Askep Ronden rsk-1
Askep Ronden rsk-1
Askep Ronden rsk-1
Disusun oleh :
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan
Bare, 2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau
gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya
oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu :
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya.
(Smeltzer 2015 dan bare,2015)
2) Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum.
Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses auotoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015).
b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzer 2015 Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015), penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal
yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dl dan air
seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi
2 yaitu:
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
1) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes karena insulin bermasalah pemasukan gula kedalam sel
sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itu
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbul lah perasaan selalu ingin makan
2) Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi. Untuk mengatasi hal tersebut timbul lah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis
akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
3) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar
bersama urin, untuk menjaga agar urin yang keluar yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering. Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI,
2015) adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Biasanya sering ganti kaca mata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun
11) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial. Jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus
(polidipsi) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Defisiensi insulin juga akan
menganggu metabolisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan
dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih.
Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti
nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi ,mafas berbaun aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting
dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan
faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik,
diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi
insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama
bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya
sangat tinggi.) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Tabel Kadar Glukosa Darah
No Pemeriksaan Normal
c. Resiko Infeksi
Masalah Keperawatan SIKI
Resiko Infeksi Pencegahan Infeksi
Tindakan :
1. Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
2. Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aspetik pada pasien
beresiko tinggi
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
c. Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau
luka operasi
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
e. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,
2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni
subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada
akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai
pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan
keperawatan, yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
kiri kemerahan sudah 2 hari. di ugd px shock dapat terapi grojok pz 1000 cc dan vascon
tappering kemudian px dipindah di icu untuk observasi shock. Tgl 20/9 pukul 08.15 px
dipindah ke pav 3. Saat datang di pav 3 td 130/80, rr 15x/menit, suhu 37,7°c ,nadi
86x/menit , spo2 97%, GCS 4-5-6.
Tanda vital TD: 130/80 mmHg Nadi: 86 x/menit Suhu Badan: 37,7ºC
RR: 15 x/menit SpO₂ : 97%
Masalah:
Tidak ada masalah
Irama jantung: Reguler Ireguler S1/S2 tunggal Ya Tidak
Nyeri dada: Ya Tidak
Bunyi jantung: Normal Murmur Gallop lain-lain
Kardiovasker
Masalah:
Tidak ada masalah
GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15
Refleks fisiologis : patella triceps biceps lain-lain :
Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig lain-lain :
Lain-lain:
Istirahat / tidur: 5-6 jam/hari Gangguan tidur: -
Masalah:
Persyaratan B3 (Brain)
Hiperpigmentasi
Masalah:
Nyeri akut
Tyroid Membesar Ya Tidak
Hiperglikemia Ya Tidak GDA : 319 mg/dl
Hipoglikemia Ya Tidak
Luka gangren Ya Tidak
Endokrin
Lain-lain
Masalah:
Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Mandi : 2 x/hari Sikat gigi : 2 x/hari
Keramas : 3 x/minggu Memotong kuku: 1 minggu sekali
Ganti pakaian : 2 x/hari
Pers. Higiene
Masalah:
Tidak ada masalah
Photo Thorax PA :
• Kesimpulan : thorax cardiomegali
Ekg
• Sinus takikardi
Terapi:
Infus NS
• Infus NS
• Injeksi novorapid 3x8 unit sesudah/sebelum makan .
• Injeksi meropenem 3 x 1 gram
• Infus paracetamol 3 x1 gram drip
• Lantus 0-0-0-40 di 3 tempat
• Metoclopramid 3x1 amp
( )
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pengosongan lambung
melambat
Refluks peristaltic
Menekan lambung
Nausea
3. DS : - Selulitis Hipertermia
DO :
- S : 38,8°C
- Kulit teraba panas Invasi bakteri
streptococcus dan
stapilococcus
Reaksi Ag-Ab
Proses fagositosis
Hipertermia
4. DS : Selululitis Nyeri akut
Px mengeluh nyeri pada kaki
kirinya
DO : Terjadi inflamasi
- Px tampak meringis
- Px bersikap protektif
- P : reaksi inflamasi Reaksi atigen, antibodi
Q : berdenyut-denyut
R : kaki kiri
Pelepasan mediator kimia
S:3
T : terus-menerus
Mengiritasi ujung saraf
bebas
Nyeri akut
5. DS : - Selulitis Gangguan integritas kulit
DO :
- Kaki kiri tampak
kemerahan Terjadi inflamasi
- Nyeri
Sistem imun berespon
Lesi
ketidakpatuhan
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari I Hari II Hari III
S: S: S:
Pasien mengatakan badan Pasien mengatakan Ssudah Pasien mengatakan sudah
masih terasa hangat tidak demam tidak demam
O: O: O:
- N : 101 - N : 100 - N : 87
- Suhu tubuh 36,9ºC - Suhu tubuh 36,5ºC - Suhu tubuh 36,2ºC
A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1- P : Intervensi dilanjutkan no. 1- P : Intervensi dilanjutkan no.
8 8 1-8
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari I Hari II Hari III
S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan mual - Pasien mengatakan sudah
masih mual berkurang tidak mual
O: O: O:
- Perasaan ingin muntah - Perasaan ingin muntah - Perasaan ingin muntah
cukup menurun cukup menurun menurun
- Nafsu makan cukup - Nafsu makan cukup - Nafsu makan membaik
membaik dari ½ porsi membaik dari 6 sendok porsi makan habis
(5 sendok) menjadi 6 menjadi 8 sendok A: Masalah teratasi
sendok A: Masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan
A: Masalah teratasi P: Intervensi dilanjutkan no.
sebagian 3,4,7
P: Intervensi dilanjutkan
no.3,4,7
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI
CATATAN PERKEMBANGAN