Renstra Scribd
Renstra Scribd
Renstra Scribd
Letak geografis Indonesia yang strategis yaitu berada diantara Benua Australia dan
Benua Asia, serta Semudera Hindia dan Samudera Pasifik memberikan beberapa
dampak pada isu keamanan dan pertahanan negaranya. Salah satu isu tersebut adalah
isu perbatasan negara. Terdapat 10 negara yang berbatasan secara langsung dengan
Indonesia. Kesepuluh negara tersebut yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
Brunei Darussalam, Papua Nugini, Timor Leste, Australia, Palau, dan India. 1 Selain isu
perbatasan negara tersebut, letak geografis yang strategis ini menjadikan Indonesia
sebagai negara maritim yang memiliki tiga alur laut yang disebut dengan alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI).2 Indonesia sebagai negara maritim harus memperkuat aspek
pertahanan militer khususnya di laut. Hal ini akan sulit diwujudkan jika alokasi anggaran di
bidang pertahanan militer belum ideal. Peningkatan profesionalisme prajurit TNI harus
diimbangi dengan meningkatnya kesejahteraan melalui kecukupan penghasilan prajurit,
penyediaan, dan fasilitas rumah tinggal, jaminan Kesehatan, peningkatan Pendidikan, dan
penyiapan skema yang sesuai dengan masa tugas. Untuk mencapai postur ideal tersebut
tentu dibutuhkan anggaran yang memadai.
TNI Angkatan Laut sebagai bagian integral dari TNI, berperan sebagai komponen
utama pertahanan negara matra laut menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara guna menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara melalui
pelaksanaan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang
(OMSP). Untuk meningkatkan pemahaman tentang wawasan kemaritiman bangsa
Indonesia khususnya bagi para mahasiswa/generasi penerus bangsa diperlukan adanya
kesamaan persepsi tentang konstelasi geografi negara Indonesia sebagai sebuah negara
kepulauan atau pemahaman tentang archipelagic oriented. Sudah saatnya bangsa
Indonesia memandang laut sebagai sarana dan wahana untuk mewujudkan satu
kesatuan wilayah negara dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan serta merupakan salah satu medan juang dalam upaya
pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Dalam
makalah ini dijelaskan tentang realitas bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim serta
1
Asana, R., Suwartiningsih, S., & Nugroho, A. B. H. (2017). Kebijakan Pertahanan Indonesia Terhadap Pulau-Pulau Kecil
Terluar Pada Masa Pemerintahan Jokowi. Cakrawala, 6(1), 35-58.
2
Marsetio, A. P. P. W. L. (2013). Aktualisasi Peran Pengawasan Wilayah Laut Dalam Mendukung Pembangunan
Indonesia Sebagai Negara Maritim Yang Tangguh.
berbagai upaya yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut khususnya dalam mengamankan
batas maritim dengan negara tetangga yang memiliki kompleksitas permasalahan.
Berdasarkan data Global Fire Power (2020), kekuatan militer Indonesia berada di
peringkat 16 dari 137 negara dengan Power Index 0,2804 (dengan nilai sempurna
0,0000). Lima peringkat teratas kekuatan militer di dunia secara berturut-turut yaitu
Amerika Serikat, Rusia, China, India dan Perancis. Jika dibandingkan dengan negara
ASEAN, peringkat Power Index Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan Negara
ASEAN lainnya. Namun, dari semua alutsista yang dimiliki oleh Indonesia, rata-rata
memiliki ranking dunia berkisar 35-50 dan hanya 2 alutsista yang menduduki ranking 5
besar, yaitu Corvet dan Fregat. Sementara alutsista seperti attack aircraft dan submarine
masih berada di bawah peringkat 35. Tabel 1 menyajikan data perbandingan kekuatan
militer baik itu matra darat, laut, dan udara Indonesia dibandingkan dengan Negara
ASEAN lainnya.3
Atas dasar pertimbangan keamanan dan pertahanan Indonesia, maka muncul
urgensi untuk meningkatkan kekuatan pertahanan negara. Oleh sebab itu, Pemerintah
Indonesia kemudian menyusun suatu daftar kebutuhan untuk melengkapi pertahanan
negara yang didasarkan pada proyeksi kekuatan yang telah dilakukan sebelumnya oleh
tantara nasional Indonesia (TNI). Namun, dikarenakan adanya batasan anggaran dalam
mewujudkan pembangunan kekuatan TNI tersebut, maka dibentuklah suatu standar
kekuatan esensial minimum atau minimum essential force (MEF) yang dinilai mampu
mendukung pertahanan negara dalam menghadapi dan menangani dua trouble spot
secara bersamaan dan satu kekuatan cadangan dalam mengantisipasi adanya ancaman
tambahan. Penyelenggaraan MEF dilaksanakan dalam tiga rencana strategis (renstra)
yaitu renstra I (2010-2014), renstra II (2015-2019), dan renstra III (2020- 2024) .4
Program MEF bukan sekedar untuk mengembangkan alutsista namun
mengembangkan industri pertahanan yang mampu mendukung alutsista tersebut.
Prioritas MEF selanjutnya adalah pada pengingkatan kemampuan satuan tempur,
khususnya satua pemukul reaksi cepat, baik satuan di tingkat pusat maupun satuan di
wilayah, serta penyiapan pasukan siaga, terutama untuk penanganan bencana alam serta
untuk tugas-tugas misi perdamaian dunia dan keadaan darurat lainnya. Kebutuhan-
kebutuhan pendukung lain dalam rangka perwujudan MEF akan dipenuhi pula secara
bertahap sehingga diharapkan MEF dapat dijadikan sebagai pijakan dasar menuju TNI
3
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/analisis-ringkas-cepat-public-28. Diakses
pada tanggal 10 Juli 2022. Pukul 13.20 WIB.
4
Nurul F., I Negah Putra A., Romie Oktavianus B., UNHAN. Sinergitas Industri Pertahanan dalam Pemenuhan
Minimum Essential Force Matra Laut. Hal. 48-62.
yang ideal.5 Bentuk dukungan tersebut dapat berupa ketersediaan suku cadang secara
mandiri, pengembangan teknologi, maupun pembangunan alutsista secara mandiri. 6 Pada
tahun 2024 diharapkannya, TNI AL memiliki kemampuan Basic Principle Warfare, 3 BTP
Basic Operasi Amfibi, pengamanan pulau terluar dan perbatasan, proyeksi sub-regional,
serta Basic Fleet yang memadai. Embrio Koarmada sebesar 60 persen operasional,
prajurit dengan kemampuan dasar, serta didukung oleh kemandirian dasar Indhan sampai
dengan 40 persen.7
2. Pembahasan.
MEF mulai dicanangkan oleh Pemerintah sejak tahun 2007, selanjutnya kebijakan
MEF mulai dilaksanakan sejak tahun 2009 yang terbagi dalam tiga fase yaitu fase
pertama 2010-2014, fase kedua 2015-2019, dan fase ketiga 2020-2024. Kebijakan MEF
5
Kajian Kebijakan Alutsista Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
http://penerbit.lipi.go.id/data/naskah1424743621.pdf. Diakses pada tanggal 8 Juli 2022. Pukul 18.06 WIB.
6
Putra, A. G. P., Kustana, T., & Poespitohadi, W. (2018). Pemberdayaan PT Dirgantara Indonesia Sebagai Industri
Pertahanan Strategis Dalam Pemenuhan Alutsista TNI Angkatan Udara. Strategi Pertahanan Udara, 4(3).
7
https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/wakasal-sampaikan-renstra-tni-al-hingga-2024. Diakses pada tanggal 8
Juli 2022. Pukul 17.36 WIB.
8
UU no 34 tahun 2004.
9
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/analisis-ringkas-cepat-public-28. Diakses
pada tanggal 10 Juli 2022. Pukul 13.18 WIB.
didukung secara konsisten oleh anggaran pertahanan yang cenderung meningkat setiap
tahunnya. Terdapat empat elemen pembangunan MEF yaitu Rematerialisasi, Pengadaan,
Revitalisasi, dan Relokasi.10 Keempat elemen tersebut dikonsentrasikan pada titik yang
disebut sebagai flash point yaitu bagian dari wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai
daerah yang memiliki potensi tinggi terjadinya berbagai ancaman actual. Flash point
menjadi dasar prioritas dibangunnya komposisi dan disposisi MEF secara bertahap dan
berkesinambungan. Disebutkan dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2018, kebijakan
MEF tidak mengarah untuk arms race namun pemenuhan kebutuhan pertahanan minimal
Indonesia.11
Untuk pemenuhan alutsista matra laut, PT. PAL dipercaya untuk melakukan kerja
sama dengan galangan yang ditunjuk pemerintah sebagai pemenang tender (jenis kapal
yang belum dapat diproduksi di Indonesia. Kerja sama tersebut dilaksanakan dalam
bentuk joint production dengan program kerja sama transfer of technology. Dalam
pembangunan MEF, PT. PAL dipercaya untuk bekerja sama dengan Daewoo Shipyard
Marine Engineering (DSME) Korea Selatan dalam proyek nasional kapal selam. 13 Evaluasi
dari hasil kerja sama tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa kendala di dalam
pelaksanaannya sehingga hasil yang diharapkan tidak optimal. Adapun kendalakendala
tersebut yaitu BUMN untuk industri baja belum mampu mendukung kebutuhan bahan
10
Ervita L. Zahara & Arjun Rizky M.N. Analisis Ringkas Cepat. No. 04/arc.PKA/IV/2020.
11
https://www.pal.co.id/2020/02/publikasi/artikel/kebijakan-modernisasi-alutsista-laut-berbasis-mef-tahap-iii/.
Diakses pada tanggal 10 Juli 2022. Pukul 12.53 WIB.
12
YUSRO, M. R. (2017). Strategi Pembangunan Postur Pertahanan Maritim Indonesia Dalam Menghadapi Dinamika
Keamanan Maritim Internasional Studi Kasus; Penguatan Peran TNI AL. Universitas Pasundan.
13
Prasetyo, T., Armawi, A., & Salim, D. A. (2017). Evaluasi Kinerja KKIP Dalam Kerjasama Republik Indonesia-
Korea Selatan Pada Pembangunan Kapal Selam Untuk Mendukung Ketahanan Alutsista TNI Angkatan Laut. Jurnal
Ketahanan Nasional, 23(1), 86-103.
baku dalam pembuatan kapal, kurangnya pendanaan, dan penguasaan manajemen untuk
SDM dan teknologi masih kurang optimal.
Peran kebijakan pertahanan dan anggaran pertahan merupakan factor vital yang
mempengaruhi pembangunan dan pencapaian MEF. Dalam hal ini pemerintah bekerja
sama dengan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertugas untuk
mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan,
pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan. Selain KKIP, wakil dari
Pemerintah yang berkaitan dengan pengadaan Alutsista, dimana merupakan bentuk
produk dari MEF, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kemudian terdapat Balitbang dan Balitbang dan perguruan tinggi adalah melakukan
kolaborasi antara Pemerintah dan Industri pertahanan dalam mengembangkan inovasi
dan teknologi, khususnya dalam pemanfaatan pada peningkatan postur pertahanan
berupa Alutsista. Kemudian juga ada Industri pertahanan, dimana pengembangan industri
pertahanan merupakan suatu bagian terpadu dari perencanaan strategis pembangunan
kekuatan postur pertahanan negara melalui pengelolaan sumber daya nasional untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Kolaborasi yang terjalin antara industri
pertahanan dengan Balitbang dan perguruan tinggi serta industri pertahanan dengan
Pemerintah, merupakan suatu bentuk sinergitas yang dilakukan atas dasar pemenuhan
tujuan dan kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan Alutsista dan pencapaian
pemenuhan MEF. Serta salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pencapaian
pembangunan MEF adalah anggaran. Anggaran diperlukan dalam proses penelitian,
pengembangan dan rekayasa, maupun untuk pengadaan Alutsista. Kondisi anggaran
pertahanan dalam pengadaan Alutsista ini memiliki hubungan yang saling mempengaruhi
dengan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan, yang akan berimplikasi pada
pelaksanaan pembangunan MEF baik oleh Industri pertahanan sebagai pelaksana,
Pemerintah sebagai aktor yang berperan untuk mengawasi dan mengendalikan, serta
Balitbang dan perguruan tinggi dalam melakukan penelitian dan rekayasa.
Pada sebuah kajian yang dibuat oleh Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian
Sekretariat Jendral DPR-RI 2020 yang berjudul Analisa Ringkas Cepat Anggaran
Pertahanan Negara, pencapaian MEF tahap 2 (2015-2019) TNI AL adalah 68.72%.
Sedangkan pada MEF tahap 3 diaharapkan dapat mencapai target 100%.
Gambar: ARC Sekjen DPR RI tentang Anggaran Pertahanan Indonesia 2020
Berdasarkan data Ditjen Kuathan Kemhan (2018), pencapaian MEF II matra darat,
laut dan udara secara berturutturut sebesar 75,62 persen, 68,72 persen dan 44,40
persen. Untuk mencapai target MEF fase III diperlukan peningkatan percepatan
pembangunan.
Tantangan bagi Pemerintah adalah memastikan tercapainya target MEF tahap III
sesuai dengan anggaran yang ada dan merumuskan kebikjakan selanjutnya. Dalam
menjalankan kebijakan MEF pemerintah harus tetap konsisten mengoptimalkan
kapabilitas industry pertahanan dalam negeri sejalan dengan amanat konstitusi. Kebijakan
impor alutsista dapat dilakukan jika industri pertahanan dalam negeri tidak memiliki
kemampuan untuk menyediakan, namun setiap kebijakan pengadaan melalui
mensyaratkan ToT (Transfer of Technology) dengan skema yang menguntungkan bagi
Bangsa Indonesia.
3. Penutup.
Pemenuhan MEF sangatlah penting agar sistem dan postur pertahanan Indonesia
menjadi lebih baik. MEF sudah memasuki tahap III, dimana pada tahun 2024 ditargetkan
100 persen MEF dapat terpenuhi. Pemerintah harus mempercepat langkah pembangunan
MEF karena capaian MEF hingga saat ini masih belum mencapai target pada tiap fase
sebelumnya. Selain itu, Pemerintah diharapkan lebih dapat memperkuat matra laut dan
udara, melihat capaian MEF saat ini masih tertinggal dari matra darat yang memiliki
anggaran lebih besar.