Revisi Baru Kti Pneumonia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 119

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PNEUMONIA, CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
HIPERTENSI DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Oleh :

WAHYUDIN SETIONO
NIM. 192.1016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TA 2021/2022
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PNEUMONIA, CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
HIPERTENSI DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh :

WAHYUDIN SETIONO
NIM. 192.1016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TA 2021/2022

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa


karya tulis ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya.
Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 22 Februari 2022

WAHYUDIN SETIONO
NIM. 192.1016

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:


Nama : WAHYUDIN SETIONO
NIM : 192.1016
Program Studi : D-III KEPERAWATAN
Judul : Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa
Medis Pneumonia, Cerebrovacular Accident
(CVA) Hipertensi di Intensive Care Unit (ICU)
RSPAL Dr. Ramelan Surabaya
Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami akan menganggap dan dapat
menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam sidang guna memenuhi sebagian
persyaratan untuk memperoleh gelar :

AHLI MADYA KEPERAWATAN (A.Md.Kep)

Surabaya, 22 Februari 2022

Pembimbing

Ceria Nurhayati, S.Kep.,M.Kep


NIP. 03.049

Ditetapkan di : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya


Tanggal : 22 Februari 2022

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dari :


Nama : WAHYUDIN SETIONO
NIM : 192.1016
Program Studi : D-III KEPERAWATAN
Judul : Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa
Medis Pneumonia, Cerebrovacular Accident
(CVA) Hipertensi di Intensive Care Unit (ICU)
RSPAL Dr. Ramelan Surabaya
Telah dipertahankan dihadapan dewan Sidang Karya Tulis Ilmiah di Stikes Hang
Tuah Surabaya,pada:
Hari, tanggal : Selasa, 22 Februari 2022
Bertempat di : Stikes Hang Tuah Surabaya
Dan dinyatakan LULUS dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar AHLI MADYA KEPERAWATAN, pada Prodi D-III
Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya
Penguji I : Dhian Satya Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep(……………….)
NIP. 03.008
Penguji II : Sifira Kristiningrum, S.Kep.,Ns (……………………)

Penguji III : Ceria Nurhayati, S.Kep.,M.Kep (……………………)


NIP. 03.049

Mengetahui,
Stikes Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi D-III Keperawatan

Dya Sustrami, S.Kep.,Ns.,M.Kes.


NIP. 03.007

Ditetapkan di : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya


Tanggal : 22 Februari 2022

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
program pendidikan Ahli Madya Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis ini
bukan hanya karena kemampuan penulis, tetapi banyak ditentukan oleh bantuan
dari berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi
terselesainya penulisan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kolonel Laut dr. Gigih Imanta. J Sp Pd.Finasim,MM selaku Kepala
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya yang telah member ijin dan lahan praktik
untuk penyusunan Karya Tulis Ilmiah dan selama kami berada di Stikes
Hang Tuah Surabaya.
2. Laksamana Pertama (Purn) Dr. AV. Sri Suhardiningsih., SKp.,M.Kes
selaku Ketua Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan
kesempatan pada kami untuk praktik di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi
Jawa Timur dan menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah Surabaya.
3. Ibu Dya Sustrami, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Kepala Program Studi D-III
keperawatan yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
4. Ibu Dhian Satya Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku penguji 1, yang
dengan tulus ikhlas telah memberikan arahan dan masukan penyusunan
dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
5. Ibu Sifira Kristiningrum, S.Kep.,Ns. Selaku penguji 2, yang dengan tulus
ikhlas telah memberikan arahan dan masukan penyusunan dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
6. Ibu Ceria Nurhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku pembimbing dan penguji
3, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian dalam

v
memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
7. Bapak dan ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan
bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan
makna dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini, juga kepada
seluruh tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani keperluan
penulisan selama menjalani studi dan penulisannya.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan tersayang dalam naungan Stikes Hang Tuah
Surabaya yang telah memberikan dorongan semangat sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan, saya hanya dapat mengucapkan
semoga hubungan persahabatan tetap terjalin.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuannya. Penulis hanya bisa berdo’a semoga Tuhan membalas
amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
karya tulis ilmiah ini.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 22 Februari 2022

Wahyudin Setiono

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 4
1.3 Tujuan .................................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum......................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................. 6
1.4.1 Secara Akademis.................................................................................... 6
1.4.2 Secara Praktis.......................................................................................... 6
1.5 Metode Penulisan.................................................................................... 7
1.5.1 Metode.................................................................................................... 7
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data..................................................................... 7
1.5.3 Sumber Data........................................................................................... 8
1.5.4 Studi Kepustakaan.................................................................................. 8
1.6 Sistematika Penulisan............................................................................. 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 10
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru........................................................... 10
2.1.1 Anatomi Paru-Paru.................................................................................. 10
2.1.2 Fisiologi Paru.......................................................................................... 11
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Paru-Paru...................................... 12
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Otak................................................................... 12
2.3 Konsep Pneumonia................................................................................. 15
2.3.1 Definisi Pneumonia................................................................................. 15
2.3.2 Etiologi Pneumonia................................................................................. 16
2.3.3 Klasifikasi Pneumonia............................................................................ 16
2.3.4 Patofisiologi Pneumonia......................................................................... 18
2.3.5 Tanda Dan Gejala Pneumonia................................................................ 20
2.3.6 Pengobatan Dan Pencegahan Pneumonia............................................... 20
2.3.7 WOC (Web Of Caution).......................................................................... 21
2.4 Konsep Cerebrovascular (CVA)............................................................ 22
2.4.1 Definisi Cerebrovascular (CVA)........................................................... 22
2.4.2 Klasifikasi Cerebrovascular (CVA)....................................................... 22
2.4.3 Etiologi Cerebrovascular (CVA)........................................................... 24
2.4.4 Patofisiologi Cerebrovascular (CVA).................................................... 25
2.5 Konsep Hipertensi................................................................................... 26

vii
2.5.1 Definisi Hipertensi.................................................................................. 26
2.5.2 Etiologi Hipertensi.................................................................................. 27
2.5.3 Manifestasi Klinis Hipertensi................................................................. 28
2.5.4 Patofisiologi Hipertensi.......................................................................... 28
2.5.5 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi......................................................... 29
2.6 Konsep ICU............................................................................................ 30
2.7 Konsep Ventilasi Mekanik...................................................................... 33
2.7.1 Definisi Ventilasi Mekanik..................................................................... 33
2.7.2 Tujuan Dari Penggunaan Ventilasi Mekanik.......................................... 33
2.7.3 Tipe Ventilator........................................................................................ 33
2.7.4 Possitive End-Expiratory Pressure (PEEP)............................................ 36
2.7.5 Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)....................................... 38
2.7.6 Intermittent Mandatory Ventilator (IMV).............................................. 38
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Pneumonia............ 39
2.8.1 Pengkajian............................................................................................... 39
2.8.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 47
2.8.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................... 49
2.8.4 Implementasi Keperawatan..................................................................... 53
2.8.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................. 53
BAB 3 TINJAUAN KASUS........................................................................... 54
3.1 Pengkajian............................................................................................... 54
3.1.1 Identitas Pasien....................................................................................... 54
3.1.2 Riwayat Sehat Dan Sakit........................................................................ 54
3.1.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................... 57
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................... 68
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 70
3.3 Lembar Observasi Perawatan Intensif.................................................... 72
3.4 Intervensi Keperawatan.......................................................................... 76
3.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan.............................................. 78
BAB 4 PEMBAHASAN.................................................................................. 88
4.1 Pengkajian............................................................................................... 88
4.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 89
4.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................... 92
4.4 Implementasi Keperawatan..................................................................... 94
4.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................. 96
BAB 5 PENUTUP........................................................................................... 98
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 98
5.2 Saran....................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 101
LAMPIRAN..................................................................................................... 103

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan.................................................................... 49


Tabel 3.1 Pengkajian Personal Hygiene........................................................... 64
Tabel 3.2 Skala Nyeri Pasien Tidak Sadar....................................................... 65
Tabel 3.3 Terapi Obat Ny. S Di Ruang ICU Central........................................ 68
Tabel 3.4 Analisa Data..................................................................................... 70
Tabel 3.5 Prioritas Masalah.............................................................................. 71
Tabel 3.6 Lembar Observasi............................................................................. 72
Tabel 3.7 Lembar Observasi............................................................................. 73
Tabel 3.8 Lembar Observasi............................................................................. 74
Tabel 3.9 Intervensi Keperawatan.................................................................... 75
Tabel 3.8 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan......................................... 78

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paru-Paru Manusia........................................................................ 10


Gambar 2.2 Anatomi Dan Fisiologi Paru......................................................... 15
Gambar 2.4 Gambaran Pneumonia................................................................... 15
Gambar 3.1 Genogram...................................................................................... 57
Gambar 3.2 Hasil Bacaan Foto Thorax............................................................ 65

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Standar Operasional Prosedur Pemberian Nebulasi......................... 103

xi
DAFTAR SINGKATAN

BAB = Buang Air Besar


BAK = Buang Air Kecil
BB = Berat Badan
Cm = Centimeter
DO = Data Obyektif
DIII = Diploma
Dr = Dokter
DS = Data Subyektif
kg = Kilogram
mmHg = Milimeter Hektogram
N = Nadi
No = Nomor
O = Obyektif
RR = Respiratory Rate
RM = Rekam Medis
RS = Rumah Sakit
S = Suhu
SOAP = Subjektif, Objektif, Assessment, Plan
TGL = Tanggal
TT = Tanda Tangan
TD = Tekanan Darah.
WIB = Waktu Indonesia Barat
WHO = World Health Organizatin

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia ialah peradangan yang kebanyakan mengenai jaringan paru,

mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan mengakibatkan tergabungnya

jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia merupakan keadaan peradangan akut

yang terdapat pada jaringan paru (bronkiolus dan alveoli paru), pneumonia dapat

diakibat oleh viris, jamur dan bakteri (John Daly, 2010).

Pneumonia merupakan terjadinya inflamasi jaringan paru yang diakibatkan

oleh mikroorganisme, meliputi jamur, mikrobakteria, dan virus. (Brunner &

Suddarth, 2011). Bakteri yang menyebabkan pneumonia yaitu Streptococcus

pneumonia yang merupakan flora normal yang ada di tenggorokan manusia yang

sehat. Namun apabila imun dalam tubuh mengalami penurunan disebabkan oleh

usia, gangguan kesehatan, maupun asupan makanan, setelah menginfeksi bakteri

tersebut akan menggandakan diri, yeng menyebabkan timbulnya pneumonia yang

cukup serius dan harus ditangani dengan cepat. Pneumonia juga bisa menjadi

infeksi yang serius apabila tidak ada penanganan yang cepat dan dapat

berkembang menjadi sepsis yang berpotensi mengancam jiwa (Misnardiarly,

2008). Perluasan infeksi dapat mengalami penyebaran yang cepat kedalam tubuh

melalui pembuluh darah. Tanda dan gejala pada pneumonia biasanya adalah suhu

tubuh ≥38°C, batuk, sputum, peningkatan jumlah angka leukosit, pemeriksaan

fisik ditemukan adanya suara napas bronkial dan ronchi (Brunner & Suddarth,

2011).

1
2

Pnemonia di dunia angka kejadian pneumonia pada tahun 2018, didapatkan

tingkat rata-rata sebesar lebih dari 1.400 data pneumonia per 100.000 kasus atau

0,014%, itu tandanya kasus per 7 lansia setiap tahunnya. Angka kejadian terbesar

pneumonia terjadi di Asia Selatan dengan 2.500 data per 100.000 kasus dan

Afrika Barat dan Tengah dengan 1.620 data per 100.000 lansia (UNICEF, 2019).

Angka kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2018 di Indonesia,

didapatkan rata-rata sebanyak 20,06% pada kasus pneumonia (Kemenkes RI,

2019). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) rata-rata pneumonia pada

tahun 2007, 2013 dan 2018 menjadi trend naik turun. Pada lansia angka kejadian

tertinggi yang mengalami pneumonia pada usia 60-65 sebesar 2,6% (Kemenkes

RI, 2013). Di tahun 2018 rata-rata pneumonia mengalami peningkatan kembali

menjadi 2,0% (Kemenkes RI, 2019). Rata-rata pneumonia pada tahun 2017-2018

di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan. Hasil data pneumonia pada tahun

2017 mencapai 35,0% dan meningkat pada tahun 2018 dengan presentase temuan

46,65%, sedangkan target temuan yaitu 80% (Kemenkes RI, 2019). Temuan kasus

pneumonia di Kota Surabaya selama periode 2016 sampai 2018 terjadi

peningkatan yang fruktuatif. Hasil studi pendahuluan di RSAL Surabaya

menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 100 klien yang mengalami

pneumonia, kemudian pada tahun 2016 terdapat 137 klien, serta pada tahun 2017

terdapat 176 klien, dan terakhir pada tanggal 1-8 januari 2018 terdapat 19 klien

(Lufiati, 2019) dan pada bulan Desember 2021 sampai dengan Januari 2022

ditemukan sebanyak 35 jumlah kasus Pneumonia di Ruang ICU Central RSPAL

Dr. Ramelan Surabaya ditemukan 35 kasus klien dengan Pneumonia itu tandanya
3

kasus pneumonia masih terus mengalami peningkatan. (SIM RS RSPAL Dr.

Ramelan Surabaya, 2019).

Pada usia lansia juga muncul adanya perubahan fisik. Tanda perubahan pada

lansia salah satunya yaitu pada sistem sirkulasi, dimana terjadi penurunan

kelenturan dinding aorta, katup jantung mengalami penebalan dan menjadi kaku,

kehilangan kelenturan pembuluh darah, kurangnya fungsi pembuluh darah perifer

untuk proses oksigenasi (Maryam, 2008). Hal tersebut dapat mengalami

peningkatan angka cardiothoracic ratio (CTR) (Mensah, et al., 2015). TD normal

ialah 120/80 mmHg. TD antara 120/80 mmHg dan 139/89 mmHg disebut

prahipertensi (pre-hypertension) dan TD lebih dari 140/90 mmHg disebut

hipertensi. Angka yang diawal merupakan TD sistolik yang berhubungan dengan

tekanan didalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi dan memompa

darah menuju ke pembuluh darah yang ada.

Stroke ialah kelainan fungsi otak yang timbul secara tiba-tiba yang

diakibatkan karena gangguan system peredaran darah otak dan bisa terjadi pada

siapa ataupun kapan saja. Stroke ialah penyakit yang paling sering menimbulkan

cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, disatria, kognitif, daya ingat dan bentuk-

bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2011).

Efek akibat dari hipertensi ketika telah terjadi komplikasi, akan disadari

ketika telah mengakibatkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung

koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif. Hipertensi selain menjadi

penyebab angka kematian yang tinggi juga berdampak pada mahalnya biaya

pengobatan dan perawatan yang harus dikeluarkan oleh klien. Perlu ditekankan

kembali bahwa hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup


4

seseorang. Semangat dengan tekad yang teguh murni dari diri klien untuk sembuh

pasti memberikan dampak kehidupan yang sangat berharga. Proses untuk menjaga

TD klien perawatan hipertensi selain dengan perawatan non farmakologi seperti

olahraga, dapat disertai dengan cara pengobatan farmakologi.

Klien dengan pneumonia perlu mendapatkan perawatan di RS karena

memerlukan pengobatan yang sesuai. Perawat dapat meningkatkan kualitas

pengetahuan keluarga dan masyarakat mengenai penyakit pneumonia dengan

memberikan penyuluhan atau promosi kesehatan mengenai pentingnya vaksinasi

untuk pencegahan penyakit pneumonia. Pneumonia dapat dapat dilakukan

pencegahan salah satu upaya yaitu vaksinasi terhadap bakteri penyebab

pneumonia dan vaksin influenza. Harapan kedepannya perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan yang sifatnya komprehensif dan menyeluruh

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, untuk mencapai tingkat

kesembuhan yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup klien. Perawat dapat

meningkatkan kualitas hidup klien dengan memberikan penyuluhan atau

pendidikan kesehatan kepada keluarga klien mengenai kepatuhan dalam

pengobatan atau terapi kognitif behavior, hygiene personal, dan sanitasi

lingkungan. Peran sekunder dari perawat adalah memberikan nebulisasi agar

penyakit tidak kembali kambuh. (Bukhari, 2019)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut: “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di Intenssive Care Unit

(ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?”


5

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi Asuhan Keperawatan pada Ny. S

dengan Diagnosa Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA),

Hipertensi di Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa

Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di

Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

2. Merumuskan diagnosa Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa

Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di

Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

3. Merencanakan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di Intenssive

Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

4. Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di Intenssive

Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

5. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di Intenssive

Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

6. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa

Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di

Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.


6

1.4 Manfaat Penulisan

Berhubungan mengenai tujuan dari penulisan ini, maka tugas akhir ini

diharapkan dapat memberi manfaat:

1.4.1 Secara Akademis

Manfaat penulisan ini menjadi bekal tambahan bagi ilmu pengetahuan

khususnya terkait Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi di Intenssive Care Unit

(ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?.

1.4.2 Secara praktis

1. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Manfaat penulisan ini, dapat menjadi saran bagi pelayanan kesehatan di

rumah sakit agar dapat melaksanakam Asuhan Keperawatan pada Ny. S

dengan Diagnosa Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA),

Hipertensi di Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan Surabaya

dengan baik.

2. Bagi peneliti

Manfaat penulisan ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya,

yang akan melakukan karya tulis ilmiah pada Asuhan Keperawatan pada

Ny. S dengan Diagnosa Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident

(CVA), Hipertensi di Intenssive Care Unit (ICU) RSPAL Dr. Ramelan

Surabaya.

3. Bagi profesi kesehatan


7

Untuk petambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pengetahuan yang luas mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi.

4. Bagi penderita

Bertujuan agar dapat menambah wawasan mengenai diagnosa medis

Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi dalam

kehidupan sehari- hari dan dapat meningkatkan motivasi untuk

memeriksakan diri dalam memanfaatkan layanan kesehatan.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Metode

Metode studi kasus adalah metode yang terpusat pada perhatian pada satu

kasus tertentu yang diusulkan sebagai sebuah kasus untuk diolah secara teliti

sehingga dapat menguraikan kenyataan dibalik fenomena.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Hasil data diambil atau diperoleh melalui wawacara dengan keluarga klien

maupun tim kesehatan lainnya.

2. Observasi

Hasil data yang diperoleh ketika wawancara dengan keluarga berlangsung

dan sesuai dengan kondisi klien.

3. Pemeriksaan

Seputar pemeriksaan fisik yang dapat menunjang dalam menegakkan

diagnosa dan penanganan selanjutnya.


8

1.5.3 Sumber Data

1. Data primer

Data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari observasi secara

langsung.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari keluarga atau orang

terdekat klien, catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan

laboratorium dan tim kesehatan lain.

1.5.4 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ialah menelaah buku referensi yang saling bertautan

dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar lebih rinci dan lebih mudah dalam mempelajari dan menelaah karya

tulis ilmiah ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Bagian awal, berisi halaman judul, persetujuan komisi pembimbing,

pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi.

2. Bagian inti terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub

bab berikut ini:

BAB 1: Pendahuluan, memuat mengenai latar belakang masalah, tujuan,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan karya tulis ilmiah.

BAB 2: Tinjauan pustaka, memuat mengenai konsep penyakit dari sudut

medis dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis Pneumonia,

Cerebrovascular Accidents dan Hipertensi, serta kerangka masalah.


9

BAB 3: Tinjauan kasus, memuat mengenai deskripsi data hasil pengkajian

diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB 4: Pembahasan, memuat mengenai perbandingan antara teori dengan

fenomena yang terjadi di lapangan.

BAB 5: Penutup, memuat mengenai simpulan dan saran.

3. Bagian akhir, memuat rangkaian daftar pustaka dan lampiran.


10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan diuraikan secara teoritis tentang konsep dan asuhan

keperawatan dengan pneumonia, CVA dan hipertensi. Konsep diuraikan difinisi,

etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan

penatalaksaan secra medis. Konsep asuhan keperawatan menganai penyakit

pneumonia, CVA dan hipertensi dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, penatalasanaan,

evaluasi.

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru

2.1.1 Anatomi Paru-Paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru paru adalah

berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya

berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan

dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri

mempunyai dua lobus. Setiap paru paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,

terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.

Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang

disebut mediastinum (Ilyasa, 2020).

Gambar 2.1 Paru-paru manusia (Saintika, 2018)

10
11

Menurut Juarfianti (2015) Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis

yang bernama pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.

Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan

pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua

pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Hall & Guyton, 2016)

2.1.2 Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam

keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada

sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki

struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan

dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Hall & Guyton, 2016)

Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan

atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon

dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,

akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen

dan karbon dioksida bisa normal (Bagus G. Sujana, 2016). Udara yang dihirup

dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan

bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa

tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan

kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari

tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru

manusia dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan
12

terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan

alveoli untuk mengempis (Rhamadhani, 2018).

2.1.3 Faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru paru

Menurut Ilyasa (2020) faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru

manusia adalah sebagai berikut :

1. Usia

Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan dapat

berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan

terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan

kapasitas paru.

2. Jenis kelamin

Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari pada funsgi

ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-laki lebih besar

dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas lakilaki lebih tinggi sehingga

recoil dan compliance paru sudah terlatih.

3. Tinggi badan

Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi lebih tinggi

dari pada orang yang bertubuh kecil pendek.

2.2 Anatomi dan Fisiologis Otak

Otak terletak dalam rongga cranium, terdiri atas semua bagian system saraf

pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum

cerebellum, brainstem, dan limbic system (Derrickson &Tortora, 2013). Otak

merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron telah

di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada
13

otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak mengambil alih fungsi dari

bagianbagian yang rusak. Otak belajar kemampuan baru, dan ini merupakan

mekanisme paling penting dalam pemulihan stroke (Wahyudi, 2020)

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat

dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla

spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari

SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh

lainnya. Menurut White (2008) Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf,

dengan komponen bagiannya adalah:

1. Cerebrum

Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri

dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus

(Ganong, 2013). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:

2. Lobus Frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,

seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di

hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat

pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)

dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat

daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur

gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk,

2014).

3. Lobus Temporalis
14

Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura

laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2018).

Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran

dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.

4. Lobus parietalis

Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus

postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran

(White, 2008). d) Lobus oksipitalis Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat

penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses

rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini

dengan informasi saraf lain & memori (White, 2018).

5. Lobus Limbik

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan

bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas

susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2018).

6. Cerebellum

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak

neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi

yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi

somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan

output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan

tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal

(Purves, 2014).

7. Brainstem
15

Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan

dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-

struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan

desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian

otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.

Gambar 2.2 Anatomi Fisiologi Otak (Hall & Guyton, 2016)

2.3 Konsep Pnemonia

2.3.1 Definisi Pnemonia

Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru,

distal dari bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan

menimbulakan konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia adalah

keadaan inflamasi akut yang terdapat pada parenkim paru (bronkiolus dan alveoli

paru), penyakit ini merupakan penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri,

virus, atau jamur (Jonh Daly, 2010).

Gambar 2.3 Gambaran Pnemonia


16

2.3.2 Etiologi Pneumonia

Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat

menular dari komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat

menghisap bakteri, virus, parasite, dan agen iritan (Mary & Donna, 2014).

Menurut (Padila, 2013) penyebab dari pneumonia yaitu:

1. Bakteri

Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif

seperti: streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis.

2. Virus

Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus

ini dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.

3. Jamur

Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara

mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung.

4. Protozoa

Protozoa dapat menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni

(PCP) biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.

2.3.3 Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi pneumonia dapat dibedakan menjadi: anatominya, etiologinya,

gejala kliniknya ataupun menurut lingkungannya. Berdasarkan lokasi anatominya,

pneumonia dapat pada segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Jika hanya

melibatkan lobulus, pneumonia sering mengenai bronkus dan bronkiolus jadi

sering disebut sebagai bronkopneumonia. Kuman komensal saluran pernapasan


17

bagian atas kadang dapat menyebabkan pneumonia jadi sifatnya sudah berubah

menjadi patogen (Djojodibroto, 2014).

Pada pasien yang penyakitnya sangat parah, sering ditemukan penyebabnya

adalah bakteri bersama dengan virus. Berdasarkan gejala kliniknya, pneumonia

dibedakan menjadi pneumonia klasik dan pneumonia atipik. Adanya batuk yang

produktif adalah ciri pneumonia klasik, sedangkan pneumonia atipik mempunyai

ciri berupa batuk nonproduktif. Peradangan paru pneumonia atipik terjadi pada

jaringan interstisial sehingga tidak menimbulkan eksudat. Pneumonia dapat

digolongkan Andhika (2013) menjadi:

1. Pneumonia bakterial

Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dari atmosfer,

juga dapat memalui aspirasi dari nosofering atau orofering. Pneumonia

bakterial terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Community – Acquired Pneumonia (CAP) 7 Penyakit ini sering diderita

oleh anggota masyarakat umumnya disebabkan oleh streptococcus

pneumonia dan biasanya menimbulkan pneumonia lobar. Pneumonia

yang disebabkan oleh pneumokokus yang menyebabkan penderita

mengalami gejala menggigil dan diiukuti demam yang tinggi.

b. Hospital–Acquired Pneumonia (HAP) Pneumonia nosocomial yaitu

pneumonia yang kejadiannya bermula dirumah sakit. Penyakit ini

adalah penyebab kematian yang terbanyak pada pasien dirumah sakit.

Mikroorganisme penyebabnya biasanya bakteri gram negatif dan

stafilokokus.

2. Pneumonia aspirasi (aspiration pneumonia)


18

Pneumonia aspirasi dapat menyebabkan: obstruksi atau tersumbatnya

saluran pernapasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi (asam lambung,

enzim, dan pencernaan) dan, pneumonitis oleh infeksi.

3. Pneumonia pneumositis

Pneumonia pneumositis merupakan penyakit akut yang opertunistik yang

disebabkan oleh suatu protozoa bernama pneumocystis jirovecii sebleumnya

dinamai pneumovystis carinii. Protozoa ini dikenal sekjak 1909 dan mulai

decade 1980-an menempatkan diri kembali sebagai pathogen terutama pada

penderita AIDS.

4. Pneumonia atipik (pneumonia non bacterial)

Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan oleh

mycoplasma pneumoniae, chlamydea psittaci, legionella pneumophila, dan

coxiella burneti.

2.3.4 Patofisiologi Pneumonia

Agen penyebab pneumonia masuk ke paru – paru melalui inhalasi atau pun

aliran darah. Diawali dari saluran pernafasan dan akhirnya masuk ke saluran

pernapasan bawah. Reaksi peradangan timbul pada dinding bronkhus

menyebabkan sel berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak. Kondisi tersebut

berlansung lama sehingga dapat menyebabkan etelektasis (Suratun & Santa,

2013). Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan eksudat yang

mengganggu jalan napas, bronkospasme dapat terjadi apabila pasien menderita

penyakit jalan napas reaktif (Smeltzer & Bare, 2013).

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri dari kumpulan – kumpulan

unit yang dibentuk melalui percabangan progresif pada jalan napas.


19

Mikroorganisme dari lingkungan didalam udara yang dihirup, sterilitas saluran

napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang

efektif (Irman Somantri, 2012). Pernapasan merupakan dasar dari penyakit paru,

baik perubahan yang didapat pada histopatologi akibat pada faal paru. Laring

menghubungkan faring dengan trakea yang terdiri dari kartilago denagn kartilago

epiglottis terletak di atasnya. Epiglotis berfungsi menghasilkan reflek batuk dan

melindungi saluran napas bawah terhadap aspirasi benda selain udara (Jonh Daly,

2010).

Pneumonia dapat disebabkan oleh pneumokokus, sedangkan pada usia tua

disebabkan oleh basilus aerob gram negatif, seperti misalnya S.aureus. (Tambrani

Prof., 2017). Akibat dari virus tersebut maka timbulnya hepatisasi merah

dikarenakan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dan kapiler paru – paru.

Selanjutnya aliran darah menurun, leukosit memenuhi alveoli dan sewaktu

resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit dan

kuman (Irman Somantri, 2012). Setelah agen infeksius mencapai jaringan paru,

kemudian infeksi akan menyebar ke jaringan paru lainnya. Inflamasi mulai

berespon, mediator dilepaskan dan dapat menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler,

yang 10 mengakibatkan gangguan difusi dan akumulasi berbagai sel darah,

eksudat, dan cairan serosa (Jonh Daly, 2010). Sekret yang berlebih dan kental

akan mengakibatkan bersihan jalan naps tidak efektif (Wahit Lilis & Joko, 2015).

Gejala yang sering muncul meliputi dyspnea, ortopnea, dan demam (Jonh Daly,

2010). Penularan yang biasanya terjadi melalui droplet sering disebabkan

streptococcus pneumonia, perubahan kekebalan tubuh pasien seperti gangguan


20

kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan gangguan antibiotik yang

tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman (Sudoyo, 2006).

2.3.5 Tanda dan Gejala Pneumonia

Gejala umum yang biasanya terjadi pada pneumonia yaitu demam, batuk,

dan sesak napas (Djojodibroto, 2014). Gejala yang dapat muncul pada klien

dengan pneumonia adalah demam, berkeringat, batuk dengan sputum yang

produktif, sesak napas, sakit kepala, nyeri pada leher dan dada, dan pada saat

austultasi dijumpai adanya ronchi dan dullness pada perkusi dada Menurut

(Suratun & Santa, 2013).

2.3.6 Pengobatan dan Pencegahan Pneumonia

Jika mendapati anggota keluarga mengalami kesulitan bernapas atau terjadi

peningkatan frekuensi napas, segeralah bawa ke rumah sakit. Dengan demikian

dapat dilakukan untuk penanganan yang tepat. Dokter akan melakukan

penanganan terhadap pneumonia dengan cara sebagai berikut:

1. Terapi kausal. Terapi ini dilakukan dengan cara pemberian obat antibiotik

atau obat anti jamur.

2. Terapi suportif umum. Penanganan ini disesuaikan dengan keadaan pasien,

misalnya ketika pemberian terapi oksigen.

3. Terapi inhalasi. Dengan cara menyalurkan obat langsung ke paru-paru.

Terapi ini dapat menghindari efek samping yang berkelanjutan,

mengencerkan dahak yang kental dan kekuningan, serta mengatasi infeksi.

4. Fisioterapi dada. Cara ini dilakukan untuk mempermudah proses

pengeluaran dahak dari paru.


21

5. Meningkatkan daya tahan tubuh sangat penting untuk menghindarkan diri

dari pneumonia. Karena itu, jagalah kebersihan diri dengan menerapkan hal-

hal berikut dalam keseharian:

a. Rajin mencuci tangan

b. Mengenakan masker ketika pergi ke tempat umur

c. Berolahraga secara teratur

2.3.7 Web of Caution (WOC) (Lufiati, 2018)

Gangguan fungsi menelan


pada pasien stroke karena
Intoleransi tirah baring lama
Aktivitas

Hipertermia Defisit
Nutrisi

Bersihan Jalan Napas


Tidak Efektif

Pola Napas Tidak


Efektif
22

2.4 Konsep Cerebrovascular Accident (CVA)

2.4.1 Definisi Cerebrovascular Accident (CVA)

Gangguan suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat oklusi

pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.

Gangguan pada aliran darah ini aka menguramgi suplai oksigen, glukosa, dan

nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena dan

mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak (Hartono, 2010). Stroke

merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan

terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan

kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat

berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat

dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak

(Mutaqin, 2011).

Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang

ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian

jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak

(Indarwati, Sari, & Dewi, 2008). Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk

kerusakan neurologis yang disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi

darah normal ke otak. Dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

Stroke hemoragik lebih jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan

hemoragik subaraknoid (Weaver & Terry, 2013).

2.4.2 Klasifikasi Cerebrovascular Accident (CVA)

Menurut Mustaqin (2011) berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi

menjadi dua jenis yaitu :


23

1. Stroke Iskemik

Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah, penyempitan

sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus

(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang

berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau stroke

iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, penyumbatan atau

penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal

inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli

cenderung terjadi pada orang yang mengidap penyakit jantung (misalnya

denyut jantung yang cepat tidak teratur, penyakit katub jantung dan

sebagainya) secara rata-rata seperempat dari stroke iskemik di sebabkan

oleh emboli, biasanya dari jantung (stroke kardioembolik) bekuan darah dari

jantung umumnya terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur

(misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan

dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi di dalam

jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan pembedahan jantung. Penyebab

lain seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi merupakan penyebab

sekitar 5-10% kasus stroke iskemik, dan menjadi penyebab tersering pada

orang berusia muda.namun, penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik

tetap tidak di ketahui meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang

mendalam. Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun

sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak. Beberapa stroke

iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20% dari semua

stroke iskemik) stroke ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada
24

sekitar sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan kecanggungan,

kelemahan ringan atau masalah daya ingat. Namun stroke ringan ganda dan

berulang dapat menimbulkan cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia

(Irfan, 2012). Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun

tidur atau dipagi hari (Siregar, 2018)

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak

(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke

dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan

lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini

adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relative hanya menyusun

sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan

5% untuk perdarahan subaraknoid (Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat

melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat

(Siregar, 2018).

