BAB I AROH - Revisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar dan tersusun secara sistematis untuk
menciptakan lingkungan belajar dan proses belajar agar siswa secara aktif
mengembangkan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang No 20
Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, pembentukan karakter,
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa serta bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa. Dengan demikian
pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan
matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk
mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula untuk
membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu.
Tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan umum adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi
perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang,
melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efektif, dan efisien. Matematika merupakan ratu dari ilmu
pengetahuan yang dipelajari disemua tingkat pendidikan dan oleh semua orang.
Matematika juga merupakan ilmu universal dan termasuk salah satu mata
pelajaran yang penting dalam memajukan daya pikir manusia, mendasari
perkembangan dan kemajuan teknologi modern, serta mempunyai peranan
penting dalam berbagai disiplin ilmu lainnya. (Sujana, et al., 2019)
Matematika dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Matematika dijadikan salah satu mata pelajaran yang wajib
dipelajari, karena matematika dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sangatlah penting. Cornelius (Sujana, et al., 2019) mengungkapkan
bahwa matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk

1
2

memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola


hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas,
dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan berbudaya.
Salah satu kemampuan yang harus dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah kemampuan berpikir kritis matematis. Berpikir kritis adalah proses berpikir
yang dilakukan dengan sengaja dengan tujuan memperoleh keputusan atau solusi
logis atas suatu masalah melalui proses interpretasi informasi, analisis, evaluasi,
inferensi, dan explanation dengan senantiasa melakukan refleksi terhadap hasil
pemikiran. (Sujana, et al., 2019). Salah satu masalah yang selalu muncul dalam
pembelajaran matematika selain hasil belajar yang rendah adalah pembelajaran
yang tidak mengungkap aspek berpikir kritis siswa. Hal ini tentu akan
menghasilkan prestasi siswa yang sangat rendah sehingga tidak mampu bersaing
dalam bidang keilmuan maupun memunculkan gagasan-gagasan baru. Salah satu
indikator rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia terungkap pada laporan hasil
Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukan
bahwa skor rata-rata kemampuan matematis siswa Indonesia yaitu 379 di bawah
skor rata-rata kemampuan matematis siswa lainnya yaitu 487 (Kemendikbud,
2019). Berdasarkan hasil dari PISA dapat kita simpulkan bahwa pendidikan
matematika di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan,
pemahaman siswa pada setiap pembelajaran matematika yang sudah terlaksana
masih sangat rendah.
Pembelajaran matematika di sekolah masih cenderung text book oriented
dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran konsep
cenderung abstrak dengan metode ceramah, sehingga konsep-konsep akademik
sulit dipahami. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang
memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak
melakukan pengajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan
sebagai akibat motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar
cenderung menghafal dan mekanistis (Amri, 2013).
Untuk mengetahui permasalahan yang terdapat pada sekolah tempat
penelitian ini dilaksanakan, peneliti mendatangi SMA Negeri 1 Panggarangan
3

untuk melakukan wawancara dengan Bapak Rai Rahman, M.Pd yakni salah satu
guru matematika di SMA Negeri 1 Panggarangan. Informasi yang didapatkan
dari wawancara tersebut terkait dengan metode pembelajaran yang dilakukan
bahwa” Permasalahan yang selalu muncul pada saat pembelajaran berlangsung
adalah siswa lebih cenderung menghafal dari pada memahami konsep sehingga
menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan keterampilan berpikir dalam
memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari ke
dalam suatu permasalahan. Peran siswa dalam proses pembelajaran masih kurang,
yakni hanya sedikit siswa yang menunjukkan keaktifan berpendapat dan bertanya.
Pertanyaan yang diajukan siswa juga belum menunjukkan pertanyaan-pertanyaan
kritis berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Pada saat guru mengajukan
pertanyaan, hanya beberapa siswa saja yang mampu menjawab pertanyaan.
Kemudian jawaban dari pertanyaan masih sebatas ingatan saja, belum terdapat
sikap siswa yang menunjukkan jawaban analisis dari pertanyaan guru”.
Hal ini dapat terlihat dari hasil belajar matematika selama satu semeter
ganjil tahun ajaran 2021/2022. Rata-rata hasil belajar matematika kelas X SMAN
1 Panggarangan dari 143 siswa adalah 65,70 dengan nilai minimum 35,60 dan
nilai maksimum 80.60, sedangkan nilai KKM mata pelajaran matematika yang
ditetapkan di sekolah tersebut adalah 75,00. Dengan melihat hasil belajar
matematika tersebut dan mengacu pada hasil wawancara, maka peneliti
menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMAN
1 Panggarangan masih rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa merupakan
masalah yang harus segera diperbaiki dalam proses pembelajaran. Salah satu cara
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan
mengubah model pembelajaran ke arah yang lebih baik, efektif, kondusif,
bervariasi dan menyenangkan. Untuk menciptakan suasana pembelajaran
kondusif dan menyenangkan perlu adanya pengemasan pembelajaran yang
menarik. Dengan inovasi model pembelajaran diharapkan akan tercipta suasana
belajar aktif, mempermudah penguasaan materi, siswa lebih kreatif dalam proses
pembelajaran, kritis dalam menghadapi persoalan, memiliki keterampilan sosial
4

dan memperoleh hasil pembelajaran yang optimal. Model pembelajaran yang


digunakan guru seharusnya dapat membantu proses analisis dan berpikir kritis
siswa. Berdasarkan fakta dan data tersebut dan dengan ketersediaan waktu dan
fasilitas yang ada, maka peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
ini dapat segera dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2021/2022 ini
dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation
(GI).
Slavin (Dinandar, 2014) mengemukakan model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation terdiri dari enam tahap meliputi: grouping, planning,
investigation, organizing, presenting, dan evaluating. Pada tahap investigation
siswa dapat meningkatkan kemampuan mengatur strategi dan taktik meliputi
menentukan solusi dari permasalahan dan menuliskan jawaban dari solusi
permasalahan dalam soal. Selain itu, pada tahap investigation siswa dapat
meningkatkan keterampilan memberikan penjelasan lanjut meliputi kegiatan
analisis dan sintesis. Pada tahap presenting dan evaluating, siswa dapat
meningkatkan kemampuan menarik kesimpulan dari penyelesaian suatu masalah
dan menentukan alternatif-alternatif cara lain dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini dipelopori
oleh Thelen. Model ini merupakan pembelajaran yang membimbing siswa untuk
memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah. Dalam pandangan Tsoi, Goh, dan
Chia, model investigasi kelompok secara filosofis beranjak dari paradigma
konstruktivis, dimana terdapat suatu situasi yang didalamnya siswa-siswa
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan
melakukan pekerjaan secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah,
merencanakan, mempresentasikan serta mengevaluasi kegiatan mereka. Karena
itu model ini sangat sesuai untuk merespon kebutuhan-kebutuhan siswa akan
pentingnya pengembangan kemampuan collaborative learning melalui kerja
kelompok beranjak dari pengalaman masing-masing siswa guna mewujudkan
interaksi sosial yang lebih baik (Aunurrahman, 2012)
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul:
5

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation


(GI) untuk Meningkatkan Berpikir Kritis pada Materi Trigonometri”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika masih didominasi guru sehingga siswa hanya
menerima tanpa memiliki pengalaman belajar
2. Siswa umumnya kurang aktif berpartisipasi dalam proses kegiatan
pembelajaran di kelas
3. Siswa masih cenderung menghafal dari pada memahami konsep.
4. Siswa belum mampu memilih strategi atau prosedur yang tepat untuk
menyelesaikan masalah.
5. Siswa belum mampu membuat kesimpulan yang benar dari hasil
penyelidikan permasalahan yang dipelajari.
6. Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
7. Model pembelajaran yang digunakan masih belum mampu melibatkan
siswa dalam kegiatan menyelidiki dan menyelesaikan masalah,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan
mengevaluasi masalah.

C. Batasan Masalah
Agar masalah yang akan diteliti tidak terlalu luas, perlu adanya

pembatasan masalah, untuk itu peneliti menetapkan batasan masalahnya sebagai

berikut:

1) Pelaksanaan proses belajar mengajar matematika pada pokok bahasan

trigonometri kelas X semester II;


6

2) Parameter yang digunakan dalam penelitian ini satu kelas menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe GI, satu kelas menggunakan model

pembelajaran konvensional;

3) Kemampuan berpikir kritis matematika siswa diambil melalui hasil tes

awal dan tes akhir dalam soal essai;

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Apakah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada materi trigonometri?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa SMAN 1 Panggarangan pada materi
trigonometri.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah dengan pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation (GI) meliputi
1. Bagi guru, dapat menambah khasanah ilmu mengenai penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel berikut yang perlu dijelaskan supaya tidak
terjadi salah penafsiran dalam penelitian. Hal-hal yang perlu didefinisikan antara
lain:
7

1. Berpikir Kritis Matematis adalah suatu proses berpikir seseorang


dalam menganalisis, mengidentifikasi, mengaitkan, mengevaluasi
semua aspek yang terdapat dalam suatu permasalahan dengan penuh
pertimbangan dan hati-hati sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan
yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
2. Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) merupakan
model pembelajaran dengan siswa belajar secara kelompok, kelompok
belajar terbentuk berdasarkan topik yang dipilih siswa. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur yang lebih rumit daripada pendekatan
yang lebih berpusat pada guru. Dalam pembelajaran kooperatif GI
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 2-6 orang
siswa yang heterogen. Kelompok memilih topik untuk diselidiki dan
melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih,
selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporan di depan kelas.

H. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka hipotesis
penelitian ini adalah:
H o =¿ Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation tidak
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
H 1=¿ Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
8

Aunurrahman (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta


Sofan Amri (2013). Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Dinandar (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbm)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Di Smk Dharma
Karya Jakarta. [online] tersedia https://repository.uinjkt.ac.id
Muhammad Daut Siagian (2016). Kemampuan koneksi matematik dalam
pembelajaran matematika.” MES (Journal of Mathematics Education and
Science)” ISSN: 2528-4363 58 Prodi Pendidikan Matematika FKIP UISU
[email protected] Vol. 2, No. 1

Sukriadi, Kartono, dan Wiyanto (2015). Analisis Hasil Penilaian Diagnostik


Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dalam Pembelajaran PMRI
Berdasarkan Tingkat Kecerdasan Emosional. Sinta, IPI, EBSCO, DOAJ

Kemendikbud (2019). Hasil PISA Indonesia 2018: Akses Makin Meluas, Saatnya
Tingkatkan. Kualitas. (online) di akses 25 januari 2022. Tersedia   
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-
2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

Sujana, A., Rifa’I, R., & Astuti, N. (2019). Penerapan Strategi Konflik Kognitif
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP.
JPPM Vol. 12 No. 1. P 173-181

http://sitisriyatun.gurusiana.id/article/2020/11/pisa-dan-timss-sebagai-acuan-akm-
3711194?bima_access_status=not-logged

Anda mungkin juga menyukai