Bab I Revisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang dibangun dengan aspek sejarah

pendidikan yang panjang, memiliki tujuan untuk mencetak sumber daya manusia

yang cerdas dan rasional. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi

Lulusan Pendidikan Dasar dan Menegah yang menyatakan bahwa setiap siswa

diharapkan memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: kreatif, produktif,

kritis, mandiri, kolaboratif dan komunikatif. Salah satu aspek yang dapat

membantu mencapai hal tersebut adalah keterampilan berpikir kritis. Namun

keterampilan berpikir kritis di Indonesia masing tergolong rendah. Berdasarkan

data PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2018

menggambarkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 70 dari 78 negara, dengan

rata rata nilai science 396 yang berada pada level 1 dari 6 level. Hal ini

menunjukan keterampilan berpikir kritis Indonesia pada kategori rendah

khususnya pada pelajaran matematika (Schleicher dalam Suwartini, 2017).

Kemampuan berpikir merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh

manusia. Kemampuan berpikir yang dituntut untuk dikuasai di abad 21 saat ini

salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis akan

menentukan daya saing seseorang dalam berkompetisi untuk menjadi yang

terunggul karena akan meningkatkan daya kompetitif dari individu tersebut.

Keterampilan berpikir kritis telah diakui sebagai keterampilan yang penting untuk

keberhasilan belajar.

1
2

Penyebab lain terkait rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa adalah

karena kurangnya penguasaan konsep pada materi pembelajaran. Kurangnya

penguasaan konsep-konsep ini disebabkan karena siswa tidak banyak dilibatkan

dalam proses pengonstruksian suatu konsep dalam pikirannya (Husein, dkk 2015).

Selain itu, kegiatan pembelajaran matematika sering sekali guru menjadi pusat

perhatian, sehingga terjadi komunikasi satu arah dan siswa hanya menjadi objek

penerima. Hal ini menyebabkan optimalisasi keterampilan berpikir kritis

terhambat.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru yang mengajar

matematika di kelas XI IPA SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh yang

dilakukan pada juni 2023, menjelaskan bahwa dari 20 siswa, hanya 44,44% yang

bertanya kepada guru matematika di sekolah mengenai jawaban-jawaban salah

yang mereka kerjakan setelah dilaksanakan ujian, baik Ujian Tengah Semester,

maupun Ujian Akhir Semester. Siswa masih pasif dalam kegiatan berkelompok

dan hanya sekedar ikut-ikutan dalam kegiatan proses pembelajaran berlangsung

tanpa memahami materi yang disampaikan secara mendalam. Hal ini

menyebabkan siswa kebingunan dalam menjelaskan alasan mengapa mereka

menggunakan rumus-rumus atau langkah penyelesaian masalah matematika.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa menunjukkan

bahwa terdapat kesalahan yang siswa lakukan dalam menyelesaikan permasalahan

matematika. Biasanya kesalahan-kesalahan yang siswa lakukan berada pada tahap

penyelesaian masalah yang siswa kerjakan. Namun, kesalahan-kesalahan yang

siswa lakukan dapat juga disebabkan oleh struktur berpikir siswa yang
3

berantakan. Seperti yang dijelaskan oleh Subanji dalam Bahrudin (2019) bahwa

dalam proses menyelesaikan masalah, ketika struktur masalah yang dihadapi oleh

siswa jauh lebih kompleks dibanding struktur berpikirnya, maka akan mengalami

kesulitan dalam proses kontruksi.

Kesulitan ini biasanya ditemukan pada saat siswa ingin memahami kunci

dari sebuah permasalahan yang berakibat pada penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah tidak akan benar jika siswa salah dalam memahami kunci

dari permasalahan tersebut. Kesalahan struktur berpikir siswa juga dapat

disebabkan karena salahnya perencanaan strategi penyelesaian masalah oleh

siswa. Kesalahan pada tahap ini dapat dilihat dari ketepatan siswa menentukan

model matematika berdasarkan permasalahan, rumus atau konsep-konsep yang

digunakan tidak tepat, strategi yang dibuat kurang relevan, atau menggunakan

suatu strategi tetapi tidak dilanjutkan/salah langkah.

Solusi dari permasalahan ini adalah dengan adanya model blended

learning. Model blended learning dianggap cocok untuk diterapkan dalam

pembelajaran matemtika. Karena dalam model blended learning mampu

memadukan proses sinkron dan asinkron sehingga lebih memudahkan tercapainya

tujuan pembelajaran. Fleksibilitas merupakan salah satu sifat dari pembelajaran

blended learning yang memungkinkan pelaksanaan pembelajaran dalam kondisi

apapun dan dimanapun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penerapan pembelajaran blended learning, diantaranya sumber daya

manusia, lingkungan belajar, serta sarana dan prasarana. Sumber daya manusia

disini mencakup pengajar sebagai tenaga ahli untuk menuntun dan membimbing
4

siswa mampu menjalankan proses pembelajaran dengan efektif, selain itu siswa

juga memiliki peran pada pelaksanaan proses pembelajaran, karena mereka

dituntut agar mampu belajar secaar mandiri.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pembelajaran

blended learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan

melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Blended

Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada

Materi Turunan Fungsi Aljabar di SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh”

1.2 Identifikasi Masalah

Merujuk pada latar belakang di atas, dapat ditemukan masalah yang timbul

antara lain:

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA

SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh.

2. Kurangnya ketepatan siswa menentukan model matematika berdasarkan

permasalahan, rumus atau konsep-konsep yang digunakan tidak tepat,

strategi yang dibuat kurang relevan, atau menggunakan suatu strategi

tetapi tidak dilanjutkan/salah langkah.

3. Penguasaan konsep pada materi pembelajaran masih kurang sehingga

keterampilan berpikir kritis matematis siswa masih tergolong rendah.

1.3 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada penerapan model blended learning

(pembelajaran kombinasi) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa

pada materi turunan fungsi aljabar di SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh.
5

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh penerapan pembelajaran blended

learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi turunan

fungsi aljabar di kelas XI IPA SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh.?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran blended learning terhadap

kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi turunan fungsi aljabar di

kelas XI IPA SMA Negeri 15 Adidarma Banda Aceh.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi siswa

a. Memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna sehingga siswa

menjadi lebih kritis dalam menyelesaikan masalah matematika.

b. Melatih siswa untuk berpikir kritis terhadap permasalahan-permasalahan

matemtika yang diberikan guru.

2. Bagi guru

a. Memberikan informasi bagi guru dalam memahami siswa yang

mempunyai kemampuan berpikir kritis matematis dalam menyelesaikan

masalah matematika.
6

b. Memberikan sumbangan informasi yang dapat dipertimbangkan dalam

mencapai prestasi belajar, khususnya kemampuan berpikir kritis.

3. Bagi sekolah

a. Memberikan bahan informasi bagi guru, kepala sekolah, dan pengambil

kebijakan dalam bidang pendidikan untuk memahami kemampuan berpikir

kritis yang dimiliki siswa.

b. Menjadi informasi bagi kepala sekolah untuk mengambil suatu kebijakan

yang paling tepat dalam upaya pembimbingan dan pemanfaatan strategi

pembelajaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa yang salah satunya melalui model pembelajaran

blended learning.

4. Bagi peneliti

a. Sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam

mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis siswa.

b. Sebagai dasar pijakan untuk mengembangkan penelitian sejenis, terumata

tentang model pembelajaran blended learning.

1.7 Definisi Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman mengenai istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan,

meliputi berikut ini:

1. Berpikir

Berpikir adalah aktivitas mental yang berusaha memecahkan

permasalahan, membuat keputusan dan membuat diri sendiri mengerti.


7

2. Kemampuan berpikir kritis matematis

Azizah dan Cintang (2018: 62) menyatakan kemampuan berpikir kritis

matematis adalah proses kognitif siswa dalam menganalisis secara runtut

dan spesifik terhadap suatu permasalahan, membedakan permasalahan

dengan cermat dan teliti, serta mengidentifikasi dan menelaah informasi

yang dibutuhkan guna merencanakan strategi untuk menyelesaiakan

permasalahan. Ketika siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis

matematis maka siswa akan mendapatkan strategi yang tepat. Karena

siswa harus memproleh informasi yang digunakan. Selain itu, karena

siswa harus mencari indormasi yang digunakan maka ia akan mempelajari

materi yang dibutuhkan. Kemampuan berpikir kritis matematis dalam

penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam berpikir reflektif dan

beralasan dalam mengambil keputusan dalam menyelesaikan soal-soal

matematika khususnya materi turunan fungsi aljabar di kelas XI.

3. Pembelajaran pembelajaran blended learning

Pembelajaran kombinasi atau blended learning adalah pembelajaran yang

menggabungkan antara model pembelajaran tatap muka dengan model

pembelajaran berbasis TIK. Blended learning memanfaatkan berbagai

macam media dan teknologi untuk mendukung belajar secara mandiri dan

memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Keprofesionalan guru

sangat diperlukan karena kunci keberhasilan pembelajaran terletak pada

guru yang mampu mendesain pembelajaran dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai