11 Ekonomi Makro
11 Ekonomi Makro
11 Ekonomi Makro
Dosen Pengampu :
Kelompok 9 :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”KESEIMBANGAN
PENDAPATAN NASIONAL DALAM PEREKONOMIAN TIGADAN EMPAT SEKTOR ”
ini. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria
mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh
dalam ajaran beliau.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh
kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis.
Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada
kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN EREKONOMIAN 3 SEKTOR
2.1 Aliran pendapatan dan syarat keseimbangan...............................................
2.2 Jenis-jenis pajak...............................................................................................
2.3 Efek Pajak Ke Atas Konsumsi dan Tabungan...............................................
2.4 Pengeluaan pemerintah dan faktor – faktor menentukannya......................
2.5 Penentu-penentu pengeluaran pemerintah.....................................................
2.6 Keseimbangan dalam perekonomian 3 sektor...............................................
BAB 3 PEMBAHASAN PEREKONOMIAN 4 SEKTOR
3.1 Campur Tangan Pemerintah………………………………………………..
3.2 Macam-macam pndekatan…………………………………………………..
3.3 Hubungan dagng luar negeri………………………………………………..
3.4 Teori kesamaan daya beli……………………………………………………
3.5 Macam-macam tariff…………………………………………………………
3.6 Kuota ekspr dan impor………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................
4.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam hal ini, akan diperkenalkan kedua hal itu, yaitu: campur tangan pemerintah dalam
perekonomian (artinya, kita membicarakan perekonomian tiga sektor), dan hubungan
ekonomi dengan luar negeri (di mana kita membicarakan perekonomian empat sektor).
Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:
i. Pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-
faktor produksi
ii Pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.
Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber yaitu :
i. Dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan.
ii. Dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.
B. Syarat Keseimbangan
Keseimbangan:
Y = AE, atau Y = C + I + G
Keterangan:
Y : penawaran agregat
AE : pengeluaran agregat
C : konsumsi rumah tangga
I : investasi perusahaan
G : pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa
Jawab :
Y=C+I+G
Y = 60 + 0,75 Y + 120 + 60
Y = 0,75 Y + 240
Y – 0,75 Y = 240
0,25 Y = 240
Y = 960
I+G=S+T
120 + 60 = 0,25 Y – 100 + 40
180 = 0,25 Y – 60
Y = 960
2.2 Jenis-jenis Pajak
Pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum
untuk membiayai pengeluaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang balas
jasanya tidak diterima secara langsung.
1. Pajak objektif : pajak yg dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak
Misalnya PPN dikenakan kpd mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak
2. Pajak subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Misalnya
pendapatan. Jika pendapatan makin besar, maka beban pajaknya makin besar
3. Pajak langsung : jenis pungutan pemerintah yang secara langsung di kumpulkan dari
pihak yang wajib membayar pajak.( pajak yang secara langsung di pungut dari orang yang
berkewajiban untuk membayar pajak).
4. Pajak tak langsung : pajak yang bebannya dapat di pindah2 kan kepada pihak lain.( yang
menanagung beban pajak tersebut adalah para konsumen. Ex : Impor.
Pajak progresif menyebabkan pertambahan nominal pajak yang dibayar akan semakin cepat
apabila pendapatan semakin tinggi.
1. Pengaruh pajak tetap (yaitu jumlahnya sama pada berbagai tingkat pendapatan
nasional) atas pengeluaran konsumsi dan tabungan.
2. Pengaruh pajak proporsional atas pengeluaran konsumsi dan tabungan.
Pendapatan Keseimbangan,
Y=C+I+G
S+T=I+G
Keterangan : Y adalah pendapatan nasional
T adalah Pajak
C adalah konsumsi
I adalah investasi
S adalah saving
Contoh :
Diketahui C0 atau a = 50. MPC = 0.75. I=Io=20. G=15
Ditanya tentukan keseimbangan pendapatan nasional :
Dijawab : Y = C + I + G
C = 50 + 0.75Y
I = 20
G = 15
Y = 50 + 0.75Y + 20 + 15
Y = C + I + G = 85 + 0.75Y
0.25Y = 85
Ye = 340
BAB III
PEMBAHASAN
PEREKONOMIAN 4 SEKTOR
3.1 Campur Tangan Pemerintah
Di dalam teori ekonomi, bentuk campur tangan pemerintah di lapangan perekonomian
dirumuskan sebagai tindakan pemerintah dalam bidang pengeluaran pemerintah (government
expenditure atau G), dan pemungutan pajak (taxation policy atau T).
Pengeluaran pemerintah adalah peubah atau variabel yang lebih banyak ditentukan oleh
pertimbangan sosial dan politik daripada pertimbangan ekonomi. Sebelum melangkah lebih
jauh, hendaknya dicatat bahwa pengeluaran pemerintah G terdiri dari dua bagian. Ada
pengeluaran pemerintah yang dilakukan sebagai imbalan atas sesuatu, dan ada pula
pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan bukan sebagai imbalan. Jenis yang pertama itu
disebut pengeluaran pemerintah ( ya, sebutannya memang sama saja) dan diberi notasi G0,
seperti yang baru saja disampaikan di atas, merupakan variabel eksogen, yakni variabel yang
besarnya ditentukan oleh hal-hal yang ada di luar sistem persamaan yang hendak dikaji. Jenis
kedua melulu merupakan sumbangan pemerintah kepada pihak lain (orang maupun lembaga).
Pengeluaran ini disebut pembayaran transfer (transfer payment) dan diberi notasi Tr 0, yang
juga merupakan sebuah Variabel eksogen.
Di dalam teori ekonomi dikenal adanya dua bentuk pajak, yaitu pajak tidak langsung dan
pajak langsung. Pajak tidak langsung ini juga bersifat eksogen karena besarnya tidak
dinyatakan sebagai bagian tertentu dan GNP (misalnya, tidak dinyatakan bahwa besarnya
harus sekian persen dari GNP). Sementara itu, pajak langsung bersifat endogen karena
besarnya dinyatakan sebagai bagian tertentu dari GNP.
Pajak tidak langsung (indirect tax) adalah pajak yang dibayarkan secara tidak langsung oleh
wajib bayarnya. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang dibayarkan langsung oleh
wajib pajaknya.
Jadi, pada kesempatan pertama ini nanti akan dianggap bahwa pajak yang dipungut oleh
pemerintah hanyalah pajak tidak langsung saja, atau (T = T0) di mana T0 adalah pajak tidak
langsung.
Dengan masuknya kedua peubah (variable) ini (yaitu T0 dan G0), persamaan GNP
keseimbangan menjadi berubah pula. Di sisi penawaran agregat (aggregate supply),
persamaan yang semula
Y=C+S
Karena masuknya pajak. Adapun di sisi permintaan (aggregate demand), persamaan yang
semula
Y = C + I0 ¹
Menjadi Y = C + I0 + G0 (2)
Dengan kedua persamaan baru tersebut, sisi penawaran akan sama dengan sisi permintaan,
apabila:
C + S + T0 = C + 10 + G0. (3)
Atau S + T0 = 10 + G0 (4)
Yakni: tabungan ditambah pajak sama dengan investasi swasta ditambah pengeluaran
pemerintah.
Yakni: baik di sektor swasta (yaitu investasi dan tabungan) maupun di sektor pemerintah
(yaitu pengeluaran pemerintah dan pajak) tidak terjadi kekuatan-kekuatan yang menyebabkan
timbulnya ketidakseimbangan perekonomian, ² baik yang berupa inflasi maupun deflasi.
Secara sederhana, persamaan (5) di atas dapat dituliskan menjadi sebagai berikut:
Jika persamaan (5a) di atas membuahkan hasil lebih besar dari nol, nilai peubah injeksi (yaitu
I0 dan G0) lebih besar daripada nilai peubah kebocoran (yaitu S dan T0). Artinya
pengeluaran oleh lembaga bisnis dan pemerintah (dan konsumen sebagaimana yang
diisyaratkan oleh persamaan (3)) lebih besar daripada penyedotan yang dilakukan oleh kedua
lembaga tersebut (dan penerimaan konsumen).
Sebaliknya, jika persamaan (5a) di atas menunjukkan hasil yang lebih kecil dari nol, proses
yang sebaliknya akan terjadi, yakni injeksi akan lebih kecil daripada kebocoran. Proses
demikian inilah yang disebut proses deflasi. Kesimpulannya adalah bahwa jika persamaan (5)
di atas terpenuhi, di dalam perekonomian yang bersangkutan akan terjadi keseimbangan
moneter.
Y = C + I0 + G0 (6)
I0 + G0 = S + T0 (7)
Hal ini sesuai dengan persamaan-persamaan (1) sampai dengan (4). Di sini dipakai
anggapan bahwa investasi yang ada hanyalah investasi otonom saja. Investasi memang
ada dua macam, yaitu investasi otonom dan investasi terimbas.
C = f(Yd)
Di mana Yd adalah pendapatan siap pakai atau disposable income yang besarnya adalah Y =
T0, Sebagaimana yang telah dibicarakan dalam Bab 6, pendapatan-siap-pakai itu adalah
pendapatan setelah dikurangi pajak, atau Yd = Y – T0.
Jadi, konsumsi (maupun tabungan) baru dapat dilakukan jika pendapatan yang diterima telah
berupa pendapatan-siap-pakai, atau Yd, yakni pendapatan setelah dikurangi pajak.
Pendekatan pertama adalah melalui persamaan (6). Dan diketahui sebagai berikut:
Y = C +I0 + G0 (6)
Karena Y = f (Yd)
Maka C = a + b(Yd)
Y - bY = a – bT0 + I0 + G0
Y(1 – b) = a – bT0 + I0 + G0
Persamaan (10) itu menunjukkan besarnya GNP keseimbangan di dalam perekonomian tiga
sektor. Secara grafis, keseimbangan tiga sektor itu dilukiskan di dalam gambar 10.1.
Melalui pendekatan kedua, yaitu pendekatan injeksi = kebocoran, dapat pula persamaan (10)
itu diperoleh. Syarat keseimbangan untuk pendekatan kedua ini adalah:
I0 + G0 = S + T0 (7)
Untuk itu, pertama sekali kita akan mencari tahu bentuk fungsi tabungan atau S.
Oleh karena S = Yd – C
Maka. S = Yd – (a + bYd)
Atau. S = Yd – a – b(Yd)
S = -a + (1 – b)Yd (11)
10 + G0 = -a + Yd – bYd + T0
Di ruas kanan persamaan (12) itu adalah S +T 0. Secara grafis, gambar kedua variabel
tersebut, bersama-sama, terlihat di dalam gambar 10.2.
Selanjutnya, karena Yd = Y – T0, persamaan (12) itu dapat ditulis ulang menjadi:
I0 + G0 = -a + Y – T0 – bY – bT0 + T0
I0 + G0 = -a + Y – T0 – bY – bT0 + T0
I0 + G0 = (Y – bY) – a – bT0
Atau. Y = a – bT0 + I0 + G0 / 1 -b (13)
Yang ternyata sama dengan persamaan (10). Keseimbangan tiga sektor dengan menggunakan
pendekatan injeksi = kebocoran itu dapat dilukiskan secara grafis, seperti yang terlihat
gambar 10.3. Di dalam gambar 10.3 itu, pada sumbu tegak diukurkan besarnya tabungan (S)
dan pajak tidak langsung (T0), demikian pula investasi otonom (I0) dan pengeluaran
pemerintah (G0), sedangkan pada sumbu datar diukurkan GNP.
Demikianlah, dengan menggunakan pendekatan yang manapun juga, akan diperoleh hasil
yang sama.
Y = a – bT0 + I0 + G0 / 1 – b
Di sebelah kanan tanda sama dengan (=) terdapat tiga peubah, yaitu T0, I0, dan G0. Seperti
yang sudah kita pelajari, gejala seperti ini disebut multiplier effect (efek pengganda). Adapun
besarnya koefisien pengganda untuk masing-masing peubah itu, dapat dicari dengan
melakukan diferensi.
∆Y / ∆T0 = -b / 1 – b
Sehingga: ∆Y = -b / 1 – b ∆T0
Di mana kT0 adalah koefisien pengganda pajak atau tax multiplier coefficient. Melihat
koefisien pengganda pajak yang bertanda negatif itu, maka tahulah kita bahwa pertambahan
pajak justru akan mengurangi GNP. Jelasnya, jika pajak bertambah (berkurang) sebesar 1
satuan, maka GNP akan berkurang (bertambah) sebesar kG0 kali lipat.
d. Satu hal yang menarik untuk dikemukakan di sini adalah konsep pengganda anggaran
berimbang (balanced-budget multiplier). Dengan perkataan lain, persoalannya adalah (1)
∆T0t = ∆G0, dan (2) baik kT0 maupun kG0 bersama-sama memengaruhi GNP.Jadi, sesuai
dengan prinsip bekerjanya multiplier,
kBB = kT0 + kG0
Maka kBB = 1 / 1 – b + -b / 1 – b
Atau kBB = 1
Yakni, jika pajak maupun pengeluaran pemerintah bertambah dengan pertumbuhan yang
sama, GNP akan bertambah sebesar itu pula. (kBB adalah balanced-budget multiplier
coefficient atau koefisien pengganda anggaran berimbang).
Sementara itu, pajak dipungut oleh pemerintah, dalam kenyataannya, tidak hanya terdiri dari
satu macam pajak saja, seperti contoh di atas. Pajak dalam contoh atas, yaitu T0, adalah pajak
yang dalam Ilmu Ekonomi Publik disebut pajak tidak langsung. Jenis pajak yang lain adalah
pajak langsung.
Dengan dimasukkannya pajak langsung itu ke dalam persamaan pajak, kini persamaan fungsi
pajak T menjadi:
T = T0 + t1Y (14)
Dengan T = pajak
T0 = pajak tidak langsung, dan
t1Y = pajak langsung.
Dengan masuknya kedua unsur pajak ini, disposable income, Yd, kini menjadi:
Yd = Y – T
= Y – (T0 + t1Y)
= Y – T0 – t1Y (15)
Akibatnya, persamaan fungsi konsumsi pun berubah, sekalipun formulanya tetap saja sama,
yaitu sebagai berikut:
C= f(Yd)
Sesudah kedua unsur pajak itu, yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung,
diperhitungkan pula, persamaan fungsi konsumsi itu lalu menjadi:
C = a + bYd
= a + b(Y – T0 – t1Y)
= a + bY – bT0 – b t1 Y
Kini, dengan telah diperhitungkannya peranan pajak, fungsi konsumsi itu berubah,
sebagaimana yang dinyatakan dalam persamaan (16) di atas, menjadi:
C = a + bY – bT0 – bt1 Y
Dengan demikian, turunan pertamanya, atau MPC-nya, lalu menjadi b – bt1, dan bukan lagi
hanya b sebagimana yang kita jumpai dalam Bab 9.
S = -a + (1 – b)Yd (11)
Dan Yd = T0 + t1Y (15)
Sehingga S = -a + (1 – b) (Y – T0 – t1Y)
Atau S = -a + Y – bY – T0 + bT0 – t1Y + b t1Y (18)
Sebagaimana halnya MPC yang mengalami perubahan dalam perekonomian tiga sektor, MPS
juga mengalami hal yang sama. Seperti yang kita ketahui dan Bab 9. MPS adalah turunan
pertama fungsi tabungan terhadap GNP, yakni:
MPS = ∆S / ∆Y
Kini, dari persamaan (18) itu, dapatlah MPS kita turunkan menjadi:
MPS = 1 – b – t1 + bt1 (19)
Jika persamaan (18) tersebut dikembalikan ke persamaan (4), maka akan didapatkan:
Y = a + 10 + G0 + bT0 / 1 – b + bt1
Inilah tujuan uraian ini, yakni membuktikan bahwa GNP keseimbangan senantiasa akan sama
saja, baik didekati melalui pendekatan AS = AD, maupun melalui pendekatan injeksi =
kebocoran.
Sesudah diketemukan persamaan untuk GNP keseimbangan itu, nilai-nilai angka atau
koefisien pengganda (k) juga berubah, yaitu sebagai berikut:
S + T = I0 + G0 (4)
Yang selanjutnya, dari persamaan itu, dapat disimpulkan bahwa:
Seperti yang telah kita ketahui, persamaan fungsi pajak menurut persamaan (14) adalah
sebagai berikut:
T = T0 + t1Y (14)
Dalam persamaan itu, sebagaimana dalam fungsi linier yang lain
a. T0 menunjukkan perpotongan antara fungsi pajak dengan sumbu tegak; titik potong
itu disebut intercept.
b. T1, yang besarnya adalah dT/dY, menunjukkan kemiringan (slope), kurva pajak itu.
Jadi, jika t1Y berubah, sedangkan T0 tetap, itu berarti bahwa t1 sajalah yang berubah. Jika
tarif pajak t1 menjadi semakin besar, umpamanya, tentu berarti bahwa kurva pajak itu
menjadi semakin tegak; sedang jika t1 mengecil, artinya kurva itu menjadi semakin landai.
Namun, harus dicatat bahwa perubahan itu tidak memengaruhi titik intercept K. Titik K baru
bergeser dari tempatnya semula, jika terjadi perubahan pajak tidak langsung T0.
Sementara itu, masih ada lagi bentuk pengeluaran pemerintah yang perlu dibicarakan, yaitu
pembayaran transfer pemerintah (government transfer payment) atau Tr0.
C = a + b (Y – Y0 – t1Y),
C = a + b (Y – T0 – t1Y + Tr0)
Dengan dimasukkannya peubah Tr0 ini, GNP keseimbangan pun mengalami perubahan pula.
Demikianlah, jika sejak semula sudah kita ketahui bahwa:
Y = C + I0 + G0 (2)
Semua uraian di atas menunjukkan bahwa pendapatan konsumen tidak dapat langsung
dibelanjakan karena masih ada pajak yang harus dia bayar kepada pemerintah. Sesudah
pendapatan konsumen itu dikurangi pajak sehingga menjadi pendapatan siap pakai
(disposable income, yakni Y – T), barulah pendapatan konsumen itu siap dibelanjakan. Itulah
sebabnya fungsi konsumsi itu, dalam seluruh uraian di atas ini, merupakan fungsi dari
pendapatan siap pakai, yakni:
C = f(Yd)
3.3 Hubungan Dagang dengan Luar Negeri
Persoalan terakhir yang masih harus kita selesaikan adalah mengenai hubungan dagang
dengan luar negeri. Dalam membicarakan persoalan ini, ada beberapa hal yang harus kita
pahami lebih dahulu, yakni ekspor (export) impor (import), tariff, dan quota.
Ekspor merupakan suatu kegiatan yang hampir pasti dilakukan oleh negara manapun juga.
Contoh untuk aliran uang seperti ini adalah hutang luar negeri, bantuan luar negeri, investasi
asing di dalam negeri, pengeluaran orang asing yang sedang melancong ke dalam negeri,
kiriman uang para warga negara yang bekerja di luar negeri, dan sebagainya.
Ekspor dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, relative prices (harga-harga relatif). Kedua,
exchange rate (nilai tukar mata uang), yang ketiga adalah world income atau pendapatan
nasional atau GNP negara asing.
Ada hal yang perlu dicatat mengenai nilai tukar ini, baik dalam hubungannya dengan ekspor
maupun impor. Agar lebih mudah, kita ambil hubungan dagang antara Indonesia dengan
Malaysia. Dengan kata lain, baik orang Malaysia membayar ekspor Indonesia itu dengan
rupiah maupun dengan ringgit. Jika – misalnya – semula RM 1 = Rp3.000,00, maka kini
menjadi RM 1 = Rp2.800,00. Naiknya nilai rupiah terhadap nilai uang asing ini disebut
apresiasi (appreciation).
Dengan logika yang sama, tidaklah susah untuk memahami bahwa impor kita dari malaysia,
baik kita membayar dengan rupiah maupun dengan ringgit, akan menurunkan nilai rupiah
terhadap Ringgit malaysia. Jika – misalnya- semula RM 1 = Rp3.000,00, maka kini menjadi
RM 1 = Rp3.200,00. Turunnya nilai rupiah terhadap nilai uang asing ini disebut depresiasi
(depreciation).
Apabila keputusan pemerintah tersebut berisi menurunkan nilai tukar mata uang sendiri
terhadap nilai mata uang asing tertentu, maka turunnya nilai tukar mata uang dalam negeri itu
disebut devaluasi (devaluation). Sebaliknya, pemerintah dapat pula mengeluarkan kebijakan
untuk menaikkan nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang asing. Naiknya
nilai tukar yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah itu disebut revaluasi (revaluation).
Teori purchasing power Parity didasarkan pada hukum satu harga, atau the law of one price,
yang menyatakan bahwa harga komoditas yang sama di dua negara yang berbeda akan sama
jika dinilai dengan mata uang yang sama. Untuk memahami persoalan ini, akan disajikan
sebuah contoh hubungan antara dua negara, yakni Bahrain (dengan mata uangnya Bahrain
Dinar atau BD) dan Turki (dengan mata uangnya Turkish Lira atau TL). Hubungan tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pt = BD / TL × Pb
Di dalam persamaan tersebut, Pt adalah harga sekelompok barang dan jasa di Turki, Pb
adalah harga sekelompok barang dan jasa yang sama di Bahrain, dan BD / TL adalah nilai
tukar Dinar terhadap lira.
BD / TL = TL 5,2 / BD 1,07
Atau
BD / TL = TK 4,86 / BD 1
Yakni nilai tukar kedua mata uang itu menjadi 4,86 lira per satu dinar. Dengan kata lain,
inflasi ini mengakibatkan terjadinya perubahan nilai tukar dari BD / TL 5 menjadi BD / TL 4,
86
Artinya nilai lira turki mengalami peningkatan terhadap Dinar Bahrain, yakni semula 5 lira
per satu dinar, kini menjadi 4,86 lira per satu dinar.
Tarif (atau bea) adalah pajak atau custom duties yang dibebankan terhadap barang-barang
yang melintasi batas suatu negara. Dilihat dari objek yang dibebani tarif, maka kita mengenal
tiga macam tariff.
a. bea ekspor atau tarif ekspor (export duties), yakni bea atau pajak yang dikenakan
kepada barang yang diangkut ke negara lain. Dengan kata lain, tarif ekspor adalah pajak
untuk barang-barang yang keluar dari custom area negara yang memungut pajak. Custom
area adalah wilayah yang di dalamnya barang-barang bebas bergerak tanpa dikenai tarif oleh
pabean. Batas custom area ini pada dasarnya sama dengan batas wilayah negara.
b. bea transito atau tarif transito (transit duties), yakni pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara yang bukan tujuan akhir
pengiriman barang-barang tersebut;
c. bea impor atau tarif impor (impor duties), yakni pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang masuk ke dalam custom area suatu negara yang merupakan
tujuan akhir pengiriman barang-barang tersebut.
4.1 Kesimpulan
Ekonomi tiga sektor adalah perekonomian yang meliputi dalam sektor perusahaan, rumah
tangga dan pemerintah. Pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan menjadi beberapa
cara. Cara yang pertama adalah membedakannya dengan cara pajak langsung dan pajak tak
langsung. Cara lain adalah pajak regresif, pajak proporsional dan pajak progresif.
Keseimbangan PN dapat ditunjukkan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan pengeluaran
agregat, penawaran agregat dan pendekatan suntikan bocoran. Multiplier dalam ekonomi tiga
sektor dapat dibedakan kepada dua jenis yaitu multiplier dalam sistem pajak tetap dan
multiplier dalam sistem pajak proporsional. Jenis- jenis penstabilan otomatik yang utama
adalah pajak proporsional dan pajak progresif program asuransi pengangguran. Sistem harga
minimum kebijakan fiskal diskresioner dilakukan dengan menambah pengeluaran agregat
pada waktu pengangguran mengurangi pada waktu inflasi. Sedangkan perekonomian empat
sektor dapat disebut juga dengan perekonomian terbuka, perekonomian empat sektor adalah
perekonomian yang terdiri dari sektor rumah tangga, perusahaan, pemerintahan, dan luar
negeri.
4.2 Saran
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, namun
walaupun demikian akan mencoba memberi saran yang mungkin akan dapat membangun.
Adapun saran penyusun kepada para pembaca kiranya dapat memahami isi tulisan, masukan,
kritikan, dan tanggapan guna penyempurnaan tulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sadono Sukirno, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Ed. 3, (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2010)
Anonim keseimbangan ekonomi 3 sektor. https://www.google.com/-
q=keseimbangan+sistem+perekonomian+tiga+sektor
Suherman Rosyidi, Teori pengantar ekonomi pendekatan kepada teori ekonomi mikro dan
makro, Edisi Revisi, , (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2017)