan kecelakaan kerja. Sebagian

besar responden mengalami kelelahan kerja kategori kurang lelah. Dari seluruh

responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja hanya 6,9% yang mengalami

kelelahan sedang dan tidak ada yang mengalami kelelahan berat. Hal searah

dengan penelitian Ardida et al. (2019) yaitu tidak ada hubungan antara kelelahan

kerja dengan kecelakaan kerja (p=0,215).

Kelelahan secara signifikan mengganggu fungsi seseorang dan memiliki

dampak negatif, berpengaruh pada kualitas hidupnya yang berhubungan dengan


115

Kesehatan (Ju et al., 2021). Kelelahan kerja berat dapat menyebabkan kesusahan

yang umumnya dikondisikan oleh kelelahan otot seseorang karena bekerja.

Kelelahan kerja juga dapat mengakibatkan kesalahan manusia dalam produksi

juga yang secara tidak langsung berdampak pada produktivitas pekerja dan

perusahaan (Health and Safety Executive, 2021).

Dari 58 responden yang mengalami kecelakaan kerja hanya 1 orang yang

mengalami kelelahan kategori sedang. Sedangkan 57 responden lainya mengalami

kelelahan kategori kurang/ rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi

pekerja pada produksi wafer tidak mengalami tidak ada yang mengalami

kelelahan kategori berat dan bekerja dalam kondisi yang fit dan sehat. Tingkat

kesehatan seorang pekerja sangat mempengaruhi cepat atau tidaknya pekerja

mengalami kelelahan kerja. Pekerja dengan kondisi yang sehat tentunya akan

lebih fit pada saat bekerja dibandingkan dengan pekerja dengan kondisi sakit. Hal

ini karena energi yang sebetulnya dibutuhkan untuk aktivitas bekerja tidak dapat

terpenuhi karena energi lebih diutamakan untuk sistem imun sehingga akan

mengalami kekurangan energi dan mudah mengalami kelelahan. Pekerja yang

mengalami kelelahan kerja menyebabkan keterlambatan dalam melaksanakan

tugas pokok dan pekerjaannya sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi

perusahaan (Umyati et al., 2019).

Menurut Budiono et al.(2016) gejala umum kelelahan adalah suatu

perasaan letih yang luar biasa serta kurang mampu berkonsentrasi. Berdasarkan

hasil pengukuran kelelahan kerja secara subjektif menggunakan Kuesioner Alat

Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) gejala kelelahan yang dirasakan oleh
116

responden adalah cenderung lupa terhadap sesuatu dengan persentase 27,2%.

Sedangkan persentase gejala lelah diseluruh tubuh hanya sebesar 12,6 % dan

gejala merasa sukar berpikir sebesar 6,8%. Berdasarkan persentase tersebut dapat

dikatakan bahwa responden dengan kategori kelelahan kurang/rendah

mendominasi sampel sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden

memiliki kondisi fisik yang baik. Kondisi fisik dan fokus yang baik maka pekerja

dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan sesuai prosedur. Kapasitas dan

ketahanan tubuh yang baik dapat membuat konsentrasi dan meningkatkan tingkat

kewaspadaan yang baik dapat meningkatkan kesadaran pekerja untuk mengenali

potensi bahaya yang ada disekitar, dan akhirnya dapat mengurangi resiko

kecelakaan kerja. Hal ini searah dengan penelitian dari Hikmah (2020) bahwa

tidak ada hubungan antara kelelahan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja

karena adanya ketidak seimbangan jumlah responden antara kelelahan kategori

berat, sedang dan kurang.

5.1.5 Hubungan Alat Pengaman Mesin dengan Kecelakaan Kerja pada

Karyawan Produksi Wafer PT Dua Kelinci

Dari hasil penelitian menunjukan di produksi wafer PT Dua Kelinci dari

19 responden (18,6%) yang tempat kerjanya tidak ada alat pengaman mesin,

sebanyak 14 responden (13,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan

dari 83 responden (81,4%) yang tempat kerjanya ada alat pengaman mesin,

sebanyak 44 responden (43,1%) pernah mengalami kecelakaan kerja.


117

Hasil yang ditunjukkan pada tabel tersebut diketahui p value 0,101 (p >

0,05) yang artinya alat pengaman mesin tidak berhubungan dengan kecelakaan

kerja. Hasil tersebut searah dengan Sulhinayatillah (2017) bahwa tidak ada

hubungan alat pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan kerja dengan p value

=0,452 (p > 0,05). Namun berlawan dengan penelitian Anugrah (2019) yaitu ada

hubungan antara pengaman mesin dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja

PT.Todong Jaya Marmer ngan p value = 0,007 (p > 0,05).

Bagian-bagian mesin yang bergerak harus dirancang dan disusun

sedemikian rupa untuk mencegah risiko kontak yang dapat menyebabkan

kecelakaan dimana resiko tetap ada, dilengkapi dengan pelindung dan alat

pelindung (ILO, 2013). Selain itu menurut Tarwaka (2017) setiap proses atau

instalasi memerlukan suatu sistem pengaman yang bentuk dan desainnya

tergantung pada bahaya dan resiko yang ada di tempat kerja. Sistem pengaman

harus disediakan dengan baik terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan

kondisi, kegagalan komponen dan peralatan serta sarana perlindungan teknis.

Kontak pekerja dengan mesin atau peralatan menimbulkan resiko besar untuk

cedera parah, terutama di sektor manufaktur dan pertambangan (CN et al., 2017).

Oleh karena itu alat pengaman mesin sangat dibutuhkan oleh karyawan yang

bekerja pada proses produksi agar terhindar dari berbagai sumber resiko

kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian didapatkan 81,6% pekerja pada produksi wafer PT

Dua Kelinci yang menjadi responden mengatakan bahwa tempat kerjanya

memiliki alat pengaman mesin dan 76,7% mengatakan alat pengaman mesin dapat
118

berfungsi dengan baik. Dari 102 responden sebanyak 94,2% mengatakan bahwa

mesin masih layak pakai. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar

responden menyatakan bahwa di tempat kerjanya terdapat alat pengaman mesin

dan memiliki kondisi mesin yang layak cenderung terhindar dari potensi

kecelakaan kerja. Kelayakan mesin produksi masih layak dan baik karena setiap

pekerja yang kegiatan kerjanya berhubungan dengan mesin akan melakukan

pemeriksaan kondisi mesin untuk mencegah kecelakaan kerja. Jenis pengaman

mesin yang diteliti adalah adalah pengaman mesin yang memiliki rotasi datau

gerakan berputar dan mesin yang memiliki permukaan tajam. Tempat kerja yang

terdapat mesin dan alat mekanik yang diamankan dengan pemasangan pagar dan

perlengkapan pengaman mesin atau disebut pengaman mesin dapat menekankan

angka kecelakaan kerja (D. Anugrah, 2019).

5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

5.2.1 Hambatan Penelitian

Hambatan proses penelitian ini adalah pada pra penelitian dikarenakan

munculnya klaster Covid-19 pada PT Dua Kelinci sehingga semua kegiatan

penelitian harus berhentikan dan tidak dapat mengambil data primer secara

langsung. Karena terjadi perubahan pada rencana proses pengambilan data maka

harus melakukan perizinan dan koordinasi lagi dengan pembimbing lapangan dan

pihak produksi. Pada proses perizinan dan koordinasi memerlukan waktu relatif

lama karena bersamaan dengan kegiatan tes Covid-19 massal dan vaksinasi

Covid-19 massal pada karyawan PT Dua Kelinci.


119

Sedangkan hambatan proses penelitian yaitu saat proses penyebaran

kuesioner melalui google form yang dikirimkan melalui personal chat whatsapp

ke beberapa karyawan produksi wafer PT Dua Kelinci. Hambatan tersebut yaitu

tidak semua karyawan yang dibagikan kuesioner melalui google form bersedia

mengisi atau bahkan mereka lupa untuk mengisi kuesioner. Sehingga untuk

memenuhi sampel, peneliti meminta bantuan kepala divisi produksi untuk

menyebarkan melalui grup karyawan produksi wafer. Selain itu bagi responden

yang tidak memiliki android dilakukan pengambilan menggunakan angket yang

didistribusikan melalui bagian K3 dan diberikan kepada kepala divisi untuk

diberikan kepada karyawan yang terpilih menjadi responden.

5.2.2 Kekurangan Penelitian

Kekurangan penelitian ini adalah pengukuran kelelahan kerja hanya

dilakukan secara subyektif menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan

Kelelahan Kerja (KAUPK2).


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecelakaan kerja karyawan pada produksi wafer di PT Dua

Kelinci, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan produksi wafer di PT Dua Kelinci dengan p value = 0,040 dan nilai

RP = 1,428 yang artinya pekerja dengan masa kerja baru 1,4 kali berpeluang

mengalami kecelakaan kerja.

2. Terdapat hubungan antara sikap kerja kejadian kecelakaan kerja pada

karyawan produksi wafer di PT Dua Kelinci dengan p value = 0,010 dan RP

= 1,559 yang artinya pekerja dengan sikap kerja kurang baik 1,5 kali

berpeluang mengalami kecelakaan kerja.

3. Terdapat hubungan antara pengetahuan K3 dengan kejadian kecelakaan kerja

pada karyawan produksi wafer di PT Dua Kelinci dengan p value = 0,016 dan

RP = 1,676 yang artinya pekerja dengan pengetahuan K3 rendah 1,6 kali

berpeluang mengalami kecelakaan kerja.

4. Tidak terdapat hubungan antara kelelahan kerja dengan kejadian kecelakaan

kerja pada karyawan produksi wafer di PT Dua Kelinci dengan p value =

0,163.

120
121

5. Tidak terdapat hubungan antara alat pengaman mesin dengan kejadian

kecelakaan kerja pada karyawan produksi wafer di PT Dua Kelinci denganp

value = 0,101.

6.2 SARAN

Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat diberikan

yaitu sebagai berikut :

6.2.1 Bagi Manajemen PT Dua Kelinci

1. Kepala Divisi dan Kepala Bagian produksi wafer meberikan pelatihan kerja

khusus pada karyawan baru dan melakukan pengawasan lebih terhadap

karyawan baru dan karyawan masa training untuk memastikan melakukan

proses kerja dengan benar.

2. Bagian K3 memberikan pelatihan K3 yang dilakukan oleh pihak K3

perusahaan yang telah memiliki sertifikasi AK3U secara berkala kepada para

karyawan baik yang sudah bekerja dan pada pekerja baru yang bertujuan

untuk meningkatkan pengetahuan karyawan agar terhindar dari risiko

kecelakaan kerja.

3. Bagian K3 melakukan inspeksi K3 secara rutin untuk memastikan pekerja

melakukan proses kerja sesuai dengan SOP dan menegur pekerja yang

melakukan sikap kerja yang salah.

4. Bagian K3 memberi safety talk kepada kepala bagian/mandor dan

bekerjasama dengan mandor untuk memberikan himbauan dan arahan pada

karyawan bagiannya agar bekerja sesuai dengan prinsip keselamatan kerja.


122

6.2.2 Bagi Karyawan PT Dua Kelinci

1. Karyawan bagian produksi wafer selalu melakukan proses kerja sesuai

dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Karyawan bagian produksi wafer selalu bekerja dengan fokus dan

kewaspadaan terhadap resiko bahaya yang ada di lingkungan kerja.

3. Karyawan baru selalu berlatih keahlian dan skill dalam melakukan proses

kerja sesuai dengan instruksi kerja dengan benar.

4. Karyawan meningkatkan pengetahuan K3 agar dapat meningkatkan perilaku

aman selama bekerja.


DAFTAR PUSTAKA

Anizar. (2012). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Graha Ilmu.
Anugrah, D. (2019). Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja
pada PT Tondong Jaya Marmer di Kabupaten Pangkep. Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Anugrah, D. Y. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakan
Kerja pada PT.Tondong Jaya Marmer di Kabupaten Pangkep. Universitas
Muhammadiyah Makasar.
Anwar, M., & Sugiharto. (2018). Penyebab Kecelakaan Kerja PT. Pura Barutama
Unit Offset. HIGEIA, 2(3), 386–395.
Ardida, A. S., Lestantyo, D., & Kurniawan, B. (2019). Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Non
Medis di Instansi Gizi RSUD K.R.M.T Wonosegoro Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(8), 107–114.
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta.
Astuti, R., & Zaenab. (2019). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja Di Pabrik Gula Bone Arasoe. Jurnal Sulolipu :
Media Komunikasi Sivitas Akademika Dan Masyarakat, 19(2), 292–299.
Aswar, E., Asfian, P., & Fachlevy, A. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Bengkel Mobil Kota Kendari Tahun
2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1(3),
185957.
Aulia, Aladin, & Tjendera, M. (2018). Hubungan Kelelahan Kerja Dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Galangan Kapal. Jurnal Kesmas &
Gizi, 1(1), 58–667.
Australia Standar/ New Zealand Standart (AS/NZS)4360 : 2004 Risk
Management. (n.d.).
Azizah, N. (2021). Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan Kecelakaan Kerja
(Studi Obsevrasional Pada Pekerja Bagian Operasiona di PT. Bhumi Rantau
Energi). Universitas Lambung Mangkurat.
Bennet N.B. Silalahi. (1995). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT.
Binaman Pressindo Seri Manajemen.
BPS. (2019). Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019. Badan Pusat
Statistik.
Budiono, A. M. S., Jusuf, R. M. S., & Pusparini, A. (2016). Bunga Rampai

123
124

Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro


Semarang.
CN, M., R, N., Kobusingye O, et al., & Editors. (2017). Injury Prevention and
Environmental Health (3rd ed., Vol. 7).
Dahlan, S. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan (6th ed.).
Epidemiologi Indonesia.
Dasril, Ok., Sary, A. N., & Putra, D. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Bahan Baku PT. P&P
Lembah Karet. Jurnal Syedza Saintika.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., (1996).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah. (2020). Data Kecelakaan
Kerja Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017-2020.
Endriastuty, Y., Rabia, P., & Adawia. (2018). Analisa Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan , Pengetahuan Tentang K3 Terhadap Budaya K3 Pada
Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ecodemica, 2(2), 193–201.
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ecodemica/article/view/4014/193-
201
Farid, M. M., Jayanti, S., & Ekawati. (2019). Hubungan Antara Stres Kerja
Dengan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Bagian Bekisting PT Kontruksi X Di
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(4), 331–335.
Hadipoetro, S. (2014). Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja. Yayasan
Putra Tarbiyyah Nusantara.
Hasibuan, M. S. P. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi)
(Bumi Aksar).
Health and Safety Executive. (2020a). Manufacturing Statistics in Great Britain,
2020.
Health and Safety Executive. (2020b). Slips On Wet and Contaminated Floors.
https://www.hse.gov.uk/food/slips.htm
Health and Safety Executive. (2021). Human Factor: Fatigue.
Hedaputri, D. S., Indradi, R., & Illahika, A. P. (2021). Kajian Literatur: Hubungan
Tingkat Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja. Community Medicine and Public Health of
Indonesia Journa, 2(1).
Herlisa, D. (2018). Hubungan Penggunaan APD, Sikap Kerja dan Beban Kerja
dengan Kecelakan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi Spring Bed PT.
Cahaya Murni Andalas Permai Padang Tahun 2018. Universitas Andalas.
125

Hikmah, I. N. (2020). Tingkat Kebugaran dan Kelelahan Kerja terhadap Kejadian


Kecelakaan pada Pengemudi Bus. Jurnal Unnes., 4(4).
Huang, Y.-H., & Yang, T.-R. (2019). Exploring On-Site Safety Knowledge
Transfer in the Construction Industry. Sustainability Jurnal, 11(6426).
Ihsan. (2011). Planning For Hazard Identification, Risk Assessment And Risk
Control(Hirarc).
ILO. (2013a). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk Produktivitas.
ILO. (2013b). Safety and Health in The Use of Machinery.
ILO. (2019). SAFETY AND HEALTHAT THE HEART OFTHE FUTURE OF
WORK.
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA
KERJA INDONESIA, (2017).
Insanno, J. S. (2016). Perbedaan Unsafe Actions Antar Shift Kerja Pada. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2(2), Hal. 132-141.
http://e-journal.unair.ac.id/index.php/IJOSH/article/view/4180/2825
Irawati, I. (2018). Hubungan Unsafe Condition dan Unsafe Action Dengan
Kecelakaan Kerja ( Kemasukan Gram Pada Mata) Pekerja Pengelasan.
Jurnal Kesehatan, 9, 89–94.
Jamaludin, M., & Fauzan, A. (2021). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan
Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Petugas Pengangkut Sampah Dosmetik
di TPA Cahaya Kencana. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 101–105.
Ju, H., Hwan-Cheol, Wook, K. S., Won, J., Park, S.-G., & Leem, J.-H. (2021).
Relationship Between Fatigue Severity Scale and Occupational Injury in
Korean Workers. AOEM.
Juliana, Purna, I. N., & Aryana, I. K. (2018). Faktor Faktor yang Berhubungan
Dengan Kecelakaan Kerja Pada Pengrajin Gong Dusun Tihingan, Kabupaten
Klungkung Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 8(2), 82–91.
Kalalo, S. Y., Kaunang, W. P. J., & Kawatu, P. A. T. (2016). Hubungan Antara
Pengetahuan dan Sikap Tentang K3 dengan Kejadian Kecelakan Kerja pada
Kelompok Nelayan di Desa Belang Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa
Tenggara. Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(1), 244–251.
Kemnaker. (2020). Menaker Ida Canangkan Bulan K3 Nasional Tahun 2020.
https://kemnaker.go.id/news/detail/menaker-ida-canangkan-bulan-k3-
nasional-tahun-2020
Kim, K. W., Park, S. J., Lim, H. S., & Cho, H. H. (2017). Safety Climate and
Occupational Stress According to Occupational Accidents Experience and
Employment Type in Shipbuilding Industry of Korea. Safety and Health at
126

Work, 8(3), 290–295.


Li, Y., Wu, X., Luo, X., Gao, J., & Yin, W. (2019). Impact of Safety Attitude on
the Safety Behavior of Coal Miners in China. Jurnal Sustanbility, 11(6382).
Meilindah C, Suak, C., Kawatu, P. A. T., & Kolibu, F. K. (2018). Hubungan
Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan Kejadian Kecelakaan
Kerja Pada Pekerja Proyek Konstruksi Pembangunan Gedung Baru Fakultas
Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Kesmas, 7.
Munib, A. (2011). Pengantar Ilmu Pendidikan. Unnes Press.
Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka
Cipta.
OSHA. (2019). Top 10 Most Frequently Cited Standards.
Pangestu, A. (2020). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Dengan
Tindakan Tidak Aman Pekerja Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PTPN IV
Kebun Bah Jambi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Pangestuti, G. (2015). Hubungan Shift Kerja dan Masa Kerja dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja di PT. X Sragen. Universitas Sebelas Maret.
Pei-Luen, Rau, P., Liao, P.-C., Guo, Z., Zheng, J., & Jing, B. (2018). Personality
Factors and Safety Attitudes Predict Safety Behaviour and Accidents in
Elevator Workers. JingInternational Journal of Occupational Safety and
Ergonomics.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR
PER.13/MEN/X/2011 TAHUN 2011 TENTANG NILAI AMBANG BATAS
FAKTOR FISIKA DAN FAKTOR KIMIA DI TEMPAT KERJA, (2011).
Priyoto. (2014). Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Nuha Medika.
Pusparini, D. A., Setian, O., & D, Y. H. (2016). Hubungan Masa Kerja dan Lama
Kerja Dengan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pada Bagian Pengecatan,
Industri Karoseri Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(3), 758–766.
Puteri, A. D., & Afrianti, S. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Unit Pelayanan Teknik DI PT. PLN
Bengkinang Kota. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(1), 23–34.
Putra, D. P. (2017). Penerapan Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja. HIGEIA, 1(3), 73–83.
Rahayu, E. P. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Karyawan dengan Penerapan Manajemen Budaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jurnal Kesehatan Komunitas.
127

Rahman, C. V., Junaid, & Saptaputra, S. K. (2020). Hubungan Pengetahuan,


Sikap dan Kepatuhan Prosedur Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja
Pada Pekerja Proyek Konstruksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kendari
Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Universitas Halu
Oleo, 1(2).
Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dian
Rakyat.
Ratnayaka R.M, R.M.J, C., & Dkk. (2017). Factors Affecting Industrial
Accidents: Empirical Evidence from Manufacturing Setting. International
Conference on Management and Economics, 299–318.
Rudyarti, E. (2017). Hubungan Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan Sikap Penggunaan Alat pelindung Diri Dengan Kejadian Kecelakaan
Kerja Pada Pengrajin Pisau Batik di PT. X. Journal of Industrial Hygiene
and Occupational Health, 2(1), 31–43.
Safira, E. D., Arbitera, R. M., & Cahya, P. (2020). Kelelahan Kerja pada Pekerja
di PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan (UPJP)
Priok. Jurnal Kesehatan, 11(2), 265–271.
Sari, R. P., & Cahyati, D. D. N. (2018). Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan
APD Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Karyawan Di PT. Sti Tbk. Cikupa
Kabupaten Tangerang. Jurnal Kesehatan, 7.
Sastroasmoro, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (5th ed.).
Sagung Seto.
Sedarmayanti. (2011). Tata Kerja dan Produktivitas Kerja :Suatu Tinjauan
DariAspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan
LingkunganKerjanya (Ketiga). Mandar Maju.
Setyawati. (1994). Kelelahan Kerja Kronis, Kajian Terhadap Kelelahan Kerja,
Penyusunan Alat Ukur Hubungan Dengan Alat Ukur Dan Produktifitas
Kerja.
Sucipto, C. D. (2014). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (G. Publishing (Ed.)).
Sulhinayatillah. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi di PT. PP London
Sumatra Indonesia Tbk, Palangisang Crumb Rubber Factory,
BulukumbaSulawesi Selatan 2017. Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Suma’mur. (2014). Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (HIPERKES)
(2nd ed.). CV. Sagung Seto.
Susila, & Suyanto. (2014). Metodologi Penelitian Epidemiologi Bidang
kedokteran dan Kesehatan. Bursa Ilmu.
Suwignyo, Dhina, D. F., & Rahayu, S. T. (2018). Hubungan Faktor Penyebab
128

Kecelakaan Kerja Dengan Kejadian Tersayat Pada Pembersih Bawang Di


Pasar Segiri Dan Pasar Kedondong Samarinda. Jurnal Kesmas Uwigama,
4(79–86).
Swaputri, E. (2009). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja (Studi Kasus di PT.
Jamu Air Mancur). Universitas Negeri Semarang.
Syaputra, E. M. (2017). Hubungan Pengetahuan dan Motivasi K3 dengan
Kecelakaan Kerja Karyawan Produksi PT Borneo Melintang Buana Eksport.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 97–103.
Tarwaka. (2017a). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja (2nd ed.). Harapan Press.
Tarwaka. (2017b). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja (H. Press (Ed.)).
Thanh Nguyen, P. (2018). Attitude of Construction Workers Toward Labour
Safety. MPRA Paper.
U.S. Bureau of Labor Statistic. (2018). 2017 Survey Of Occupational Injuries &
Illnesses Charts Package.
Umyati, A., Febianti, E., & Kurniawati, A. (2019). Analisis Hubungan Kelelahan
dengan Produktivitas Kerja di Divisi Teknik PT ASDP Merak. Journal
Industrial Services, 4(2).
Vahedian Shahroodi, Mohammad, Mohammadi, Faeze, & Tehrani, H. (2016). A
Review of Studies in The Field of Knowledge and Safe Behaviors of
Workers in Iran. Journal Health Literacy, 1(1), 25–38.
Wahyudi, A. (2018). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Investigasi
Kecelakaan Kerja. Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia, LP2KTTI.
Widiyanto. (2010). SPSS for Windows Untuk Analisis Data Statistik dan
Penelitian. BP-FKIP UMS.
Winarto, S., M, D. H., & B, K. (2016). Studi Kasus Kecelakaan Kerja pada
Pekerja Pengeboran Migas Seismic Survey PT. X di Papua Barat(Case Study
of Work Accidents in Oil and Gas Seismic Survey Drilling Workers of PT. X
in West Papua). Jurnal Promosi Ke-Sehatan Indonesia, 1(11). doi: 10.1-
4710/jpki.11.1.51-65
Wirdati, I. E., Denny, H. M., & Kurniawan, B. (2015). Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Maintenance
Elektrikal Dalam Menerapkan Work Permit Di PT. X Semarang. Universitas
Diponegoro.
Zulkifly, S. S., Baharudin, M. R., & Hasan, N. H. (2021). Safety Leadership and
Safety Knowledge-Attitude-Behaviour (KAB) in Malaysia’s Manufacturing
SMEs: A Higher Order Two-Stage Approach of PLS-SEM.
129

LAMPIRAN
130

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing


131

Lampiran 2 Ethical Clearance


132

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Fakultas Ilmu Keolahragaan kepada


PT Dua Kelinci
133

Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian dari PT Dua Kelinci


134

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian


135

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian


KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
WAFER PT. DUA KELINCI

Tgl. Penelitian :
No. Responden :

A. Petunjuk
1. Silakan anda jawab pertanyaan maupun pernyataan dalam kuesioner ini
dengan jujur
2. Jawaban anda tidak mempengaruhi apapun
3. Jawaban akan dijaga kerahasiaanya dan hanya dipergunakan untuk keperluan
penelitian.
4. Tgl. Penelitian (diisi oleh peneliti) :
No. Responden (diisi oleh peneliti) :

B. Identitas Umum Responden


Nama Karyawan :
Umur :
Tingkat Pendidikan :
Masa kerja :
C. Kecelakaan Kerja

1. Apakah anda pernah mengalami kecelakaan kerja di PT. Dua Kelinci


a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Kecelakaan apa yang pernah anda alami ?
a. Terpotong
b. Terjatuh
c. Tertimpa benda jatuh
d. Tertusuk
e. Tersayat
f. Tertumbuk atau terkena alat kerja
g. ........................( Lainnya, sebutkan)
136

3. Bagian tubuh mana yang mengalami cedera/ kecelakaan ?


a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Tangan
e. Kaki
f. Lainnya, sebutkan
D. SIKAP KERJA

Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui sikap anda tentang pelaksanaan dan

penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditempat anda bekerja.

Petunjuk Pengisian : Berilah tanda centang (√) pada salah satu jawaban

sesuai dengan kondisi anda.

Keterangan:

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS: Sangat Tidak Setuju

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Saya mengikuti prosedur langkah kerja


yang ada di perusahaan
2. Adanya potensi bahaya dari setiap alat,
bahan dan mesin yang digunakan pada saat
bekerja sehingga harus waspada
3. Pekerja harus mengetahui arti dari setiap
rambu rambu keselamatan yang dipasang
ditempat kerja
4. Saya mengangkat beban yang lebih supaya
pekerjaan saya cepat selesai dan kinerja
137

saya dinilai bagus


5. Saya menggunakan APD pada saat bekerja
untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja
6. Saya akan melakukan apapun untuk
kelancaran pekerjaan walaupun melanggar
Standar Prosedur Operasional (SOP)
7. Poster-poster Keselamatan kerja dan
rambu-rambu Keselamatan (safety sign) di
lingkungan kerja membantu mengingatkan
pekerja untuk bekerja secara aman
8. Saya jarang menegur rekan kerja saya
ketika tidak menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja
9. Saya kadang bermain handphone untuk
melihat pesan yang masuk atau
mendokumentasikan momen lucu yang
dilakukan teman saya ketika bekerja
10. Saya kadang mengobrol ketika bekerja
untuk menghilangkan rasa bosan dan agar
nyaman ketika bekerja

E. PENGETAHUAN

Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3).

Petunjuk Pengisian : Berilah tanda centang (√) pada salah satu jawaban sesuai

dengan kondisi anda.

1. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah....


a. Upaya menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban di tempat kerja
b. Upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
c. Ketertiban administrasi yang ada di tempat kerja
d. Tidak tahu
2. Penerapan Kesehatan dan Keselamatan di tempat kerja bertujuan untuk....
a. Menjaga kebersihan, keamanan, ketertiban dan keindahan di tempat kerja
138

b. Menjaga kondisi lingkungan tempat kerja dan interaksi sesama pekerja


ataupun dengan atasan
c. Melindungi pekerja agar tetap sehat, selamat dan aman selama bekerja
d. Untuk memenuhi standar
3. Semua kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus....
a. Cukup diingat oleh karyawan yang melakukannya
b. Dilaporkan secara lisan kepada pimpinan
c. Dibuat catatan dan laporan tertulis kepada pimpinan
d. Tidak tahu
4. Yang termasuk tindakan tidak aman yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja di tempat kerja anda adalah....
a Kondisi lantai yang licin
b Kurangnya penerangan di tempat kerja
c Pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
d Mesin tidak layak pakai
5. Suatu peristiwa yang tidak disengaja seperti kejadian yang tidak diharapkan
dan tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kerusakan peralatan, material
bahkan luka pada pekerja disebut.....
a. Kerugian kerja
b. Fatal kerja
c. Kondisi tidak aman
d. Kecelakaan kerja
6. Terkena mesin yang berputar tanpa penutup termasuk kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh faktor .....
a. Lingkungan
b. Peralatan kerja
c. Diri sendiri
d. Ketidaksengajaan
7. Upaya mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja sebelum melakukan proses
kerja, kecuali...
a. Melakukan presensi pekerja pada area produksi
139

b. Memeriksa dan memastikan mesin layak digunakan


c. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD ) secara lengkap
d. Membaca dan memahami buku instruksi kerja
8. Ketika terjadi kecelakaan kerja pada rekan kerja anda maka yang harus
dilakukan adalah....
a. Mendokumentasikan dan merekam kejadian dengan handphone
b. Melaporkan pada atasan dan bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
c. Membiarkan dan menyembunyikan kejadian agar tidak ketahuan atasan
d. Membawa korban keluar area produksi
9. Penerapan 5R antara lain yaitu menyingkirkan barang-barang yang tidak
diperlukan sehingga segala barang yang ada di lokasi kerja hanya barang
yang benar-benar dibutuhkan dalam aktivitas kerja yang disebut dengan...
a. Rapi
b. Resik
c. Ringkas
d. Rajin
10. Kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan tidak aman dan kondisi
tidak aman yang disebabkan karena, kecuali...
a. Kondisi kerja
b. Kondisi mesin
c. Kondisi lingkungan kerja
d. Kondisi masyarakat sekitar perusahaannya
11. Untuk menjaga kondisi fisik dan kesehatan saat bekerja yang harus dilakukan
adalah....
a. Bekerja tidak lebih dari 11 jam per hari
b. Bekerja lebih dari 11 jam per hari
c. Beristirahat saat jam bekerja
d. Memakan makanan bergizi seimbang
140

F. KELELAHAN KERJA (KAUPK2)

Kuesioner ini bertujuan untuk mengukur secara subjektif tingkat kelelahan kerja
ditempat anda bekerja

Petunjuk Pengisian : Berilah tanda centang (√) pada salah satu jawaban sesuai
dengan kondisi anda.
Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
1. Apakah anda merasa sukar berpikir ?
2. apakah anda merasa lelah berbicara?
3. Apakah anda merasa gugup menghadapi sesuatu?
4. Apakah anda merasa tidak pernah berkonsentrasi
dalam menghadapi sesuatu pekerjaan ?
5. Apakah anda merasa tidak mempunyai perhatian
terhadap sesuatu ?
6. Apakah anda cenderung lupa terhadap sesuatu ?
7. Apakah anda merasa kurang percaya terhadap diri
sendiri ?
8. Apakah anda merasa tidak tekun dalam melaksanakan
pekerjaan anda ?
9. Apakah anda merasa enggan menatap mata orang ?
10. Apakah anda merasa enggan bekerja cekatan ?
11. Apakah anda merasa tidak tenang dalam bekerja ?
12. Apakah anda merasa lelah seluruh tubuh?
13. Apakah anda merasa bertindak lamban ?
14. Apakah anda merasa tidak kuat lagi berjalan ?
15. Apakah anda merasa sebelum bekerja sudah lelah ?
16. Apakah anda merasa daya pikir menurun ?
17. Apakah anda merasa cemas terhadap sesuatu hal ?
Sumber : (Setyawati, 1994)
141

G. FAKTOR PERALATAN
Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan mesin dan pengaman mesin
di tempat anda kerja.
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda centang (√) pada salah satu jawaban sesuai
dengan kondisi anda.
Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
1. Apakah bagian-bagian dari mesin yang
berputar/bergerak diberi pelindung dengan baik?
2. Apakah pelindung tersebut dapat berfungsi
dengan baik ?
3. Apakah mesin yang digunakan berproduksi
masih berfungsi dengan baik?
4. Apakah mesin yang digunakan masih dalam
kondisi layak pakai ?
142

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Sikap Kerja

Uji Validitas Korelasi Product Moment

Butir Soal R Hitung R Tabel Nilai sig Keputusan


P1 0,477 0,361 0,008 Valid
P2 0,377 0,361 0,040 Valid
P3 0,373 0,361 0,042 Valid
P4 0,415 0,361 0,022 Valid
P5 0,527 0,361 0,003 Valid
P6 0,753 0,361 0 Valid
P7 0,246 0,361 0,191 Tidak Valid
P8 0,586 0,361 0,001 Valid
P9 0,770 0,361 0 Valid
P10 0,731 0,361 0 Valid
P11 0,832 0,361 0 Valid

Reliability Statistics

R alpha R tabel Keputusan


0,783 0,361 Reliabel

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Saya mengikuti prosedur langkah kerja


yang ada di perusahaan dalam semua
proses kerja
2. Adanya potensi bahaya dari setiap alat,
bahan dan mesin yang digunakan pada saat
bekerja sehingga harus waspada
3. Pekerja harus mengetahui arti dari setiap
rambu rambu keselamatan yang dipasang
ditempat kerja
4. Saya mengangkat beban yang lebih supaya
pekerjaan saya cepat selesai dan kinerja
saya dinilai bagus
143

5. Poster-poster Keselamatan kerja dan


rambu-rambu Keselamatan (safety sign) di
lingkungan kerja membantu mengingatkan
pekerja untuk bekerja secara aman.
6. Saya menggunakan APD pada saat bekerja
untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja
7. Keselamatan dan kesehatan pekerja adalah
tanggung jawab bersama.
8. Saya kadang mengobrol ketika bekerja
untuk menghilangkan rasa bosan dan agar
nyaman ketika bekerja
9. Saya jarang menegur rekan kerja saya
ketika tidak menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja
10. Saya kadang bermain handphone untuk
melihat pesan yang masuk atau
mendokumentasikan momen lucu yang
dilakukan teman saya ketika bekerja
11. Saya melanggar prosedur kerja agar
mendapatkan hasil yang cepat dan banyak

2. Pengetahuan K3

Uji Validitas Korelasi Product Moment

Butir Soal R Hitung R Tabel Nilai sig Keputusan


P1 0,540 0,361 0,002 Valid
P2 0,452 0,361 0,012 Valid
P3 0,286 0,361 0,126 Tidak Valid
P4 0,342 0,361 0,0,65 Tidak Valid
P5 0,671 0,361 0 Valid
P6 0,111 0,361 0,560 Tidak Valid
P7 0,639 0,361 0 Valid
P8 0,365 0,361 0,047 Valid
P9 0,439 0,361 0,015 Valid
P10 0,441 0,361 0,015 Valid
P11 0,452 0,361 0,012 Valid
P12 0,490 0,361 0,006 Valid
144

P13 0,292 0,361 0,117 Tidak Valid


P14 0,589 0,361 0,001 Valid
P15 0,438 0,361 0,015 Valid

Reliability Statistics

R alpha R tabel Keputusan


0,670 0,361 Reliabel

1. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah :


a. Upaya menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban di tempat kerja
b. Upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
c. Ketertiban administrasi yang ada di tempat kerja
d. Tidak tahu
2. Penerapan Kesehatan dan Keselamatan di tempat kerja bertujuan untuk:
a. Menjaga kebersihan, keamanan, ketertiban dan keindahan di tempat kerja
b. Menjaga kondisi lingkungan tempat kerja dan interaksi sesama pekerja
ataupun dengan atasan
c. Melindungi pekerja agar tetap sehat, selamat dan aman selama bekerja
d. Tidak tahu
3. Dibawah ini adalah penyebab kecelakaan kerja, kecuali...
a. Mesin dan alat tidak layak digunakan
b. Kurangnya pertimbangan dalam melakukan pekerjaan
c. Kurangnya hati – hati, dan konsentrasi pada pekerjaan
d. Melaksanakan pekerjaan sesuai aturan dan prosedur
4. Menurut anda kapan Alat Pelindung Diri (APD) seharusnya dipakai?
a. Selama bekerja
b. Bila terjadi kecelakaan
c. Ketika atasan melihat anda bekerja
d. Dari Rumah
5. Semua kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus:
a. Cukup diingat oleh karyawan yang melakukannya
b. Dilaporkan secara lisan kepada pimpinan
c. Dibuat catatan dan laporan tertulis kepada pimpinan
d. Tidak tahu
6. Yang dimaksud dengan kecelakaan kerja di tempat kerja, kecuali:
a. Kecelakaan yang terjadi di jalan saat pergi bekerja
b. Terjepit di rumah ketika akan berangkat kerja
c. Kecelakaan pada saat bekerja di tempat kerja
145

d. Tidak tahu
7. Yang termasuk tindakan tidak aman yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja di tempat kerja anda adalah:
a. Kondisi lantai yang licin
b. Kurangnya penerangan di tempat kerja
c. Pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
d. Mesin tidak layak pakai

8. Suatu perisitiwa yang tidak disengaja seperti kejadian yang tidak diharapkan
dan tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kerusakan peralatan, material
bahkan luka pada pekerja disebut.....
a. Kerugian kerja
b. Fatal kerja
c. Kondisi tidak aman
d. Kecelakaan kerja
9. Terkena mesin yang berputar tanpa penutup termasuk kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh faktor .....
a. Lingkungan
b. Peralatan kerja
c. Diri sendiri
d. Ketidaksengajaan
10. Upaya mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja sebelum melakukan proses
kerja, kecuali...
a. Melakukan presensi pekerja pada area produksi
b. Memeriksa dan memastikan mesin layak digunakan
c. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD ) secara lengkap
d. Membaca dan memahami buku instruksi kerja
11. Ketika terjadi kecelakaan kerja pada rekan kerja anda maka yang harus
dilakukan adalah....
a. Mendokumentasikan dan merekam kejadian dengan handphone
b. Melaporkan pada atasan dan bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
c. Membiarkan dan menyembunyikan kejadian agar tidak ketahuan atasan
d. Membawa korban keluar area produksi
12. Kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan tidak aman dan kondisi
tidak aman yang disebabkan karena, kecuali:
a. Kondisi kerja
b. Kondisi mesin
c. Kondisi lingkungan kerja
d. Kondisi masyarakat sekitar perusahaannya
146

13. Penerapan 5R antara lain yaitu menyingkirkan barang-barang yang tidak


diperlukan sehingga segala barang yang ada di lokasi kerja hanya barang
yang benar-benar dibutuhkan dalam aktivitas kerja yang disebut dengan...
a. Rapi
b. Resik
c. Ringkas
d. Rajin
14. Kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan tidak aman dan kondisi
tidak aman yang disebabkan karena, kecuali:
a. Kondisi kerja
b. Kondisi mesin
c. Kondisi lingkungan kerja
d. Kondisi masyarakat sekitar perusahaannya
15. Untuk menjaga kondisi fisik dan kesehatan saat bekerja yang harus dilakukan
adalah
a. Bekerja tidak lebih dari 11 jam per hari
b. Bekerja lebih dari 11 jam per hari
c. Beristirahat disaat jam kerja
d. Mengobrol saat bekerja agar nyaman dan senang

3. Pengaman Mesin

Uji Validitas Korelasi Product Moment

Butir Soal R Hitung R Tabel Nilai sig Keputusan


P1 0,889 0,361 0 Valid
P2 0,934 0,361 0 Valid
P3 0,845 0,361 0 Valid
P4 0,855 0,361 0 Valid

Reliability Statistics

R alpha R tabel Keputusan


0,899 0,361 Reliabel

Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
1. Apakah bagian-bagian dari mesin yang
berputar/bergerak diberi pelindung dengan baik?
147

2. Apakah pelindung tersebut dapat berfungsi


dengan baik ?
3. Apakah mesin yang digunakan berproduksi
masih berfungsi dengan baik?
4. Apakah mesin yang digunakan masih dalam
kondisi layak pakai ?
138

Lampiran 8 Data Hasil Penelitian

T. Masa Kecelakaan Bagian Sikap Pengetahuan Kelelahan Pengaman


Nama Umur Jenis KK
Pendidikan Kerja Kerja Luka Kerja K3 Kerja Mesin
R1 33 SMA 11 tahun Tidak Pernah 31 19 20 8
R2 21 SMA 3.5 tahun Tidak Pernah 28 20 19 8
R3 25 SMA 2 tahun Tidak Pernah 31 17 18 8
R4 36 SMA 10 tahun Tidak Pernah 31 21 17 8
R5 21 SMA 2 tahun Tidak Pernah 33 19 17 8
R6 25 SMA 2 tahun Pernah Terjatuh Tangan 32 19 19 8
Terkena
R7 29 SMA 3 tahun Pernah Tangan 35 18 17 8
mesin
R8 33 SMA 11 tahun Tidak Pernah 31 20 20 8
R9 22 SMA 1 tahun Pernah Terpotong Tangan 34 19 21 8
R10 27 SMP 2 tahun Pernah Terjatuh Kepala 26 14 17 7
R11 32 SMA 8 tahun Tidak Pernah 29 21 17 8
R12 21 SMA 2 tahun Pernah Tersayat Tangan 26 17 19 7
R13 21 SMA 2 tahun Pernah Tersayat Tangan 27 19 17 7
R14 26 SMP 6 tahun Pernah Tersayat Tangan 24 17 20 5
R15 39 SMP 22 tahun Tidak Pernah 23 20 17 8
R16 29 SMA 6 tahun Tidak Pernah 27 16 21 8
R17 28 SMA 8tahun Pernah Terjatuh Badan 27 19 17 4
R18 41 SMP 9 tahun Tidak Pernah 25 21 17 7
R19 24 SMA 5 tahun Pernah Terjatuh Badan 25 18 18 5
R20 40 SMP 8 tahun Pernah Terpotong Tangan 25 21 19 8

138
139

R21 29 SMA 11 tahun Pernah Terjatuh Tangan 20 18 19 8


R22 24 SMA 5 tahun Tidak Pernah 25 22 19 8
R23 23 SMA 3 tahun Pernah Terpotong Tangan 29 19 27 7
R24 36 SMA 4 tahun Pernah Terpotong Tangan 25 18 17 6
R25 30 SMA 1 tahun Pernah Terjatuh Tangan 31 19 18 8
R26 30 SMA 8 tahun Tidak Pernah 33 22 17 8
Terkena
R27 39 SMP 5 tahun Pernah Tangan 27 21 21 6
sealing
R28 19 SMA 3 tahun Pernah Terpotong Tangan 31 22 17 6
R29 35 SMA 17 tahun Tidak Pernah 30 21 17 8
R30 30 SMA 10 tahun Tidak Pernah 31 21 23 8
R31 41 SMA 10 tahun Tidak Pernah 32 21 19 8
R32 30 SMA 3 tahun Pernah Terpotong Tangan 31 18 17 6
R33 21 SMA 2.5 tahun Tidak Pernah 26 18 17 8
R34 44 SMA 20 tahun Tidak Pernah 37 21 17 8
Tertimpa
R35 30 SMA 2 tahun Pernah benda Tangan 33 19 17 8
jatuh
R36 33 SMA 2 tahun Pernah Badan 27 16 18 8
R37 50 SMA 29 tahun Tidak Pernah 34 19 17 8
R38 35 SMA 3 tahun Pernah Terjatuh Badan 26 16 18 8
R39 37 SMA 11 tahun Tidak Pernah 33 20 17 7
R40 28 SMA 4 tahun Tidak Pernah 32 19 20 6
Terjepit
R41 24 SMA 7 tahun Pernah Tangan 34 20 20 6
mesin
140

potong
R42 29 SMA 10 bulan Tidak Pernah 31 18 17 8
Terkena
R43 25 SMA 2 tahun Pernah Kaki 26 18 18 8
mesin
R44 33 SMA 10 tahun Pernah Terjatuh Kaki 31 22 17 8
R45 29 SMA 6 tahun Tidak Pernah 35 18 22 8
R46 21 SMA 1 tahun Pernah Terjatuh Kaki 32 22 17 8
R47 32 SMA 3 tahun Tidak Pernah 33 19 22 8
R48 22 SMA 1 tahun Tidak Pernah 32 20 20 8
R49 29 SMA 10 tahun Tidak Pernah 32 20 19 8
Tertimpa
R50 39 SMA 3 tahun Pernah benda Badan 32 15 17 8
jatuh
R51 38 SMA 13 tahun Tidak Pernah 32 21 18 7
R52 28 SMA 7 tahun Tidak Pernah 32 20 17 8
R53 35 SMA 8 tahun Pernah Tertusuk Kaki 35 20 17 8
R54 27 SMA 3 tahun Pernah Tertusuk Kaki 35 17 17 8
R55 29 SMA 9 bulan Pernah 35 22 17 8
Terkena
R56 36 SMA 18 bulan Pernah 24 21 17 8
sealing
R57 19 SMA 2 tahun Pernah Terjatuh Badan 38 18 18 8
R58 27 SMA 3 tahun Pernah Terjatuh Badan 34 20 20 8
R59 25 SMA 5 tahun Pernah Terpotong Tangan 27 19 17 8
R60 25 D3/S1 2.5 tahun Tidak Pernah 29 21 17 8
R61 21 SMA 2 tahun Tidak Pernah 29 18 17 8
141

R62 34 SMA 2 tahun Tidak Pernah 28 21 17 8


R63 32 SMA 10 tahun Pernah Tersetrum Tangan 32 20 19 6
R64 37 SMA 7 tahun Pernah Terjatuh Kaki 31 20 17 8
R65 29 SMA 8 tahun Tidak Pernah 37 20 17 8
Tertimpa
R66 29 SMA 10 tahun Pernah benda Kaki 31 19 19 7
jatuh
R67 29 SMA 6 tahun Tidak Pernah 36 20 17 8
R68 35 SMA 15 tahun Tidak Pernah 36 20 17 8
Terkena
R69 30 SMA 8 tahun Pernah Tangan 36 20 17 8
mesin
Terkena
R70 27 SMA 7 tahun Pernah Tangan 32 17 17 8
kena api
R71 27 SMA 8 tahun Pernah Terjepit Tangan 32 18 17 7
R72 32 SMA 5 tahun Tidak Pernah 27 20 17 8
R73 29 SMA 1.5 tahun Pernah Terjatuh Kaki 29 17 18 8
R74 26 SMA 5 tahun Tidak Pernah 31 19 23 8
Terkena
R75 31 SMA 9 tahun Pernah Tangan 27 19 18 5
mesin
R76 21 SMA 1 tahun Pernah Terjatuh Kaki 32 18 19 8
R77 40 SMA 20 tahun Tidak Pernah 32 18 24 6
R78 20 SMA 1 tahun Pernah Terpotong Tangan 31 17 19 6
R79 35 SMA 8 tahun Pernah Melepuh Tangan 28 21 17 8
R80 38 SMA 8 tahun Pernah Tersayat Tangan 30 17 18 7
R81 24 SMA 5 tahun Pernah Terpotong Tangan 29 21 17 6
142

R82 27 SMA 8 tahun Tidak Pernah 32 21 23 8


R83 23 SMA 2 tahun Tidak Pernah 31 19 19 6
R84 38 SMA 1.5 tahun Pernah Terjatuh Tangan 26 18 18 8
Terkena
R85 22 SMA 3 tahun Pernah Tangan 27 21 25 8
mesin
Terkena
R86 20 SMA 2 tahun Pernah Tangan 26 21 17 8
sealing
R87 27 SMA 6 tahun Tidak Pernah Tersayat Tangan 31 19 18 8
Terkena
R88 33 SMA 6 tahun Pernah Tangan 28 21 17 8
sealing
Terkena
R89 20 SMA 2 tahun Pernah Tangan 31 21 17 8
sealing
R90 21 SMA 2 tahun Tidak Pernah 31 21 17 4
terkena
R91 34 SMA 2 tahun Pernah Tangan 26 21 17 8
sealing
R92 26 SMA 1 tahun Pernah Terjatuh Kaki 29 21 17 8
R93 22 SMA 3 tahun Tidak Pernah 31 21 17 8
R94 34 SMP 2 tahun Tidak Pernah 35 21 18 8
Terkena
R95 35 SMA 4 tahun Pernah Kepala 28 20 17 8
mesin
R96 32 SMP 3 tahun Pernah Tersayat Tangan 37 19 19 8
R97 37 SMA 10 tahun Pernah Terjatuh Leher 27 21 21 7
R98 33 SMA 3 tahun Tidak Pernah 29 19 17 8
Terkena
R99 32 SMP 6 tahun Pernah Tangan 30 17 17 8
sealing
R100 35 SMA 3 tahun Tidak Pernah 31 21 18 8
143

R101 31 SMA 8 tahun Pernah Terjepit Kaki 25 18 21 7


R102 23 SMA 3 tahun Pernah Terjatuh Badan 31 16 22 6
144

Lampiran 9 Data Koding Penelitian

T. Masa Jenis Bagian Sikap Pengetahuan Kelelahan


Nama Umur KK Pengaman Mesin
Pendidikan Kerja KK Terluka Kerja K3 Kerja
R1 1 2 2 2 2 2 3 2
R2 2 2 1 2 1 2 3 2
R3 2 2 1 2 2 1 3 2
R4 1 2 2 2 2 2 3 2
R5 2 2 1 2 2 2 3 2
R6 2 2 1 1 2 4 2 2 3 2
R7 2 2 1 1 5 4 2 2 3 2
R8 1 2 2 2 2 2 3 2
R9 2 2 1 1 1 4 2 2 3 2
R10 2 1 1 1 2 1 1 1 3 2
R11 1 2 2 2 1 2 3 2
R12 2 2 1 1 4 4 1 1 3 2
R13 2 2 1 1 4 4 1 2 3 2
R14 2 1 2 1 4 4 1 1 3 1
R15 1 1 2 2 1 2 3 2
R16 2 2 2 2 1 1 3 2
R17 2 2 2 1 2 3 1 2 3 1
R18 1 1 2 2 1 2 3 2
R19 2 2 2 1 2 3 1 2 3 1
R20 1 1 2 1 1 4 1 2 3 2
145

R21 2 2 2 1 2 4 1 2 3 2
R22 2 2 2 2 1 2 3 2
R23 2 2 1 1 1 4 1 2 3 1
R24 1 2 2 1 1 4 1 2 3 1
R25 1 2 1 1 2 4 2 2 3 2
R26 1 2 2 2 2 2 3 2
R27 1 1 2 1 5 4 1 2 3 1
R28 2 2 1 1 1 4 2 2 3 1
R29 1 2 2 2 1 2 3 2
R30 1 2 2 2 2 2 2 2
R31 1 2 2 2 2 2 3 2
R32 1 2 1 1 1 4 2 2 3 1
R33 2 2 1 2 1 2 3 2
R34 1 2 2 2 2 2 3 2
R35 1 2 1 1 6 4 2 2 3 2
R36 1 2 1 1 3 1 1 3 2
R37 1 2 2 2 2 2 3 2
R38 1 2 1 1 2 3 1 1 3 2
R39 1 2 2 2 2 2 3 2
R40 2 2 1 2 2 2 3 1
R41 2 2 2 1 6 4 2 2 3 1
R42 2 2 1 2 2 2 3 2
R43 2 2 1 1 5 5 1 2 3 2
R44 1 2 2 1 2 5 1 2 3 2
146

R45 2 2 2 2 2 2 3 2
R46 2 2 1 1 2 5 2 2 3 2
R47 1 2 1 2 2 2 3 2
R48 2 2 1 2 2 2 3 2
R49 2 2 2 2 2 2 3 2
R50 1 2 1 1 6 3 2 1 3 2
R51 1 2 2 2 2 2 3 1
R52 2 2 2 2 2 2 3 2
R53 1 2 2 1 3 5 2 2 3 2
R54 2 2 1 1 3 5 2 1 3 2
R55 2 2 1 1 2 2 3 2
R56 1 2 1 1 5 1 2 3 2
R57 2 2 1 1 2 3 2 2 3 2
R58 2 2 1 1 2 3 2 2 3 2
R59 2 2 2 1 1 4 1 2 3 2
R60 2 3 1 2 1 2 3 2
R61 2 2 1 2 1 2 3 2
R62 1 2 2 2 1 2 3 2
R63 1 2 2 1 6 4 2 2 3 1
R64 1 2 2 1 2 5 2 2 3 2
R65 2 2 2 2 2 2 3 2
R66 2 2 2 1 6 5 2 2 3 2
R67 2 2 2 2 2 2 3 2
R68 1 2 2 2 2 2 3 2
147

R69 1 2 2 1 5 4 2 2 3 2
R70 2 2 2 1 6 4 2 1 3 2
R71 2 2 2 1 6 4 2 2 3 2
R72 1 2 2 2 1 2 3 2
R73 2 2 1 1 2 5 1 1 3 2
R74 2 2 2 2 2 2 2 2
R75 1 2 2 1 5 4 1 2 3 1
R76 2 2 1 1 2 5 2 2 3 2
R77 1 2 2 2 2 2 2 1
R78 2 2 1 1 1 4 2 1 3 1
R79 1 2 2 1 6 4 1 2 3 2
R80 1 2 2 1 4 4 1 1 3 2
R81 2 2 2 1 1 4 1 2 3 1
R82 2 2 2 2 2 2 2 2
R83 2 2 1 2 2 2 3 1
R84 1 2 1 1 2 4 1 2 3 2
R85 2 2 1 1 5 4 1 2 2 2
R86 2 2 1 1 5 4 1 2 3 2
R87 2 2 2 2 4 4 2 2 3 2
R88 1 2 2 1 5 4 1 2 3 2
R89 2 2 1 1 5 4 2 2 3 2
R90 2 2 1 2 2 2 3 1
R91 1 2 1 1 5 4 1 2 3 2
R92 2 2 1 1 2 5 1 2 3 2
148

R93 2 2 1 2 2 2 3 2
R94 1 1 1 2 2 2 3 2
R95 1 2 1 1 5 1 1 2 3 2
R96 1 1 1 1 4 4 2 2 3 2
R97 1 2 2 1 2 2 1 2 3 2
R98 1 2 1 2 1 2 3 2
R99 1 1 2 1 5 4 1 1 3 2
R100 1 2 1 2 2 2 3 2
R101 1 2 2 1 6 5 1 2 3 2
R102 2 2 1 1 2 3 2 1 3 1
149

Lampiran 10 Uji Statistik Distribusi Responden


150

150
151
152
153

Lampiran 11 Uji Chi Square dan Uji Fisher


154
155
156
157
158

Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian


159

Anda mungkin juga menyukai