2.4.3 Etiologi Cerebrovascular Accident (CVA)


Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yang menyumbat

pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan dapat

berkembang dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh

darah. Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan

kadar lipid darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam

keluarga. Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya

perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan

masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak

atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan


25

stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini. Perdarahan subaraknoid bisa

berakibat pada koma atau kematian. Pada aneurisma otak, dinding pembuluh

darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang

meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri (Terry & Weaver, 2013).

2.4.4 Patofisiologis Cerebrovascular Accident (CVA)

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan

oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan

embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan

selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan yang dapat menyebabkan nekrosisi

mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebur infark. Kekurangan

oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia mum (karena henti jantung atau

hipotensi) atau hipoksia karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk

bernafas. Stroke karena embolus dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah,

udara, palque, ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi

maka faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut

dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan hemorrhagi (Geofani, 2017)

Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan

infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan

pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan

intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas.Prognosisnya tergantung

pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena (Wijaya & Putri, 2013).

Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan dalam hal

fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika (Farida & Amalia, 2009). Apabila

arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal utamanya (pada


26

cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisfer serebri

dominan bahasa (Mutaqin, 2011). Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada

bagian posterior dari girus temporalis superior (area wernicke) menyebabkan

afasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tertulis,

kelainan ini dicurigai bila klien tidak bisa memahami setiap perintah dan

pertanyaan yang diajukan. Lesi pada area fasikulus arkuatus yang

menghubungkan area wernicke dengan area broca mengakibatkan afasia

konduktif, yaitu klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit

menyebutkan nama-nama benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian

posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasia eksprektif yaitu

klien mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab

dengan tepat, bicaranya tidak lancar (Geofani, 2017)

2.5 Konsep Hipertensi

2.5.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah

tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,

tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi

merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi

karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).

Hipertensi sering dihubungkan dengan pengerasan dan hilangnya elastisitas

dinding arteri. Tahanan vaskular perifer meningkat dalam pembuluh darah yang

keras dan tidak elastis. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor umur. Pada lanjut usia

terjadi perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah, yaitu sifat elastisitas
27

pembuluh darah menjadi berkurang dan terjadinya kekakuan pada dinding

pembuluh darah arteri, sehingga pengembangan pembuluh darah menjadi

terganggu (Potter&Perry, 2005).

2.5.2 Etiologi Hipertensi

Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara

mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan

penyebab medisnya.Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab

tertentu (hipertensi sekunder) (Dhuha, 2011).

Menurut Udjiati (2010) hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi

2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum

diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh

hipertensi).

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari

adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa

perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama

menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka

disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,

penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah

kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Kaplan,

2003).
28

2.5.3 Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala

yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah

kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya

berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

1. Sakit kepala

2. Kelelahan

3. Mual

4. Muntah

5. Sesak nafas

6. Gelisah

7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal.

8. Penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Koes Irianto, 2014).

2.5.4 Patofisiologis Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen.


29

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa

terjadi (Smeltzer dan Bare, 2009).

Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Smeltzer dan Bare, 2009).

2.5.5 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas

kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi:


30

1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi

bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau

mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer

lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,

kolesterol total, HDL, LDL.

2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP

(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan

pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan

ekordiografi.

3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose

(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),

kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan

tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan

vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal),

asam urat (factor penyebab hipertensi)

4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan

2.6 Konsep ICU

Unit rawat intensif merupakan area khusus pada sebuah rumah sakit dimana

pasien yang mengalami sakit kritis atau cidera memperoleh pelayanan medis, dan

keperawatan secara khusus (Setiati et al., 2016).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1778/ Menkes/ SK/XII/

2010 mendefinisikan Intensive Care Unit ( ICU) adalah suatu bagian dari rumah

sakit yang mandiri dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus pula

yang ditujukan untuk obervasi, perawatan, dan terapi pasien- pasien yang
31

menderita penyakit, cidera atau penyulit- penyulit yang mengancam nyawa atau

potensial mengancam nyawa. Unit perawatan ini melibatkan berbagai tenaga

professional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerja sama dalam tim.

Ruang lingkup pelayanan ruang Intensive Care Unit (ICU) menurut Kemenkes

(2011) meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa dan

dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus

melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.

3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi

yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.

4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat

tergantung oleh alat atau mesin dan orang lain.

Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan

kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme

untuk membuat prioritas pasien masuk berdasarkan beratnya penyakit dan

prognosis. Krietria prioritas pasien masuk menurut Pedoman Pelayanan Instalasi

Rawat Intensif RSUP Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:

1. Pasien prioritas kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang

memerlukan terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat

penunjang fungsi organ, infus, obat vasoaktif/inotropik obat anti aritmia.

Sebagai contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.


32

2. Pasien prioritas golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan

canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi

intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary

arterial catheter. Contoh pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-

paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami

pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas tidak mempunyai

batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

3. Golongan pasien priorotas Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang

tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang

mendasarinya atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.

Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini

sangat kecil. Sebagai contoh antara lain pasien dengan keganasan metastatik

disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau

pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi penyakit

akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi

kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan

intubasi. atau resusitasi jantung paru.

4. Pengecualian dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala

Instalasi Rawat Intensif, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa

dikecualikan dengan catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-

waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat

digunakan untuk pasien prioritas. Sebagai contoh: pasien yang memenuhi

kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya

demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not
33

Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetatif permanen, pasien yang

dipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ,

maka pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum

dilakukan pengambilan organ untuk donasi.

2.7 Konsep Ventilasi Mekanik

2.7.1 Definisi Ventilator mekanik

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau

negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien

sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka

waktu lama (Purnawan & Saryono, 2010). Ventilasi mekanik adalah suatu bentuk

pernapasan buatan yang menjalankan tugas otot-otot pernapasan secara normal.

Ventilasi mekanik memungkinkan oksigenasi dan ventilasi pada pasien (Perdici,

2006).

2.7.2 Tujuan dari Pemasangan Ventilasi Mekanik

Pemasangan ventilasi mekanin bertujuan untuk memanipulasi ventilasi

alveolar (VA) dan PaCO2 dengan meningkatkan saturasi oksigen dalam asteri

(SaO2) dan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) dengan meningkatkan

kapasitas residual fungsional, meningkatkan volume inspiratori paru-paru,

meningkatkan VA, dan meningkatkan fraksi oksigen inspirasi (FiO2),

menurunkan kerja sistem pernafasan (misalnya untuk mengatasi kelelahan otot

pernafasan), menstabilkan dinding dada agar tidak terjadi cedera dada yang parah

(Bersten dan Soni, 2009).

2.7.3 Tipe Ventilator

Menurut West (2003), ventilator dibagi atas:


34

1. Ventilator Volume Konstan

Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya

kepada pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah

silinder atau peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat

disesuaikan untuk memberi ventilasi yang diperlukan. Rasio inspirasi

terhadap waktu ekspirasi dapat dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus.

Oksigen dapat ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah

pelembab dimasukkan dalam sirkuit. Ventilator volume-konstan adalah

mesin kuat dan dapat diandalkan yang cocok untuk ventilasi jangka lama.

Alat ini banyak digunakan dalam anestesia. Alat ini memiliki keuntungan

dapat mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi

perubahan sifat elastik paru atau dinding dada maupun peningkatan

resistensi jalan napas. Kekurangannya adalah dapat terjadi tekanan tinggi.

Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman aliran mencegah tekanan

mencapai tingkat berbahaya. Memperkirakan ventilasi pasien dari volume

stroke dan frekuensi pompa dapat menyebabkan kesalahan penting karena

kompresibilitas gas dan kebocoran, dan lebih baik mengukur ventilasi

ekspirasi dengan spirometer.

2. Ventilator Tekanan Konstan

Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya dan

merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak

memerlukan tenaga listrik, tetapi bekerja dari sumber gas terkompresi

bertekanan minimal 50 pon/inci persegi. Kekurangan utamanya, yaitu jika

digunakan sebagai metode tunggal ventilasi, volume gas yang diberikan


35

dipengaruhi perubahan komplians paru atau dinding dada. Kekurangan lain

ventilator tekanan-konstan adalah konsentrasi oksigen inspirasinya

bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi. Ventilator tekanan-konstan kini

terutama digunakan untuk “ventilasi bantuan-tekanan”, yaitu membantu

pasien yang diintubasi mengatasi peningkatan kerja napas yang terjadi

karena slang endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini

berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari

ventilasi mekanik ke ventilasi spontan.

3. Ventilator Tangki

Ventilator tipe volume konstan dan tekanan konstan adalah ventilator

tekanan-positif karena memberi tekanan positif ke jalan napas. Sebaliknya,

respirator tangki memberi tekanan negatif (kurang dari atmosferik) ke luar

dada dan tubuh lain, kecuali kepala. Ventilator tangki tdak lagi digunakan

dalam penanganan gagal napas akut karena membatasi akses ke pasien,

ukuran besar, dan tidak nyaman. Alat ini dipergunakan secara luas untuk

ventilasi pasien dengan penyakit neuromuskular kronik yang perlu

diventilasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sebuah modifikasi

ventilator tangki adalah perisai yang pas di atas toraks dan abdomen serta

menghasilkan tekanan negatif. Ini biasanya dicadangkan bagi pasien yang

sudah sembuh parsial dari gagal napas neuromuskular.

4. Patient-Cycled Ventilators

Pada ventilator ini, fase inspirasi dapat dipicu oleh pasien ketika ia

melakukan upaya inspirasi. Istilah “ventilasi bantuan” terkadang diberikan

untuk cara kerja ini. Banyak ventilasi tekanan-konstan memiliki


36

kemampuan ini.Ventilator ini berguna pada terapi pasien yang sembuh dari

gagal napas dan sedang dilepas dari penggunaan ventilasi terkendali.

5. Mode Ventilator

Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan meliputi

volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus ekspirasi, kecepatan

aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi. Pada pasien dengan

obstrksi jalan napas, perpanjangan waktu ekspirasi memiliki keuntungan

karena daerah paru dengan konstan waktu yang lama akan memiliki waktu

untuk mengosongkan diri. Di sisi lain, tekanan jalan napas positif yang lama

dapat mengganggu aliran balik vena ke toraks. Umumnya, dipilih frekuensi

yang relatif rendah dan waktu ekspirasi yang lebih besar dari inspirasi,

tetapi setiap pasien memerlukan perhatian yang berbeda-beda.

2.7.4 Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)

Pada pasien Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), perbaikan PO2

arterial yang besar sering kali dapat dicapai dengan mempertahankan tekanan

jalan napas positif yang kecil pada akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering

kali bermanfaat. Akan tetapi, tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala

digunakan. Katup khusus tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP

adalah alat ini memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan sehingga

mengurangi risiko toksisitas oksigen. Beberapa mekanisme mungkin berperan

pada peningkatan PO2 arterial yang dihasilkan dari PEEP. Tekanan positif

meningkatkan FRC, yang tipikalnya kecil pada pasien ini karena pengikatan rekoil

elastic paru. Volume paru yang kecil menyebabkan penutupan jalan napas dan

ventilasi intermiten (atau tidak ada ventilasi sama sekali) di beberapa daerah,
37

terutama di daerah dependen, dan absorpsi atelektasis. PEEP cenderung

membalikkan perubahan ini. Pasien dengan edema jalan napasnya juga mendapat

keuntungan, mungkin karena cairan bregeser ke dalam jalan napas perifer kecil

atau alveoli, memungkinkan beberapa daerah paru diventilasi ulang. Terkadang,

penambahan PEEP yang terlalu besar menurunkan PO2 arteri, bukan

meningkatkannya. Mekanisme yang mungkin meliputi:

1. Curah jantung sangat menurun, yang 18 menurunkan PO2 dalam darah vena

campuran dan PO2.

2. Penurunan ventilasi daerah berperfusi baik (karena peningkatan ruang mati

dan ventilasi ke daerah berperfusi buruk).

3. Peningkatan aliran darah dari daerah berventilasi ke tidak berventilasi oleh

peningkatan tekanan jalan napas. Akan tetapi, efek PEEP membahayakan

ini pada PO2 ini jarang terjadi. PEEP cenderung menurunkan curah jantung

dengan menghambat aliran balik vena ke toraks, terutama jika volume darah

yang bersirkulasi menurun karena perdarahan atau syok. Oleh karena itu,

nilainya tidak boleh diukur dari efeknya pada PO2 arteri saja, tetapi

bersamaan dengan jumlah total oksigen yang dikirim ke jaringan.

Hasil dari konsentrasi oksigen arterial dan curah jantung merupakan indeks

yang berguna karena perubahan padanya akan mengubah PO2 darah vena

campuran dan kemudian PO2 banyak jaringan. Beberapa dokter menggunakan

kadar PO2 dalam darah vena campuran sebagai panduan untuk tingkat optimal

PEEP. Dalam keadaan tertentu, pemasangan PEEP menyebabkan penurunan

seluruh konsumsi oksigen pasien. Konsumsi oksigen menurun karena perfusi di

beberapa jaringan sangat marginal sehingga jika aliran darahnya menurun lagi,
38

jaringan tidak dapat mengambil oksigen dan mungkin mati perlahan. Bahaya

PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan pada kapiler paru akibat regangan

tinggi pada dinding alveolar.

2.7.5 Continious Positive Airway Pressure (CPAP)

Beberapa pasien yang sedang disapih dari ventilator bernapas spontan,

tetapi masih diintubasi. Pasien demikian mendapat keuntungan dari tekanan

positif yang diberikan kontinu ke jalan napas melalui sistem katup pada ventilator.

Perbaikan oksigenasi dihasilkan dari mekanisme yang sama seperti PEEP. Suatu

bentuk CPAP telah digunakan secara sukses dalam ARDS. CPAP bentuk lain

berguna untuk menangani gangguan pernapasan saat tidur yang disebabkan oleh

obstruksi jalan napas atas. Di sini, peningkatan tekanan diberikan melalui masker

wajah yang dipakai sepanjang malam.

2.7.6 Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

IMV merupakan modifikasi IPPV, yaitu pemberian volume tidal besar pada

interval yang relatif jarang kepada pasien diintubasi yang bernapas spontan. IMV

sering dikombinasi dengan PEEP atau CPAP. Pola ini berguna untuk menyapih

ventilator dari pasien, dan mencegah oklusi jalan napas atas pada apnea tidur

obstruktif dengan menggunakan CPAP nasal pada malam hari. Paru digetarkan

bukan dikembangkan seperti cara konvensional, dan transpor gas terjadi melalui

kombinasi difusi dan konveksi. Salah satu pemakaiannya adalah pada pasien yang

mengalami kebocoran gas dari paru melalui fistula bronkopleura.

Komplikasi dari Pemasangan Ventilasi Mekanik Berikut ini beberapa

komplikasi pemasangan ventilasi mekanik menurut Bersten dan Soni (2009):


39

1. Komplikasi terkait dengan paru-paru, seperti intubasi Airway misalnya

kerusakan gigi, pita suara dan trakea, VentilatorAcquired Pneumonia

(VAP), gangguan terkait cedera paru-paru misalnya difusi cedera paru-paru,

barotrauma misalnya pneumothorax dan keracunan O2.

2. Komplikasi yang terkait dengan kardiovaskuler, seperti penurunan preload

ventrikel kanan yang menyebabkan penurunan curah jantung, peningkatan

afterload ventrikel kanan, retensi cairan karena penurunan jantung yang

mengakibatkan penurunan aliran darah di ginjal.

Komplikasi lainnya seperti : luka atau perdarahan pada jaringan mukosa,

kelemahan oto-otot pernapasan dan peripheral, gangguan tidur, kecemasan,

ketakutan akibat lamanya waktu setelah masa penyembuhan, distensi akibat

menelan, imobilisasi dan masalah pencernaan.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia

2.8.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara

subyektif (data yang didapatkan dari keluarga) melalui metode anamnesa dan data

obyektif (data hasil pengukuran atau observasi).

Menurut Nurarif (2015), pengkajian yang harus dilakukan adalah :

1. Identitas: nama, usia, jenis kelamin

2. Riwayat sakit dan kesehatan

3. Keluhan utama Klien mengeluh batuk dan sesak nafas.

4. Riwayat penyakit sekarang Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,

tapi selanjutnya akan berkembang menjadi betuk produktif dengan mukus

purulen kekuning kuningan, kehijau hijauan, kecoklat coklatan atau


40

kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh

mengalami demam tinggi dan menggigil (keadaan mungkin terjadi secara

tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak nafas,

peningkatan frekuensi pernafasan dan nyeri kepala

5. Riwayat penyakit dahulu

Dikaji apakah klien pernah menderita penyakit seperti ISPA, TBC Paru,

trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor

predisposisi.

6. Riwayat penyakit keluarga

Dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang

disinyalir sebagai penyebab pneumonia seperti Ca Paru, asma, TBC Paru

dan lain sebagainya.

7. Riwayat alergi

Dikaji apakah klien memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan, udara

dan debu.

8. Demografi

Apakah di daerah tempat tinggal klien terdapat sumber polusi

9. Pola Pengkajian Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Hal yang perlu dikaji yaitu

kebersihan lingkungan, riwayat perokok.

b. Pola nutrisi Biasanya muncul anoreksia, mual dan muntah Karena

peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik

mikrorganisme.
41

c. Pola eliminasi Penderita sering mengalami penurunan produksi urin

akibat perpindahan cairan evaporasi karena demam.

d. Pola istirahat/tidur Penderita sering mengalami gangguan istirahat dan

tidur karena adanya sesak nafas.

e. Pola aktfitas dan latihan Aktifitas dan latihan klien akan menurun karena

adanya kelemahan fisik

10. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: tampak lemas, sesak nafas

b. Kesadaran: tergantung tingkat keparahan penyakit, bisa somnolen

c. Tanda-tanda vital :

1) TD: biasanya normal

2) Nadi: takikardi

3) RR: takipneu, dispneu, nafas dangkal

4) Suhu: hipertermi

d. Kepala Kulit kepala

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui turgor kulit dan apakah ada lesi

atau bekas luka. Dilihat apakah ada oedema raba dan tentukan apakah

ada lesi, hangat atau dingin, turgor kulit elastis atau tidak Rambut

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui tekstur, warna, rontok atau tidak

dan bersih atau kotor pertumbuhan rambut merata atau tidak, tebal atau

tipis mudah rontok atau tidak, kasar atau halus

e. Kuku
42

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui warna, keadaan kuku serta kapiler

refill apakah ada sianosis, kemerahan karena peningkatan vesibilitas

Hb, bentuk jari apakah ada nyeri tekan, kaji CRT normal < 2 dtk.

f. Wajah

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui bentuk dan fungsi, lesi atau

kelainan pada wajah simetris atau tidak, apakah ada kelumpuhan

apakah ada bekas luka, kaji respon nyeri

g. Mata

Tujuan Inspeksi mengetahui bentuk serta fungsi mata, baik penglihatan

maupun otot mata, apakah ada kelainan pada mata reflek berkedip baik

atau tidak, warna konjungtiva dan sclera apakah ada ikterik atau

anemis, keadaan pupil miosis atau midriasis Palpasi apakah ada nyeri

tekan atau tidak.

h. Hidung

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui bentuk, dan apakah ada inflamasi

atau tidak, apakah ada sinusitis atau tidak simetris atau tidak, ada sekret

atau tidak, apakah ada pernafasan cuping hidung atau tidak apakah ada

nyeri tekan atau tidak

i. Telinga

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui keadaan telinga, apakah ada

gangguan pendengaran atau tidak simetris atau tidak, apakah telinga

kotor atau tidak, bentuk daun telinga normalatau tidak ada nyeri tekan

atau tidak

j. Mulut dan Faring


43

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui kelainan dan bentuk mulut serta

kebersihan mulut apakah kelainan pada bibir, keadaan mukosa mulut

apakah lembab atau kering, apakah simetris, warna dan pembengkakan

apakah ada, kaji juga pada gigi, apakah ada gigi yang berlubang,

bagaimana kebersihan gigi, apakah ada pembesaran tonsil apakah ada

nyeri tekan, oedem atau massa

k. Leher

Tujuan Inspeksi Palpasi menentukan bentuk serta organ yang berada di

sekitar leher apakah ada pembesaran kelenjar thyroid apakah teraba

adanya pembesaran kelenjar limfe atau thyroid

l. Dada

Tujuan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi mengetahui simetris atau

tidak, irama dan frekuensi nafas, ada tidaknya nyeri tekan dan

mendengarkan bunyi paru amati bentuk dada dan pergerakan dada,

amati adanya retraksi intercostal, amati pergerakan paru, kaji letak ictus

cordis ada atau tidak nyeri tekan menentukan batas normal suara

ketukan paru, bunyi sonor pada seluruh lapang paru, jika ada efusi

pleura maka akan didapati bunyi redup hingga pekak, jika disertai

pneumothorak akan disertai bunyi hipersonor untuk mengetahui ada

tidaknya suara tambahan nafas seperti ronchi atau wheezing

m. Abdomen

Tujuan mengetahui gerakan peristaltik usus dan ada tidaknya nyeri

tekan 30 Inspeksi Palpasi Auskultasi amati bentuk perut, warna kulit,


44

apakah ada asites atau tidak ada tidaknya nyeri tekan dengarkan bising

usus

n. Muskuloskeletal

Tujuan Inspeksi Palpasi mengetahui kekuatan otot apakah ada kelainan

pada ekstrimitas atas atau bawah, apakah ada kelemahan otot apakah

ada nyeri tekan pada ekstrimitas atas atau bawah.

o. Pemeriksaan Ekstremitas

1) Ekstremitas Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra.

CRT biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI

(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat

melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada

pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon

apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))

dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi

(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman

tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek

Hoffman tromer (+)).

2) Ekstremitas Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat

pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi. Pada saat telapak

kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).

Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak

beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari

atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek

openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya
45

pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat

dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di

ketukkan (reflek patella (+)).

p. Pemeriksaan Neurologis

1) Nervus I (Olfaktorius). Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan

pada fungsi penciuman

2) Nervus II (Optikus). Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan

visual-spasial biasanya sering terlihat pada klien hemiplegia kiri.

Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena

ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

3) Nervus III (Okulomotoris), IV(Troklearis), dan VI (Abdusen).

Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan, karena saraf ini

bekerjasama dalam mengatur otot-otot ekstraokular. Jika akibat stroke

menyebabkan paralisis, pada satu sisi okularis biasanaya didapatkan

penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.

4) Nervus V (Trigeminus). Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan

paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta

kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan eksternus.

5) Nervus VII (Fasialis). Pada keadaan stroke biasanya persepsi

pengecapan dalam batas normal, namun wajah asimetris, dan otot

wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.


46

6) Nervus VIII (Vestibulokoklearis/Akustikus). Biasanya tidak

ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

7) Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus). Secara anatomi dan

fisisologi berhubungan erat karena glosofaringeus mempunyai bagian

sensori yang mengantarkan rangsangan pengecapan, mempersyarafi

sinus karotikus dan korpus karotikus, dan mengatur sensasi faring.

Bagian dari faring dipersarafi oleh saraf vagus. Biasanya pada klien

stroke mengalami penurunan kemampuan menelan dan kesulitan

membuka mulut.

8) Nervus XI (Aksesoris). Biasanya tidak ada atrofi otot

sternokleisomastoideus dan trapezius

9) Nervus XII (hipoglosus). Biasanya lidah simetris, terdapat deviasi

pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan normal

q. Pemeriksaan Motorik Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada

salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparise

atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Juga biasanya

mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena hemiplegia dan

hemiparese. Pada penilaian dengan menggunakan kekuatan otot, tingkat

kekuatan otot pada sisi yang sakit adalah 0.

r. Pemeriksaan Refleks

Pada pemerikasaan refleks patologis. Biasanya pada fase akut reflek

fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks

fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan reflek patologis.

s. Pemeriksaan Pada Penderita Koma


47

1) Gerakan penduler tungkai Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur

dengan tungkai tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan dan

dilepas. Pada waktu dilepas akan ada gerakan penduler yang maikn

lama makin kecil dan biasanya berhenti 6 atau 7 gerakan. Beda pada

rigiditas ekstrapiramidal akan ada pengurangan waktu, tetapi tidak

teratur atau tersendat-sendat.

2) Menjatuhkan tangan Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan.

Pada kenaikan tonus (hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan

ke bawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat.

3) Tes menjatuhkan kepala Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam

keadaan relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu

dilektakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain mengangkat

kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada kaku kuduk (nuchal

rigidity) karena iritasi meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada

fleksi leher.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan terkait masalah pneumonia

adalah :

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

(kelemahan otot pernafasan, nyeri saat bernafas) yang ditandai dengan

dispneu, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung. (SDKI

Hal: 26, Kode D.0005)

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

ditandai dengan tidak mampu batuk, bunyi wheezing, gelisah, sianosis,


48

frekuensi napas berubah, pola napas berubah. (SDKI Hal: 18, Kode

D.0001)

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

ditandai dengan berat badan menurun, bising usus hiperaktif, otot menelan

lemahserum albumin turun. (SDKI Hal: 56, Kode D.0019)

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring ditandai dengan

frekuensi jantung meningkat, sianosis. (SDKI Hal: 128, Kode D.0056)

5. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dengan ditandai kulit

merah, takikardia, takipnea, akral hangat. (SDKI Hal: 284, Kode D.0130)
49

2.8.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Intervensi Utama: Manajemen Observasi:
berhubungan dengan asuhan keperawatan Jalan Napas (SIKI Hal: 186, Kode 1. Memantau pola napas
hambatan upaya nafas selama 3x24jam maka 1.01011) 2. Memantau bunyi napas
diharapkan pola napas Observasi: tambahan
membaik dengan 1. Monitor pola napas 3. Memantau saturasi oksigen
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan Terapeutik:
1. Frekuensi napas 3. Memonitor saturasi oksigen 4. Agar jalan napas pasien dapat
membaik Terapeutik: mencapai jalan napas bebas
2. Saturasi membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan 5. Agar pasien lebih nyaman
napas 6. Agar kebutuhan oksigen
(SLKI L.01004 Hal. 5. Posisikan semi fowler pasien terpenuhi
95) 6. Berikan oksigen Kolaborasi
Kolaborasi 7. Supaya kebutuhan oksigen
7. Kolaborasikan pemberian dapat terpenuhi
bronkodilator, jika diperlukan

2. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Intervensi Utama: Latihan Batuk Observasi:
tidak efektif asuhan keperawatan Efektif (SIKI Hal: 142, Kode 1. Menentukan intervensi
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka 1.01006) selanjutnya
sekresi yang tertahan diharapkan bersihan Observasi: 2. Memantau retensi sputum
jalan napas meningkat, 1. Identifikasi kemampuan batuk 3. Memantau tanda gejala
dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi sputum infeksi
50

1. Batuk efektif 3. Monitor tanda dan gejala 4. Memantau pola napas


meningkat infeksi saluran napas Teraupetik:
2. Ronchi menurun 4. Monitor pola napas (frekuensi, 5. Memudahkan pasien dalam
3. Produksi sputum kedalaman, usaha napas) respirasi
menurun Teraupetik: 6. Untuk meredakan
4. Gelisah menurun 5. Atur posisi semi fowler atau tenggorokan
5. Frekuensi napas fowler Edukasi:
membaik 6. Berikan minum hangat 7. Agar pasien dapat mandiri
6. Pola napas membaik Edukasi: mengeluarkan dahak
7. Jelaskan tujuan dan prosedur Kolaborasi:
(SLKI HAL. 18) batuk efektif 8. Agar mengencerkan dahak
Kolaborasi: dan mudah untuk dikeluarkan
8. Kolaborasi pemberian
ekspektoran atau mukolitik
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Intervensi Utama: Manajemen Observasi:
berhubungan dengan asuhan keperawatan Nutrisi (SIKI Hal: 200, Kode 1. Untuk menentukan intervensi
peningkatan kebutuhan selama 3x24 jam maka 1.03119) selanjutnya
metabolisme diharapkan status Observasi: 2. Untuk mengidentifikasi
nutrisi membaik, 1. Identifikasi status nutrisi adanya riwayat alergi atau
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan tidak
1. Frekuensi makan toleransi makanan 3. Memenuhi kebutuhan asupan
membaik 3. Monitor asupan makanan makanan
2. IMT membaik 4. Monitor berat badan 4. Memantau status IMT pasien
3. Bising usus 5. Monitor hasil laboratorium 5. Sebagai pemeriksaan
membaik Teraupetik: penunjang
4. Diare menurun 6. Lakukan oral hygiene Teraupetik:
7. Fasilitasi menentukan 6. Menjaga kebersihan oral
(SLKI Hal: 121, Kode pedoman diet dengan 7. Membantu menentukan diet
L.03030) piramida makanan yang tepat
51

Edukasi: Edukasi:
8. Anjurkan posisi semi fowler 8. Agar pasien rileks
Kolaborasi: Kolaborasi:
9. Kolaborasikan pemberian 9. Mengatasi apabila adanya
antiemetic mual dan muntah
10. Kolaborasikan dengan ahli 10. Menentukan jumlah kalori
gizi untuk menentukan jumlah dan jenis nutrient
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Intervensi Utama: Pemantauan Observasi:
berhubungan dengan asuhan keperawatan Tanda Vital (SIKI Hal: 248, Kode 1. Memantau TTV
tirah baring selama 3x24 jam maka 1.02060) 2. Mengetahui status perubahan
diharapkan toleransi Observasi: tanda vital
aktivitas membaik, 1. Monitor TTV Teraupetik:
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi perubahan tanda 3. Menjadi bahan observasi
1. Saturasi oksigen vital kedepannya
menjadi meningkat Teraupetik: Edukasi:
2. Keluhan lemah 3. Dokumentasikan hasil 4. Agar pasien dan keluarga
menjadi menurun pemantauan dapat memahami tindakan
3. Tekanan darah Edukasi: yang diberikan
membaik 4. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan kepada pasien dan
(SLKI HAL: 149, keluarga pasien
Kode L.05047)
5. Hipertermia Setelah dilakukan Intervensi Utama: Manajemen Observasi:
berhubungan dengan asuhan keperawatan Hipertermia (SIKI Hal: 181, Kode 1. Memantau penyebab
proses penyakit selama 3x24 jam maka 1.03114) hipertermia
diharapkan status Observasi: 2. Memantau kadar elektrolit
termogulasi membaik, 1. Monitor penyebab hipertermia 3. Memantau komplikasi akibat
52

dengan kriteria hasil :


2. Monitor kadar elektrolit hipertermia
1. Suhu membaik 3. Monitor komplikasi akibat Teraupetik:
2. Kulit merah hipertermia 4. Agar suhu tinggi pasien
membaik Teraupetik: membaik kompres hangat
3. Kadar elektrolit
4. Ajarkan kompres hangat kepada keluarga pasien
dalam batas normal kepada keluarga pasien Edukasi:
Edukasi: 5. Agar pasien dapat mengalami
(SLKI Hal: 129, Kode 5. Anjurkan tirah baring penyembuhan yang optimal.
L.14134) Kolaborasi: Kolaborasi:
6. Kolaborasikan pemberian 6. Untuk menyeimbangkan
cairan dan elektrolit melalui balance cairan
intravena
53

2.8.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditujukan untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan.

Oleh karena itu, tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien (Sitorus, 2019).

2.8.5 Evaluasi Keperawatan

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan cara

membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut.

Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan tindakan

keperawatan (Sitorus, 2019).


BAB 3

TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini akan dibahas mengenai Asuhan Keperawatan Pada Ny. S

Dengan Diagnosa Medis Pneumonia, Cerebrovascular Accident (CVA), Hipertensi

Di Intensive Care Unit (ICU) RSPAL Surabaya

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien

Pasien merupakan seorang wanita bernama Ny. S berumur 76 tahun,

bertempat tinggal dikawasan Malang, beragama Islam, bersuku Jawa, berbahasa

Indonesia, pasien merupakan ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SMA, pasien

mempunyai anak perempuan sebagai penanggungjawab pasien selama di Rumah

Sakit, No Rekam medik 763xxxx.

3.1.2 Riwayat Sehat dan Sakit

1. Keluhan Utama

Keluhan utama tidak terkaji, pasien tampak terpasang traceostomy terdapat

sekret berwarna putih.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa keluarganya MRS di IGD tanggal 25 Desember 2021, pukul

10.00 WIB. Sebelumnya pasien post opname pada tanggal 24 Desember 2021

dari Rumah Sakit Semen Gresik. Pasien datang dari IGD dengan keluhan

anggota gerak tubuh sebelah kiri mengalami kelemahan, penurunan kesadaran

dan dinyataknan stroke. Sejak pagi tadi tgl 25 Desember 2021 keluarga pasien

54
55

mengatakan pasien tidak dapat berkomunikasi, dan tersedak jika diberi

makan, muntah (-), batuk(+), demam disangkal dengan hasil TTV GCS : 225,

TD: 178/83 mmHg, HR : 54X/mnt, RR : 20x/mnt, Suhu : 37.6ᵒC, GDA STIK

91. SPO2 92% setelah diberikan O2 nasal 4lpm diharapkan roomair menjadi

99%. Kemudian dilakukan pemasangan infus NS, pengambilan darah cek DL,

KK, SE. Serta pemasangan foley cateter no.16 dan pemasangan NGT ukuran

16 lalu pasien dirawat di ruangan R7. Pada tanggal 28 Desember 2021,

mendapat laporan perawat ruangan untuk KIE keluarga pasien karena hasil tes

PCR positif dengan hasil RT-PCR SARS-CoV-2 Positif (Nilai CT: 37,53)

maka pasien dipindah keruang isolasi pada pukul 00.30 di R4 lantai 1 dengan

TTV: TD: 150/77 mmHg, HR : 93x/mnt, RR : 20x/mnt, Suhu : 36,2ᵒC,

Spo2 :98%, GCS :456. Pada diruang isolasi pasien mendapat terapi infus RL

20tpm dan terpasang O2 nasal 4lpm K/U sedang. Lalu pasien dipindahkan ke

ruangan ICU GIT pada tanggal 3 Januari 2022 karena dan SpO2 90% dan

diberikan terapi NRBM 15lpm. Pasien terpasang HFNC 25% Fio2 80%

terpasang infus tutofusin: Bfluid 1:1/24 jam dengan RR: 24x/mnt.

Pada tanggal 3 Januari 2022 pasien dilakukan Swab PCR ulang hasil (-). Pada

tanggal 4 Januari 2022 pukul 08:00 WIB pasien terpasang intubasi dan CVC

(Central Venous Catheters) sinistra mid clavikula. Pada tanggal 4 Januari

2022 pukul 23.00 WIB pasien mengalami desaturasi hasil BGA didapatkan

PCO2 60.7, ctCO2 35,2 mmol/L, O2 saturasi 51.4% menjadi 95%, S: 36.5ᵒC,

Hb 9.4g/dL konsulan ke dokter advis untuk pro ICU, pukul 23.30 WIB pasien

dipindahkan ke ICU Central. Pada tanggal 5 Januari 2022 diberikan terapi


56

nebul ventolin 3x1mg, nebul midatro 6x1mg, nebul pulmicort 3x1mg,

diberikan obat oral yang dimasukan kedalam NGT dalam bentuk sudah

dihaluskan, terapi oral yang diberikan asam folat 1x400mg, albumin

3x250mcg, ranitidine 2x250mg, NAC 3x200mg, kapsul garam 3x500mg,

terapi heparin 5000/24jam, terapi lasiks 3mg/jam, terapi infus NS 7tpm. Pada

tanggal 10 Januari 2022 pukul 10.00 WIB dilakukan aff NGT dan dilakukan

pemasangan ulang pada pukul 11.00 WIB Pada tanggal 17 Januari 2022 pukul

10:00 WIB dilakukan pemasangan PDT (percutaneous dilation

tracheostomy).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny. S mempunyai riwayat penyakit

stroke, dan hipertensi. Pada rekam medis ditemukan bahwa Ny. S yaitu

mengalami Cerebral infection due to emboliemeof cerebral anterior (Infeksi

Serebral), Hipertensi, CVA, COVID 19. Riwayat penggunaan obat pasien

yaitu atorvastatin 20mg.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien mengatakan bahwa keluarga pasien atau buyut pasien tidak

mempunyai riwayat penyakit Hipertensi maupun CVA.

5. Riwayat Alergi

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah memiliki alergi

terhadap makanan maupun obat obatan

6. Keadaan Umum
57

K/U lemah dengan kesadaran stupor. Hasil TTV TD: 140/106 mmHg, Nadi

radialis teraba kuat dengan kualitas 53x/menit, suhu axila 36,4 C dan

respiratori rate 28x/menit dengan irama regular.

7. Genogram

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny. S


Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Pasien

Tinggal serumah

Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. B1 : Breath/Pernapasan

Inspeksi : Irama nafas regular dengan kualitas 26x/menit, otot

bantu nafas (sterno kleido mastoideus) tidak ada, ronkhi

(+), pergerakan nafas cuping hidung tidak ada, septum


58

hidung tepat di tengah, bentuk dada normochest,

pergerakan dada simetris. Pasien terpasang trakheostomi

hari pertama no. 7,5, sambung ventilator mode CPAP PS

5 PEEP 5 Fio2 40% RRACT22-26x/menit, Spo2 99-

100%, sekret pada area trakeostomi putih keruh kental

prond sedang, sekret dimulut putih keruh prond sedikit

Dari hasil bacaan Rontgen Thorax didapatkan hasil, yaitu:

Cor: Besar dan bentuk normal

Aotic knob prominent, klasifikasi arcus aorta

Pulmo : BVP meningkat dan sedikit menebal ke perifer kedua

paru dengan infiltrate, di suprahiler kanan, fibrotic tebal di

parahiler kiri. A. pulmonalis menebal.

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam dan diagfragma kanan

kiri baik

Tulang dan soft tissue baik

Kesan:

Cardiomegali

Pneumonic process paru bilateral

Hipertensi pulmonal

Palpasi :Vocal femitus teraba seimbang kanan dan kiri, pergerakan

dada teraba simetris, tidak ada krepitasi

Perkusi : Perkusi dada pekak

Auskultasi : Suara nafas vesikuler dan suara napas tambahan ronchi


59

MK: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif dan Pola Napas Tidak
Efektif
2. B2: Blood / Sirkulasi

Inspeksi : Tensi 140/90 mmHg, Nadi 65x/ment, suhu 37,3ᵒc.

Terpasang CVC di midclavicula sinistra dengan nilai

CVP 9 CMH2O sambung dengan syringe pump lasix

3mg/jam, dopamin 3 gama.

Palpasi : CRT < 2 detik, akral teraba hangat kering, ictus cordis

teraba (ICS V MID Clafikula sinistra), nadi teraba regular

dan kuat 110 x/menit, sklera konjungtiva normal,

kekuatan ictus cordis kuat, nyeri tekan pada area dada

saat diberi rangsang nyeri, skala nyeri pasien tidak sadar

ekspresi skala 2: sedikit mengerutkan dahi, pergerakan

ekstermitas atas skala 2: sedikit membungkuk,

kompensasi terhadap ventilator skala 2: batuk dengan

pergerakan.

Perkusi :Perkusi redup pada ICS III linea parasternalis sinistra (batas

atas kiri), pada ICS III linea parasternalis dextra, (batas atas

kanan), pada ICS IV Parasternalis dextra (batas bawah

kanan) dan pada ICS V MID Clafikula sinistra.

Auskultasi : Irama jantung regular, bunyi jantung S1 S2 tunggal.

MK: Nyeri akut

3. B3: Brain / Persarafan

- N1 Olfaktorius: Anak pasien mengatakan di kesehariannya pasien


60

tidak memiliki gangguan pendengaran.

- N2 Optikus: Anak pasien mengatakan di kesehariannya pasien tidak

memiliki gangguan penglihatan.

- N3 Occulomotorius: Tidak ada edema palpebral, konjungtiva tidak

anemis dan reflek pupil isokor.

- N4 Trochlearis: Tidak terkaji, pasien dalam keadaan stupor.

- N5 Trigeminus: Tidak terkaji, Pasien dalam keadaan stupor

- N6 Abducen: Nilai GCS Eye dengan skala 1, tidak ada respon.

- N7 Fasialis: Tidak terkaji, pasien terpasang trakeostomi

- N8 Vestibulotrochlearis: Tidak terkaji, keadaan pasien stupor

- N9 Glosofaringeus: Pasien tidak bisa menelan karena terpasang

trakeostomi

- N10 Vagus: Tidak terkaji

- N11 Assesorius: Tidak terkaji, Pasien dalam keadaan stupor

- N12 Hipoglosus: Tidak terkaji, Pasien dalam keadaan stupor

Inspeksi : Keadaan umum lemah, kesadaran stupor, GCS E: 1, V:

X, M: 3 (1X3), pupil isokor diameter kanan/kiri

2mm/2mm. reflek cahaya +/+

Palpasi dan perkusi : reflek fisiologis (patella +/+, trisep -/-, bisep -/-),

reflek patologis (babinsky -/-, brudzinsky-/-, kernig -/-)

Auskultasi : ------

MK: Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

4. B4/ Bladder/ Perkemihan


61

Inspeksi : Pasien terpasang folley kateter ukuran 14 jumlah urine

pasien yang dikeluarkan ±1700 cc/24 jam, warna kuning,

urine tidak berbau menyengat

Balance cairan:

Input cairan:

Air (makan dan minum) : 200x6= 1200cc/24jam

Cairan infus : 500x2=1000 cc/24 jam

Terapi injeksi : 100cc

Air metabolisme : 400cc

Total input cairan : 2700cc/24jam

Output cairan:

Urine tamping kateter : ±1700cc/24jam

Feses : ±200cc

IWL : 15ccx50kg= 750cc

Total output cairan : 2550cc/24jam

Hasil balance 2700cc – 2550cc= +150cc/24 jam

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih

Perkusi : suara kandung kemih timpani

Auskultasi : ---------

MK: Tidak ada masalah keperawatan

5. B5: Bowel/ Pencernaan

Inspeksi : Pasien terpasang NGT no. 16 terpasang sejak tanggal 10

Januari 2022 diit susu 200cc setiap 4 jam sekali, tidak ada
62

reflek menelan, mukosa bibir lembab, tidak didapatkan

hematemesis dan melena pada feses pasien

Palpasi dan perkusi : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen di daerah ulu

hati dan titic mac burney, tidak teraba pembesaran hati

dan limpah

Auskultasi : Tedengar peristaltic usus 12 x/menit

MK: Tidak ada masalah keperawatan

B6: Bone/Muskuloskeletal

Inspeksi : Tidak terdapat edema, kemampuan pergerakan sendi

bebas, skala kekuatan otot 2222 2222

2222 2222

tidak ditemukan atrofi dan hiperatrofi, tidak ada paralisis,

tidak terdapat hemiparase dan tidak ada deformitas, nyeri

sendi dan nyeri tulang tidak ditemukan, tidak terdapat

fraktur, tidak ditemukan adanya dislokasi dan alat bantu

seperti traksi atau gips.

Palpasi : Turgor kulit baik dan elastis dan tidak terdapat krepitasi,

adanya kelemahan otot.

Perkusi : ------

Auskultasi : ------

MK: Gangguan mobilitas fisik

6. Sistem Integumen

Inspeksi : Warna kulit normal, tidak ada kelainan pigmentasi, tidak


63

ditemukan kepucatan dan sianosis

Palpasi : Turgor kulit elastis, suhu kulit hangat, tidak terdapat bau

busuk

Perkusi : ------

Auskultasi : ------

MK: Tidak ada masalah keperawatan

7. Pola Istirahat dan Tidur

Istirahat tidur : Jumlah tidur siang

SMRS : ± 2 jam (14.00-15.00 WIB)

MRS : tidak terkaji

Jumlah tidur malam SMRS : ± 7 jam (22.00-04.00 WIB)

MRS : tidak terkaji

Pola tidur baik, tidak terdapat kehitaman pada lingkar mata.

Gangguan tidur : Tidak ada insomnia

MK: Tidak ada masalah keperawatan

8. Sistem Pengindraan

Sistem penglihatan : Pasien dengan GCS 1X3

Sistem pendengaran : Tidak ada serumen, keadaan telinga bersih.

Sistem penciuman : Tidak ada polip, mukosa hidung lembab

Sistem perabaan : Pasien tidak bisa membedakan perabaan kasar

dan halus dengan sesuai karena keadaan stupor.

Sistem perasa : Pasien keadaan stupor dan terpasang NGT.

MK: Tidak ada masalah keperawatan


64

9. Endokrin

Keadaan tiroid: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri

tekan pada tiroid

Terkait Diabetes Melitus: kadar gula darah dalam batas normal GDA 91

gr/dl, tidak ada luka ganggren

MK: Tidak ada masalah keperawatan

10. Sistem Reproduksi atau Genetalia

Vagina : Vagina terlihat berbetuk normal, tidak ada lesi

Anamnesa : tidak terkaji

MK: Tidak ada maslah keperawatan

11. Personal Hygiene

Tabel 3.1 Pengkajian Personal Hygiene Ny. S

Aktivitas SMRS MRS

Mandi 2x sehari 3x sehari diseka

Keramas 1x sehari 1x per 3 hari

Menggosok gigi 3x sehari 3x sehari, dibersihkan


perawat dengan kain basah

Toileting/ eliminasi ±4x sehari ±3x sehari

Menyisir rambut 2 x sehari 1x sehari dilakukan keluarga

Memotong kuku 1x seminggu 1x semingu dilakukan


keluarga
65

12. Skala Nyeri Pasien Tidak Sadar


Tabel 3.2 Skala Nyeri Pasien Tidak Sadar
Skoring 1 2 3 4 Nilai
Ekspresi Relaksasi Sedikit Mengerut Meringis 2
wajah mengerutkan secara penuh
dahi
Pergerakan Tidak ada Sedikit Membungkuk Reraksi 2
ektermitas pergerakan membungkuk penuh dengan permanen
atas fleksi pada jari
Kompensasi Pergerakan Batuk dengan Melawan Tidak 2
terhadap yang pergerakan ventilator mampu
ventilator menoleransi mengontrol
ventilator
TOTAL 6

3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Radiologi pada tanggal 3 Januari 2022

Hasil Foto Thorax AP

Cor: Besar dan bentuk normal

Aotic knob prominent, klasifikasi arcus aorta

Pulmo : BVP meningkat dan sedikit menebal ke perifer kedua paru dengan

infiltrate, di suprahiler kanan, fibrotic tebal di parahiler kiri. A. pulmonalis

menebal.

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam dan diagfragma kanan kiri baik

Tulang dan soft tissue baik

Kesan:
66

Cardiomegali

2. Hasil Laboratorium pada tanggal 17 Januari 2022

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
Leukosit H 15.03 10^3/ul 4.0-10.0
Hitung jenis Leukosit
 Eosinofil # 0.12 10^3/ul 0.02-0.50
 Eosinofil % 0.80 % 0.5-5.0
 Basofil # 0.08 10^3/ul 0.00-0.10
 Basofil % 0.05 % 0.00-1.00
 Neutrofil # H 13.17 10^3/ul 2.00-7.00
 Neutrofil% H 87.60 % 50.0-70.0
 Limfosit # 0.84 10^3/ul 0.80-4.00
 Limfosit % L 5.60 % 20.00-40.00
 Monosit # 0.82 10^3/ul 0.12-1.20
 Monosit % 5.50 % 3.00-12.00
HEMOGLOBIN L 8.60 g/dl 13-17
Hematrokit L 27.20 % 40.0- 54.0
Eritrosit L 3.13 10^3/ul 4.00-5.50
Indeks Eritrosit :
 MCV 86.9 fmol/cell 80-100
 MCH 27.4 pg 26-38
 MCHC L 31.5 g/dl 32-36
RDW CV 14.0 % 11.0- 16.0
RDW _SD 42.9 fL 35.0-56.0
Trombosit H 457.0 10^3/Pl 150- 450
Indeks Trombosit :
MPV 9.2 fL 6.5-12.0
PDW 15.8 % 15-17
PCT L 0.419 10 3/pL 1.08- 2.82
P-LCC 91.0 10 3/uL 30-90
67

P-LCR 19.9 % 11.0-45.0

HEMOSTATIS
FAAL HEMOSTATIS
Protombine Time (PT) H
Pasien PT 14.4 detik 11-15
Kontrol PT 14.2 detik 11-15
APTT
Pasien APTT H 41.6 detik 26-40
Kontrol APTT 34.6 detik 26-40
D-dimer H 4440 ng/dL <500

KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT H 95 U/L 0-35
SGPT H 113 U/L 0-37
Albumin L 3.22 mg/dl 3.50-5.20

DIABETIK
Glukosa Darah Sewaktu H 188 mg/dl 74-106

FUNGSI GINJAL
Kreatinin 0.78 mg/dl 0.6-1.5
BUN H 39 mg/dl 10-24

ELEKTROLIT& GAS DARAH


Natrium (Na) L 129.6 mEq/L 135-147
Kalium (K) 3.10 mmol/L 3.0- 5.0
Clorida (C) L 89.9 mEa/L 95-105
Keterangan:
L: Rendah, LL: Rendah Kritis, H: Tinggi, HH: Tinggi Kritis
68

3.1.5 Pemberian Terapi


Tabel 3.3 Terapi Obat Ny. S di Ruang ICU Central

Medikasi Rute Waktu Dosis Indikasi


1. Midatro Inhalasi 00.00, 04.00, 08.00, 1mg 1. Untuk pasien asma bronchial
12.00, 16.00, 20.00
2. Ventolin Inhalasi 08.30, 16.30, 00.30 2,5mg 2. Sebagai bronkodilator
3. Pulmicort Inhalasi 08.30, 16.30, 00.30 1mg 3. Untuk asma kronik/ penderita paru
obstruktif
4. Asam folat Oral 07.00 400mcg 4. Untuk mengatasi pederita anemia
5. Albumin Oral 07.00, 14.00, 20.00 250mg 5. Untuk meningkatkan daya tahan
tabuh
6. Ranitidin Oral 07.00, 12.00, 20.00 150mg 6. Untuk mengatasi tukak lambung
7. NAC Oral 07.00, 12.00, 20.00 200mg 7. Mengencerkan dahak
8. Platogrix Oral 14.00 75mg 8. Sebagai anti platelet pada pasien
jantung
9. Kapsul garam Oral 07.00, 14.00, 20.00 500mg 9. Untuk mengatasi dan mencegah
kehilangan sodium akibat dehidrasi
10. Heparin IV 24jam (SP) 5000ui 10. Sebagai anti koagulan
11. Vascon IV 24 jam (SP) 25 nano 11. Untuk meningkatkan tekanan darah
12. Lasix IV 24 jam (SP) 3 mg 12. Untuk mengurangi pembengkakan
yang terjadi pada penyakit gagal
jantung, penyakit hati dan penyakit
kronis lainnya.
13. Infus NS IV 24 jam 7tpm 13. Mengembalikan keseimbangan cairan
tubuh yang hilang
69

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Analisa Data

Tabel 3.4 Analisa Data

DATA / FAKTOR RESIKO ETIOLOGI MASALAH


DS : - Hambatan upaya Pola napas tidak
DO : napas efektif (SDKI
1. Takipnea (RR : 26x/menit) HAL: 26, Kode
2. Terpasang ventilator mode CPAP PS D.0005)
5 PEEP 5 fio2 40%, SPO2 99-100%
3. Nadi : 65x/menit
4. Suhu : 37,3ᵒc
DS : - Sekresi yang Bersihan jalan
DO : tertahan napas tidak
1. Terpasang trakeostomi efektif
2. Sekret puth, keruh kental prond (SDKI HAL:
sedang, 17, Kode
3. Sekret dimulut putih keruh prond D.0001)
sedikit.
4. Tensi :140/90 mmhg
5. Suara napas tambahan ronkhi
6. Nadi : 65x/menit
7. Suhu : 37,3ᵒc
8. RR : 26x/menit
Ditandai dengan faktor resiko: Hipertensi Resiko Perfusi
1. Tensi: 140/90 mmHg Serebral Tidak
Efektif
(SDKI HAL:
51, Kode
D.0017)
DS : - Penurunan Gangguan
DO : kekuatan otot Mobilitas Fisik
1. Keadaan umum lemah (SDKI:
2. Pasien terpasang ventilator HAL.124 Kode
3. Pasien terpasang trakeostomi D.0054)
4. Pasien terpasang NGT
70

5. Skala kekuatan otot


2222 2222

2222 2222

2. Prioritas Masalah

Tabel 3.5 Prioritas Masalah

Tanggal
Paraf
No. Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi (Nama)

1. Bersihan jalan napas tidak efektif 17-01-2022 19-01-2022


berhubungan dengan sekresi yang WS
tertahan
2. Pola napas tidak efektif 17-01-2022 19-01-2022
berhubungan dengan hambatan WS
upaya napas
3. Resiko perfusi serebral tidak 17-01-2022 19-01-2022
efektif ditandai dengan WS
aterosklerosis aorta
4. Gangguan mobilitas fisik 17-01-2022 19-01-2022
berhubungan dengan penurunan WS
kekuatan otot
71

3.3 Lembar Observasi Perawatan Intensif

Tanggal 17 Januari 2022

Tabel 3.6 Lembar Observasi

Jam Tensi RR HR SUHU MAP SPO2 CVP Resp Mode FIO2 Input Output
(cc) (cc)
06.00 150/61 30 56 36,2 90.6 99 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 500
07.00 156/64 30 70 36,3 91 99 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - -
08.00 160/68 28 53 36,7 98.6 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 300
09.00 167/67 25 54 36,4 99.1 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 100
10.00 160/80 25 56 36,5 99.2 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 60 80.5 -
11.00 160/60 30 55 36,2 98 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 60 150 200
12.00 152/80 30 55 36,1 104 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 250
13.00 161/80 30 54 36 99 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 325,5 -
14.00 170/71 30 54 36,3 104 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 700,5 300
15.00 150/61 28 56 36,3 90.6 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 250
16.00 156/64 28 56 36,3 97 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 -
17.00 160/68 28 55 37 100 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 900 500
18.00 167/67 28 54 36,8 100 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 200
19.00 160/80 28 63 36,6 106.6 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - -
20.00 160/60 29 60 36,5 93 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 -
21.00 152/80 29 60 36,4 95 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - -
22.00 161/80 29 105 36,3 99 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - -
23.00 170/79 29 58 36,2 105.3 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 60 250 100
24.00 154/66 29 59 36 91 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 220
01.00 150/80 29 65 36,3 103.3 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 250 50
02.00 150/60 29 66 36 90.4 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 1,825 520
72

03.00 145/60 29 68 36,9 92 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 300


04.00 148/60 29 54 36,8 93 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 200 120
05.00 153/64 29 54 36.6 95 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 600 -

Tanggal 18 Januari 2022

Tabel 3.7 Lembar Observasi

Jam Tensi RR HR SUHU MAP SPO2 CVP Resp Mode FIO2 Input Output
(cc) (cc)
06.00 150/80 22 55 36,3 103.3 99 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - 100
07.00 150/60 25 54 36. 90.4 99 9 CPAP PS 5;PEEP 5 60 - -
08.00 145/60 25 63 36.4 90 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 200
09.00 148/60 25 60 36.3 91 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 100
10.00 153/64 25 60 36.2 92 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 62,5 -
11.00 158/68 25 105 36 92.3 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 300 100
12.00 154/63 28 58 36.2 92.4 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 200
13.00 151/61 30 59 36 90.7 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 300 -
14.00 180/70 30 65 37.2 106.6 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 100
15.00 150/61 28 66 36,8 90.6 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 210
16.00 156/64 25 68 36.3 94 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 502,5 -
17.00 160/68 25 56 36.4 98 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 400
18.00 167/67 28 70 36.5 99 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 230
19.00 160/80 28 53 36.6 106.6 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -
20.00 160/60 25 54 36.7 96 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 -
21.00 152/80 31 56 36.3 102 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -
22.00 161/80 25 55 36.9 107 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 300 150
23.00 170/71 28 55 36.1 107 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 270
73

24.00 154/66 26 54 36.6 92 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 50


01.00 148/80 29 54 36.4 94 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 1,825 280
02.00 146/64 29 56 36.3 92 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 300
03.00 153/51 29 55 36.5 93 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 150 100
04.00 155/87 29 54 36.0 97 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 -
05.00 160/53 29 54 36.7 94 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -

Tanggal 19 Januari 2022

Tabel 3.8 Lembar Observasi

Jam Tensi RR HR SUHU MAP SPO2 CVP Resp Mode FIO2 Input Output
(cc) (cc)
06.00 151/80 27 68 36.5 95 99 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 500
07.00 151/60 27 66 36.4 90.6 99 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -
08.00 175/60 26 63 36.2 98 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 600
09.00 167/60 29 60 36.3 94 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 110
10.00 168/64 28 60 36.5 92 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 100 -
11.00 157/68 27 104 36.7 94 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 300 100
12.00 144/63 28 71 36.5 93 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 200
13.00 137/61 27 68 36.8 86.3 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 300 -
14.00 128/70 27 65 37.2 89.3 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 600 1000
15.00 128/61 20 66 36.0 87 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 100
16.00 128/64 18 68 36.2 85 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 500 -
17.00 135/68 38 66 36.3 90 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 100
18.00 130/67 28 70 36.5 89 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - 200
19.00 130/80 28 71 36.4 96.6 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -
20.00 137/60 25 71 36.6 94 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 -
74

21.00 130/80 31 68 36.0 96.67 100 12 CPAP PS 5;PEEP 5 40 - -


22.00 144/80 25 66 36.7 94 100 9.5 CPAP PS 5;PEEP 5 40 120 150
23.00 128/71 28 68 36.9 93 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 100 150
24.00 128/66 28 72 36.5 90 100 9 CPAP PS 5;PEEP 5 40 200 250
75

3.4 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.9 Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Intervensi Utama: Latihan Batuk Observasi:
tidak efektif asuhan keperawatan Efektif (SIKI Hal: 142, Kode 1. Memantau retensi sputum
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka 1.01006) 2. Memantau tanda gejala
sekresi yang tertahan diharapkan bersihan Observasi: infeksi
jalan napas meningkat, 1. Monitor adanya retensi 3. Memantau pola napas
dengan kriteria hasil : sputum Teraupetik:
1. Ronchi menurun 2. Monitor tanda dan gejala 4. Memudahkan pasien dalam
2. Produksi sputum infeksi saluran napas respirasi
menurun 3. Monitor pola napas (frekuensi, 5. Untuk meredakan
3. Frekuensi napas kedalaman, usaha napas) tenggorokan
membaik Teraupetik: Kolaborasi:
4. Atur posisi semi fowler atau 6. Agar mengencerkan dahak
(SLKI HAL: 18, Kode fowler dan mudah untuk dikeluarkan
L.01001) 5. Berikan minum hangat
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian
ekspektoran atau
mukolitik(ventolin, pulmicort)
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Intervensi Utama: Manajemen Observasi:
efektif berhubungan asuhan keperawatan Jalan Napas (SIKI Hal: 186, 1. Untuk memantau pola napas
dengan hambatan selama 3x24 jam maka Kode 1.01012) pasien
upaya napas diharapkan pola napas Observasi: 2. Memantau buyi napas
membaik, dengan 1. Monitor pola napas tambahan
76

kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas Teraupetik:


1. Pola napas membaik Teraupetik: 3. Untuk mengurangi rasa sesak
2. Frekuensi napas 3. Atur posisi semi fowler atau Kolaborasi:
membaik fowler 4. Sebagai terapi pengobatan
3. Dyspnea menurun Kolaborasi: untuk mengurangi sesak napas
4. Kolaborasi pemberian
(SLKI HAL: 18, Kode bronkodilator (midatro)
L.01001)
3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan Intervensi Utama: Pemantauan Observasi:
tidak efektif asuhan keperawatan Neurologis (SIKI Hal: 245, Kode 1. Memantau ukuran, bentuk dan
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka 1.06197) kesimtrisan pupil
aterosklerosis aorta diharapkan perfusi Observasi: 2. Memantau tingkat kesadaran
serebral meningkat 1. Monitor ukuran, bentuk dan 3. Memantau status pernafasan
meningkat, dengan kesimtrisan pupil 4. Memantau respon terhadap
kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kesadaran obat
1. Tekanan darah 3. Monitor status pernafasan Teraupetik:
membaik 4. Monitor respon terhadap obat 5. Memantau pemantauan
2. Refleks saraf Teraupetik: neurologis
membaik 5. Tingkatkan pemantauan Edukasi:
(SLKI Hal: 86, Kode neurologis 6. Infomasikan hasil pemantauan
L.02014) Edukasi:
6. Infomasikan hasil pemantauan
kepada keluarga

4. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Intervensi Utama: Pengaturan Observasi:


fisik berhubungan asuhan keperawatan Posisi (SIKI Hal: 293, Kode 1. Memantau TTV
dengan penurunan selama 3x24 jam maka 1.01019) 2. Mengetahui status perubahan
kekuatan otot diharapkan mobilitas Observasi: tanda vital
fisik meningkat, dengan 1. Monitor status oksigenasi Teraupetik:
kriteria hasil : 2. Identifikasi perubahan tanda 3. Untuk mengurangi sesak
77

1. Saturasi oksigen vital 4. Supaya tidak terkena


menjadi meningkat Teraupetik: decubitus
2. Kekuatan otot 3. Atur posisi semi-fowler
meningkat 4. Ubah posisi setiap 2 jam
3. Kelemahan fisik
menurun

(SLKI HAL: 65, Kode


L.05042)
78

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.10 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari Masalah Evaluasi Formatif SOAP/


Waktu Implementasi Waktu
Tanggal Keperawatan Paraf Catatan Perkembangan Paraf
Senin 1,2,3,4 07.00 1. Memasukan NAC 200mg, albumin WS Senin DX 1 WS
17 Januari 250mcg, asam folat 400mg, 17/01/2022 S : -
2022 ranitidine 150mg yang sudah 14.00 O:
dihaluskan kedalam NGT - Suction traceostomy secret
1,2,3,4 07.30 2. Melakukan timbang terima dengan kuning kental produks
perawat shift malam didapatkan GCS WS sedang(+)
1x3, k/u lemah, terapi lanjut - Suction mulut secret putih
1,2 07.50 3. Memberikan nebul midatro 1mg WS kental produksi sedang (+)
3 07.55 4. Memposisikan miring kanan-kiri - Suara napas tambahan ronkhi
1,2,3,4 08.00 5. Melakukan pencatatan observasi WS - Tensi: 150/90 mmHg
TTV pada lembar observasi : WS - RR: 23x/Mnt (takipnea)
- Tensi: 160/68mmHg - Nadi: 56x/Mnt
- RR: 28x/Mnt (takipnea) - Suhu: 36,3
- Nadi: 53x/Mnt - Spo2 : 99%
- Suhu:36,3 - Kesadaran: Stupor
- BB: 50kg Lokasi Axilla - GCS: 1X3
- Spo2 : 99% - Fio2: 60%
- Fio2:60 A : Masalah belum teratasi
2,3 08.10 6. Memonitor tingkat kesadaran (Nilai P : Lanjutkan intervensi 1,2,3
GCS 1x3, kesadaran stupor) dan 6
WS
1 08.15 7. Memonitor adanya retensi sputum
(sekret putih diarea trakeostomi) WS 14.15 DX 2
1 08.20 8. Memonitor ukuran, bentuk dan S:- WS
79

kesimetrisan pupil (pupil isokor) WS O:


1 08.30 9. Memberikan nebul ventolin, WS - Takipnea (23x/menit)
1 08.40 10. Memberikan nebul pulmicort - Terpasang ventilator
3 08.50 11. Membantu dokter melakukan WS - K/U lemah
tindakan pemasangan PDT A: Masalah belum teratasi
3 09.00 12. Meningkatkan pemantauan WS P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
neurologis (obs. setiap 3jam) WS dan 4
1 09.00 13. Memberi nebul midatro 6x1 ampul
1,2,3,4 09.20 14. Melakukan pengukuran output dan 14.30 DX 3 WS
input pasien WS S:-
1,2,3,4 10.00 15. Memberi inj lasix 3mg/2 jam SP O:
1 10.15 16. Memberi suction berkala WS - GCS: 1X3
4 10.20 17. Memposisikan pasien miring kanan- WS - Kesadaran: Stupor
kiri - K/U lemah
WS
4 11.00 18. Mengkaji skala kekuatan otot A: Masalah belum teratasi
2222 2222 WS P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
2222 2222 dan 5
3 11.30 19. Meningkatkan pemantauan
neurologis WS 15.00 DX 4 WS
1,2,3,4 12.00 14. Memasukan NAC 200mg, albumin S:-
WS
250mcg, Platogrix ranitidine 150mg O:
yang sudah dihaluskan kedalam NGT - K/U lemah
1,2 12.05 20. Memberi nebul midatro 1mg WS - Tidak ada luka dekubitus
4 21. Memposisikan miring kanan-kiri WS - Terpasang ventilator
1,2,3,4 12.10 22. Mengobservasi TTV WS - Terpasang NGT ukuran 16
- Tensi: 155/89 mmHg - Terpasang folley kateter
- RR: 26x/Mnt (takipnea) ukuran 14
- Nadi: 60x/Mnt A: Masalah belum teratasi
- Suhu: 36,3 P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
80

- Spo2 : 99%
- Fio2: 60%
- GCS: 1X3
1 12.15 23. Memberikan nebul Ventolin 2,5mg WS
1 12.20 24. Memberikan nebul Pulmicort 1mg WS
1 14.00 25. Memberi nebul midatro 6x1 ampul
4 14.20 26. Menyeka pasien + oral hyegien, WS
memposisikan miring kanan-kiri WS
1,2,3,4 14.30 27. Produksi urin 150cc/3jam,
mengukur CVP 12,0 cm H2O
1,2,3,4 15.00 28. Memberikan sonde mlp 200cc
1,2 15.30 29. Memberikan nebul midatro 1mg
1,2,3,4 15.50 30. Mendokumentasikan hasil
pemantauan pada SIM RS
1,2,3,4 16.00 31. Timbang terima dengan shift malam
4 16.20 32. Memposisikan miring kanan-kiri
1 16.30 33. Memberikan nebul ventolin 2,5mg
1 16.40 34. Memberikan pulmicort 1mg
1,2,3,4 19.45 35. Mengobservasi TTV
- Tensi: 170/99mmHg
- RR: 28x/Mnt (takipnea)
- Nadi: 58x/Mnt
- Suhu: 36,3
- Spo2 : 99%
- Fio2: 60%
- GCS: 1X3
- K/U Lemah
- Kesadaran stupor
1,2,3,4 20.00 36. Memasukan NAC 200mg, albumin
81

250mcg, kapsul garam 500mg,


ranitidine 150mg yang sudah
dihaluskan kedalam NGT
4 20.15 37. Memposisikan miring kanan-kiri
3 20.30 38. Meningkatkan pemantauan
neorologis
4 22.00 39. Memposisikan miring kanan-kiri
1,2 24.00 40. Memberikan nebul midatro 1amp
4 02.00 41. Ubah posisi miring kanan-kiri
Selasa 1,2 04.00 1. Memberikan nebul midatro 1mg WS Selasa DX 1 WS
18 Januari 4 04.10 2. Memposisikan miring kanan-kiri WS 18/01/2022 S : -
2022 3 06.00 3. Memantau status neurologis pasien 14.00 O:
1,2,3,4 07.00 4. Memasukan NAC 200mg, albumin WS - Suction traceostomy secret
250mcg, asam folat 400mg, WS kuning kental produks
ranitidine 150mg yang sudah berkurang
dihaluskan kedalam NGT - Suction mulut secret putih
1,2,3,4 07.30 5. Melakukan timbang terima dengan WS kental produksi sedang
perawat shift malam ke shift pagi - Suara napas tambahan ronkhi
(k/u lemah, GCS 1X3, masih berkurang
terdapat sekret di trakeostomi) - Tensi: 150/90 mmHg
1,2,3,4 07.40 6. Mengambil sampel darah untuk cek WS - RR: 24x/Mnt (takipnea)
lab - Nadi: 70x/Mnt
1,2,3,4 08.00 7. Melakukan pencatatan observasi - Suhu: 36,3
WS
TTV pada lembar observasi : - Spo2 : 99%
- Tensi: 155/88 mmHg - Kesadaran: Stupor
- RR: 27x/Mnt (takipnea) - GCS: 1X3
- Nadi: 67x/Mnt - Fio2: 60%
- Suhu:36,3 A : Masalah teratasi sebagian
- Spo2 : 99% P : Lanjutkan intervensi 1,2, dan
82

- Kesadaran: Stupor 6
- GCS: 1X3
- Fio2: 60 14.30 DX2
4 08.10 8. Memposisikan miring kanan-kiri WS S:- WS
1 08.30 9. Memonitor adanya retensi sputum WS O:
(sekret putih diarea trakeostomi) - Takipnea (24x/menit)
1 08.35 10. Mengkolaborasikan pemberian WS - Terpasang ventilator
nebul ventolin 2,5mg, Pulmicort - K/U lemah
1mg A: Masalah belum teratasi
3 08.40 11. Meningkatkan pemantauan WS P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,
neurologis dan 4
1,2 09.00 12. Memberi nebul midatro 1mg WS
4 10.00 13. Memposisikan miring kanan-kiri WS 15.00 DX 3 WS
1,2,3,4 10.30 14. Memonitor hasil cek lab (leukosit S:-
WS
20,44 10^3µl) O:
3 11.00 15. Memonitor tingkat kesadaran (Nilai WS - GCS: 1X3
GCS 1X3, kesadaran stupor) - Kesadaran: Stupor
4 11.50 16. Mengkaji skala kekuatan otot lemah WS - K/U lemah
2222 2222 A: Masalah belum teratasi
2222 2222 P: Lanjutkan intervensi 1,2, dan
WS
1,2,3,4 11.55 17. Memberi inj. lasix 3mg 5
1,2,3,4 12.00 18. Memasukan NAC 200mg, albumin WS
250mcg, platogrix, ranitidine 150mg 15.30 DX 4 WS
yang sudah dihaluskan kedalam S:-
NGT WS O:
4 12.10 19. Memposisikan miring kanan-kiri - K/U lemah
1 13.00 20. Memberi suction WS - Tidak ada luka dekubitus
1,2,3,4 14.00 21. Meningkatkan pemantauan WS - Terpasang ventilator
neurologis WS - Terpasang NGT ukuran 16
83

4 14.30 22. Memposisikan miring kanan-kiri - Terpasang folley kateter


1,2 15.20 23. Memberi nebul midatro 1mg ukuran 14
1,2,3,4 15.30 24. Serah terima dengan shift sore - Skala kekuatan otot
1,2,3,4 16.00 25. Mengobservasi TTV 2222 2222
- Tensi: 149/77 mmHg 2222 2222
- RR: 29x/Mnt (takipnea) A: Masalah belum teratasi
- Nadi: 60x/Mnt P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
- Suhu: 36,3
- SpO2 : 99%
- GCS: 1X3
- Kesadaran: Stupor
- GCS: 1X3
4 17.00 26. Menyeka pasien + oral hyegiene
4 17.10 27. Memposisikan miring kanan-kiri
1,2,3,4 17.30 28. Memberi sonde mlp 250cc
1 18.00 29. Memberi nebul Ventolin, Pulmicort
3x1 ampul
1,2,3,4 19.50 30. Memasukan NAC 200mg, albumin
250mcg, kapsul garam 500mg,
ranitidine 150mg yang sudah
dihaluskan kedalam NGT
1,2 20.00 31. Memberi nebul midatro 1mg
4 20.10 32. Memposisikan miring kanan-kiri
1,2,3,4 20.30 33. Produksi urin 300cc/3jam,
mengukur CVP 9.5 cm H2O
1,2 20.40 34. Memberikan nebul midatro 1mg
4 21.00 35. Memberikan sonde mlp 250cc
1,2,3,4 21.10 36. Mendokumentasikan hasil
pemantauan pada SIM RS
84

1,2,3,4 21.30 37. Timbang terima dengan shift malam


1,2,3,4 22.00 38. Mengobservasi TTV
- Tensi: 170/99mmHg
- RR: 28x/Mnt (takipnea)
- Nadi: 58x/Mnt
- Suhu: 36,3
- Spo2 : 99%
- Fio2: 60%
- GCS: 1X3
- K/U Lemah
- Kesadaran stupor
3 23.00 39. Meningkatkan pemantauan
neorologis
1,2 00.00 40. Memberikan nebul midatro 1mg
4 00.10 41. Memposisikan miring kanan-kiri
Rabu 1,2 04.00 1. Memberikan nebul midatro 1mg WS Rabu, 19 DX 1 WS
19 Januari 4 04.30 2. Memposisikan miring kanan-kiri WS Januari S:-
2022 3 05.30 3. Memantau status neurologis pasien 2022 O:
1,2,3,4 07.00 4. Memasukan NAC 200mg, albumin WS - Suction traceostomy secret
250mcg, asam folat 400mg, WS 14.00 kuning kental produksi
ranitidine 150mg yang sudah sedikit
dihaluskan kedalam NGT - Suction mulut secret kuning
1,2,3,4 07.30 5. Melakukan timbang terima dengan WS kental produksi sedikit
perawat shift malam ke shift pagi - Suara napas tambahan
1,2,3,4 08.00 6. Melakukan pencatatan observasi ronkhi berkurang
TTV pada lembar observasi : WS - Tensi: 150/90 mmHg
- Tensi: 155/88 mmHg - Nadi: 70x/Mnt
- RR: 22x/Mnt (takipnea) - Suhu: 36,3
- Nadi: 67x/Mnt - Spo2 : 99%
85

- Suhu:36,3 - Kesadaran: Stupor


- Kesadaran: stupor - GCS: 1X4
- Spo2 : 99% - Fio2: 60%
- Fio2:60 A : Masalah teratasi sebagaian
1 08.10 4 Memonitor adanya retensi sputum WS P : Intervensi dihentikan
(sekret putih diarea trakeostomi
berkurang) WS DX 2 WS
1,2 08.20 5 Memberi nebul midatro 1mg WS 14.15 S:-
1,2,3,4 08.30 6 Mengambil sampel darah untuk cek O:
lab - RR: 19x/menit
3 09.00 7 Memonitor tingkat kesadaran (Nilai WS - Terpasang ventilatot
GCS 1X4, kesadaran stupor) - K/U lemah
4 09.30 8 Mengkaji skala kekuatan otot A: Masalah teratasi sebagian
3333 3333 P : Intervensi dihentikan
2222 2222
1,2,3,4 10.00 9 Memberi inj. lasix 3mg WS DX 3
1 10.20 10 Memberi suction WS 14.30 S:- WS
1,2,3,4 11.00 11 Memonitor hasil lab (leukosit 12,12 WS O:
(dalam batas normal)) WS - GCS: 1X4
3 11.50 12 Meningkatkan pemantauan - Kesadaran: Stupor
neurologis - K/U lemah
1,2,3,4 12.00 13 Memasukan NAC 200mg, albumin WS A: Masalah belum teratasi
250mcg, platogrix, ranitidine 150mg P : Intervensi dihentikan
yang sudah dihaluskan kedalam DX 4
NGT WS 15.00 S:- WS
1,2 12.10 14 Memberi nebul midatro 1mg O:
1,2,3,4 12.30 15 Serah terima dengan shift sore WS - K/U lemah
1,2,3,4 14.45 16 Memposisikan miring kanan-kiri WS - Tidak ada luka dekubitus
1,2,3,4 14.50 17 Mengobservasi TTV WS - Terpasang ventilator
86

- Tensi: 149/77 mmHg - Terpasang NGT ukuran 16


- RR: 29x/Mnt (takipnea) - Terpasang folley kateter
- Nadi: 60x/Mnt ukuran 14
- Suhu: 36,3 - Skala kekuatan otot
- Spo2 : 99% /3333 3333
- Fio2: 60% 2222 2222
- GCS: 1X3 A: Masalah teratasi sebagian
- Kesadaran: Stupor P: Intervensi dihentikan
- GCS: 1X4
4 14.30 18 Menyeka pasien + oral hyegiene,
ubah posisi miring kanan-kiri
1,2,3,4 15.00 19 Memberi sonde mlp 250cc
1 17.30 20 Memberi nebul Ventolin 2,5mg,
Pulmicort 1mg
1,2 18.00 21 Memberi nebul midatro 1mg
1,2 19.30 22 Memberikan nebul midatro 1mg
1,2,3,4 20.00 23 Memasukan NAC 200mg, albumin
250mcg, kapsul garam 500mg,
ranitidine 150mg yang sudah
dihaluskan kedalam NGT
1,2,3,4 20.20 24 Mendokumentasikan hasil
pemantauan pada SIM RS
1,2,3,4 20.30 25 Timbang terima dengan shift malam
1,2,3,4 21.00 26 Mengobservasi TTV
- Tensi: 130/78mmHg
- RR: 28x/Mnt (takipnea)
- Nadi: 58x/Mnt
- Suhu: 36,7
- Spo2 : 99%
87

- Fio2: 60%
- GCS: 1X4
- K/U Lemah
- Kesadaran stupor
1,2,3,4 21.30 27 Meningkatkan pemantauan
neorologis
1 22.00 28 Memberikan nebul midatro 1mg
BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang

terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah pada Ny. S dengan diagnose medis Pnemonia + Cerebrovascular +

Hipertensi diruangan ICU RSPAL Dr. Ramelan Surabaya yang meliputi : pengkajian,

diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Pada saat melakukan pengkajian secara langsung kepada pasien, penulis

mengalami kesulitan dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran. Penulis

tetap melakukan pendekatan membina hubungan saling percaya kepada keluarga

pasien secara langsung. Sehingga pasien dan keluarga pasien terbuka dan mengerti

secara kooperatif. Pengkajian dilakukan dengan cara anamnesa pada keluarga pasien,

pemeriksaan fisik dari pemeriksaan penunjang medis.

Manifestasi klinis yang ditemukan pada tinjauan pustaka demam, berkeringat,

batuk dengan sputum yang produktif, sesak napas, sakit kepala, nyeri pada leher dan

dada, dan pada saat auskultasi dijumpai adanya ronchi dan dullness pada perkusi dada

(Suratun & Santa, 2013). Sedangkan data yang ditemukan pada saat pengkajian

pasien terpasang trakeostomi, terdapat sekret putih yang tertahan diarea trakeostomi.

Hal ini terjadi diakibatkan oleh faktor yang menyertai keadaan pasien yaitu pasien

mengalami penurunan kadar Albumin 2,9mg/dl, BUN6mg/dL, SGOT117U/I,

88
89

SGPT79U/I. Pada riwayat penyakit dahulu ditemukan pasien pernah MRS dengan

diagnosa COVID-19 pada tahun 2020.

Data diatas dapat disimpulkan ada kesenjangan antara tinjauan teori dan

tinjauan kasus dimana pada kasus Ny. S tidak ditemukan adanya batuk efektif,

menggigil, muntah, napas cuping hidung, sputum berwarna seperti karat atau purulen,

dan pada tinjauan teori tidak ada penurunan kesadaran. Sedangkan pasien mengalami

penurunan kesadaran (stupor), keadaan umum lemah. Diasumsikan bahwa gejala

yang dialami Ny. S juga akibat dari hipertensi yang dialami. Menurut pengamatan

penulis apa yang terjadi pada pasien adalah penurunan kesadaran yang disebabkan

penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah ke otak yang mengakibatkan

kurangnya suplai darah ke otak.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan pada Tinjauan Pustaka yang ditemukan

sebagai berikut Menurut Nurafif (2015):

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan

otot pernafasan, nyeri saat bernafas) yang ditandai dengan dispneu, penggunaan

otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung. (SDKI Hal: 26, Kode D.0005)

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

ditandai dengan tidak mampu batuk, bunyi wheezing, gelisah, sianosis,

frekuensi napas berubah, pola napas berubah. (SDKI Hal: 18, Kode D.0001)
90

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

ditandai dengan berat badan menurun, bising usus hiperaktif, otot menelan

lemah serum albumin turun. (SDKI Hal: 56, Kode D.0019)

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring ditandai dengan frekuensi

jantung meningkat, sianosis, badan lemas, sesak bila beraktivitas, tekanan darah

berubah. (SDKI Hal: 128, Kode D.0056)

5. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dengan ditandai kulit merah,

takikardia, takipnea, akral hangat. (SDKI Hal: 284, Kode D.0130)

Pada tinjauan kasus ditemukan tiga diagnosa utama pada Pneumonia,

Cerebrovascular (CVA), dan Hipertensi, yaitu:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

ditandai dengan tahanan sekresi, pola napas berubah dan frekuensi napas

berubah (SDKI Hal: 18, Kode D.0001). Berdasarkan data subjektif tidak

terkaji karena pasien terpasang trakeostomi. Data objektif ditemukan sekresi

kental berwarna putih diarea ETT, pola napas takipnea dengan RR: 26x/menit,

tidak mampu batuk, Tensi : 140/90 mmHg, Nadi : 65x/menit, Suhu : 37.3ᵒc.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai

dengan takipnea RR: 23x/menit, keadaan lemah terpasang Terpasang ventilator

mode CPAP PS 5 PEEP 5 fio2 40%, SPO2 99-100%.

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan aterosklerosis aorta,

terjadinya penyepitan pembuluh darayang mengakibatkan pasien mengalami


91

hipertensi (SDKI Hal: 51, Kode D.0017). Berdasarkan data subjektif tidak

terkaji karena pasien terpasang trakeostomi. Data objektif ditemukan Nilai GCS

E:1, V:X, M:3, keadaan umum lemah, kesadaran Stupor (4), Tensi :140/90

mmHg.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

ditandai dengan badan lemas, kekuatan otot menurun, tekanan darah berubah

(SDKI: HAL.124 Kode D.0054). Berdasarkan data subjektif tidak terkaji

karena pasien terpasang trakeostomi. Data objektif ditemukan pasien terpasang

ventilator, pasien terpasang trakeostomi, pasien terpasang NGT ukuran 16,

pasien terpasnag folley kateter ukuran 14, Skala kekuatan otot menurun.

Pada kasus Ny. S ditemukan 3 diagnosa keperawatan. Yang mana 3 diagnosa

keperawatan sesuai SDKI. 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

sekresi yang tertahan. 2. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan

aterosklerosis aorta. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot. Dari data diatas dapat disimpulkan ada kesenjangan antara teori dan

kasus nyata yaitu : Diagnosa yang tidak diangkat 1. Hipertermi berhubungan dengan

proses peradangan., 2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme, 3. Intoleransi behubungan dengan tirah baring, hal ini dibenarkan

karena selalu dalam batas normal.

Menurut asumsi penulis pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus didapatkan

kesenjangan dimana pada tinjauan teori menurut Nurarif (2015) didapatkan data

bahwa pasien dengan pneumonia akan mengalami hipertermia, defisit nutrisi dan
92

intoleransi aktivitas. Namun, pada saat di tinjauan kasus tiga diagnosa tersebut tidak

ditemukan. Pada tinjauan teori didapatkan diagnosa intoleransi aktivitas namun pada

tinjauan kasus ditemukan bahwa pasien mengalami gangguan hambatan fisik yang

didukung oleh data penyakit CVA. Penulis mengungkapkan bahwa pada tinjauan

kasus tidak selalu sama dengan tinjauan teori.

4.3 Intervensi Keperawatan

Dalam perumusan tujuan antara tinjaun pustaka dan tinjauan kasus. Pada

tinjauan pustaka perencanaan keperawatan menggunakan kriteria hasil yang mnegacu

pada pencapaian tujuan, sedangkan pada tinjaun kasus perencanaan menggunakan

sasaran, dalam sasaran, dalam intervensinya dengan alasan yang bertujuan untuk

memandirikan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pasien dengan pneumonia, CVA dan hipertensi yang akan meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dalam mengenal masalah, dan perubahan perilaku pada

pasien. Dalam tujuan pada tinjauan kasus dicantumkan kriteria waktu karena pada

kasus nyata keadaan pasien secara langsung, intervensi diagnose keperawatan yang

ditampilkan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun

masing-masing intervensi tetap mengacu pada sasaran dengan kriteria hasil yang

ditetapkan.

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang

tertahan (SDKI Hal: 18, Kode D.0001). Setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas pasien membaik

dengan Kriteria Hasil : Batuk efektif menjadi meningkat, Terdapat ronchi menjadi
93

menurun, Produksi sputum menurun, Frekuensi nafas menurun (16-20x/menit). Pada

tinjauan pustaka dan kasus untuk melakukan perencanaan ini dilakukan observasi

monitor Batuk efektif menjadi meningkat, Terdapat ronchi menjadi menurun,

Produksi sputum menurun, Frekuensi nafas menurun (16-20x/menit) dengan tujuan

mengobservasi Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) dengan tujuan

untuk mengetahui tanda gejala awal seerta perubahan pola nafas pada pasien, Monitor

bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, mengi) dengan tujuan untuk mengetahui

bunyi nafas pada pasien jika pasien mengalami gangguan, Monitor sputum (jumlah,

warna) dengan tujuan untuk mengetahui jumah dan warna sputum pada pasien,

Posisikan semi fowler–fowler dengan tujuan membantu ekspansi paru-paru saat

bernafas agar sesak pada pasien dapat berkurang. Berikan Oksigen dengan tujuan

membantu pasien dalam membantu pernafasan, Kolaborasi pemberian obat

ekspektoran.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (SDKI

HAL: 26, Kode D.0005). Tujuan: Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Pola Napas pada pasien dapat membaik

dengan Kriteria Hasil : pola napas stabil, keadaan umum cukup. Pada tinjauan

pustaka dilakukan tindakan monitor pola napas, monitor bunyi napas, aturposisi semi-

fowler, dan berikan bronkodilator (midatro)

Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hipertermia (SDKI Hal:

51, Kode D.0017). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24 jam diharapkan Perfusi Serebral pada pasien dapat membaik dengan Kriteria

Hasil : tensi membaik, reflex syaraf membaik, status kesadaran pasien membaik.
94

Pada tinjauan pustaka dan kasus untuk melakukan perencanaan ini dilakukan

observasi Monitor ukuran, bentuk dan kesimtrisan pupil yang bertujuan memantau

status pupil, Monitor tingkat kesadaran bertujuan memantau status kesadaran,

Monitor status pernafasan bertujuan memantau tanda vital, Tingkatkan pemantauan

neurologis bertujuan agar status neurologis terpantau.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (SDKI Hal: 128, Kode

D.0056). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan Toleransi Aktivitas meningkat dengan Kriteria Hasil: saturasi oksigen

menjadi meningkat, keluhan lemah menjadi menurun, tekanan darah membaik, skala

kekuatan otot maksimal.

4.4 Implementasi Keperawatan

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada

tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat

kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan

keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Setelah

rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan rencana tersebut

dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan pada klien terlebih dahulu melakukan

pendekatan pada klien dan keluarga klien agar tindakan yang akan diberikan dapat

disetujui klien dan keluarga klien, sehingga seluruh rencana tindakan asuhan

keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.

1. Pada diagnosis yang pertama. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan sekresi yang tertahan, melakukan monitoring tanda-tanda vital,


95

memonitor tanda dan gejala infeksi saluran napas, memonitor pola napas

(frekuensi, kedalaman, usaha napas), mengatur posisi pasien semi fowler,

memberikan klien makanan melalui sonde, memonitor pernafasan klien dan

memonitor TTV klien, lalu mengkolaborasikan pemberian ekspektoran (nebul

ventolin 2,5mg dan pulmicort 1mg).

2. Pada diagnosis yang pertama. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan sekresi yang tertahan, melakukan monitoring tanda-tanda vital,

memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), mengatur posisi

pasien semi fowler, lalu mengkolaborasikan pemberian bronkodilator (midatro

1mg).

3. Pada diagnosis yang ketiga. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai

dengan hipertensi. Memonitor ukuran, bentuk dan kesimtrisan pupil, memonitor

tingkat kesadaran, memonitor status pernafasan, memonitor respon terhadap

obat, meningkatkan pemantauan neurologis (observasi setiap 3 jam sekali),

mengedukasi pasien mengenai tindakan dan prosedur yang dilakukan.

4. Pada diagnosis yang kempat. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot, implementasi yang dilakukan yaitu memonitor tanda-

tanda vital, mengkolaborasikan dengan tenaga rehabilitas medik dalam

merencanakan program terapi yang tepat, memposisikan miring kanan-kiri,

membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktivitas, dan memonitor respon fisik, emosi, social dan spiritual.


96

4.5 Evaluasi Keperawatan

Dari 3 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang

penulis temukan dalam melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan

kurang lebih sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari

itu dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal

memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim

kesehatan lainnya. Penulis mengevaluasi melihat catatan perkembangan klien selama

3 hari.

Pada diagnosa pertama yaitu Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan

Sekresi Yang Tertahan teratasi sebagian karena pasien masih terpasang trakeostromi

dan sekresi berwarna ptuih kental berkurang, suara napas ronkhi berkurang, pasien

masih terpasang ventilator mode CPAP PS 5 PEEP 5 FiO2 60% RRACT22-.

Pada diagnosa pertama yaitu Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan

Hambatan Upaya Napas teratasi sebagian karena pasien masih terpasang

trakeostromi, pasien masih terpasang ventilator mode CPAP PS 5 PEEP 5 FiO2 60%

RRACT22-, hasil pernapasan 18x/menit

Pada diagnosa ketiga yaitu Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Ditandai

Dengan Aterosklerosis Aorta (penyempitan pembuluh darah) belum teratasi

dikarenakan status kesadaran pasien yaitu Stupor, nilai GCS 1X4, dan keadaan umum

pasien lemah.

Pada diagnosa keempat yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot sudah teratasi sebagian namun semua aktivitas klien masih
97

dibantu oleh keluarga dan klien masih terpasang ventilator, pasien terpasang NGT,

pasien terpasang Folley kateter, skala kekuatan otot pasien menurun.


BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada

pasien dengan diagnosis medis Pneumonia, Cerebrovascular (CVA), dan Hipertensi,

maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian pada asuhan keperawatan pada Ny.S di ruang ICU RSPAL pada

tanggal 25 Desember 2021 kemudian membandingkan antara teori dan kasus

dapat disimpulkan sbb : 1. Pada saat pengkajian pasien pasien tampak terpasang

traceostomy terdapat secret berwarna putih. Suhu 37,6c,RR 24X/mnt, Wheezing

(+), ronchi (+) makanan menggunakan diit sonde, Mucosa bibir kering, BB 50

Kg, Tinggi badan 160 Cm.

2. Berdasarkan diagnosa keperawatan 3 diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu

bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan,

pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas, resiko

perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hipertensi, gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

3. Rencana keperawatan yang telah ditujukan untuk mengatasi masalah bersihan

jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dengan

melakukan pantau status pernapasan tiap 4 jam, lakukan suction setiap 2 jam,

berikan oksigen sesuai kebutuhan, kolaborasi pemberian mukolitik (ventolin,

pulmicort). Padadiagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan

98
99

upaya napas dilakukan pemberian bronkodilator (midatro). Pada diagnosa resiko

perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan aterosklerosis aorta dengan

melakukan pantau pantau observasi setiap 3 jam, pantau tanda-tanda vital, pantau

status neurologis. Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot dengan membantu pemenuhan ADL secara total.

4. Tindakan pelaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan Pneumonia,

Cerebrovascular (CVA), dan Hipertensi, mendampingi dokter pemasangan alat

PDT dan CVP secara steril untuk mencegah adanya infeksi pada pasien. Untuk

menyelesaikan masalah tersebut, penulis melibatkan pasien dan keluarga secara

aktif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan karena banyak Tindakan yang

memerlukan Kerjasama antara perawat, pasien dan keluarga.

5. Evaluasi keperawatan pada Ny S menggambarkan kondisi Ny S sudah mulai ada

perbaikan walaupun kesadaran masih stupor, namun GCS pasien dari 1X3

menjadi 1X4 dan produksi sekret kental berwarna putih sedikit, RR

21X/mnt,setelah dilakukan tindakan keperawatan sudah teratasi sebagian

sehingga pencapaian tujuan dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan tersebut

tercapai sebagian

6. Pendokumentasian yang dilakukan pada Pneumonia, Cerebrovascular (CVA),

Hipertensi adalah mencatat apa saja yang sudah dilakukan oleh perawat dan apa

saja kendala pada saat pasien sedang melakukan terapi pada pasien pneumonia.

5.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit


100

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai

pertimbangan untuk waktu yang akan datang dan sebagai tambahan informasi

kepustakaan dalam ilmu keperawatan

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil penulisan laporan studi kasus ini dapat digunakan bagi peserta didik serta

sebagai bahan bacaaan bagi mahasiswa keperawatan

3. Bagi pasien dan keluarga

Hasil penulisan karya tulis ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman responden tentang penyakit pneumonia, HT dan CVA.

4. Bagi Mahasiswa

Hasil penulisan laporan studi kasus ini dapat menambah wawasan peserta ujian

akhir program dan pengetahuan peserta ujian akhir program pada pasien dengan

diagnosa medis pneumonia, HT dan CVA sehingga dapat mengaplikasikan ilmu

yang diperolah di bangku kuliah dan pengalaman nyata dalam melaksanakan

praktek nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PEMBERIAN NEBULASI

1. Definisi
Nebulasi adalah menghirup uap dengan /tanpa obat melalui saluran pernapasan
bagian atas dengan alat nebulizer. Sedangkan, nebulizer adalah pelembab yang
membentuk aerosol, kabut butir kecil air dengan garis tengah 5-10 mikron.
(Widyastuti, 2018).
2. Tujuan
Tujuan pemasangan infus menurut Widyastuti (2018)adalah :
a. Sekret menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan.
b. Membersihkan jalan napas.
c. Melembabkan jalan napas bagian atas.

101
102

d. Mengobati peradangan pada saluran pernapasan atas dengan pemberian obat


aerosol.
e. Menurunkan edema mukosa.
f. Pemberian obat secara langsung pada saluran pernafasan untuk pengobatan
penyakit, seperti : bronkospasme akut, produksi sekret yang berlebihan, dan
batuk yang disertai dengan sesak nafas.
3. Indikasi
Pemberian nebulasi menurut POLKESMA (2017) adalah :
a. Pasien dengan sputum kental
b. Pasien sebelum melakukan fisoterapi dada
c. Pasien dengan peningkatan produksi sekret
4. Persiapan Alat
a. Aquadest/ normal saline
b. Spuit 5 cc
c. Obat bila diperlukan seperti bronkodilator, mukolitik (ventolin)
d. Bengkok
e. Kassa
f. Sarung tangan bersih
g. Nebulizer set

5. Prosedur Kerja

NO ASPEK YANG DINILAI


1 Tahap pra-interaksi
a. Cek catatan keperawatan
b. Mencuci tangan
103

c. Menyiapkan alat yang dibutuhkan


2 Tahap orientasi
a. Memberikan salam dan perkenalan sebagai pendekatan teraupetik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien dan keluarga
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum pemeriksaan
dilakukan
d. Kontrak waktu pada pasien terkait tindakan yang akan dilakukan
3 Tahap kerja
a. Menutup sketsel untuk privasi pasien
b. Membawa alat ke dekat pasien
c. Mencuci tangan

d. Menggunakan handscoon
e. Sambungkan selang nebulizer kit pada mesin kompresor

f. Hubungkan selang nebul pada nebulizer cup


104

g. Cek mesin kompresor nebulizer berfungsi dengan baik

h. Isi alat dengan normal salin dan obat yang dibutuhkan

i. Kemudian hubungkan nebulizer pada mouthpiece/ masker

j. Dengarkan suara napas pasien


k. Nyalakan alat nebulizer
l. Amati pengeluaran uap dari alat oksigen melalui masker
m. Pasang masker/ mouthpiece
kepada pasien
105

n. Atur waktu pemberian 5-10 menit


o. Observasi pasien selama terapi diberikan
p. Informasikan kepada pasien (anak) bahwa alat akan berhenti sendiri dalam
waktu 5-10 menit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
q. Apabila pasien tidak ada hambatan untuk berkomunikasi, minta pasien
untuk menghirup uap yang keluar dari alat dengan cara napas panjang.
Penghisapan uap dilakukan dari hidung dan keluarkan lewat mulut.
r. Setelah selesai berikan pasien posisi yang nyaman
s. Bereskan peralatan
t. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

(Rahayu & Harnanto, 2016; Widyastuti, 2018)


4 Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan (pengeluaran sekret, suara napas tambahan,
dan produksi sekret)
b. Memberikan kesempatan pasien bertanya terkait tindakan yang telah
diberikan
c. Kontrak waktu yang akan datang
d. Mendokumentasikan dalam lembar pemeriksaan
106

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai