Riba Dalam Islam (Fiqh Muamalah) - 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

RIBA DALAM ISLAM

Makalah ini Disusun Untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu: Susmita, M.E

Disusun Oleh
MARDIANTO (2131118)
Ewin Herdian (2031013)
Fitria Hasanah (2131098)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH KELAS 3D
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini

dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas

mengenai “ Riba Dalam Ekonomi Islam “.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai

pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama

mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah

ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta

kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami

harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Bangka,

24 September 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 2

C. Tujuan.............................................................................. 2

BAB II RIBA DALAM EKONOMI ISLAM...................................... 3

A. Pengertian Riba ............................................................... 3

B. Hukum Riba Dalam Islam ............................................... 4

C. Sebab – Sebab Riba Diharamkan .................................... 6

D. Cara Menghindari Riba Dalam Ekonomi Islam .............. 7

E. Manfaat Berekonomi Tanpa Dengan Riba ...................... 9

F. Macam-Macam Riba ....................................................... 10

BAB III PENUTUP .............................................................................. 12

3.1 Kesimpulan...................................................................... 12

3.2 Saran ................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Alam semesta ini adalah milik Allah SWT sedangkan manusia adalah
penerima kepercayaan dari Allah yang harus dipeliharanya. Dengan
berkembangnya peradaban manusia, manusia banyak melakukan kegiatan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mulai dari menabung,
meminjam uang, dan sampai kepada yang menggunakan jasa untuk mngirim uang
dari berbagai kota dan negara. Dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam
telah memberi ketetapan bahwa riba hukumnya adalah haram.

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang
telah dibebankan kepada peminjam. Secara umum, riba adalah pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Mengenai riba, Islam bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-
mata demi melindungi kemslahatan manusia baik dari segi akhlak, masyarakat
maupun perekonomiannya. Karena, Pada hakekatnya riba (kredit lunak berbunga
besar), atau pinjaman yang salah penerapannya akan berakibat “meningkatnya
harga barang yang normal menjadi sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap

1
neraca pembayaran antar bangsa, kemudian berakibat melejitnya laju inflasi,
akibatnya akan dirasakan pada semua orang pada semua tingkah penghidupan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud Riba ?

2. Mengapa Riba dalam Islam diharamkan?

3. Bagaimana cara untuk menghindari Riba?

4. Manfaat berekonomi tanpa Riba ?

5. Apa saja macam-macam Riba ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian Riba.

2. Untuk mengetahui sebab-sebab riba diharamkan dalam ekonomi


Islam.

3. Untuk mengetahui cara yang harus dilakukan untuk menghindari riba

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RIBA

Riba menurut Etimologi “Merupakan tambahan, tambahan dalam riba ialah

tambahan dari usaha yang haram ataupun merugikan salah satu pihak dalam

bertransaksi (jual beli)”.1

Riba menurut Bahasa adalah menambah dan berkembang, sedangkan menurut

istilah lain riba berarti pengambilan harta pokok atau modal secara batil.2

Adapun pengertian riba menurut beberapa Ulama adalah sebagai berikut :

1. Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau

transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui

kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua

barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.

2. Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau

tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari

salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.

3. Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu

perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang

meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia

mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa ganti.

4. Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa

imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran yang

diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at

1
Abu sura’i, Bunga Bank dalam Islam (Surabaya, Al-Ikhlas, 1993), hlm 21.
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah :dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm 37.

3
B. HUKUM RIBA DALAM ISLAM

Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba

pinjaman haram. Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk

apapun.diharamkan atas pemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang

darinya dengan memberikan bunga baik yang berhutang itu adalah orang miskin

atau orang kaya. Berkaitan dengan hal tersebut,hukum riba telah dipertegas dalam

Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai berikut :

1. Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman “orang-orang yang

makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti

berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit

gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka

berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus

berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil

dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada

Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba) maka orang itu

adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya ”.

2. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, “Hai orang-orang

yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang

belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak

mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa

Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat

4
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak

menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”

3. Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman, “hai orangorang yang

beriman, janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan

keberuntungan”.

4. Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “jauhilah

7 hal yang membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada

Allah, kedua sihir, ketiga membunuh jiwa yang telah diharamkan

kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan riba, kelima memakan

harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari pertemuan dua

pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim

yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.

5. Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan

riba, dua saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka

semua sama”.3

6. Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham

yang riba dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada

tiga puluh enam pelacur”.

7. Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu mempunyai

tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang

anak menyetubuhi ibunya”.

3
Moh Rifai, Mutiara Fiqh, (Semarang: CV. Wicaksana, 1998) hlm.772-773
5
C. SEBAB-SEBAB RIBA DIHARAMAKAN

Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam

perekonomian Islam adalah

1. Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahnya.

Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti

haram

2. Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja

sebab jika si pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan

memperoleh tmabahan uang baik kontan maupun berjangka, maka ia

akan memudahkan persoalan mencari penghidupan sehingga hamper-

hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan

pekerjaan yang berat

3. Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara

sesama dalam bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka

seseorang akan merasa senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan

kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan riba jika riba dihalalkan maka

sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat denga pinjamannya

1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.

4. Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam

adalah orang miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti

meberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin

yang lemah sebagai tambahan. Sedangkan tidak layak berbuat demikian

sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt.

6
D. CARA MENGHINDARI RIBA DALAM EKONOMI ISLAM

Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong

maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat

dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada

umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal

yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah

ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya

pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui

hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan

nisbah bagi hasil untuk deposannya.

Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai

bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman

Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah

haram.

Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara

yang bersih dari unsur riba antara lain:

a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito

b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan

atas dasar perjanjian profit and loss sharing

c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha

sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom

ventura)

7
d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u

cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.

e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan

pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu

bentuk pelayanan dan penghargaan

f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada

deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat

kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah

pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan

60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.

Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat

dihindari dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang

berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang

penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa

bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana

mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi

juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.

Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah,

namun juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam

muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi,

penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan

bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang

beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini

8
dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek

kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam

harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-

potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-

orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan

totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu

adalah musuh nyata bagimu”.

Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara

totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan

sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar

prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip

sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat

banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah,

murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.

E. MANFAAT BEREKONOMI TANPA DENGAN RIBA

Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapanya memiliki

manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Pertama umat Islam bisa menjalankan

agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya menggiringnya kepada

pengamalan Islam secara utuh. Kedua, menerapkan dan mengamalkan sistem

ekonomi sayariah mendapat dua keuntungan, yaitu duniawi dan ukhiawi.

Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah

melalui pengamalan syariah Islam dan terhindar dari dosa riba. Ketiga,

9
memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan syariah, berarti umat Islam

berupaya mengentaskan kemiskinan.

F. MACAM-MACAM RIBA

Macam Macam Riba


1. Riba Fadl
Riba Fadl Artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang
sejenisnya yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya.
Misalnya: Menjual uang Rp. 100.000,-dengan uang Rp. 110.000
Menjual 10 Kg beras dengan 11 Kg
Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang;
takaran pada barang yang ditakar; ukuran pada barang yang diukur, dan
jumlah banyak pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya.
4

2. Riba qardi
Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keutungan bagi yang menghutangi
(qardi=pinjaman) Seperti orang yang berhutang Rp. 100.000 dan berjanji akan
membayar kembali kelak Rp. 110.00.

3. Riba yad
Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang
membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si
penjual, si penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun,
sebab barang yang dibeli dan belum diterima masih dalam ikatan jual beli
yang pertama.

4. Riba nasa’i
Riba nasa’ misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang
dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang
kalau tunai Rp. 100.000, tetapi kalau tidak tunai Rp. 125.000 maka inilah
yang dinamakan riba nasia’h.5

Jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian yaitu, Riba fadhl dan riba nasi’ah.6
a. Riba Fadhl menurut ulama hanafiyah, Riba Fadhl adalah tambahan zat harta
pada akad jual beli yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba fadhl adalah
jual beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya
tambahan pada salah satu benda tersebut. Oleh karena itu, jika melaksanakan akad
4
Imam Abu Husain, Shahih Muslim (Beirut: Darul Fikr, 1993), hlm 42.
5
Moh Rifai Mutiara Fiqh, (Semarang : Wicaksana, 1998) hlm. 775-777
6
Ibn Rusyd sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah (Bandung : CV Pustaka Setia,2001)
hlm. 262-263
10
jual beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar
terhindar dari unsur riba.

b. Riba Nasi’ah
Menjual barang dan sejenisnya. Tetapi salah satunya lebih banyak, dengan
pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
setengah kilogram gandum, Yang dibayarkan setelah setelah dua bulan. Contoh
jual beli yang tidak ditimbang. Seperti membeli salah satu buah semangka dengan
dua buah semangka yang akan dibayar setelah sebulan.
Ibn Abbas, Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir, dan lain lain
berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah.

Ulama syafi’iyah membagi riba menjadi 3 jenis:


a. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah jual beli yang disertai adanya tambahan salah satu
pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal
dari penukar paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti
menjual satu kilogram kentang dengan Satu setengah kilogram kentang.
b. Riba Yad
Jual beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai cerai
antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap
sempurna jual beli antara gandum dan syair tanpa harus saling menyerahkan
dan menerima di tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk
riba nasi’ah, yakni menambah yang tampak dari utang.
c. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah, yakni jual beli yang pembayarannya diakhirkan, tetapi
ditambahkan harganya.
Menurut ulama syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah terjadi pada barang tidak
sejenis. Perbedaanya, riba yad mengakhirkan pemegangan barang,
sedangakan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa
waktu pembayaran diakhirkan meskipun sebentar. Al-Mutawalli
menambahkan, jenis riba dengan riba qurdi (mensyaratkan adanya manfaat),
akan tetapi, Zarkasyi menempatkan pada riba fadhl.7

7
Muhammad Asy-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2001) hlm.264
11
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dipaparkan dapat disimpulkan

bahwa :

1. Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad

berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan

menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau

salah satunya.

2. Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan

prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard

hasan.

3. Prinsip hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu

pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di

dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh

kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di awal

jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank

dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui

hasilnya dengan pasti.

4. Berekonomi secara syariah dapat membatu mengentaskan kemiskinan.

12
3.2 SARAN

Agar kita tetap menjadi muslim yang berpegang teguh pada syariat Islam,

kita sebaiknya dapat menahan diri dan menjauhi segala larangan Allah swt.

Dengan memperkuat iman kita pada Allah swt, kita dapat hidup dengan tenang,

bahagia di dunia maupun di akhirat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abu Sura’i, Bunga Bank dalam Islam Surabaya: Al-Ikhlas, 1993

Rifai Moh, Mutiara Fiqh, Semarang : CV Wicaksana 1998

Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah, Jakarta : Gema Insani, 2001, Nur Diana Il

Fi, Hadits-Hadis ekonomi, Malang : UIN-Maliki Press, 2012

Syafei Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2001.

Syafi’i Antonio, Muhammad 2001 Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, cet ke 1

13

Anda mungkin juga menyukai