LP Vertigo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

OLEH :

MARIA STEFANI ASUAT

NIM. 2014901087

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. TINJAUAN KASUS
1. Definisi
Vertigo berasal dari kata Yunani”Vertere”, yang berarti berputar,
vertigo mengacu pada adanya sensasi dimana penderitanya merasa
bergerak atau berputar, puyeng, atau merasa seolah-olah benda-benda
disekitar penderita bergerak atau berputar. Verstibuler migrain (VM)
adalah vertigoyang langsung disebabkan oleh migrain. Vertigo dapat
berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam
bahkan hari. Vertigo timbul akibat gangguan telingatengah dan dalam
atau gangguan penglihatan. Berbagai penyakit dibagian tubuh lain
maupun sekitar otak juga menimbulkan vertigo, rasa sakit vertigo kadang
dibarengi dengan mual, sempoyongan seperti melayang (tidak ada beban
berat), kehilangan keseimbanganpucat, keringat dingin, muntah,
perubahan denyut nadi, tekanan darah dan diare. Penyebab vertigo
terbanyak adalah gangguan pada leher, gangguan ini ditimbulkan adanya
pengapuran pada tulang leher yang menyebabkan vertigo (Fransisca,
2011).
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh
atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit
dengan demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari
gejala somatic (nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual
dan muntah dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang
umum tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit
dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi
ini sebagai nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo
yang berlangsung singkat (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2018).
Vertigo merupakan gejala kunci yang menandakan adanya
gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan
labirin. Namun tidak jarang gejala vertigo ini yang menjadi gangguan
sistematik lainnya misalnya (obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan
sebagainya). Gangguan pada otak kecil tersendiri bisa mengakibatkan
vertigo yang jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak
yang kurang sehingga bisa menjadi penyebabnya. Ada beberapa jenis
obat yang bisa menimbukan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini
juga dapat menimbulkan vertigo misalnya, (kina, salisilat, dan
streptomisin) (Fransisca, 2013).
Vertigo (gangguan keseimbangan) merupakan kelainan yang
sering dijumpai pada lanjut usia. Kelainan tersebut seringkali
menyebabkan jatuh dan mengakibatkan berbagai morbiditas seperti
fraktur tulang panggul, cedera otak bahkan bisa fatal. Kecelakaan adalah
penyebab kematian keenam pada seorang berusia lebih dari 75 tahun
akibat jatuh. Hal ini bisa dimengerti oleh karena pada 2 usia lanjut terjadi
berbagai perubahan struktural berupa degenerasi dan atrofi pada sistem
vestibular, visual dan proprioseptif dengan akibat gangguan fungsional
pada ketiga sistem tersebut. Usia lanjut dengan gangguan keseimbangan
memiliki risiko jatuh 2-3 kali dibanding usia lanjut tanpa gangguan
keseimbangan. Tiap tahun berkisar antara 20-30% orang yang berusia
lebih dari 65 tahun sering lebih banyak berada di rumah saja karena
masalah mudah jatuh (Laksmidewi et al., 2016). Untuk bisa menangani
dan mengevaluasi pasien berusia diatas 60 tahun dengan gangguan
keseimbangan, klinisi harus mengerti tentang fisiologi keseimbangan dan
perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada proses penuaan
(Laksmidewi et al., 2016).
2. Klasifikasi Vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo
perifer dan vertigo sentral. Vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Vertigo Vestibular
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang
senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak
untuk menjaga keseimbangan. Vertigo timbul pada gangguan sistem
vestibular, yang menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodic,
diprovokasi oleh gerakan kepala, dan bias disertai rasa mual muntah
(Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
b. Vertigo non vestibular
Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh
penyakit tertentu misalnya diabetes militus, hipertensi dan jantung.
Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang
disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan
oleh gangguan mata atau berkurangnya daya penglihatan disebut
vertigo ophtamologis, sedangkan vertigo yang disebabkan oleh
berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo
otolaringologis. Selain penyebab dari segi fisik penyebab lain
munculnya vertigo adalah pola hidup yang tidak teratur, seperti
kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah hingga stres.
Vetigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut
psikogenik. Perbedaan vertigo vestibur dan non vestibular sebagai
berikut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
3. Etiologi
Menurut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). Penyebab vertigo dapat
dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Otologi
Otologi ini merupakan 24-61 kasus vertigo (paling sering), dapat
disebabkan oleh BPPV (benign paroxysmal positional vertigo),
penyakit Meniere, parase N. VIII (vestibulokoklearis) maupun otitis
media.
b. Neurologis
Merupakan 23-30%
1) Gangguan serebrovaskular batang otak, serebelum
2) Ataksia karena neuropati
3) Gangguan visus
4) Gangguan serebelum
5) Seklerosis multiple yaitu suatu penyakit saat sistem kekebalan
tubuh menggerogoti lapisan pelindung saraf
6) Malformasi chiari, yaitu anomaly bawaan di mana serebelum
dan medulla oblongata menjorok ke medulla spinalis melalui
foramen magnum.
7) Vertigo servikal.
c. Interna
Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena
gangguan kardiovaskuler. Penyebabnya biasanya berupa tekanan
darah yang naik atau turun, aritma kordis, penyakit jantung koroner,
infeksi, hipoglikemia, serta intoksikasi obat, misalnifedipin,
benzodiazepine, Xanax.
d. Psikiatrik
Terdapat pada lebih dari 50% kasus vertigo. Biasanya
pemeriksaan klinis dan laboratoris menunjukkan hasil dalam bebas
normal. Penyebabnya biasanya berupa depresi, fobia, ansietas, serta
psikosomatis.
e. Fisiologis
Misalnya, vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita
berada di tempat tinggi.
4. Patofisiologi Vertigo
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti
meniere, parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang
terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada
saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus
(otitis media).
Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik.
Seperti gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan
penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo
juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang
menyebabkan terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur
dan menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII
dalam mempertahankan keseimbangan.
Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik
turun). Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di
telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan terganggudan
menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah
dapat mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga
dapat menyebabkan parese N VIII.
Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat
mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan
tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang
berbeda-beda.
5. Tanda dan Gejala Vertigo
Menurut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019) gejala klinis yang menonjol,
vertigo dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Vertigo proksimal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau
hari, menghilang sempurna, suatu ketika muncul lagi dan di antara
serangan penderita bebas dari keluhan
Berdasarkan gejala penyertanya di bagi:
1) Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging, sindrom
menire, arakhnoiditis pontoserebelaris, TIA vertebrobasilar,
kelainan ontogeny, tumor fossa poaterior.
2) Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasilar, epilepsi, migrain,
vertigo anak.
3) Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: posisional
proksimal benigna (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
b. Vertigo kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk
serangan serangan akut.
Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:
1) Keluhan telinga: otitis media kronis, tumor serebelopontin,
meningitis TB, labirinitis kronis, lues serebri.
2) Tanpa keluhan telinga: konstusio serebri, hipoglikemia,
ensefalitis pontis, kelainan okuler, kardiovaskular dan
psikologis, posttraumatic sindrom, intoksikasi, kelainan
endokrin.
3) Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi
orthostatic, vertigo servikalis (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
c. Vertigo akut
Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:
1) Ada pada keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin,
perdarahan labirin, herpes zoster otikus.
2) Tidak ada pada keluhan telinga: neuritis vestibularis, sclerosis
multiple, oklusi arteri serebeli inferior posterior, ensefalitis
vestibularis, sclerosis multiple, hematobulbi (Sutarni , Rusdi &
Abdul, 2019).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik :
1) Pemeriksaan mata
2) Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
3) Pemeriksaan neurologic
4) Pemeriksaan otologik
5) Pemeriksaan fisik umum.
b. Pemeriksaan khusus :
1) ENG
2) Audiometri dan BAEP
3) Psikiatrik
c. Pemeriksaan tambahan :
1) Laboratorium
2) Radiologik dan Imaging
3) EEG, EMG, dan EKG.
7. Pelaksanaan
a. Medis
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti  biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi
telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan
fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.
b. Keperawatan
1) Vertigo posisional Benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi
pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada
pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu.
Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan
dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \
semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah
atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari
sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
2) Obat-obatan
Obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan
atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini
menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari
vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa
kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka
dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi
gangguan.

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat,
pendidikan, agama, pekerjaan, dll
b) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan
pengkajian. Biasanya pada pasien vertigo keluhan utama yang
dirasakan yaitu nyeri kepala hebat serta pusing.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit.
Pada pasien vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau
perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi mana
yang dapat memicu vertigo.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi
dan inflamasi dan penyakit tumor otak. Riwayat penggunaan
obat vestibulotoksik  missal antibiotik, aminoglikosid,
antikonvulsan dan salisilat
e) Riwayat Penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetic
maupun tidak.
f) Riwayat Psikososial
Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi
klien terhadap keluarga dan data spiritual klien.
g) Pola-Pola fungsi Kesehatan
i. Pola Fungsi dan tata laksana kesehatan
Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya
pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit,
pengobatan dan prognosa.
ii. Pola nutrisi dan metabolism
Adakah nausea dan muntah
iii. Pola eliminasi
Bagaimana BAK dan BABnya, lancar atau tidak
iv. Pola tidur dan istirahat
Dikaji bagaimana tidur klien nyenyak atau tidak, berapa
lama tidur klien, pada pasien vertigo biasanya pasien
mengalami gangguan tidur.
v. Aktivitas
Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien
sering mengalami Letih, lemah, Keterbatasan gerak,
Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun
pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala, Sakit kepala
yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja)
atau karena perubahan cuaca.
vi. Pola hubungan peran
Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan
masyarakat sekitar
vii. Pola presepsi dan konsep diri
Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait dengan
penyakitnya.
viii. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah
mengalami penurunan panca indra?
ix. Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan
pasangannya, apakah ada gangguan atau tidak
x. Pola penanggulangan stress
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.
xi. Pola tata nilai dan keyainan
Di kaji tentang agama yang di anut klien
2) Pemeriksaan Fisik
a) Gambaran Umum
(1) Kesadaran
Compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma
(2) Penampilan
Tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang atau sakit
berat
(3) TPRS
Meliputi BB, TB, Tekanan darah, suhu, nadi RR
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem integument
Inspeksi : Di lihat warna kulit.
Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit (normalnya
kembali dalam 2detik)
(2) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala, warna rambut,
Palpasi : kekuatan rambut (rontok/tidak), ada nyeri tekan
(3) Leher
Palpasi : ada pembesaran kelenjar getah beting dan
kelenjar tyroid atau tidak
(4) Muka
Inspeksi :Bentuk muka, ekspresi muka
(5) Mata
Inspeksi : Biasanya pada pasien vertigo Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
(6) Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris atau tidak, ada kotoran
atau tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
(7) Hidung
Inspeksi: Bentuk hidung, adanya secret atau tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
(8) Mulut dan Faring
Inspeksi : mulut simetris atau tidak, kebersihannya
Palpasi : ada nyeri tekan tidak, ada benjolan tidak
(9) Thorax
Inspeksi : ada retraksi dinding dada atau tidak
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris atau tidak
Perkusi : bagaimana suara ketukannya
(10) Paru
Inspeksi : simetris atau tidak
Palpasi : ada benjolan atau tidak
Auskultasi : biasanya pada pasien vertigo Tidak ada
weezing,  rhonki
(11) Jantung
Auskultasi : Pada pasien vertigo S1 dan S2 tunggal
(12) Abdomen
Inspeksi : Dilihat bentuk abdomen,
Palpasi : pembesaran hati dan limpanya di kaji
Auskultasi : bising usus
3) Sistem neurologi
a) Test nervus I (Olfactory)
(1) Fungsi penciuman
(2) Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti
sabun, tembakau, kopi
(3) Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b) Test nervus II ( Optikus)
(1) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
(2) Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian
suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
(3) Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di
kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu
klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
(1) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil
mata (N III).
(2) Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan
senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
(3) Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
(4) Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
(1) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan
kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
(2) Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip
ipsilateral.
(3) Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
(4) Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
(1) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata,
usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien
tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
(2) Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara
meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi,
menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
f) Test nervus VIII (Acustikus)
(1) Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga
klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
(2) Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
(1) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3
posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian
pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N
IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
(2) N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
(3) Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan
“ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
(4) Refleks menelan : dengan cara menekan posterior
dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien
seperti menelan.
h) Test nervus XI (Accessorius)
(1) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan.
Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah
atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
(2) Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan -test otot trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
(1) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
(2) Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
(3) Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan
dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri
dan ke kanan.
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto
vertebra servikal, CT scan, MRI dsb (atas indikasi).
b) Pemeriksaan Laboratorium dan EKG
c) Pemeriksaan lain-lain

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, zat kimia,
fisik, psikologis.
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor ekonomi,
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient, ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan fisiologis, suhu
lingkungan sekitar, kurang kontrol tidur, kurang privasi,
pencahayaan
d. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
e. Anseitas berhubungan dengan penularan penyakit, stres, kebutuhan
yang tidak terpenuhi
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, zat
kimia, fisik, psikologis.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan fisiologis, suhu
lingkungan sekitar, kurang kontrol tidur, kurang privasi,
pencahayaan
3) Anseitas berhubungan dengan penularan penyakit, stres,
kebutuhan yang tidak terpenuhi
4) Resiko Defisit Nutrisi
5) Resiko jatuh
b. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara 1. Observasi secara
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama… komprehensif (lokasi, keseluruhan dilakukan
agen cedera biologis, x24jam nyeri dapat berkurang karakteristik, durasi, untuk menentukan
zat kimia, fisik, dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan tingkat kenyamanan
psikologis. faktor presipitasi) klien serta untuk
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Lakukan pengukuran menentukan perawatan
(tahu penyebab nyeri,
tanda-tanda vital yang tepat digunakan
mampu menggunakan teknik
3. Berikan posisi yang 2. Tanda-tanda vital dapat
non farmakologis untuk
nyaman memberitahu keadaan
mengurangi nyeri)
4. Ajarkan teknik non klien secara keseluruhan
2. Melaporkan bahwa nyeri
farmakologis : nafas dalam, 3. Membantu mengurangi
berkurang dengan
distraksi, kompres air nyeri
menggunakan manajemen
hangat/dingin 4. Melakukan teknik non
nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter farmakologis dapat
3. Menyatakan rasa nyaman
untuk pemberian analgetik membantu mengurangi
setelah nyeri berkurang
untuk mengurangi nyeri dalam kebutuhan obat-
4. TTV dalam batas normal
- TD: 120-130/80-90 obat analgesic
mmHg
- Nadi: 60-100 x/mnt
- RR: 20-24 x/mnt
- S: 36,5- 37°C

2. Resiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan selama… 2. Monitor BB pasien dalam perkembangan perawatan
x24jam ketidakefektifan nutrisi batas normal dan kondisi pasien
kurang dari kebutuhan tubuh 3. Monitor mual dan muntah 2. Mengetahui status BB
dapat berkurang dengan kriteria 4. Anjurkan makan sedikit- pasien
hasil : sedikit tapi sering 3. Menjaga keseimbangan
5. Berikan HE tentang asam basa
1. Adanya peningkatan berat
pentingnya makanan bagi 4. Agar pasien mendapatkan
badan sesuai dengan tujuan
proses penyembuhan energi
2. Pasien tidak muntah lagi
5. Agar pasien mengerti
3. Tidak ada tanda-tanda
bahwa pentingnya makan
malnutrisi
dapat menutrisi tubuh
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pentingnya tidur 1. Membantu pasien
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama… yang adekuat mengetahui seberapa
fisiologis, suhu x24jam gangguan pola tidur 2. Fasilitas untuk pentingnya tidur untuk
lingkungan sekitar, dapat berkurang dengan kriteria mempertahankan aktivitas kesehatannya
kurang kontrol tidur, hasil : sebelum tidur (membaca) 2. Membaca adalah salah
kurang privasi, 3. Ciptakan lingkungan yang satu cara agar
1. Jumlah jam tidur dalam
pencahayaan nyaman mempermudah untuk tidur
batas normal 6-8 jam/hari
4. Mengatur posisi tidur pasien 3. Membantu pasien agar
2. Perasaan segar sesudah tidur
(semi fowler) tidur dengan nyaman
atau istirahat
4. Agar pasien nyaman dan
dapat tidur dengan
nyenyak

4. Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi perilaku dan 1. Mengenal perilaku dan
asuhan keperawatan selama… faktor yang mempengaruhi faktor-faktor yang
x24jam resiko jatuh dapat resiko jatuh berpotensi mengakibatkan
berkurang dengan kriteria 2. Instruksikan pasien agar jatuh
hasil : memanggil asisten atau 2. Untuk meminimalkan
keluarga ketika melakukan terjadinya resiko jatuh
1. Keseimbangan : Pasien
pergerakan 3. Salah satu terapi ringan
mampu berdiri, duduk dan
3. Berikan terapi ringan untuk adalah menggerakan bola
berjalan tanpa pusing
mempertahankan mata, jika sudah terbiasa
2. Pasien dapat beraktivitas
keseimbangan dilakukan pusing akan
dengan tenang
4. Beritahu pada keluarga berkurang
pasien untuk tetap menjaga 4. Saat pasien akan jatuh ada
atau mengawasi aktivitas yang membantu
pasien

5. Anseitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang 1. Untuk memberikan
dengan penularan asuhan keperawatan selama… menenangkan ketenangan pada pasien
penyakit, stres, x24jam ansietas dapat 2. Identifikasi kecemasan 2. Untuk mengetahui tingkat
kebutuhan yang tidak berkurang dengan kriteria 3. Dorong keluarga agar kecemasan
terpenuhi hasil : menemani pasien 3. Untuk mengurangi rasa
4. Berikan informasi tentang takut pasien
1. Pasien mampu
penyakitnya 4. Agar meningkatkan
mengidentifiksi,
pengetahuan pasien
mengungkapkan gejala
cemas terhadap penyakitnya.
2. Vital sign dalam batas
normal
3. Postur tubuh dan ekspresi
wajah menunjukan
berkurangnya kecemasan
4. Implementasi
Implementasikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dalam status kesehatan baik yang
mengggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping

5. Evaluasi
a. Evaluasi nyeri akut mengacu pada kriteria hasil yaitu:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
4) TTV dalam batas normal

- TD: 120-130/80-90 mmHg


- Nadi: 60-100 x/mnt
- RR: 20-24 x/mnt
- S: 36,5- 37°C
b. Evaluasi resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh mengacu pada kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Pasien tidak muntah lagi
3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Evaluasi gangguan pola tidur mengacu pada kriteria hasil :
1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2) Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
d. Evaluasi resiko jatuh mengacu pada kriteria hasil :
1) Keseimbangan : Pasien mampu berdiri, duduk dan berjalan tanpa
pusing
2) Pasien dapat beraktivitas dengan tenang
e. Evaluasi ansietas mengacu pada kriteria hasil :
1) Pasien mampu mengidentifiksi, mengungkapkan gejala cemas
2) Vital sign dalam batas normal
3) Postur tubuh dan ekspresi wajah menunjukan berkurangnya
kecemasan
Secara fisiologis Miniere Gangguan Ukuran lensa Aliran darah Infeksi
cerebellum mata tidak otak terganggu vestibular
sama
Implus keseimbangan

Ditangkap reseptor

Vestibular, visual,
propioseptik

Impuls
diperbandingkan
Gg pada alat keseimbangan
tubuh, baik sentral/ perifer
Jika singkron dan
wajar
Pengelolaan informasi tidak
wajar (terganggu)
Proses berlanjut Nyeri Akut

Muncul tanda
Respon kegawatdaruratan Nyeri kepala

Penyesuaian otot mata dan


VERTIGO Peningkatan TIK
pergerakkan untuk
keseimbangan
Perifer Central

Kanal Saluran vestibuler


semisirkularis

Pengiriman impuls
Keseimbangan ke otak terganggu
menurun
Keseimbangan
Penyesuaian otot tidak menurun
adekuat
Pusing,sakit kepala
Muncul gerakkan
abnormal
Gelisah Perubahan pola
Nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan tidur
Ansietas
Peristaltic
meningkat Gangguan Pola
Tidur
Resiko Jatuh
Mual dan muntah

Anoreksia
Resiko Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Bisdorff A. (2013). The Epidemiology of Vertigo, Dizziness, and Unsteadiness


and its links to co-mordibities. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 2
Dewanto G., 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Joesoef, A A, Kusumawati, K. 2002. Tinjauan Umum Mengenai Vertigo.
Surabaya: Airlangga University Press
Lumban Tobing sm. Vertigo. Jakarta : balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: 2003
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis prosesproses
penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medicalbedah
Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC
Sutarni , Rusdi & Abdul. 2018. Bunga Rampai Vertigo. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta
Fransisca, K. (2013). Awas! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele. Cetakan
kedua. Cerdas Sehat. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai